Makalah Fiqih Ayu,Fani,Radian

20
BAB I PENDAHULUAN Hukum-hukum mengenai muamalah telah dijelaskan oleh Allah di dalam Al-Qur’an dan dijelaskan pula oleh Rasulullah dalam As-Sunnah yang suci. Adanya penjelasan itu perlu, karena manusia memang sangat membutuhkan keterangan tentang masalah tersebut dari kedua sumber utama hukum Islam. Juga karena manusia memang membutuhkan makanan untuk memperkuat kondisi tubuh, membutuhkan pakaian, tempat tinggal, kendaraan dan lainnya yang digolongkan sebagai manusia dalam hidupnya. Jual beli menurut pandangan Al-Qur’an, As-Sunnah, ijma, dan qiyas adalah boleh. Allah berfirman: “Allah menghalalkan jual beli”. (Al-Baqarah:275). Dalam syariah ada yang dinamakan dengan jual beli taqshid atau jual beli kredit yang akan coba kita bahas. Jual beli sistem kredit datang menyeruak diantara segala sistem bisnis yang ada. Sistem ini mulai diminati banyak kalangan, karena rata- rata manusia itu kalangan menengah ke bawah, yang mana kadang- kadang mereka terdesak untuk membeli barang tertentu yang tidak bisa dia beli dengan kontan, maka kredit adalah pilihan yang mungkin dirasa tepat. Namun ada sebuah pertanyaan besar yang muncul, yaitu apa hukum jual beli kredit secara islam, halalkah atau haram? Dan pemakalah juga akan mencoba membahas arti dari jual beli dan syarat-syaratnya dan pengertian kredit.

description

tugas

Transcript of Makalah Fiqih Ayu,Fani,Radian

BAB IPENDAHULUAN

Hukum-hukum mengenai muamalah telah dijelaskan oleh Allah di dalam Al-Quran dan dijelaskan pula oleh Rasulullah dalam As-Sunnah yang suci. Adanya penjelasan itu perlu, karena manusia memang sangat membutuhkan keterangan tentang masalah tersebut dari kedua sumber utama hukum Islam. Juga karena manusia memang membutuhkan makanan untuk memperkuat kondisi tubuh, membutuhkan pakaian, tempat tinggal, kendaraan dan lainnya yang digolongkan sebagai manusia dalam hidupnya.Jual beli menurut pandangan Al-Quran, As-Sunnah, ijma, dan qiyas adalah boleh.Allah berfirman: Allah menghalalkan jual beli. (Al-Baqarah:275).Dalam syariah ada yang dinamakan dengan jual beli taqshid atau jual beli kredit yang akan coba kita bahas. Jual beli sistem kredit datang menyeruak diantara segala sistem bisnis yang ada. Sistem ini mulai diminati banyak kalangan, karena rata-rata manusia itu kalangan menengah ke bawah, yang mana kadang-kadang mereka terdesak untuk membeli barang tertentu yang tidak bisa dia beli dengan kontan, maka kredit adalah pilihan yang mungkin dirasa tepat.Namun ada sebuah pertanyaan besar yang muncul, yaitu apa hukum jual beli kredit secara islam, halalkah atau haram? Dan pemakalah juga akan mencoba membahas arti dari jual beli dan syarat-syaratnya dan pengertian kredit.Dan penbahasan yang kedua bagaimana pula dengan jual beli dengan pembayaran dimuka atau yang lebih dikenal dengan sebutan DP. Apakah didalam Islam jual beli seperti ini dibolehkan?.

BAB IIPEMBAHASANPengertian jual beli:Jual beli dalam pengertian istilah adalah pertukaran harta dengan harta untuk tujuan memiliki dengan ucapan ataupun perbuatan.Jual beli menurut pandangan Al-Quran, As-Sunnah, ijma, dan qiyas adalah boleh.Allah berfirman: Allah menghalalkan jual beli. (Al-Baqarah:275).Semua ulama telah sepakat tentang masalah diperbolehkannya melakukan jual beli tersebut.[footnoteRef:2][1] [2: [1] Saleh Al-Fauzan, Fiqh Sehari-Hari, Gema Insani: Jakarta, 2006,]

Dalam jual beli terdapat beberapa syarat yang mempengaruhi sah tidaknya akad tersebut:1. Saling ridha.2. Orang yang melakukan akad adalah orang yang merdeka.3. Ada hak milik penuh.[footnoteRef:3][2] [3: [2] Ibid.]

