Makalah Keperawatan Gawat Darurat Tentang Keracunan Singkong

13
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang dalam siklus hidupnya selalu membutuhkan dan mengkonsumsi berbagai bahan makanan yang mengandung zat gizi berguna untuk memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan yaitu pergantian sel- sel yang rusak dan sebagai zat pelindung dalam tubuh. Proses tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan yang terpelihara dengan baik akan menunjukkan baiknya kesehatan yang dimiliki seseorang. Nilai yang sangat penting dari bahan makanan atau zat makanan bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik serta perolehan energi guna melakukan kegiatan sehari- hari seperi dikemukakan di atas tergantung dari keadaan dan macam-macam bahan makanannya. Makanan merupakan sumber nutrisi, tetapi apabila kita tidak hati-hati dalam memilih dan mengolahnya maka sumber makanan akan menjadi sumber petaka bagi manusia. Seringkali kita mendengar adanya kasus keracunan akibat mengkonsumsi suatu makanan seperti kasus yang terjadi di Jepang, sedikitnya ada 52 orang meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang telah tercemar oleh merkuri, kemudian kasus keracunan makanan yang terjadi di Banyumas, Jawa Tengah dalam tempo dua hari saja 40 orang meninggal hanya karena mengkonsumsi tempe bongkrek. karenanya sejak saat itu Pemerintah Daerah Banyumas memberlakukan larangan memproduksi“tempe maut”dari bungkil kelapa. 1

Transcript of Makalah Keperawatan Gawat Darurat Tentang Keracunan Singkong

Page 1: Makalah Keperawatan Gawat Darurat Tentang Keracunan Singkong

BAB I

PENDAHULUAN

 A. Latar Belakang

Setiap orang dalam siklus hidupnya selalu membutuhkan dan mengkonsumsi berbagai

bahan makanan yang mengandung zat gizi berguna untuk memelihara proses tubuh dalam

pertumbuhan dan perkembangan yaitu pergantian sel- sel yang rusak dan sebagai zat

pelindung dalam tubuh. Proses tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan yang

terpelihara dengan baik akan menunjukkan baiknya kesehatan yang dimiliki seseorang.

Nilai yang sangat penting dari bahan makanan atau zat makanan bagi pertumbuhan

dan perkembangan fisik serta perolehan energi guna melakukan kegiatan sehari- hari seperi

dikemukakan di atas tergantung dari keadaan dan macam-macam bahan makanannya.

Makanan merupakan sumber nutrisi, tetapi apabila kita tidak hati-hati dalam memilih

dan mengolahnya maka sumber makanan akan menjadi sumber petaka bagi manusia.

Seringkali kita mendengar adanya kasus keracunan akibat mengkonsumsi suatu makanan

seperti kasus yang terjadi di Jepang, sedikitnya ada 52 orang meninggal akibat

mengkonsumsi ikan yang telah tercemar oleh merkuri, kemudian kasus keracunan makanan

yang terjadi di Banyumas, Jawa Tengah dalam tempo dua hari saja 40 orang meninggal

hanya karena mengkonsumsi tempe bongkrek. karenanya sejak saat itu Pemerintah Daerah

Banyumas memberlakukan larangan memproduksi“tempe maut”dari bungkil kelapa.

Belum lama berselang kita kembali dikejutkan oleh peristiwa yang sama, kali ini

penyebabnya adalah sayur daun singkong. Kejadian yang terjadi di Bogor, pada pertengahan

tahun 2002, sungguh sangat memilukan, bagaimana tidak  peristiwa tragis ini terjadi hanya

beberapa saat setelah masyarakat merayakan pesta Agustusan. Suasana riang warga desa

Jambu Rt 001/04 Sukaraja, berubah menjadi suasana pilu dan penuh duka. Tidak ada yang

menyangka, acara makan bersama dengan lauk sayur daun singkong, ikan asin, urapan, telur

dan tempe goreng menjadikan 36 warga muntah-muntah dan dilarikan ke rumah sakit.

Contoh kasus di atas menjadikan kita tersadar, bahwa makanan tidak selalu aman

untuk dikonsumsi, dalam kondisi tertentu makanan bisa menjadi musuh kita yang sangat

berbahaya. Sebuah dilema memang, makanan adalah sumber gizi bagi tubuh agar bisa

bertahan hidup. Di sisi lain, jika tidak berhati-hati memilihnya, jenis makanan tertentu bisa

bersifat toksik atau beracun bagi tubuh.

Faktor penyebab keracunan adalah kontaminasi mikroba dan pencemaran senyawa-

senyawa beracun diantaranya mercuri dan logam-logam berat dari besi, timah, dan tembaga.

