Makalah Fi
-
Upload
choirul-wiza -
Category
Documents
-
view
54 -
download
1
description
Transcript of Makalah Fi
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang Masalah
Kita melihat kota Malang saat ini telah berkembang dengan pesatnya. Lihat saja
makin banyaknya pertokoan baru, makin banyak pula kendaraan bermotor yang berlalu-
lalang di jalan raya. Hal ini membuat kota Malang berkembang di bidang ekonomi.
Namun hal ini mempunyai efek samping, yaitu makin sempitnya lahan yang digunakan
sebagai peresapan air, makin sedikit pohon-pohon sehingga Malang saat ini menjadi
makin panas. Ada lahan di jalan Malabar, yang "disisihkan" oleh Pemkot Malang dan
dijadikan sebagai Hutan Kota. Hal ini patut diacungi jempol untuk Pemkot Malang,
karena banyak alih fungsi Ruang Terbuka Hijau menjadi gedung-gedung dan mall-mall.
Seperti MOG dan MATOS. Kita pasti ingat, MOG dibangun diatas lahan lapangan hijau
stadion Gajayana. Dan MATOS dibangun di atas taman yang cukup luas. Dan masih
banyak lagi gedung-gedung yang dibangun di atas taman atau ruang terbuka lainnya,
yang seharusnya tidak dijadikan sebagai pusat perbelanjaan, mengingat pada awalnya
Malang dibuat sebagai kota peristirahatan dan sekarang Malang dijadikan kota
Pendidikan.
Hutan Kota Malabar ini ada di jalan Malabar, arah timur dari gereja jalan Ijen.
Hutan Kota ini luasnya adalah sekitar 16.718 m2. Di tengah Hutan Kota Malabar
terdapat kolam air yang konon menjadi sumber untuk mengairi taman-taman di kota
Malang. Begitu masuk ke dalam Hutan Kota Malabar ini, mulai terasa hawa yang sejuk
dan terdengar kicauan burung. Hutan Kota Malabar ini sudah mulai lebat pohonnya,
sehingga berada di dekatnya pun akan terasa hawa yang segar. Sebagai lahan
penghijauan yang berlokasi di tengah kota ini, selain sebagai paru-paru kota Malang,
Hutan Kota Malabar ini sebenarnya dapat juga dijadikan sebagai alternatif tempat
rekreasi yang murah. Seharusnya, pihak pemerintah daerah Malang lebih
memperhatikan keserasian, kenyamanan, dan keindahan Hutan Kota ini.
Sebagai contoh, di sisi utara timur Hutan Kota ini, ada beberapa bangunan semi
permanen yang dijadikan sebagai warung. Hal ini dapat mengurangi keindahan dari
hutan kota ini. Di mana akan nampak lebih indah dan lebih baik lagi jika warung-
warung itu dibuatkan bangunan semacam pujasera atau bangunan yang tidak
mengurangi keindahan hutan kota sekaligus pengunjung dapat lebih memanfaatkan dan
1
berinteraksi dengan hutan kota, sebagai wahana berlibur dan belajar. Selain warung-
warung, di sekitar hutan ini juga terdapat tempat pangkalan ojek.
Yang paling unik dari obyek wisata Hutan Kota Malabar adalah letaknya yang
berada di tengah kota. Sebab, biasanya hutan hanya ada di pinggiran kota ataupun jauh
dari kota. Hal inilah yang membuat Kota Malang terasa begitu asri. Selain itu di obyek
wisata seluas 16.718 m2 ini juga terdapat beragam spesies tumbuhan, seperti pohon
beringin, jambu, cemara, palem, dan sebagainya. Karena di obyek wisata Hutan Kota
Malabar ini terasa begitu teduh, sejuk, dan rindang, maka lokasi ini sangat cocok untuk
dijadikan lokasi piknik di akhir pekan. Namun, anda yang sedang berwisata ke Kota
Malang juga bisa merasakan keindahan dan kesejukan obyek wisata Hutan Kota
Malabar ini. Selain itu, ada beberapa warung yang menjajakan makanan ringan dan
minuman yang bisa mengisi perut anda kalau-kalau anda lupa tidak membawa bekal
makanan ke obyek wisata yang satu ini.
Hutan merupakan suatu ekosistem alam yang saling berhubungan, dalam hutan
banyak terdapat berbagai macam tumbuhan, namun sayangnya akhir-akhir ini hutan
yang awalnya sejuk berubah menjadi hutan-hutan beton yang sangat panas. padahal
untuk melangsungkan kehidupan dibutuhkan adanya keseimbangan ekosistem.
2. Tujuan
Tujuan dari dibuatkannya makalah ini adalah, untuk mengidentifikasi dan
mendiskripsikan nilai Total Economic Value serta nilai sosial-budaya yang terdapat di
hutan kota Malabar, yang meliputi nilai ekonomis dan ekologi kawasan tersebut.
3. Lokasi
Tempat: Hutan kota Malabar Malang, jalan Malabar Malang.
Tanggal Penelitian: Sabtu, 16 Maret 2013
Jenis Tumbuhan:
1. Palem (Hyophorbe sp.)
2. cemara (Casuarina sp.)
