makalah inovasi
description
Transcript of makalah inovasi
PENDAHULUAN
Isu tentang keberadaan kaum difabel sudah dikenal di Indonesia, namun
kenyataanya masih banyak masyarakat tidak peduli. Sebenarnya kaum difabel
berada diantara lingkungan kita tinggal. Menurut data WHO (World Health
Organization) sampai tahun 2002, 3%-5% dari 210 juta penduduk Indonesia atau
sekitar 10,5 juta orang adalah kaum difabel.
Kaum difabel dari segi kuantitas merupakan kelompok minoritas dalam
masyarakat, tetapi mereka masih memiliki potensi yang dapat diandalkan sesuai
dengan kecacatannya melalui proses-proses khusus dan merekapun merupakan
sumber daya manusia yang menjadi aset nasional. Hal ini ditunjang dengan
diterimanya Deklarasi Hak-Hak Tunarungu oleh PBB (Perserikatan Bangsa-
Bangsa) pada tanggal 9 Desember 1975 yang antara lain menyebutkan bahwa
kaum difabel mempunyai hak yang sama dalam masyarakat, termasuk hak untuk
berperan serta dan ikut memberi sumbangan pada semua segi ekonomi, sosial, dan
politik. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.4 tahun 1997 tentang
Tunarungu, kaum difabel merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang
mempunyai hak, kewajiban dan peran yang sama dengan masyarakat Indonesia
lainnya di segala aspek kehidupan dan penghidupan. Akan tetapi Undang-
Undang Republik Indonesia No.4 tahun 1997 tentang Tunarungu ini belum
terimplementasikan dengan baik di masyarakat. (Demartoto, 2005:2).
Tunarungu/tuli adalah salah satu penyandang disabilitas yang hak-haknya
sebagai warga negara seperti dikebiri oleh banyak kalangan, seperti hak dalam
pendidikan, berorganisasi, pelayanan kesehatan dan akses dalam memperoleh
informasi. Pada hakekatnya tunatungu/ tuli adalah Hearing impairment. A genetic
term indicating a hearing disabiliti that range insevety from milk to profound in
includis the subsets deaf and hard of hearing. Deaf person in one whos hearing
disability precludes successful processing of linguistic information though audio,
with or without a haering aid, has residual hearing sufficient to enable sucxessful
processing of linguistic information thoght audition. Menurut Hallahan dan
Kauffman (1982 : 234).
Hak untuk berorganisasi mencadi dasar untuk membuat suatu gerakan
yang tertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan tunarungu di indonesia yang
bernama GERKATIN. Gerkatin ini pada awalnya adalah komunitas-komunitas
tunarungu yang tersebar diseluruh indonesia, dan telah terbentuk pada tahun
1960an antara lain: Bandung dengan nama SEKATUBI Serikat Kaum Tuli Bisu
Indonesia, Semarang PTRS, Persatuan Tuna Rungu Semarang, Jogyakarta
PERTRI, Perhimpunan Tuna Rungu Indonesia, Surabaya PEKATUR
Perkumpulan kaum tuli Surabaya. Sehubungan banyaknya komunitas organisasi
tuna rungu yang bersifat kedaerahan, maka beberapa pimpinan organisasi tersebut
sepakat mengadakan Kongres Nasional I pada tanggal 23 Pebruari 1981 di
Jakarta. Hasil Kongres telah menghasilkan beberapa keputusan diantaranya
menyempurnakan nama organisasi menjadi satu yaitu GERKATIN kepanjangan
dari Gerakan untuk Kesejahteraan tuna rungu Indonesia dalam bahasa Inggrisnya
IAWD (Indonesian Association for the Welfare of the Deaf). Dalam
perkembangan selanjutnya, GERKATIN/IAWD telah terdaftar sejak tahun 1983
sebagai anggota WFD (World Federation of the Deaf) di-Indonesiakan Federasi
Tuna rungu se-Dunia bermarkas di Helsinki, Finlandia.
Dari tujuan memang tujuan dari gerkatin ini adalah mensejahterakan
anggotanya dalam berbagai aspek kehidupan yaitu tunarungu. Tetapi untuk
mencapai tujuan tersebut bukanlah semudah membalik telapak tangan, banyak
hambatan dan rintangan yang dihadapi oleh Gerkatin untuk memenuhi tujuannya.
