makalah jurnal 2 uu.docx

25
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjul Etika dalam Penelitian Klinis : Apakah Etika Terlibat ke dalam Studi Farmasi Di Eropa? Makalah ini disusun bertujuan untuk memenuhi tugas Etika dan Perundang-undangan dibidang Farmasi. Salawat dan salam disampaikan kepada junjungan alam nabi muhammad SAW. Makalah ini ditulis sebagai upaya untuk memberi pengetahuan kepada pembaca tentang kode etik pada penelitian klinis.dan untuk mengetahui bagaiman peran etika dalam studi farmasi di Eropa. Penulis menyadari sepenuhnya , bahwa dalam penyelesaian makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada Dr. Delina Hasan, Mkes, Apt, selaku dosen Etika dan Perundang-undangan dibidang Farmasi, yang telah memberikan kesempatan serta arahan selama pendidikan dan penulisan makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberi pengetahuan tentang kode etik pada farmasi menjadi pedoman bagi apoteker serta teknisi farmasi dalam berperilaku atau beretika. Tangerang, oktober 2013 1

Transcript of makalah jurnal 2 uu.docx

Page 1: makalah jurnal 2 uu.docx

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjul

Etika dalam Penelitian Klinis : Apakah Etika Terlibat ke dalam Studi Farmasi Di Eropa?

Makalah ini disusun bertujuan untuk memenuhi tugas Etika dan Perundang-undangan

dibidang Farmasi.

Salawat dan salam disampaikan kepada junjungan alam nabi muhammad SAW.

Makalah ini ditulis sebagai upaya untuk memberi pengetahuan kepada pembaca tentang kode

etik pada penelitian klinis.dan untuk mengetahui bagaiman peran etika dalam studi farmasi

di Eropa.

Penulis menyadari sepenuhnya , bahwa dalam penyelesaian makalah ini tidak terlepas

dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin

menyampaikan terimakasih kepada Dr. Delina Hasan, Mkes, Apt, selaku dosen Etika dan

Perundang-undangan dibidang Farmasi, yang telah memberikan kesempatan serta arahan

selama pendidikan dan penulisan makalah ini.

Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberi pengetahuan tentang kode etik

pada farmasi menjadi pedoman bagi apoteker serta teknisi farmasi dalam berperilaku atau

beretika.

Tangerang, oktober 2013

1 November 2013

Putri Nur Handayani

1

Page 2: makalah jurnal 2 uu.docx

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................. 1

DAFTAR ISI .............................................................................................. 2

BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................... 3

I.1 Latar Belakang ........................................................................... 3

I.2 Perumusan Masalah ..................................................................... 4

I.3 Perumusan Masalah ..................................................................... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 5

BAB III METODELOGI PENELITIAN ………………......................... 9

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 10

IV.1 Hasil........................................................................... 10

IV.2 Pembahasan ..................................................................... 11

BAB V KESIMPULAN .............................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 15

LAMPIRAN JURNAL ....................................................................... 16

2

Page 3: makalah jurnal 2 uu.docx

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Salah satu pertanyaan utama dalam bidang pengobatan saat ini adalah etika dan

keterlibatannya secara maksimum dalam profesi medis. Tidak adanya etika menjadi

sangat penting dalam hubungan masyarakat dan profesional. Terlepas dari kenyataan

bahwa profesi farmasi dipisahkan dari profesi medis di abad ke-13 oleh kaisar

Frederic II, terlibatnya etika dalam studi farmasi hanya dalam jumlah minimum.

Apoteker farmasi memiliki peran penting dan bertanggung jawab dalam

pelayanan kesehatan dan perawatan kesehatan yang diberikan kepada pasien. Untuk

menjalani kewajiban dan peran tersebut apoteker harus mendapatkan kepercayaan

dari pasien dan masyarakat. Dalam mendapatkan kepercayaan dari pasien ,

masyarakat, dan professional kesehatan lainnya, apoteker harus kompeten dan

professional dalam semua hal yang mereka lakukan tidak hanya dalam pelayanan.

Sebagai profesional, apoteker ditantang dan diharapkan untuk mematuhi standar yang

berpedoman pada etik. Etika mencerminkan jiwa setiap profesi . perilaku etis yang

konsisten menciptakan citra yang positif dari setiap individu terhadap profesinya.