3. Pohon Jati (Tectona grandis L.f.)
4. Pohon Beringin (Ficus benjamina
L)
5. Pohon Kelapa (Cocos nucifera L.)
6. Pohon Pinus (Pinus markusii)
7. Pohon pinang
8. Pohon dukuh
9. Pohon Kelapa Sawit
10. pohon cemara
11. pohon waru
12. pohon ketapang
13. pohon palem
14. tanaman rumput
2
15. pohon nangka
16. pohon sono
17. pohon glodokan tiang
18. pohon sengon
19. pohon flamboyan
20. pohon sepatu dea (kecrutan)
21. pohon sugo
22. pohon gelitu
23. pohon dadap merah
24. pohon trembesi
25. pohon saman
26. pohon gembilina
27. pohon asam belanda
28. pohon sukun
29. pohon matoa
30. pohon kemiri
31. tanaman salak
32. bambu ori
33. pohon sono keling
34. tanaman bambu kuning
35. pohon mahoni
36. pohon tewel
37. tanaman talas
Jenis Satwa:
1. tupai
2. ulat
3. kupu-kupu
4. serangga
5. burung
6. semut
7. nyamuk
8. ngengat
9. kumbang
10. kutilang
11. perkutut
12. siput
13. gareng
kegiatan ekonomi:
1. 4 pekerja yang bertugas membersihkan dan merawat hutan kota Malabar dengan
gaji rata-rata Rp. 1.800.000/bulan
2. Sopir Taxi Mandala dengan pemasukaan rata-rata Rp. 180.000/hari
3. Pedagang es buah dan nasi kaki lima yang bernama mas Yuyung mendapat omset
ketika kondisi sepi pengunjung Rp. 800.000/hari dan ketika ramai pengunjung
menerima omset sebesar Rp. 1.200.000 - 1.300.000/hari.
4. Warung nasi Purnama menerima omset rata-rata perhari sebesar Rp. 400.000
5. Tukang parkir yang bernama bapak Ari menerima pemasukan dari biaya parkir
pengunjung sebesar Rp. 25.000 – 35.000/hari
6. Warung nasi Kedoya menerima omset rata-rata perhari sebesar Rp. 300.000/hari
7. Warung nasi Anda menerima omset rata-rata perhari sebesar Rp. 150.000/hari
3
Sehingga Nilai Total Ekonomi dari Hutan Kota Malabar adalah sebesar:
Rp. 1.915.000
BAB II
METODE PENELITIAN
1. Metode Pengumpulan Data
a) Survey primer
Data primer ini diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung terhadap
hutan kota khususnya di Kota Malang. Pada pengamatan awal yang dilakukan pada
hutan kota Malang diketahui bahwa hutan kota Malang terdiri dari 3-4 stratum vegetasi
dari stratum E hingga B. Kemudian dilakukan pembagian induk petak pengamatan
20×20 meter yang diletakkan pada seluruh bagian hutan kota untuk pengamatan
vegetasi stratum B dan C. Metode kombinasi akan digunakan dalam menentukan induk
petak pengamatan. Pada metode ini masing-masing induk petak pengamatan terletak
saling bersebelahan sehingga mengurangi resiko adanya bagian hutan kota yang tidak
terambil datanya.
b) Survey sekunder
Metode yang dilakukan untuk mengumpulkan data berupa dokumen, kebijakan dan literatur yang berhubungan dengan pembahasan.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada hutan kota Malang yang memiliki tipe ilkim (Schmidt
and Ferguson) C yaitu agak basah. Pemilihan hutan kota yang akan dijadikan objek
penelitian didasarkan pada kriteria yang ditetapkan dalam Pedoman Penyediaan dan
Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan, yaitu hutan kota yang dipilih (1) telah
ditetapkan sebagai hutan kota oleh pemerintah daerah setempat dalam hal ini adalah
Pemerintah Kota Malang dan (2) memiliki luas minimal 2.500 m2. Berdasarkan kriteri
tersebut diperoleh lima hutan kota Malang, yaitu (1) hutan kota Malabar, (2) hutan kota
Jakarta, (3) hutan kota Velodrom, (4) hutan kota Indragiri, dan (5) hutan kota Buper
Hamid Rusdi.
4
BAB III
PEMBAHASAN
1. Hutan
Menurut Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur No. 4 Tahun 2003, hutan adalah
suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang
didominasi oleh pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan
lainnya tidak dapat dipisahkan. Di dalam hutan terdapat suatu kesatuan ekosistem yang
terdiri dari banyak makhluk hidup juga sumber daya alam. Hutan tentunya terdiri dari
tumbuhan-tumbuhan, pohon-pohon serta hasil-hasil nabati lainnya. Hutan juga
menyimpan jutaan hasil-hasil bumi dan kekayaan lainnya yang dapat digunakan oleh
manusia sesuai dengan kebutuhannya. Selain itu, hutan juga merupakan tempat
berlindungnya berbagai macam satwa maupun makhluk hidup lainnya.
Kehutanan telah diatur dalam Undang-Undang RI No. 41 Tahun 1999 bahwa
hutan akan dikelola oleh Pemerintah, agar dapat dimanfaatkan seluas-luasnya dan
sebesar-besarnya bagi kemakmuran masyarakat. Kecuali hutan adat, yaitu hutan negara
yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat, akan dikelola oleh masyarakat
hukum adat setempat. Hutan adat tetap merupakan hutan negara, tetapi dikelola dan
dijaga oleh masyarakat adat setempat yang masih diakui keberadaannya. Pengelolaan
oleh masyarakat hukum setempat juga harus tetap sejalan dengan kepentingan nasional.
Apabila masyarakat hukum adat yang bersangkutan tidak ada lagi, maka
pengelolaannya diserahkan kembali bagi Pemerintah.
Pada pasal 4 ayat (2) UU RI No. 41 Tahun 1999, telah dijelaskan hutan yang
diberikan kewenangan untuk dikuasai dan dikelola oleh negara dimaksudkan agar
pemerintah dapat:
1. Mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan
hutan, dan hasil hutan.
2. Menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan atau kawasan hutan
sebagai bukan kawasan hutan.
5
3. Mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum antara orang dengan
hutan, serta mengatur perbuatan-perbuatan hukum mengenai kehutanan.
Walaupun pemerintah juga tetap harus memperhatikan hak masyarakat hukum adat
setempat selama mereka masih diakui keberadaannya.Oleh karena itu, pemerintah dapat
mengelola hutan dengan seadil-adilnya, dan mengatur segala sesuatu mengenai hutan
tersebut bagi kepentingan masyarakat.
2. Hutan Kota
Hutan Kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak
dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang
ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Secara khusus, hutan kota
telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota.
Hutan kota merupakan kawasan hutan yang terletak di kawasan keramaian perkotaan
memiliki berbagai macam fungsi, antara lain :
1. Pelestarian Plasma Nutfah
Plasma nutfah merupakan bahan baku yang penting untuk pembangunan di masa
depan, terutama di bidang pangan, sandang, papan, obat-obatan dan industri.
Penguasaannya merupakan keuntungan komparatif yang besar bagi Indonesia di masa
depan. Oleh karena itu, plasma nutfah perlu terus dilestarikan dan dikembangkan
bersama untuk mempertahankan keanekaragaman hayati (Buku I Repelita V hal. 429).
Hutan kota dapat dijadikan sebagai tempat koleksi keanekaragaman hayati yang tersebar
di seluruh wilayah tanah air kita. Kawasan hutan kota dapat dipandang sebagai areal
pelestarian di luar kawasan konservasi, karena pada areal ini dapat dilestarikan flora dan
fauna secara exsitu.
2. Penahan dan Penyaring Partikel Padat dari Udara
Udara alami yang bersih sering dikotori oleh debu, baik yang dihasilkan oleh
kegiatan alami maupun kegiatan manusia. Dengan adanya hutan kota, partikel padat
yang tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh tajuk pohon
melalui proses jerapan dan serapan. Dengan adanya mekanisme ini jumlah debu yang
melayang-layang di udara akan menurun. Partikel yang melayang-layang di permukaan
bumi sebagian akan terjerap (menempel) pada permukaan daun, khususnya daun yang
berbulu dan yang mempunyai permukaan yang kasar dan sebagian lagi terserap masuk
6
ke dalam ruang stomata daun. Ada juga partikel yang menempel pada kulit pohon,
cabang dan ranting.
Daun yang berbulu dan berlekuk seperti halnya daun Bunga Matahari dan
Kersen mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menjerap partikel dari pada daun
yang mempunyai permukaan yang halus (Wedding dkk. dalam Smith, 1981). Manfaat
dari adanya tajuk hutan kota ini adalah menjadikan udara yang lebih bersih dan sehat,
jika dibandingkan dengan kondisi udara pada kondisi tanpa tajuk dari hutan kota.
3. Peredam Kebisingan
Pohon dapat meredam suara dengan cara mengabsorpsi gelombang suara oleh
daun, cabang dan ranting. Jenis tumbuhan yang paling efektif untuk meredam suara
ialah yang mempunyai tajuk yang tebal dengan daun yang rindang (Grey dan Deneke,
1978). Dengan menanam berbagai jenis tanaman dengan berbagai strata yang cukup
rapat dan tinggi akan dapat mengurangi kebisingan, khususnya dari kebisingan yang
sumbernya berasal dari bawah. Menurut Grey dan Deneke (1978), dedaunan tanaman
dapat menyerap kebisingan sampai 95%.
4. Mengurangi Bahaya Hujan Asam
Menurut Smith (1985), pohon dapat membantu dalam mengatasi dampak negatif
hujan asam melalui proses fisiologis tanaman yang disebut proses gutasi. Proses gutasi
akan memberikan beberapa unsur diantaranya ialah: Ca, Na, Mg, K dan bahan organik
seperti glumatin dan gula (Smith, 1981). Dengan adanya proses intersepsi dan gutasi
oleh permukaan daun akan sangat membantu dalam menaikkan pH, sehingga air hujan
menjadi tidak begitu berbahaya lagi bagi lingkungan. Hasil penelitian dari Hoffman et
al. (1980) menunjukkan bahwa pH air hujan yang telah melewati tajuk pohon lebih
tinggi, jika dibandingkan dengan pH air hujan yang tidak melewati tajuk pohon.
5. Penyerap Karbon-monoksida
Bidwell dan Fraser dalam Smith (1981) mengemukakan, kacang merah
(Phaseolus vulgaris) dapat menyerap gas ini sebesar 12-120 kg/km2/hari.
Mikroorganisme serta tanah pada lantai hutan mempunyai peranan yang baik dalam
menyerap gas ini (Bennet dan Hill, 1975). Inman dan kawan-kawan dalam Smith (1981)
mengemukakan tanah dengan mikroorganismenya dapat menyerap gas ini dari udara
yang semula konsentrasinya sebesar 120 ppm (13,8 x 104 ug/m3) menjadi hampir
mendekati nol hanya dalam waktu 3 jam saja.
