makalah KKP

13
MAKALAH PENGANTAR EKONOMI PERTANIAN KREDIT KETAHANAN PANGAN (KKP) KELOMPOK 3: PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Transcript of makalah KKP

Page 1: makalah KKP

MAKALAH PENGANTAR EKONOMI PERTANIAN

KREDIT KETAHANAN PANGAN (KKP)

KELOMPOK 3:

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2012

Page 2: makalah KKP

Historis Kredit Ketahanan Pangan (KKP)

Pangan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi manusia untuk

mempertahankan hidup dan kehidupan. Pembangunan ketahanan pangan sesuai amanat

Undang - Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan, bertujuan untuk mewujudkan

ketersediaan pangan bagi seluruh rumah tangga, dalam jumlah yang cukup, mutu, dan gizi

yang layak, aman dikonsumsi, merata serta terjangkau oleh setiap individu.

Istilah “ketahanan pangan” (food security), didefinisikan sebagai akses dari semua

penduduk di suatu negara/wilayah untuk memenuhi konsumsi kebutuhan dasar makanan yang

cukup, yang dibutuhkan untuk bisa hidup secara layak (aktif dan sehat). Dalam hal ini,

elemen terpenting dari ketahanan pangan yaitu ketersediaan pangan dan kemampuan untuk

memperoleh kebutuhan makanan yang paling esensi. Sebaliknya “kerawanan pangan” (food

insecurity) diartikan sebagai kurangnya akses untuk kebutuhan makanan yang memadai.

Secara konseptual, terdapat dua jenis kerawanan pangan, yaitu kronis dan sementara (chronic

and transitory food insecurity).

Kerawanan pangan kronik (Chronic Food Insecurity) merupakan situasi ketika

sekelompok penduduk mengalami ketidakmampuan atas kebutuhan dasar gizi (minimum

dietary needs) secara terus menerus yang umumnya disebabkan oleh ketidakmampuan untuk

memperoleh kebutuhan pokok makanan. Dalam upaya mengembangkan usaha tani

masyarakat, modal menjadi salah satu elemen penting untuk diperhatikan. Modal yang dapat

dijadikan pembiayaan usaha tani ini dapat diperoleh dari berbagai program kredit pertanian.

Selama ini, program kredit usaha tani, khususnya padi dan palawija, telah mengalami

beberapa kali perubahan kebijakan. Setelah terjadinya tunggakan yang tinggi pada kredit

Bimas/Inmas akibat puso pada tahun 1970-an dan awal 1980-an, pada tahun 1985

pemerintah mengeluarkan program Kredit Usaha Tani (KUT) yang menggunakan pendekatan

kelompok. Seperti halnya kredit Bimas/Inmas, KUT pun mengalami kemacetan dengan total

tunggakan sekitar 23 % dari realisasi kredit Rp 1,184 triliun yang disalurkan hingga musim

tanam 1997/1998. Meskipun demikian, sejak tahun 1998 pemerintah mengubah KUT dengan

sistem baru dan plafon ditingkatkan secara drastis, yaitu lebih dari 13 kali lipat menjadi Rp

8,4 triliun1. Bank tidak lagi menjadi executing agent tetapi hanya sebagai channeling agent.

Fungsi executing agent digantikan oleh Departemen Koperasi dan PKM (Pengusaha Kecil

1 Kegagalan KUT bukan Lonceng Kematian”, Kompas, 25 Pebruari 2001

Page 3: makalah KKP

dan Menengah) yang melibatkan koperasi dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dalam

pelaksanaannya.

Perkembangan usaha simpan pinjam tidak terlepas dari kondisi perkreditan yang

dikembangkan di Indonesia. Sejak pemerintah menerapkan program pembangunan yang

terencana, lembaga perbankan mempunyai peranan aktif dalam pembangunan melalui

penyediaan kredit, baik kredit jangka pendek, menengah maupunjangka panjang.

Sampai tahun 1983 Bank Indonesia sebagai bank sentral menyediakan kredit dengan

suku bunga murah,kepada perbankan atau kredit langsung untuk membiayai program

pemerintah atau perusahaan perusahaan tertentu termasuk program koperasi yang dinilai

strategis. Dalam proses pembangunan, untuk memperluas kesempatan berusaha bagi

masyarakat di pedesaan, perbankan juga menciptakan kredit mini, kredit midi dan kredit

untuk koperasi. Setelah itu Bank Indonesia membatasi kredit likuiditas kepada perbankan,

kecuali untuk jenis-jenis tertentu yang dikategorikan berprioritas tinggi.