A.JUAL BELI KREDITPengertian Kredit:Kredit adalah sesuatu yang dibayar secara berangsur-angsur, baik itu jual beli maupun dalam pinjam-meminjam. Kredit dibolehkan dalam hukum jual beli secara Islami. Ini dikenal dengan istilah bai` bit taqshid atau bai` bits-tsaman `ajil.Adapun pengertian jual beli kredit secara istilah adalah menjual sesuatu dengan pembayaran tertunda, dengan cara memberikan cicilan dalam jumlah-jumlah tertentu dalam beberapa waktu secara tertentu, lebih mahal dari harga kontan.[footnoteRef:4][3] [4: [3] Ahmad Sabiq Abu Yusuf, Hukum Jual Beli Kredit.htm]

Sulit sekali ditetapkan keuntungan krdit-kredit yang berjangka amat pendek yang ditjukan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas usaha penawaran atas pinjam-meminjam jangka pendek ke dunia usaha.[footnoteRef:5][4] [5: [4] Muhammad Najatulallah Shidiqi, Bank Islam, ( Pustaka: Bandung, 1984 )]

Dalam sektor produksi, permintaan total akan kredit jangka pendek bergantung pada volume investasi jangka panjang dan meluasnya kredit perdagangan (kredit yang diberikan oleh suatu perusahaan kepada perusahaan lainnya) sangat dominan. Kredit yang dibutuhkan untuk jangka waktu satu minggu atau satu bulan dapat diperkirakan pada tingkat makro.Dalam kasus pinjam-meminjam harus dijamin adanya pelunasan, yang pada akhirnya ditangani oleh negara. Jika yang meminjam benar-benar tidak mampu membayar, maka pelunasan juga dapat diambil dari dana yang terhimpun dari zakat.Menurut Anwar Iqbal Qureshi, fakta-fakta yang objektif menegaskan bahwa Islam melarang setiap pembungaan uang. Hal ini tidak berarti bahwa Islam melarang perkreditan sebab menurut Qureshi sistem perekonomian modern tidak akan lancar tanpa adanya kredit dan pinjaman.[footnoteRef:6][5] [6: [5] Anwar Iqbal Qureshi, Islam dan Teori Pembungaan Uang, Tintamas: Jakarta, 1985,]

Hukum Jual Beli Kredit:Dalam hal ini, para ulama telah berselisih pendapat semenjak dahulu hingga sekarang dan menjadi tiga pendapat.1. Bahwa hal itu adalah batil secara mutlak, dan ini adalah pendapat Ibnu Hazm.2. Bahwa hal itu adalah tidak boleh kecuali apabila dua harga itu dipisah (ditetapkan) pada salah satu harga saja. Misalnya apabila hanya disebutkan harga kreditnya saja.3. Bahwa hal itu tidak boleh. Akan tetapi apabila telah terjadi dan harga yang lebih rendah dibayarkan maka boleh.Dalil madzhab yang pertama adalah zhahir larangan pada hadits-hadits yang telah lalu, karena pada asalnya larangan itu menunjukkan batilnya (perdagangan model itu). Inilah pendapat yang mendekati kebenaran, seandainya tidak ada apa yang nanti disebutkan saat membicarakan dalil bagi pendapat yang ketiga.Sedangkan para pelaku pendapat kedua berargumentasi bahwa larangan tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan harga, yaitu : ketidak pastian harga ; apakah harga kontan atau kredit. Al-Khaththabi berkata : "Apabila (pembeli) tidak tahu harga (maka) jual beli itu batal. Adapun apabila dia memastikan pada salah satu dari dua perkara (harga) itu dalam satu majlis akad, maka (jual-beli) itu sah".Syaikh Al Albani berkata : "Alasan dilarangnya dua (harga) penjualan dalam satu penjualan disebabkan oleh ketidaktahuan harga, adalah alasan yang tertolak. Karena hal itu semata-mata pendapat yang bertentangan dengan nash yang jelas di dalam hadits Abu Hurairah dan Ibnu Mas'ud bahwa (penyebab larangan) itu adalah riba. Ini dari satu sisi, sedangkan dari sisi lain (yang menjadi pendapat ini tertolak) ialah karena alasan mereka ini dibangun di atas pendapat wajibnya ijab dan qabul dalam jual beli. Padahal (pendapat) ini tidak ada dalilnya, baik melalui Kitab Allah maupun Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Bahkan di dalam (jual-beli) itu cukup (dengan) saling rela dan senang hati. Maka selama ada rasa saling rela dan senang hati di dalam jual beli, dan ada petunjuk kearah sana, berarti itu merupakan jual-beli yang syar'i. Itulah yang dikenal oleh sebagian ulama dengan (istilah) jual beli Al-Mu'aathaah yaitu akad jual beli yang terjadi tanpa ucapan atau perkataan (ijab qabul) akan tetapi dengan perbuatan saling rela. Seperti pembeli mengambil barang dagangan dan memberikan (uang) harganya kepada penjual atau penjual memberikan barang dan pembeli memberikan (uang) harganya tanpa berbicara dan tanpa isyarat, baik barang itu remeh atau berharga.Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum jual beli kredit yang ada pada zaman ini menjadi dua pendapat, yatu :

