Makalah fiqh jinayah

19
BAB I PENDAHULUAN Pada masa jahiliyah sebelum islam, orang-orang Arab selalu cenderung untuk membalas dendam bahkan terhadap hal yang telah dilakukan beberapa abad sebelumnya. Kalau seorang anggota keluarga atau suku mereka dibunuh oleh anggota dari keluarga yang lain, maka pembalasan dilakukan dengan membunuh orang yang tidak berdosa dari keluarga musuhnya. Sehingga rantai reaksi yang telah dimulai tak akan berakhir selama beberapa turunan. Ada suatu peristiwa masyhur yang tercatat dalam buku-buku sejarah bahwa seorang lelaki tua, di pembaringannya menjelang ajal, memanggil semua anak lelakinya mendekat ke sisinya lalu memperingatkan mereka “Aku akan mati tetapi aku belum menuntut balas dari beberapa suku tertentu. Jika kalian menginginkan agar aku memperoleh kedamaian setelah mati, maka balaslah dendam atas namaku”. Kecintaan yang mereka miliki hanyalah bagi kehidupan keluarga mereka sendiri. Mereka biasa menuntut nyawa seseorang lelaki yang berkedudukan sama keluarga pembunuh. Berkali-kali darah tersimbah dan nyawa beratus- ratus orang akan terenggut demi kehidupan satu orang 1

Transcript of Makalah fiqh jinayah

Page 1: Makalah fiqh jinayah

BAB I

PENDAHULUAN

Pada masa jahiliyah sebelum islam, orang-orang Arab selalu cenderung untuk

membalas dendam bahkan terhadap hal yang telah dilakukan beberapa abad

sebelumnya. Kalau seorang anggota keluarga atau suku mereka dibunuh oleh anggota

dari keluarga yang lain, maka pembalasan dilakukan dengan membunuh orang yang

tidak berdosa dari keluarga musuhnya. Sehingga rantai reaksi yang telah dimulai tak

akan berakhir selama beberapa turunan. Ada suatu peristiwa masyhur yang tercatat

dalam buku-buku sejarah bahwa seorang lelaki tua, di pembaringannya menjelang

ajal, memanggil semua anak lelakinya mendekat ke sisinya lalu memperingatkan

mereka “Aku akan mati tetapi aku belum menuntut balas dari beberapa suku tertentu.

Jika kalian menginginkan agar aku memperoleh kedamaian setelah mati, maka

balaslah dendam atas namaku”.

Kecintaan yang mereka miliki hanyalah bagi kehidupan keluarga mereka

sendiri. Mereka biasa menuntut nyawa seseorang lelaki yang berkedudukan sama

keluarga pembunuh. Berkali-kali darah tersimbah dan nyawa beratus-ratus orang

akan terenggut demi kehidupan satu orang pribadi. Bila yang terbunuh berasal dari

kedudukan yang lebih tinggi, maka bukan hanya menuntut si pembunuh melainkan

mereka juga akan memaksa menuntut nyawa semua orang tak berdosa yang

berkedudukan tinggi dari keluarganya.1

1 Abdur Rahman I Doi, Tinda Pidana Dalam Syariat Islam, Cet I, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992), h. 24

1

Page 2: Makalah fiqh jinayah

BAB II

PEMBAHASAN

A. Jarimah Qishash dan Diat

Secara harfiah qishash berasal dari kata “Qaseha” yang berarti memotong atau

membalas. Qishash dalam hukum pidana Islam adalah pembalasan setimpal yang

dikenakan kepada pelaku pidana sebagai sanksi atas perbuatannya. Lain halnya diat.

