Makalah Fonologi dan Morfologi dalam Bahasa Indonesia

30
MAKALAH BAHASA INDONESIA “Fonologi dan Morfologi Bahasa Indonesia” Dosen Pengampu : Dr. suwarjo, M. Pd. Mata Kuliah : Bahasa Indonesia Oleh Ristiana NPM 1113053097 Semester IA PROGRAM PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR 1

description

Makalah Bahasa Indonesia Semester I PGSD UPP Metro

Transcript of Makalah Fonologi dan Morfologi dalam Bahasa Indonesia

MAKALAH BAHASA INDONESIA

“Fonologi dan Morfologi Bahasa Indonesia”

Dosen Pengampu : Dr. suwarjo, M. Pd.

Mata Kuliah : Bahasa Indonesia

Oleh

Ristiana

NPM 1113053097

Semester IA

PROGRAM PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2011

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kalau kita perhatikan dengan baik, dalam kehidupan sehari-hari masih

banyak masyarakat yang memakai bahasa Indonesia tetapi tuturan atau ucapan

daerahnya terbawa ke dalam tuturan bahasa Indonesia. Tidak sedikit seseorang

yang berbicara dalam bahasa Indonesia, tetapi dengan lafal atau intonasi Jawa,

Batak, Bugis, Sunda dan lain sebagainya. Hal ini dimungkinkan karena

sebagian besar bangsa Indonesia memposisikan bahasa Indonesia sebagai

bahasa kedua. Sedangkan bahasa pertamanya adalah bahasa daerah masing-

masing. Bahasa Indonesia hanya digunakan dalam komunikasi tertentu, seperti

dalam kegiatan-kegiatan resmi.

Selain itu, dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya di Sekolah

Dasar, istilah yang dikenal dan lazim digunakan guru adalah istilah “huruf”

walaupun yang dimaksud adalah “fonem”. Mengingat keduanya merupakan

istilah yang berbeda, untuk efektifnya pembelajaran, tentu perlu diadakan

penyesuaian dalam segi penerapannya.

Oleh karena itu, untuk mencapai suatu ukuran lafal/fonem baku dalam

bahasa Indonesia, sudah seharusnya lafal-lafal atau intonasi khas daerah itu

dikurangi jika mungkin diusahakan dihilangkan. Sebagai seorang guru,

pemahaman struktur fonologi dan morfologi bahasa Indonesia selain dapat

menjadi bekal dalam pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam

kehidupan sehari-hari juga dapat bermanfaat dalam pembinaan kemampuan

berbahasa siswa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas ditemukan beberapa permasalahan,

diantaranya:

1. Apakah yang dimaksud dengan fonologi?

2

2. Bagaimana membedakan ilmu-ilmu bahasa yang tercakup dalam

fonologi?

3. Bagaimana mengidentifikasi fonem-fonem bahasa Indonesia?

4. Apakah yang dimaksud dengan morfologi?

5. Bagaimana mengidentifikasi morfem-morfem bahasa Indonesia?

6. Apa saja jenis kata ulang bahasa Indonesia?

7. Apa saja makna kata ulang bahasa Indonesia?

C. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1. Untuk menjelaskan pengertian fonologi.

2. Untuk membedakan ilmu-ilmu bahasa yang tercakup dalam fonologi.

3. Untuk mengidentifikasi fonem-fonem bahasa Indonesia.

4. Untuk menjelaskan pengertian morfologi.

5. Untuk mengidentifikasi morfem-morfem bahasa Indonesia.

6. Untuk mengidentifikasi jenis-jenis kata ulang bahasa Indonesia.

7. Untuk menjelaskan makna kata ulang bahasa Indonesia.

3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Fonologi

1. Pengertian Fonologi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) dinyatakan bahwa fonologi

adalah bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyi – bunyi bahasa

menurut fungsinya. Dengan demikian fonologi adalah merupakan sistem

bunyi dalam bahasa Indonesia atau dapat juga dikatakan bahwa fonologi

adalah ilmu tentang bunyi bahasa.

Menurut Kridalaksana (2002) dalam kamus linguistik, fonologi adalah

bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut

fungsinya. Dengan demikian, fonologi adalah merupakan sistem bunyi dalam

bahasa Indonesia atau dapat juga dikatan bahwa fonologi adalah ilmu tentang

bunyi bahasa.

