Makalah Hukum Dagang

27
TAR Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas bimbingan, rahmat serta kasihNya, makalah ini dapat saya selesaikan. Walaupun banyak kendala yang saya dapat selama penyusunan makalah ini baik berupa sumber/referensi buku dan waktu tetapi karena deadline yang mengejar, saya dengan tekun dan sabar untuk menyelesaikannya. Saya menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna seperti peribahasa tiada gading yang tak retak, karena itu dengan hati yang terbuka, saya mengharapkan saran dan masukan demi penyempurnaan penyusunan makalah saya yang lain di kemudian hari. Kiranya Tuhan Yang Maha Kasih memberikan limpahan berkat dan rahmatNya sebagai balasan bagi kita semua. Purwokerto, 9 April 2015

description

hukum dagang

Transcript of Makalah Hukum Dagang

Page 1: Makalah Hukum Dagang

TAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

bimbingan, rahmat serta kasihNya, makalah ini dapat saya selesaikan. Walaupun

banyak kendala yang saya dapat selama penyusunan makalah ini baik berupa

sumber/referensi buku dan waktu tetapi karena deadline yang mengejar, saya dengan

tekun dan sabar untuk menyelesaikannya.

Saya menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna seperti peribahasa tiada

gading yang tak retak, karena itu dengan hati yang terbuka, saya mengharapkan saran

dan masukan demi penyempurnaan penyusunan makalah saya yang lain di kemudian

hari.

Kiranya Tuhan Yang Maha Kasih memberikan limpahan berkat dan rahmatNya

sebagai balasan bagi kita semua.

Purwokerto, 9 April 2015

Penyusun

Page 2: Makalah Hukum Dagang

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................... i

KATA PENGANTAR ......................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ................................................. iv

1.2 Rumusan Masalah ........................................................... v

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pailit dan Kepailitan ...................................................... 1

2.2 Pengaturan Kepailitan ................................................... 4

2.3 Pranata Kepailitan dalam Proses Kepailitan .................. 10

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN............................................................... 13

3.2 DAFTAR PUSTAKA ................................................... 14

ii

Page 3: Makalah Hukum Dagang

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Setiap subjek hukum baik orang maupun badan hukum pernah melakukan

utang. Perbuatan hukum yang dilakukan antar orang yaitu pinjam-meminjam biasa

dilakukan masyarakat pada umumnya. Debitur sebagai peminjam, kadang kala

memiliki lebih dari satu kreditur. Begitu pun dengan perbuatan hukum, pinjam-

meminjam yang dilakukan oleh badan hukum, biasanya perusahaan. Untuk

keberlangsungan usaha sebuah perusahaan, perusahaan melakukan peminjaman

modal ke beberapa pihak (kreditur), misalnya melakukan peminjaman ke Bank.

Peminjaman itu didasari oleh perjanjian yaitu waktu untuk mengembalikan pinjaman.

Perusahaan dan juga orang sebagai debitur jika tidak mampu/tidak mau

mengembalikan utang kepada kreditur sesuai waktu yang telah ditentukan, maka

kreditur dapat membawa masalah utang tersebut ke Pengadilan. Jika ternyata debitur

tersebut dalam pemeriksaan tidak mampu membayar utangnya maka hakim dapat

membuat putusan pailit, dan harta-harta debitur berada dalam pengawasan kurator.

Kurator mengurus dan membereskan harta pailit debitur untuk dapat dibayarkan

kepada kreditur.

iii

Page 4: Makalah Hukum Dagang

RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah Kepailitan itu dalam Hukum Dagang ?

2. Apakah sajakah yang diatur dalam Kepailitan ?

3. Bagaimana proses dalam Kepailitan ?

iv

Page 5: Makalah Hukum Dagang

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pailit dan Kepailitan

Persekutuan dagang, baik perseorangan, badan usaha dengan status non badan

hukum maupun badan hukum maupun badan usaha dengan status badan hukum dapat

mengalami kebangkrutan. Kebangkrutan secara terminologi hukum sering disebut

sebagai pailit, sedangkan proses pemberesan terhadap harta pailit disebut juga sebagai

kepailitan.

