MAKALAH HIPOADRENALISME-aaaacc
-
Upload
niki-agustin -
Category
Documents
-
view
218 -
download
29
description
Transcript of MAKALAH HIPOADRENALISME-aaaacc
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Korteks adrenal menghasilkan beberapa hormon steroid yang paling
penting adalah kortisol, aldosteron dan androgen adrenal. Kelainan pada kelenjar
adrenal menyebabkan endokrinopati yang klasik seperti sindroma Cushing,
penyakit Addison, hiperaldosteronisme dan sindroma pada hiperplasia adrenal
kongenital. Kemajuan dalam prosedur diagnosis telah memudahkan evaluasi
kelainan adrenokortikal, terutama penentuan plasma glukokortikoid, androgen dan
ACTH telah memungkinkan diagnosis yang lebih cepat dan tepat . Saat ini
kemajuan pengobatan kedokteran telah dapat memperbaiki nasib sebagian besar
penderita dengan kelainan ini.
Korteks adrenal diperlukan bagi kehidupan. Sekresi adrenokortikal
memungkinkan tubuh untuk beradaptasi terhadap segala jenis stress. Tanpa
korteks adrenal, keadaan stress yang berat dapat mengakibatkan kegagalan
sirkulasi perifer, syok dan kematian. Kehidupan hanya dapat dipertahankan hanya
dengan terapi nutrisi, elektrolit serta cairan dan preparat hormone adrenokortikal.
Hormone adrenokortikal dibagi menjadi tiga kelompok:
mineralokortikoid, glukokortikoid, dan hormone seks.
Mineralokortikoid berkenan dengan retensi natrium serta air dan ekresi
kalium. Contohnya adalah aldosteron dan desokkortikosteron yang merupakan
precursor alami aldosteron.
Glukokortikoid berhubungan dengan efek metabolic yang mecakup
metabolism karbohidrat. Contohnya adalah kortisol dan kortikosteron.
Glukokortikoid meningkatkan penguraian protein dan lemak tubuh melalui proses
metabolism untuk memberikan sumber energy selama masa puasa. Kedua
hormone ini bekerja melawan kerja insulin, meningkatkan katabolisme protein
dan menghambat sintesis protein. Glukokortikoid mempengaruhi mekanisme
pertahanan tubuh dan fungsi emosional baik langsung maupun tidak langsung.
Kelompok hormone ini juga menekan inflamasi dan menghambat pembentukan
1
jaringan parut. Pada insufisiensi adrenal, pasien dapat memperlihatkan kecemasan
atau depresi, sedangkan pada terapi glukokortikoid yang berlebihan, pasien
cendrung menjadi euphoria.
Hormone seks ayng disekresikan oleh korteks adrenal adalah androgen dan
ostrogen.
Kelainan pada korteks adrenal terjadi akibat hiposekresi atau hipersekresi
hormone adrenokortikal. Insufisiensi adrenal dapat disebabkan oleh penyakit,
atrofi, hemoragi atau operasi pengangkatan salah satu atau kedua kelejer adrenal.
Anatomi dan fisiologi.
Korteks adrenal terdiri dari daerah yang secara anatomi dapat dibedakan :
Lapisan luar zona glomerulosa, merupakan tempat dihasilkannya
mineralokorticoid (aldosterone), yang terutama diatur oleh angiotensin II,
kalium , dan ACTH. Juga dipengaruhi oleh dopamine, atrial natriuretic
peptide (ANP) dan neuropeptides ..
Zona fasciculata pada lapisan tengah, dengan tugas utama sintesis
glukokortikoid, terutama diatur oleh ACTH. Juga dipengaruhi oleh
beberapa sitokin (IL-1, IL-6, TNF) dan neuropeptida.
Lapisan terdalam zona reticularis, tempat sekresi androgen adrenal
(terutama dehydroepiandrostenedion [DHEA], DHEA sulfat dan
androstenedion) juga glukokortikoid (kortisol and corticosteron).