2. Ilmu-Ilmu yang Tercakup dalam Fonologi

Fonologi dalam tataran ilmu bahasa dibagi dua bagian yakni fonetik dan

fonemik.

a) Fonetik

Menurut Samsuri (1994), fonetik adalah studi tentang bunyi-bunyi ujar.

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997), fonetik diartikan:

bidang linguistik tentang pengucapan (penghasilan) bunyi ujar atau fonetik

adalah sistem bunyi suatu bahasa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

fonetik adalah ilmu bahasa yang membahas bunyi-bunyi bahasa yang

dihasilkan alat ucap manusia, serta bagaimana bunyi itu dihasilkan.

Chaer (2007) membagi urutan proses terjadinya bunyi bahasa itu, menjadi

tiga jenis fonetik, yaitu:

1) Fonetik artikulatoris atau fonetik organis atau fonetik fisiologi,

mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja

4

dalam menghasilkan bunyi bahasa serta bagaimana bunyi-bunyi itu

diklasifikasikan.

2) Fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau

fenomena alam (bunyi-bunyi itu diselidiki frekuensi getaranya,

aplitudonya,dan intensitasnya.

3) Fonetik auditoris mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan

bunyi bahasa itu oleh telinga kita.

Dari ketiga jenis fonetik tersebut yang paling berurusan dengan dunia

lingusitik adalah fonetik artikulatoris, sebab fonetik inilah yang berkenaan

dengan masalah bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu dihasilkan atau diucapkan

manusia. Sedangkan fonetik akustik lebih berkenaan dengan bidang fisika, dan

fonetik auditoris berkenaan dengan bidang kedokteran.

b) Fonemik

Fonemik adalah ilmu bahasa yang membahas bunyi-bunyi bahasa yang

berfungsi sebagai pembeda makna. Terkait dengan pengertian tersebut,

fonemik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) diartikan: (1) bidang

linguistik tentang sistem fonem; (2) sistem fonem suatu bahasa; (3) prosedur

untuk menentukan fonem suatu bahasa.

Jika dalam fonetik kita mempelajari segala macam bunyi yang dapat

dihasilkan oleh alat-alat ucap serta bagaimana tiap-tiap bunyi itu dilaksanakan,

maka dalam fonemik kita mempelajari dan menyelidiki kemungkinan-

kemungkinan, bunyi ujaran yang manakah yang dapat mempunyai fungsi

untuk membedakan arti.

Chaer (2007) mengatakan bahwa fonemik mengkaji bunyi bahasa yang

dapat atau berfungsi membedakan makna kata. Misalnya bunyi [l], [a], [b]

dan [u]; dan [r], [a], [b] dan [u] jika dibandingkan perbedaannya hanya pada

bunyi yang pertama, yaitu bunyi [l] dan bunyi [r]. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa kedua bunyi tersebut adalah fonem yang berbeda dalam

bahasa Indonesia, yaitu fonem /l/ dan fonem /r/.

5

Sebagai bidang yang berkosentrasi dalam deskripsi dan analisis bunyi-

bunyi ujar, hasil kerja fonologi berguna bahkan sering dimanfaatkan oleh

cabang-cabang linguitik yang lain, misalnya morfologi, sintaksis, dan

semantik.

1) Fonologi dalam cabang morfologi

Bidang morfologi yang kosentrasinya pada tataran struktur internal kata

sering memanfaatkan hasil studi fonologi, misalnya ketika menjelaskan

morfem dasar {butuh} diucapkan secara bervariasi antara [butUh] dan

[bUtUh] serta diucapkan [butuhkan] setelah mendapat proses morfologis

dengan penambahan morfem sufiks   {-kan}.

2) Fonologi dalam cabang sintaksis

Bidang sintaksis yang berkosentrasi pada tataran kalimat, ketika

berhadapan dengan kalimat kamu berdiri. (kalimat berita), kamu berdiri?

(kalimat tanya), dan kamu berdiri! (kalimat perintah) ketiga kalimat tersebut

masing-masing terdiri dari dua kata yang sama tetapi mempunyai maksud

yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dijelaskan dengan memanfaatkan hasil

analisis fonologis, yaitu tentang intonasi, jedah dan tekanan pada kalimat yang

ternyata dapat membedakan maksud kalimat, terutama dalam bahasa

Indonesia.

3) Fonologi dalam cabang semantik

Bidang semantik, yang berkosentrasi pada persoalan makna kata pun

memanfaatkan hasil telaah fonologi. Misalnya dalam mengucapkan sebuah

kata dapat divariasikan, dan tidak. Contoh kata [tahu], [tau], [teras] dan [t∂ras]

akan bermakna lain. Sedangkan kata duduk dan didik ketika diucapkan secara

bervariasi [dudU?], [dUdU?], [didī?], [dīdī?] tidak membedakan makna. Hasil

analisis fonologislah yang membantunya.

