makalah ham1
-
Upload
melati-satrias -
Category
Documents
-
view
21 -
download
2
description
Transcript of makalah ham1
BAB I
PENDAHULUAN
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan merupakan
bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung
penyelenggaraan upaya kesehatan. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit
mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks. Berbagai jenis tenaga
kesehatan dengan perangkat keilmuan yang beragam, berinteraksi satu sama lain.
Pelayanan medis harus disediakan dan diberikan kepada pasien-pasien sesuai dengan
ilmu pengetahuan kedokteran mutakhir, serta memanfaatkan kemampuan dan fasilitas rumah
sakit secara optimal. Setiap jenis pelayanan medis harus sesuai dengan masing-masing
standar pelayanan profesi. Tujuan pelayanan medis adalah mengupayakan kesembuhan
pasien secara optimal melalui prosedur dan tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
Skenario 1
Di Unit UGD RS rujukan, pada jam 01.30 dini hari, datang sebuah mobil ambulance
yang membawa seorang pasien, Ny. Murni, 63 tahun yang didampingi oleh suaminya. Pasien
tampak sesak napas cukup hebat. Pasien ini adalah kiriman dari RS lain yang lebih kecil. Dari
dalam mobil ambulance keluar suami pasien langsung menuju ke loket pendaftaran pasien.
Dalam ruang pendaftaran terlihat ada 3 orang petugas. Seorang petugas tampak sibuk bicara
di telpon tentang urusan bangsal. Seorang yang lain sedang sibuk membereskan kelengkapan
administrasi kelengkapan medis dan memasukkannya ke dalam komputer. Seorang petugas
lain sedang sibuk membereskan medical record pasien-pasien yang pernah datang berobat di
UGD. Suami pasien sudah mulai tampak resah dan tidak sabar. Sementara itu di dalam
ruangan terlihat sekitar 5 orang perawat yang masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri.
Pada akhirnya, pasien mendapat layanan di pendaftaran. Setelah ditanya tentang identitas dan
lain-lain yang diperlukan, petugas pendaftaran memanggil seorang perawat untuk mengantar
pasien ke ruang tindakan. Kondisi pasien terlihat bertambah sesak napasnya. Untuk
menolong meringankan sesak napasnya, perawat memasng oksigen pada pasien.
Skenario 2
Di ruang tindakan, terdapat 12 bed tempat tidur dan 10 sudah terisi pasien. Terlihat
ada 3 orang dokter yang masing-masing juga sibuk dengan urusannya sendiri, mereka sedang
sibuk menulis di meja setelah memeriksa beberapa pasien yang sudah masuk ke UGD. Pasien
Ny. Murni walaupun sudah berada di ruang tindakan, sama sekali belum diperiksa dokter
yang bertugas di UGD, hanya oksigen yang memang sudah dipasang sejak di ruang
pendaftaran. Baru setelah beberapa lama, seorang dokter menghampiri Ny. Murni setelah ia
2
selesai memberikan instruksi terhadap pasien yang baru saja selesai di follow up. Setelah
menanyakan identitas dan keluhan utamanya, dokter melakukan pemeriksaan fisik, lalu
menginstruksikan pada perawat untuk memasang infus dekstrose 5% dengan tetesan
mikrodrip. Perawat memberitahukan bahwa pasien membawa surat rujukan dari RS yang
mengirim. Rujukan itu mengatakan bahwa pasien adalah penderita gagal ginjal yang sudah
cukup parah dan pagi tadi sudah menjalani hemodialisis. Karena fasilitas di RS tersebut
kurang memadai, maka pasien dirujuk untuk penanganan lebih lanjut. Setelah membaca surat
rujukan, dokter mendatangi Ny. Murni lagi untuk diperiksa ulang kondisi fisiknya. Pasien
ternyata semakin sesak napasnya, disertai batuk-batuk yang menurut hemat dokter
disebabkan karena ada edema paru, ia menginstruksikan perawat untuk memberikan
diuretikum pada pasien, walaupun ia tahu pemberian diuretikum pada pasien tidak akan
banyak menolong. Satu-satunya cara menolong pasien saat itu hanyalah tindakan
hemodialisis, namun malam itu masih pukul 03.00 dini hari, unit hemodialisis belum buka,
dan baru buka sekitar pukul 08.00. pasien lalu dipindah ke bangsal perawatan dan suami
pasien minta untuk istrinya dirawat di ruang VIP (keluarga cukup mampu). Dari sejak datang
ke ruang pendaftaran sampai pasien dibawa ke ruang perawatan VIP, sudah membutuhkan
waktu sekitar 2 jam. Suami pasien tampak semakin tidak sabar dan tidak puas dengan
pelayanan RS tersebut.
