MAKALAH FARMAKOLOGI KEL 3.docx

26
MAKALAH FARMAKOLOGI DASAR ANSIOLITIK DAN HIPNOTIK KELOMPOK III ANGGOTA: 1. – RUSLIATI DAMU (O1A1 14 100) 2. – EVA PUSPITA SARI PB (O1A1 14 110) 3. – SITTI SUHARTIN (O1A1 14 168) 4. – MEATY NAWANG WULAN (O1A1 14 122) 5. – FEBRISA DINDA (O1A1 14 103) 6. – EVI EFRIANI (F1F113110) 7. –IKE DIAN NURHAYATI (F1F113106) 8. –ENDANG TRI (F1F113102) 9. –CHESTY NOVISTA S. (F1F113107) 10. –JURNIANTI (F1F113103) JURUSAN FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HALU OLEO

Transcript of MAKALAH FARMAKOLOGI KEL 3.docx

Page 1: MAKALAH FARMAKOLOGI KEL 3.docx

MAKALAH FARMAKOLOGI DASAR

ANSIOLITIK DAN HIPNOTIK

KELOMPOK III

ANGGOTA:

1. – RUSLIATI DAMU (O1A1 14 100)2. – EVA PUSPITA SARI PB (O1A1 14 110)3. – SITTI SUHARTIN (O1A1 14 168)4. – MEATY NAWANG WULAN (O1A1 14 122)5. – FEBRISA DINDA (O1A1 14 103)6. – EVI EFRIANI (F1F113110)7. –IKE DIAN NURHAYATI (F1F113106)8. –ENDANG TRI (F1F113102)9. –CHESTY NOVISTA S. (F1F113107)10. –JURNIANTI (F1F113103)

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2015

Page 2: MAKALAH FARMAKOLOGI KEL 3.docx
Page 3: MAKALAH FARMAKOLOGI KEL 3.docx

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

SSP terdiri dari otak dan medulla spinalis. Fungsi utama SSP adalah

mengkoordinasi dan mengontrol sistem yang ada dalam tubuh. Neurotransmitter

(NT) dan hormon adalah 2 alat utama alat utama yang sangat penting bagi SSP

untuk mengkordinasi dan mengontrol fungsi-fungsi organ agar dapat berfungsi

sesuai kebutuhan. Fungsi utama SSP adalah untuk mengkoordinasi dan

mengontrol sistem yang ada dalam tubuh. Neurotransmitter (NT) dan hormon

adalah 2 alat utama yang sangat penting bagi SSP untuk mengkoordinasi dan

mengontrol fungsi-fungsi organ agar dapat berfungsi sesuai kebutuhan. Salah satu

neurotransmitter yang berpengaruh pada SSP adalah gama-aminobyric acid

(GABA). Beberapa gangguan mental dan kondisi sakit berhubungan erat dengan

adanya perubahan neurotransmitter tertentu, baik jumlah maupun aktivitasnya.

Untuk mengembalikan neurotransmitter ke keadaan semula dapat dilakukan

dengan intervensi menggunakan obat. Banyak sekali obat yang bekerja pada SSP

dengan mempengaruhi konsentrasi, jumlah dan aktivitas neurotransmitter tertentu.

Hipnotik sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat

(SSP), mulai yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan ,

hingga yang berat (kecuali benzodiazepine) yaitu hilangnya kesadaran, koma dan

mati bergantung kepada dosis. Pada dosis terapi obat sedasi menekan aktifitas,

menurunkan respons terhadap rangsangan dan menenangkan. Obat hipnotik

menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang

menyerupai tidur fisiologis

Page 4: MAKALAH FARMAKOLOGI KEL 3.docx

B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dari makalah ini adalah

1. Bagaimana mekanisme kerja golongan obat ansiolitik?

2. Bagaimana mekanisme kerja golongan obat hipnotik?

C. TUJUAN

Tujuan dari percobaan ini yaitu.

