Makalah Hukum Perdata Dagang

45
DAFTAR ISI Daftar Isi 1 Kata Pengantar 2 Bab 1 Pendahuluan 3 1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Identifikasi Masalah 1.3 Tujuan Penulisan 1.4 Manfaat Penulisan Bab 2 Dasar Hukum 5 Bab 3 Contoh Kasus 6 Bab 4 Pembahasan Jual Beli dan Jual Beli Online 7 A. Konsep Perjanjian 7 1. Pengertian Perjanjian Jual Beli 7 2. Kewajiban dalam suatu Perjanjian Jual Beli 9 2.1 Kewajiban Penjual 2.2 Kewajiban Pembeli 3. Risiko dalam Perjanjian Jual Beli 13 4. Saat Terjadinya Perjanjian Jual Beli 15 B. Syarat-syarat Sahnya Suatu Perjanjian dan Syarat Pengikatan Jual Beli melalui Internet 18 C. Prinsip Jual Beli Secara Online 21 D. Proses Pengikatan Jual Beli Melalui Internet 23 E. Analisis Hukum 26 Bab 5. Kesimpulan 27 Daftar Pustaka 29 1

Transcript of Makalah Hukum Perdata Dagang

Page 1: Makalah Hukum Perdata Dagang

DAFTAR ISIDaftar Isi 1

Kata Pengantar 2

Bab 1 Pendahuluan 3

1.1 Latar Belakang Masalah

1.2 Identifikasi Masalah

1.3 Tujuan Penulisan

1.4 Manfaat Penulisan

Bab 2 Dasar Hukum 5

Bab 3 Contoh Kasus 6

Bab 4 Pembahasan Jual Beli dan Jual Beli Online 7

A. Konsep Perjanjian 7

1. Pengertian Perjanjian Jual Beli 7

2. Kewajiban dalam suatu Perjanjian Jual Beli 9

2.1 Kewajiban Penjual2.2 Kewajiban Pembeli

3. Risiko dalam Perjanjian Jual Beli 13

4. Saat Terjadinya Perjanjian Jual Beli 15

B. Syarat-syarat Sahnya Suatu Perjanjian dan Syarat Pengikatan Jual Beli melalui Internet18

C. Prinsip Jual Beli Secara Online 21

D. Proses Pengikatan Jual Beli Melalui Internet 23

E. Analisis Hukum 26

Bab 5. Kesimpulan 27

Daftar Pustaka 29

1

Page 2: Makalah Hukum Perdata Dagang

Kata Pengantar

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kasihNya,

sehingga saya bisa menyelesaikan tugas makalah yang berjudul, “Jual Beli Online Ditinjau

dari Hukum Perdata” dengan baik dan tanpa halangan.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Giofedi Rauf, S.H., M.H yang telah

membimbing saya selama satu semester ini. Tugas yang bapak berikan saat ini membuat saya

belajar mengenai pandangan hukum terhadap jual-beli secara online.

Makalah ini membahas mengenai pengertian jual beli, kewajiban dan hak dalam jual-

beli, syarat-syarat pengikatan jual beli melalui internet, serta analisis hukum terhadap jual-

beli secara online.

Saya berharap, makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca dan menjadi

referensi untuk menambah pengetahuan umum.

Saya mohon maaf bila terjadi kesalahan maupun kekurangan dalam tugas saya kali

ini.

Jakarta, 21 Januari 2013

Hormat saya,

Jeane Sofie

2

Page 3: Makalah Hukum Perdata Dagang

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Saat ini indonesia sedang memasuki era pembangunan nasional, dimana dalam masa

tersebut Indonesia  harus melakukan suatu proses yang berkelanjutan yang harus

senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakatnya. Kemudian

globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat

informasi dunia sehingga memungkinkan perkembangan dan kemajuan Teknologi

Informasi yang demikian pesat yang menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan

manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah memengaruhi lahirnya sistem

jual beli baru.  Indonesia menggunakan sistem baru dalam perdagangannya, yaitu jual beli

online, sehingga pembangunan Teknologi Informasi dapat dilakukan secara optimal,

merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan

bangsa.

Namun disadari bahwa penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi harus terus

dikembangkan untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan

nasional berdasarkan Peraturan Perundang‐undangan demi kepentingan nasional, sebab

pemanfaatan Teknologi Informasi berperan penting dalam perdagangan dan pertumbuhan

perekonomian nasional tersebut untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Akibat dari sistem baru yaitu jual beli online, terhadap hukum positif yang berlaku di

indonesia, yaitu hukum perdata barat, maka terdapat beberapa hal yang perlu dikaji dan

dibandingkan apakah pemanfaatan teknologi online dalam proses jual beli telah sesuai

dengan hukum yang berlaku di indonesia kini. Maka atas dasar itulah makalah ini

dibentuk, guna mengkaji apakah ketentuan-ketentuan  dalam jual beli online sesuai

dengan ketentuan hukum Indonesia.

3

Page 4: Makalah Hukum Perdata Dagang

1.2 Identifikasi Masalah

1. Apa pengertian hukum jual-beli dalam hukum perdata?

2. Bagaimana proses pengikatan jual-beli online?

3. Apa analisis hukum terhadap jual-beli online?

1.3 Tujuan Penulisan

Untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Pengantar Hukum Perdata dan Dagang, serta

untuk mengetahui jual beli dalam hukum perdata, serta pandangan hukum terhadap jual

beli online.

1.4 Manfaat Penulisan

Hasil penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak, menambah

wawasan bagi pembaca maupun penulisnya.

4

Page 5: Makalah Hukum Perdata Dagang

BAB 2

DASAR HUKUM

Pasal 1457 KUHPerdata yang menyatakan “jual-beli adalah suatu persetujuan yang

mengikat pihak penjual berjanji menyerahkan sesuatu barang/benda (zaak) dan pihak lain

yang bertindak sebagai pembeli mengikat diri berjanji untuk membayar harga”

Pasal 1427 KUHPerdata yang menyatakan “Jika pada saat penjualan, barang yang dijual

sama sekali telah musnah maka pembelian adalah batal”.

Pasal 1513 KUHPerdata yang menyatakan “Kewajiban utama si pembeli ialah membayar

harga pembelian, pada waktu dan tempat sebagaimana ditetapkan menurut persetujuan”.

Pasal 1460 KUHPerdata yang menyatakan “jika kebendaan yang dijual itu berupa suatu

barang yang sudah ditentukan, maka barang ini sejak saat pembelian adalah atas

tanggungan si pembeli, meskipun penyerahannya belum dilakukan dan si penjual berhak

menuntut harganya.”

5

Page 6: Makalah Hukum Perdata Dagang

BAB 3

CONTOH KASUS

Penipuan online memang marak terjadi belakangan ini. Seringkali seseorang yang

berkedok penjual online menjual barang dagangannya dengan harga miring.

Bulan April 2012, polisi telah membekuk 3 orang pelaku penipuan via internet. Tiga

orang tersebut yang tidak disebutkan namanya mengaku melakukan penipuan dengan

menjual kamera digital lewat situs duniacamera.blogspot.com. Sudah ada 13 laporan yang

menyatakan telah mengalami kerugian yang cukup besar karena situs tersebut. Bukan hanya

13 orang korban yang merasa tertipu, tapi masih ada banyak lagi, namun mereka tidak

melaporkan kejadian tersebut. Jumlah korban diperkirakan ratusan orang. Kerugian mereka

mencapai ratusan juta rupiah.

