Makalah Kelompok 2 Sistem Perkemihan (Glomerulonefritis)

64
1 Makalah Sistem Perkemihan PENYAKIT GLOMERULONEFRITIS BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain. Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai dalam glomerulus dan

description

Tugas kuliah

Transcript of Makalah Kelompok 2 Sistem Perkemihan (Glomerulonefritis)

Page 1: Makalah Kelompok 2 Sistem Perkemihan (Glomerulonefritis)

1

Makalah Sistem Perkemihan

PENYAKIT GLOMERULONEFRITIS

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan

tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa. Terminologi

glomerulonefritis yang dipakai disini adalah bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi

pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain. Glomerulonefritis merupakan penyakit

peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai dalam glomerulus dan bermanifestasi sebagai

proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron

pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal.

Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang

diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon

imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonephritis. Indonesia pada tahun 1995,

melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan.

Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta

(24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan

berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%). Gejala

glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara menahun (kronis)

yang seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa

mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak

mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini

Page 2: Makalah Kelompok 2 Sistem Perkemihan (Glomerulonefritis)

2

umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.

1.2 Identifikasi Masalah

Beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam pembahasan makalah ini adalah:

1. Apakah glomerulonefritis akut itu ?

2. Bagaimana askep pada klien glomerulonephritis akut?

3. Apakah Glomerulonefritis Kronis itu?

4. Bagaimana Askep pada klien glomerulonefritis Kronis?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini yaitu agar mahasiswa dapat

mengetahui tentang asuhan keperawatan glomerulonefritis akut dan

glomerulonephritis kronis.

2. Tujuan Khusus:

a. Mahasiswa mampu mengetahui Anatomi Fisiologi Ginjal.

b. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis dari

glomerulonefritis akut maupun kronis.

c. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan, komplikasi, masalah

keperawatan yang mungkin muncul pada glomerulonefritis akut dan kronis.

d. Mahasiswa mampu melakukan perencanaan asuhan keperawatan dari masalah

keperawatan glomerulonefritis akut dan kronis.

1.4 Manfaat Penulisan

1. Bagi Penulis

Semoga dengan makalah ini diharapkan kami sebagai mahasiswa dapat meningkatkan

pengetahuan dan wawasan mengenai penyakit glomerulonefritis agar terciptanya

kesehatan masyarakat yang lebih baik.

2. Bagi Pembaca

Diharapkan agar pembaca dapat mengetahui tentang glomerulonefritis lebih dalam

Page 3: Makalah Kelompok 2 Sistem Perkemihan (Glomerulonefritis)

3

sehingga dapat mencegah serta mengantisipasi diri dari penyakit glomerulonefritis.

3. Bagi Petugas Kesehatan dan Institusi Pendidikan

Dapat menambah bahan pembelajaran dan informasi tentang glomerulonefritis.

BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP MEDIS

2.1 Anatomi Fisiologi

Ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula renalis. Lapisan luar terdapat

korteks renalis dan lapisan sebelah dalam disebut medula renalis. Didalam ginjal terdapat

nefron yang merupakan bagian terkecil dari ginjal. Nefron terbentuk dari 2 komponen utama

yaitu :

1. Glomerulus dan kapsula Bowman’s sebagai tempat air dan larutan difiltrasi dari

darah.

2. Tubulus yaitu tubulus proksimal, ansa henle, tubulus distalis dan tubulus kolagentes

yang mereabsorpsi material penting dari filtrat yang memungkinkan bahan-bahan

sampah dan material yang tidak dibutuhkan untuk tetap dalam filtrat dan mengalir ke

pelvis renalis sebagai urin.

Kapiler glomerulus secara relatif bersifat impermeable terhadap protein plasma yang

lebih besar dan cukup permeable terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit,

asam amino, glukosa dan sisa nitrogen. Kapiler glomerulus mengalami kenaikan tekanan

darah (90 mmHg vs 10-30 mmHg). Kenaikan ini terjadi karena arteriole aferen yang

mengarah ke kapiler glomerulus mempunyai diameter yang lebih besar dan memberikan

sedikit tahanan daripada kapiler yang lain.

Page 4: Makalah Kelompok 2 Sistem Perkemihan (Glomerulonefritis)

4

Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan diliputi oleh

simpai Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan korteks dan medula

(“juxtame-dullary”) lebih besar dari yang terletak perifer. Percabangan kapiler berasal dari

arteriola afferens, membentuk lobul-lobul, yang dalam keadaan normal tidak nyata , dan

kemudian berpadu lagi menjadi arteriola efferens. Tempat masuk dan keluarnya kedua

arteriola itu disebut kutub vaskuler. Di seberangnya terdapat kutub tubuler, yaitu permulaan

tubulus contortus proximalis.

Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler tersebut, ditunjang oleh jaringan

yang disebut mesangium, yang terdiri atas matriks dan sel mesangial. Kapiler-kapiler dalam

keadaan normal tampak paten dan lebar. Di sebelah dalam daripada kapiler terdapat sel

endotel, yang mempunyai sitoplasma yang berfenestrasi. Di sebelah luar kapiler terdapat sel

epitel viseral, yang terletak di atas membran basalis dengan tonjolan-tonjolan sitoplasma,

yang disebut sebagai pedunculae atau “foot processes”. Maka itu sel epitel viseral juga

dikenal sebagai podosit. Antara sel endotel dan podosit terdapat membrana basalis glomeruler

(GBM = glomerular basement membrane). Membrana basalis ini tidak mengelilingi seluruh

lumen kapiler. Dengan mikroskop elektron ternyata bahwa membrana basalis ini terdiri atas

tiga lapisan, yaitu dari arah dalam ke luar ialah lamina rara interna, lamina densa dan lamina

rara externa.