1. Untuk mengetahui mekanisme kerja golongan obat ansiolitik.

2. Untuk mengetahui mekanisme kerja golongan obat hipnotik.

Page 5: MAKALAH FARMAKOLOGI KEL 3.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Hipnotika atau obat tidur adalah zat-zat yang dalam dosis terapi

diperuntukkan Meningkatkan keinginan faali untuk tidur dan mempermudah atau

menyebabkan tidur. Umumnya, obat ini diberikan pada malam hari. Bila zat-zat

ini diberikan pada siang hari dalam dosis yang lebih rendah untuk tujuan

menenangkan, maka dinamakan sedatif (Tjay, 2002).

Hipnotik sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat

(SSP), mulai yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan ,

hingga yang berat (kecuali benzodiazepine) yaitu hilangnya kesadaran, koma dan

mati bergantung kepada dosis. Pada dosis terapi obat sedasi menekan aktifita

s, menurunkan respons terhadap rangsangan dan menenangkan. Obat hipnotik

menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang

menyerupai tidur fisiologis (H. Sarjono, Santoso dan Hadi R D., 1995).

Pada penilaian kualitatif dari obat tidur, perlu diperhatikan faktor-faktor

kinetik berikut:

a) lama kerjanya obat dan berapa lama tinggal di dalam tubuh,

b) pengaruhnya pada kegiatan esok hari,

c) kecepatan mulai bekerjanya,

d) bahaya timbulnya ketergantungan,

e) efek“rebound” insomnia,

f) pengaruhnya terhadap kualitas tidur,

g) interaksi dengan otot-otot lain,

h) toksisitas, terutama pada dosis berlebihan

(Tjay, 2002).

Sedatif menekan reaksi terhadap perangsangan, terutama rangsangan

emosi tanpa menimbulkan kantuk yang berat. Hipnotik menyebabkan tidur yang

sulit dibangunkan disertai penurunan refleks hingga kadang-kadang kehilangan

tonus otot (Djamhuri, 1995).

Page 6: MAKALAH FARMAKOLOGI KEL 3.docx

Hipnotika dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu benzodiazepin,

contohnya: flurazepam, lorazepam, temazepam, triazolam; barbiturat, contohnya:

fenobarbital, tiopental, butobarbital; hipnotik sedatif lain, contohnya: kloralhidrat,

etklorvinol, glutetimid, metiprilon, meprobamat; dan alkohol (Ganiswarna dkk,

1995).

Efek samping umum hipnotika mirip dengan efek samping morfin, yaitu:

a) depresi pernafasan, terutama pada dosis tinggi. Sifat ini paling ringan pada

flurazepam dan zat-zat benzodiazepin lainnya, demikian pula pada kloralhidrat

dan paraldehida;

b) tekanan darah menurun, terutama oleh barbiturat;

c) sembelit pada penggunaan lama, terutama barbiturat;

d) “hang over”, yaitu efek sisa pada keesokan harinya berupa mual, perasaan

ringan di kepala dan termangu.

Hal ini disebabkan karena banyak hipnotika bekerja panjang (plasma-t½-nya

panjang), termasuk juga zat-zat benzodiazepin dan barbiturat yang disebut short-

acting. Kebanyakan obat tidur bersifat lipofil, mudah melarut dan berkumulasi di

jaringan lemak (Tjay, 2002).

Pada umumnya, semua senyawa benzodiazepin memiliki daya kerja yaitu

khasiat anksiolitis, sedatif hipnotis, antikonvulsif dan daya relaksasi otot.

Keuntungan obat ini dibandingkan dengan barbital dan obat 4 tidur lainnya adalah

tidak atau hampir tidak merintangi tidur. Dulu, obat ini diduga tidak menimbulkan

toleransi, tetapi ternyata bahwa efek hipnotisnya semakin berkurang setelah

pemakaian 1-2 minggu, seperti cepatnya menidurkan, serta memperpanjang dan

memperdalam tidur (Tjay, 2002).

