Makalah Filsafat

15
EPISTEMOLOGI PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Filsafat adalah akar dari segala pengetahuan manusia baik pengetahuan ilmiah maupun pengetahuan nonilmiah. Pengetahuan merupakan khazanah kekayaan mental yang secara langsung atau tidak langsung turut memperkaya kehidupan kita, sebab secara ontologis ilmu membatasi diri pada pengkajian objek yang berada dalam lingkup pengalaman manusia, sedangkan agama memasuki pula daerah penjajahan yang bersifat transcendental yang berada di luar pengalaman kita. Pengetahuan juga dapat dikatakan sebagai jawaban dari berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan. Dari sebuah pertanyaan, diharapkan mendapatkan jawaban yang benar. Maka dari itu muncullah masalah, bagaimana cara kita menyusun pengetahuan yang benar?. Masalah inilah yang pada ilmu filsafat di sebut dengan epistimologi. Setiap jenis pengetahuan memiliki ciri- ciri spesifik atau metode ilmiah mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistimologi), dan untuk apa EPISTEMOLOGI Created By: Abdul Roni, S.Pd and leni Maimuna, S.Pd Magister Mathematic of Education Sriwijaya University 2015 Page 1

Transcript of Makalah Filsafat

Page 1: Makalah Filsafat

EPISTEMOLOGI

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Filsafat adalah akar dari segala pengetahuan manusia baik pengetahuan

ilmiah maupun pengetahuan nonilmiah. Pengetahuan merupakan khazanah

kekayaan mental yang secara langsung atau tidak langsung turut memperkaya

kehidupan kita, sebab secara ontologis ilmu membatasi diri pada pengkajian objek

yang berada dalam lingkup pengalaman manusia, sedangkan agama memasuki

pula daerah penjajahan yang bersifat transcendental yang berada di luar

pengalaman kita.

Pengetahuan juga dapat dikatakan sebagai jawaban dari berbagai

pertanyaan yang muncul dalam kehidupan. Dari sebuah pertanyaan, diharapkan

mendapatkan jawaban yang benar. Maka dari itu muncullah masalah, bagaimana

cara kita menyusun pengetahuan yang benar?. Masalah inilah yang pada ilmu

filsafat di sebut dengan epistimologi. Setiap jenis pengetahuan memiliki ciri-ciri

spesifik atau metode ilmiah mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistimologi),

dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Ketiga landasan saling

memiliki keterkaitan; ontologi ilmu terkait dengan epistemologi ilmu dan

epistemologi ilmu terkait dengan aksiologi ilmu dan seterusnya. (Suriasumantri,

2007:105)

Setiap pengetahuan yang dimiliki manusia selalu dipertanyakan dan

dikritisi oleh diri sendiri maupun orang lain. Adapun pertanyaan bagaimana cara

menemukannya atau metode apa yang kita gunakan dalam menemukan dan

memperoleh pengetahuan itu adalah kajian epistemologi.

EPISTEMOLOGICreated By: Abdul Roni, S.Pd and leni Maimuna, S.PdMagister Mathematic of EducationSriwijaya University2015 Page 1

Page 2: Makalah Filsafat

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Epistemologi.

2. Untuk memahami Epistemologi dalam matematika.

1.3 Rumusan Masalah

1. Apa itu Epistemologi?

2. Apa hubungan Epistemologi dalam matematika?

EPISTEMOLOGICreated By: Abdul Roni, S.Pd and leni Maimuna, S.PdMagister Mathematic of EducationSriwijaya University2015 Page 2

Page 3: Makalah Filsafat

PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Epistemologi

Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat,

metode, dan batasan pengetahuan manusia (a branch of philosophy that

investigates the origin, nature, methods, and limits of human knowledge).

Epistemologi jiga disebut teori pengetahuan ( theory of knowledge) berasal

dari kata Yunani episteme, yang berarti “pengetahuan”, “pengetahuan yang

benar”, “ pengetahuan ilmiah”, dan logos= teori. Epistemologi dapat didefinisikan

sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode,

dan sahnya (validitas) pengetahuan. Dalam metafisika, pertanyaan pokoknya

adalah “apakah ada itu?” sedangkan dalam epistemology pertanyaan pokoknya

adalah “apa yang dapat saya ketahui?”.

Dalam pembahasan filsafat ilmu, epistemologi dikenal sebagai sub sistem

dari filsafat. Epistemologi adalah teori pengetahuan, yaitu membahas tentang

bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari objek yang ingin dipikirkan.