2
BAB II
KONSEP DASAR PENYAKIT
2.1 Definisi
Penyakit Addison merupakan kelainan insufiensi primer kelenjar adrenal
yang disebabkan idiopatik atau kerusakan kelenjar adrenal karena proses
autoimun atau penyakit lain. (Black, 2009)
Hipofungsi kelenjar adrenal mengakibatkan insufiensi kelenjar adrenal
yaitu berkurangnya produksi hormone, yang paling sering adalah hormone
glukokortikoid, mineralokartikoid, dan androgen.
Hipofungsi kelenjar korteks adrenal dapat terjadi karena kelainan atau
kerusakan pada kelenjar adrenal sendiri (primer adrenal insufiensi) atau dapat
berasal dari hipofungsi kelenjar pituitary hipotalamik (sekunder adrenal
insufiensi).
2.2 Klasifikasi
Hipofungsi adrenal dapat dibedakan menjadi hipofungsi primer maupun
sekunder.
a. Hipofungsi atau insufiensi adrenal yang primer (penyakit Addison) berasal
dari dalam kelenjar adrenal dan ditandai oloeh penurunan sekresi hormon-
hormon mineralokortikoid, glukokartikoid, serta androgen.
b. Hipofungsi adrenal sekunder terjadi karena gangguan di luar kelenjar
adrenal, seperti gangguan sekresi kortikotropinoleh kelenjar hipofisis.
Keadaan ini ditandai oleh penurunan sekresi glukokortikoid. Sekresi
aldosteron, yang merupakan mineralokortikoid utama, umumnya tidak
terganggu.
2.3 Etiologi
Hipofungsi adrenal primer serta sekunder dan krisis adrenal memiliki
penyebab yang berlainan. Keadaan yang paling sering menyebabkan
hipofungsi primer meliputi:
3
1) Penyakit Addison (kerusakan lebih dari 90% pada kedua kelenjar adrenal
dan biasanya disebabkan oleh proses autoimun, ketika antibody yang
beredar dalam darah bereaksi secara khusus terhadap jaringan adrenal).
2) Tuberculosis (pernah menjadi penyebab utama, tetapi kini merupakan
penyebab pada kurang dari 20% kasus dewasa).
3) Adrenalektomi bilateral
4) Perdarahan pada kelenjar adrenal
5) Neoplasma
6) Infeksi (histoplaasmosis, sitomegalovirus [CMV])
7) Riwayat penyakit autoimun dalam keluarga (dapat menjadi faktor
predisposisi untuk penyakit Addison dan endokrionopati lain)
Penyebab hipofungsi sekunder (defisiensi glukokortikoid) meliputi:
1) Hipopituitarisme (yang menyebabkan penurunan sekresi kortikotropin)
2) Penghentian mendadak terapi kortikosteroid jangka panjang (stimulasi
kortikosteroid eksogenus jangka panjang penekan sekresi kortikotropin
oleh hipofisis sehingga terjadi atrofi kelenjar adrenal)
3) Pengangkatan tumor yang menyekresi kortikotropin
2.4 Patofisiologi
Penyakit Addison merupakan keadaan kronis yang terjadi karena destruksi
parsial atau total korteks adrenal. Keadaan ini bermanifestasi sebagai suatu
sindrom klinis yang terdiri atas beberapa gejala yang disertai defisiensi
produksi hormon korteks adrenal, yaitu kortisol, aldosteron, dan androgen.
Kadar kortikotropin dan hormone pelepas kortikotropin yang tinggi menyertai
kadar hormone glukokartikoid yang rendah.
Kortikotropin terutama bekerja mengatur pelepasan glukokartikoid
(terutama kortisol) dari kelenjar adrenal; mineralokortikoid, termasuk
aldosteron; dan hormone steroid seks yang melengkapi semua hormone yang
diproduksi oleh gonad. Sekresi kortikotropin dikendalikan melalui hormone
pelepas kortikotropin dari hipolatamus dan melalui kontrol umpan-balik yang
negative oleh glukokortikoid.
4
Penyakit Addison meliputi semua zona pada korteks adrenal sehingga
terjadi defisiensi sekresi korteks adrenal, yang meliputi hormone-hormon
glukokortikoid, androgen, dan mineralokortikoid.
