makalah Kelompok 7

14
Kemampuan Desulfovibrio sp. Indigen pada Bioremediasi Air Asam Tambang Batu Bara Disusun oleh: Dea Audia Nurfajri 140410130011 Nurhasanah 140410130017 Sonia Asih Sejati 140410130047 Dinda Hani’ah Arum S. 140410130059 Gilang Muhamad N. 140410130085

description

bioremediasi air

Transcript of makalah Kelompok 7

Page 1: makalah Kelompok 7

Kemampuan Desulfovibrio sp. Indigen

pada Bioremediasi Air Asam Tambang Batu Bara

Disusun oleh:

Dea Audia Nurfajri 140410130011

Nurhasanah 140410130017

Sonia Asih Sejati 140410130047

Dinda Hani’ah Arum S. 140410130059

Gilang Muhamad N. 140410130085

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2015

Page 2: makalah Kelompok 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air merupakan kebutuhan hidup yang sangat pokok bagi semua makhluk

hidup. Air digunakan sebagai proses pertumbuhan dan perkembangan semua

makhluk hidup, baik dalam jumlah sedikit maupun banyak tergantung dari kebutuhan

hidupnya. Suatu perairan sering mengalami pencemaran yang diakibatkan oleh unsur

hara yang berlebihan yang berasal dari limbah pertanian, domestik, maupun

industri. Pencemaran ini dapat menyebabkan menurunnya nilai guna perairan.

Permasalahan lain yang muncul adalah meningkatnya jumlah penduduk Indonesia

sehingga limbah rumah tangga yang dihasilkan pun semakin bertambah. Limbah

yang dihasilkan tersebut dapat berasal dari limbah cucian, dapur, kamar mandi, industri

rumah tangga, dan kotoran manusia.Salah satu limbah industry berasal dari tambang batu

bara. Penambangan batu bara dengan sistem terbuka akan berdampak buruk

terhadap kualitas lingkungan.Dampak buruk tersebut bisa berupa erosi, pemiskinan

unsur hara, dan air asam tambang (AAT).Air asam tambang ini muncul karena

teroksidasinya mineral bersulfur yang terdapat pada batu bara (Wulandari, 2013).

Sektor pertambangan di Indonesia merupakan salah satu sumber pendapatan

negara, namun demikian sektor ini juga merupakan salah satu penyebab kerusakan

ekosistem yang cukup besar.Hal ini disebabkan karena dalam proses penambangan harus

menghilangkan lapisan tanah di atas cadangan bahan galian dalam upaya untuk

mendapatkan bahan galian tersebut.Selain itu,sektor penambangan juga membutuhkan

bukaan lahan yang cukup besar, sehingga banyak vegetasi yang hilang dalam proses

tersebut (Napaleon, 2013).

Menurut Rozi A (2010) dalam Napaleon (2013) bahwa permasalahan yang timbul

akibat tambang terbuka batu bara adalah terjadinya pemiskinan usur hara akibat erosi dan

tersimbulnya lapisan sub soil yang bereaksi masam dan miskin unsur hara.Permasalahan

yang paling berat pada kegiatan penambangan terbuka akibat teroksidasinya mineral

bersulfur adalah terjadinya fenomena acid mine drainage atau air asam tambang

Page 3: makalah Kelompok 7

(AAT).Pada penelitian ini digunakan bakteri Desulfovibrio sp. untuk meremediasi air

yang tercemar akibat penambangan, sehinga akan mengurangi dampak negative yang

ditimbulkan.

1.2. Tujuan

1. Mengetahui dampak pencemaran limbah penambangan terhadap kualitas air.

2. Mengetahui cara bakteri Desulfovibrio sp.dalam meremediasi limbah air asam

tambang.

1.3. Rumusan Masalah

1. Apa saja dampak pencemaran limbah penambangan terhadap kualitas air.

2. Bagaimana cara bakteri Desulfovibrio sp.dalam meremediasi limbah air asam

tambang

Page 4: makalah Kelompok 7

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Bioremediasi

Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme yang telah dipilih untuk

ditumbuhkan pada polutan tertentu sebagai upaya untuk menurunkan kadar polutan

tersebut. Pada saat proses bioremediasi berlangsung, enzim-enzim yang diproduksi

oleh mikroorganisme memodifikasi struktur polutan beracun menjadi tidak kompleks

sehingga menjadi metabolit yang tidak beracun dan berbahaya (Priadie, 2012).

Sehubungan dengan bioremediasi, Pemerintah Indonesia telah mempunyai

payung hukum yang mengatur standar baku kegiatan Bioremediasi dalam

mengatasi permasalahan lingkungan akibat kegiatan pertambangan dan perminyakan

serta bentuk pencemaran lainnya (logam berat dan pestisida) melalui Kementerian

Lingkungan Hidup, Kep Men LH No.128 tahun 2003, tentang tatacara dan

persyaratan teknis dan pengelolaan limbah minyak bumi dan tanah terkontaminasi

oleh minyak bumi secara biologis (Bioremediasi) yang juga mencantumkan bahwa

bioremediasi dilakukan dengan menggunakan mikroba local (Priadie, 2012).