Efek utama barbiturat adalah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat

dicapai, mulai dari sedasi, hipnosis, berbagai tingkat anestesia, koma sampai

dengan kematian. Efek hipnotiknya dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit

dengan dosis hipnotik. Tidurnya menyerupai tidur fisiologis,tidak disertai mimpi

yang mengganggu. Fase tidur REM dipersingkat. Barbiturat sedikit menyebabkan

sikap masa bodoh terhadap rangsangan luar (Ganiswarna dkk, 1995). Barbiturat

tidak dapat mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran. Pemberian obat

Page 7: MAKALAH FARMAKOLOGI KEL 3.docx

barbiturat yang hampir menyebabkan tidur, dapat meningkatkan 20% ambang

nyeri, sedangkan ambang rasa lainnya (raba, vibrasi dan sebagainya) tidak

dipengaruhi. Pada beberapa individu dan dalam keadaan tertentu, misalnya adanya

rasa nyeri, barbiturat tidak menyebabkan sedasi melainkan malah menimbulkan

eksitasi (kegelisahan dan delirium). Hal ini mungkin disebabkan adanya depresi

pusat penghambatan (Ganiswarna dkk, 1995).

Hipnotika atau obat tidur adalah zat-zat yang dalam dosis terapi

diperuntukkan meningkatkan keinginan faali untuk tidur dan mempermu dah atau

menyebabkan tidur. Umumnya, obat ini diberikan pada malam hari. Bila zat-zat

ini diberikan pada siang hari dalam dosis yang lebih rendah untuk tujuan

menenangkan, maka dinamakan sedatif (Tjay, 2002).

Hipnotik sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat

(SSP), mulai yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan ,

hingga yang berat (kecuali benzodiazepine) yaitu hilangnya kesadaran, koma dan

mati bergantung kepada dosis. Pada dosis terapi obat sedasi menekan aktifita

s, menurunkan respons terhadap rangsangan dan menenangkan. Obat hipnotik

menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang

menyerupai tidur fisiologis (H. Sarjono, Santoso dan Hadi R D., 1995).

Pada penilaian kualitatif dari obat tidur, perlu diperhatikan faktor-faktor

kinetik berikut:

a) lama kerjanya obat dan berapa lama tinggal di dalam tubuh,

b) pengaruhnya pada kegiatan esok hari,

c) kecepatan mulai bekerjanya,

d) bahaya timbulnya ketergantungan,

e) efek “rebound” insomnia,

f) pengaruhnya terhadap kualitas tidur,

g) interaksi dengan otot-otot lain,

h) toksisitas, terutama pada dosis berlebihan

Hipnotik sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat

(SSP), mulai yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan,

hingga yang berat (kecuali benzodiazepine) yaitu hilangnya kesadaran, koma dan

Page 8: MAKALAH FARMAKOLOGI KEL 3.docx

mati bergantung kepada dosis. Pada dosis terapi obat sedasi menekan aktifitas,

menurunkan respons terhadap rangsangan dan menenangkan. Obat hipnotik

menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang

menyerupai tidur fisiologis (H. Sarjono, Santoso dan Hadi R D., 1995).

Page 9: MAKALAH FARMAKOLOGI KEL 3.docx

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem Saraf Pusat (SSP)

Sistem saraf dibagi menjadi 2, sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf

tepi (SST). SSP terdiri dari otak dan medulla spinalis. SSP mempunyai 2 cabang,

sistem saraf omatik (SSP) dan sistem saraf otonom (SSO). SSP merupakan saraf

volunter karena mensarafi tot rangka yang dapat dikendalikan. Sedangkan SSO

bekerja pada otot polos dan dan kelenjar yang tidak dapat dikendalikan. Fungsi

SSO adalah mengendalikan dan mengatur organ-organ otonom , seperti jantung,

saluran gastrointestinal, mata, kandung kemih, pembuluh darah, kelenjar paru-

paru dan bronkus.