Sebaliknya, praktek-praktek tidak etis dan keputusan terkadang membuat sebuah citra

negatif sehingga mengurangi kepercayaan dan meningkatan kecurigaan profesi

farmasi.

Etika sangat diperlukan dalam bidang profesi khususnya farmasi karena etika

berfungsi sebagai alat pengendalian diri bagi apoteker. Profesi apoteker (farmasis)

dilapangan pekerjaannya sering kali berhadapan dengan situasi yang menyangkut

aspek legal (doing right) seperti telah diuraikan diatas, maupun aspek etis (knowing

wrong) yang kadang menimbulkan dilema moral karena itu etika tetap bagian penting

dari profesi farmasi dan penting keterlibatannya dalam studi farmasi. Kode Etik bagi

mahasiswa farmasi dengan tujuh prinsip akan menjadi bagian dari persiapan etika

apoteker masa depan di Eropa.

3

Page 4: makalah jurnal 2 uu.docx

I.2. Rumusan masalah

1. Mengapa kode etika penting bagi profesi farmasi?

2. Bagaimana peran etika dalam penelitian klinis di Eropa?

3. Bagaimana prinsip – prinsip kode etik menurut Amerika dan contrary to British

Code of Ethics?

I.3. Tujuan

1 Apoteker dan pelajar dibidang farmasi dapat mengetahui makna Etika?

2 Apoteker dan pelajar dibidang farmasi dapat mengetahui pentingnya studi Kode

Etik dalam program pendidikan farmasi ?

4

Page 5: makalah jurnal 2 uu.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Tinjaun Pustaka

Farmasi (bidang kefarmasian) adalah suatu profesi yang concerns, commits, dan

competents tentang obat. Dari definisi tersebut muncul istilah profesi, yaitu suatu

pekerjaan (occupation) yang menunjukkan karakter specialised knowledge dan

diperoleh melalui academic preparation (Wertheimer dan Smith, 1989).

Berdasarkan undang-undang, farmasi merupakan profesi di bidang kesehatan yang

bertanggung jawab atas kualitas (quality assurance) obat dan penggunaan kliniknya.

Selanjutnya farmasi, secara fundamental dan profesional, menyelenggarakan

pelayanan tentang keamanan dan penggunaan obat yang tepat/benar (safe and

appropriate/rational use of drugs) untuk mencapai tujuan fundamental, yaitu

peningkatan kesehatan. Dengan demikian, farmasi harus mengandung makna profesi

yang memiliki sikap kepemimpinan (leadership) yang karakteristik (Brown, 1992).

The American Society of Colleges of Pharmacy (AACP) mendefinisikan farmasi

sebagai ”Suatu sistem pengetahuan (knowledge system) yang merupakan bagian dari

pelayanan kesehatan (health service)”. Memang agak sulit untuk mendefinisikan

farmasi secara lengkap, yang bukan saja melihatnya dari aspek asal atau sumber obat,

atau tujuan pemakaian obat. Pada ekspose perkembangan ilmu kesehatan oleh

ISFI/IDI di Jakarta bulan Maret 1986 (Wattimena, 1986) oleh suatu Tim dari Institut

Teknologi Bandung telah dikemukakan definisi farmasi sebagai berikut : “Farmasi

pada dasarnya merupakan sistem pengetahaun (ilmu, teknologi, dan sosial budaya)

yang mengupayakan dan menyelenggarakan jasa kesehatan dengan melibatkan

dirinya dalam mendalami, memperluas, menghasilkan, dan mengembangkan

pengetahuan tentang obat dalam arti dan dampak obat yang seluas-luasnya serta efek

dan pengaruh obat pada manusia dan hewan.”

5

Page 6: makalah jurnal 2 uu.docx

Pengertian profesi dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu (Wertheimer dan

Smith, 1989) :

1) Statutory Profession, berdasarkan legislative act, profesi yang didasarkan atas

undang-undang.