Simpai Bowman di sebelah dalam berlapiskan sel epitel parietal yang gepeng, yang

terletak pada membrana basalis simpai Bowman. Membrana basalis ini berlanjut dengan

membrana basalis glomeruler pada kutub vaskuler, dan dengan membrana basalis tubuler

pada kutub tubuler . Dalam keadaan patologik, sel epitel parietal kadang-kadang

berproliferasi membentuk bulan sabit (” crescent”). Bulan sabit bisa segmental atau

sirkumferensial, dan bisa seluler, fibroseluler atau fibrosa. Dengan mengalirnya darah ke

dalam kapiler glomerulus, plasma disaring melalui dinding kapiler glomerulus. Hasil

ultrafiltrasi tersebut yang bebas sel, mengandung semua substansi plasma seperti ektrolit,

Page 5: Makalah Kelompok 2 Sistem Perkemihan (Glomerulonefritis)

5

glukosa, fosfat, ureum, kreatinin, peptida, protein-protein dengan berat molekul rendah

kecuali protein yang berat molekulnya lebih dari 68.000 (seperto albumin dan globulin).

Filtrat dukumpulkan dalam ruang bowman dan masuk ke dalam tubulus sebelum

meningalkan ginjal berupa urin. Laju filtrasi glomerulus (LFG) atau gromelural filtration rate

(GFR) merupakan penjumlahan seluruh laju filtrasi nefron yang masih berfungsi yang juga

disebut single nefron glomerular filtration rate (SN GFR).besarnya SN GFR ditentukan oleh

faktor dinding kapiler glomerulus dan gaya Starling dalam kapiler tersebut.

2.2 Definisi

Glumerulonefritis ( juga disebut sindrom nefrotik), mungkin akut, dimana pada kasus

seseorang dapat meliputi seluruh fungsi ginjal atau kronis ditandai oleh penurunan fungsi

ginjal lambat , tersembunyi , dan progresif yang akhirnya menimbulkan penyakit ginjal tahap

akhir. Ini memerlukan waktu 30 tahun untuk merusak ginjal sampai tahap akhir. Pada

keadaan ini beberapa macam intervensi seperti dialisa atau pencangkokan ginjal dibutuhkan

untuk menopang kehidupan. ( Blaiir, 1990).

Glumerulonefritis adalah suatu sindrom yang ditandai oleh peradangan dari glomerulus

diikuti pembentukan beberapa antigen yang mungkin endogenus ( seperti sirkulasi

tiroglobulin) atau eksogenus ( agen infeksius atau proses penyakit sistemik yang menyertai).

Hopes ( ginjal ) mengenali antigen sebagai benda asing dan mulai membentuk antibodi untuk

menyerangnya. Respons peradangan ini menimbulkan penyebaran perubahan patofisiologi,

termasuk menurunnya laju filtrasi glomerulus ( LFG), peningkatan permebilitas dari dinding

kapiler glomerulus terhadap protein plasma ( terutama albumin) dan SDM , dan retensi

abnormal natrium dan air yang menekan produksi renin dan aldosteron( Glassock, 1988).

a) Glomerulonefritis Akut (GNA)

Adalah reaksi imunologi pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu yang sering

terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus, sering ditemukan pada usia 3-7

tahun, (Kapita Selecta, 2000).

Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai

ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang

Page 6: Makalah Kelompok 2 Sistem Perkemihan (Glomerulonefritis)

6

disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis.

b) Glomerulonefritis Kronis (GNK)

Bersifat progresif dan irreversible dimana terjadi uremia karena kegagalan tubuh

untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan serta elektrolit

( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1448).

Glomerulus Nefritis Kronik merupakan lanjutan dari glomerulonefritis akut,dalam

jangka waktu panjang.

Glomerulus Nefritis Kronis ini merupakan penyakit ginjal tahap akhir (“and stage”)

dengan kerusakan jaringan ginjal akibat proses nefrotik dan hipertensi sehingga

menimbulkan gangguan fungsi ginjal yang irreversible.

2.3 Etiologi

Biasanya didahului oleh suatu penyakit infeksi pada saluran pernapasan bagian atas,

misalnya pharyngitis atau tonsillitis. Penyakit infeksi lain yang juga dapat berhubungan ialah

skarlatina, otitis media, mastoiditis, abses peritonsiler dan bahkan infeksi kulit sehingga

pencegahan dan pengobatan infeksi saluran pernafasan atas dan kulit dapat menurunkan

kejadian penyakit ini. Jasad reniknya hampir selalu streptokok beta hemolitik golongan A,

dan paling sering ialah tipe 12. Strain nefritogenik lain yang dapat ditemukan pula ialah tipe

4, 47, 1, 6, 25 dan Red Lake (49).

Hubungan antara glomerulonefritis akut dan infeksi streptococcus dikemukakan pertama

kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan timbulnya glomerulonefritis akut setelah

infeksi skarlatina,diisolasinya kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A, dan

meningkatnya titer anti- streptolisin pada serum penderita. Periode antara infeksi saluran

nafas atau kulit dengan gambaran klinis dari kerusakan glomerulus dinamakan periode laten.

Periode laten ini biasanya antara 1-2 minggu, merupakan ciri khusus dari penyakit ini

sehingga dapat dibedakan dengan sindrom nefritik akut karena sebab lainnya. Periode laten

dari infeksi kulit (impetigo) biasanya antara 8-21 hari. (Prico, 1998)

Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen daripada

Page 7: Makalah Kelompok 2 Sistem Perkemihan (Glomerulonefritis)

7

yang lain, tapi hal ini tidak diketahui sebabnya. Kemungkinan factor iklim, keadaan gizi,

keadaan umum dan factor alergi mempengaruhi terjadinya glomerulonefritis akut setelah

infeksi kuman streptococcus. Glomerulonefritis akut dapat juga disebabkan oleh sifilis,

keracunan seperti keracunan timah hitam tridion, penyakit amiloid, trombosis vena renalis,

purpura anafilaktoid dan lupus eritematosus.