Pailit ialah kondisi orang yang tidak mampu atau tidak mau membayar utang

oleh kreditur atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.

Ketidakmampuan membayar utang tersebut harus disertai dengan suatu tindakan

nyata untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitur sendiri,

maupun atas permintaan pihak ketiga (di luar debitur), suatu permohonan pernyataan

pailit ke pengadilan. Maksud dari pengajuan permohonan tersebut adalah sebagai

suatu bentuk pemenuhan asas “publisitas” dari keadaan tidak mampu membayar dari

seorang debitur. Tanpa adanya permohonan tersebut ke Pengadilan, maka pihak

ketiga yang berkepentingan tidak akan pernah tahu keadaan tidak mampu membayar

dari debitur. Keadaan ini akan diperkuat dengan adanya suatu putusan pernyataan

1

Page 6: Makalah Hukum Dagang

pailit oleh hakim pengadilan, baik itu yang merupakan putusan yang mengabulkan

ataupun menolak permohonan kepailitan yang diajukan.1

Pasal 2 ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU memiliki

arti bahwa kreditur yang tidak dibayar utangnya, secara sah dapat memohonkan pailit

debitur, tanpa memepertimbangkan seberapa besar jumlah piutang kreditur.

Permohonan pailit akan akan diputus oleh hakim Pengadilan Niaga berdasarkan fakta

atau keadaan yang terbukti secara sederhana memenuhi persyaratan pada Pasal 2 ayat

1 UU No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. 2

Syarat-syarat agar seorang debitur dapat dinyatakan pailit melalui putusan

pengadilan adalah3:

1. Terdapat minimal 2 orang kreditur;

2. Debitur tidak membayar lunas sedikitnya satu utang;

3. Debitur memiliki utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.

Beberapa materi baru yang termuat dalam UU No. 37 Tahun 2004 antara lain

pertama, pengertian utang yang diberikan batasan secara tegas. Begitu pula

pengertian jatuh waktu/tempo. Kedua, mengenai syarat-syarat dan prosedur

pernyataan pailit dan permohonan kewajiban pembayaran utang termasuk di

dalamnya pemberian jangka waktu secara pasti bagi pengambilan putusan pernyataan

pailit dan/atau penundaan kewajiban pembayaran utang.

1 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis KEPAILITAN, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 11-12.

2 Fennieka Kristianto, Kewenangan Menggugat Pailit Dalam Perjanjian Kredit Sindikasi, Minerva Athena Pressindo, Jakarta, 2009, hlm. 82.

3 Man S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, PT Alumni, Bandung, 2006, hlm. 89.

2

Page 7: Makalah Hukum Dagang

Kepailitan merupakan suatu proses untuk mengatasi pihak debitur yang

mengalami kesulitan keuangan dalam membayar utangnya setelah dinyatakan pailit

oleh pengadilan, karena debitur tidak dapat membayar utangnya, sehingga harta

kekayaan yang dimiliki debitur akan dibagikan kepada kreditur sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.4Kepailitan merupakan putusan

pengadilan.5

Berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) mengartikan

kepailitan sebagai sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan

pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas

sebagaimana diatur dalam undang-undang.

Hukum kepailitan memiliki tujuan untuk mencegah pembayaran utang-utang

debitur secara tidak adil dan melawan hukum yang dilakukan oleh para kreditur,

karena dalam praktik proses kepailitan, para kreditur akan melakukan perbuatan-

perbuatan untuk melakukan pelunasan, baik dengan hukum maupun dengan cara yang

melawan hukum, sehingga tidak semua kreditur mendapatkan pembayaran yang adil,

apabila harta kekayaan yang dimiliki debitur tidak cukup untuk membayar para

kreditur.6

4 Rudi A. Lontoh, Denny Kailimang, dan Benny Ponto, Penyelesaian Utang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, PT. Alumni, Bandung, 2001, hlm. 23.

5 Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, Kencana Prenada Group, Jakarta, 2009, hlm. 1.