6

B. Fonem-fonem Bahasa Indonesia

1. Pengertian Fonem

Santoso (2004) menyatakan bahwa fonem adalah setiap bunyi ujaran

dalam satu bahasa mempunyai fungsi membedakan arti. Bunyi ujaran yang

membedakan arti ini disebut fonem. Fonem tidak dapat berdiri sendiri karena

belum mengandung arti. Tidak berbeda dengan pendapat tadi, dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia (1997) tertulis bahwa yang dimaksud fonem adalah

satuan bunyi terkecil yang mampu menunjukkan kontras makna. Jadi, dapat

disimpulkan bahwa fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang bersifat

fungsional, artinya satuan memiliki fungsi untuk membedakan makna. Fonem

tidak dapat berdiri sendiri karena belum mengandung arti.

2. Jenis-jenis Fonem

Dalam bahasa Indonesia, secara resmi ada 32 buah fonem, yang terdiri

atas: (a) fonem vokal 6 buah (a, i. u, e, ∂, dan o), (b) fonem diftong 3 buah,

dan (c) fonem konsonan 23 buah (p, t, c, k, b, d, j, g, m, n, n, η, s, h, r, l, w,

dan z).

a) Fonem vokal

Fonem vokal yang dihasilkan tergantung dari beberapa hal berikut.

1) Posisi bibir (bentuk bibir ketika mengucapkan sesuatu bunyi).

2) Tinggi rendahnya lidah (posisi ujung dan belakang lidah ketika

mengucapkan bunyi.

3) Maju-mundurnya lidah (jarak yang terjadi antara lidah dan lengkung

kaki gigi).

Menurut posisi lidah yang membentuk rongga resonansi, vokal-vokal

digolongkan:

Vokal tinggi depan dengan menggerakkan bagian depan lidah ke langit-

langit sehingga terbentuklah rongga resonansi, seperti pengucapan bunyi

[i].

Vokal tinggi belakang diucapkan dengan kedua bibir agak maju dan

sedikit membundar, misalnya /u/.

7

Vokal sedang dihasilkan dengan menggerakkan bagian depan dan

belakang lidah ke arah langit-langit sehingga terbentuk ruang resonansi

antara tengah lidah dan langit-langit, misalnya vokal [e].

Vokal belakang dihasilkan dengan menggerakkan bagian belakang lidah

ke arah langit-langit sehingga terbentuk ruang resonansi antara bagian

belakang lidah dan langit-langit, misalnya vokal [o].

Vokal sedang tengah adalah vokal yang diucapkan dengan agak

menaikkan bagian tengah lidah ke arah langit-langit, misalnya Vokal // .

Vokal rendah adalah vokal yang diucapkan dengan posisi lidah mendatar,

misalnya vokal /a/.

Menurut bundar tidaknya bentuk bibir, vokal dibedakan atas:

Vokal bundar: /a/, /o/, dan /u/;

Vokal tak bundar: /e/, /ə/, dan /i/.

Menurut renggang tidaknya ruang antara lidah dengan langit-langit, vokal

dibedakan atas:

Vokal sempit: /ə/, /i/, dan /u/;

Vokal lapang: /a/, /e/, /o/.

Jadi /a/ misalnya, adalah vokal tengah, rendah, bundar, dan lapang.

b) Fonem diftong

Diftong dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988) dinyatakan

sebagai vokal yang berubah kualitasnya. Dalam sistem tulisan, diftong

dilambangkan oleh dua huruf vokal. Kedua huruf vokal itu tidak dapat

dipisahkan. Bunyi /aw/ pada kata pulau adalah diftong, sehingga <au> pada

suku kata –lau tidak dapat dipisahkan menjadi la-u seperti pada kata mau.

c) Fonem Konsonan

Konsonan adalah bunyi bahasa yang ketika dihasilkan mengalami

hambatan-hambatan pada daerah artikulasi tertentu. Kualitasnya ditentukan

oleh tiga faktor :

Keadaan pita suara (merapat atau merenggang - bersuara atau tak

bersuara).

8

Penyentuhan atau pendekatan berbagai alat ucap/artikulator (bibir, gigi,

gusi, lidah, langit-langit).