Skenario 3
Dokter jaga di ruang VIP langsung memeriksa pasien dan menanyakan identitas,
keluhan utama, dan riwayat penyakitnya pada suami pasien yang ikut mengantar. Terjadi
sedikit ketegangan karena suami pasien dengan nada marah mengatakan kenapa dokter selalu
mengulang menanyakan hal yang sama, bukankah dokter dapat melihat dicatatan dari tempat
pendaftaran dan juga dari UGD? Bapak itu juga mengatakan bahwa istrinya adalah pasien
dokter Zainal seorang internist dan berjanji mau memvisit istrinya di RS ini. Tolong dok, kata
3
suaminya. Hubungi dokter Zainal, ini nomor telponnya (sambil memberikan nomor telpon).
Dengan sedikit menahan emosi, dokter bangsal tetap ramah dan berjanji akan
menghubunginya. Beberapa kali sudah dicoba, namun dokter Zainal tidak dapat dihubungi.
Sementara itu, kondisi pasien semakin parah dan akhirnya pada pukul 06.15, pasien
meninggal dunia. Dokter bangsal berusaha menenangkan suami pasien dan keluarganya,
namun tampak jelas suami pasien marah dan tidak puas dan mengatakan seandainya pihak
RS cepat melakukan tindakan hemodialisis, maka istrinya tidak akan meninggal.
Skenario 4
Dua bulan setelah meninggalnya Ny. Murni, pihak RS mendapat surat panggilan dari
Polisi, ternyata suami pasien menuduh RS telah melakukan malpraktik terhadap istrinya
ketika dirawat. Untuk itu ia melalui pengacaranya menuntut pihak RS dengan ganti rugi
materiel dan imateriel sebesar milyaran rupiah. Kasus ini akhirnya diselesaikan di Pengadilan
melalui mediasi.
4
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan skenario kasus, keluarga pasien menuntut RS karena tidak puas atas
pelayanan. Hal ini dapat berdasarkan beberapa permasalahan berikut:
1. Komunikasi
Komunikasi merupakan proses penyampaian suatu pesan oleh seorang kepada
orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap, pendapat, atau perilaku,
baik langsung secara lisan maupun tak langsung melalui media.1 Pengertian
komunikasi memang sangat sederhana dan mudah dipahami, tetapi dalam
pelaksanaannya sulit dipahami, terlebih lagi bila yang terlibat komunikasi
memiliki referensi yang berbeda, atau di dalam komunikasi berjalan satu arah.
Berdasarkan skenario, permasalahan dalam komunikasi terlihat pada saat di
ruang pendaftaran. Dimana ada tiga orang petugas administrasi yang sedang
sibuk dengan kegiatan masing-masing. Diantara ketiga petugas tersebut,
petugas ketiga yang sedang membereskan medical record, sebenarnya masih
dapat menunda pekerjaannya dan memberikan pelayanan. Dalam hal ini,
terlihat bahwa petugas tersebut tidak melakukan komunikasi yang proaktif.
Komunikasi yang proaktif harus dilandasi dengan rasa tanggung jawab dan
non prejudice. Masalah pada kasus ini adalah adanya pelanggaran etika,
dimana petugas pendaftaran mengabaikan pasien.
2. Pasien dalam kasus ini dalam kondisi gawat darurat. Hal ini terlihat dari
pasien datang sebagai rujukan dari RS yang lebih kecil dengan menggunakan
ambulance. Oleh karena itu, sebaiknya pasien dalam kondisi gawat darurat
memerlukan tindakan atau pertolongan segera di unit gawat darurat (UGD).
5
Apabila memungkinkan, dapat dilakukan pertolongan pertama terlebih dahulu,
baru kemudian dilakukan pendaftaran atau administrasi.
3. Profesionalisme
Dalam setiap profesi, ada tuntutan untuk bersikap profesional dalam
menjalankan setiap fungsi profesi. Profesionalisme secara umum dalam
pelayanan medis antara lain:
Bertanggung jawab
Tidak melanggar hak pasien
Tanpa pamrih
Tidak melanggar etika profesi
Dalam kasus ini, ada kemungkinan pelanggaran hak pasien. Karena
seharusnya sebagai pasien yang membutuhkan pertolongan yang segera, maka
perlu pelayanan administrasi yang lebih proaktif. Permasalahan ini dapat
berhubungan dengan manajemen di rumah sakit tersebut. Sehingga perlu
adanya evaluasi mengenai sistem manajemen RS serta komunikasi mengenai
rujukan yang lebih terperinci.