Para pelaku melakukan penipuan lewat internet dengan menampilkan gambar-gambar

kamera digital, yang disertai dengan harga yang murah. Harga yang sebenarnya mencapai

Rp. 16.000.000 tetapi oleh para tersangka dijual seharga Rp. 10.000.000. Mereka dengan

sengaja menurunkan harga dengan selisih yang sangat jauh, guna menarik perhatian pembeli.

Di situs tersebut tercantum nomor rekening dan nomor telepon yang dapat dihubungi. Seteleh

berusaha meyakinkan para korban, tersangka penipuan menjanjikan kamera digital akan

dikirimkan, asalkan korban mentransfer uang terlebih dahulu. Korban akhirnya mengirim

uang kepada tersangka, dan kamera tak kunjung dikirim oleh para tersangka.

6

Page 7: Makalah Hukum Perdata Dagang

BAB 4

PEMBAHASAN JUAL BELI DAN JUAL BELI ONLINE

A. Konsep Perjanjian

1. Pengertian Perjanjian Jual-Beli

Untuk mengetahui perjanjian jual-beli, ada baiknya dilihat Pasal 1457 KUHPerdata yang

menentukan “jual-beli adalah suatu persetujuan yang mengikat pihak penjual berjanji

menyerahkan sesuatu barang/benda (zaak) dan pihak lain yang bertindak sebagai pembeli

mengikat diri berjanji untuk membayar harga”.

Wirjono Prodjodikoro mengatakan :

“Jual-beli adalah suatu persetujuan dimana suatu pihak mengikat diri untuk wajib

menyerahkan suatu barang dan pihak lain wajib membayar harga, yang dimufakati mereka

berdua”. Selanjutnya Volmar sebagaimana dikutip oleh Suryodiningrat mengatakan bahwa :

“Jual-beli adalah pihak yang satu penjual mengikatkan dirinya kepada pihak lainnya pembeli

untuk memindah tangankan suatu benda dalam eigendom dengan memperoleh pembayaran

dari orang yang disebut terakhir, sejumlah tertentu, berwujud uang”.

Di dalam sistem obligator, apabila barang telah dijual tetapi belum ada penyerahan kepada

pembeli, tetapi barang yang dijual itu kemudian dijual kembali untuk yang kedua kalinya

oleh si penjual, dan diserahkan kepada pembeli kedua, maka barang tidak menjadi milik

pembeli kedua, tegasnya apabila A selaku penjual, menjualkan barangnya kepada si B, selaku

pembeli yang pertama, sebelum barang diserahkan kepada B, A menjualkannya kepada C,

selaku pembeli yang kedua, di dalam Sistem Obligator, perbuatan A, tidak dibenarkan, hal ini

seperti yang dimuat di dalam Putusan Mahkamah Agung tertanggal 19 Juni 1983, No. 101

K/Sip/63 di dalam perkara ini PT. Daining diputuskan oleh Mahkamah Agung telah

menyalahi janjinya untuk menjual sebuah pabrik kepada PT. Ichsani, dalam perkara ini

Mahkamah Agung tidak membenarkan Putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi,

bahwa dengan penyetoran uang harga pabrik tersebut oleh tergugat dalam kasasi (PT.

Ichsani) di suatu Bank atas rekening penjual, dengan sendirinya pabrik sudah menjadi milik

tergugat dalam kasasi, dan juga penyerahan kepada PT. Ichsani tidak mungkin dilaksanakan

7

Page 8: Makalah Hukum Perdata Dagang

karena pabrik tidak lagi barada di tengah PT. Daining, karena telah dikuasai oleh PN. Areal

Survey.

Sifat obligator ini sangat berlainan sekali dengan Code Civil Prancis, yang menyatakan

bahwa hak milik atas barang-barang yang dijual adalah sudah berpindah ke tangan pembeli

pada waktu persetujuan jual-beli diadakan. Di dalam Hukum Adat di Indonesia, perincian-

perincian pengertian obligator dan sifatnya sama sekali tidak diperlukan.

Menurut Hukum Adat Indonesia yang dinamakan jual-beli, bukanlah persetujuan belaka,

yang berada diantara kedua belah pihak, tetapi adalah suatu penyerahan barang oleh si

penjual kepada si pembeli dengan maksud memindahkan hak milik, atas barang itu dengan

syarat pembayaran harga tertentu, berupa uang oleh pembeli kepada penjual. Dengan

demikian dalam Hukum Adat setiap hubungan jual-beli tidak mengikat kepada asas atau

Sistem Obligator, atau sistem/asas yang lainnya. Wirjono Prodjodikoro mengemukakan

bahwa :

“Dalam Hukum Adat ada juga persetujuan antara kedua belah pihak yang berupa mufakat

tentang maksud untuk memindahkan hak milik dari tangan penjual ke tangan pembeli dan

pembayaran harga pembeli oleh pembeli kepada penjual, tetapi persetujuan itu hanya bersifat

pendahuluan untuk suatu perbuatan hukum tertentu yaitu berupa penyerahan tadi. Selama

penyerahan barang belum terjadi, maka belum ada jual-beli, dan pada hakekatnya belum ada

mengingat apa-apa bagi kedua belah pihak”. Tentang perjanjian jual-beli, dianggap sudah

berlangsung antara pihak penjual dan pembeli, apabila mereka telah menyetujui dan

bersepakat tentang keadaan benda dan harga barang tersebut, sekalipun barangnya belum

diserahkan dan harganya belum dibayarkan (pasal 1458 KUHPerdata). Jual-beli tidak lain

dari persesuaian kehendak antara penjual dan pembeli mengenai barang dan harga. Barang

dan hargalah yang menjadi essensial perjanjian jual-beli. Tanpa ada barang yang hendak

dijual, tidak mungkin terjadi jual-beli. Sebaliknya jika barang objek jual-beli tidak dibayar

dengan sesuatu harga, jual-beli dianggap tidak ada.

Cara dan terbentuknya perjanjian jual-beli, bisa terjadi secara openbar/terbuka, seperti yang

terjadi pada penjualan atas dasar Eksekutorial atau yang disebut excutoriale verkoop.

Penjualan Eksekutorial mesti dilakukan melalui lelang di muka umum oleh pejabat lelang.

Akan tetapi cara dan bentuk penjualan Eksekutorial yang bersifat umum ini, jarang sekali

terjadi. Penjualan demikian harus memerlukan keputusan pengadilan. Karena itu jual-beli

yang terjadi dalam lalu lintas kehidupan masyarakat sehari-hari, adalah jual-beli antara

tangan ke tangan, yakni jual-beli yang dilakukan antara penjual dan pembeli tanpa campur

tangan pihak resmi, dan tidak perlu di muka umum. Bentuk jual-belinyapun, terutama jika

8

Page 9: Makalah Hukum Perdata Dagang

objeknya barang-barang bergerak cukup dilakukan dengan lisan. Kecuali mengenai benda-

benda tertentu, terutama mengenai objek benda-benda tidak bergerak pada umumnya, selalu

memerlukan bentuk akta jual-beli. Tujuan akta ini hanya sekedar mempelajari jual-beli itu

dengan keperluan penyerahan yang kadang-kadang memerlukan penyerahan yuridis di

samping penyerahan nyata.

2. Hak dan Kewajiban Dalam Suatu Perjanjian Jual-Beli

Hal-hal yang berhubungan dengan perjanjian jual-beli pada dasarnya meliputi kewajiban

pihak penjual maupun pihak pembeli.