7
6. Penyerap Karbon-dioksida dan Penghasil Oksigen
Hutan merupakan penyerap gas CO2 yang cukup penting, selain dari fito-
plankton, ganggang dan rumput laut di samudera. Dengan berkurangnya kemampuan
hutan dalam menyerap gas ini sebagai akibat menurunnya luasan hutan akibat
perladangan, pembalakan dan kebakaran, maka perlu dibangun hutan kota untuk
membantu mengatasi penurunan fungsi hutan tersebut.Cahaya matahari akan
dimanfaatkan oleh semua tumbuhan baik hutan kota, hutan alami, tanaman pertanian
dan lainnya dalam proses fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah gas CO2 dan air
menjadi karbohidrat dan oksigen. Dengan demikian proses ini sangat bermanfaat bagi
manusia, karena dapat menyerap gas yang bila konsentrasinya meningkat akan beracun
bagi manusia dan hewan serta akan mengakibatkan efek rumah kaca. Di lain pihak
proses ini menghasilkan gas oksigen yang sangat diperlukan oleh manusia dan
hewan.Widyastama (1991) mengemukakan tanaman yang baik sebagai penyerap gas
CO2 dan penghasil oksigen adalah : damar (Agathis alba), daun kupu-kupu (Bauhinia
purpurea), lamtoro gung (Leucaena leucocephala), akasia (Acacia auriculiformis) dan
beringin (ficus benyamina).
7. Penyerap dan Penapis Bau
Daerah yang merupakan tempat penimbunan sampah sementara atau permanen
mempunyai bau yang tidak sedap.Tanaman dapat digunakan untuk mengurangi bau.
Tanaman dapat menyerap bau secara langsung, atau tanaman akan menahan gerakan
angin yang bergerak dari sumber bau (Grey dan Deneke, 1978). Akan lebih baik lagi
hasilnya, jika tanaman yang ditanam dapat mengeluarkan bau harum yang dapat
menetralisir bau busuk dan menggantinya dengan bau harum. Tanaman yang dapat
menghasilkan bau harum antara lain : Cempaka (Michelia champaka) dan tanjung
(Mimusops elengi).
8. Ameliorasi Iklim
Salah satu masalah penting yang cukup merisaukan penduduk perkotaan adalah
berkurangnya rasa kenyamanan sebagai akibat meningkatnya suhu udara di
perkotaan.Hutan kota dapat dibangun untuk mengelola lingkungan perkotaan agar pada
saat siang hari tidak terlalu panas, sebagai akibat banyaknya jalan aspal, gedung
bertingkat, jembatan layang, papan reklame, menara, antene pemancar radio, televisi
dan lain-lain. Sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat karena tajuk pepohonan
8
dapat menahan radiasi balik (reradiasi) dari bumi (Grey dan Deneke, 1978 dan
Robinette, 1983). Robinette (1983) lebih jauh menjelaskan, jumlah pantulan radiasi
surya suatu hutan sangat dipengaruhi oleh panjang gelombang, jenis tanaman, umur
tanaman, posisi jatuhnya sinar surya, keadaan cuaca dan posisi lintang.Suhu udara pada
daerah berhutan lebih nyaman dari pada daerah tidak ditumbuhi oleh tanaman.
9. Penapis Cahaya Silau
Manusia sering dikelilingi oleh benda-benda yang dapat memantulkan cahaya
seperti kaca, aluminium, baja, beton dan air. Apabila permukaan yang halus dari benda-
benda tersebut memantulkan cahaya akan terasa sangat menyilaukan dari arah depan,
akan mengurangi daya pandang pengendara. Oleh sebab itu, cahaya silau tersebut perlu
untuk dikurangi.Keefektifan pohon dalam meredam dan melunakkan cahaya tersebut
bergantung pada ukuran dan kerapatannya.Pohon dapat dipilih berdasarkan ketinggian
maupun kerimbunan tajuknya.
10. Meningkatkan Keindahan
Manusia dalam hidupnya tidak saja membutuhkan tersedianya makanan,
minuman, namun juga membutuhkan sebuah keindahan.Benda-benda di sekeliling
manusia dapat ditata dengan indah menurut garis, bentuk, warna, ukuran dan teksturnya
(Grey dan Deneke, 1978), sehingga dapat diperoleh suatu bentuk komposisi yang
menarik.Benda-benda buatan manusia, walaupun mempunyai bentuk, warna, dan
tekstur yang sudah dirancang sedemikian rupa tetap masih mempunyai kekurangan
yaitu tidak alami, sehingga tidak menjadi segar tampaknya di depan mata. Akan tetapi
dengan menghadirkan pohon ke dalam sistem tersebut, maka keindahan yang telah ada
akan lebih sempurna, karena lebih bersifat alami yang sangat disukai oleh setiap
manusia.Tanaman dalam bentuk, warna dan tekstur tertentu dapat dipadu dengan benda-
benda buatan seperti gedung, jalan, dsb untuk mendapatkan komposisi yang baik.
Peletakan dan pemilihan jenis tanaman harus dipilih sedemikian rupa, sehingga pada
saat pohon tersebut telah dewasa akan sesuai dengan kondisi yang ada. Warna daun,
bunga atau buah dapat dipilih sebagai komponen yang kontras atau untuk memenuhi
rancangan yang nuansa (bergradasi lembut).Komposisi tanaman dapat diatur dan
diletakkan sedemikian rupa, sehingga pemandangan yang kurang enak dilihat seperti :
tempat pembuangan sampah, pemukiman kumuh, rumah susun dengan jemuran yang
beraneka bentuk dan warna, pabrik dengan kesan yang kaku dapat sedikit ditingkatkan
9
citranya menjadi lebih indah, sopan, manusiawi dan akrab dengan hadirnya hutan kota
sebagai tabir penyekat di sana.