1

Page 2: Makalah Keperawatan Gawat Darurat Tentang Keracunan Singkong

Namun ada kalanya bahan pangan, baik itu hewani maupun nabati secara alamiah sudah

mengandung racun seperti asam sianida(HCN) pada singkong  

Dalam makalah ini, penulis akan membahas mengenai racun alamiah yang terdapat

pada singkong yaitu asam sianida (HCN) mengingat singkong merupakan salah satu bahan

pangan sumber karbohidrat sehingga singkong sangat potensial sebagai alternatif lain sumber

kalori bagi tubuh. Dengan pemahaman dan pengolahan yang benar, maka akan dapat

meminimalkan terjadinya resiko keracunan makanan akibat mengkonsumsi singkong.  

B. Rumusan Masalah

    1.      apa saja kandungan gizi dan manfaat singkong?

    2.       racun apa  yang terdapat di dalam singkong?

    3.      Bagaimana dampaknya terhadap tubuh?

    4.      bagaimana penegakan diagnosa keracunan singkong?

    5.      Bagaimana cara pengolahan yang benar untuk mengurangi terjadinya keracunan?

C. Tujuan

    1.      Mengetahui kandungan yang terdapat dalam singkong

    2.     Mengetahui racun yang terdapat dalam singkong

    3.      Mengetahui dampaknya terhadap tubuh 

    4.      Mengetahui penegakan diagnosa keracunan singkong

    5.      Mengetahui cara pengolahan yang benar untuk mengurangi terjadinya keracuanan

2

Page 3: Makalah Keperawatan Gawat Darurat Tentang Keracunan Singkong

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Definisi

Singkong, yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu, dalam bahasa

Inggris bernama cassava, adalah pohon tahunan tropika dan subtropika dari famili

Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan

daunnya sebagai sayuran. Singkong merupakan pohon tahunan tropika dan subtropika yang

dapat ditanam sepanjang tahun. Bagian yang dimakan dari tanaman singkong selain bagian

umbi atau akarnya juga daunnya, biasanya dimanfaatkan untuk ragam masakan.

Singkong merupakan tanaman umbi-umbian atau akar pohon yang tumbuh di seluruh

Indonesia. Di beberapa daerah di pulau Jawa singkong bahkan merupakan makanan utama

penduduk yang panjang dengan fisik rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm,

tergantung dari jenis singkong yang ditanam. Daging umbinya berwarna putih atau kekuning-

kuningan. Umbi singkong tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin.

Umbi singkong merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin

protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong karena mengandung

asam amino metionin.

3

Page 4: Makalah Keperawatan Gawat Darurat Tentang Keracunan Singkong

2.2 Kandungan Gizi dan Manfaat Singkong

Umbi singkong merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat

miskin akan protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong karena

mengandung asam amino metionin. Selain umbi akar singkong banyak mengandung glukosa

dan dapat dimakan mentah. Rasanya sedikit manis, ada pula yang pahit tergantung pada

kandungan racun glukosida yang dapat membentuk asam sianida.

Umumnya daging umbi singkong berwarna putih atau kekuning - kuningan, untuk

rasanya manis menghasilkan paling sedikit 20 mg HCN per kilogram umbi akar yang masih

segar dan 50 kali lebih banyak pada umbi yang rasanya pahit. Pada jenis singkong yang

pahit, proses pemasakan sangat diperlukan untuk menurunkan kadar racunnya.

Umbi singkong tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Dalam

hal ini umbi singkong mudah sekali rusak, ditandai dengan keluarnya warna biru gelap

akibat terbentuknya asam sianida yang bersifat racun bagi manusia.

Singkong banyak digunakan pada berbagai macam penganan, mulai dari kripik, kudapan,

sayuran hingga tape. Bahkan bisa juga dibuat tepung singkong yaitu tepung tapioka yang

dapat digunakan untuk mengganti tepung gandum, tepung ini baik untuk pengidap alergi.

2.3 Kandungan Racun Dalam Singkong

Di dalam singkong, terutama varietas Sao Pedro Petro, baik pada umbi maupun

daunnya mengandung glikosida cayanogenik. Zat ini dapat menghasilkan asam sianida

(HCN) atau senyawa asam biru yang bersifat sangat toksik (beracun).Umbi dan daun

singkong yang mengandung racun biasanya ditandai dengan rasa pahit dan baunya langu.