2.1 Kewajiban Penjual

Tentang kewajiban penjual ini, pengaturannya dimulai dari Pasal 1427 KUHPerdata

yaitu:

“Jika pada saat penjualan, barang yang dijual sama sekali telah musnah maka pembelian

adalah batal”.

Memang ketentuan penafsiran yang merugikan penjual ini seolah-olah dengan pembeli

ketentuan umum. Penjual yang dibebani kewajiban untuk menyerahkan barang ditinjau

dari segi ketentuan umum hukum perjanjian, adalah berkedudukan sebagai pihak debitur.

Akan tetapi, barangkali rasionya terletak pada hakekat jual-beli itu sendiri. Umumnya

pada jual-beli, pihak penjual selamanya yang mempunyai kedudukan lebih kuat

dibanding dengan kedudukan pembeli yang lebih lemah. Jadi penafsiran yang

membebankan kerugian pada penjual tentang pengertian persetujuan yang kurang jelas

atau yang mengandung pengertian kembar, tidak bertentangan dengan ketertiban umum

(openbare-orde).

Jika pasal 1472 KUHPerdata tidak menyebut apa-apa yang menjadi kewajiban pihak

penjual, kewajiban itu baru dapat dijumpai pada pasal berikutnya, yakni Pasal 1473

KUHPerdata pada pokoknya kewajiban penjual menurut pasal tersebut terdiri dari dua,

yakni :

1. Kewajiban penjual untuk menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli,

2. Kewajiban penjual memberi pertanggungan atau jaminan, bahwa barang yang baik

yang berupa tuntutan maupun pembedaan.

9

Page 10: Makalah Hukum Perdata Dagang

Penyerahan barang dalam jual-beli merupakan tindakan pemindahan barang yang dijual

ke dalam kekuasaan dan pemilikan pembeli. Kalau pada penyerahan barang tadi

diperlukan penyerahan yuridis disamping penyerahan nyata, agar pemilikan pembeli

menjadi sempurna, pembeli harus menyelesaikan penyerahan tersebut (pasal 1475

KUHPerdata). Misalnya penjualan rumah atau tanah. Penjual menyerahkan kepada

pembeli, baik secara nyata maupun secara yuridis, dengan jalan melakukan akte balik

nama (overschijving) dari nama penjual kepada nama pembeli, umumnya terdapat pada

penyerahan benda-benda tidak bergerak. Lain halnya dengan benda-benda bergerak.

Penyerahannya sudah cukup sempurna dengan penyerahan nyata saja (pasal 612

KUHPerdata). Mengenai ongkos penyerahan barang yang dijual, diatur dalam Pasal 1874

KUHPerdata yang berbunyi : “Biaya penyerahan dipikul oleh si penjual, sedangkan biaya

pengambilan dipikul oleh si pembeli jika tidak telah diperjanjikan sebelumnya” :

- Ongkos penyerahan barang ditanggung oleh penjual

- Biaya untuk datang mengambil barang dipikul oleh pembeli.

Namun demikian kedua belah pihak dapat mengatur lain, di luar ketentuan yang disebut

di atas. Karena Pasal 1476 KUHPerdata itu sendiri ada menegaskan, ketentuan

pembayaran ongkos penyerahan yang dimaksud Pasal 1476 KUHPerdata tadi berlaku,

sepanjang para pihak, penjual dan pembeli tidak memperjanjikan lain. Malah kalau dalam

praktek sering ditemukan, pembelilah yang menanggung ongkos penyerahan. Jika

demikian halnya, sedikit banyak harga penjual akan lebih tinggi dari pembeli yang

menanggung ongkos penyerahan. Jika para pihak tidak menentukan tempat penyerahan

dalam persetujuan jual-beli, maka penyerahan dilakukan di tempat terletak barang yang

dijual pada saat persetujuan jual-beli terlaksana. Ketentuan ini terutama jika barang yang

yang dijual terdiri dari benda tertentu (bepaalde zaak). Bagi jual-beli barang-barang di

luar barang-barang tertentu, penyerahan dilakukan menurut ketentuan Pasal 1393 ayat (2)

KUHPerdata, penyerahan dilakukan di tempat tinggal kreditur, dalam hal ini di tempat

pembeli dan penjual.

Adapun barang yang diserahkan harus dalam keadaan sebagaimana adanya pada saat

persetujuan dilakukan. Serta mulai saat terjadinya penjualan, segala hasil dan buah yang

timbul dari barang, menjadi kepunyaan pembeli (Pasal 1481 KUHPerdata). Berarti sejak

terjadinya persetujuan jual-beli, pembeli berhak atas segala hasil dan buah yang

dihasilkan barang sekalipun barang belum diserahkan kepada pembeli. Hal ini erat sekali

hubungannya yang dijual itu berupa suatu barang yang sudah ditentukan, maka barang ini

10

Page 11: Makalah Hukum Perdata Dagang

sejak saat pembeli adalah atas tanggung si pembeli, meskipun penyerahannya belum

dilakukan dan si penjual berhak menuntut harganya. Atas pembebanan risiko yang

demikian, tentu pantas untuk mensejajarkannya dengan kemungkinan keuntungan yang

akan diperoleh dari benda tersebut sejak persetujuan jual-beli diadakan, adalah pantas

menjadi hak pembeli sekalipun barangnya belum diserahkan. Karena itu, semua hasil atau

buah yang timbul sebelum saat penyerahan harus dipelihara dan diurus oleh penjual

sebagaimana layaknya seorang bapak yang berbudi baik.

2.2 Kewajiban Pembeli

Adapun kewajiban pembeli adalah :

Kewajiban membayar harga (Pasal 1513 KUHPerdata) yang berbunyi :

“Kewajiban utama si pembeli ialah membayar harga pembelian, pada waktu dan tempat

sebagaimana ditetapkan menurut persetujuan”.

Kewajiban membayar harga merupakan kewajiban yang paling utama bagi pihak

pembeli. Pembeli harus menyelesaikan pelunasan harga bersamaan dengan penyerahan

barang. Jual-beli tidak akan ada artinya tanpa pembayaran harga. Itulah sebabnya Pasal

1513 KUHPerdata sebagai pasal yang menentukan kewajiban pembeli dicantumkan

sebagai pasal pertama, yang mengatur kewajiban pembeli membayar harga barang yang

dibeli. Oleh karena itu, sangat beralasan sekali menganggap pembeli yang menolak

melakukan pembayaran, berarti telah melakukan “Perbuatan Melawan Hukum”

(onrechtmatig).

2.2.1 Tempat Pembayaran

Tempat dan saat pembayaran pada prinsipnya bersamaan dengan tempat dan saat

penyerahan barang. Inilah prinsip umum mengenai tempat dan saat pembayaran.

Tentu tempat dan saat pembayaran yang utama harus dilakukan di tempat dan saat

yang telah ditentukan dalam persetujuan. Jika tempat dan saat pembayaran tidak

ditentukan dalam perjanjian, barulah dipedomani prinsip umum di atas. Yakni

pembeli wajib malakukan pembayaran di tempat dan saat dilakukan penyerahan

barang.

Atas dasar aturan yang diuraikan, maka dapat dilihat :

11

Page 12: Makalah Hukum Perdata Dagang

a. Pembayaran barang generic harus dilakukan di tempat tinggal pembeli. Hal ini

sesuai dengan ketentuan, bahwa penyerahan atas barang generik dilakukan di tempat

tinggal/kediaman pembeli.

b. Pembayaran barang-barang tertentu dilakukan di tempat dimana barang tertentu

tadi terletak ataupun di tempat penjual. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1429

KUHPerdata, yang menentukan penyerahan atas barang-barang tertentu harus

dilakukan di tempat dimana barang tertentu terletak ataupun di tempat kediaman

penjualan.