Diat artinya denda dalam bentuk benda atau harta, sesuai ketentuan, yang harus

dibayar oleh pelaku pidana kepada pihak korban, sebagai sanksi atas pelanggaran

yang dilakukan.2 Jadi jarimah qishash dan diat adalah jarimah yang diancam dengan

hukuman qishash dan diat. Baik qishash maupun diat kedua-duanya adalah hukuman

yang sudah ditentukan oleh syara’. Perbedaannya dengan hukuman had adalah bahwa

hukuman had merupakan hak Allah (hak masyarakat), sedangkan qishash dan diat

merupakan hak manusia (hak individu). Di samping itu, perbedaan yang lain adalah

karena hukuman qishash dan diat merupakan hak manusia maka hukuman tersebut

bisa dimaafkan atau digugurkan.3

1. Pelaksanaan hukuman qishash

Qishash dilaksanakan pada saat seseorang sudah terbukti melakukan

pembunuhan dengan sengaja dan mendapat persetujuan dari keluarga korban. Adapun

orang yang berhak menuntut dan memaafkan qishas menurut Imam Malik adalah ahli

waris ashabah bi nafsih, orang yang paling dekat dengan korban itulah yang berhak.

Menurut Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I, dan Imam Ahmad orang yang berhak itu

adalah seluruh ahli waris, laki-laki maupun perempuan.

Untuk jelasnya perbedaan kedua teori ini dapat digambarkan pada contoh

berikut: Apabila ada ahli waris yang sudah dewasa dan yang masih kecil, maka

2 Zainuddin Ali, Hukum Islam (Pengantar Hukum Islam di Indonesia), cet II, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 125

3 Ahmad Wardi Muclich, Hukum Pidana Islam, cet II, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. xi

2

Page 3: Makalah fiqh jinayah

menurut teori pertama ahli waris yang dewasa itu punya hak yang sempurna tidak

usah menunggu balighnya ahli waris yang masih kecil, sedangkan menurut teori

kedua ahli waris yang telah dewasa harus menunggu balighnya ahli waris yang masih

kecil untuk kemudian dimusyawarahkan untuk menuntut atau memaafkan qishash,

karena hak qishash adalah hak bersama.4

Apabila korban tidak memiliki wali, maka disepakati ulama bahwa sulthan

menggantikan kedudukan walinya.

2. Hapusnya Hukuman Qishash

Hukuman qishash dapat hapus karena hal-hal berikut:

a) Hilangnya tempat untuk diqishash

b) Pemaafan

c) Perdamaian

d) Diwariskan hak qishash.

3. Ketentuan Diat

Diat dalam pembunuhan sengaja itu bukan hukuman pokok, melainkan hukuman

pengganti dari qishash bila qishash itu tidak dapat dilaksanakan atau dihapus dengan

sebab-sebab yang telah disebutkan tadi.

Waktu pembayaran menurut Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad harus

dengan segera dan tidak boleh diakhirkan, karena diat pada pembunuhan sengaja itu

pengganti qishash dan qishash tidak boleh diakhirkan. Disamping itu diakhirkannya

qishash atau diat itu berarti suatu keringanan bagi si pembunuh, sedangkan pembunuh

sengaja itu tidak berhak mendapat keringanan.5

4 A. Djazuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menaggulingi Kejahatan Dalam Islam), cet II, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997), h. 150-151

5 A. Djazuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menaggulingi Kejahatan Dalam Islam),h. 158

3

Page 4: Makalah fiqh jinayah

Dasar hukum tentang diberlakukannya qishash dan diat terdapat dalam Al-

Qur’an, di antaranya sebagai berikut:

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih.” (QS. Al-Baqarah: 178)

“Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishashnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (QS. Al- Maidah: 45)

Ada pun yang termasuk dalam jarimah qishash dan diat adalah

pembunuhan dan penganiayaan seperti yang tercantum dalam

surah Al-Baqarah ayat 178 di atas.

B. Pembunuhan

Dalam bahasa Arab, pembunuhan disebut 'ُل% 'َق(ْت (ْل (ُل( berasal dari kata َا yangَق(ْت

sinonimnya )أَم(اَت yang berarti mematikan.6

6 Ahmad Wardi Muclich, Hukum Pidana Islam, h. 136

4

Page 5: Makalah fiqh jinayah

Pembunuhan dalam bahasa Indonesia diartikan dengan proses, perbuatan, atau

cara membunuh.