4. Prosedur standar pelayanan medis pada kasus gawat darurat
Standar dapat berupa standar profesi dan atau standar pelayanan medis
lainnya. Standar profesi adalah standar dari organisasi profesi kedokteran yang
diberlakukan di rumah sakit. Standar pelayanan medis adalah standar lainnya
dalam bidang keilmuan kedokteran, baik yang dibuat sendiri maupun yang
dibuat pihak lain di luar rumah sakit dan diberlakukan di rumah sakit. Standar
pelayanan medis antara lain dapat berupa pedoman-pedoman, skema-skema
pengambilan keputusan, termasuk prosedur kerja, maupun buku-buku.2
Prosedur untuk melakukan rujukan antara lain:
6
Dari RS yang merujuk:
Dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh, jika
tidak dapat melanjutkan tidakan maka dapat dilakukan perujukkan
Memutuskan rumah sakit mana yang menjadi tujuan rujukan sesuai
dengan kondisi dan kebutuhan pasien
Apabila merujuk pasien gawat darurat, maka harus didampingi oleh
petugas medis dari RS yang merujuk
Kendaraan atau ambulance yang mengantar harus menunggu sampai
pasien dinyatakan dapat dilakukan perawatan di RS rujukan.
RS yang dirujuk:
Pasien membawa surat rujukan
Keluarga yang mendampingi pasien melakukan pendaftaran atau
melengkapi kebutuhan administrasi di RS rujukan
RS yang dirujuk segera menerima pasien dan dilakukan stabilisasi
Pasien dipindahkan ke ruang perawatan setelah kondisinya stabil
Permasalah yang terdapat pada skenario kasus adalah pasien datang tidak
diantar oleh petugas medis RS yang merujuk, sehingga tidak ada komunikasi
yang baik antara RS yang merujuk dan yang dirujuk. Hal ini mengakibatkan
pasien diabaikan dalam beberapa waktu.
Standar prosedur yang diberlakukan di RS berfungsi agar setiap tindakan
pelayanan medis dapat memenuhi setiap kebutuhan masing-masing pasien.
Sehingga apabila dikemudian hari terdapat keluhan atau tuntutan dapat
dilakukan evaluasi. Apabila petugas medis sudah menjalankan prosedur tetapi
masih terdapat kesalahan, maka yang harus dilakukan perubahan adalah sistem
manajemen yang menerapkan standar prosedur. Tetapi apabila petugas medis
7
tidak melaksanakan prosedur yang diberlakukan dan terjadi kesalahan, maka
hal ini dianggap sebagai kelalaian petugas medis yang melakukan tindakan.
5. Pandangan mengenai sikap dokter di ruang tindakan
Pada skenario kasus, terdapat tiga dokter yang sedang sibuk. Kondisi di ruang
tindakan terdapat 12 bed tempat tidur dan 10 sudah terisi pasien. Jika rasio
antara dokter dan jumlah pasien yang ditangani sudah sesuai, berarti
manajemen rumah sakit sudah melakukan prosedur pelayanan gawat darurat
dengan benar. Hanya pada kondisi ini, diperlukan kesigapan dokter dalam
menangani setiap pasien.
Dokter dikatakan lalai apabila ia sedang bertugas tetapi melakukan kegiatan
lain diluar tugas yang seharusnya ia kerjakan. Kemudian tindakan dokter
dalam menangani pasien, mengindikasikan adanya kurang ketelitian. Dokter
tidak mengetahui bahwa pasien adalah pasien rujukan dengan kondisi gagal
ginjal cukup parah, sehingga perlu dilakukan dua kali pemeriksaan fisik.
Kemudian dokter memberikan terapi, tetapi dokter mengetahui bahwa terapi
tersebut tidak akan banyak membantu memperbaiki kondisi pasien.
Selain itu, dokter tidak menganjurkan pemeriksaan laboratorium untuk melihat
kondisi pasien saat ini. Padahal pemeriksaan lebih lanjut diperlukan untuk
mengetahui bagaimana kondisi pasien setelah dirujuk dibandingkan
kondisinya saat masih berada di RS yang sebelumnya.