Sesuatu hal yang barangkali dikejar oleh ketentuan Pasal 1514 KUHPerdata, yang

pembayaran harus dilakukan di tempat penyerahan barang, bertujuan agar

pembayaran dan penyerahan barang yang dibeli, terjadi bersamaan dalam waktu yang

sama, sehingga pembayaran dan penyerahan barang terjadi serentak pada tempat dan

saat yang sama.

2.2.2 Hak Menunda Pembayaran

Hak menangguhkan/menunda pembayaran terjadi sebagai akibat gangguan (stornis)

yang dialami oleh pembeli atas barang yang dibelinya.

Gangguan itu berupa gugatan/tuntutan berupa hak hipotik pihak ketiga yang masih

melekat pada barang. Bisa juga berupa gabungan hak reklame penjual semula oleh

karena harganya belum dilunasi. Gangguan itu sedemikian rupa sehingga pembeli

benar-benar terganggu menguasai dan memiliki barang tersebut. Hak menunda

pembayaran sengaja diberikan kepada pembeli, demi untuk melindungi kepentingan

pembeli atas kesewenangan penjual yang tidak bertanggung jawab atas jaminan

barang yang dijualnya terbebas dari gangguan dan pembebanan. Oleh karena itu hak

menangguhkan pembayaran akibat gangguan baru berakhir sampai ada kepastian

lenyapnya gangguan. Kalau yang mengalami gangguan hanya sebagian saja,

bagaimana penyelesaiannya. Peristiwa seperti ini tidak ada diatur dalam Pasal 1516

KUHPerdata. Sehingga untuk mencari penyelesaiannya atas kasus-kasus seperti itu,

paling tepat mempergunakan analogi aturan yang dirumuskan pada Pasal 1500

KUHPerdata yang berbunyi : “Jika yang harus diserahkan hanya sebagian dari

harganya, sedangkan bagian itu dalam hubungan dengan keseluruhannya adalah

12

Page 13: Makalah Hukum Perdata Dagang

sedemikian pentingnya hingga si pembeli seandainya bagian itu tidak ada, takkan

membeli barangnya maka ia dapat meminta pembatalan pembelinya”.

Dengan demikian, jika yang terganggu hanya sebahagian dari harganya, sedangkan

bagian itu dalam hubungan dengan keseluruhannya adalah sedemikian pentingnya

hingga si pembeli seandainya bagian itu tidak ada, takkan membeli barangnya maka

ia dapat meminta pembatalan pembelinya.

Dengan demikian, jika yang terganggu hanya sebahagian saja pembeli dapat memilih:

a. Menuntut pembatalan jual-beli,

b. Jual-beli jalan terus, dan menangguhkan pembayaran hanya untuk sejumlah harga

atau sebahagian yang terganggu saja.

Atas kebijaksanaan mempergunakan analogi Pasal 1500 KUHPerdata tersebut,

dengan sendirinya telah dapat diatasi permasalahan penanggulangan pembayaran atas

gangguan yang terjadi atas sebagian barang. Yakni jual-beli bisa dilanjutkan dengan

jalan menunda pembayaran hanya sekedar harga bahagian barang yang terganggu.

Selebihnya dapat dilunasi pembeli. Bagaimana halnya, jika pembeli tidak melunasi

pembayaran atau menangguhkan pembayaran tanpa alasan? Gangguan maupun cacat

tidak ada, namun pembeli tidak mau melakukan pembayaran. Menurut Pasal 1517

KUHPerdata, penjual dapat menuntut pembatalan jual-beli sesuai dengan ketentuan

Pasal 1267 KUHPerdata. Sebenarnya Pasal 1517 KUHPerdata ini sudah agak

berlebihan. Sudah cukup jelas dipergunakan alasan wanprestasi atas dasar moral

kredit. Sebab keingkaran melakukan pembayaran telah menetapkan pembelian dalam

keadaan lalai (mora). Sedangkan keadaan lalai itu sendiri adalah dasar hukum untuk

menempatkan seseorang dalam keadaan wanprestasi.

Apa yang diterangkan di atas, menyangkut pembatalan jual-beli atas barang-barang

tidak bergerak, jika pembeli enggan membayar harga barang. Kalau objek jual-

belinya terdiri dari barang-barang yang bergerak (barang-barang biasa, perabotan

rumah tangga dan sebagainya), jika dalam persetujuan telah ditetapkan jangka waktu

tertentu bagi si pembeli untuk mengambil barang dan waktu tersebut tidak ditepati

oleh si pembeli, jual-beli dengan sendirinya batal menurut hukum tanpa memerlukan

teguran lebih dulu dari pihak penjual atau disebut wanprestasi zonder rechtelijke

toessennkomst (Pasal 1518 KUHPerdata).

13

Page 14: Makalah Hukum Perdata Dagang

3. Risiko Dalam Perjanjian Jual-Beli Objek jual-beli terdiri dari barang tertentu (een zeker

en hepaalde-zaak)

3.1 Objek jual-beli terdiri dari barang tertentu

Jika objek jual-beli terdiri dari barang tertentu, risiko atas barang berada pada pihak

pembeli terhitung sejak saat terjadinya persetujuan pembelian. Sekalipun penyerahan

barang belum terjadi, penjual menuntut pembayaran harga seandainya barang tersebut

musnah.

Jual beli mengenai barang tertentu, sekejap setelah penjualan berlangsung, risiko

berpindah kepada pembeli. Seandainya barang yang hendak di levering lenyap,

pembeli tetap wajib membayar. Hanya saja ketentuan.

Sebenarnya adalah lebih memenuhi logika, bahwa dalam perjanjian timbal balik

seperti pada jual-beli apabila salah satu prestasi gugur, dengan sendirinya prestasi

yang lainpun harus gugur. Dengan demikian lebih masuk akal, jika barang yang dijual

musnah sebelum diserahkan pada pembeli, gugurlah kewajiban pembeli untuk

membayar harga.

Adalah lebih baik untuk menentukan risiko dalam jual-beli barang tersebut, tetap

berada pada pihak penjual selama barang belum diserahkan pada pembeli. Paling

tidak risiko kemusnahan barang tidak menyebabkan pembeli harus membayar harga.

Kurang baik rasanya jika pembeli dibebani membayar harga barang yang musnah.

Bagaimana dapat diterima akal, jika tetap ada kewajiban membayar sesuatu yang

telah musnah nilainya.

Sejak terjadinya perjanjian, barang yang hendak diserahkan menjadi keuntungan bagi

pihak kreditur. Jika debitur melakukan kealpaan, debitur harus menanggung kealpaan

tersebut, terhitung sejak debitur melakukan kealpaan tersebut.

Akan tetapi, jika barang yang menjadi objek jual-beli tadi benar-benar tidak dapat

diserahkan, bukan karena barangnya musnah. Misalnya, barangnya tidak dapat

diserahkan atas alasan impossibilitas objektif, umpamanya karena adanya larangan

pemerintah menjual barang tersebut atau karena barang itu dicabut oleh pemerintah.

Apakah dalam peristiwa-peristiwa seperti ini pembeli masih tetap diwajibkan

membayar harga? Kalau dalam hal-hal seperti inipun pembeli tetap wajib membayar

14

Page 15: Makalah Hukum Perdata Dagang

harga, benar-benarlah Pasal 1460 KUHPerdata merupakan ketentuan undang-undang

yang paling merugikan bagi pembeli barang tertentu.