Cara alat ucap tersebut bersentuhan/berdekatan.

Fonem konsonan dapat digolongkan berdasarkan tiga kriteria: posisi pita

suara, tempat artikulasi, dan cara artikulasi.

Berdasarkan posisi pita suara, bunyi bahasa dibedakan ke dalam dua

macam, yakni bunyi bersuara dan bunyi tak bersuara. (Samsuri, 1994,

Supriyadi, dkk. 1992, Santoso, 2004 dan Depdikbud, 1988).

Bunyi bersuara terjadi apabila pita suara hanya terbuka sedikit,

sehingga terjadilah getaran pada pita suara itu. Yang termasuk bunyi

bersuara antara lain, bunyi /b/, /d/, /g/, /m/, /n/, /ñ/, /j/, /z/, /r/, /w/

dan /y/.

Tak bersuara terjadi apabila pita suara terbuka agak lebar, sehingga

tidak ada getaran pada pita suara. Yang termasuk bunyi tak bersuara,

antara lain /k/, /p/, /t/, /f/, /s/, dan /h/.

Berdasarkan tempat artikulasinya, kita mengenal empat macam konsonan,

yakni:

Konsonan bilabial adalah konsonan yang terjadi dengan cara

merapatkan kedua belah bibir, misalnya bunyi /b/, /p/, dan /m/.

Konsonan labiodental adalah bunyi yang terjadi dengan cara

merapatkan gigi bawah dan bibir atas, misalnya /f/.

Konsonan laminoalveolar adalah bunyi yang terjadi dengan cara

menempelkan ujung lidah ke gusi, misalnya /t/ dan /d/.

Konsonan dorsovelar adalah bunyi yang terjadi dengan cara

menempelkan pangkal lidah ke langit-langit lunak, misalnya /k/ dan

/g/.

Menurut cara pengucapanya/cara artikulasinya, konsonan dapat dibedakan

sebagai berikut:

Konsonan letupan (eksplosif) yakni bunyi yang dihasilkan dengan

menghambat udara sama sekali ditempat artikulasi lalu dilepaskan,

seperti [b], [p], [t], [d], [k], [g], [?], dan lain-lain;

9

Konsonan nasal (sengau) adalah bunyi yang dihasilkan dengan

menutup alur udara keluar melalui rongga mulut tetapi dikeluarkan

melalui rongga hidung seperti fonem [n, m, ñ, ];

Konsonan lateral yakni bunyi yang dihasilkan dengan menghambat

udara sehingga keluar melalui kedua sisi lidah seperi [l];

Konsonan frikatif yakni bunyi yang dihasilkan dengan menghambat

udara pada titik artikulasi lalu dilepaskan secara frikatif misanya [f],

[s];

Konsonan afrikatif yaitu bunyi yang dihasilkan dengan melepas udara

yang keluar dari paru-paru secara frikatif, misalnya [c] dan [z];

Konsonan getar yakni bunyi yang dihasilkan dengan

mengartikulasikan lidah pada lengkung kaki gigi kemudian dilepaskan

secepatnya dan diartikulasikan lagi seprti [r] pada jarang.

C. Pengertian Morfologi Bahasa Indonesia

Ramlan (1978:19) menjelaskan bahwa morfologi ialah bagian dari ilmu

bahasa yang membicarakan atau yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata

serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan kata dan

arti kata, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari

seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu,

baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik.

Nida (1949:1) menjelaskan bahwa morfologi adalah studi tentang morfem

dan susunannya di dalam pembentukan kata. Susunan morfem yang diatur

menurut morfologi suatu bahasa meliputi semua kombinasi yang membentuk

kata atau bagian dari kata.

Verhaar (2004:97) juga menjelaskan bahwa morfologi adalah cabang

lunguistik yang mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai

satuan gramatikal. Jadi dapat disimpulkan bahwa morfologi adalah cabang

ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk pembentukan kata.

10

D. Morfem-morfem Bahasa Indonesia

1. Pengertian Morfem

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) dinyatakan bahwa morfem

adalah satuan bentuk bahasa terkecil yang mempunyai makna, secara relatif

stabil dan tidak dibagi atas bagian bermakna lebih kecil.

Lyons (1968:80) menyatakan bahwa morfem adalah unit analisis

gramatikal yang terkecil. Katamba(1993:24) menjelaskan bahwa morfem

adalah perbedaan terkecil mengenai makna kata atau makna kalimat atau

dalam struktur gramatikal. Jadi dapat disimpulkan bahwa morfem adalah

satuan bahasa terkecil yang bermakna.