11. Mengurangi Stres
Kehidupan masyarakat di kota besar menuntut aktivitas, mobilitas dan
persaingan yang tinggi. Namun di lain pihak lingkungan hidup kota mempunyai
kemungkinan yang sangat tinggi untuk tercemar, baik oleh kendaraan bermotor maupun
industri. Petugas lalu lintas sering bertindak galak serta pengemudi dan pemakai jalan
lainnya sering mempunyai temperamen yang tinggi diakibatkan oleh cemaran timbal
dan karbon-monoksida (Soemarwoto, 1985). Oleh sebab itu, gejala stres (tekanan
psikologis) dan tindakan ugal-ugalan sangat mudah ditemukan pada anggota masyarakat
yang tinggal atau mereka yang hanya bekerja untuk memenuhi keperluannya saja di
kota. Program pembangunan dan pengembangan hutan kota dapat membantu
mengurangi sifat yang negatif tersebut. Kesejukan dan kesegaran yang diberikannya
akan menghilangkan kejenuhan dan kepenatan. Cemaran timbal, CO, SOx, NOx dan
lainnya dapat dikurangi oleh tajuk dan lantai hutan kota. Kicauan dan tarian burung
akan menghilangkan kejemuan. Hutan kota juga dapat mengurangi kekakuan dan
monotonitas.
12. Meningkatkan Industri Pariwisata
Bunga bangkai (Amorphophallus titanum) di Kebun raya Bogor yang berbunga
setiap 2-3 tahun dan tingginya dapat mencapai 1,6 m dan bunga Raflessia Arnoldi di
Bengkulu merupakan salah satu daya tarik bagi turis domestik maupun manca-negara.
Wisatawan asing pun akan mempunyai kesan tersendiri jika berkunjung atau singgah
pada suatu kota yang dilengkapi dengan hutan kota yang unik, indah dan menawan.
13. Sebagai Hobi dan Pengisi Waktu Luang
Monotonitas, rutinitas, dan kejenuhan kehidupan di kota besar perlu diimbangi
oleh kegiatan lain yang bersifat rekreatif, akan dapat menghilangkan monotonitas,
rutinitas dan kejenuhan kerja. Fungsi hutan kota ini sangat banyak. Dengan demikian,
pengelolaannya harus tetap dikendalikan dengan baik, agar hutan kota dapat berfungsi
dengan baik, dan dapat menguntungkan semua masyarakat di kota. Pengelolaannya
dilaksanakan secara adil sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Pengelolaan
hutan kota dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat setempat.
3. Bentuk Hutan Kota
10
1. Jalur Hijau
Pohon peneduh jalan raya, jalur hijau di bawah kawat listrik tegangan tinggi,
jalur hijau di tepi jalan kereta api, jalur hijau di tepi sungai di dalam kota atau di luar
kota dapat dibangun dan dikembangkan sebagai hutan kota guna diperoleh manfaat
kualitas lingkungan perkotaan yang baik. Tanaman yang ditanam pada daerah di bawah
jalur kawat listrik dan telepon diusahakan yang rendah saja, atau boleh saja dengan
tanaman yang dapat menjulang tinggi, namun pada batas ketinggian tertentu harus
diberikan pemangkasan.
Kawasan riparian seperti: delta sungai, kanal, saluran irigasi, tepian danau dan
tepi pantai dapat merupakan bagian lokasi dari kegiatan pengembangan hutan kota.
Penanaman tanaman di kawasan ini diharapkan dapat memperbaiki kuantitas dan
kualitas air serta untuk memperkecil erosi. Seperti telah disebutkan di atas, jalur hijau di
tepi jalan bebas hambatan yang terdiri dari jalur tanaman pisang dan jalur tanaman yang
merambat serta tanaman perdu yang liat yang ditanam secara berlapis-lapis diharapkan
dapat berfungsi sebagai penyelamat bagi kendaraan yang keluar dari badan jalan.
Sedangkan pada bagian yang lebih luar lagi dapat ditanami dengan tanaman yang tinggi
dan rindang untuk menyerap pencemar yang diemisikan oleh kendaraan bermotor.
2. Taman Kota
Taman dapat diartikan sebagai tanaman yang ditanam dan ditata sedemikian
rupa, baik sebagian maupun semuanya hasil rekayasa manusia untuk mendapatkan
komposisi tertentu yang indah. Setiap jenis tanaman mempunyai karakteristik tersendiri
baik menurut bentuk, warna dan teksturnya.
4. Pengelolaan Hutan Kota Malabar Menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 63 Tahun 2002
Pengelolaan hutan kota telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun
2002 Tentang Hutan Kota tepatnya pada bagian kelima. Hutan kota merupakan salah
satu hutan yang terletak di kawasan perkotaan dan memiliki sangat banyak fungsi yang
menguntungkan bagi masyakarat. Oleh karena itu, pengelolaan hutan kota tidak hanya
dilakukan oleh pemerintah daerah sendiri, tetapi juga melibatkan peran masyarakat
sekitar. Walaupun pengelolaan oleh pemerintah daerah lebih diutamakan mengingat
tujuan pengelolaan hutan dalam Perda Jatim No. 4 Tahun 2003 Tentang Pengelolaan
Hutan di Propinsi Jawa Timur yaitu untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya
11
serta serba guna dan lestari untuk kemakmuran masyarakat. Pengelolaan hutan kota
sendiri meliputi lima tahapan kegiatan yaitu :
1. Penyusunan Rencana Pengelolaan
Penyusunan rencana pengelolaan ini disusun berdasarkan prinsip-prinsip pengelolaan
yaitu :
a. Penetapan tujuan pengelolaan;
b. Penetapan program jangka pendek dan jangka panjang;
c. Penetapan kegiatan dan kelembagaan; dan
d. Penetapan sistem monitoring dan evaluasi.