6 Ibid, hlm. 74-75.

3

Page 8: Makalah Hukum Dagang

Tujuan utama kepailitan ialah untuk melakukan pembagian antara para kreditur

atas kekayaan debitur oleh kurator sehingga kepailitan dapat menghindari terjadinya

sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditur dan mengganti dengan

mengadakan sitaan bersama supaya kekayaan debitur dapat dibagikan kepada semua

kreditur sesuai dengan hak masing-masing.7

B. Pengaturan Kepailitan

Kepailitan merupakan lembaga hukum yang mempunyai fungsi sebagai

realisasi dari tanggung jawab debitur terhadap dan atas perikatan yang dilakukan8

sebagaimana diatur dan dimaksud dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata.

Kepailitan itu mencakup:

1. Seluruh kekayaan si pailit pada saat ia dinyatakan pailit (dengan beberapa

pengecualian untuk si pailit perorangan) beserta aset.

2. Hilangnya wewenang di pailit untuk mengurus dan mengalihkan hak atas

kekayaannya termasuk harta kekayaan.

Kepailitan harus dikaitkan dengan dasar pemikiran yang menjadi latar belakang

diundangkannya UU No. 4 Tahun 1998.9 Undang-Undang Kepailitan tidak hanya

mencakup utang dalam suatu perjanjian pinjam-meminjam uang, melainkan juga

7 Mosgan Situmorang, Tinjauan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 998 Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 1998 menjadi Undang-Undang, Majalh Hukum Nasional, Nomor 1, 1999, hlm. 163.

8 Sri Redjeki Hartono, Hukum Perdata Sebagai Dasar Hukum Kepailitan Modern, Jurnal Hukum Bisnis Volume 7 Tahun 1999, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Jakarta, 1999, hlm 22.

9 Sentosa Sembiring, Hukum Kepailitan Dan Peraturan Perundang-undangan Yang terkait dengan Kepailitan, CV Nuansa Aulia, Bandung, 2006, hlm. 19.

4

Page 9: Makalah Hukum Dagang

kewajiban yang timbul dari perjanjian lain atau transaksi yang mensyaratkan untuk

dilakukan pembayaran.

Asas tanggung jawab debitur terhadap krediturnya di dalamnya terkandung asas

jaminan utang dan asas paripassu (membagi secara proporsional harta kekayaan

debitur kepada kreditur konkuren berdasarkan perimbangan besarnya tagihan masing-

masing kreditur tersebut) atau asas concursus creditorium (para kreditur harus

bertindak bersama-sama). Dengan demikian asas tanggung jawab debitur terhadap

krediturnya di dalam KUH Perdata maupun di dalam UU Kepailitan sebagai realisasi

dan merupakan pengaturan lebih lanjut atas dan dari asas tanggung jawab debitur

terhadap krediturnya tersebut, secara umum dapat dikatakan pada dasarnya tidak

membedakan subyek termohon pailit atau pemohon pailit.

Debitur jika hanya mempunyai satu kreditur dengan tidak membayar utangnya

secara sukarela, maka kreditur akan menggugat debitur secara perdata ke Pengadilan

Negeri yang berwenang dan seluruh harta debitur menjadi sumber pelunasan

utangnya kepada kreditur tersebut.10 Hasil bersih eksekusi harta debitur dipakai untuk

membayar kreditur tersebut. Dalam hal kreditur mempunyai kreditur lebih dari satu

dan harta kekayaan debitur tidak cukup untuk membayar lunas semua kepada

kreditur, dalam perjanjian diatur tentang kelalaian atau wanprestasi pihak dalam

perjanjian yang dapat mempercepat jatuh tempo suatu utang. Maka, para kreditur

akan berlomba dengan segala cara, baik yang halal maupun tidak halal, untuk

10 Kartini Muljadi, Actio Paulina dan Pokok-pokok tentang Pengadilan Niaga, dalam Rudhy A. Lontoh et.al, Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Alumni, Bandung, 2001, hlm. 300.