Defisiensi hormone korteks adrenal memberi manifestasi yang jelas ketika
telah terjadi kehilangan sel-sel fungsional lebih dari 90% pada kedua kelenjar
adrenal. Biasanya atrofi seluler hanya terbatas pada korteks meskipun dapat
terjadi gangguan pada medulla adrenal, yang mengakibatkan defisiensi
katekolamin. Defisiensi kortisol menyebabkan penurunan glukoneogenesis
(pembentukan glukosa dari molekul yang bukan karbohidrat) di dalam hati.
Kadar glukosa dalam darah rendah yang diakibatkan dapat turun secara
berbahaya pada pasien-pasien yang secara rutin menggunakan insulin.
Defisiensi aldosteron menyebabkan peningkatan kehilangan natrium
melalui ginjal dan meningkatkan rebsorpsi kalium. Ekskresi natrium
menyebabkan penurunan volume air yang menimbulkan hipotensi. Pasien
penyakit Addison dapat memiliki tekanan darah yang normal ketika berbaring
telentang, tetapi akan menunjukkan hipotensi dan takikardia yang nyata
sesudah berdiri selama beberapa menit. Volume plasma dan tekanan arteriol
yang rendah menstimulasi pelepasan rennin dan akibatnya, terjadi peningkatan
produksi angiotensin II.
Defisiensi hormon androgen dapat mengurangi pertumbuhan rambut di
daerah aksila dan pubis selain di bagian ekstremitas pada wanita. Efek
metabolic yang ditimbulkan oleh hormone androgen testis membuat gangguan
pertumbuhan rambut tersebut tidak begitu terlihat pada laki-laki.
Penyakit Addison merupakan suatu kondisi penurunan biosintesis,
penyimpanan, atau pelepasan hormone-hormon korteks adrenal. Pada sekitar
80% pasien, terdapat proses autoimun yang menyebabkan destruksi parsial
atau total kedua kelenjar adrenal. Antibody autoimun dapat menyekat reseptor
kortikotropin atau mengikat korikotropin sehingga hormone ini tidak dapat
menstimulasi sel-sel adrenal. Infeksi merupakan etiologi kedua paling sering
yang menyebabkan penyakit Addison, khususnya infeksi tuberculosis yang
menjadi penyebab sekitar 20% kasus. Penyakit lain yang dapat menyebabkan
penyakit Addison meliputi penyakit AIDS (acquired immunodeficiency
5
syndrome), infeksi fungus sistemik, CMV, tumor adrenal, dan kanker
metastatic. Infeksi dapat mengganggu fungsi seluler dan memengaruhi
kortikotropin pada setiap tahap regulasi.
2.5 Manifestasi Klinis
Gambaran klinis hipofungsi adrenal bervariasi menurut tipenya. Tanda dan
gejala hipofungsi primer meliputi:
a. Kelemahan
b. Rasa mudah lelah
c. Penurunan berat badan
d. Mual, muntah, dan anoreksia
6
e. Warna logam (kuning kecoklatan) yang nyata pada kulit, khususnya
dibagian lipatan tangan dan didaerah persendian metakarpofalangeal
(tangan serta jari-jari tangan), siku, dan lutut.
f. Jaringan parut yang warnanya bertambah gelap, bercak-bercak vitiligo
(keadaan tidak terdapat pigmentasi), dan peningkatan pigmentasi pada
membrane mukosa, khusunya mukosa pipi, akibat penurunan sekresi
kortisol yang menyebabkan sekresi kortikotropin dan melanocyte
stimulating hormone (MSH) yang berlebihan oleh kelenjar hipofisis.
g. Kelainan kardiovaskuler, termasuk hipotensi ortostatik, penurunan
ukuran serta curah jantung, dan denyut nadi yang lemah serta tidak
teratur.