Beberapa jenis atau kelompok bakteri diketahui mampu melakukan proses

perombakan (dekomposisi) senyawa-senyawa metabolit toksik, dan dapat

dikembangkan sebagai bakteri agen bioremediasi untuk pengendalian kualitas air. Jenis

atau kelompok bakteri tersebut antara lain bakteri nitrifkasi, bakteri sulfur (pereduksi

sulfit), dan bakteri pengoksidasi amonia. Kelompok atau jenis bakteri tersebut perlu

dikondisikan agar lebii aktif dalam membantu proses perombakan, sehiigga dapat

mengeliminasi senyawa-senyawa toksik tersebut dari dalam sistem perairan (Badjoeri

dan Widiyanto, 2008).

Laju degradasi mikroba terhadap logam berat tergantung pada beberapa faktor,

yaitu aktivitas mikroba, nutrisi, derajat keasaman dan faktor lingkungan (Hardiani, dkk.,

2011:32). Teknologi bioremediasi ada dua jenis, yaitu ex-situ dan in situ. Ex-situ adalah

pengelolaan yang meliputi pemindahan secara fisik bahan-bahan yang terkontaminasi ke

suatu lokasi untuk penanganan lebih lanjut (Vidali dalam Hardiani, dkk., 2011).

Penggunaan bioreaktor, pengolahan lahan (landfarming), pengkomposan dan beberapa

Page 5: makalah Kelompok 7

bentuk 11 perlakuan fase padat lainnya adalah contoh dari teknologi ex-situ, sedangkan

teknologi in situ adalah perlakuan yang langsung diterapkan pada bahan-bahan

kontaminan di lokasi tercemar (Vidali dalam Hardiani, dkk., 2011).

2.2. Bakteri Desulfovibrio sp.

Desulfovibrio adalah mikrobia pereduksi sulfat, bakteri ini merupakan golongan

bakteri yang tidak membentuk spora, obligat anaerobik dan menghasilkan H2S dari

reduksi SO4 – dengan kecepatan tinggi. Bakteri ini berbentuk batang yang lengkung dan

bergerak dengan flagellum pada satu ujung tubuhnya. Spesies Desulfovibrio yang umum

berperan dalam proses reduksi ini adalah Desulfovibrio desulfuricans. Spesies ini hidup

pada kisaran pH yang sempit, dan tidak dapat tumbuh dalam medium dengan pH kurang

dari 5,5. Kenyataan ini boleh jadi ada hubungannya dengan kurangnya pembentukan

sulfida pada kondisi masam. Genus kedua yang aktif dalam proses reduksi sulfat

adalah Desulfoto maculum. Bakteri tersebut mereduksi sulfat menjadi sulfida. Beberapa

isolat dari Desulfovibrio desulfuricans juga menggunakan molekul hidrogen untuk

mereduksi sulfat, sulfit dan tiosulfat (Ma’shum, 2003)

2.3. Air Asam Tambang

Air asam tambang adalah salah satu permasalahan lingkungan yang dihasilkan

oleh industri pertambangan. Air asam tambang merupakan hasil dari oksidasi batuan

yang mengandung pirit (FeS2) dan mineral sulfida dari sisa batuan yang terpapar oleh

oksigen yang berada dalam air (Elberling.et.al, 2008 ).

Permasalahan air asam tambang adalah salah satu dampak potensial yang dihadapi

industri pertambangan. Air asam tambang juga mengandung logam berat seperti besi

(Fe), alumunium (Al), mangan (Mn). Kesalahan dalam pemantauan, pengumpulan dan

pengolahan air asam tambang dapat menyebabkan kontaminasi terhadap air tanah dan air

permukaan yang berdampak kepada ekosistem, manusia dan struktur bangunan (MEND

Program, 1997 ).Air asam tambang yang berdampak buruk trhadap lingkungan perairan

tersebut selanjutnya perlu diremediasi oleh suatu bakteri sulfur (pereduksi sulfit),yaitu

Desulfovibrio sp. agar pH air tidak asam yang kemudian akan berakibat juga pada

menurunnya kadar Fe dan Mn dalam air asam tambang (Napaleon, 2013).

Page 6: makalah Kelompok 7

2.4. Mekanisme Bioremediasi Air Asam Tambang

Sisa galian tambang yang terbuka akan mengakibatkan adanya oksidasi mineral-

mineral bersulfur yang kemudian melepaskan asam sulfat seperti reaksi berikut (Bond et

al,2000): FeS2 + 14Fe3+ + 8H2O 15Fe2+ + 2SO42-+ 16H+. Asam sulfat merupakan asam

kuat sehingga akan menurunkan pH tanah dan air secara drastis. Menurunnya pH

dapat meningkatkan kelarutan logam-logam (Tan, 1993 dalam Napaleon, 2013).