2.4 Patogenesis/Patofisiologi

Pathogenesis

Dari hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan

adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab glomerulonefritis. Beberapa ahli

mengajukan hipotesis sebagai berikut :

1) Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrane basalis

glomerulus dan kemudian merusaknya.

2) Proses auto imun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan

badan auto-imun yang merusak glomerulus.

3) Streptococcus nefritogen dengan membrane basalis glomerulus mempunyai

komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak

membrane basalis ginjal.

Adanya periode laten antara infeksi streptokok dengan gambaran klinis dari kerusakan

glomerulus menunjukan bahwa proses imunologi memegang peranan penting dalam

patogenesis glomerulonefritis. Glomerulonefritis akut pasca streptokok merupakan salah satu

contoh dari penyakit komplek imun. Pada penyakit komplek imun, antibodi dari tubuh (host)

akan bereaksi dengan antigen-antigen yang beredar dalam darah ( circulating antigen ) dan

komplemen untuk membentuk circulating immunne complexes. Untuk pembentukkan

circulating immunne complexes ini diperlukan antigen dan antibodi dengan perbandingan

20 : 1. Jadi antigen harus lebih banyak atau antibodi lebih sedikit. Antigen yang beredar

dalam darah (circulating antigen), bukan berasal dari glomerulus seperti pada penyakit anti

Page 8: Makalah Kelompok 2 Sistem Perkemihan (Glomerulonefritis)

8

GBM, tetapi bersifat heterolog baik eksogen maupun endogen.

Kompleks immune yang beredar dalam darah dalam jumlah banyak dan waktu yang

singkat menempel/melekat pada kapiler-kapiler glomeruli dan terjadi proses kerusakan

mekanis melalui aktivasi sistem komplemen, reaksi peradangan dan mikrokoagulasi. Pada

umumnya dapat dikatakan bahwa bentuk Glomerulonefritis akut pasca-streptokok

mempunyai prognosis pada lebih baik daripada bentuk non-streptokok, dan prognosis pada

anak lebih baik daripada orang dewasa. Pada anak lebih kurang 90% atau lebih akan

menyembuh. Gejala klinik menghilang dalam beberapa minggu, namun hematuria

mikroskopik, cylindruria dan proteinuria ringan dapat tetap ada selama lebih kurang 1 tahun.

Patofisiologi

1) Kelainan urinalisis: proteinuria dan hematuria

Kerusakan dinding kapiler glomerulus lebih permeabel dan porotis terhadap protein

dan sel-sel eritrosit, sehingga terjadi proteinuria dan hematuria.

2) Oedem

Mekanisme retensi natrium Na + dan oedem pada glomerulonefritis tanpa penurunan

tekanan onkotik plasma. Hal ini berbeda dengan mekanisme oedem pada sindrom

nefrotik. Penurunan faal ginjal LFG tidak diketahui sebabnya, mungkin akibat

kelainan histopatologis (pembengkakan sel-sel endotel, proliferasi sel mesangium,

oklusi kapiler-kaliper) glomeruli. Penurunan faal ginjal LFG ini menyebabkan

penurunan ekskresi natrium Na + (natriuresis), akhirnya terjadi retensi natrium Na +.

Keadaan retensi natrium Na + ini diperberat oleh pemasukan garam natrium dari diet.

Retensi natrium Na + disertai air menyebabkan dilusi plasma, kenaikan volume

plasma, ekspansi volume cairan ekstraseluler, dan akhirnya terjadi oedem.

3) Hipertensi

Patogenesis hipertensi ginjal sangat kompleks. LEDINGHAM (1971) mengemukakan

hipotesis mungkin akibat dari dua atau tiga faktor berikut:

a. Gangguan keseimbangan natrium (sodium homeostasis), Gangguan keseimbangan

natrium ini memegang peranan dalam genesis hipertensi ringan dan sedang.

Page 9: Makalah Kelompok 2 Sistem Perkemihan (Glomerulonefritis)

9

b. Peranan sistem renin-angiotensin-aldosteron biasanya pada hipertensi berat,

Hipertensi dapat dikendalikan dengan obat-obatan yang dapat menurunkan

konsentrasi renin, atau tindakan drastis nefrektomi.

c. Substansi renal medullary hypotensive factors, diduga prostaglandin. Penurunan

konsentrasi dari zat ini menyebabkan hipertensi.

4) Bendungan Sirkulasi

Bendungan sirkulasi merupakan salah satu ciri khusus dari sindrom nefritik akut,

walaupun mekanismenya masih belum jelas. Beberapa hipotesis telah dikemukakan

dalam kepustakaan antara lain:

a. Vaskulitis umum

Gangguan pembuluh darah umum dicurigai merupakan salah satu tanda kelainan

patologis dari glomerulonefritis akut. Kelainan-kelainan pembuluh darah ini

menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstisial dan menjadi oedem.

b. Penyakit jantung hipertensif

Bendungan sirkulasi paru akut diduga berhubungan dengan hipertensi yang dapat

terjadi pada glomerulonefritis akut.

c. Miokarditis

Pada sebagian pasien glomerulonefritis tidak jarang ditemukan perubahan-

perubahan elektrokardiogram: gelombang T terbalik pada semua lead baik standar

maupun precardial. Perubahan-perubahan gelombang T yang tidak spesifik ini

mungkin berhubungan dengan miokarditis.Retensi cairan dan hipervolemi tanpa

gagal jantung. Hipotesis ini dapat menerangkan gejala bendungan paru akut,

kenaikan cardiac output, ekspansi volume cairan tubuh. Semua perubahan

patofisiologi ini akibat retensi natrium dan air.