Sedangkan menurut istilah pembunuhan adalah suatu aktivitas yang dilakukan

oleh seseorang atau beberapa orang yang mengakibatkan seseorang atau beberapa

orang meninggal dunia.7

Pembunuhan secara garis besar dapat dibagi kepada dua bagian sebagai berikut.

1. Pembunuhan yang dilarang, yaitu pembunuhan yang dilakukan dengan

melawan hukum.

2. Pembunuhan dengan hak, yaitu pembunuhan yang dilakukan dengan tidak

melawan hukum, seperti membunuh orang murtad, atau pembunuhan oleh

seorang algojo yang diberi tugas melaksanakan hukuman mati.

Pembunuhan yang dilarang dapat dibagi menjadi kepada beberapa bagian. Dalam

hal ini terdapat perbedaan pendapat sebagai berikut.

1) Menururt Imam Malik, pembunuhan dibagi kepada dua bagian, yaitu:

a. Pembunuhan sengaja, dan

b. Pembunuhan karena kesalahan.

2) Menurut jumhur fuqaha, pembunuhan dibagi kepada tiga bagian, yaitu:

a. Pembunuhan sengaja,

b. Pembunuhan menyerupai sengaja, dan

c. Pembunuhan tidak sengaja atau karena kesalahan.8

Sebenarnya masih ada pendapat lain yang membagi pembunuhan kepada empat

dan lima bagian, namun apabila diperhatikan, pembagian tersebut hanyalah

pengembangan dari pembagian yang dikemukakan oleh jumhur fuqaha. Oleh karena

itu dalam pembahasan selanjutnya kami pemakalah akan mengikuti pendapat

jumhurulama tersebut.

1) Pembunuhan Sengaja7 Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, cet. I, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 24 8 Abd Al-Qadir Audah, At-Tasyri’ Al-Jinaiy Al-Islamiy, Juz II, (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1989), h. 6

5

Page 6: Makalah fiqh jinayah

Pembunuhan sengaja (amd) adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang

dengan tujuan untuk membunuh orang lain dengan menggunakan alat yang

dipandang layak untuk membunuh.9

Menurut Abdul Qadir Audah pembunuhan sengaja adalah suatu pembunuhan di

mana perbuatan yang menghilangkan nyawa disertai dengan niat untuk membunuh

korban.10

Dari definisi di atas, dapat diketahui bahwa unsur-unsur pembunuhan sengaja

terbagi menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut.11

a. Korban yang dibunuh adalah manusia yang hidup

Salah satu unsur dari pembunuhan sengaja adalah korban harus berupa

manusia yang hidup. Dengan demikian apabiala korban bukan manusia atau

manusia yang ia sudah meninggal lebih dahulu maka pelaku bisa dibebaskan dari

hukuman qishash atau dari hukuman-hukuman yang lain. Akan tetapi, apabila

seseorang dibunuh pada saat dalam keadaan sekarat maka pelaku dikenakan

hukuman, karena orang yang dalam keadaan sekarat termasuk masih hidup.

b. Kematian adalah hasil dari perbuatan pelaku

Antara perbuatan dan kematian terdapat hubungan sebab akibat. Yaitu bahwa

kematian yang terjadi merupakan akibat dari perbuatan yang dilakukan oleh

pelaku. Apabila hubungan tersebut terputus , artinya kematian disebabkan oleh

hal lain, maka pelaku dianggap sebagai pembunuh sengaja.

Jenis perbuatan yang dilakukan oleh pelaku bisa bermacam-macam, seperti

pemukulan, penembakan, penusukan, pembakaran, peracunan, dan sebagainya.