Kredit prioritas tinggi tersebut diantaranya mencakup kredit untuk pengusaha lemah

bagi para petani .Khusus program penyediaan kredit bagi para petani pemerintah senantiasa

menyempurnakan tata cara dan prosedur pelaksanaannya sehingga dapat lebih efektif

mencapai sasaran.

Misalnya pada tahun 1985, pemberian kredit Bimas dihentikan dan sebagai gantinya

diciptakan Kredit Usaha Tani (KUT). Pada tahun 1990 dalam Paket Kebijakan Januari

(Pakjan) diatur bahwa kredit likuiditas Bank Indonesia dihapuskan, pengecualian diberikan

untuk kredit KUT dan kredit kepada koperasi, pengadaan pangan dan stok gula oleh Bulog.

Dalam perjalanannya, pada tahun 2000 KUT diganti dengan Kredit Ketahanan Pangan

(KKP).

Page 4: makalah KKP

Latar Belakang dan Tujuan KKP

Petani Indonesia masih sangat lemah mengakses sumber-sumber permodalan formal,

disebabkan lemahnya kepemilikan modal, prosedur yang tidak sederhana dan persayaratan

kolateral yang harus dipenuhi oleh petani.

Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) yang dulu dikenal dengan Kredit

Ketahanan Pangan (KKP), sudah berjalan sejak Oktober 2000 merupakan penyempurnaan

dari KUT (Kredit Usaha Tani), KKPA (Kredit kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya),

serta Kredit Koperasi Pangan (KKP). KKP ditujukan untuk membantu permodalan petani dan

peternak dengan suku bunga terjangkau sehingga mereka dapat menerapkan teknologi

rekomendasi budidaya dan dapat mengembangkan agribisnisnya secara layak.

Dalam perkembangannya KKP terus mengalami perubahan dan penyempurnaan baik

dalam cakupan komoditas yang dibiayai, kebutuhan indikatif dan plafon maksimum per

debitur. Penyempurnaan KKP juga ditujukan untuk mendukung ketahanan energi sehingga

mulai Oktober 2007 KKP berubah menjadi Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E).

KKP-E adalah kredit investasi dan/atau modal kerja yang diberikan dalam rangka

mendukung pelaksanaan Program Ketahanan Pangan dan Program Pengembangan Tanaman

Bahan Baku Bahan Bakar Nabati.

Kebijakan Kredit

Mengacu pada UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan LoI antara

pemerintah Indonesia dan IMF, maka (i) Bank Indonesia (BI) tidak lagi menyalurkan kredit

program; (ii) pola penyaluran kredit tidak lagi melalui pola chanelling tetapi melalui pola

executing, dan (iii) tingkat suku bunga yang diberikan kepada petani adalah suku bunga pasar

(komersial). Sebagai upaya pemerintah menyediakan kredit pertanian guna mendorong

pembangunan sektor pertanian, namun tetap sejalan dengan ketentuan dimaksud, maka

Departemen Pertanian dengan dukungan beberapa bank berinisiatif menyediakan skema

kredit baru yang disebut Kredit Ketahanan Pangan (KKP).

Bank Pelaksana KKP-E meliputi 22 Bank, yaitu 9 (sembilan) Bank Umum meliputi

Bank BRI, Bank Mandiri, BNI, Bukopin, CIMB Niaga, Agroniaga, BCA, BII, dan Artha

Graha. Terdapat 13 (dua belas) Bank Pembangunan Daerah (BPD), yaitu BPD Sumatera

Page 5: makalah KKP

Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa

Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Papua , Riau dan Nusa Tenggara Barat.

Dari total Rp 8,4 trilyun plafon KKP-E yang ditetapkan, nilai realisasi mencapai Rp 10,9

trilyun (129%). Realisasi penyaluran KKP-E oleh Bank Umum mencapai Rp 10,1 trilyun

(128%), sedangkan BPD menyalurkan Rp 0,78 trilyun (150%).

Berbagai faktor baik internal maupun eksternal menjadi penghambat bagi petani

dalam mengakses kredit formal. Secara internal ada beberapa faktor penghambat, yaitu

pendidikan yang umumnya rendah membuat petani kesulitan mengikuti prosedur yang

ditetapkan bank. Petani yang tidak menjadi anggota kelompok tani juga tidak bisa

memperoleh kredit yang seharusnya bisa diperoleh secara kelompok. Ketiadaan atau

minimnya agunan yang dimiliki petani menyebabkan bank tidak bersedia memberi pinjaman.