Salah satu hambatan yang sampai sekatang menjadi masalah yang krusial adalah
tentang pemenuhan hak untuk mendapatkan informasi dan hak untuk bekerja dan
berwirausaha. Dalam masalah akses informasi sampai sekarang pemerintah tidak
dapat memberikan hak dalam mendapatkan informasi bahkan malah
menekan/memaksa dengan tujuan yang baik tetapi pada kenyataanya membuat
tunarungu lebih menderita dan jauh dari informasi dan haknya. Melihat kaum
tunarungu yang sedikit jumlahnya dalam masyarakat, berdampak terhadap
keberadaan mereka. Kaum tunarungu tidak diperhatikan oleh masyarakat dan
masyarakat bersifat masa bodoh dengan hak-haknya. Bahkan suara kaum
tunarungu seolah tidak terdengar di perbincangan masyarakat dan pihak-pihak
pemangku kepentingan. Padahal jika dicermati lebih dalam, kaum tunarungu ini
syarat dengan permasalahan sosial dan ekonomi. Keterbatasan akses kaum
tunarungu terhadap layanan sosial, ekonomi, pendidikan,informasi dan kesehatan,
menyebabkan mereka menjadi kelompok yang rentan dengan kemiskinan. Tidak
heran jika rata-rata kaum tunarungu berpotensi penyandang masalah kesejahteraan
sosial. Belum lagi persoalan stigma dan negative stereotype masyarakat terhadap
keberadaan kaum tunarungu yang semakin membuat mereka menjadi
terpinggirkan secara sosial.
Dengan kondisi tubuh yang kurang normal, maka mereka dianggap tidak
memiliki kemampuan layaknya orang dengan kondisi tubuh normal. Hal ini juga
menyebabkan keberadaan kaum tunarungu hanya sebagai pelengkap semata
dalam kehidupan di masyarakat. Sungguh sangat rendah status/posisi sosial kaum
tunarungu di mata masyarakat. Disamping kurang diakui keberadaanya, kaum
tunarungu dalam pengambilan kebijakan tentang masalah yang dihadapi kurang
diikutsertakan, dan kaum tunarungu saat ada acara-acara sosial atau kerja bakti
jarang untuk dilibatkan. Hak-hak kaum tunarungu yang antara lain berupa hak
memperoleh pendidikan, kesempatan kerja atau pengembangan ekonomi,
meggunakan fasilitas umum dan mendapatkan informasi, perlindungan hukum,
peran politik, jaminan sosial, dan kesehatan serta pengembangan budaya tidak
akan pernah mereka dapatkan sebagaimana mestinya. Kalaupun ada, pemberian
hak tersebut hanya merupakan lips service atau bahkan promosi untuk
kepentingan penguasa atau kelompok tertentu yang memerlukan dukungan
ataupun massa. Kaum tunarungu seakan dianggap sebagai alat untuk mencapai
tujuan tertentu.
PEMBAHASAN
Alat komunikasi yang digunakan oleh tunarungu adalah bahasa isyarat,
bahasa isyarat adalah bahasa yang umum dipakai oleh penyandang tunarungu
ketika berkomunikasi dengan sesamanya. Penyandang tunarungu cenderung
terbiasa memakai bahasa isyarat. Manusia mempunyai akal untuk bisa
berkomunikasi atau menyampaikan gagasan atau ide dengan cara apapun. Ada
banyak cara untuk berkomunikasi, misalnya dengan cara membaca bibir, menulis,
memberi aba-aba, dan memberi isyarat. Bahasa isyarat adalah salah satunya,
bahasa ini muncul dengan alami. Dengan kata lain bahasa isyarat adalah adaptasi
dari bahasa oral yang tidak bisa mereka lakukan.
Di setiap daerah di Indonesia punya bahasa isyarat sendiri-sendiri, bahasa
isyarat dari satu tempat ke tempat lain amatlah berbeda. Mereka kesulitan
memahami bahasa isyarat yang berbeda. Oleh karena itu, muncul ide membuat
bahasa isyarat Indonesia, yang disingkat BISINDO. BISINDO diharapkan dapat
menjadi bahasa isyarat nasional sebagaimana sama halnya dengan bahasa
Indonesia pada umumnya. BISINDO juga mempunyai tata bahasa sendiri.