Glomerulonefritis kronis,awalnya seperti glomerulonefritis akut atau tampak sebagai tipe

reaksi antigen/antibody yang lebih ringan,kadang-kadang sangat ringan,sehingga terabaikan.

Setelah kejadian berulang infeksi ini, ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar seperlima dari

ukuran normal,dan terdiri dari jaringan fibrosa yang luas, korteks mengecil menjadi lapisan

yang tebalnya 1-2 mm atau kurang. Berkas jaringan parut merusak sistem

Page 10: Makalah Kelompok 2 Sistem Perkemihan (Glomerulonefritis)

10

korteks,menyebabkan permukaan ginjal kasar dan ireguler. Sejumlah glomeruli dan

tubulusnya berubah menjadi jaringan parut,dan cabang-cabang arteri renal menebal. Akhirnya

terjadi perusakan glomerulo yang parah, menghasilkan penyakit ginjal tahap akhir (ESRD).

1) Penurunan GFR

Pemeriksaan klirens kreatinin dengan mendapatkan urin 24 jam untuk mendeteksi

penurunan GFR. Akibat dari penurunan GFR, maka klirens kretinin akan menurun,

kreatinin akan meningkat, dan nitrogen urea darah (BUN) juga akan meningkat.

2) Gangguan klirens renal

Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah

glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens (substansi darah yang

seharusnya dibersihkan oleh ginjal).

3) Retensi cairan dan natrium

Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara

normal. Terjadi penahanan cairan dan natrium sehingga meningkatkan resiko terjadinya

edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi.

4) Anemia

Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,

memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk terjadi

perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran GI.

5) Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat

Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling timbal balik, jika

salah satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya GFR, maka terjadi

peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya akan terjadi penurunan kadar kalsium.

Penurunan kadar kalsium ini akan memicu sekresi paratormon, namun dalam kondisi

gagal ginjal, tubuh tidak berespon terhadap peningkatan sekresi parathormon, akibatnya

kalsium di tulang menurun menyebabkab perubahan pada tulang dan penyakit tulang.

6) Penyakit tulang uremik (osteodistrofi)

Terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon.

( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1448).

Page 11: Makalah Kelompok 2 Sistem Perkemihan (Glomerulonefritis)

11

2.5 Manifestasi Klinis

Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi tidak

jarang anak datang dengan gejala berat. Tanda utama kelainan glomerulus adalah proteinuria,

hematuria, sembab, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal, yang dapat terlihat secara

tersendiri atau secara bersama seperti misalnya pada sindrom nefrotik, gejala klinisnya

terutama terdiri dari proteinuria massif dan hipoalbuminemia, dengan atau tanpa sembab.

Penyakit ginjal biasanya dibagi menjadi kelainan glomerulus dan non glomerulus

berdasarkan etiologi, histology, atau perubahan faal yang utama. Dari segi klinis suatu

kelainan glomerulus yang sering dijumpai adalah hipertensi, sembab, dan penurunan fungsi

ginjal. Meskipun gambaran klinis biasanya telah dapat membedakan berbagai kelainan

glomerulus dan non glomerulus, biopsy ginjal masih sering dibutuhkan untuk menegakkan

diagnosis pasti. Riwayat klasik didahului (10-14 hari) oleh faringitis, tonsilitis atau infeksi

kulit (impetigo).

1. Infeksi Streptokok

Glomerulonefritis akut pasca streptokok tidak memberikan keluhan dan ciri khusus.

Keluhan-keluhan seperti anoreksia, lemah badan, tidak jarang disertai panas badan, dapat

ditemukan pada setiap penyakit infeksi.

2. Keluhan saluran kemih

Hematuria makroskopis (gross) sering ditemukan, hampir 40% dari semua pasien.

Hematuria ini tidak jarang disertai keluhan-keluhan seperti infeksi saluran kemih bawah

walaupun tidak terbukti secara bakteriologis. Oligouria atau anuria merupakan tanda

prognosis buruk pada pasien dewasa.

3. Hipertensi

Hipertensi sistolik dan atau diastolik sering ditemukan hampir pada semua pasien.

Hipertensi biasanya ringan atau sedang, dan kembali normotensi setelah terdapat diuresis

tanpa pemberian obat-obatan antihipertensi. Hipertensi berat dengan atau tanpa

esefalopati hanya dijumpai pada kira-kira 5-10% dari semua pasien.

4. Oedem dan bendungan paru akut

Page 12: Makalah Kelompok 2 Sistem Perkemihan (Glomerulonefritis)

12

Hampir semua pasien dengan riwayat oedem pada kelopak mata atau pergelangan kaki

bawah, timbul pagi hari dan hilang siang hari. Bila perjalanan penyakit berat dan

progresif, oedem ini akan menetap atau persisten, tidak jarang disertai dengan asites dan

efusi rongga pleura.

2.6 Komplikasi

1) Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat

gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini

disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.

2) Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran

jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme

pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma.

Jantung dapat memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan

kelainan di miokardium.

3) Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik

yang menurun.

4) Terdapat gejala berupa gangguan pada penglihatan, pusing, muntah, dan kejang-

kejang. Hal ini disebabkan spasme pembuluh darah local dengan anoksia dan edema

otak.

2.7 Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan urine : adanya proteinuria (+1 sampai +4), kelainan sedimen urine

dengan eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++),

albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-lain. Analisa urine adanya strptococus.