6. Kompetensi petugas medis
Kompetensi yang harus dimiliki oleh dokter pada layanan gawat darurat antara
lain:
Bebas dari kelalaian
Ketelitian dan kehati-hatian sesuai dengan ilmu kedokteran
8
Ketelitian dilakukan oleh tenaga medis yang berpengalaman
Ketelitian dipertahankan sesuai situasi dan kondisi tindakan medis
yang dilakukan
Tetap mempertahankan azas proposionalitas
Pada skenario kasus, mengindikasikan petugas medis kurang teliti dalam
menangani pasien. Prosedur yang dapat dilakukan apabila mengalami
permasalahan dalam penanganan pasien, hendaknya pasien dikonsulkan padan
konsulen yang sesuai dengan kondisi pasien. Misalnya pada kasus Ny. Murni
yang mengalami gagal ginjal cukup parah, setelah pagi hari dilakukan
hemodialisis, pada malam hari sudah kembali mengalami sesak napas. Kondisi
ini dapat dikonsultasikan pada dokter yang memiliki kompetensi sesuai
dengan permasalahan yang ada pasien.
7. Suami pasien marah dan tidak sabar, hal ini dipengaruhi kondisi psikologis
karena melihat kondisi istrinya yang sakit dan kemudian terlihat semakin
memburuk kondisinya.
8. Kasus pada pasien tersebut bukan malpraktik, karena dapat dikategorikan
malpraktik apabila adanya kelalaian yang disengaja atau tidak mengikuti
prosedur yang ada. Yang terjadi pada pasien ini adalah pengabaian dalam
pelayanan.
9. Untuk menghindari malpraktik, RS seharusnya melakukan tindakan
pencegahan seperti mengubah manajemen dan membuat standar prosedur
pelayanan medis yang sesuai dengan tingkatan rumah sakit serta setiap
petugas medis dan karyawan harus menerapkan standar prosedur tersebut
dengan baik. Kemudian untuk menghadapi permasalahan penuntutan
dikemudian hari, hendaknya setiap rumah sakit memiliki penasehat hukum.
9
10. Pandangan mengenai dokter di ruang jaga VIP
Pada skenario, dokter di ruang jaga VIP tampak memberikan pertanyaan yang
sama sehingga membuat suami pasien menjadi marah. Seharusnya dokter di
ruang jaga langsung memeriksa status pasien yang sudah dicatat oleh dokter di
UGD. Mungkin dikarenakan tulisan yang tidak jelas, maka dokter di ruang
jaga kembali menanyakan hal yang sama. Pada saat itu, suami pasien
dipengaruhi kondisi psikologis yang tertekan karena melihat istri yang sakit,
tampak marah diberikan pertanyaan yang sama. Sehingga hendaknya tulisan
setiap dokter dapat dengan jelas dibaca dan dipahami.
11. Hak pasien
Akibat adanya hubungan antara dokter dan pasien, maka akan timbul hak dan
kewajiban. Hak pasien antara lain:3
Hak memilih dokter
Hak menerima atau menolak pengobatan setelah menerima informasi
Hak atas kerahasiaan
Hak atas second opinion
Hak atas pelayanan kesehatan
Hak atas ganti rugi
Berdasarkan skenario kasus, suami pasien menuntut karena tidak puas
terhadap pelayanan RS. Sebelum Ny. Murni meninggal, belum ada dokter
yang bertanggung jawab di RS rujukan terhadap perawatan pasien. Adapun dr.
Zainal merupakan dokter yang berpraktik di RS yang merujuk. Kemungkinan
hal ini disebabkan karena pasien masuk RS di waktu dini hari. Sehingga tidak
ada dokter konsultan yang dapat menangani secara langsung dan bertanggung
jawab terhadap keadaan pasien. Kemudian pada kasus ini, suami pasien
10
sebagai keluarga yang mengantar, tidak diberikan informasi mengenai kondisi
pasien serta perawatan yang dapat diberikan. Selain itu, tidak adanya data atau
bukti yang menyatakan derajat keparahan gagal ginjal pada pasien, baik dari
RS yang merujuk maupun RS yang dirujuk. Sehingga suami pasien hanya
mengetahui apabila dilakukan hemodialisis, istrinya akan tertolong.