1. Jual beli kredit di haramkanDiantara yang berpendapat demikian dari kalangan ulama kontemporer adalah Imam Al Albani yang beliau cantumkan dalam banyak kitabnya, diantaranya Silsilah Ahadits Ash Shohihah 5/419-427 juga murid beliau Syaikh Salim Al Hilali dalam Mausuah Al Manahi Asy Syariyah 2/221 dan juga lainnya. Mereka berhujjah dengan beberapa dalil berikut : Dari Abu Huroiroh dari Rasulullah bahwasannya beliau melarang dua transaksi jual beli dalam satu transaksi jual beli.(HR. Turmudli 1331, NasaI 7/29, Amad 2/432, Ibnu Hibban 4973 dengan sanad hasan)Dalam riwayat lainnya dengan lafadl : Barang siapa yang melakukan dua transaksi jual beli dalam satu transaksi jual beli, maka dia harus mengambil harga yang paling rendah, kalau tidak akan terjerumus pada riba.(HR. Abu Dawud 3461, Hakim 2/45 dengan sanad hasan).

2. Jual beli kredit diperbolehkanAdapun pendapat yang kedua mengatakan bahwa jual beli kredit diperbolehkan, diantara yang berpendapat demikian dikalangan para ulama adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnul Qoyyim, Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin, Syaikh Al Jibrin dan lainnya. Namun kebolehan jual beli ini menurut para ulama yang memperbolehkannya harus memenuhi beberapa syarat tertentu.Mereka berhujjah dengan beberapa dalil berikut yang bisa diklasifikasikan menjadi beberapa bagian :Pertama :Dalil-dalil yang memperbolehkan jual beli dengan pembayaran tertunda.Firman Allah Taala :Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya(QS. Al Baqoroh : 272)Ibnu Abbas menjelaskan : Ayat ini diturunkan berkaitan dengan jual beli As Salam (3) saja.Imam Al Qurthubi menerangkan :Artinya, kebiasaan masyarakat Madinah melakukan jual beli salam adalah penyebab turunnya ayat ini, namun kemudian ayat ini berlaku untuk segala bentuk pinjam meminjam berdasarkan ijma ulama.(Lihat Tafsir Al Qurthubi 3/243)Kedua :Dalil-dalil yang menunjukkan dibolehkannya memberikan tambahan harga karena penundaan pembayaran atau karena penyicilan.Firman Allah Taala :Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.(QS. An Nisa : 29)Keumuman ayat ini mencakup jual beli kontan dan kredit, maka selagi jual beli kredit dilakukan dengan suka sama suka maka masuk dalam apa yang diperbolehkan dalam ayat ini. Hadits Rasulullah : Dari Abdulloh bin Abbas berkata : Rosululloh dartang ke kota Madinah, dan saat itu penduduk Madinah melakukan jual beli buah-buahan dengan cara salam dalam jangka satu atau dua tahun, maka beliau bersabda : Barang siapa yang jual beli salam maka hendaklah dalam takaran yang jelas, timbangan yang jelas sampai waktu yang jelas.(HR. Bukhori 2241, Muslim 1604)Pengambilan dalil dari hadits ini, bahwa Rosululloh membolehkan jual beli salam asalkan takaran dan timbangan serta waktu pembayarannya jelas, padahal biasanya dalam jual beli salam uang untuk membeli itu lebih sedikit daripada kalau beli langsung ada barangnya. Maka begitu pula dengan jual beli kredit yang merupakan kebalikannya yaitu barang dahulu dan uang belakangan meskipun lebih banyak dari harga kontan.