Sedangkan alat yang digunakan adalah alat yang pada umumnya bisa mematikan.

c. Pelaku tersebut menghendaki kematian

Pembunuhan dianggap sebagai pembunuhan sengaja apabila dalam diri

pelaku terdapat niat untuk membunuh korban, bukan hanya kesengajaan dalam

9 Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, h. 2410 Abd Al-Qadir Audah, At-Tasyri’ Al-Jinaiy Al-Islamiy, h. 711 Ahmad Wardi Muclich, Hukum Pidana Islam, h. 140

6

Page 7: Makalah fiqh jinayah

perbuatannya saja. Niat untuk membunuh inilah yang membedakan antara

pembunuhan sengaja dengan pembunuhan menyerupai sengaja. Pendapat ini

dikemukakan oleh para jumhur fuqaha.

Pembunuhan sengaja dalam syari’at Islam diancam dengan beberapa macam

hukuman, sebagian merupakan hukuman pokok dan pengganti, dan sebagian lagi

merupakan hukum tambahan. Hukuman pokok untuk pembunuhan sengaja

adalah qishash dan kifarat, sedangkan penggantinya adalah diat dan ta’zir.

Adapun hukuman tambahannya adalah penghapusan hak waris dan hak wasiat.

Adapun dasar yang menyebutkan hukuman bagi pembunuh sengaja

tercantum dalam surah Al-Baqarah ayat 178-179, Al-Maidah ayat 45, dan hadits

Nabi SAW yang berbunyi.

“Dari Ibn Abbas ra. Ia berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW.: “…dan

barang siapa dibunuh dengan sengaja maka ia berhak untuk menuntut

qishash…” (HR. Abu Dawud, An-Nasa’I, dan Ibn Majah dengan sanad yang

kuat)

Hukuman qishash tidak dapat dilaksanakan apabila syarat-syaratnya tidak

terpenuhi. Syarat-syarat tersebut meliputi syarat-syarat untuk pelaku

(pembunuh), dan korban (yang dibunuh). Syarat-syarat tersebut adalah sebagai

berikut.12

a. Syarat-syarat pelaku (pembunuh)

1. Pelaku orang mukallaf, yaitu balig dan berakal

2. Pelaku melakukan pembunuhan dengan sengaja

3. Pelaku harus orang yang mempunyai kebebasan (tidak dipaksa)

b. Syarat-syarat untuk korban (yang dibunuh)

1. Korban harus orang yang ma’shum ad-dam. Artinya, ia (korban) adalah

orang yang dijamin keselamatannya oleh Negara Islam.

2. Korban bukan bagian dari pelaku. Artinya. Keduanya tidak ada

hubungan. Contohnya bapak dan anak, berdasarkan hadits nabi SAW.,

12 Ahmad Wardi Muclich, Hukum Pidana Islam, h. 151-152

7

Page 8: Makalah fiqh jinayah

“Tidaklah diqoshash orang tua karena membunuh anaknya.”

3. Jumhur ulama hanafiyah mensyaratkan, hendaknya korban seimbang

dengan pelaku. Dasar keseimbangan dalam hal ini adalah Islam dan

merdeka.

2) Pembunuhan Menyerupai Sengaja

Pembunuhan seperti sengaja adalah perbuatan yang sengaja dilakukan oleh

seseorang kepada orang lain dengan tujuan mendidik. Sebagai contoh: seorang guru

memukulkan penggaris kepada kaki seorang muridnya, tiba-tiba muridnya yang

dipukul itu meninggal dunia, maka perbuatan guru tersebut dinyatakan sebagai

pembunuhan menyerupai sengaja.13

Ada tiga unsur dalam pembunuhan menyerupai/semi sengaja:14

a. Pelaku melakukan suatu perbuatan yang mengakibatkan kematian

Perbuatan yang mengakibatkan kematian itu tidak ditentukan bentuknya,

dapat berupa pemukulan, pelukan, penusukan, dan sebagainya. Disyaratkan

korban adalah orang yang tepelihara darahnya.