5

Page 10: Makalah Hukum Dagang

mendapatkan pelunasan tagihannya terlebih dahulu. Kreditur yang datang belakangan

sudah tidak dapat lagi pembayaran karena harta debitur sudah habis. Hal ini dinilai

tidak adil. Berdasarkan alasan tersebut, timbulah kepailitan yang mengatur tatacara

yang adil mengenai pembayaran tagihan-tagihan para kreditur, dengan berpedoman

pada KUH Perdata Pasal 1131 sampai dengan Pasal 1149 maupun pada ketentuan

Undang-undang Kepailitan sendiri.

Penyitaan terhadap harta benda atau kekayaan debitur pailit, dasar hukumnya

terdapat pada Pasal 21 UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang yang berbunyi:

“Kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitur pada saat putusan pernyataan

pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan”.

Ketentuan Pasal 21 UUKPKPU hampir senada dengan ketentuan di dalam

Pasal 1131 KUH Perdata, hanya saja ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata lebih luas

karena mencakup harta yang ada dan yang akan ada di kemudian hari, sedangkan

dalam Pasal 21 UUKPKPU harta kekayaan pada saat putusan pailit dijatuhkan.

Hukum kepailitan di Indonesia sebelumnya diatur dalam undang-undang

tentang Kepailitan (Failisements Verordening Staatsablad 1905:207 jo Staatsblad

1906:348) yang merupakan peraturan perundang-undangan peninggalan pemerintah

Hindia Belanda. Dianggap tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan

hukum masyarakat untuk penyelesaian utang-piutang, sehingga diperbarui dengan

UU No. 4 Tahun 1998 dan terakhir diperbarui lagi dengan UU No. 37 Tahun 2004

6

Page 11: Makalah Hukum Dagang

tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Pengertian

kepailitan menurut Pasal 1 ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004 adalah sita umum atas

semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh

kurator di bawah pengawasan hakim pengawas.

Keadaan pailit juga meliputi segala harta bendanya yang berada di luar negeri.11

Lembaga kepailitan merupakan lembaga hukum yang mempunyai fungsi penting,

sebagai realisasi dari dua Pasal penting dalam KUH Perdata yakni Pasal 1131 dan

Pasal 1132 KUH Perdta mengenai tanggung jawab debitur terhadap utang-utangnya.

Kepailitan memiliki asas-asas yang harus ditaati, baik dalam pengajuan

permohonan pailit, dalam proses kepailitan maupun dalam pelaksanaan eksekusi

harta pailit. Beberapa asas-asas kepailitan yang harus ditaati:

1. Asas perlindungan yang seimbang, seperti memperkenankan dilakukannya

penundaan eksekusi selama 90 hari;

2. Asas kreditur untuk tidak menyetujui debitur dipailitkan, yang lebih lanjut

akan dinilai oleh hakim;

3. Asas kesempatan bagi debitur untuk memperbaiki;

4. Asas putusan pengadilan harus mendapatkan persetujuan para kreditur;

5. Asas undang-undang harus menghormati pemegang hak separatis atau

pemegang jaminan.

11 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perdata Internasional, cet. 2, NV. Van Dorp & Co., hlm. 140.

7

Page 12: Makalah Hukum Dagang

Pernyataan pailit yang telah diputus oleh pengadilan niaga memiliki akibat

hukum terhadap debitur, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1131 KUH Perdata

atas seluruh kekayaan debitur pailit, yang berlaku bagi semua kreditur konkuren

dalam kepailitan untuk mendapatkan pembayaran atas seluruh piutang-piutang

kreditur konkuren, sehingga terjadi sitaan umum terhadap seluruh harta kekayaan

debitur yang diperlukan untuk memenuhi seluruh kewajiban-kewajiban yang dimiliki

berdasarkan Pasal 1132 KUH Perdata (pari pasu pro rata parte).

Pernyataan pailit terhadap debitur dapat mengakibatkan debitur kehilangan

segala hak perdata untuk menguasai dan mengurus harta kekayaan yang telah

dimasukkan ke dalam harta pailit. Hal ini selaras dengan ketentuan Pasal 16 ayat 1

dan Pasal 69 ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU yang

menjelaskana bahwa kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan

pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan, meskipun

terhadap debitur mengajukan kasasi atau peninjauan kembali atas putusan pailit

terhadap debitur.