2.2 Persoalan-Persoalan dalam Epistemologi Adalah :

a. Apakah pengetahuan itu?

b. Bagaimanakah manusia dapat mengetahui sesuatu?

c. Dari mana pengetahuan itu dapat diperoleh?

d. Bagaimanakah validitas pengetahuan itu dapat dinilai?

e. Apakah perbedaan antara pengetahuan a priori (pengetahuan pra-pengalaman)

dengan pengetahuan a posteriori (Pengetahuan purna pengalaman)?

f. Apa perbedaan di antara : kepercayaan, pengetahuan, pendapat, fakta,

kenyataan, kesalahan, bayangan, gagasan, kebenaran, kebolehjadian, dan

kepastian?

Epistemologi dalam tulisan ini dibatasi pada aspek epistemologi ilmu yang

sering disebut dengan metode ilmiah. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam

mendapatkan pengetahuan yang sering disebut ilmu. Jadi, ilmu merupakan

EPISTEMOLOGICreated By: Abdul Roni, S.Pd and leni Maimuna, S.PdMagister Mathematic of EducationSriwijaya University2015 Page 3

Page 4: Makalah Filsafat

pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan

dapat disebut ilmu sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara

mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus

dipenuhi agar suatu pengetahuan dapat disebut ilmu tercantum dalam apa yang

dinamakan dengan metode ilmiah.

Metode, menurut Senn (dalam Akhadiah dkk, 2011), merupakan suatu

prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang

sistematis. Metodologi ini secara filsafat termasuk dalam apa yang dinamakan

epistemologi. Epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana kita

mendapatkan pengetahuan: apakah sumber pengetahuan, apakah hakikat

jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan, dan sampai tahap mana pengetahuan

yang mungkin untuk ditangkap manusia (Suriasumantri dalam Akhadiah dkk,

2011).

Sebagaimana halnya berfikir yang selalu kita lakukan sebagai kegiatan

mental yang menghasilkan pengetahuan, maka metode ilmiah merupakan ekspresi

cara bekerja pikiran. Dengan cara bekerja ini, maka pengetahuan yang dihasilkan

diharapkan mempunyai karakteristik-karakteristik tertentu yang diminta oleh

pengetahuan ilmiah, yaitu sifat rasional dan terpuji yang memungkinkan tubuh

pengetahuan yang disusun merupakan pengetahuan yang dapat diandalkan. Dalam

hal ini maka metode ilmiah mencoba membangun tubuh pengetahuan

(Suriasumantri dalam Akhadiah dkk, 2011).

Langkah dalam epistemology ilmu antara lain berpikir deduktif dan

induktif. Berfikir deduktif memberikan sifat yang rasional kepada pengetahuan

ilmiah dan bersifat konsisten dengan pengetahuan yang telah dikumpulkan

sebelumnya. Secara sistematik dan kumutatif pengetahuan ilmiah disusun setahap

dengan menyusun argumentasi mengenai sesuatu yang baru berdasarkan

pengetahuan yang telah ada. Secara konsisten dan koheren maka ilmu mencoba

memberikan penjelasan yang rasional kepada objek yang berada dalam fokus

penelaahan.

EPISTEMOLOGICreated By: Abdul Roni, S.Pd and leni Maimuna, S.PdMagister Mathematic of EducationSriwijaya University2015 Page 4

Page 5: Makalah Filsafat

Penjelasan yang bersifat rasional ini dengan kriteria kebenaran koherensi

tidak memberikan kesimpulan yang bersifat final, sebab sesuai dengan hakikat

rasionalisme yang bersifat pluralistis, maka dimungkinkan disusunnya berbagai

penjelasan terhadap suatu objek pemikiran tertentu.

Proses kegiatan ilmiah, menurut Ritchie Calder (dalam Akhadiah dkk,

2011), dimulai ketika manusia mengamati sesuatu. Tentu saja hal ini membawa

kita kepada pertanyaan lain: mengapa manusia mulai mengamati sesuatu?

Perhatian tersebut dinamakan John Dewey sebagai pengenalan suatu masalah atau

kesukaran yang dirasakan bila kita menemukan sesuatu dalam pengalaman kita

yang menimbulkan pertanyaan. Pertanyaan ini timbul disebabkan oleh adanya

kontak manusia dengan dunia empiris yang menimbulkan berbagai ragam

permasalahan. Ketika dapat disimpulkan bahwa “ada masalah”, baru ada proses

kegiatan berpikir dan berpikir baru dimulai, dank arena masalah ini berasal dari

dunia empiris, maka proses berpikir tersebut diarahkan pada pengalaman objek

empiris.