Warna: secara abnormal warna urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus, bakteri,

lemak, fosfat atau urat sedimen. Warna urine kotor, kecoklatan menunjukkan adanya

darah, Hb, mioglobin, porfirin. Volume urine: biasanya kurang dari 400 ml/24 jam

bahkan tidak ada urine (anuria). Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan

ginjal berat. Osmolalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal

tubular dan rasio urin/serum sering 1:1

Page 13: Makalah Kelompok 2 Sistem Perkemihan (Glomerulonefritis)

13

2) Pemeriksaan darah :

Kadar ureum dan kreatinin serum meningkat.

Jumlah elektrolit : hiperkalemia, hiperfosfatem dan hipokalsemia.

Analisa gas darah ; adanya asidosis.

Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah.

Kadar albumin, darah lengkap (Hb,leukosit,trombosit dan erytrosit)adanya

anemia.

3) Pemeriksaan Kultur tenggorok : menentukan jenis mikroba adanya streptokokus.

4) Pemeriksaan serologis : antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase \.

5) Pemeriksaan imunologi : IgG, IgM dan C3.kompleks imun.

6) Pemeriksaan radiologi : foto thorak adanya gambaran edema paru atau payah jantung.

7) ECG : adanya gambaran gangguan jantung.

8) Urinalisis (UA) menunjukkan hematnya gross, protein dismonfik dan (bentuk tidak

serasi) SDm, leusit, dan gips hialin.

9) Lajur filtrasi glomeruslus (IFG) menurun, klerins kreatinin pada unrin digunakan

sebagai pengukur dan LFG spesine urin 24 jam dikumpulkan. Sampel darah untuk

kreatinin juga ditampung dengan cara arus tegah (midstream).

10) Nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum meningkat bila fungsi ginjal mulai

menurun.

11) Albumin serum dan protein total mungkin normal atau agak turun (karena

hemodilusi).

12) Elektrolit serum menunjukkan peningkatan natrium dan peningkatan atau normal

kadar-kadar kalium dan klorida.

13) Biopsi ginjal untuk menunjukkan obstruksi kapiler glomerular dan memastikan

diagnosis.

2.8 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan adalah untuk melindungi fungsi ginjal dan menangani

komplikasi dengan tepat jika terjadi.

a. Medis

Page 14: Makalah Kelompok 2 Sistem Perkemihan (Glomerulonefritis)

14

1) Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi

beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi

Streptococcus yang mungkin masih, dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg

BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti

dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis. Dan dilanjutkan per oral 2 x

200.000 IU selama fase konvalesen.

2) Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedative

untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi

dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan

reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam

kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03

mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek

toksis. Drug of Choice: golongan vasodilator prozasin HCL dosis 3 x 1-2 mg/hari.

3) Pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit

tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.

4) Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.

5) Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada

penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan.

b. Keperawatan

1) Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8

minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi

penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu

dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya

dan pambatasan aktivitas sesuai kemampuannya.

2) Pada fase akut program diet ketat tetapi cukup asupan gizinya diberikan makanan

rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan

pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali.

3) Bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka

jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi dan dianjurkan secara teratur untuk

Page 15: Makalah Kelompok 2 Sistem Perkemihan (Glomerulonefritis)

15

senantiasa kontrol pada ahlinya untuk mencegah berlanjut ke sindrom nefrotik atau

GGK.

4) Kaji edema dan timbang BB setiap hari jika over load berikan diuretic.

5) Observasi tanda-tanda vital waspada terhadap adanya CHF. Jika sudah

ambulasi,monitor proteinure dan hematuria jika meningkat bedrest tetap

dijalankan,jika ambulasi dapat ditolelir pasien boleh pulang.

6) Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam

darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan

lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas

tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun

dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

Anamnesis

a. Indentitas klien: GNA adalah suatu reaksi imunologi yang sering ditemukan pada

anak umur 3-7 tahun lebih sering pada pria.

b. Riwayat penyakit

Sebelumnya : Adanya riwayat infeksi streptokokus beta hemolitik dan riwayat lupus

eritematosus atau penyakit autoimun lain.

Sekarang : Klien mengeluh kencing berwarna seperti cucian daging, bengkak sekitar

mata dan seluruh tubuh. Tidak nafsu makan, mual , muntah dan diare. Badan panas

hanya sutu hari pertama sakit.

c. Pertumbuhan dan perkembangan :

Pertumbuhan : BB = 9x7-5/2=29 kg , menurut anak umur 9 tahun BB nya

adalah BB umur 6 tahun = 20 kg ditambah 5-7 lb pertahun = 26 - 29 kg,

tinggi badan anak 138 cm. Nadi 80—100x/menit, dan RR 18-20x/menit,

tekanan darah 65-108/60-68 mm Hg. Kebutuhan kalori 70-80 kal/kgBB/hari.

Gigi pemanen pertama /molar, umur 6-7 tahun gigi susu mulai lepas, pada

Page 16: Makalah Kelompok 2 Sistem Perkemihan (Glomerulonefritis)

16

umur 10—11 tahun jumlah gigi permanen 10-11 buah.

Perkembangan : Psikososial : Anak pada tugas perkembangan industri X

inferioritas, dapat menyelesaikan tugas menghasilkan sesuatu.

Pemeriksaan Fisik

1. Aktivitas/istirahat

- Gejala: kelemahan/malaise.

- Tanda: kelemahan otot, kehilangan tonus otot.

2. Sirkulasi

- Tanda: hipertensi, pucat,edema.

3. Eliminasi

- Gejala: perubahan pola berkemih (oliguri).

- Tanda: Perubahan warna urine (kuning pekat, merah).

4. Makanan/cairan

- Gejala: (edema), anoreksia, mual, muntah.

- Tanda: penurunan keluaran urine.