3.2 Objek jual-beli terdiri dari barang yang dijual dengan timbangan bilangan

atau ukuran, risiko atas barang, tetap berada di pihak penjual, sampai pada saat

barang itu ditimbang, diukur atau dihitung (Pasal 1461 KUHPerdata)

Memperhatikan ketentuan Pasal 1461 KUHPerdata, risiko beli atas barang-barang

nyata tetap berada pada pihak penjual sampai saat barang-barang itu ditimbang,

diukur atau dihitung. Dengan syarat jika barang nyata tadi dijual tidak dengan

tumpukan. Apabila barangnya dijual dengan tumpukan/onggokan, barang menjadi

risiko beli, sekalipun belum dilakukan penimbangan, pengukuran atau perkiraan.

4. Saat Terjadinya Perjanjian Jual-Beli

Harga ini harus berupa uang, sebab kalau harga itu berupa suatu barang, maka tidak terjadi

jual-beli, melainkan yang terjadi tukar-menukar.

Sifat konsensual dari jual-beli tersebut dapat dilihat pada Pasal 1458 KUHPerdata, yang

mengatakan :

“Jual-beli sudah dianggap terjadi antara kedua belah pihak setelah mereka mencapai sepakat

tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum

dibayar”.

Jadi, dengan lahirnya kata sepakat, maka lahirlah perjanjian itu dan sekalian pada saat itu

menyebabkan timbulnya hak dan kewajiban, oleh karena itu maka perjanjian jual-beli

dikatakan juga sebagai perjanjian konsensuil dan sering juga disebut Perjanjian Obligatoir.

Kadang-kadang para pihak yang mengadakan perjanjian, setelah lahirnya hak dan kewajiban,

menganggap dirinya sudah mempunyai status yang lain, artinya sudah menganggap dirinya

sebagai pemilik atas barang yang diperjanjikan itu. Sebenarnya belum, pembeli dikatakan

menjadi pemilik atas barang semenjak diadakannya penyerahan atau sudah diadakan

penyerahan.

Mengenai penyerahan hak milik ini, perlu diperhatikan barang-barang yang harus diserahkan,

karena penyerahan barang tidak bergerak berbeda dengan penyerahan barang yang bergerak.

Kalau barang bergerak, penyerahannya cukup dilakukan penyerahan secara nyata saja, atau

penyerahan dari tangan ke tangan, atau penyerahan yang menyebabkan seketika si pembeli

menjadi pemilik barang.

15

Page 16: Makalah Hukum Perdata Dagang

Supaya penyerahan itu sah, menurut sistem kausal harus dipenuhi dua syarat, yakni :

1. Adanya alasan hal yang sah (titel)

2. Orang yang dapat berbuat bebas atas barang itu.

Titel adalah hubungan hukum yang mengakibatkan terjadinya penyerahan itu, misalnya, jual-

beli, pemberian hibah, tukar-menukar. Kalau perjanjian ini tidak sah, maka penyerahannya

tidak sah pula, atau dianggap tidak ada pemindahan hak milik.

Orang yang dapat berbuat bebas atas barang itu, yaitu orang yang berkewenangan penuh

untuk memindah-tangankan barang itu atau orang yang diberi kuasa oleh si pemiliknya. Ini

juga harus diperhatikan supaya penyerahannya itu sah.

Dengan demikian, agar prinsip perjanjian melalui internet tersebut dapat terlaksana dengan

baik, dapat diperhatikan pula ciri-ciri perjanjian melalui internet atau ciri kontrak dagang

elektronik, yaitu :

1. Cara berkomunikasi kedua belah pihak harus memperhatikan bahwa situasi untuk

memberikan informasi untuk hal yang tidak pantas (illegal).

2. Garansi dan vrijwaring

Bahwa di dalam perjanjian tersebut harus dinyatakan jaminan yang harus dibuat oleh

salah satu pihak (penjual) dan harus bebas dari unsur penjiplakan, memperhatikan hak

intelektual dan tidak melanggar ketentuan hukum yang ada.

3. Biaya

Para pihak dapat mengadakan kesepakatan bahwa kewajiban untuk mambayar ganti

rugi dilakukan dengan risk sharing (pembagian risiko).

4. Pembayaran

Mengenai harga dan cara pembayaran apakah pembayaran sekaligus, kredit ataupun

pembayaran berdasarkan jumlah tertentu dari tugas yang telah diselesaikan.

5. Kerahasiaan

Dalam hal ini perlu dibuat untuk mamastikan agar para pihak terikat untuk menjaga

kerahasiaan informasi yang terdapat dalam perjanjian.

Jadi kalau perjanjiannya tidak sah, seperti yang dilakukan oleh anak yang belum dewasa atau

tidak ada kata sepakat, menyebabkan alasan haknya tidak sah, maka penyerahannya tidak

sah, juga bila dilakukan oleh orang yang tidak berhak maka penyerahannyapun tidak sah.

16

Page 17: Makalah Hukum Perdata Dagang

Tetapi meskipun orang yang diberi kuasa oleh pemiliknya, maka penyerahannya itu adalah

sah, ini sebagai pengecualian.

Mengenai hal pengecualian ini yang dibenarkannya hanya bila penyerahannya mengandung

unsur dagang dan unsur itikad baik, maksudnya bila dalam perjanjian jual-beli (ini unsur

perdagangan), terdapat pula unsur itikad baiknya, artinya orang yang membeli itu tidak

mengerti, bahwa yang menjualnya itu bukan pemiliknya. Dengan demikian penyerahan itu

tetap sah sekalipun dilakukan oleh orang yang bukan pemiliknya, asalkan memenuhi kedua

unsur tersebut.

17

Page 18: Makalah Hukum Perdata Dagang

B. Syarat-syarat Sahnya Suatu Perjanjian dan Syarat Pengikatan Jual-Beli melalui

Internet

Berdasarkan ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan

syarat-syarat sebagai berikut:

1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya;

Maksudnya bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju atau

seia sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa yang

menjadi kehendak pihak yang satu, juga dikehendaki oleh yang lain. Mereka yang

menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. Suatu kesepakatan kehendak terhadap

suatu perjanjian dimulai dari adanya unsur penawaran oleh salah satu pihak dan diikuti

dengan penawaran dari pihak lainnya.

Pada Pasal 1321 KUHPerdata ditegaskan :

“Tiada kesepakatan yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau

diperolehnya dengan paksaan atau penipuan”.

Perihal unsur paksaan pada pasal tersebut dimaksud adalah suatu perbuatan yang menakutkan

seseorang yang berpikiran sehat, dimana terhadap orang yang terkena paksaan tadi timbul

rasa takut, baik terhadap dirinya sendiri maupun harta, hendaknya dari suatu kerugian yang

terang dan nyata (Pasal 1324 KUHPerdata).

Penipuan yang dimaksud adalah suatu tipu muslihat yang dipakai oleh salah satu pihak,

sehingga menyebabkan pihak lain dalam perjanjian tersebut menandatangani perjanjian yang

bersangkutan, dan jika seandainya tidak ada unsur penipuan ini (dalam keadaan normal)

maka pihak tidak akan bersedia menandatangani perjanjian (Pasal 1328 KUHPerdata).