Secara rasional maka ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten

dan kumutatif, sedangkan secara empiris, ilmu memisahkan antara pengetahuan

yang sesuai dengan fakta atau tidak. Secara sederhana maka hal ini berarti bahwa

semua teori ilmiah harus memenuhi dua syarat utama yakni : (1) harus konsisten

dengan teori-teori sebelumnya yang memungkinkan tidak terjadinya kontradiksi

dalam teori keilmuan secara keseluruhan; dan (2) harus cocok dengan fakta-fakta

empiris sebab teori yang bagaimanapun konsistennya sekiranya tidak didukung

oleh pengujian empiris tidak dapat diterima kebenarannya secara ilmiah. Jadi,

logika ilmiah merupakan gabungan antara logika deduktif dan logika induktif di

mana rasionalisme dan empirisme hidup berdampingan. Oleh sebab itu, maka

sebelum teruji kebenarannya secara empiris semua penjelasan rasional yang

diajukan statusnya hanyalah bersifat sementara. Penjelasan sementara ini biasanya

disebut hipotesis. Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap

masalah yang sedang kita hadapi. Dalam melakukan penelitian untuk

EPISTEMOLOGICreated By: Abdul Roni, S.Pd and leni Maimuna, S.PdMagister Mathematic of EducationSriwijaya University2015 Page 5

Page 6: Makalah Filsafat

mendapatkan jawaban yang benar maka seorang ilmuwan seakan-akan melakukan

suatu “ introgasi terhadap alam”. Hipotesis dalam hubungan ini berfungsi sebagai

penunjuk jalan yang memungkinkan kita untuk mendapatkan jawaban, karena

alam itu sendiri membisu dan tidak responsif terhadap pertanyaan-pertanyaan.

Harus kita sadari bahwa hipotesis itu sendiri merupakan penjelasan yang bersifat

sementara yang membantu kita dalam melakukan penyelidikan. Sering kita temui

kesalahpahaman di mana analisis ilmiah berhenti pada hipotesis ini tanpa upaya

selanjutnya untuk melakukan verifikai apakah hipotesis ini benar atau tidak.

Kecenderungan ini terdapat pada ilmuwan yang sangat dipengaruhi oleh paham

rasionalisme dan melupakan bahwa metode ilmiah merupakan gabungan dari

rasionalisme dan empirisme.

Langkah selanjutnya sesudah menusun hipotesis adalah menguji hipotesis

tersebut dengan mengkonfrontasikannya dengan dunia fisik yang nyata. Sering

sekali dalam hal ini kita harus melakukan langkah perantara yakni menentukan

faktor-faktor apa yang dapat kita uji dalam rangka melakukan verifikasi terhadap

keseluruhan hipotesis tersebut.

Proses pengujian ini merupakan pengumpulan fakta yang relevan dengan

hipotesis yang diajukan. Fakta-fakta ini kadang-kadang bersifat sederhana yang

dapat kita tangkap secara langsung dengan pancaindra kita. Namun kadang-

kadang kita memerlukan instrument yang membantu pancaindra kita umpamanya

teleskop dan mikroskop.

Alur berfikir yang tercangkup dalam metode ilmiah dapat dijabarkan

dalam beberapa langkah yang mencerminkan tahap-tahap dalam kegiatan ilmiah.

Kerangka berfikir ilmiah yang berintikan proses logica-hypothetico-verifikatif ini

pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut :

1. Perumusan masalah yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang

jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan fakta-fakta yang terlait

didalamnya;

EPISTEMOLOGICreated By: Abdul Roni, S.Pd and leni Maimuna, S.PdMagister Mathematic of EducationSriwijaya University2015 Page 6

Page 7: Makalah Filsafat

2. Penyususnan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis yang merupakan

argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara

berbagai faktor yang saling mengkait dan membentuk konstelasi

permasalahan. Kerangka berfikir ini disusun secara rasional berdasarkan

premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan

faktor-faktor empiris yang relevan dengan permsalahan; dan

3. Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan

dengan hipotesis yang diajukan untuk memperhatikan apakah terdapat fakta-

fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak.

4. Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis

yang diajukan itu ditolak atau diterima. Sekiranya dalam proses pengujian

terdapat fakta yang cukup yang mendukung hipotesis maka hipotesis itu

diterima. Sebaliknya, sekiranya dalam proses pengujian tidak terdapat fakta

yang cukup mendukung hipotesis maka hipotesis itu ditolak (Suria Sumantri,

2000).

Keseluruhan langkah ini harus ditempuh agar suatu penelaahan dapat disebut

ilmiah. Meskipun langkah-langkah ini secara konseptual tersusun dalam urutan

yang teratur, dimana langkah yang satu merupakan landasan bagi langkah yang

berikutnya, namun dalam praktiknya sering terjadi lompatan-lompatan. Hubungan

antara langkah yang satu dengan langkah yang lainnya tidak terikat secra statis,

melainkan bersifat dinamis dengan proses pengkajian ilmiah yang tidak semata

mengandalkan penalaran melainkan juga imajinasi dan kreativitas. Sering terjadi

bahwa langkah yang satu bukan saja merupakan landasan bagi langkah yang

berikutnya namun sekaligus juga merupakan landasan-landasan koreksi bagi

langkah yang lain. Dengan jalan ini diharpkan diprosesnya pengetahuan yang

bersifat konsisten dengan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya serta diuji

kebenarannya secara empiris.