Dengan bakteri Desulfovibrio sp. pH dapat ditingkatkan hingga diatas standar

baku mutu (BML) untuk air buangan yang berasal dari lokasi pertambangan berdasarkan

peraturan Gubernur No.18 Tahun 2005, tentang Baku Mutu Limbah Cair (BMLC) bagi

kegiatan industri pertambangan batubara. Hal ini dapat terjadi karena isolate

Desulfovibrio sp. yang diaplikasikan dapat menggunakan sulfat sebagai aseptor electron

dan karbon (C) dari bahan organik sebagai donor elektron dengan menghasilkan

hydrogen sulfide. Peningkatan pH ini terjadi secara permanen, terutama untuk perlakuan

dengan bahan organik. Peningkatan pH yang drastis pada perlakuan bahan organik dapat

terjadi disebabkan sumbangan bahan organik yang juga dapat menghelat logam Fe dan

Mn pada AAT.

2CH2O+SO42-H2S+2HCO3-

Ion HCO3- (bikarbonat) yang bermuatan negative akan mengikat ion H+ yang merupakan

sumber kemasaman sehingga pH akan meningkat.

Peningkatan pH akan memberikan pengaruh terhadap ketersediaan logam-logam,

dan juga akan membentuk hydrogen sulfide. Hidrogen sulfide yang terbentuk akan segera

berikatan dengan logam membentuk logam sulfide yang tidak larut sehingga ketersediaan

logam turun, seperti digambarkan dalam reaksi

M2+ S2-+ MS

Dimana M mewakili logam-logam valensi 2 (divalen) seperti ~e~+, ~n~+, dan lain-

lain. Keseluruhan reaksi reduksi sulfat dan logam yang melibatkan Desulfovibrio sp.

dapat diringkas menjadi:

Metal sulfat + Substrat karbon -> Metal sulfida + CO2 + H2O + biomas bakteri

(Rozi A, 2010 dalam Napaleon (2013)

Page 7: makalah Kelompok 7

BAB III

KESIMPULAN

1. Terjadinya pencemaran AAT akan memberikan serangkaian dampak yang saling

berkaitan, antara lain menurunnya pH , ketersediaan dan keseimbangan unsur hara

dalam tanah terganggu, kelarutan unsur-unsur mikro dan unsur beracun bagi

tanaman yang umumnya merupakan unsur logam meningkat. Akibat AAT ini

juga adalah kualitas lingkungan perairan merosot karena rendahnya pH, akan

meningkatkan akumulasi logam-logam diperairan sekitar daerah pertambangan.

Hal ini dapat mengakibatkan berkurangnya kualitas lahan pertanian.

2. Bakteri Desufovibrio sp meremediasi air asam tambang dengan cara

meningkatkan pH hingga 7,2 serta menurunkan konsentrasi Fe dan Mn dalam air

asam tambang secara nyata.

Page 8: makalah Kelompok 7

DAFTAR PUSTAKA

Badjoeri, Muhammad dan Tri Widiyanto. 2008. “Penggunaan Bakteri Nitrifikasi untuk

Bioremediasi dan Pengaruhnya terhadap Konsentrasi Amonia dan Nitrit di Tambak

Udang. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 34 (2) : 261-278.

Elberling.et.al. 2008. Coal Exploration, Mine Planning, and development. Noyes

Publications, New Yersey, USA.

Hardiani, dkk. 2011. “Bioremediasi Logam Timbal (Pb) dalam Tanah Terkontaminasi

Limbah Sludge Industri Kertas Proses Deinking”. Jurnal Selulosa, Vol. 1, No. 1,

Juni 2011 : 31 – 41.

Ma’shum, M., Soedarsono, J., Susilowati, L. E. 2003. Biologi Tanah. CPIU Pasca

IAEUP, Bagpro Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia, Ditjen Pendidikan

Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Napaleon, Adipati dan Dwi P. S. 2013. “Kemampuan Desulfovibrio sp. Indigen pada

Bioremediasi Air Asam Tambang Batu Bara di Sumatera Selatan”. Prosiding

Seminar Nasional: Akselerasi Pembangunan Pertanian Berkelanjutan menuju

Kemandirian Pangan dan Energi.

Priadie, Bambang. 2012. “ Teknik Bioremediasi sebagai Alternatif dalam Upaya

Pengendalian Pencemaran Air”. Jurnal Ilmu Lingkungan . Volume 10, Issue 1: 38-

48.

Wulandari, Rischa, dkk. 2013. “Pemanfaatan Tumbuhan Iris Air (Neomarica gracillis)

sebagai Agen Bioremediasi Air Limbah Rumah Tangga”. Seminar Nasional X

Pendidikan Biologi FKIP UNS.

Page 9: makalah Kelompok 7