5. Pernafasan

- Gejala: nafas pendek.

- Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman (pernafasan kusmaul).

6. Nyeri/kenyamanan.

- Gejala: nyeri pinggang, sakit kepala.

- Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah.

Pengkajian Perpola

a. Pola nutrisi dan metabolic

Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Dapat terjadi kelebihan beban

sirkulasi karena adanya retensi natrium dan air, edema pada sekitar mata dan seluruh

tubuh. Klien mudah mengalami infeksi karena adanya depresi sistem imun. Adanya

mual , muntah dan anoreksia menyebabkan intake nutrisi yang tidak adekuat. BB

meningkat karena adanya edema. Perlukaan pada kulit dapat terjadi karena uremia.

Page 17: Makalah Kelompok 2 Sistem Perkemihan (Glomerulonefritis)

17

b. Pola eliminasi

Eliminasi alvi tidak ada gangguan, eliminasi urin : gangguan pada glumerulus

menyebakan sisa-sisa metabolisme tidak dapat diekskresi dan terjadi penyerapan

kembali air dan natrium pada tubulus yang tidak mengalami gangguan yang

menyebabkan oliguria sampai anuria, proteinuri, hematuria.

c. Pola Aktifitas dan latihan

Pada Klien dengan kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus karena

adanya hiperkalemia. Dalam perawatan klien perlu istirahat karena adanya kelainan

jantung dan dan tekanan darah mutlak selama 2 minggu dan mobilisasi duduk

dimulai bila tekanan ddarah sudah normaal selama 1 minggu. Adanya edema paru

maka pada inspeksi terlihat retraksi dada, pengggunaan otot bantu napas, teraba ,

auskultasi terdengar rales dan krekels , pasien mengeluh sesak, frekuensi napas.

Kelebihan beban sirkulasi dapat menyebabkan pemmbesaran jantung (Dispnea,

ortopnea dan pasien terlihat lemah) , anemia dan hipertensi yang juga disebabkan oleh

spasme pembuluh darah. Hipertensi yang menetap dapat menyebabkan gagal jantung.

Hipertensi ensefalopati merupakan gejala serebrum karena hipertensi dengan gejala

penglihatan kabur, pusing, muntah, dan kejang-kejang. GNA munculnya tiba-tiba

orang tua tidak mengetahui penyebab dan penanganan penyakit ini.

d. Pola tidur dan istirahat

Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya uremia.

keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus.

e. Kognitif & perseptual

Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar dan rasa gatal. Gangguan

penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati hipertensi. Hipertemi terjadi pada

hari pertama sakit dan ditemukan bila ada infeksi karena inumnitas yang menurun.

f. Persepsi diri

Klien cemas dan takut karena urinenya berwarna merah dan edema dan perawatan

yang lama. Anak berharap dapat sembuh kembali seperti semula

g. Hubungan peran

Anak tidak dibesuk oleh teman – temannya karena jauh dan lingkungan perawatann

Page 18: Makalah Kelompok 2 Sistem Perkemihan (Glomerulonefritis)

18

yang baru serta kondisi kritis menyebabkan anak banyak diam.

h. Nilai keyakinan

Klien berdoa memohon kesembuhan sebelum tidur.

Pemeriksaan Diagnostik

Pada laboratorium didapatkan:

- Hb menurun ( 8-11 ).

- Ureum dan serum kreatinin meningkat.

( Ureum : Laki-laki = 8,84-24,7 mmol/24jam atau 1-2,8mg/24jam, wanita = 7,9-14,1

mmol/24jam atau 0,9-1,6mg/24jam, Sedangkan Serum kreatinin : Laki-laki = 55-123

mikromol/L atau 0,6-1,4 mg/dl, wanita = 44-106 mikromol/L atau 0,5-1,2 mg/dl ).

- Elektrolit serum (natrium meningkat, normalnya 1100g).

- Urinalisis (BJ. Urine meningkat : 1,015-1,025 , albumin Å, Eritrosit Å, leukosit Å).

- Pada rontgen: IVP abnormalitas pada sistem penampungan (Ductus koligentes)

- Pemeriksaan darah LED meningkat, Kadar HB menurun, Albumin serum menurun (++).

Ureum & kreatinin meningkat, Titer anti streptolisin meningkat.

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kekurangan protein dan disfungsi ginjal.

Potensial kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi air dan natrium serta

disfungsi ginjal.

2. Potensial terjadi infeksi (ISK, lokal, sistemik) berhubungan dengan depresi sistem

imun.

3. Potensial gangguan perfusi jaringan: serebral/kardiopulmonal berhubungan dengan

resiko krisis hipertensi.

4. Perubahan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi, uremia, kerapuhan kapiler

dan edema.

5. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses

penyakit, perawatan dirumah dan instruksi evaluasi.

Page 19: Makalah Kelompok 2 Sistem Perkemihan (Glomerulonefritis)

19

3.3 Intervensi

1. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kekurangan protein dan disfungsi ginjal.

Tujuan : Klien dapat toleransi dengan aktifitas yang dianjurkan.

Kriteria hasil : - Mengikuti rencana aktiftas

- TD dalam batas normal tanpa pengeluaran protein berlebihan

Intervensi Rasional

1. Pantau kekurangan protein yang

berlebihan ( proteinuri, albuminuria ).

1. Kekurangan protein beerlebihan dapat

menimbulkan kelelahan.

2. Gunakan diet protein untuk mengganti

potein yang hilang.

2. Diet yang adekuat dapat mengembalikan

kehilangan protein.

3. Beri diet tinggi protein tinggi

karbohidrat.

3. TKTP berfungsi menggantikan protein dan

KH yang hilang.

4. Anjurkan Pasien untuk tirah baring. 4. Tirah baring meningkatkan mengurangi

penggunaan energi.