2) Learned Profession, merupakan out-put suatu pendidikan tinggi dengan proses

belajar-mengajar yang membutuhkan waktu relatif panjang, berkesinambungan,

dan karakteristik, dengan bercirikan:

Fakultas farmasi mengajarkan antara lain physical pharmacy, medicinal

chemistry, pharmacognosy, pharmaceutical chemistry, pharmaceutical technology,

phytochemistry, pharmacokinetics and biopharmaceutics, dan clinical pharmacy,

yang kesemuanya bersifat khas dan tidak umum. Hal ini merupakan salah satu bukti

kuat bahwa farmasi adalah suatu profesi (Sudjaswadi, 2001).

Adanya confidential relationship dalam pengabdiannya, contoh nyata dalam hal

ini adalah resep dokter yang secara undang-undang maupun kode etik harus

dirahasiakan, master formula suatu sediaan, demikian pula obat, meskipun informasi

penggunaannya harus disampaikan dengan jelas agar diperoleh hasil optimal, namun

khasiat obat (mekanisme kerja obat) tidak perlu diterangkan. Kenyataan tersebut

memperkuat bukti bahwa farmasi merupakan learned profession (Sudjaswadi, 2001).

Academic preparation harus diselenggarakan, karena merupakan proses

pembentukan profesi (farmasi) yang mampu menunjukkan sikap profesional, yaitu

sikap khusus yang mengutamakan sisi intelektual daripada ketrampilan sehingga akan

memperoleh status dan penghargaan tertentu. Selanjutnya sikap yang bersangkutan

berkembang dalam lindungan kode etik, menyebabkan profesi (farmasi) bersifat

altruistic dan esoteric (Sudjaswadi, 2001).

Menurut referensi Amerika, lama pendidikan tinggi farmasi mirip dengan

pendidikan tinggi dokter, dokter gigi, dokter hewan, dokter spesialis mata, yaitu

terbagi atas 2 bagian pokok, pendidikan pre-professional kurang lebih 2 tahun (3

tahun untuk pendidikan dokter), dan pendidikan professional dengan jangka waktu 4

tahun (Wertheimer dan Smith, 1989). Sementara itu di negara-negara lain, pendidikan

6

Page 7: makalah jurnal 2 uu.docx

dokter selama 5 tahun, pendidikan farmasi 4 – 5 tahun (Anonim, 1993). Dengan

demikian, farmasis yang merupakan lulusan pendidikan tinggi telah siap dan mandiri

untuk pengabdian profesi dan pengembangan kualitas, mengingat 2 keahlian dasar

pertama dikuasai berdasar penelitian (research base learning), sedangkan 2

kemampuan dasar terakhir diperoleh berdasar sistem pelayanan (care/services base

learning) (Sudjaswadi, 2001).

Berdasarkan hasil kongres WHO di New Delhi (1988), maka pada tahun 1990

badan dunia di bidang kesehatan tersebut mengakui/merekomendasi/menetapkan

kemampuan untuk diserahi tanggung jawab kepada farmasis yang secara garis besar

adalah sebagai berikut (Anonim, 1990) :

1) Memahami prinsip-prinsip jaminan mutu (quality assurance) obat sehingga dapat

mempertanggung jawabkan dan fungsi kontrol.

2) Menguasai masalah-masalah jalur distribusi obat (dan pengawasannya), serta

paham prinsip-prinsip penyediaannya.

3) Mengenal dengan baik struktur harga obat (sediaan obat).

4) Mengelola informasi obat dan siap melaksanakan pelayanan informasi.

5) Mampu memberi advice yang informatif kepada pasien tentang penyakit ringan

(minor illnesses), dan tidak jarang kepada pasien dengan penyakit kronik yang

telah ditentukan dengan jelas pengobatannya.

6) Mampu menjaga keharmonisan hubungan antara fungsi pelayanan medik dengan

pelayanan farmasi.

WHO juga merekomendasikan bidang pekerjaan untuk farmasis, yang katagorinya

dapat disampaikan sebagai berikut (Anonim, 1990) :

a) Apotik dan rumah sakit (community and hospital pharmacy).

b) Spesialis dalam aspek-aspek ilmiah kefarmasian .

c) Industri farmasi, sebagai manager sub sistem, pengelola teknologi, dan penelitian.

d) Pendidikan, pengelolaan, dan administrator sistem-sistem dan pelayanan

kefarmasian.