b. Ada maksud penganiayaan atau permusuhan

Persyaratan kesengajaan pelaku melakukan perbuatan yang mengakibatkan

dengan tidak ada niat membunuh korban adalah satu-satunya perbedaan antara

pembunuhan sengaja dengan pembunuhan menyerupai sengaja. Dalam

pembunuhan sengaja pelaku, si pelaku memang sengaja melakukan perbuatan

yang mengakibatkan kematian, sedangkan dalam pembunuhan menyerupai

sengaja, pelaku tidak bermaksud melakukan pembunuhan, sekalipun ia

melakukan penganiayaan.

c. Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan pelaku dengan korban kematian

13 Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, h. 2414 A. Djazuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menaggulingi Kejahatan Dalam Islam),h. 132

8

Page 9: Makalah fiqh jinayah

Disyaratkan adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan penganiayaan,

yaitu penganiayaan itu menyebabkan kematian korban secara langsung atau

merupakan sebab yang membawa kematiannya. Jadi, tidak dibedakan antara

kematian korban itu seketika dengan kematian yang tidak terjadi seketika dengan

kematian yang tidak terjadi seketika. Apabila tidak ada hubungan sebab akibat

antara perbuatan dengan kematian, maka si pelaku hanya bertanggung jawab atas

pelukaan atau penganiayaan lainnya.

Pembunuhan menyerupai sengaja dalam hukum Islam diancam dengan beberapa

hukuman, sebagian hukuman pokok dan pengganti, dan sebagian lagi hukuman

tambahan. Hukuman pokok untuk tindak pidana pembunuhan menyerupai sengaja

ada dua macam, yaitu diat dan kifarat. Sedangkan hukuman pengganti yaitu ta’zir.

Hukuman tambahan yaitu pencabutan hak waris dan wasiat.

3) Pembunuhan Tidak Sengaja (Karena Kesalahan)

Pembunuhan tidak sengaja (khata) adalah perbuatan yang dilakukan oleh

seseorang dengan tidak ada unsur kesengajaan yang mengakibatkan orang lain

meninggal dunia. Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa seseorang melakukan

penebangan pohon yang kemudian pohon yang ditebang itu, tiba-tiba tumbang dan

menimpa orang yang lewat lalu meninggal dunia.15

Ada tiga unsur dalam pembunuhan tidak sengaja atau karena kesalahan:

a. Adanya perbuatan yang menyebabkan kematian

Perbuatan yang menyebabkan kematian itu disyaratkan tidak sengaja

dilakukan oleh pelaku atau karena kelalaiannya. Akan tetapi, tidak

disyaratkan macam perbuatannya, boleh jadi dengan menyalakan api di

pinggir rumah orang lain, membuat lubang di pinggir jalan, melempar batu

ke jalan dan sebagainya.

15 Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, cet. I, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 24

9

Page 10: Makalah fiqh jinayah

Berkenaan dengan pembunuhan kesalahan, juga berlaku prinsip-prinsip

pembunuhan sengaja. Misalnya; perbuatan langsung, perbuatan tidak

langsung, pembunuhan massal.

b. Terjadinya perbuatan itu karena kesalahan

Pada prinsipnya, kesalahan itu merupakan perbedaan yang principal

antara pembunuhan kesalahan dengan pembunuhan lainnya.

Tidak ada sanksi terhadap orang yang melakukan kesalahan. Sanksi

hanya dijatuhkan, jika memang menimbulkan kemadharatan bagi orang lain.

Ukuran kesalahan dalam syariat islam adalah adanya kelalaian atau kurang

hati-hati atau merasa tidak akan terjadi apa-apa. Dengan demikian, kesalahan

tersebut dapat terjadi karena kelalaian dan mengakibatkan kemadharatan

atau kematian orang lain.

c. Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan kesalahan dengan

kematian korban

Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan kesalahan dengan

kematian, artinya kematian korban merupakan akibat dari kesalahan pelaku.

Dengan kata lain, kesalahan pelaku itu menjadi sebab bagi kematian korban.