12. Penuntutan terhadap RS
Setelah 2 bulan Ny. Murni meninggal dunia, suami pasien melakukan
penuntutan dan menuduh RS telah melakukan malpraktik. Dari segi hukum, di
dalam definisi dan pemahaman dapat diartikan bahwa malpraktik dapat terjadi
karena tindakan yang disengaja (intentional) seperti pada misconduct tertentu,
tindakan kelalaian (negligence), ataupun suatu kekurang-mahiran/ketidak-
kompetenan yang tidak beralasan.3,4
Suatu hasil yang tidak diharapkan dibidang medik sebenarnya dapat
diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, yaitu:
1. Hasil dari suatu perjalanan penyakitnya sendiri, tidak berhubungan dengan
tindakan medis yang dilakukan dokter.
2. Hasil dari suatu risiko yang tidak dapat dihindari, yaitu risiko yang tidak
dapat diketahui sebelumnya (unforeseeable); atau risiko yang meskipun
telah diketahui sebelumnya tetapi dianggap acceptable, sebagaimana telah
diuraikan diatas.
3. Hasil dari suatu kelalaian medik.
4. Hasil dari suatu kesengajaan.
Apabila hasil yang tidak diharapkan di bidang medik tersebut karena
perjalanan penyakit pasien dan dokter yang melakukan perawatan sudah
menjalankan standar prosedur pelayanan medis, maka hal ini tidak dianggap
11
sebagai malpraktik. Pada kasus ini, kemungkinan adanya pengabaian pada
pasien sehingga keluarga pasien merasa tidak puas terhadap pelayanan di RS.
Berdasarkan uraian masalah pada kasus ini, maka solusi yang dapat diberikan
berdasarkan akar permasalahan adalah
1. Komunikasi hendaknya dilakukan dengan baik. Berdasarkan teori komunikasi parent-
adult-child, dimana komunikator dan orang yang disampaikan pesan harus sejajar.
Apabila secara umum dengan sikap saling menghormati dan sopan santun, sebaiknya
komunikasi berlangsung antara adult-adult, agar dalam berkomunikasi saling
menghormati dan tidak ada merasa memiliki kedudukan yang lebih tinggi.
2. Melakukan evaluasi terhadap manajemen mengenai standar prosedur pelayanan medis
di Rumah Sakit.
3. Standar prosedur yang telah ditetapkan dan diberlakukan di Rumah Sakit hendaknya
diterapkan oleh setiap tenaga medis dan karyawan di RS.
4. Setiap tindakan yang dilakukan serta kondisi pasien saat dilakukan perawatan, harus
disampaikan kepada keluarga pasien. Karena salah satu hak pasien adalah
mendapatkan informasi yang jelas mengenai keadaannya.
5. Untuk dapat mengetahui bahwa hasil yang tidak diharapkan merupakan hasil
perjalanan penyakit pasien, maka hendaknya ada bukti yang dapat menjelaskan
penyebab kematian. Misalnya dengan melakukan pemeriksaan laboratorium secara
menyeluruh untuk mengetahui fungsi ginjal.
6. Hendaknya setiap Rumah Sakit memiliki penasehat hukum untuk menjelaskan
pandangan dari segi hukum mengenai aspek medikolegal, agar apabila dikemudian
hari ada penuntutan dapat mengetahui duduk permasalahan dengan jelas.
12
BAB IV
PENUTUP
Berdasarkan laporan kasus dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa
penuntutan dari keluarga pasien disebabkan karena pelayanan yang kurang memuaskan. Hal
ini diawali dengan tidak berlangsungnya komunikasi yang baik di ruang pendaftaran.
Kemudian saat penanganan di UGD, dokter yang menangani kurang sigap sehingga seolah-
olah pasien merasa diabaikan.
Selain itu, penyampaian informasi yang kurang jelas sehingga keluarga pasien tidak
mengetahui kondisi pasien yang sesungguhnya. Sehingga ketika pasien meninggal dunia,
keluarga pasien merasa hal tersebut adalah kesalahan rumah sakit. Berdasarkan pembahasan
kelompok saat diskusi, kasus ini tidak termasuk malpraktik. Tetapi merupakan kasus
pengabaian pasien. Hal ini berhubungan dengan profesionalitas tenaga medis dan karyawan
saat memberikan pelayanan pada pasien.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Effendy, Onong Uchjana. Ilmu Komunikasi, Teori, dan Praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya; 2006. p. 5.
2. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor: 129/Menkes/SK/II/2008, tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
3. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetika dan Hukum Kedokteran. Jakarta: Pustaka Dwipar; 2005. p. 12, 90-92.
4. World Medical Association. Sagiran, editor. Medical Ethics Manual, Panduan Etika Medis. Yogyakarta: Pusat Studi Kedokteran Islam Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta; 2006.
14