Debitur yang telah dinyatakan pailit tetap memiliki hak untuk melakukan

perbuatan hukum dalam menerima harta benda yang akan didapatkan, meskipun harta

benda yang akan didapatkan akan menjadi bagian dari harta pailit. Debitur yang telah

dinyatakan pailit juga tetap memiliki hak untuk mengajukan perdamaian kepada para

krediturnya dalam melakukan pembayaran atas sejunlah utang yang dimiliki oleh

debitur. Perdamaian merupakan perjanjian antara debitur dengan para krditur untuk

8

Page 13: Makalah Hukum Dagang

menawarkan pembayaran sebagian dari utangnya dengan syarat, setelah debitur

melakukan pembayaran, debitur dibebaskan dari sisa seluruh utang yang masih

dimiliki oleh debitur.

Perdamaian yang dilakukan setelah putusan pailit oleh debitur kepada para

krediturnya memiliki 10 akibat hukum, yaitu12:

1. Penerimaan permohonan perdamaian, kepailitan berakhir;

2. Keputusan penerimaan perdamaian mengikat seluruh kreditur konkuren;

3. Perdamaian tidak berlaku bagi kreditur separatis dan kreditur yang

diistimewakan;

4. Perdamaian tidak boleh diajukan dua kali;

5. Perdamaian merupakan alas hak bagi debitur;

6. Hak-hak kreditur tetap berlaku terhadap guarantor dan rekan debitur;

7. Hak-hak kreditur tetap berlaku terhadap benda-benda pihak ketiga;

8. Penangguhan eksekusi jaminan utang berakhir;

9. Actio pauliana berakhir;

10. Debitur dapat direhabilitasi nama baiknya.

C. Pranata Kepailitan Dalam Proses Kepailitan

Proses kepailitan yang dilakukan terhadap debitur harus dilakukan dengan

memperhatikan nilai keadilan dan nilai kapastian hukum, baik untuk debitur itu

sendiri maupun untuk para kreditur. Proses kepailitan harus dilakukan berdasarkan

12 Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktik, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hlm. 118-119.

9

Page 14: Makalah Hukum Dagang

UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU dan hukum acara yang berlaku,

karena kapilitan sangat berhubungan dengan hak kebendaan yang melekat pada

debitur dan kreditur.

Dalam UU NO. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, dasar hukum

melakukan penyitaan terhadap dalam Pasal 21 yang menjelaskan bahwa “Kepailitan

meliputi seluruh kekayaan debitur pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta

segala sesuatu yang telah diperoleh selama kepailitan”. Setelah putusan pailit

dinyatakan oleh pengadilan niaga kepada debitur, harta benda pailit diurus oleh

kurator yang merupakan balai harta peninggalan atau perseorangan yang diangkat

oleh pengadilan niaga untuk mengurus dan membereskan harta debitur di bawah

pengawasan hakim pengawas, sehingga setiap gugatan yang bertujuan untuk

mendapatkan pemenuhan perikatan dari harta pailit yang secara langsung diajukan

kepada debitur pailit, hanya dapat diajukan dalam bentuk laporan untuk pencocokan

kepada kurator.13

Pengadilan Niaga dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-undang Nomor 1 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang tentang

Kepailitan yang ditingkatkan menjadi UU No. 4 Tahun 1998 dan diperbarui dengan

UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Pengadilan Niaga dibentuk

dengan persyaratan dan komposisi hakim yang berbeda dengan hakim di pengadilan

umumnya, seperti: hakim dalam pengadilan niaga tidak boleh tersangkut perkara

korupsi dan komposisi hakim dalam pengadilan niaga yang sebagian besar terdiri dari

13 Gunawan Widjaya, Op.cit, hlm. 52.

10

Page 15: Makalah Hukum Dagang

kalangan akademisi, selain setiap hakim dalam Pengadilan Niaga telah dibekali

dengan teori, doktrin, dan aturan-aturan yang menjelaskan lebih lanjut mengenai

substansi UU NO. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.