Pengalaman meminjam ke bank mempermudah akses petani untuk memperoleh kredit formal

karena sudah mengetahui prosedur yang diperlukan dan sudah dikenal oleh bank. Faktor

eksternaljuga menjadi penghambat akses untuk memperoleh kredit formal, misalnyakurang

sosialisasi dari pihak perbankan, lokasi perbankan yang cukup jauh atau maksimal hanya ada

di kota kecamatan, serta peraturan perbankan yang relatif rumit bagi petani.

Tujuan dari KKP-E adalah:

(a) Menyediakan kredit investasi dan atau modal kerja dengan suku bunga terjangkau

(b) Mengoptimalkan pemanfaatan dana kredit yang disediakan oleh perbankan untuk

petani/peternak yang memerlukan pembiayaan usahanya secara efektif, efisien dan

berkelanjutan guna peningkatan produksi sekaligus peningkatan pendapatan dan

kesejahteraanya,

(c) Mendukung peningkatan ketahanan pangan nasional dan ketahanan energi lain melalui

pengembangan tanaman bahan baku bahan bakar nabati.

KKP sektor pertanian digunakan untuk membiayai :

(1) petani, dalam rangka intensifikasi padi, jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar;

(2) peternak, dalam rangka peternakan sapi potong, ayam buras, itik

(3) petani ikan, dalam rangka usaha budidaya ikan dan atau bersama-sama dengan usaha

budidaya peternakan ayam buras.

Page 6: makalah KKP

Bagi komoditas yang tidak termasuk dalam KKP maka pemerintah, dalam hal ini

Departemen Pertanian, mempersiapkan skema kredit agribisnis khususnya bagi komoditas

unggulan yang layak dibiayai dan mempunyai prospek pasar yang cerah, misalnya tebu.

Persyaratan Petani, Kelompok Tani, Koperasi, dan Bank

Persyaratan petani yang dapat memperoleh KKP adalah petani penggarap dan/atau

petani pemilik penggarap dengan luas garapan maksimal 2 (dua) ha. Petani tersebut berumur

sekurang-kurangnya 18 tahun atau sudah menikah dan bersedia mengikuti petunjuk PPL atau

Dinas Pertanian setempat, serta mematuhi ketentuan-ketentuan sebagai peserta KKP. Adapun

persyaratan kelompok tani untuk dapat mengakses KKP antara lain mempunyai organisasi

dengan pengurus aktif, minimal ketua dan bendahara, mempunyai anggota yang

melaksanakan budidaya komoditas yang dibiayai KKP, dan bersangkutan.

Sementara itu, persyaratan koperasi dalam menyalurkan KKP adalah sudah berbadan

hukum, mempunyai pengurus aktif, dan memenuhi persyaratan eligibilitas sesuai dengan

ketentuan yang ada. Bank yang terlibat dalam menyediakan dan menyalurkan KKP adalah

bank umum yang mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan (cq. Direktorat

Jenderal Lembaga Keuangan) untuk ditunjuk sebagai bank pelaksana dan menyatakan

kesediannya menyalurkan KKP dengan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam

Keputusan Menteri Keuangan.

Page 7: makalah KKP

Capaian Kredit Ketahanan Pangan (KKP)

Tahapan penyaluran KKP adalah sebagai berikut:

Kelompok tani beserta anggotanya menyusun RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan

Kelompok Tani) untuk kebutuhan KKP, 1 (satu) bulan sebelum musim tanam;

PPL membantu penyusunan RDKK dan mengesahkan blanko RDKK;

RDKK yang sudah ditandatangani oleh ketua kelompok tani dan PPL disampaikan

langsung ke bank pelaksana atau melalui koperasi. Dalam hal pengajuan KKP melalui

koperasi, maka permohonan KKP disampaikan melalui koperasi kepada bank

pelaksana dalam bentuk rekapitulasi RDKK disertai RDKK masing masing kelompok

tani;

Bank pelaksana meneliti kelengkapan dokumen RDKK;

Kelompok tani atau koperasi menandatangani akad kredit dengan bank pelaksana;

Bank pelaksana menyalurkan KKP kepada kelompok tani atau koperasi yang

selanjutnya disalurkan kepada anggota kelompok tani;