h. Penurunan toleransi terhadap stress ringan
i. Hipoglikemia puasa akibat penurunan glukoneogenesis
j. Mangidam makanan yang asin akibat penurunan sekresi
mineralokortikoid (yang pada kondisi normal menyebabkan retensi
garam
Tanda dan gejala hipofungsi sekunder meliputi:
a) Keadaan yang serupa dengan hipofungsi primer tetapi tanpa
hiperpigmentasi; keadaan ini disebabkan oleh kadar kortikotropin dan
melanocyte stimulating hormone (MSH) yang rendah
b) Kemungkinan tidak ada hipotensi dan kelainan elektrolit; keadaan ini
disebabkan oleh sekresi aldosteron yang cukup normal
c) Sekresi androgen yang biasanya normal
Tanda dan gejala krisis addisonian dapat meliputi:
1) Kelemahan dan rasa mudah lelah yang berat
2) Mual, muntah, dan dehidrasi
3) Hipotensi
4) Demam tinggi yang diikuti oleh hipotermia (kadang-kadang)
7
2.6 Komplikasi
Komplikasi hipofungsi adrenal yang mungkin terjadi meliputi:
i. Hiperpireksia
ii. Reaksi psikotik
iii. Terapi steroid yang kurang atau berlebihan
iv. Syok
v. Hipoglikemia yang berat
vi. Akhirnya kolaps vaskuler, renal shutdown, koma, dan kematian (jika
keadaan ini tidak ditangani dengan baik)
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
1. Pengukuran hormone kortisol dan androgen, untuk mengukur kortisol total
plasma (terikat dan bebas) menggunakan radioimmunoassay. Pada
keadaan normal kadar kortisol plasma tergantung keadaan pasien dan
waktu pengukuran. Pada keadaan stress, saat pembedahan, dan setelah
trauma dapat mencapai 40-60 µg/dL, pada pagi hari jam 8 pagi berkisar
10-12 µg/dL (Anwar, 2005). Pada hipoadrenal, terjadi penurunan kadar
kortisol plasma kurang dari 5 µg/dL.
2. Hormone ACTH plasma, dengan pengukuran menggunakan
immunoradiometric assay, kadar normal ACTH sebesar 10-50 pg/mL.
Pada insufiensi adrenal primer kadar ACTH meningkat lebih cepat dari
250 pg/mL, sebaliknya pada hipoadrenalisme sekunder kadar ACTH
plasma kurang dari 50 pg/mL (Anwar, 2005).
3. Pemeriksaan serum darah:
(1) Sodium menurun (N: 136-145 mEq/L)
(2) Potassium meningkat (N: 3,5-5,0 mEq/L)
(3) Kalsium meningkat (N: total 9-10,5 mg/dl)
(4) Bicarbonate meningkat (N: 23-30 mEq/L)
(5) BUN meningkat (N: 10-20 mg/dl)
(6) Glukosa menurun atau normal (N: 70-115 mg/dl)
(7) Kortisol menurun (N: pagi 5-23 mcg/dl. Sore 3-13 mcg/dl)
4. Peningkatan natrium urin
8
5. Pemeriksaan radiologi seperti CT Scan, magnetic resonance imaging
(MRI) untuk memeriksa kelenjar adrenal dan pituitary.
6. Pemeriksaan EKG menunjukkan tanda-tanda hiperkalemia: kompleks
QRS yang melebar dan meningkatkan PR interval
7. Tes stimulasi dan supresi untuk fungsi adrenokortikoid
a. Tes tetrakosaktrin singkat
Prosedur standar cepat adalah mengukur respon kortisol plasma
terhadap ponpeptida kortikotrotin sintetik, tetrakosaktrin (synacthen,
Ciba).
Interpretasi : pada orang normal nilai dasar > 250 nmol/l, dan terdapat
peningkatan sekurang-kurangnya 300 nmol/l di atas nilai dasar pada
menit ke 30. Pada sindroma cushing (hyperplasia) mungkin ada respon
berlebihan; tumor adrenalis autonom tak berespon.
b. Tes tetrakosaktrin yang diperpanjang
Interpretasi : pada orang yang normal terdapat peningkatan kortisol
plasma pada hari pertama sampai di atas 1400 nmol/l. pada penyakit
Addison tak ada peningkatan walaupun sampai 3 hari, sedangkan pada
hipofungsi adrenokortikal sekunder terhadap difisiensi pituitaria nilai
ini bisa melebihi dari 700nmol/l setelah suntikan ke 3.
c. Tes supresi deksametason
Interperetasi : pada orang normal kortikostiroid dan plasma tertekan
pada dosis lebih rendah di bawah 50% nilai dasar. Pada
deksametashon dalam dosis lebih rendah, pasien dengan sindroma
cushing akan memperlihatkan tak adanya supresi tanpa memandang
sebabnya, pada dosis lebih tinggi yang dengan hyperplasia mendapat
supresi 50% atau lebih, sedangkan yang dengan adenoma atau
karsinoma ataupun pembentukan ACTH ektopik tak dipengaruhi.