Sedangkan unsur kesilapan dalam membuat perjanjian, ketika manakala perjanjian tersebut

seseorang dipengaruhi oleh pandangan atau kesan yang ternyata tidak benar.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

Maksudnya hal ini mempunyai arti bahwa orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap

menurut hukum. Pada dasarnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah

cakap menurut hukum. Ketentuan mengenai kecakapan seseorang diatur dalam Pasal 1329

sampai dengan Pasal 1331 KUHPerdata. Tentu saja bila dipandang dari sudut rasa keadilan,

perlulah bahwa orang yang membuat suatu perjanjian pada akhirnya akan terikat oleh

perjanjian itu, mempunyai cukup kemampuan untuk menyadari benar-benar tanggung jawab

18

Page 19: Makalah Hukum Perdata Dagang

yang akan dipikul dengan perbuatan itu. Orang yang tidak sehat pikirannya tentu tidak

mampu menerima tanggung jawab yang dipikul oleh seorang yang mengadakan suatu

perjanjian. Orang yang ditaruh di bawah pengampuan, menurut hukum tidak dapat berbuat

bebas dengan harta kekayaannya. Seseorang yang berada di bawah pengampuan,

kedudukannya sama dengan seorang anak yang belum dewasa. Kalau seorang yang belum

dewasa, harus diwakili oleh orang tua atau walinya, maka seorang dewasa yang telah ditaruh

di bawah pengampuan harus diwakili oleh pengampu atau kuratornya.

3. Suatu hal tertentu;

Maksudnya sebagai syarat ketiga untuk sahnya suatu perjanjian. Suatu hal tertentu ini

mengacu kepada apa (objek) yang diperjanjikan dalam perjanjian tersebut. Barang atau objek

tersebut paling sedikit harus ditentukan jenisnya, bahwa barang tersebut sudah ada atau sudah

berada di tangan si berutang pada saat perjanjian dibuat, tidak diharuskan oleh undang-

undang.

4. Suatu sebab yang halal;

Maksudnya perlu untuk dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan sebab disini tiada lain

adalah isi dari perjanjian itu sendiri. Yang dimaksudkan dengan sebab atau causa dari suatu

perjanjian jual-beli isinya adalah pihak yang satu menghendaki uang dan pihak yang lain

menginginkan hak milik atas barang tersebut. Sebab tersebut merupakan sebab yang halal

yang mempunyai arti bahwa isi dari perjanjian tersebut tidak menyimpang dari ketentuan-

ketentuan perundang-undangan yang berlaku disamping tidak menyimpang dari norma-

norma ketertiban dan kesusilaan.

Keempat syarat ini merupakan syarat pokok bagi setiap perjanjian. Artinya, setiap perjanjian

harus memenuhi keempat syarat ini bila ingin menjadi perjanjian yang sah. Semuanya

merupakan syarat pokok bagi setiap perjanjian, dan selain itu terdapat juga syarat tambahan

bagi perjanjian tertentu saja, misalnya perjanjian perdamaian yang harus dibuat secara

tertulis. Keempat syarat ini dapat dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu :

a. Syarat Subjektif, yaitu kelompok syarat-syarat yang berhubungan dengan subjek

perjanjian yang terdiri dari kesepakatan dan kecakapan. Apabila syarat subjektif ini

tidak dipenuhi, salah satunya apakah itu kesepakatan para pihak atau kecakapan untuk

membuat suatu perjanjian, maka perjanjian itu dapat dibatalkan, dengan kata lain

perjanjian ini sah atau mengikat selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan

19

Page 20: Makalah Hukum Perdata Dagang

pihak yang berhak meminta pembatalan itu. Sesuai dengan bunyi Pasal 1446

KUHPerdata dimana dinyatakan bahwa :

“Semua perikatan yang dibuat oleh orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan

adalah batal, adalah demi hukum dan atas penuntutan yang dimajukan oleh atau dari

pihak mereka. Harus dinyatakan batal, semata-mata atas dasar kebelumdewasaan atau

pengampuannya. Pembatalan ini langsung melumpuhkan perbuatan hukumnya,

akibatnya ialah bahwa bagi hukum, perbuatan tidak pernah dilakukan”.

b. Syarat objektif, kelompok syarat yang berhubungan dengan objeknya, yang terdiri

dari satu hal yang tertentu dan suatu sebab hal. Apabila syarat objektif tidak dipenuhi,

maka perjanjian itu dapat diminta pembatalannya maka perjanjian itu tetap beralih.

Tentang perjanjian yang isinya tidak halal, maka perjanjian yang demikian tidak boleh

dilaksanakan, karena melanggar hukum dan kesusilaan.

Para ahli hukum Indonesia, umumya berpendapat bahwa dalam syarat objektif tidak

dipenuhi, maka perjanjian itu bukan batal demi hukum. Sedangkan dalam hal syarat objektif

tidak dipenuhi, maka perjanjian itu bukan batal demi hukum, melainkan dapat diminta

pembatalannya. Alasan pembedaan antara perjanjian yang dapat diminta pembatalan dan

perjanjian yang batal demi hukum menurut Prof. Subekti ialah :

“Tentang perjanjian yang tidak mengandung sesuatu hal tertentu dapat dikatakan bahwa

perjanjian yang demikian tidak dapat dilaksanakan karena tidak terang apa yang diperjanjikan

oleh masing-masing pihak. Keadaan tersebut dapat seketika dilihat oleh Hakim”.

20

Page 21: Makalah Hukum Perdata Dagang

C. Prinsip Jual-Beli Secara Online

Saat terjadinya transaksi dalam perjanjian secara online ini, terdapat beberapa teori

diantaranya:

a. Teori Kehendak

Dikaitkan dengan teori ini maka terjadinya kontrak adalah ketika pihak penerima menyatakan

penerimaannya dengan menulis e-mail.

b. Teori Pengiriman

Menurut teori ini terjadinya kontrak adalah pada saat penerima mengirim email.

c. Teori Pengetahuan

Menurut teori ini terjadinya kontrak adalah sejak diketahuinya e-mail dari penerima oleh

penawar.

d. Teori Kepercayaan

Menurut teori ini kontrak terjadi pada saat pernyataan penerimaan tersebut selayaknya telah

diterima oleh penawar.

Agar prinsip perjanjian melalui internet dapat terlaksana dengan baik, dapat diperhatikan pula

syarat pengikatan jual-beli melalui internet, yaitu :

a. Cara komunikasi

Kedua belah pihak harus memperhatikan bahwa situasi untuk memberikan informasi untuk

hal yang tidak pantas (illegal).

b. Garansi

Bahwa di dalam perjanjian tersebut harus dinyatakan jaminan yang harus dibuat oleh salah

satu pihak (penjual) dan harus bebas dari unsur penjiplakan, memperhatikan hak intelektual

dan tidak melanggar ketentuan hukum yang ada.

21

Page 22: Makalah Hukum Perdata Dagang

c. Biaya

Para pihak dapat mengadakan kesepakatan bahwa kewajiban untuk menggantikan kerugian

dilakukan dengan rishk sharing (pembagian risiko).

d. Pembayaran

Mengenai harga dan cara pembayaran, apakah pembayaran sekaligus, kredit ataupun

pembayaran berdasarkan jumlah uang yang telah diselesaikan.

e. Kerahasiaan

Dalam hal ini perlu dibuat untuk memastikan para pihak terikat untuk menjaga kerahasiaan

informasi yang terdapat dalam perjanjian, kecuali diwajibkan oleh peraturan Perundang-

undangan yang berlaku, tidak ada satu pihak pun dalam perjanjian ini yang dibenarkan untuk

membeberkan isi dari perjanjian ini dan atau memanfaatkan data-data yang digunakan dalam

pelaksanaan perjanjian ini baik yang bersifat teknis, maupun komersial dalam bentuk apapun.