B.JUAL BELI PEMBAYARAN DIMUKA ATAU DPPengertian DP:Panjar (DP), dalam bahasa Arab, adalah urbun (). Kata ini memiliki padanan kata (sinonim) dalam bahasa Arab, yaitu urban (), urban (), dan urbun ().[1] Secara bahasa artinya yang kata jadi transaksi dalam jual-beli.Bentuk jual-beli ini dapat diberi gambaran sebagai berikut: Sejumlah uang yang dibayarkan dimuka oleh seseorang pembeli barang kepada si penjual. Bila transaksi itu mereka lanjutkan, maka uang muka itu dimasukkan ke dalam harga pembayaran. Kalau tidak jadi, maka menjadi milik si penjual.Atau seorang pembeli menyerahkan sejumlah uang dan menyatakan, Apabila saya ambil barang tersebut maka ini adalah bagian dari nilai harga, dan bila tidak jadi saya ambil maka uang (DP) tersebut untukmu.Atau seorang membeli barang dan menyerahkan satu dirham atau lebih kepada penjualnya, dengan ketentuan apabila si pembeli mengambil barang tersebut maka uang panjar tersebut dihitung pembayaran, dan bila gagal maka itu milik penjual.Sistem jual-beli ini dikenal dalam masyarakat kita dengan pembayaran DP atau uang jadi. Wallahu alam.

Hukum Jual-Beli Dengan DPDalam permasalahan ini, para ulama berbeda menjadi dua pendapat:Pendapat pertama: Jual-beli dengan uang muka (panjar) ini tidak sahPertama:Inilah pendapat mayoritas ulama dari kalangan Hanafiyyah, Malikiyyah, dan Syafiiyyah. Al-Khathabi menyatakan, Para ulama berselisih pendapat tentang kebolehan jual-beli ini. Malik dan Syafii menyatakan ketidaksahannya, karena adanya hadits dan karena terdapat syarat fasad dan al-gharar.Hal ini juga termasuk dalam kategori memakan harta orang lain dengan batil. Demikian juga ashhabul rayi (mazhab Abu Hanifah, pen) menilainya tidak sah.Ibnu Qudamah menyatakan, Ini pendapat imam Malik, asy-SyafiI, dan ashhabul rayi, serta diriwayatkan juga dari Ibnu Abbas dan al-Hasan al-Bashri. Kedua, jenis jual-beli semacam itu termasuk memakan harta orang lain dengan cara batil, karena disyaratkan bagi si penjual tanpa ada kompensasinya.Memakan harta orang lain adalah haram.Ketiga, karena dalam jual-beli itu ada dua syarat batil: syarat memberikan uang panjar dan syarat mengembalikan barang transaksi dengan perkiraan salah satu pihak tidak ridha.Hukumnya sama dengan hak pilih terhadap hal yang tidak diketahui (khiyar al-majhul). Kalau disyaratkan harus ada pengembalian barang tanpa disebutkan waktunya, jelas tidak sah. Demikian juga apabila dikatakan: Saya punya hak pilih. Kapan mau akan saya kembalikan dengan tanpa dikembalikan uang bayarannya.Ibnu Qudamah menyatakan: Inilah Qiyas (analogi).Pendapat ini dirajihkan oleh asy-Syaukani dalam pernyataan beliau, Yang rajih adalah pendapat mayoritas ulama, karena hadits Amru bin Syuaib telah ada dari beberapa jalan periwayatan yang saling menguatkan. Juga karena hal ini mengandung larangan dan hadits yang mengandung larangan lebih rajih daripada hadits yang membolehkannya, sebagaimana telah jelas dalam ushul fikih. Ilat (sebab hukum) larangan ini adalah bahwa jual-beli ini mengandung dua syarat yang fasid, salah satunya adalah syarat menyerahkan (uang muka) secara gratis kepada penjual harta apabila pembeli gagal membelinya. Yang kedua adalah syarat mengembalikan barang kepada penjual, yaitu apabila tidak terjadi keridhaan untuk membelinya.