2. Prinsip Mengenal Morfem

Edi Subroto (1976:40) mengemukakan tentang ciri morfem, bahwa (1)

morfem adalah satuan terkecil di dalam tingkatan morfologi yang bisa

ditemukan lewat analisis morfologi, (2) morfem selalu merupakan satuan

terkecil yang berulang-ulang dalam pemakaian bahasa (dengan bentuk yang

lebih kurang sama)dengan arti gramatikal tertentu yang lebih kurang sama

pula.

Samsuri (1992) mengemukakan tiga prinsip pokok pengenalan morfem.

(1)Bentuk-bentuk yang berulang yang mempunyai pengertian yang sama,

termasuk morfem yang sama. (2)Bentuk-bentuk yang mirip (susunan fonem-

fonemnya) yang mempunyai pengertian yang sama,termasuk morfem yang

sama, apabila perbedaan-perbedaannya dapat diterangkan secara fonologis.

(3)Bentuk-bentuk yang berbeda susunan fonem-fonemnya, yang tidak dapat

diterangkan secara fonologis perbedaan-perbedaannya, masih bisa dianggap

sebagai alomorf-alomorf dari morfem yang sama atau mirip, asal perbedaan

itu dapat diterangkan secara morfologis.

3. Wujud Morfem

Samsuri (1982:182) yang juga dikutip oleh Prawirasumantri (1985:138)

memaparkan hasil penelitian para pakar terhadap bahasa-bahasa di dunia.

Pada dasarnya, wujud morfem bahasa itu ada lima macam, yaitu :

11

a) Morfem berwujud fonem atau urutan fonem segmental.

Berdasarkan hal itu, morfem dapat berwujud sebuah fonem missal: -i atau

lebih dari satu fonem misalnya: ber-, makan, juang. Contoh diatas, merupakan

morfem-morfem bahasa Indonesia.

b) Morfem terdiri atas gabungan fonem segmental dengan suprasegmental

(prosodi).

Sebagai contoh urutan fonem /bottar/ dalam bahasa Batak Toba belum

mengandung pengertian yang penuh atau maknanya masih meragukan. Urutan

fonem tersebut akan jelas apabila ditambah oleh tekanan pada suku pertama

atau kedua, /bóttar/ atau /bottár/. Yang pertama maknanya “darah” sedangkan

yang kedua bermakna “anggur”.

c) Morfem berwujud fonem-fonem prosodi (suprasegmental).

Dalam tuturan, fonem-fonem suprasegmental iniselalu bersama-sama

dengan fonem segmental. Apabila ada fonem-fonem segmental bersama-sama

dengan fonem supra segmental maka pengertiannya menjadi rangkap, yakni

fonem-fonem suprasegmental menyatakan konsep atau pengertian yang

lainnya. Morfem-morfem seperti itu banyak terdapat pada bahasa Indian

Amerika dan bahasa-bahasa Afrika, yakni morfem yang berwujud

suprasegmental atau prosodi nada.

d) Morfem berwujud gabungan fonem suprasegmental (prosodi) dengan

kesuprasegmentalan (keprosodian) yakni intonasi atau kalimat.

Yang lazim digunakan pada morfem ini ialah gabungan nada dengan

persendian.

e) Morfem bisa berwujud kekosongan (Tanwujud).

Yang dimaksud dengan kekosongan di sini yaitu bahwa morfem tersebut

bermanifestasikan dengan kekosongan yang biasa disebut dengan morfen zero

atau morfem tanwujud yang bisa disimbolkan Ø.

12

4. Jenis-Jenis Morfem

Berdasarkan kriteria tertentu, morfem dapat diklasifikasikan menjadi

beberapa jenis. Penjenisan ini dapat ditinjau dari dua segi yakni hubungannya

dan distribusinya (Samsuri, 1982:186; Prawirasumantri, 1985:139).

a) Ditinjau dari Hubungannya

Pengklasifikasian morfem dari segi hubungannya, dapat dilihat dari

hubungan struktural dan hubungan posisi.

1) Ditinjau dari Hubungan Struktur

Menurut hubungan strukturnya, morfem dapat dibedakan menjadi tiga

macam yaitu morfem bersifat aditif (tambahan) yang bersifat replasif

(penggantian), dan yang bersifat substraktif (pengurangan).