Akibat khusus kepailitan terhadap perjanjian yang dibuat setelah putusan pailit

yang dianggap merugikan kreditur maka akan dibatalkan oleh kurator, kecuali

perikatan dapat menguntungkan harta pailit.

Permohonan pailit dapat diajukan oleh debitur, kreditur, kejaksaan, Bank

Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, dan Menteri Keuangan diatur di dalam

Pasal 2 ayat 1; 2; 3; 4; 5, dan Pasal 2 ayat 5 UU No. 37 Tahun 2004 tentang

Kepailitan dan PKPU.

Dalam praktiknya, sebagian besar permohonan kepailitan diajukan oleh para

kreditur konkuren karena kreditur konkuren bukan merupakan kreditur yang dijamin

pelunasan utangnya, sebagaimana kreditur separatis dan kreditur preferen. Karena

kreditur preferen dan separatis telah dijamin dalam pelunasan utangnya. Kreditur

separatis dan kreditur preferen juga dapat mengajukan permohonan atas kecurangan

harta jaminan debitur yang telah terjual sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 60

ayat 3 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.

Secara yuridis formal, ketentuan Pasal 2 UU NO. 37 Tahun 2004 tentang

Kepailitan dan PKPU menjelaskan bahwa setiap permohonan pernyataan pailit harus

diajukan ke pengadilan niaga yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat

kedudukan pengadilan niaga yang meiliputi daerah tempat kedudukan hukum debitur.

11

Page 16: Makalah Hukum Dagang

Putusan pailit yang telah diputus oleh pengadilan niaga dapat dilakukan upaya hukum

dalam bentuk kasasi untuk putusan pailit yang belum memiliki kekuatan hukum tetap,

sedangkan upaya hukum dalam bentuk peninjauan kembali untuk putusan pailit yang

telah memiliki kekuatan hukum tetap. Dasar hukum tentang Kepailitan adalah UU

No. 37 tahun 2004, dan Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

12

Page 17: Makalah Hukum Dagang

Pailit ialah kondisi orang yang tidak mampu atau tidak mau membayar utang

oleh kreditur atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.

Kepailitan merupakan suatu proses untuk mengatasi pihak debitur yang mengalami

kesulitan keuangan dalam membayar utangnya setelah dinyatakan pailit oleh

pengadilan, karena debitur tidak dapat membayar utangnya, sehingga harta kekayaan

yang dimiliki debitur akan dibagikan kepada kreditur sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Kepailitan merupakan putusan pengadilan.

Kepailitan merupakan lembaga hukum yang mempunyai fungsi sebagai

realisasi dari tanggung jawab debitur terhadap dan atas perikatan yang dilakukan

sebagaimana diatur dan dimaksud dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata.

ketentuan Pasal 2 UU NO. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU menjelaskan

bahwa setiap permohonan pernyataan pailit harus diajukan ke pengadilan niaga yang

daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan pengadilan niaga yang meiliputi

daerah tempat kedudukan hukum debitur.

Putusan pailit yang telah diputus oleh pengadilan niaga dapat dilakukan upaya

hukum dalam bentuk kasasi untuk putusan pailit yang belum memiliki kekuatan

hukum tetap, sedangkan upaya hukum dalam bentuk peninjauan kembali untuk

putusan pailit yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.

DAFTAR PUSTAKA

Hasyim, Farida. 2009. Hukum Dagang. Jakarta: Sinar Grafika

Widijowati, Dijan. 2012. Hukum Dagang. Yogyakarta: CV Andi

13

Page 18: Makalah Hukum Dagang

Shubhan, Hadi. 2009. Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan.

Jakarta: Kencana Prenada Group

Munir Fuady. 1999. Hukum Pailit dalam Teori dan Praktik, Bandung: PT Citra Aditya Bakti

Sentosa Sembiring. 2006. Hukum Kepailitan Dan Peraturan Perundang-undangan

Yang terkait dengan Kepailitan. Bandung: CV Nuansa Aulia

14