d. Tes metirapon
Interpretasi : orang normal memperlihatkan peningkatan nilai
kortikostiroid urina sekurang-kurangnya 35umol/24jam dan
peningkatan 2x lipat di atas kadar istirahat. Respon subnormal dengan
9
adanya fungsi adreno atau pituitaria anterior. Sebagai tambahan, pasien
dengan tumor korteks adrenalis autonom tak berespon.
e. Tes lainnya
Ini terutama digunakan dalam keadaan khusus dan harus mengikuti
prosdur setempat. Ia mengikuti penggunaan hipoglikemia yang
diinduksi insulin atau pirogen sebagai agen stress bagi hipotalamus
melalui pusat yang lebih tinggi atau menggunakan lisin-vasopresin
sebagai corticotrophin releasing factor sintetic untuk merangsang
pituitaria anterior.
Pada pasien yang memiliki gejala Addisonia yang khas, hasil pemeriksaan
laboratorium berikut ini memberi kesan kuat kearah insufiensi adrenal akut:
1) Penurunan kadar kortisol plasma (kurang dari 10mkg/dl di padi hari);
lebih rendah lagi pada malam hari
2) Penurunan kadar natrium serum dan kadar glukosa darah puasa
3) Peningkatan kadar kalium, kalsium, dan ureum dalam darah
4) Kenaikan hematokrit; peningkatan jumlah limfosit dan eosinofil
5) Foto rontgen yang memperlihatkan kalsifikasi adrenal jika penyebabnya
infeksi
2.8 Penatalaksanaan
1. Medik
a. Perlu diperhatikan cairan dan elektrolit, rehidrasi cairan dan pemberian
elektrolit.
b. Pemberian dextrose 5%, bolus IV glukosa untuk koreksi hipoglikemia.
c. Pemberian hidroktison 15-30 mg, terbagi dalam 2/3 dosis diberikan
pagi hari dan 1/3 diberikan pada sore hari.
d. Fludocortisone acetat, untuk mencegah kehilangan natrium dan
mengatasi postural hipotensi, kelemahan dan hiperkalemia.
e. Pemberian antibiotic atau terapi anti TBC sesuai dengan indikasi.
f. Pemberian diet tinggi kalori, karbohidrat, protein dan vitamin,
diberikan dalam skala kecil tapi sering untuk mengurangi mual dan
muntah.
10
g. Terapi sulih kortikosteroid seumur hidup, yang biasanya dilakukan
dengan pemberian kortison atau hidrokortison; kedua preparat ini akan
memberi efek mineralokortikoid (pada hipofungsi adrenal primer atau
sekunder)
h. Fluorokortison oral (Florinef), suatu mineralokortikoid sintesik untuk
mencegah keadaan dehidrasi yang berbahaya, hipotensi, hiponatremia,
dan hiperkalemia (pada penyakit Addison)
i. Penyuntikan bolus IV hidrokortison 100 mg setiap enam jam sekali
selama 24 jam; kemudian 50 hingga 100 mg yang disuntikkan IM atau
diencerkan dalam larutan DS (dekstrosa dalam salin) dan disuntikkan
melalui infuse sampai kondisi pasien stabil; mungkin diperlukan
penyuntikan sampai 300 mg hidrokortison per hari dan 3 hingga 5L
(3,2 hingga 5,3 qt) larutan DS (pada krisis adrenal).
2. Keperawatan
i. Pengukuran TTV
ii. Memberikan rasa nyaman dengan mengatur atau menyediakan
waktu istirahat pasien
iii. Menempatkan pasien dalam posisi setengah duduk dengan kedua
tungkai ditinggikan.
iv. Memberikan suplemen makanan dengan penambahan garam
v. Follow up: mempertahankan berat badan, tekanan darah dan
elektrolit yang normal disertai regresi gambaran klinis
vi. Memantau kondisi pasien untuk mendeteksi tanda dan gejala yang
menunjukan adanya krisis Addison
Pertimbangan khusus
a. Jika pasien juga menderita diabetes, periksa kadar glukosa darah secara
berkala karena terapi sulih kortikosteroid memerlukan penyesuaian takaran
insulin.
b. Catat berat badan pasien dan asupan serta haluaran cairan dengan cepat
cermat karena pasien pasien ini dapat mengalami deplesi volume. Sampai
11
timbul efek mineralokortikoid, berikan cairan secara paksa untuk
menggantikan kehilangan cairan yang berlebihan.