Morfem yang bersifat aditif yaitu morfem-morfem yang biasa yang pada

umumnya terdapat pada semua bahasa, seperti pada urutan putra, tunggal, -

nya, sakit. Unsur-unsur morfem tersebut tidak lain penambahan yang satu

dengan yang lain.

Morfem yang bersifat replasif yaitu morfem-morfem berubah bentuk atau

berganti bentuk dari morfem asalnya. Perubahan bentuk itu mungkin

disebabkan oleh perubahan waktu atau perubahan jumlah. Contoh morfem

replasif ini terdapat dalam bahasa Inggris. Untuk menyatakan jamak, biasanya

dipergunakan banyak alomorf. Bentuk-bentuk /fiyt/, /mays/, /mεn/ masing-

masing merupakan dua morfem /f…t/, /m…s/, /m…n/ dan /iy ← u/, /ay ←

aw/, /ε/, /æ/. Bentuk-bentuk yang pertama dapat diartikan masing-masing

‘kaki’, ‘tikus’, dan ‘orang’, sedangkan bentuk-bentuk yang kedua merupakan

alomorf-alomorf jamak. Bentuk-bentuk yang kedua inilah yang merupakan

morfem-morfem atau lebih tepatnya alomorf-alomorf yang bersifat

penggantian itu, karena /u/ diganti oleh /iy/ pada kata foot dan feet, /aw/

diganti oleh /ay/ pada kata mouse dan mice, dan /æ/ diganti oleh / ε/ pada kata

man dan men.

13

Morfem bersifat substraktif, misalnya terdapat dalam bahasa Perancis.

Dalam bahasa ini, terdapat bentuk ajektif yang dikenakan pada bentuk betina

dan jantan secara ketatabahasaan.

2) Ditinjau dari Hubungan Posisi

Dilihat dari hubungan posisinya, morfem pun dapat dibagi menjadi tiga

macam yakni ; morfem yang bersifat urutan, sisipan, dan simultan. Tiga jenis

morfem ini akan jelas bila diterangkan dengan memakai morfem-morfem

imbuhan dan morfem lainnya.

Contoh morfem yang bersifat urutan terdapat pada kata berpakaian yaitu /

ber-/+/-an/. Ketiga morfem itu bersifat berurutan yakni yang satu terdapat

sesudah yang lainnya.

Contoh morfem yang bersifat sisipan dapat kita lihat dari kata / telunjuk/.

Bentuk tunjuk merupakan bentuk kata bahasa Indonesia di samping telunjuk.

Kalau diuraikan maka akan menjadi / t…unjuk/+/-e1-/.

Morfem simultan atau disebut pula morfem tidak langsung terdapat pada

kata-kata seperti /k∂hujanan/. /k∂siaηgan/ dan sebagainya. Bentuk /k∂hujanan/

terdiri dari /k∂…an/ dan /hujan/, sedang /kesiangan/ terdiri dari /ke…an/ dan

/siaη/. Bentuk /k∂-an/ dalam bahasa Indonesia merupakan morfem simultan,

terbukti karena bahasa Indonesia tidak mengenal bentuk /k∂hujan/ atau

/hujanan/ maupun /k∂siaη/ atau /sianaη/. Morfem simultan itu sering disebut

morfem kontinu (discontinous morpheme).

b) Ditinjau dari Distribusinya

Ditinjau dari distribusinya, morfem dapat dibagi menjadi dua macam yaitu

morfem bebas dan morem terikat.

1) Morfem Bebas

Menurut Santoso (2004), morfem bebas adalah morfem yang mempunyai

potensi untuk berdiri sendiri sebagai kata dan dapat langsung membentuk

kalimat. Dengan demikian, morfem bebas merupakan morfem yang diucapkan

tersendiri; seperti: gelas, meja, pergi dan sebagainya. Morfem bebas sudah

termasuk kata. Tetapi ingat, konsep kata tidak hanya morfem bebas, kata juga

14

meliputi semua bentuk gabungan antara morfem terikat dengan morfem bebas,

morfem dasar dengan morfem dasar. Jadi dapat dikatakan bahwa morfem

bebas itu kata dasar.

2) Morfem Terikat

Morfem terikat yaitu morfem yang tidak dapat berdiri sendiri dalam

tuturan biasa, misalnya : di-, ke-, -i, se-, ke-an. Disamping itu ada bentuk lain

seperti juang, gurau, yang selalu disertai oleh salah satu imbuhan baru dapat

digunakan dalam komunikasi yang wajar.