2. Pemeliharaan
Pemeliharaan hutan kota diarahkan dalam rangka menjaga dan optimalisasi fungsi
dan manfaat hutan kota melalui optimalisasi ruang tumbuh, diversifikasi tanaman dan
peningkatan kualitas tempat tumbuh. Untuk itu, perlu dilakukan perlindungan dan
pengamanan hutan kota secara intensif.
3. Perlindungan dan Pengamanan
Perlindungan dan pengamanan hutan kota dilaksanakan dengan tujuan untuk
menjaga keberadaan hutan kota dalam kondisi tetap berfungsi secara optimal. Upaya
perlindungan dan pengamanan hutan kota meliputi pencegahan dan penanggulangan
kerusakan hutan, pencurian flora dan fauna, kebakaran hutan dan pengendalian hama
penyakit.
4. Pemanfaatan
Hutan kota dapat dimanfaatkan untuk keperluan dan kepentingan masyarakat
bersama seperti :
a. Pariwisata alam, rekreasi dan atau olah raga;
b. Penelitian dan pengembangan;
c. Pendidikan;
d. Pelestarian plasma nutfah; dan atau
e. Budidaya hasil hutan bukan kayu.
f. Pemantauan dan Evaluasi
Pemantauan dan evaluasi dilakukan dengan harapan untuk meningkatkan kinerja
pengelola melalui penilaian kegiatan-kegiatan pengelolaan secara menyeluruh.
Pengelolaan yang dilakukan diharapkan menunjang adanya pembangunan
12
berkelanjutan. Hasil penilaian kegiatan-kegiatan pengelolaan tersebut nantinya akan
dijadikan bahan penyempurnaan pengelolaan terhadap hutan kota.
Sedangkan menurut direksi perhutani, pengelolan sumber daya hutan adalah
kegiatan yang meliputi penyusunan rencana pengelolaan sumber daya hutan,
pemanfaatan sumberdaya hutan dan kawasan hutan, serta perlindungan sumber daya
hutan dan konservasi alam. Sedangkan yang dimaksud Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat (PHBM) adalah suatu sistem pengelolaan sumber daya yang dilakukan
bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau Perum Perhutani
dengan ,masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan (stakeholder)
dengan jiwa berbagi sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan
fungsi dan manfaat sumber daya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan
proporsional.
Hutan Malabar merupakan salah satu hutan yang disebut sebagai “hutan kota” di
kota Malang yang luasnya sekitar 16.718 meter persegi. Letak dari hutan Malabar
sendiri adalah di jalan Malabar, arah timur dari gereja jalan Ijen kota Malang. Hutan
kota ini begitu banyak manfaatnya, beberapa diantaranya adalah;
1. Hutan Kota sebagai sarana untuk rekreasi,
2. Hutan Kota sebagai sarana untuk tempat edukasi atau pendidikan,
3. Hutan Kota sebagai paru-paru Kota Malang,
4. Hutan Kota sebagai habitat dan konservasi burung-burung,
5. Hutan Kota sebagai salah satu sarana penghijauan.
Pengelolaan hutan juga bertujuan agar kegiatan pengelolaan hutan, yang
meliputi perencanaan hutan, pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan,
pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar, rehabilitasi dan reklamasi serta perlindungan dan
pengamanan hutan, dapat terlaksana dan terintegrasi dengan baik. Pengelolaan hutan
Malabar sendiri sudah memperhatikan drainase kota Malang. Hal ini dapat dibuktikan
dari hutan Malabar yang memiliki kolam air ditengah hutan Malabar yang merupakan
sumber untuk mengairi taman-taman yang ada di Kota Malang. Namun, ada beberapa
yang belum mendapatkan perhatian khusus dan tersendiri dari pemerintah kota Malang
untuk melakukan pengelolaan yang lebih optimal bagi hutan Malabar. Kita tahu bahwa
kota Malang adalah salah satu daerah otonom dimana pemerintah daerah memiliki
wewenang khusus untuk mengurusi daerahnya. Artinya, dikatan bahwa pemerintah
13
daerah kota Malang memiliki wewenang untuk membuat kebijakan dan peraturan
mengenai hutan itu sendiri. Hal ini bisa disebut juga sebagai kebijakan publik dimana
kebijakan publik merupakan suatu keputusan yang dimaksudkan untuk mengatasi
permasalahan yang muncul dalam suatu kegiatan tertentu yang dilakukan oleh instansi
pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan (Mustopadidjadja,2002).
Keputusan tersebut dilakukan oleh pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh tiga
domain yaitu pemerintah, sector swasta, dan masyarakat. Sehingga ada proses culture
kerjasama yang utuh dan efisien. Dalam hal ini ada dua peran pemerintah yang paling
dominan yaitu :
1. Pemerintah sebagai Regulator
Peran Pemerintah sebagai regulator adalah menyiapkan arah untuk
menyeimbangkan penyelenggaraan pembangunan (menerbitkan peraturan-
peraturan dalam rangka efektifitas dan tertib administrasi pembangunan). Secara
umum, bentuk regulasi yang telah diterapkan oleh pemerintah adalah berupa
peraturan dan undang-undang yang memperhatikan kondisi hutan kota. Lebih
khususnya regulasi pemerintah yang diterapkan dalam hutan kota Malabar berupa
“papan peringatan” mengenai larangan-larangan untuk merusak kondisi hutan dan
mengotori lingkungan hutan kota Malabar tersebut. Meskipun bentuk regulasi
sudah diatur sedemikian rupa oleh pemerintah, tetap saja ada pelanggaran
terhadap regulasi tersebut dikarenakan kurangnya sanksi dan pengawasan yang
tegas di hutan kota Malabar.