BISINDO ini masih baru dan kurang dikenal masyarakat luas. Masyarakat
sudah mengenal SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia). SIBI adalah sistem hasil
rekayasa dan ciptaan dari orang normal, bukan dari orang tunarungu. Walhasil
kaum tunarungu kebingungan dan tidak habis pikir mengapa bahasa isyarat alami
mereka berbeda dengan SIBI. Sampai sekarang masih terjadi kontroversi antara
pencetus SIBI dengan kaum tunarungu. Kaum tunarungu memutuskan SIBI hanya
untuk sekolah karena isyarat bukan produk asli kaum tunarungu Indonesia. Hal ini
bisa dilihat banyak kaum tunarungu masih tetap memakai bahasa isyarat orisinil
mereka.
BISINDO adalah sistem komunikasi yang praktis dan efektif untuk
penyandang tunarungu Indonesia yang dikembangkan oleh tunarungu sendiri.
BISINDO digunakan untuk berkomunikasi antar individu sebagaimana sama
seperti halnya dengan bahasa Indonesia pada umumnya. Dengan BISINDO
penyandang tunarungu dapat mengungkapkan pikiran dan perasaan secara leluasa
dan mengekspresikan dirinya sebagai insan manusia warga Negara Indonesia yang
bermartabat sesuai dengan falsafah hidup dan HAM. BISINDO ini dikembangkan
dan disebarluaskan melalui wadah organisasi GERKATIN (Gerakan untuk
Kesejahteraan Tunarungu Indonesia).
Dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945. Tunarungu merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga memiliki
kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama. Tunarungu secara kuantitas
cenderung meningkat dan oleh karena itu, perlu semakin diupayakan peningkatan
kesejahteraan sosial bagi tunarungu. Berbagai upaya telah dilakukan oleh
pemerintah dan masyarakat dalam upaya meningkatkan kualitas para tunarungu
sehingga mereka mempunyai hak dan kedudukan yang sama sebagai warga
negara.
Masalah pekerjaan bagi tunarungu merupakan salah satu aspek yang
sangat memprihatinkan dimana seolah-olah terjadi diskriminasi terhadap
aksesibilitas tunarungu untuk memperoleh haknya, ambil contoh dalam hal
pelatihan professional. Biasanya tuna netra hanya diberikan keterampilan
memijat. Sedangkan tuna rungu diberi keterampilan seperti menjahit, melukis, dan
mekanis, sementara tuna grahita diberi keterampilan olahraga. Padahal jika diberi
kesempatan para tunarungu juga dapat berkiprah di bidang lainnya. Misalnya,
para tunarungu jika dilatih manajemen, tidak menutup kemungkinan bagi mereka
untuk menjadi pengelola usaha yang besar nantinya.
Selama ini perhatian kita terhadap tunarungu mungkin masih rendah.
Urusan merawat dan memelihara tunarungu lebih banyak kita serahkan pada
keluarga mereka masing-masing. Sedangkan kita, orang normal yang tidak
mempunyai keluarga yang menyandang disabilitas nyaris tidak peduli atau tidak
tahu sama sekali. Kita hanya teringat dan tergugah pada mereka ketika mendengar
berita tentang Hari disabilitas sedunia, yang jatuh pada tanggal 3 Desember.