Bagian yang dimakan dari tumbuhan singkong atau cassava ialah umbi akarnya dan

daunnya. Baik daun maupun umbinya, mengandung suatu glikosida cyanogenik, artinya

suatu ikatan organik yang dapat menghasilkan racun biru atau HCN (cyanida) yang bersifat

sangat toksik. Zat glikosida ini diberi nama Linamarin. Penyebab keracunan singkong adalah

asam cyanida yang terkandung didalamnya. Bergantung pada jenis singkong kadar asam

cyanida berbeda-beda. Namun tidak semua orang yang makan singkong menderita

keracunan. Hal ini disebabkan selain kadar asam cyanida yang terdapat dalam singkong itu

sendiri, juga dipengaruhi oleh cara pengolahannya sampai di makan. Diketahui bahwa

dengan merendam singkong terlebih dahulu di dalam air dalam jangka waktu tertentu, kadar

asam cyanida (HCN) dalam singkong akan berkurang oleh karena HCN akan larut dalam air.

4

Page 5: Makalah Keperawatan Gawat Darurat Tentang Keracunan Singkong

2.4. Dampak HCN terhadap tubuh

HCN

HCN adalah suatu racun kuat yang menyebabkan asfiksia. Asam ini akan

mengganggu oksidasi (pengakutan O2) ke jaringan dengan jalan mengikat enzym

sitokrom oksidasi. Akibatnya oksigen tidak dapat dipergunakan oleh jaringan dan tetap

tinggal dalam pembuluh darah vena yang berwarna merah cerah oleh adanya

oksihemoglobin. Ikatan antara sitokrom oksidasi dengan HCN bersifat treversibel.

Oleh karena adanya ikatan ini, O2 tidak dapat digunakan oleh jaringan sehingga organ

yang sensitif terhadap kekurangan O2 akan sangat menderita terutama jaringan otak.

Akibatnya akan terlihat pada permukaan suatu tingkat stimulasi daripada susunan saraf pusat

yang disusul oleh tingkat depresi dan akhirnya timbul kejang oleh hypoxia dan kematian oleh

kegagalan pernafasan. Kadang-kadang dapat timbul detak jantung yang ireguler.

HCN ialah suatu racun yang bekerja sangat cepat, kematian dapat ditimbulkan dalam

beberapa menit . Apabila HCN murni ditelan dalam keadaan lambung kosong dalam kadar

asam yang tinggi, maka kerja racun ini sangat cepat sekali. HCN dalam bentuk cair dapat

diserap oleh kulit dan mukosa, tetapi garam sianida hanya berbahaya bila termakan. Dosis

letal daripada HCN ialah 60-90 mg. Sebenarnya tubuh sendiri mempunyai daya proteksi

terhadap HCN ini dengan cara detoksikasi HCN menjadi ion tiosianat yang relatif

kurang toksik. Detoksikasi ini beriangsung dengan perantaraan enzim rodanase

(transulfurase). Enzim ini terdapat di dalam jaringan, terutama hati. Tubuh sebenamya

mempunyai kemampuan mendetokstkasi HCN tetapi sistem enzim rodanase ini bekerja

sangat lambat sehingga keracunan masih dapat timbul. Kerja enzim ini dapat dipercepat

dengan memasukkan sulfur ke dalam tubuh. Secara klinis hal inilah yang dipakai sebagai

dasar menyuntikkan natrium tiosulfat pada pengobatan keracunan oleh singkong; HCN

pada umumnya

5

Page 6: Makalah Keperawatan Gawat Darurat Tentang Keracunan Singkong

2.5 Gejala

Biasanya gejala akan timbul beberapa jam setelah makan singkong.

1. Gangguan saluran pencernaan seperti mual, muntah dan diare.

2. Sesak nafas dan cyanosis.

3. Perasaan pusing, lemah, kesadaran menurun dari apatis sampai koma.

4. Renjatan.

2.6 Diagnosa

Diagnosa keracunan singkong ditegakkan berdasarkan gejala-gejala klinik dan

anamnese makanan, ditopang oleh data laboratorik hasil pemeriksaan contoh muntahan dan

bahan makanan yang tersisa.

2.7 Terapi

Pengobatan harus dilakukan secepatnya. Bila makanan diperkirakan masih ada di

dalam lambung (kurang dari 4 jam setelah makan singkong), dilakukan pencucian lambung

atau membuat penderita muntah.

Diberikan natrium tiosulfat 30% (antidotum) sebanyak 10-30 ml secara intravena

perlahan. Bila sukar menemukan pembuluh darah vena dapat dilakukan venoklisis atau

pemberian dapat dilakukan secara intramuskular. Sebelum pemberian natrium tiosulfat

(selama mempersiapkan obat tersebut), pada penderita dapat diberikan amil nitrit secara

inhalasi. Cam pemberian natrium tiosulfat ialah mula-mula dengan menyuntikkan obat

tersebut sebanyak 10 ml intra vena, kemudian anak dicubit untuk mengetahui apakah

kesadaran sudah pulih. Bila penderita belum sadar dapat diberikan lagi 10 ml natrium

tiosulfat. Bila timbul sianosis, dapat diberikan O2.