22

Page 23: Makalah Hukum Perdata Dagang

D. Proses Pengikatan Jual-Beli melalui Internet

Dalam praktek jual beli secara online, terdapat beberapa tindakan yang berbeda dengan jual

beli yang dilakukan secara tidak online. Tindakan-tindakan tersebut antara lain :

1. Antara penjual dan pembeli tidak melakukan tatap muka (secara langsung)

2. Kesepakatan dicapai secara tertulis dalam media elektronik

3. Dalam transaksi online, tanggung jawab (kewajiban) atau perjanjian dibagi kepada

para pihak yang terlibat dalam jual beli tersebut

4. Sedikitnya ada empat pihak yang terlibat di dalam transaksi online. Pihak tersebut

antara lain perusahaan penyedia barang (penjual), pembeli, perusahaan penyedia jasa

pengiriman, dan jasa pembayaran

5. Dalam transaksi online terdapat bagian-bagian tanggung jawab pekerjaan yaitu untuk

penawaran, pembayaran, pengiriman. Pada proses penawaran dan proses persetujuan

jenis barang yang dibeli, maka transaksi antara penjual dan pembeli selesai. Penjual

menerima persetujuan jenis barang yang dipilih dan pembeli menerima konfirmasi

bahwa pesanan atau pilihan barang telah diketahui oleh penjual

6. Terdapat perjanjian-perjanjian khusus yang disepakati keduanya, diantara nya:

1. Barang dikirim setelah pembayaran dilunasi seluruhnya di muka

2. Barang yang telah diterima pembeli sepenuhnya menjadi tanggung jawab

pembeli dan lepas dari tanggung jawab penjual

3. Apabila terdapat cacad-cacad pada barang yang telah diterima, sepenuhnya

menjadi tanggung jawab pembeli

4. Apabila setelah jangka waktu tertentu pembayaran tidak dilakukan,

kesepakatan batal dan barang dialihkan pada pembeli lain

Pada dasarnya proses transaksi jual beli secara elektronik tidak jauh berbeda dengan proses

transaksi jual beli biasa di dunia nyata. Proses pengikatan transaksi jual beli secara elektronik

ini dilakukan dalam beberapa tahap, sebagai berikut :

1. Penawaran, yang dilakukan oleh penjual atau pelaku usaha melalui website pada internet.

Penjual atau pelaku usaha menyediakan storefront yang berisi katalog produk dan pelayanan

yang akan diberikan. Masyarakat yang memasuki website pelaku usaha tersebut dapat

melihat-lihat barang yang ditawarkan oleh penjual. Salah satu keuntungan transaksi jual beli

23

Page 24: Makalah Hukum Perdata Dagang

melalui di toko online ini adalah bahwa pembeli dapat berbelanja kapan saja dan dimana saja

tanpa dibatasi ruang dan waktu.

Penawaran dalam sebuah website biasanya menampilkan barang-barang yang ditawarkan,

harga, nilai rating atau poll otomatis tentang barang yang diisi oleh pembeli sebelumnya,

spesifikasi barang termaksud dan menu produk lain yang berhubungan. Penawaran melalui

internet terjadi apabila pihak lain yang menggunakan media internet memasuki situs milik

penjual atau pelaku usaha yang melakukan penawaran, oleh karena itu, apabila seseorang

tidak menggunakan media internet dan memasuki situs milik pelaku usaha yang menawarkan

sebuah produk, maka tidak dapat dikatakan ada penawaran. Dengan demikian penawaran

melalui media internet hanya dapat terjadi apabila seseorang membuka situs yang

menampilkan sebuah tawaran melalui internet tersebut.

2. Penerimaan, dapat dilakukan tergantung penawaran yang terjadi. Apabila penawaran

dilakukan melalui e-mail address, maka penerimaan dilakukan melalui e-mail, karena

penawaran hanya ditujukan pada sebuah e-mail yang dituju sehingga hanya pemegang e-mail

tersebut yang dituju. Penawaran melalui website ditujukan untuk seluruh masyarakat yang

membuka website tersebut, karena siapa saja dapat masuk ke dalam website yang berisikan

penawaran atas suatu barang yang ditawarkan oleh penjual atau pelaku usaha. Setiap orang

yang berminat untuk membeli barang yang ditawarkan itu, dapat membuat kesepakatan

dengan penjual atau pelaku usaha yang menawarkan barang tersebut. Pada transaksi jual-beli

secara elektronik, khususnya melalui website, biasanya calon pembeli akan memilih barang

tertentu yang ditawarkan oleh penjual atau pelaku usaha, dan jika calon pembeli atau

konsumen itu tertarik untuk membeli salah satu barang yang ditawarkan, maka barang itu

akan disimpan terlebih dahulu sampai calon pembeli merasa yakin akan pilihannya,

selanjutnya pembeli/konsumen akan memasuki tahap pembayaran.

3. Pembayaran, dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung, misalnya

melalui fasilitas internet, namun tetap bertumpu pada keuangan nasional, yang mengacu pada

sistem keuangan lokal. Klasifikasi cara pembayaran dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Transaksi model ATM, sebagai transaksi yang hanya melibatkan institusi finansial

dan pemegang account yang akan melakukan pengambilan atau mendeposit uangnya

dari account masing-masing;

b. Pembayaran dua pihak tanpa perantara, yang dapat dilakukan langsung antara

kedua pihak tanpa perantara dengan menggunakan uang nasionalnya.

24

Page 25: Makalah Hukum Perdata Dagang

c. Pembayaran dengan perantaraan pihak ketiga, umunya merupakan proses

pembayaran yang menyangkut debet, kredit ataupun cek masuk. Metode pembayaran

yang dapat digunakan antara lain: sistem pembayaran melalui kartu kredit online serta

sistem pembayaran checkin line.

Apabila kedudukan penjual dengan pembeli berbeda, maka pembayaran dapat dilakukan

melalui cara account to account atau pengalihan dari rekening pembeli kepada rekening

penjual. Berdasarkan kemajuan teknologi, pembayaran dapat dilakukan melalui kartu kredit

dengan cara memasukkan nomor kartu kredit pada formulir yang disediakan oleh penjual

dalam penawarannya. Pembayaran dalam transaksi jual-beli secara elektronik ini sulit untuk

dilakukan secara langsung karena adanya perbedaan lokasi antara penjual dengan pembeli

walaupun dimungkinkan untuk dilakukan.

4. Pengiriman, merupakan suatu proses yang dilakukan setelah pembayaran atas barang

yang ditawarkan oleh penjual kepada pembeli, dalam hal ini pembeli berhak atas penerimaan

barang termaksud. Pada kenyataannya, barang yang dijadikan objek perjanjian dikirimkan

oleh penjual kepada pembeli dengan biaya pengiriman sebagaimana telah diperjanjikan

antara penjual dan pembeli.

Berdasarkan proses transaksi jual-beli secara elektronik yang telah diuraikan di atas,

menggambarkan bahwa ternyata jual-beli tidak hanya dapat dilakukan secara konvensional,

dimana antara penjual dengan pembeli saling bertemu secara langsung, namun dapat juga

hanya melalui media internet, sehingga orang yang saling berjauhan atau berada pada lokasi

yang berbeda tetap dapat melakukan transaksi jual beli tanpa harus bersusah payah untuk

saling bertemu secara langsung, sehingga meningkatkan efektifitas dan efisiensi waktu serta

biaya baik bagi pihak penjual maupun pembeli.