Pendidikan tinggi Farmasi mengajarkan etika berdasarkan kode etik dan undang-

undang yang diakui negara dan pemerintah setempat, bukti tersebut diperkuat dengan

7

Page 8: makalah jurnal 2 uu.docx

fenomena pengangkatan sumpah saat selesai pendidikan dan siap bekerja mengabdi

pada profesi (Sudjaswadi, 2001).

Etika telah menjadi bagian yang integral dalam pengobatan setidaknya sejak masa

Hippocrates, seorang ahli pengobatan Yunani pada abad ke-5 SM. Dari Hippocrates

muncul konsep pengobatan sebagai profesi, dimana ahli pengobatan membuat janji di

depan masyarakat bahwa mereka akan menempatkan kepentingan pasien mereka di

atas kepentingan mereka sendiri (Williams, 2005).

Etika berasal dari bahasa yunani kuno. Kata yunani ethos mepunyai banyak arti,

yaitu : tempat tinggal yang biasa; padang rumput, kandang; kebiasaan, adat; akhlak;

watak; perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bentuk jamak artinya adalah adat

kebiasaan. Sehingga etika berarti: ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu

tentang adat kebiasaan (Bertens, 1993).

Secara sederhana etika merupakan kajian mengenai moralitas - refleksi terhadap

moral secara sistematik dan hati-hati dan analisis terhadap keputusan moral dan

perilaku baik pada masa lampau, sekarang atau masa mendatang. Moralitas

merupakan dimensi nilai dari keputusan dan tindakan yang dilakukan manusia.

Bahasa moralitas termasuk kata-kata seperti ’hak’, ’tanggung jawab’, dan ’kebaikan’

dan sifat seperti ’baik’ dan ’buruk’ (atau ’jahat’), ’benar’ dan ’salah’, ’sesuai’ dan

’tidak sesuai’. Menurut dimensi ini, etika terutama adalah bagaimana mengetahuinya

(knowing), sedangkan moralitas adalah bagaimana melakukannya (doing). Hubungan

keduanya adalah bahwa etika mencoba memberikan kriteria rasional bagi orang untuk

menentukan keputusan atau bertindak dengan suatu cara diantara pilihan cara yang

lain (Williams, 2005). Oleh karena itu, mempelajari etika akan menyiapkan

mahasiswa farmasi untuk mengenali situasi-situasi yang sulit dan melaluinya dengan

cara yang benar sesuai prinsip dan rasional. Etika juga penting dalam hubungan

apoteker dengan masyarakat dan kolega mereka dan dalam melakukan penelitian

maupun pelayanan kesehatan (Sudjaswadi, 2001).

8

Page 9: makalah jurnal 2 uu.docx

BAB III

METODELOGI

III.1. Metodologi

`Sepanjang tahun terakhir beberapa tantangan tentang etika dalam studi farmasi

telah stabil. Isu-isu ini telah membentuk hubungan masa depan anatara apoteker dan

pasien.Sayangnya artikel yang mendedikasikan perhatian mereka dengan etika dalam

farmasi tidak mencapai jumlah 50 setiap tahun, namun artikel dengan etika

kedokteran mencapai jumlah 2000. Angka 1 dan 2 menggambarkan artikel dan

penelitian yang berfokus pada etika dalam bidang kedokteran dan di bidang farmasi.

Metodologi yang kami lakukan dengan meneliti 31 fakultas farmasi disekitar Uni

Eropa melalui halaman web mereka dan menganalisis apakah etika dimasukkan ke

dalam struktur studi farmasi.

9

Page 10: makalah jurnal 2 uu.docx

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

VI.1. Hasil

Kami telah meneliti 31 fakultas farmasi disekitar Uni Eropa melalui halaman web

mereka dan menganalisis bahwa etika dimasukkan ke dalam struktur studi farmasi

(lihat Lampiran 1). Etika yang diajarkan dalam program studi sebesar 45%. Dan hal

ini merupakan sebagian besar dari bagian silabus Program Magister (Republik Ceko,

Estonia, dan Portugal) atau Program Bachelor (Slowakia).