5. Berikan latihan selama pembatasan

aktifitas.

5. Latihan penting untuk mempertahankan

tunos otot.

6. Rencana aktifitas dengan waktu

istirahat.

6. Keseimbangan aktifitas dan istirahat

mempertahankan kesegaran.

7. Rencanakan cara progresif untuk

kembali beraktifitas normal ; evaluasi

tekanan darah danhaluaran protein urin.

7. Aktifitas yang bertahap menjaga

kesembangan dan tidak mmemperparah proses

penyakit.

2. Potensial kelebihan volume cairan b.d. retensi air dan natrium serta disfungsi ginjal.

Tujuan : Klien tidak menunjukan kelebihan volume cairan.

Kriteria hasil : - Tidak memperlihatkan Tanda-tanda kelebihan cairan dan elektrolit.

- Intake dan output dalam keadaan seimbang.

Intervensi Rasional

1. Pantau dan laporkan tanda dan gejala

kelebihan cairan : Ukur dan catat intake

1. Memonitor kelebihan cairan sehingga dapat

dilakukan tindakan penanganan.

Page 20: Makalah Kelompok 2 Sistem Perkemihan (Glomerulonefritis)

20

dan output setiap 4-8 jam.

2. Catat jumlah dan karakteristik urine.

Ukur berat jenis urine tiap jam dan

timbang BB tiap hari.

2. Jumlah , karakteristik urin dan BB dapat

menunjukan adanya ketidak seimbangan cairan.

3. Kolaborasi dengan gizi dalam

pembatasan diet natrium dan protein.

3. Natrium dan protein meningkatkan

osmolaritas sehingga tidak terjadi retriksi

cairan.

4. Berikan es batu untuk mengontrol rasa

haus dan masukan dalam perhitungan

intake.

4. Rangsangan dingin dapat merangsang

pusat haus.

5. Pantau elektrolit tubuh dan observasi

adanya tanda kekurangan elektrolit

tubuh : Hipokalemia (kram,

letargi,aritmia), Hiperkalemia (kram otot,

kelemahan), Hipokalsemia (peka

rangsang pada neuromuskuler),

Hiperfosfatemia (hiperefleksi,parestesia,

kram otot, gatal, kejang), Uremia (kacau

mental, letargi,gelisah).

5. Memonitor adanya ketidak seimbangan

elektrolit dan menentukan tindakan penanganan

yang tepat.

6. Kaji efektifitas pemberian elektrolit

parenteral dan oral.

6. Pemberian elektrolit yang tepat mencegah

ketidak seimbangan elektrolit.

3. Potensial terjadi infeksi (ISK, lokal, sistemik) b.d. depresi sistem imun.

Tujuan : Klien tidak mengalami infeksi setelah diberikan asuhan keperawatan.

Kriteria hasil : - Memiliki hasil pemeriksaan temperatur dan lab dalam batas normal

- Memiliki suara paru yang bersih

- Urinnya bening dan kuning

- Kulit utuh

Intervensi Rasional

1. Kaji efektifitas pemberian 1. Imunosupresan berfungsi menekan sistem

Page 21: Makalah Kelompok 2 Sistem Perkemihan (Glomerulonefritis)

21

imunosupresan. imun bila pemberiannya tidak ekeftif maka

tubuh akan sangat rentan terhadap infeksi.

2. Pantau jumlah leukosit. 2. Indikator adanya infeksi.

3. Pantau suhu tiap 4 jam. 3. Memonitor suhu & mengantipasi infeksi.

4. Perhatikan karakteristik urine. 4. Urine keruh menunjukan adanya infeksi

saluran kemih.

5. Hindari pemakaian alat/ kateter pada

saluran urine.

5. Kateter dapat menjadi media masuknya

kuman ke saluran kemih.

6. Pantau tanda dan gejala ISK dan

lakukan tindakan pencegahan ISK.

6. Memonitor adanya infeksi sehingga dapat

dilakukan tindakan dengan cepat.

7. Gunakan dan anjurkan tehnik cuci

tangan yang baik.

7. Tehnik cuci tangan yang baik dapat

memutus rantai penularan.

8. Anjurkan pada klien untuk

menghindari orang terinfeksi.

8. Sistim imun yang terganggu memudahkan

untuk terinfeksi.

9. Lakukan pencegahan kerusakan

integritas kulit.

9. Kerusakan integritas kulit merupakan

hilangnya barrier pertama tubuh.

4. Potensial gangguan perfusi jaringan: serebral/kardiopulmonal b.d. resiko krisis hipertensi.

Tujuan : Klien tidak mengalami perubahan perfusi jaringan.

Kriteria Hasil: - Mengikuti rencana aktiftas

- TD dalam batas normal tanpa pengeluaran protein berlebihan

Intervensi Rasional

1. Pantau tanda dan gejala krisis

hipertensi (Hipertensi, takikardi,

bradikardi, kacau mental, penurunan

tingkat kesadaran, sakit kepala, tinitus,

mual, muntuh, kejang dan disritmia).

1. Krisis hipertensi menyebabkan suplay darah

ke organ tubuh berkurang.

2. Pantau tekanan darah tiap jam dan

kolaborasi bila ada peningkatan TD

sistole >160 dan diastole > 90 mm Hg.

2. Tekanan darah yang tinggi menyebabkan

suplay darah berkurang.

Page 22: Makalah Kelompok 2 Sistem Perkemihan (Glomerulonefritis)

22

3. Kaji keefektifan obat anti hipertensi. 3. Efektifitas obat anti hipertensi penting untuk

menjaga adekuatnya perfusi jaringan.