Maksud dari jual beli adalah kata sepakat. Pasal 1313 KUHPerdata menyebutkan “suatu

persetujuan adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap

satu orang atau lebih.” Bila pembeli melakukan persetujuan/kata sepakat dengan penjual

maka terjadilah jual beli tersebut.

25

Page 26: Makalah Hukum Perdata Dagang

E. Analisis Hukum

1. Berdasarkan Jual beli menurut pasal 1457 KUHPer adalah suatu perjanjian, dengan

mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan

pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan, sehingga tidak ada

pembatasan mengenai sarana apakah kesepakatan terjadi secara tatap muka langsung

maupun tidak langsung, sehingga kesepakatan online ini sah selama syarat-syarat jual

beli dipenuhi yaitu kesepakatan harga dan barang.

2. Berdasarkan pasal 612, 613, dan 616 KUHPer, penjual dapat menyerahkan barang

dengan cara-cara tersebut. Untuk menunjang penyerahan barang tersebut, penjual

dapat melibatkan pihak-pihak lain, yaitu perusahaan penyedia jasa pengiriman, dan

jasa pembayaran, sehingga jual beli secara online ini memenuhi syarat penyerahan

hak milih berdasarkan KUHPer.

3. Dalam kewajibannya, penjual memiliki kewajiban menanggung kenikmatan tenteran

dan menanggung terhadap cacad-cacad tersembunyi. Namun dijelaskan pula bahwa

penjual dan pembeli dapat melakukan perjanjian bahwa si penjual tidak akan

diwajibkan menanggung sesuatu apapun. Berdasarkan hal ini, maka penjualan online

yang memiliki perjanjian khusus seperti ini diperbolehkan, selama pembatasannya

(seperti yang diungkapkan pada bab I) terpenuhi.

4. Dalam kewajibannya, pembeli memiliki kewajiban untuk memabayar,sehingga

apabila dalam kurun waktu tertentu (apabila telah diperjanjikan sebelumnya) pembeli

tidak membayar, maka perjanjian dapat dibatalkan akibat pembeli melakukan

wanprestasi tersebut dan penjual berhak mengalihkan dagangannya kepada pembeli

lain.

5. Mengenai resiko sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 1460, 1461, 1462

KUHPer, maka selama barang belum dikirim maka resiko ditanggung penjual, namun

setelah barang deliver maka resiko ditanggung pembeli.

6. Hak reklame, sebagaimana diterangkan bahwa penjual dapat menuntut kembali

barang itu sebagai miliknya dari tangan pembeli, sehingga hak reklame inipun berlaku

dalam jual beli online.

7. Dikarenakan jual beli online menggunakan sarana media elektronik, maka seluruh

ketentuan dalam UU ITE No.11 th.2008,berlaku.

26

Page 27: Makalah Hukum Perdata Dagang

BAB 5

KESIMPULAN

1. Adapun pengertian jual-beli secara online terdapat dalam Pasal 1457 KUHPerdata

yang menentukan “jual-beli adalah suatu persetujuan yang mengikat pihak penjual

berjanji menyerahkan sesuatu barang/benda (zaak) dan pihak lain yang bertindak

sebagai pembeli mengikat diri berjanji untuk membayar harga”.

2. Proses pengikatan jual-beli online adalah sebagai berikut:

a. Penawaran; barang dagangan ditawarkan oleh penjual kepada pembeli

b. Penerimaan; Setiap orang yang berminat untuk membeli barang yang ditawarkan

itu, dapat membuat kesepakatan dengan penjual atau pelaku usaha yang

menawarkan barang tersebut

c. Pembayaran; dapat dilakukan melalui transaksi model ATM, pembayaran dua

pihak tanpa perantara, dan pembayaran dengan perantaraan pihak ketiga.

d. Pengiriman; barang tersebut kemudian dikirim kepada pembeli.

3. Analisis hukum terhadap jual beli online adalah sebagai berikut :

a. Berdasarkan Jual beli menurut pasal 1457 KUHPer adalah suatu perjanjian,

dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu

kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan, sehingga

tidak ada pembatasan mengenai sarana apakah kesepakatan terjadi secara tatap

muka langsung maupun tidak langsung, sehingga kesepakatan online ini sah

selama syarat-syarat jual beli dipenuhi yaitu kesepakatan harga dan barang.

b. Berdasarkan pasal 612, 613, dan 616 KUHPer, penjual dapat menyerahkan barang

dengan cara-cara tersebut. Untuk menunjang penyerahan barang tersebut, penjual

dapat melibatkan pihak-pihak lain, yaitu perusahaan penyedia jasa pengiriman,

dan jasa pembayaran, sehingga jual beli secara online ini memenuhi syarat

penyerahan hak milih berdasarkan KUHPer.

c. Dalam kewajibannya, penjual memiliki kewajiban menanggung kenikmatan

tenteran dan menanggung terhadap cacad-cacad tersembunyi. Namun dijelaskan

pula bahwa penjual dan pembeli dapat melakukan perjanjian bahwa si penjual

tidak akan diwajibkan menanggung sesuatu apapun. Berdasarkan hal ini, maka

penjualan online yang memiliki perjanjian khusus seperti ini diperbolehkan,

selama pembatasannya (seperti yang diungkapkan pada bab I) terpenuhi.

27

Page 28: Makalah Hukum Perdata Dagang

d. Dalam kewajibannya, pembeli memiliki kewajiban untuk memabayar,sehingga

apabila dalam kurun waktu tertentu (apabila telah diperjanjikan sebelumnya)

pembeli tidak membayar, maka perjanjian dapat dibatalkan akibat pembeli

melakukan wanprestasi tersebut dan penjual berhak mengalihkan dagangannya

kepada pembeli lain.

e. Mengenai resiko sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 1460, 1461, 1462

KUHPer, maka selama barang belum dikirim maka resiko ditanggung penjual,

namun setelah barang deliver maka resiko ditanggung pembeli.

f. Hak reklame, sebagaimana diterangkan bahwa penjual dapat menuntut kembali

barang itu sebagai miliknya dari tangan pembeli, sehingga hak reklame inipun

berlaku dalam jual beli online.

g. Dikarenakan jual beli online menggunakan sarana media elektronik, maka seluruh

ketentuan dalam UU ITE No.11 th.2008,berlaku.

28

Page 29: Makalah Hukum Perdata Dagang

DAFTAR PUSTAKA

Andreas, Billy, 2012, “Penipu jual beli secara online ditangkap oleh polisi”, http://gunadarmabillyandreas.blogspot.com/2012/04/penipu-jual-beli-secara-online.html

“____”, 2012, “Cari Tahu tentang Hukum Jual Beli Online” http://kerockan.blogspot.com/2012/05/cari-tahu-tentang-hukum-jual-beli.html

Komalasari, Heliana, 2010, “Jual Beli dalam Hukum Perdata”,http://helianakomalasari.wordpress.com/2010/07/

Simatupang, Chandra, 2011, “Perjanjian Jual Beli Melalui Internet Ditinjau dari Aspek Hukum Perjanjian Perdata”, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26565/3/Chapter%20II.pdf

29

Page 30: Makalah Hukum Perdata Dagang

JUAL BELI ONLINE DITINJAU DARI HUKUM

PERDATA

MAKALAH

Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir

Mata Kuliah Pengantar Hukum Perdata dan Dagang

O

L

E

H

JEANE SOFIE

1601233465

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

JAKARTA

2013

30

Page 31: Makalah Hukum Perdata Dagang

31