Fungsi utama SSP adalah untuk mengkoordinasi dan mengontrol sistem

yang ada dalam tubuh. Neurotransmitter (NT) dan hormon adalah 2 alat utama

yang sangat penting bagi SSP untuk mengkoordinasi dan mengontrol fungsi-

fungsi organ agar dapat berfungsi sesuai kebutuhan. Salah satu neurotransmitter

yang berpengaruh pada SSP adalah gama-aminobyric acid (GABA). Beberapa

gangguan mental dan kondisi sakit berhubungan erat dengan adanya perubahan

neurotransmitter tertentu, baik jumlah maupun aktivitasnya. Untuk

mengembalikan neurotransmitter ke keadaan semula dapat dilakukan dengan

intervensi menggunakan obat. Banyak sekali obat yang bekerja pada SSP dengan

mempengaruhi konsentrasi, jumlah dan aktivitas neurotransmitter tertentu.

Beberapa obat yang digunakan untuk terapi gangguan SSP yaitu ansiolitik,

sedatif-hipnotik, antidepresan, anastesi, dan antikonvulsan. Dan yang akan

dibahas lebih lanjut dalam makalah ini adalah ansiolitik/sedatif dan hipnotik. Obat

yang digolongkan sebagai ansiolitik dan hipnotik digunakan untuk berbagai

tujuan terapi, seperti untuk mengurangi kecemasan, terapi epilepsi, induksi tidur

(insomnia) dan anastesi.

Page 10: MAKALAH FARMAKOLOGI KEL 3.docx

B. Ansiolitik atau sedatif

Ansietas adalah suatu ketegangan yang tidak menyenangkan, rasa takut,

gelisah rasa takut yang mungkin timbul dari penyebab yang tidak diketahui.

Keadaan ansietas ini merupakan gangguan mental yang sering dijumpai. Gejala

ansietas berat serupa dengan takut(seperti takikardiak, berkeringat, gemetar,

palpitasi) dan aktivasi simpatik. Ansiolitik Benzodiazepin sebagai ansiolitik

efektif dalam menghilangkan ansietas yang paling banyak digunakan. Dipakai

untuk gejala-gejala yang berkaitan dengan stress, tidak bahagia atau penyakit fisik

minor. Obat-obat tersebut tidak boleh digunakan untuk mengobati depresi, kondisi

fobia, obsesi atau psikosis kronik. Pada anak-anak pengobatan ansiolitik hanya

boleh digunakan untuk menghilangkan ansietas akut (dan insomnia yang terkait)

yang disebabkan oleh rasa takut misalnya sebelum operasi. Pengobatan ansiolitik

dipakai dengan dosis serendah mungkin dan waktu sejangka pendek mungkin.

Ketergantunga terutama terjadi pada pasien dengan riwayat penyalahgunaan

alkohol atau obat dan gangguan kepribadian yang jelas. Ansiolitk terutama

benzodiazepin juga dikenal sebagai trankuiliser minor. Istilah ini tidak tepat oleh

karena bukan hanya berbeda dngan obat antipsikotik (trankuiliser mayor) bahkan

penggunaanya pun sama sekali tidak berarti minor. Antipsikosis pada dosis

rendah kadang-kadang dipakai pada ansietas yang berat untuk kerja sedasinya

akan tetapi penggunaan jangka panjang harus dihindarkan utuk menghindari

resiko terjadinya tardive dyskinesia.

Indikasi obat golongan ansiolitik

1) Untuk gangguan ansietas digunakan diazepam, untuk pasien yang

memerlukan pengobatan lama. Alprazolam untuk pengobatan lama atau

pendek. Obat ini menimbulkan adiksi sehingga hanya untuk ansietas kronik.

2) Untuk gangguan otot digunakan diazepam, bisa juga digunakan untuk kaku

otot.

3) Untuk penanganan kejang dengan obat klonazepam untuk kejang karena

epilepsi. epilepsi Klorazepat, diazepam dan oksazepam untuk pengobatan

akut putus alkohol.

Page 11: MAKALAH FARMAKOLOGI KEL 3.docx

4) Untuk ga ngguan tidur, tidak semua benzodiazepam dapat digunakan sebagai

obat tidur, meskipun semua mempunyai efek sedatif dan penenang. Yang

digunakan untuk gangguan tidur (obat tidur) adalah Flurazepam, Temazepam,

Triazolam.