Pengembalian KKP disampaikan langsung oleh kelompok tani kepada bank pelaksana

atau melalui koperasi setelah panen tanpa menunggu saat jatuh tempo;

Untuk mengantisipasi keselamatan petani dan resiko kredit, maka dianjurkan untuk

mengikuti program asuransi orang maupun asuransi kerugian

Pelaporan dan Pemantauan

Cabang bank pelaksana wajib menyampaikan laporan bulanan perkembangan

penyaluran dan pengembalian KKP yang dikelolanya kepada Dinas Pertanian Tanaman

Pangan, Dinas Peternakan dan dinas terkait, selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya.

Selanjutnya, Dinas Pertanian dan Dinas Peternakan menyampaikan laporan penyaluran dan

pengembalian KKP kepada Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian selambat-

lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya. Untuk memantau efektivitas pemanfaatan KKP maka

dibentuk Tim Pemantau Penyaluran KKP dengan tugas: (a) menyusun petunjuk teknis, (b)

mempersiapkan plafon kredit per komoditas, per wilayah dan plafon nasional, (c) melakukan

koordinasi dengan instansi terkait dalam rangka pemanfaatan kredit, (d) melakukan

sosialisasi, pembinaan, dan monitoring ke lapangan, (e) melakukan identifikasi permasalahan

yang timbul baik di pusat maupun di daerah, (f) melaporkan realisasi penyaluran,

pemanfaatan dan pengembalian kredit kepada Menteri Pertanian.

Page 8: makalah KKP

Terdapat enam Propinsi yang belum memanfaatkan KKP-E, yaitu Propinsi Sulawesi

Tengah, Bangka Belitung, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Irian Jaya Barat dan Kepulauan

Riau. Walaupun KKP-E budidaya tanaman pangan terbesar ketiga setelah budidaya Tebu

dan Peternakan, tetapi dari segi penyebarannya terluas dari semua subsektor yang

memperoleh KKP-E,yaitu meliputi 27 Propinsi. Penyebaran KKP-E untuk budidaya Tebu

hanya di Sembilan Propinsi dan terbanyak atau fokus di Pulau Jawa. Sedangkan untuk

budidaya tanaman hortikultura selain fokus di Pulau Jawa, juga banyak diserap di Propinsi

NTB dan sedikit di Kalsel dan Sumsel.

Secara nasional keragaan penyaluran KKP-E cukup baik karena melampaui plafon

yang ditetapkan. Disamping itu jumlah kredit macet atau non-performing loan (NPL) juga

relatif kecil. Walaupun demikian akses sebagian petani untuk kedua kredit program tersebut

relatif sulit karena bank mempunyai persepsi bahwa usahatani (termasuk ternak) relatif

berisiko, kecuali tebu. Jaminan yang diminta bank kepada petani berupa sertifikat lahan

juga sulit dipenuhi karena petani umumnya hanya memiliki bukti pemilikan lahan berupa

letter C yang tidak diakui oleh bank. Pembuatan sertifikat memerlukan biaya cukup mahal

bagi petani.

Indikator Keberhasilan Program

Guna menilai pelaksanaan KKP maka disusun beberapa indikator keberhasilan, sebagai

berikut :

Plafon KKP sudah tersedia pada bulan September 2000;

RDKK sudah selesai disusun oleh kelompok tani pada bulan September 2000;

KKP sudah disalurkan oleh bank pelaksana paling lambat bulan Oktober 2000;

Pemanfaatan KKP oleh kelompok tani menghasilkan produktifitas hasil diatas rata-

rata;

Pengembalian KKP sesuai dengan jadwal yang dibuat dalam RDKK;

Adanya tabungan kelompok tani pada bank pelaksana yang menyalurkan KKP; dan

Tunggakan KKP oleh kelompok tani diusahakan seminimal mungkin.

Page 9: makalah KKP

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2012. Peningkatan Akses Petani Terhadap Kredit Ketahanan Pangan dan

Energi. http://pse.litbang.deptan.go.id. Diakses pada tanggal 17 Mei 2012.

Departemen Koperasi Dan Pembinaan Pengusaha Kecil 1996, Peraturan Pemerintah No.9

Tahun 1995 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan

Tim Peneliti SMERU. 2002. Jurnal Pendanaan Usahatani Padi Pasca KUT, Kredit Ketahanan

Pangan (KKP).