Pembunuhan karena kesalahan, sebagaimana telah dijelaskan adalah suatu

pembunuhan di mana pelaku sama sekali tidak berniat melakukan pemukulan apalagi

pembunuhan, tetapi pembunuhan tersebut terjadi karena kelalaian atau kurang hati-

hatinya pelaku. Hukuman untuk pembunuhan karena kesalahan ini sama dengan

hukuman untuk pembunuhan menyerupai sengaja, yaitu:

1. Hukuman pokok, yaitu diat dan kafarat

2. Hukuman tambahan, yaitu penghapusan hak waris dan wasiat.

10

Page 11: Makalah fiqh jinayah

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Secara harfiah qishash berasal dari kata “Qaseha” yang berarti memotong atau

membalas. Qishash dalam hukum pidana Islam adalah pembalasan setimpal yang

dikenakan kepada pelaku pidana sebagai sanksi atas perbuatannya. Lain halnya diat.

Diat artinya denda dalam bentuk benda atau harta, sesuai ketentuan, yang harus

dibayar oleh pelaku pidana kepada pihak korban, sebagai sanksi atas pelanggaran

yang dilakukan.

Qishash dilaksanakan pada saat seseorang sudah terbukti melakukan

pembunuhan dengan sengaja dan mendapat persetujuan dari keluarga korban. Adapun

orang yang berhak menuntut dan memaafkan qishas menurut Imam Malik adalah ahli

waris ashabah bi nafsih, orang yang paling dekat dengan korban itulah yang berhak.

Menurut Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I, dan Imam Ahmad orang yang berhak itu

adalah seluruh ahli waris, laki-laki maupun perempuan.

Hukuman qishash dapat hapus karena hal-hal berikut:

a) Hilangnya tempat untuk diqishash

b) Pemaafan

c) Perdamaian

d) Diwariskan hak qishash.

11

Page 12: Makalah fiqh jinayah

Adapun diat dalam pembunuhan sengaja itu bukan hukuman pokok, melainkan

hukuman pengganti dari qishash bila qishash itu tidak dapat dilaksanakan atau

dihapus dengan sebab-sebab yang telah disebutkan di atas.

Dalam bahasa Arab, pembunuhan disebut %ُل' 'َق(ْت (ْل (ُل( berasal dari kata َا yangَق(ْت

sinonimnya )أَم(اَت yang berarti mematikan.16

Pembunuhan dalam bahasa Indonesia diartikan dengan proses, perbuatan, atau

cara membunuh.

Sedangkan menurut istilah pembunuhan adalah suatu aktivitas yang dilakukan

oleh seseorang atau beberapa orang yang mengakibatkan seseorang atau beberapa

orang meninggal dunia.

Pembunuhan diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:

a. Pembunuhan secara sengaja

Pembunuhan sengaja (amd) adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang

dengan tujuan untuk membunuh orang lain dengan menggunakan alat yang

dipandang layak untuk membunuh

b. Pembunuhan menyerupai sengaja

Pembunuhan seperti sengaja adalah perbuatan yang sengaja dilakukan oleh

seseorang kepada orang lain dengan tujuan mendidik. Sebagai contoh:

seorang guru memukulkan penggaris kepada kaki seorang muridnya, tiba-tiba

muridnya yang dipukul itu meninggal dunia, maka perbuatan guru tersebut

dinyatakan sebagai pembunuhan menyerupai sengaja.

c. Pembunuhan tidak sengaja

Pembunuhan tidak sengaja (khata) adalah perbuatan yang dilakukan oleh

seseorang dengan tidak ada unsur kesengajaan yang mengakibatkan orang

lain meninggal dunia. Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa seseorang

melakukan penebangan pohon yang kemudian pohon yang ditebang itu, tiba-

tiba tumbang dan menimpa orang yang lewat lalu meninggal dunia.16 Ahmad Wardi Muclich, Hukum Pidana Islam, h. 136

12

Page 13: Makalah fiqh jinayah

13