1. CARA KERJA

Pengikatan GABA (asam gama amino butirat) ke reseptornya pada

membran sel akan membuka saluran klorida, meningkatkan efek konduksi

klorida, meningkatkan efek konduksi klorida. Aliran ion klorida yang masuk

menyebabkan hiperpolarisasi lemah menurunkan potensi postsinaptik dari

ambang letup dan meniadakan pembentukan kerja-potensial. Benzodiazepin

terikat pada sisi spesifik dan berafinitas tinggi dari membran sel yang terpisah

tetapi dekat reseptor GABA reseptor benzodiazepin terdapat hanya pada SSP dan

lokasinya sejajar dengan neuron GABA. Pengikatan benzodiazepin memacu

afinitas reseptor GABA untuk neurotransmitteryang bersangkutan, sehingga

saluran klorida yang berikatan lebih sering terbuka. Keadaan tersebut akan

memacu hiperpolarisasi dan menghambat letupan neuron. Efek klinis berbagai

benzodiazepin tergantung pada afinitas ikatan obat masing-maasing pada

kompleks saluran ion,yaitu kompleks GABA reseptor dan klorida.

2. EFEK

Benzodiazepin bukan antipsikotik atau tidak mempengarui SSA. Semua

benzodiazepin memperlihatkan efek berikut.

1. Menurunkan ansietas: pada dosis rendah benzodiazepin bersifat ansiolitik.

2. Bersifat sedatif dan hipnotik : semua benzodiazepinn yang digunakan

untuk mengobati ansietas juga mempunyai efek sedatif. Pada dosis yang

lebih tinggi, benzodiazepin tertentu menimbulkan hipnosis.

Page 12: MAKALAH FARMAKOLOGI KEL 3.docx

3. Antikonvulsan : beberapa benzodiazepin bersifat antikonvulsan dan

digunakan untuk pengobatan epilepsi dan gangguan kejang lainnya

4. Pelemas otot : benzodiazepin melemaskan otot skelet yang spastik,

barangkali dengan cara meningkatkan inhibisi presinaptik dalam sum-sum

tulang.

D. OBAT-OBAT ANSIOLITIK

1. Benzodiazepin

Benzodiazepin dipakai untuk pemakaian jangka pendek pada ansietas yang

berat. Kerja yang panjang dimiliki oleh : diazepam, alprazolam, bromazepam,

klordiazepoksid, klobazam dan klorazepat. Kerja jangka pendek dimiliki oleh:

lorazepam dan oksazepam dipakai pada pasien dengan gangguan hati tetapi

mempunyai resiko besar pada pemutusan obat. Diazepam dan lorazepam kadang-

kadang dipakai secara i.v. untuk mengendalikan panik. Pemakaian i.m. tidak lebih

menguntungkan dibandingkan pemakaian oral.

2. Diazepam

Indikasi : pemakaian jangka pendek pada ansietas atau insomnia, tambahan pada

putus alkohol akut, status epileptikus, kejang demam, spasme otot. Peringatan :

dapat mengganggu kemampuan mengemudi atau mengoperasikan mesin, hamil,

menyusui, bayi, usia lanjut, penyakit hati dan ginjal, penyakit pernapasan,

kelemahan otot, riwayat penyalahgunaan obat atau alkohol, kelainan kepribadian

yang nyata, kurangi dosis pada usia lanjut dan debil, hindari pemakaian jangka

panjang, peringatan khusus untuk injeksi i.v. porfiria. Kontraindikasi : depresi

pernapasan, gangguan hati berat, miastenia gravis, insufisiensi pulmoner akut,

kondisi fobia dan obsesi, psikosis kronik, glaukoma sudut sempit akut, serangan

asma akut, trimester pertama kehamilan, bayi prematur; tidak boleh digunakan

sendirian pada depresi atau ansietas dengan depresi. Efek samping : mengantuk,

kelemahan otot, ataksia, reaksi paradoksikal dalam agresi, gangguan mental,

Page 13: MAKALAH FARMAKOLOGI KEL 3.docx

amnesia, ketergantungan, depresi pernapasan, kepala terasa ringan hari

berikutnya, bingung. Kadng-kadang terjadi: nyeri kepala, vertigo, hipotensi,

perubahan salivasi, gangguan saluran cerna, ruam, gangguan penglihatan,

perubahan libido, retensi urin, dilaporkan juga kelainan darah dan sakit kuning,

pada injeksi i.v. terjadi : nyeri, tromboflebitis dan jarang apneu atau hipotensi.