Pengaruh faktor lingkungan sosial terhadap partisipasi para tunarungu
dalam kehidupan sehari-hari juga dinilai cukup besar. Keluarga dan lingkungan
tetangga merupakan hambatan utama bagi anak-anak atau orang dewasa
tunarungu di tanah air untuk turut berperan serta di dalam semua aktifitas sosial
masyarakatnya. Masih banyak penduduk Indonesia terutama di pedesaan, yang
memandang negatif terhadap keberadaan tunarungu sebagai orang yang tidak
punya kemampuan untuk berkembang dan hanya ingin diam di rumah sebagai
orang yang harus dibelas kasihani. Keterbatasan akses transportasi umum bagi
orang cacat di Indonesia,
Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Kanada
atau di Jepang , Korea dan Singapura, aksesbilitas bagi para tunarungu fisik ke
pusat-pusat pelayanan umum seperti: kantor pemerintah termasuk universitas,
mall, supermarket,rumah sakit, bus umum, kereta bawah tanah, escalator, tempat
rekreasi, toilet umum atau telepon umum sampai kendaraan pribadi sangat
diperhatikan oleh pemerintah dan pengusaha serta oleh pelaku ekonomi yang lain
di negara tersebut. Masalah perencanaan disain, standar, ukuran dan kualitas
prasarana dan sarana yang benar-benar aksesibel bagi para tunarungu dari
berbagai usia di negara-negara maju, seperti disebutkan di atas itu, sudah
sedemikian penting, karena pemerintah dan masyarakat memang menyadari hal
ini sebagai hak azasi manusia.
Pada 18 Oktober 2011 , titik terang muncul untuk para difabel. Pemerintah
telah meratifikasi konvensi dunia mengenai para difabel. Dengan ratifikasi ini,
beberapa hak difabel, seperti hak untuk mendapatkan akses khusus di fasilitas
umum serta kesetaraan kesempatan kerja, sudah terikat secara hukum. Sehingga
Pemerintah mempunyai kewajiban untuk mengimplementasikan Konvensi itu
melalui Undang Undang No.19 Tahun 2011 Tentang Penyandang Disabilitas
kepada seluruh masyarakat.
Pemerintah pun berjanji merevisi UU Tunarungu yang mewajibkan
perusahaan mengalokasikan satu persen pekerja disabilitas. Tapi sayang upaya
pemerintah untuk memenuhi hak-hak para difabel tak akan bisa cepat diwujudkan.
Kasubdit Kelembagaan dan Advokasi Sosial Direktorat Rehabilitasi Sosial
Kementerian Sosial, Ismet Saefullah mengakui lemahnya koordinasi antar
lembaga pemerintah.
Menurut data 2010 dari Kementerian Kesehatan, jumlah orang difabel di
Indonesia mencapai 6,7 juta orang. Organisasi tunarungu PPCI menyebutkan 20
persen dari jumlah itu adalah difabel terdidik yang berada di kota-kota besar.
Sisanya, tersebar di daerah-daerah terpencil.
A. Kewajiban Negara Terhadap Penyandang Disabilitas
Negara harus bisa melakukan penghormatan Hak Asasi Manusia terhadap
penyandang disabilitas dengan menahan menahan diri agar tidak mengambil
tindakan yang akan melanggara HAM para penyandang disabilitas. Kemudian
melakukan perlindungan kepada mereka dengan memastikan bahwa setiap pihak
harus menghormati hak asasi manusia . Kemudian diikuti dengan pemenuhan hak
asasi manusia oleh negara melalui langkah-langkah legislatif, keuangan, politik,
sosial, anggaran dan pendidikan dan tindakan lain untuk lebih mewujudkan hak
kelompok penyandang disabilitas.
Keterbatasan sumber daya tidak dapat dijadikan alasan untuk menunda
penerapan Konvensi dan Undang-Undang yang telah diratifikasi. Hal tersebut
merupakan kondisi yang diakui dalam hukum HAM Internasional, sehingga
dilakukan secara bertahap melalui progressive realization. Pemanfaatan sumber
daya berdasar pada prioritas dengan kriteria yang obyektif dan masuk akal serta
proporsional seperti,
Program yang murah dan berkualitas
Mendahulukan kelompok dalam situasi yang paling marjinal
Melibatkan penyandang disabilitas pada semua tingkat
Melibatkan mitra nasional dan internasional.
Peraturan Presiden No. 23 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional
HAM 2011-2014 telah menyusun Program rencana aksi untuk mengangkat harkat
para penyandang disabilitas. Pada Hak atas kesejahteraan permasalahan yang
dihadapi penyandang disabilitas adalah belum maksimalnya rehabilitasi dan
perlindungan sosial bagi mereka. Maka Rencana Aksi yang perlu harus dilakukan
seperti,
Pendataan atas jumlah dan jenis penyandang disabilitas
Meningkatkan kesempatan kerja dan ketrampilan kerja serta
pemberdayaan penyandang disabilitas
Meningkatkan bantuan jaminan sosial kebutuhan dasar bagi penyandang
disabilitas
Meningkatkan aksesibilitas penyandang disabilitas pada sarana dan
prasarana publik
Sosialisasi mengenai kepedulian warga terhadap penyandang disabilitas.