Pendapat kedua: Jual-beli ini diperbolehkanInilah pendapat Mazhab Hambaliyyah, dan dalil tentang kebolehan jual-beli ini diriwayatkan dari Umar, Ibnu Umar, Said bin al-Musayyib, dan Muhammad bin Sirin.Al-Khathabi menyatakan, Telah diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa beliau memperbolehkan jual-beli ini, dan juga diriwayatkan dari Umar. Ahmad cenderung mengambil pendapat yang membolehkannya dan menyatakan, Aku tidak akan mampu menyatakan sesuatu sedangkan ini adalah pendapat Umar radhiyallahu anhu, yaitu tentang kebolehannya. Ahmad pun melemahkan (mendhaifkan) hadits larangan jual-beli ini, karena (riwayat haditsnya) terputus.Dasar argumentasi mereka adalah:

Pertama, atsar yang berbunyi, , , , Diriwayatkan bahwa Nafi bin al-Harits pernah membelikan sebuah bangunan penjara untuk Umar dari Shafwan bin Umayyah, (dengan ketentuan) apabila Umar suka. Bila tidak, maka Shafwan berhak mendapatkan uang sekian dan sekian.Al-Atsram berkata, Saya bertanya kepada Ahmad, Apakah Anda berpendapat demikian? Beliau menjawab, Apa yang harus kukatakan? Umar radhiyallahu anhu telah berpendapat demikian.

Kedua, hadits Amru bin Syuaib adalah hadits yang lemah, sehingga tidak dapat dijadikan sandaran dalam melarang jual-beli ini.Ketiga, panjar ini adalah kompensasi dari penjual yang menunggu dan menyimpan barang transaksi selama beberapa waktu. Tentu saja ia akan kehilangan sebagian kesempatan berjualan. Ucapan orang yang mengatakan bahwa panjar itu telah dijadikan syarat bagi penjual tanpa ada imbalannya adalah ucapan yang tidak sah.Keempat, tidak sahnya qiyas atau analogi jual-beli ini dengan al-khiyar al-majhul (hak pilih terhadap hal yang tidak diketahui), karena syarat dibolehkannya panjar ini adalah dibatasinya waktu menunggu. Dengan dibatasinya waktu pembayaran, maka batallah analogi tersebut, dan hilangnya sisi yang dilarang dari jual-beli tersebut.Pendapat Para Ulama Zaman Ini : Syekh Abdul Aziz bin Baz, mantan Mufti Agung Saudi Arabia, pernah ditanya, Apa hukum melaksanakan jual-beli sistem panjar (al-urbun) apabila jual-belinya belum sempurna. Bentuknya adalah dua orang melakukan transaksi jual-beli. Apabila jual-beli sempurna maka pembeli menyempurnakan nilai pembayarannya, dan bila tidak jadi maka penjual mengambil DP (panjar) tersebut dan tidak mengembalikannya kepada pembeli?Beliau menjawab, Tidak mengapa mengambil DP (uang panjar) tersebut dalam pendapat yang rajih dari dua pendapat ulama, apabila penjual dan pembeli telah sepakat untuk itu dan jual-belinya tidak dilanjutkan (tidak disempurnakan). Ini dilakukan agar pembeli tersebut tidak mengambilnya, dengan ketentuan: apabila pembeli tersebut mengambilnya maka uang muka tersebut terhitung dalam bagian pembayaran, dan bila tidak mengambilnya maka penjual berhak mengambil uang muka tersebut dan memilikinya.Jual-beli sistem panjar (urbun) ini sah, baik batas waktu pembayaran sisanya telah ditentukan atau belum ditentukan, dan penjual memiliki hak secara syari untuk menagih pembeli agar melunasi pembayaran setelah jual-beli telah sempurna dan serah terima barang telah terjadi.Kebolehan jual-beli urbun ini ditunjukkan oleh perbuatan Umar bin al-Khaththab. Imam Ahmad menyatakan tentang jual-beli panjar ini, Boleh. Ibnu Umar radhiyallahu anhuma pun membolehkannya.Said bin al-Musayyib dan Muhammad bin Sirin menyatakan, Diperbolehkan bila ia tidak ingin untuk mengembalikan barangnya dan mengembalikan bersamanya sejumlah harta.Majelis Fikih Islam, pada seminar kedelapan, telah selesai berkesimpulan tentang dibolehkannya jual-beli panjar, dan berikut ini ketetapan-ketetapan yang mereka buat:Pertama. Yang dimaksud dengan jual-beli sistem panjar adalah menjual barang, lalu si pembeli memberi sejumlah uang kepada si penjual, dengan syarat bila ia jadi mengambil barang itu maka uang muka tersebut termasuk dalam harga yang harus dibayar. Namun kalau ia tidak jadi membelinya, maka sejumlah uang itu menjadi milik penjual.Transaksi ini, selain berlaku untuk jual-beli juga berlaku untuk sewa-menyewa, karena menyewa berarti membeli fasilitas. Di antara jual-beli, kecuali jual-beli yang memiliki syarat, harus ada serah terima pembayaran atau barang transaksi di lokasi akad (jual-beli as-salam) atau serah terima keduanya (barter komoditi riba fadhal dan money changer).Dalam transaksi jual-beli murabahah tidak berlaku bagi orang yang mengharuskan pembayaran pada waktu yang dijanjikan, namun hanya pada fase penjualan kedua yang dijanjikan.Kedua. Jual-beli sistem panjar dibolehkan bila dibatasi waktu menunggunya secara pasti, dan panjar itu dimasukkan sebagai bagian pembayaran, bila sudah dibayar lunas. Juga menjadi milik penjual bila si pembeli tidak jadi melakukan transaksi pembelian.Namun, perlu diingat bahwa bila penjual mengembalikan uang muka (panjar) tersebut kepada pembeli ketika gagal menyempurnakan jual-belinya, itu lebih baik dan lebih besar pahalanya disisi Allah.Iqalah dalam jual-beli dapat digambarkan dengan seorang membeli sesuatu dari seorang penjual, kemudian pembeli ini menyesal membelinya, ada kala karena dia mengetahui bahwa akan sangat rugi bila dia membelinya, dia sudah tidak butuh lagi, atau dia tidak mampu melunasinya, lalu pembeli itu mengembalikan barangnya kepada penjual dan penjualnya menerimanya kembali (tanpa mengambil sesuatu dari pembeli).