4. Pertahankan TT dalam posisi rendah. 4. Posisi tidur yang rendah menjaga suplay

darah yang cukup ke daerah cerebral.

5. Perubahan integritas kulit b.d. imobilisasi, uremia, kerapuhan kapiler dan edema.

Tujuan : Klien tidak menunjukan adanya perubahan integritas kulit selama menjalani perawatan.

Intervensi Rasional

1. Kaji kulit dari kemerahan, kerusakan,

memar, turgor dan suhu.

1. Mengantisipasi adanya kerusakan kulit

sehingga dapat diberikan penangan dini.

2. Jaga kulit tetap kering dan bersih.

Bersihkan & keringkan daerah perineal

setelah defikasi.

2. Kulit yang kering dan bersih tidak mudah

terjadi iritasi dan mengurangi media

pertumbuhan kuman.

3. Rawat kulit dengan menggunakan

lotion untuk mencegah kekeringan untuk

daerah pruritus.

3. Lotion dapat melenturkan kulit sehingga

tidak mudah pecah/rusak.

4. Hindari penggunaan sabun yang keras

dan kasar pada kulit klien.

4. Sabun yang keras dapat menimbulkan

kekeringan kulit dan sabun yang kasar dapat

menggores kulit.

5. Instruksikan klien untuk tidak

menggaruk daerah pruritus.

5. Menggaruk menimbulkan kerusakan kulit.

6. Anjurkan ambulasi semampu klien. 6. Ambulasi dan perubahan posisi

meningkatkan sirkulasi dan mencegah

penekanan pada satu sisi.

7. Bantu klien untuk mengubah posisi

setiap 2 jam jika klien tirah baring.

Pertahankan linen bebas lipatan. Beri

pelindung pada tumit dan siku.

7. Lipatan menimbulkan tekanan pada kulit.

8. Lepaskan pakaian, perhiasan yang

dapat menyebabkan sirkulasi terhambat.

8. Sirkulasi yang terhambat memudahkan

terjadinya kerusakan kulit.

Page 23: Makalah Kelompok 2 Sistem Perkemihan (Glomerulonefritis)

23

9. Tangani area edema dengan hati -hati. 9. Elastisitas kulit daerah edema sangat kurang

sehingga mudah rusak.

10. Pertahankan nutrisi adekuat. 10. Nutrisi yang adekuat meningkatkan

pertahanan kulit.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Glomerulonefritis adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus

tertentu (infeksi kuman streptococcus ). GN sering ditemukan pada anak usia 3-7 thn dan

pada anak pria lebih banyak. Penyakit sifilis, keracunan penyakit amiloid,trombosis vena

renalis, purpura anafilaktoid, dan lupus eritematosus. Laju endap darah meninggi, HB

menurun pada pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan urin didapatkan jumlah urin

mengurang, berat jenis meninggi,hematuria makroskopik, albumin (+), eritrosit (++), leukosit

(+),silinder leukosit,ureum dan kreatinin darah meningkat. Pada penyakit ini, klien harus

istirahat selama 1-2 minggu, diberikan penicilli, pemberian makanan rendah protein dan bila

anuria, maka ureum harus dikeluarkan. Komplikasi yang ditimbulkan adalah

oliguria,ensefalopati hipertensi,gangguan sirkulasi serta anemia.

Gejala-gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalah rasa lelah,

anoreksia dan kadang demam,sakit kepala, mual, muntah. Gambaran yang paling sering

ditemukan adalah :hematuria, oliguria,edema,hipertensi. Tujuan utama dalam

penatalaksanaan glomerulonefritis adalah untuk meminimalkan kerusakan pada glomerulus,

meminimalkan metabolisme pada ginjal, meningkatkan fungsi ginjal. Tidak ada pengobatan

Page 24: Makalah Kelompok 2 Sistem Perkemihan (Glomerulonefritis)

24

khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan glomerulus. Pemberian pinisilin untuk

membrantas semua sisa infeksi,tirah baring selama stadium akut, diet bebas bila terjadi

edema atau gejala gagal jantung dan antihipertensi kalau perlu,sementara kortikosteroid tidak

mempunyai efek pada glomerulofritis akut pasca infeksi strepkokus.

B. Saran

1. Bagi Penulis

Sebagai mahasiswa haruslah dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan

mengenai penyebab serta upaya pencegahan penyakit glomerulonefritis agar

terciptanya kesehatan masyarakat yang lebih baik.

2. Bagi Pembaca

Diharapkan agar pembaca dapat mengetahui tentang glomerulonefritis lebih dalam

sehingga dapat mencegah serta mengantisipasi diri dari penyakit glomerulonefritis.

3. Bagi Petugas Kesehatan dan Institusi Pendidikan

Dapat menambah bahan pembelajaran dan informasi tentang glomerulonefritis.

Page 25: Makalah Kelompok 2 Sistem Perkemihan (Glomerulonefritis)

25

DAFTAR PUSTAKA

1. Andrianto, petrus. Gumawan Johannes,1990. Kapita Selekta Patologi klinik. Edisi

Jakarat: EGC.

2. Arfin, Behrama Kliegman, 2000. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EEC .

3. Brunner and Suddarth, 2001.Keperawatan Medikal Bedah. Ed.8 Vol.2. Jakarta : EEC.

4. Chandrasoma Parakrama ,Clive R Taylor, 1994. Patologi Anatomi. Edisi 2.Jakarta: EGC.

5. Doengoes, Marilynn E, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan.Ed.3. Jakarta : EEC.

6. Engram Barbara, 1999. Rencana Asuhan Kepertawatan Medikal Bedah.Vo.l 1. Jakarta:

Buku Kedokteran EGC.

7. Mansjoer, Arif.dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed.3. Jilid 2. Jakarta : Media

Aesculapius. FKUI