Sehingga diharapkan pemenuhan, perlindungan, penghormatan dan
pemajuan HAM bagi mereka dapat terlaksana.
B. Inovasi di Gerkatin
Perlu diletahui pula bahwa sumber dari sumber-sumber ( Resources ) yang
ada dalam Gerkatin, keberadaan SDM dalam organisasi sungguh sangat strategis
tidak perdulu itu normal maupun tunarungu bahkan tunarungu pun bisa
merupakan kunci untuk keberhasilan Organisasi dalam rangka pelaksanaan
berbagai aktifitas untuk mencapai tujuan sebagaimana ditetapkan. Hal ini dapat
dimaklumi karena betapapun ketersediaan dan kelengkapan sumber-sumber
tersebut diberdayakan oleh Sumber Daya Manusia yang tepat dan handal. Oleh
karena itu tidak mustahil bahwa usaha pencapaian tujuan organisasi menjadi tidak
efisien dan tidak efektif karena daya dalam Sumber Daya Manusia tidak
menunjukkan dan tidak menggambarkan sebagaimana diharapkan.
Artinya daya yang bersumber dari manusia berupa tenaga atau kekuatan
yang ada pada diri sumber-sumber lainnya ( Non Human resources ) sehingga
tidak memberi manfat / hasil dalam suatu organisasi. Berksitsn dengan hal
tersebut, maka tujuan Pemberdayaan SDM (tunarungu) adalah terwujudnya SDM
(tunarungu) yang mempunyai/memeliki kemampuan ( competency ) yang
kondusif, adanya wewenang (authority) yang jelas dan dipercayai serta adanya
tanggung jawab (responsibility) yang akuntabel dalam rangka pelaksanaan misi
organisasi.
Pada uraian – uraian diatas telah dikamukakan bahwa SDM dalam
organisasi sangat strategis dan menentukan, bahkan keberhasilan organisasi untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan justru ditentukan oleh faktor sumber daya
manusianya, Maka dari itu sumber daya manusia selaku anggota yang tidak
memberi “Daya” adalah tidak dikatagorikan sebagai sumber daya manusia dalam
suatu organisasi. Sehubungan dengan itu, maka aspek-aspek atau kompenen-
komponen yang perlu mendapat perhatian serius dalam pemberdayaan sumber
daya manusia adalah :
1. Kemempuan (competency) anggota meliputi; pengetahuan
(knowlede),keterampilan (skill) dan sikap atau perilaku (attitude).
2. Kewenangan yang jelas,artinya seseorang anggota yang ditetapkan atau
yang diserahi tugas, harus jelas kewenangannya. Karena seseorang yang
tidak jelas kewenangannya akan menimbulkan keragu-raguan dalam
setiap melakukan kegiatan. Apabila demikian adanya maka anggota
(SDM) tersebut kurang berdaya atau efektif didalam melaksanakan tugas-
tugasnya.
3. Tanggung jawab anggota yang jelas, artinya seseorang anggota melakukan
tugas atau wewenangnya,senantiasa diikuti dengan tanggung jawab.
Karena dengan demikian anggota tersebut senantiasa dituntut bertindak
menampilkan yang terbaik dalam arti secara efektif dan efisien.
4. Kepercayaan terhadap anggota yang bersangkutan, artinya bahwa
seseorang anggota yang ditugasi atau diserahkan wewenang dengan
pertimbangan yang matang dari berbagai aspek-aspek yang pada
hakekatnya dapat disimpulkan bahwa yang bersangkutan adalah
dipercayakan atau diberi kepercayaan sepenuhnya untuk mengembang
tugas,wewenang dimaksud.