Samsuri ( 1982:188 ) menamakan bentuk-bentuk seperti bunga, cinta,

sawah, dan kerbau dengan istilah akar; bentuk-bentukseperti di-,ke-, -i, se-,

ke-an dengan nama afiks atau imbuhan; dan juang, gurau dengan istilah

pokok.

Sementara itu Verhaar (1984:53) berturut-turut dengan istilah dasar afiks

atau imbuhan dan akar. Selain itu ada satu bentuk lagi seperti belia, renta, siur

yang masing-masing hanya mau melekat pada bentuk muda, tua, dan simpang,

tidak bisa dilekatkan pada bentuk lain. Bentuk seperti itu dinamakan morfem

unik.

Dalam bahasa-bahasa tertentu, ada pula bentuk-bentuk biasanya sangat

pende yang mempunyai fungsi “memberikan fasilitas”, yaitu melekatnya afiks

atau bagi afiksasi selanjutnya. Contoh dalam bahasa Sansekerta, satuan /wad/

‘menulis’ tidak akan dibubuhi afiks apabila tidak didahului dengan

pembubuhan satuan /a/ sehingga terjelma bentuk sekunder atau bentuk kedua

yakni satuan /wada/ yang dapat yang dapat memperoleh akhiran seperti

wadati, wadama. Bentuk /a/ seperti itu disebut pembentuk dasar.

Sehubungan dengan distribusinya, afiks atau imbuhan dapat pula dibagi

menjadi imbuhan terbuka dan tertutup. Imbuhan terbuka yaitu imbuhan yang

setelah melekat pada suatu benda masih dapat menerima kehadiran imbuhan

lain. Sebagai contoh afiks /p∂r/ setelah dibubuhakn pada satuan /b∂sar/

menjadi perbesar /p∂rb∂sar/. Satuan /p∂rb∂sar/ masih menerima afiks lain

seperti /di/ sehingga menjadi /dip∂rb∂sar/. Imbuhan /p∂r/ dinamakan imbuhan

terbuka, karena masih dapat menerima kehadiran afiks /di/. Sedangkan yang

15

dimaksud dengan imbuhan tertutup ialah imbuhan atau afiks yang setelah

melekat pada suatu bentuk tidak dapat menerima kehadiran bentuk lain,

misalnya afiks /di/ setelah melekat pada satuan /baca/ menjadi /dibaca/ tidak

dapat menerima kehadiran afiks lainnya. Afiks /di/ itulah merupakan contoh

afiks atau imbuhan tertutup.

E. Kata Ulang Bahasa Indonesia

Proses perulangan atau reduplikasi adalah pengulangan bentuk, baik

seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak.

Hasil pengulangan disebut kata ulang, sedangkan bentuk yang diulang

merupakan bentuk dasar (Ramlan, 1980). Pengulangan merupakan pula suatu

proses morfologis yang banyak terdapat pada bahasa Indonesia.

1. Jenis-jenis Kata Ulang Bahasa Indonesia

Berdasarkan macamnya, menurut Keraf (1978) bentuk perulangan dalam

bahasa Indonesia terdiri atas empat bentuk seperti berikut :

a) Kata ulang suku kata awal (dwipurna).

Dalam bentuk perulangan macam ini, vokal dari suku kata awal

mengalami pelemahan bergeser ke posisi tengah menjadi ê (pepet).

Contoh:

Tangga tetangga

Pohon pepohonan

Laki lelaki

b) Kata ulang murni (dwilingga).

Bentuk kata ulang terjadi dengan mengulang seluruh unsur dasar secara

utuh. Kata ulang seperti ini disebut juga kata ulang utuh. Contoh:

Buku buku-buku

Bangku bangku-bangku

Rumah rumah-rumah

c) Kata ulang yang terjadi atas seluruh suku kata, tetapi pada salah satu unsur

kata ulang tersebut mengalami perubahan bunyi fonem. Kata ulang

16

semacam ini biasa disebut kata ulang salin suara atau kata ulang berubah

bunyi. Contoh:

Gerak gerak-gerik

Sayur sayur-mayur

Balik bolak-balik

d) Kata ulang yang mendapat imbuhan atau kata ulang berimbuhan. Contoh:

Anak anak-anakan

Main main-mainan

Kuda kuda-kudaan

2. Makna Kata Ulang

Sesuai dengan fungsi perulangan dalam pembentukan jenis kata, makna

struktural kata ulang menurut Keraf (1978) adalah sebagai berikut :

a) Perulangan mengandung makna banyak yang tak tentu. Perhatikan contoh

berikut:

- Kuda-kuda itu berkejaran di padang rumput.