Kewajiban mempelajari etika (sebagai subjek tunggal atau kombinasi dengan

hukum) pada program studi diidentifikasi dalam 67% dan program studi pilihan yang

juga meliputi pendekatan etika dicapai dalam 20%. Kami belum berhasil menemukan

rencana pembelajaran penuh di 13% dari rencana studi tetapi kita tidak bisa

mengecualikan beberapa masalah etika menjadi bagian dari subjek wajib atau pilihan

lainnya. Ada pendekatan pemersatu yang dihilangkan dalam mengajarkan etika di

universitas-universitas Eropa. Kode Etik bagi siswa farmasi dapat dengan mudah

ditemukan di halaman web universitas mereka, yang menurut kami bisa diambil

sebagai pengetahuan dasar etika untuk semua mahasiswa farmasi di seluruh negara-

negara Eropa dan dan yang terlibatdalam silabus studi wajib.

10

Page 11: makalah jurnal 2 uu.docx

VI.2. Pembahasan

Studi farmasi mempersiapkan siswa untuk masuki ke dunia profesi. Farmasi

merupakan salah satu profesi pelayanan kesehatan yang terdaftar dan memiliki hak

istimewa dan tanggung jawab. Mahasiswa farmasi harus menyatakan ia mampu

melaksanakan hak-hak istimewa dan dapat bertanggung jawab. Ini berarti ia harus

memilki perilaku yang baik setiap saat. Menurut Royal Pharmaceutical Society of

Great Britain, Kode Etik untuk mahasiswa farmasi (Code of Conduct) berlaku sejak

hari pertama ia lulus. Kode Etik berlaku baik masih berada sebagai pelajar di

universitas maupun tidak. Farmasis perlu ingat bahwa setiap kali dia berada, dia

mewakili profesi farmasi dan universitasnya.

Kode Etik telah disahkan oleh Dewan Universitas Kepala Farmasi (CCPS,2010)

dan Himpunan Mahasiswa Farmasi Inggris'. Hal ini didasarkan pada tujuh prinsip,

etika dan kinerja. Pada baris berikut ini kita akan mengekspos prinsip-prinsip dalam

penelitian farmasi. Ini akan membantu siswa mengembangkan pemahaman tentang

apa itu apoteker.

Kode Etik terdiri dari tujuh prinsip:

1. Membuat pasien menjadi perhatian pertamanya.

2. Menggunakan pertimbangan profesional pada kepentingan pasien dan masyarakat.

3. Menghormati orang lain.

4. Mendorong pasien dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengambilan

keputusan tentang perawatan kesehatan  mereka.

5. Mengembangkan pengetahuan profesionalnya dan kompetensi.

6. Bersikap jujur dan dapat dipercaya.

7. Bertanggung jawab dalam praktek kerjanya (CCPS, 2010).

The Royal Pharmaceutical Society of Great Britain mengatur prinsip-prinsip yang

harus dipenuhi oleh apoteker dan apoteker juga dituntut untuk memenuhi

kewajibannya sebagai apoteker profesional dan farmasi teknisi. Kode Etik apoteker

11

Page 12: makalah jurnal 2 uu.docx

dan teknisi farmasi membawa kewajiban dan hak istimewa. Hal ini membuat apoteker

perlu untuk :

Mengembangkan dan menggunakan pengetahuan dan keterampilan profesional

mereka untuk kepentingan masyarakat yang membutuhkan pelayanan profesional

mereka

Menjaga hubungan profesional yang baik dengan orang lain, dan

Berperilaku sedemikian rupa sehingga  dapat memberikan  keyakinan dan

kepercayaan pada farmasi professional.

The American Pharmaceutical Association pada tahun 1994 menyusun dan

mendukung prinsip-prinsip yang membentuk dasar fundamental dari peran dan

tanggung jawab apoteker. Prinsip-prinsip ini, berdasarkan kewajiban moral dan

kebaikan, yang dibentuk untuk apoteker yang secara langsung berhubungan dengan

pasien, kesehatan, tenaga profesional dan masyarakat.

On the contrary to British Code of Ethics, Amerika terdiri atas delapan prinsip.

Kedua kode etik itu memiliki tiga poin yang sama yaitu:

1) Nomor 3: Seorang apoteker menghormati otonomi dan martabat setiap pasien.

Prinsip ini tercatat pada Prinsip keempat dalam kode etik British: Mendorong

pasien dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan tentang

perawatan mereka. Seorang apoteker mendorong pasien unutuk dapat 

menentukan nasibnya sendiri dan menunjukkan bahwa dirinya memiliki hak yang

sama dengan pasien dengan cara mengarahkan pasien untuk berpartisipasi dalam

pengambilan keputusan tentang kesehatan mereka.