2. Pemerintah sebagai Fasilitator
Pemerintah sebagai Fasilitator adalah menciptakan kondisi yang kondusif
bagi pelaksanaan pembangunan (menjembatani kepentingan berbagaipihak dalam
mengoptimalkan pembangunan daerah). Dalam hal ini pemerintah memberikan
lahan yang khusus digunakan sebagai kawasan hutan kota. Hutan Malabar ini
dikelola sedemikian rupa oleh Pemerintah Kota Malang yang bekerjasama dengan
Dinas Kehutanan Kota Malang.
Namun kenyataannya, penerapan konsep kebijakan publik yang utuh dan
efisien belum diterapkan penuh oleh Pemerintah Kota Malang. Hal ini terbukti
bahwa hutan Malabar sebagai “hutan kota” ini belum digarap secara optimal oleh
Pemerintah Kota Malang. Ini terlihat belum adanya fasilitas yang memadai di hutan
14
Malabar tersebut. Jika disesuaikan dengan fungsinya, hutan Malabar sebagai sarana
rekreasi, seharusnya ada fasilitas seperti gazebo atau fasilitas kebersihan hutan yang
memadai. Namun pada kenyataannya fasilitas tersebut tidak ada sama sekali.
Dilihat dari fungsi hutan sebagai sarana untuk edukasi atau pendidikan, seharusnya
hutan dikelola dengan baik secara efektif dan efisien dengan ditanami beberapa
jenis tanaman sebagai wahana penelitian.
Jika dibandingkan dengan tujuan pengelolaan hutan menurut pasal 2
Peraturan Daerah Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2003 tentang pengelolaan hutan.
Pengelolaan hutan Malabar sebagai “Hutan Kota” bagi kota Malang masih jauh dari
tingkat optimal. Meskipun ada cara khusus untuk menjaga kelestarian hutan seperti
terdapat tanda larangan agar tidak merusak pepohonan dan menembak burung
namun juga masih ada yang melakukan hal tersebut. Hal ini disebabkan tidak ada
seorangpun penjaga ditempat ini. Disamping itu, masih banyak PKL yang berjualan
di sepanjang pinggir hutan kota, sehingga membuat pemandangan hutan kota
menjadi kotor. Disinilah letak kesalahan alih fungsi hutan kota. Hutan kota sudah
tidak lagi dijalankan dan difungsikan sebagaimana mestinya. Yang ada malah hutan
kota dimanfaatkan untuk hal-hal yang bertentangan dengan peraturan atau undang-
undang.
5. Kondisi Hutan Kota Malabar di Kota Malang saat ini
Kota Malang merupakan salah satu kota di Indonesia yang bisa dikatakan
sebagai sebuah kota yang sudah berkembang dengan pesat. Hal ini bisa dilihat dari
makin banyaknya pembangunan infrastruktur dan perekonomian di Kota Malang.
Namun perkembangan ini memiliki efek samping yang negative, salah satunya adalah
makin sempitnya lahan yang digunakan sebagai daerah peresapan air sehingga makin
sedikit Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Malang. Banyak sekali alih fungsi Ruang
Terbuka Hijau (RTH) menjadi area permukiman dan perbelanjaan modern seperti mall
dan sebagainya. Menarik sekali apabila kita melihat di jalan Malabar, ada sedikit lahan
yang disisihkan oleh Pemerintah Kota Malang untuk dijadikan sebagai “Hutan Kota”.
Malabar merupakan salah satu hutan kota di kota Malang yang berfungsi sebagai
daerah resapan air sekaligus sebagai paru-paru kota Malang. Jika memasuki hutan ini,
didalamnya terdapat sumber air yang konon dahulunya dipakai untuk mengairi taman di
seluruh kota Malang. Dikarenakan belakangan air mulai mongering, sehingga
15
perawatan taman kota tidak lagi menggunakan air dari kawasan ini. Memasuki kawasan
hutan Malabar ini, pengunjung akan disambut dengan hawa dingin yang sejuk, sepi, dan
tenang. Di dalam hutan ini terdapat bermacam-macam pohon dari golongan cemara,
belimbing, dan beberapa pohon yang besar dan rindang. Terdapat pula jalan setapak
didalam hutan dengan pusat sebuah bundaran taman. Jalan setapak agaknya tidak
disemen karena fungsi hutan Malabar pada awalnya merupakan sebagai daerah resapan
air. Hutan Malabar ini didominasi dengan elemen alami dengan berbagai macam
pepohonan. Namun penataan didalamnya agak nya kurang menarik. Penataan jalan
setapak didalam hutan juga kurang mendapatkan perhatian dan perawatan yang intens.
Terbukti dari jalan yang sepit dan adanya lampu-lampu jalan yang tepat berada di
tengah jalan dapat menganggu pejalan kaki didalam hutan tersebut. Selain itu, di sisi-
sisi hutan tepatnya yang berdekatan dijalan raya berjejer-jejer warung makan yang
kurang tertata dengan rapi sehingga sangat mengganggu pemandangan. Hal ini
membuat hutan kota Malabar ini jarang sekali dikunjungi, karena tempatnya yang tidak
menarik.
Berdasarkan pasal 3 pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63
Tahun 2002 tentang hutan kota terdapat beberapa fungsi dari hutan kota;
1. Memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika,
2. Meresapkan air,
3. Menciptakan keseimbangan dan keserasian fisik kota,
4. Mendukung pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia.
Dari tinjauan tersebut sudah jelas bahwa, fungsi hutan kota “Malabar” tidak
difungsikan secara optimal. Kini iklim kota Malang sudah tidah sebagus dahulu
dikarenakan tidak ada pemanfaatan hutaan kota secara optimal. Hutan kota juga tidak
lagi sebagai tempat untuk peresapan air, bahkan sudah tidak ada lagi keseimbangan dan
keserasian fisik kota. Berikut ini merupakan data keanekaragaman hayati yang ada di
hutan kota “Malabar”.