- Buku-buku yang dibelikan kemarin telah dibaca.

b) Perulangan mengandung makna bermacam-macam. Contoh:

- Pohon-pohonan perlu dijaga kelestariannya.

- Daun-daunan yang ada dipekarangan sekolah sudah menumpuk.

- Ibu membeli sayur-sayuran di pasar.

- Harga buah-buahan sekarang sangat murah.

c) Makna lain yang dapat diturunkan dari suatu kata ulang adalah

menyerupai atau tiruan dari sesuatu. Contoh:

- Anak itu senang bermain kuda-kudaan. (menyerupai atau tiruan kuda)

- Mereka sedang bermain pengantin-pengantinan di pekarangan rumah.

(menyerupai atau tiruan pengantin)

- Andi berteriak kegirangan setelah dibelikan ayam-ayaman. (menyerupai

atau tiruan ayam)

d) Mengandung makna agak atau melemahkan dari. Contoh:

- Perilakunya kebarat-baratan sehingga tidak disenangi oleh teman-

temanya.

17

- Sifatnya masih kekanak-kanakan.

- Mukanya kemerah-merahan.

e) Menyatakan makna intensitas. Makna intensitas terdiri dari:

Intensitas kualitatif, contohnya:

- Pukullah kuat-kuat.

- Anak itu belajar sebaik-baiknya.

- Burung itu terbang setinggi-tingginya.

- Agar tidak terlambat, ia berjalan secepat-cepatnya.

Intensitas kuantitatif, contohnya:

- Kuda-kuda itu berlari kencang.

- Anak-anak bermain bola di pekarangan sekolah.

- Ayah membawa buah-buahan dari Malang.

- Rumah-rumah di kampung itu tertata dengan rapi.

Intensitas frekuentatif. Contoh:

- Ia mengeleng-gelengkan kepalanya.

- Ia mondar-mandir saja sejak tadi.

- Anak itu menyanyi sambil memukul-mukul meja.

f) Perulangan pada kata kerja mengandung makna saling atau pekerjaan yang

berbalasan. Contoh:

- Kita harus tolong-menolong.

- Tentara sedang tembak-menembak dengan seru.

- Mereka tendang-menendang dan tinju-meninju saat sedang berkelahi.

g) Perulangan pada kata bilangan mengandung makna kolektif. Contoh:

- Anak-anak berbaris dua-dua sebelum masuk kelas.

18

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa fonologi adalah

sistem bunyi dalam bahasa Indonesia. Fonologi mencakup dua kajian ilmu,

yaitu fonetik dan fonemis. Morfologi merupakan cabang ilmu bahasa yang

mempelajari seluk-beluk pembentukan kata.

Proses perulangan atau reduplikasi adalah pengulangan bentuk, baik

seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak.

B. Saran

Sebagai seorang guru, Pemahaman struktur fonologi dan morfologi bahasa

Indonesia perlu diperluas, karena selain dapat menjadi bekal dalam pemakaian

bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari juga dapat

bermanfaat dalam pembinaan kemampuan berbahasa siswa.

19

DAFTAR PUSTAKA

http://aristhaserenade.blogspot.com/2011/01/fonologi-morfologi-dan-

sintaksis-bahasa.html

http://hatmanbahasa.wordpress.com/2010/02/16/morfologi-bahasa-indonesia/

http://id.wikibooks.org/wiki/Bahasa_Indonesia/Bunyi

http://lubisgrafura.wordpress.com/2009/01/29/840/

http://mampiroto.blogspot.com/2011/05/makalah-fonologi-diftong.html

http://pbsindonesia.fkip-uninus.org/media.php?module=detailmateri&id=81

http://pbsindonesia.fkip-uninus.org/media.php?module=detailmateri&id=82

http://pjjpgsd.dikti.go.id/file.php/1/repository/dikti/Mata%20Kuliah

%20Awal/Kajian%20Bahasa%20Indonesia%20SD/BAC/Unit_4_0.pdf

http://pustaka.ut.ac.id/website/index.php?

option=com_content&view=article&id=64:pbin4101-linguistik-

umum&Itemid=75&catid=30:fkip

http://Rangkuman-Pelajaran.blogspot.com

http://susandi.wordpress.com/seputar-bahasa/fonologi/

http://www.slideshare.net/Rakatajasa/materi-fonologi-bahasa-indonesia

20