Dengan metode ilmiah sebagai paradigm, maka ilmu dibandingkan dengan

berbagai pengetahuan lainnya dapat dikatakan berkembang dengan sangat cepat.

EPISTEMOLOGICreated By: Abdul Roni, S.Pd and leni Maimuna, S.PdMagister Mathematic of EducationSriwijaya University2015 Page 7

Page 8: Makalah Filsafat

Salah satu faktor yang mendorong perkembangan ini adalah faktor social dari

komuniaksi ilmiah di mana penemuan individual segera dapat diketahui dan dikaji

oleh anggota masyarakat dan ilmuwan lainnya (Suriasumatri, 2000).

2.3 Hubungan antara Epistemologi dengan Pedagogi Matematika

Epistemologi adalah suatu cabang dari filsafat yang mengkaji dan membahas

tentang batasan, dasar dan pondasi, alat, tolok ukur, keabsahan, validitas, dan

kebenaran ilmu,pengenalan, dan pengetahuan manusia. Sudut Pembahasan Yakni

apabila subyek epistemologi adalah ilmu dan makrifat, maka dari sudut mana

subyek ini dibahas, karena ilmu dan makrifat juga dikaji dalam ontologi, logika,

dan psikologi.Sudut-sudut yang berbeda bisa menjadi pokok bahasan dalam ilmu.

Terkadang yang menjadi titik tekan adalah dari sisi hakikat keberadaan ilmu. Sisi

ini menjadi salah satu pembahasan dibidang ontologi dan filsafat. Sisi

pengungkapan dan kesesuian ilmu dengan realitas eksternal juga menjadi pokok

kajian epistemologi. Sementara aspek penyingkapan ilmu baru dengan

perantaraan ilmu-ilmu sebelumnya dan faktor riil yang menjadi penyebab

hadirnya pengindraan adalah dibahas dalam ilmu logika. Dan ilmu psikologi

mengkaji subyek ilmu dari aspek pengaruh umur manusia terhadap tingkatan dan

pencapaian suatu ilmu. Sudut pandang pembahasan akan sangat berpengaruh

dalam pemahaman mendalam tentang perbedaan ilmu.

Epistemologi matematika adalah teori pengetahuan yang sasarannya adalah

pengetahuan matematika. Epistemologi merupakan pemikiran reflektif terhadap

berbagai segi dari pengetahuan seperti kemungkinan, asal mula, sifat-sifat alami,

batas-batas, asumsi dan landasan,validitas dan reliabilitas hingga kebenaran

pengetahuan.

Kajian yang termasuk dalam epistemologi matematika antara lain :

matematika termasuk jenis pengetahuan apa (empirik ataupengetahuan pra-

pengalaman) bagaimana ciri-ciri matematika (deduktif, abstrak, hipotetik,eksak,

simbolik, universal, rasional dan kemungkinan ciri lainnya) lingkup dan

EPISTEMOLOGICreated By: Abdul Roni, S.Pd and leni Maimuna, S.PdMagister Mathematic of EducationSriwijaya University2015 Page 8

Page 9: Makalah Filsafat

pembagianpengetahuan matematika (matematika murni, matematika terapan serta

cabang lainnya)kebenaran matematika (sifat alaminya dan semacamnya).

Epistemologi matematika mempengaruhi pembelajaran matematika. Kinerja guru

yang ditunjukkan dalam pemecahan masalah, serta pendekatan pengajaranmereka,

tergantung pada keyakinan mereka tentang matematika.

EPISTEMOLOGICreated By: Abdul Roni, S.Pd and leni Maimuna, S.PdMagister Mathematic of EducationSriwijaya University2015 Page 9

Page 10: Makalah Filsafat

PENUTUPKesimpulan

Matematika jika ditinjau dari aspek epistemologi, matematika

mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan

pengukuran secara kuantitatif. Dengan konsep-konsep yang kongkrit, kontektual,

dan terukur matematika dapat memberikan jawaban secara akurat. Perkembangan

struktur mental seseorang bergantung pada pengetahuan yang diperoleh siswa

melalui proses asimilasi dan akomodasi.

EPISTEMOLOGICreated By: Abdul Roni, S.Pd and leni Maimuna, S.PdMagister Mathematic of EducationSriwijaya University2015 Page 10