Untuk penanganan gawat darurat yang pertama harus dilakukan adalah

mempertahankan jalan nafas,O2 dan bila bila perlu lakukan bantuan nafas. Atasi

koma,hipotensi atau kejang bila ada. Pasang infus,monitor tanda vital dan EKG dengan ketat.

2.8 Memilih dan Mengolah Singkong

Penganan singkong seakan tak pernah habis. Ada saja kue - kue yang bisa dibuat dari

singkong. Untuk membuat penganan dari singkong kita harus pandai memilih dan

mengolahnya. Anda bisa memilih dan mengolah singkong yang bisa dilakukan dengan

beberapa cara ini :

6

Page 7: Makalah Keperawatan Gawat Darurat Tentang Keracunan Singkong

Kupas kulit singkong dengan kuku Anda. Lihat warnanya, konon yang warnanya

kekuningan lebih baik daripada yang putih.

Patahkan sedikit ujungnya, perhatikan baik - baik, kalau ada bagian yang membiru

sebaiknya jangan dipilih. Singkong yang telah lama disimpan memang cenderung

mengeluarkan noda biru atau hitam yang diakibatkan enzim poliphenolase yang

bersifat racun.

Banyak orang memilih singkong dari tanah yang membungkusnya. Kalau tanahnya

belum kering  berarti singkongnya masih baru, pasti belum ada noda.

Saat diolah singkong harus dicuci bersih untuk menghilangkan tanah yang menempel

di umbi singkong. 

Setelah itu singkong bisa dikupas. Cara mengupasnya cukup mudah, kerat saja bagian

tengahnya singkong secara memanjang, lalu tarik bagian yang terkelupas hingga lepas

sama sekali dari singkong.

Cuci kembali singkong supaya bersih pada air yang mengalir. Apabila belum diolah,

rendam singkong terlebih dahulu agar warnanya tidak berubah. Yang mesti diingat,

singkong adalah umbi akar yang teksturnya cukup keras, sehingga apabila akan

diubah menjadi penganan harus diolah terlebih dahulu seperti dikukus atau diparut.

Apabila singkong hendak dihaluskan seperti untuk membuat getuk, sebaiknya

pengukusan singkong harus dilakukan hingga benar - benar empuk. Untuk

menghaluskannya bisa menggunakan garpu  atau ditumbuk dalam cobek (batu

lumpang). Yang harus diingat, singkong sebaiknya dihaluskan selagi masih panas. 

7

Page 8: Makalah Keperawatan Gawat Darurat Tentang Keracunan Singkong

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Singkong mengandung suatu glikosida cyanogenik, artinya suatu ikatan organik yang

dapat menghasilkan racun biru atau HCN (cyanida) yang bersifat sangat toksik. Zat glikosida

ini diberi nama Linamarin. Penyebab keracunan singkong adalah asam cyanida yang

terkandung didalamnya. Asam ini akan mengganggu oksidasi (pengakutan O2) ke jaringan

dengan jalan mengikat enzym sitokrom oksidasi.HCN adalah suatu racun kuat yang

menyebabkan asfiksia. Umbi dan daun singkong yang mengandung racun biasanya ditandai

dengan rasa pahit dan baunya langu.

Gejala yang timbul akibat mengkonsumsi singkong yaitu gangguan saluran

pencernaan seperti mual, muntah dan diare, sesak nafas dan cyanosis, perasaan pusing,

lemah, kesadaran menurun dari apatis sampai koma, renjatan.

3.2 SARAN

1. Perlu dilakukan evaluasi pada pasien yang mengalami keracunan singkong untuk

mengetahui dampak dalam tubuh manusia.

2. Perlu dilaksanakan penelitian lebih lanjut mengenai tanaman singkong agar diketahui

data insidensi keracunan singkong di Indonesia.

3. Pembuatan makalah ini ditujukan untuk menambah nilai-nilai khususnya seorang

perawat untuk menjalankan tugasnya secara lebih profesional

8

Page 9: Makalah Keperawatan Gawat Darurat Tentang Keracunan Singkong

DAFTAR PUSTAKA

Almatsir, Sunita. Prinsip dasar ilmu gizi. 2003. gramedia pustaka utama. jakarta

Cooper Lenna F,B.S.,M.A,M.H.E,Sc.D, dkk. Nutrition in Health and Disease,

Thirteenth Edition.

Hasan Rusepno, dr, dkk, 1985. Ilmu Kesehatan Anak, Edisi Ketiga, Fakultas

Sediaoetama Achrnad Djaeni Prof.Dr, 1989. Ilmu gizi, Jilid II, Dian Rakyat: Jakarta

Kedokteran Universitas Indonesia.

Soemirat, Juli. Toksikologi Lingkungan. 2005. gajah mada university press: Yogyakarta

http//www.library.usu.co.id

9