Untuk menangani pasien yang mendapatkan terapi sulih steroid:
a. Atur diet yang mempertahankan keseimbangan natrium dan kalium.
b. Jika pasien mengalami anoreksia, anjurkan makan enam kali sehari dalam
porsi kecil untuk meningkatkan asupan kalori. Minta ahli diet agar
mengatur penyediaan makanan yang tinggi protein dan tinggi karbohidrat.
Sediakan makanan camilan untuk malam hari, yang akan diperlukan bila
pasien mengalami hipoglikemia.
c. Amati keadaan pasien yang mendapat terapi steroid untuk mendeteksi
tanda-tanda cushingoid, seperti retensi cairan di sekitar mata dan wajah.
Awasi kemungkinan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, khususnya
jika pasien mendapat preparat mineralokortikoid. Pantau berat badan dan
cek tekanan darah pasien untuk menilai status cairan tubuhnya. Ingat,
steroid yang diberikan pada waktu senja atau pada malam hari dapat
menstimulasi sistem saraf pusat dan menimbulkan insomnia pada sebagian
pasien. Lakukan pemeriksaan untuk menemukan petekie karena pasien
penyakit ini mudah mengalami memar.
d. Jika pasien hanya mendapatkan glukokortikoid, amati kemungkinan
hipotensi ortostatik atau abnormalitas elektrolit, yang dapat menunjukkan
perlunya terapi mineralokortikoid.
e. Jelaskan bahwa diperlukan terapi steroid seumur hidup.
f. Ajarkan pasien gejala berlebihan dosis steroid (pembengkakan, kenaikan
berat badan) dan kekurangan dosis steroid (letargi, lemah).
g. Beri tahu pasien bahwa dosis obat mungkin perlu ditingkatkan pada saat-
saat stress (misalnya, pada saat pasien menderita demam selesma).
h. Ingatkan bahwa infeksi, cedera, atau pengeluaran keringat yang sangat
banyak pada cuaca panas dapat memicu krisis adrenal.
i. Ajarkan pasien dan keluarganya cara memberikan suntikan hidrokortison.
12
II. 9 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
A. Identitas Klien
Nama:
Umur:
Jenis Kelamin:
Berat badan :
Alamat:
Pekerjaan:
Agama:
B. Keluhan Utama
Biasanya klien datang ke rumah sakit dengan keluhan kelelahan, letargi,
tidak mampu beraktivitas, nafsu makan menurun, mual, muntah, diare,
nyeri abdomen, dll.
C. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
Meliputi penyakit yang pernah diderita klien sebelumnya, termasuk
tuberculosis, kanker, penyakit autoimun, dsb. Selain itu, juga riwayat
penyakit yang dapat menggali kemungkinan penyebab dan faktor yang
mempermudah seperti operasi intra-abdominal, radiasi kepala,
pengangkatan hipofise atau adrenal, dll.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
13
1.)Keluhan pasien pada saat ini, misalnya: mual, muntah, anoreksia,
dll.
2.)Tanyakan pada klien apakah terjadi penurunan berat badan selama
6 bulan terakhir
3.)Bagaimana masukan garamnya.
4.)Pada klien wanita tanyakan pola menstruasinya.
5.)Pada klien pria tanyakan apakah mengeluh impotensi.
6.)Tanyakan apakah klien menderita tuberculosis, karsinoma paru
atau infeksi menahun kuman gram negative, karena kesemuanya ini
dapat menyebabkan hipofungsi idiopatis.
7.)Tanyakan apakah menggunakan obat-obatan seperti golongan
steroid, antikuagulan, dan obat sitotoksit.
8.) Riwayat Kesehatan Keluarga
Dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat
diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang
terdapat dalam keluarga.
D. Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas / istirahat
a) Gejala : Lelah, nyeri/ kelemahan pada otot (terjadi perburukan
setiap hari. Tidak mampu beraktivitas atau bekerja
b) Tanda : Peningkatan denyut jantung atau denyut nadi pada aktivitas
yang minimal. Penurunan kekuatan dan rentang gerak sendi,
depresi, gangguan konsentrasi, letargi
b. Sirkulasi
i. Tanda : Hipotensi termasuk hipotensi postural, takikardi, disritmia,
suara jantung melemah, nadi perifer melemah, pengisian kapiler
memanjang, ekstremitas dingin, sianosis, dan pucat
c. Integritas ego
a) Gejala : adanya riwayat riwayat factor stress yang baru dialami,
termasuk sakit fisik atau pembedahan. Perubahan gaya hidup.
Ketidakmampuan mengatasi stress.
b) Tanda : Ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil
14
d. Eliminasi
a) Gejala : diare, sampai adanya konstipasi, kram abdomen,
perubahan frekuensi dan karakteristik urin
b) Tanda : Diuresis yang diikuti oliguria
e. Makanan atau cairan
a) Gejala : Anoreksia berat, mual, muntah, kekurangan zat garam, BB
menurun dengan cepat
b) Tanda : Turgor kulit jelek, membrane mukosa kering
f. Neurosensori
a) Gejala : Pusing, sinkope, gemetar kelemahan otot, kesemutan
b) Tanda : disorientasi terhadap waktu, tempat, ruang (karena kadar
natrium rendah), letargi, kelelahan mental, peka rangsangan,cemas,
koma (dalam keadaan krisis)
g. Nyeri/ kenyamanan
a) Gejala : Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala, Nyeri tulang
belakang, abdomen, ekstrimitas (pada keadaan krisis)
h. Pernapasan
a) Gejala : Dipsnea
b) Tanda : Pernapasan meningkat, takipnea, suara nafas: krekels,
ronkhi pada keadaan infeksi.
i. Keamanan
a) Gejala : tidak toleran terhadap panas, cuaca udara panas
b) Tanda : Hiperpigmentasi kulit (coklat kehitaman karena terkena
sinar matahari) menyeluruh atau berbintik bintik. Peningkatan
suhu, demam yang diikuti dengan hipotermi (keadaan krisis).
j. Seksualitas
a) Gejala : Adanya riwayat menopause dini, amenore. Hilangnya
tanda tanda seks sekunder (berkurangnya rambut rambut pada
tubuh terutama pada wanita). Hilangnya libido.
15
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Resiko Kekurangan volume cairan b/d kekurangan natrium dan kehilangan
cairan melalui ginjal, kelenjar keringat, saluran gastrointestinal (karena
kekurangan aldosteron)
2) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake tidak adekuat
(mual, muntah, anoreksia), defisiensi glukokortikoid
3) Intoleransi aktifitas b/d kelemahan fisik.
4) Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan status kesehatan.
3. INTERVENSI
No. DIAGNOSA NOC NIC
1. Resiko
Kekurangan
volume cairan
b/d kekurangan
natrium dan
kehilangan
cairan melalui
ginjal, kelenjar
keringat,
saluran
gastrointestinal
(karena
kekurangan
aldosteron)
Keseimbangan
cairan dan
elektrolit
1. Manajemen elektrolit
Identifikasi
kemungkinan penyebab
dari ketidakseimbangan
elektrolit.
Monitor mual dan
muntah.
Sediakan diet yang
sesuai untuk
ketidakseimbangan
elektrolit pasien.
2. Manajemen cairan
Berikan cairan.
Monitor tanda dan
gejala retensi cairan.
3. Monitor cairan
Tentukan kemungkinan
faktor risiko
ketidakseimbangan
cairan.
Monitor berat.
16
Monitor intake dan
output.