5. Motivasi, merupakan semua kekuatan yang ada dalam diri seseorang yang
memberi daya,memberi ara dan memelihara tingkah laku. Dalam proses
kehidupan sehari-hari,motivasi diartikan sebagai keseluruhan proses
pemberian dorongan atau rangsangan kepada para anggota sehingga
mereka bersedia bekerja dengan rela tanpa dipaksa. Dengan demikian
bahwa pemberian motivasi merupakan hal yang sangat penting terhadap
sumber daya manusia, agar mereka tetap dan mau melaksanakan pekerjaan
/ misi organisasi sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki dengan
iklas dan sepenuh hati.
6. Kepemimpinan (leadership) kegiatan mempengaruhi orang-orang agar
mereka mau bekerja sama untuk mencapai tujuan Gerkatin, bukan tujuan
kelompok atau tujuan personal.
Perspektif tentang gerkatin tentu tidak terlepas dari struktur,sistem dan
mekanisme kerja, keberberfungsian mekanisme interen yang diterapkan pada
struktur gerkatin harus disesuaikan dengan kompetensi, sehingga daya dari SDM
mampu meminimalisir kelemahan/kefakuman struktur yang terjadi pada
subsistem.
Seorang pemimpin,apa dia pemimpin penanggung jawab program maupun
pemimpin oprasional harus bersifat persptif terhadap pendelegasian tugas,
profesional, produktifitas, kreaktif dan inovatif itu yang menjadi keharusan dalam
pengembangan dan pemberdayaan SDM sehingga daya dari sumber daya
manusianya mampu berfungsi untuk menterjemahkan konsep pimpinan demi
tercapainya target program Gerkatin sesuai dengan Visi dan Misi Gerkatin.
Proses pencapai target program gerkatin tidak terlepas dari manajemen
pengawasan pimpinan serta kekuatan daya dari sumber daya manusia yang
menjadi enrjik,spirit dan dedikasi dalam mengimplementasikan tugas-tugasnya.
Pimpinan penanggung jawab program maupun pempinan oprasional program
harus mampu mengkomunikasikan visi strategis gerkatin kepada seluruh pihak
yang terkait (stake-holders),menciptakan komitmen dan motivasi yang tulus dari
mereka,bertindak sebagai penggerak inovasi dan semangat pengabdian, hak
intelektual sangat penting mengimplementasikan arah dan mutu dari setiap
kebijakan pimpinan untuk menunjang suksesnya setiap kegiatan.
KESIMPULAN
Inovasi yang dilakukan agar Tunarungu dapat meningkatkan fungsi
sosialnya secara wajar, agar mereka dapat ber gaul dengan masyarakat dan tidak
minder, dapat hidup mandiri dengan bekal ketrampilan yang di miliki. Inovasi
dengan pemberdayaan yang dilakukan melalui peran serta Volunteer berupa
pendidikan dalam berorganisasi, sosialisasi bahasa isyarat, dan pelatihan
ketrampilan sesuai dengan minat dan bakat tunarungu di GERKATIN.
Berdasarkan pengamatan, pemberian pelatihan dalam keorghanisasian saat ini
sangatlah penting agar tunarungu paham akan hak-haknya yang tidak terpenuhi
dan dapat bersatu untuk memperjuangkanya.
DAFTAR PUSTAKA
Wardani, I. G. A. K, dkk.( 2007 ). Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Universitas Terbuka.
David Smith, J. ( 2012 ). Sekolah Inklusi Konsep dan Penerapan Pembelajaran. Bandung: Nuansa Cendekia
Dalam, Faustino Cardoso Gomes, 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit Andi Offset Yogyakarta, hal.3-4
Skidmore, Rex A., 1995; Social Work Administration, Dinamic Management and Human Relationships. 3rd Edition: Allyn & Bacon. Hal. 17-18.
Hick, Hebert G. dan Gulliet, G Ray. ( 1995 ).Organisasi Teori dan Tingkahlaku, diterjemahkan oleh G. Kartaspoetra, Bumi Aksara, Jakarta.
Maslow, Abraham, H. (1970) Motivation and Personality/ New York : Harper and Row Publishers.
Sarwono, Sarlito Wirawan. 2002. Psikologi Sosial: Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial. Balai Pustaka. Jakarta.
Saefuddin, dkk. 2003. Menuju Masyarakat Mandiri. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
http://www.gerkatin.com/profile-kegiatan.NetLErp.