BAB IIIKESIMPULANPengertian jual beli kredit secara istilah adalah menjual sesuatu dengan pembayaran tertunda, dengan cara memberikan cicilan dalam jumlah-jumlah tertentu dalam beberapa waktu secara tertentu, lebih mahal dari harga kontan.Dalam jual beli kredit juga ada hukum jual beli kredit, ada pendapat ulama yang membolehkan dan ada yang melarangnya.Pengertian jual beli dengan pembayaran dimuka atau DP yaitu sejumlah uang yang dibayarkan dimuka oleh seseorang pembeli barang kepada si penjual. Bila transaksi itu mereka lanjutkan, maka uang muka itu dimasukkan ke dalam harga pembayaran. Kalau tidak jadi, maka menjadi milik si penjual.Atau seorang pembeli menyerahkan sejumlah uang dan menyatakan, Apabila saya ambil barang tersebut maka ini adalah bagian dari nilai harga, dan bila tidak jadi saya ambil maka uang (DP) tersebut untukmu.Atau seorang membeli barang dan menyerahkan satu dirham atau lebih kepada penjualnya, dengan ketentuan apabila si pembeli mengambil barang tersebut maka uang panjar tersebut dihitung pembayaran, dan bila gagal maka itu milik penjual.Sistem jual-beli ini dikenal dalam masyarakat kita dengan pembayaran DP

DAFTAR PUSTAKASuhendi Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002Syarifuddin Amir, Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta: Kencana, cet. Ke 2, 2003Al-Fauzan Saleh, Fiqh Sehari-Hari, Jakarta: Gema Insani Press, cet. Ke 1, 2005Ahmad Sabiq Abu Yusuf, Hukum Jual Beli Kredit.htmMuhammad Najatulallah Shidiqi, Bank Islam, Bandung: Pustaka, 1984Anwar Iqbal Qureshi, Islam dan Teori Pembungaan Uang, Jakarta: Tintamas, 1985

MAKALAHFIQIH MUAMALAHJUAL BELI DITANGGUHKAN DAN JUAL BELI PEMBAYARAN DIMUKA

DISUSUN OLEH :

RADIAN MARCH FERLINEPUTRI AYU MUNIRFANNY DESNA PUTRI

JURUSAN S1 MANAJEMENSTIE DHARMA ANDALASPADANG2013/2014