2. Perubahan
nutrisi: kurang
dari kebutuhan
tubuh b/d
intake tidak
adekuat (mual,
muntah,
anoreksia),
defisiensi
glukokortikoid
Status nutrisi
Kriteria hasil :
- Adanya
peningkatan BB
sesuai dengan
tujuan
- BB ideal sesuai
dengan tinggi
badan
- Mampu
mengidentifikasi
kebutuhan
nutrisi
- Tidak ada tanda
– tanda
malnutrisi
- Tidak terjadi
penurunan BB
yang berarti
1. Monitor nutrisi
Timbang berat badan
pasien
Monitor adanya
penuruna berat badan
pasien
Monitor turgor kulit
Monitor makanan
kesukaan
Monitor kalori dan
intake nutrisi
Banyak makan(sedikit,
tapi sering), banyak
minum, buah
2. Nutrition manajement
Kaji adanya alergi
makanan
Monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori
Berikan kalori tentang
kebutuhan nutrisi
Anjurkan pasien untuk
meningkatkan intake Fe
Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein
dan vitamin C
Berikan subsatansi gula
Yakinkan diet yang
dimakan mengandung
17
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan
kebutuhan yang
dibutuhkan
Kolaborasi : kolaborasi
dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan
3. Intoleransi
aktifitas b/d
kelemahan
fisik.
Activity tolerance
Kriteria hasil :
- Berpartisipasi
dalam aktivitas
fisik tanpa
disertaipenignka
tan TD, nadi dan
RR
- Mampu
melakukan
aktivitas sehari
– hari (ADLs)
secara mandiri
1. Energy management
Observasi adanya
pembatasan klien dalam
melakukan aktivitas
Kaji adanya faktor yang
menyebabkan kelelahan
Monitor nutrisi dan
sumber energy yang
adekuat
Monitor pasien akan
adanya kelelahan fisik
dan emosi secara
berlebihan
Monitor espon
kardiovaksuler terhadap
aktivitas
Monitor tidur dan
lamanya tidur/istirahat
pasien
18
2. Activity therapy
Bantu klien untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang mampu
dilakukan
Bantu pasien untuk
memilih aktivitas
konsisten yang sesuai
dengan kemampuan
fisik, psikologidan
sosial
Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk
aktivitas yang diingikan
Bantu untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
Monitor respon fisik,
emosi, sosial dan
spiritual
Kolaborasi :kolaborasi
dengan tenaga
rehabilitasi medic
dalam merencanakan
program terapi yang
tepat
19
3. Konseling nutrisi
Tegakkan sebuah
hubungan terapeutik
berdasarkan
kepercayaan dan
respect.
Diskusi makanan
kesukaan dan yang
tidak disukai pasien.
Bantu pasien untuk
menghitung apa
biasanya yang dimakan
dalam waktu 24 jam.
4. Ansietas
berhubungan
dengan
ancaman atau
perubahan
status
kesehatan.
- Level
kecemasan
- Kontrol
kecemasan diri
- Konsentrasi
- Koping
- Level
hiperaktif
1. Penurunan kecemasan
Sediakan informasi
faktual perhatian
diagnosis, perawatan
dan prognosis.
Anjurkan keluarga
untuk bersama dengan
pasien.
Anjurkan verbalisasi
dari perasaan, persepsi
dan ketakutan.
Identifikasi ketika level
kecemasan berubah.
Intruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi.
2. Koping lingkungan
Nilai ketidakpahaman
pasien tentang proses
20
penyakit.
Nilai dan diskusikan
respon alternative dari
situasi.
Bantu pasien dalam
membangun nilai
objektif di keadaan.
Sediakan informasi
terbaru mengenai
diagnosis, pengobatan
dan prognosis.
Nilai aktivitas social
dan komunitas.
21
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Korteks kelenjar adrenal menghasilkan hormon streroid yang pada masa
istirahat dan dalam keadaan stres glukokortikoid mengatur kardiovaskuler,
keseimbangan metabolik dan sistem imun. Mineralokortikoid dilain pihak
akan mengatur volume darah dan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Androgen adrenal berperan sebagai prekursor androgen dan estrogen yang
lebih poten. Adrenal korteks juga menghasilkan sitokin, peptida aktif dan
berbagai hormon lain.
III.2 Saran
Dengan menulis makalah ini diharapkan kepada pembaca untuk dapat
memberikan kritik dan saran terhadap makalah ini agar menjadi lebih baik.
Dengan adanya makalah ini mudah-mudahan bisa menambah pengetahuan
dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari mengenai Asuhan
Keperawatan Hipoadrenalisme.
22