2) No 4: Seorang apoteker bertindak dengan jujur dan berintegritas didalam

hubungan profesinya. Pada kode etik British no. 6 menyatakan pesan yang serupa:

Bersikap jujur dan dapat dipercaya, mencakup apoteker memiliki kewajiban untuk

memberitahu kebenaran dan bertindak dengan keyakinan hati nurani.

3) No 5: Seorang apoteker mempertahankan kompetensi profesional. Prinsip ini

berhubungan dengan kode etik Inggris no. 5: Mengembangkan pengetahuan

profesionalnya dan kompetensi. Seorang apoteker memiliki tugas untuk

mengembangkan pengetahuan dan kemampuannya seperti pada pengobatan baru,

peralatan dan teknologi dan pada kemajuan informasi kesehatan.

12

Page 13: makalah jurnal 2 uu.docx

Di Slowakia etika dalam profesi apoteker diatur oleh Kode Etik industri farmasi di

Slovakia (CEPI), yang direvisi pada Februari 2012. Pedoman ini mengatur tentang

pengujian produk obat yang menggunakan manusia sebagai subjek untuk peresepan

pengobatan dengan bekerjasama dengan petugas kesehatan, serta kegiatan promosi

terhadap pelayanan kesehatan tenaga profesional dan komunikasi terhadap mereka

dan hubungan timbal balik antara pelayanan kesehatan tenaga profesional dan

perusahaan farmasi. Kode ini juga memodifikasi hubungan antara anggota dan

organisasi pasien dan pengambil keputusan.

Tujuan dari Kode ini tidak untuk mengendalikan atau untuk standarisasi ketentuan

non-promosi medis, informasi ilmiah dan akurat, tidak juga bertujuan mengendalikan

atau untuk mengatur kegiatan terarah terhadap masyarakat umum dan terkait semata-

mata untuk produk obat-obatan yang tidak digunakan sebagai resep medis (Cepi,

2012).

13

Page 14: makalah jurnal 2 uu.docx

BAB V

KESIMPULAN

V.1. Kesimpulan

Masalah tentang keterlibatan etika dalam studi farmasi dan profesi farmasi masih

tetap dalam agenda otoritas farmasi profesional. Perhatian yang diberikan pada

pendekatan etis, perlu ditingkatkan sesegera mungkin. Dan juga harus memperbanyak

jumlah artikel dan Studi yang berfokus pada etika dalam penelitian farmasi dan

profesi. Setelah menyelesaikan studinya, mahasiswa farmasi harus sepenuhnya

memahami sikap etis untuk profesi mereka. Dengan Kode Perilaku tersebut mereka

menjadi sepenuhnya kompeten untuk mendukung prinsip-prinsip etika, menunjukkan

rasa hormat terhadap martabat, pandangan dan hak orang lain dan memilki

pengetahuan dan keterampilan yang up to date. Marilah kita mempersiapkan siswa

kami untuk menjadi etis apoteker.

14

Page 15: makalah jurnal 2 uu.docx

Daftar Pustaka

Anonim. 1990. The Role of the Pharmacist in Health Care System. WHO Consultative

Group.

American Pharmaceutical Association, The National Professional Society of Pharmacicts,

The Final Report of the Task Force on Pharmacy Education. Washington DC.

Bertens, K. 1993. Etika. PT Gramedia Pustaka. Jakarta.

Brown, T.R. 1992. Handbook of Institusional of Pharmacy Practice, 3rd ed. Hal. 11-18, 63

133. ASHP. Bethesda.

Sudjaswadi, Riswaka. 2001. Farmasi, Farmasis, dan Farasi Sosial. Majalah Farmasi

Indonesia. Hal.12(3), 128-134.

Wattimena, J.R. et al. 1986. Ekspose Perkembangan Ilmu Kesehatan. IDI/ISFI. Jakarta.

Wertheimer, A.I. dan Smith, M.C. 1989. Pharmacy Practice: Social and Behavioral Aspects.

3rd ed. Williams-Wilkins. Batlimore. Hal. 23 – 125, 417 - 441.

Williams, John R. 2005. Medical Ethics Manual. Ethics Unit of the World Medical

Association.

15