Data tumbuhan yang ada di hutan kota Malabar:
1. Palem (Hyophorbe sp.)
2. cemara (Casuarina sp.)
3. Pohon Jati (Tectona grandis L.f.)
4. Pohon Beringin (Ficus benjamina L)
5. Pohon Kelapa (Cocos nucifera L.)
6. Pohon Pinus (Pinus markusii)
7. Pohon pinang
8. Pohon dukuh
16
9. Pohon Kelapa Sawit
10. pohon cemara
11. pohon waru
12. pohon ketapang
13. pohon palem
14. tanaman rumput
15. pohon nangka
16. pohon sono
17. pohon glodokan tiang
18. pohon sengon
19. pohon flamboyan
20. pohon sepatu dea (kecrutan)
21. pohon sugo
22. pohon gelitu
23. pohon dadap merah
24. pohon trembesi
25. pohon saman
26. pohon gembilina
27. pohon asam belanda
28. pohon sukun
29. pohon matoa
30. pohon kemiri
31. tanaman salak
32. bambu ori
33. pohon sono keling
34. tanaman bambu kuning
35. pohon mahoni
36. pohon tewel
37. tanaman talas
Dari pengamatan tersebut, dapat disimpulkan bahwa hutan kota merupakan
suatu ruang terbuka hijau yang berada di perkotaan yang berfungsi secara langsung
maupun tidak langsung kepada masyarakat sekitarnya. Selain itu hutan kota tersebut
telah memenuhi fungsinya sebagai taman kota, di antaranya yaitu:
1. Fungsi ekologi. Di dalam hutan kota Malabar terdapat banyak tanaman yang
berdiri dengan kuatnya. Pohon tersebut dalam melakukan kegiatan fotosintesis
menghasilkan oksigen yang dibutuhkan makhluk hidup lainnya.
2. Fungsi hidrologi. Tanaman-tanaman yang sebagian besar ditanam di hutan kota
Malabar merupakan tanaman berakar kuat dan dalam. Hal tersebut bagus untuk
menyimpan cadangan air dalam tanah.
3. Fungsi kesehatan. Hutan kota dapat berfungsi sebagai filter berbagai gas
pencemar yang beracun dan debu lewat pepohonan yang rindang. Bisa dibilang,
hutan kota ini berfungsi sebagai paru-paru kota.
4. Fungsi rekreasi. Hamparan pepohonan yang rindang dapat menimbulkan rasa
relax. Hal tersebut yang menjadi daya tarik hutan kota Malabar. Meskipun pada
kenyataannya banyak warga yang kurang berminat, sebenarnya Hutan Kota
Malabar berpotensi baik untuk dijadikan sarana rekreasi maupun olahraga.
17
5. Fungsi estetika. Estetika sangat erat kaitannya dengan keindahan. hutan kota
Malabar yang memiliki potensi alami sebenarnya akan dapat menjadi lebih baik
jika dikembangkan sarana dan prasarana. Diadakannya pengaturan tanaman-
tanaman lain seperti bunga-bungaan atau penataan layout hutan kota yang baru
mungkin akan dapat menambah nilai estetika dari hutan kota itu sendiri.
Hutan kota Malabar memiliki potensi untuk dapat dikembangkan. Agaknya,
pemerintah kota Malang harus lebih memperhatikan taman ini sebagai pusat relaksasi
masyarakat dari hiruk pikuk kota yang seringkali terlihat membosankan. Apabila diberi
tambahan sarana dan prasarana, agaknya tempat ini akan bisa seramai alun-alun kota.
18
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Pengelolaan hutan kota telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun
2002 Tentang Hutan Kota tepatnya pada bagian kelima. Hutan kota merupakan salah
satu hutan yang terletak di kawasan perkotaan dan memiliki sangat banyak fungsi yang
menguntungkan bagi masyakarat. Oleh karena itu, pengelolaan hutan kota tidak hanya
dilakukan oleh pemerintah daerah sendiri, tetapi juga melibatkan peran masyarakat
sekitar. Namun pada kenyataannya peran masyarakat dalam berpartisipasi mengelola
hutan kota Malabar masih kurang.
Didalam hutan kota Malabar terdapat beberapa pohon yang dapat mendukung
kelestarian lingkungan hutan, selain itu juga terdapat beberapa “papan larangan” yang
berfungsi sebagai peringatan bagi masyarakat sekitar agar ikut serta merawat dan
melindungi hutan kota Malabar.
2. Saran
Sebaiknya masyarakat lebih aktif lagi dalam berpartisipasi melindungi,
merawat, serta menjaga kelestarian hutan kota Malabar dengan mengingat begitu
banyak fungsi hutan kota yang diberikan untuk masyarakat kota. Hutan kota Malabar
sebaiknya dijaga dan dilindungi dari kerusakan, agar fungsi yang diberikan tetap
optimal. Karena salah satu hutan kota yang berfungsi adalah hutan kota Malabar.
Untuk pemerintah sendiri, seharusnya ada ketegasan sanksi bagi siapa saja yang
melakukan pelanggaran terhadap perusakan hutan kota Malabar. jadi bentuk regulasi itu
benar-benar diterapkan secara utuh, bukan hanya dalam bentuk formalitas belaka.
Pemerintah juga seharusnya lebih berkomitmen dalam menjalankan perannya sebagai
regulator dan fasilitator.
19