Dosis oral : ansietas 2 mg 3 kali/hari, dinaikkan bila perlu sampai 15-30 mg/hari

dalam dosis terbagi. Untuk usia lanjut atau debil dosis setengahnya. Insomnia

yang disertai ansietas 5-15 mg sebelum tidur.  Injeksi i.m. atau i.v. lambat

( kedalam vena yang besar dengan kecepatan tidak lebih dari 5 mg/menit) untuk

ansietas akut berat, pengendalian serangan panik akut, dan putus alkohol akut: 10

mg diulangi bila perlu setelah tidak kurang dri 4 jam. Dengan melalui rektal

sebagai larutan ansietas akut dan agitasi : 10 mg (usia lanjut 5 mg) diulang setelah

5 menit bila perlu. Untuk ansietas apabila pemberian oral tidak dapat dilakukan

obatdiberikan melalui rektum sebagai supositoria : 10-30 mg (dosis lebih tinggi

terbagi). Sediaan yang beredar : diazepam, lovium, mentalium, paralium, stesolid,

trankinon, valium, validex, valisanbe.

3. Alprazolam

Indikasi : ansietas. Peringatan, indikasi dan efek samping : lihat diazepam.

Dosis : 250-500 mcg 3 kali sehari (usia lanjut atau debil 250 mcg 2-3 kali sehari).

Naikkan bila perlu sampai total 3 mg/ hari. Untuk anak tidak dianjurkan. Sediaan

yang beredar : xanax. Obat –obat lain untuk ansietas : bromazepam,

klordiazepoksid, klobazam, kalium klorazepat, lorazepam, buspiron HCl,

meprobamat,.

4. Barbiturat

Barbiturat yang kerjanya sedang hanya digunakan pada pengobatan insomnia

yang sulit diobati dan berat, pada pasien-pasien yang sebelumnya telah mendapat

barbiturat. Obat golongan ini dihindari pada usia lanjut. Barbituran kerja lama

yaitu : fenobarbital dn metilfenobarbital, kadang-kadang masih bermanfaat pada

Page 14: MAKALAH FARMAKOLOGI KEL 3.docx

kasus epilepsi. Barbiturat yang kerjanya jangka pendek yakni metoheksiton dan

tiopenton, digunakan dalam anestesia. Indikasi : insomnia yang sulit diobati dan

berat pada pasien yang pernah mendapat barbiturat. Peringatan : hindari

penggunaan sedapat mungkin; ketergantungan dan toleransi mudah terjadi.

Pemutusan obat tiba-tiba dapat menimbulkan gejala putus serius ( sampai

menimbulkan kematian). Dosis ulangan dapat menimbulkan kumulasi dan dapat

menimbulkan sedsi berlebihan; perhatian juga pada penyakit pernapasan, penyakit

ginjal, gangguan hati. Kontraindikasi : insomnia yang disebabkan oleh nyeri,

porfiria, hamil, menyusui, hindari pada anak, dewasa muda, usia lanjut, pasien

debil, dan juga pasien dengan riwayat penyalahgunaan obat atau alkohol.

Efek samping : hangover dengan mengantuk, pusing, ataksia, depresi pernapasan,

reaksi hipersensitivitas, nyeri kepala, terutama pada usia lanjut; eksitasi

paradoksikal dan bingung kadang-kadang terjadi mendahului tidurnya.

E. HIPNOTIK

Kebutuhan akan tidur dapat dianggap sebagai suatu perlindungan dari

organisme untuk menghindari pengaruh yang merugikan tubuh karena kurang

tidur. Tidur yang baik, cukup dalam dan lama, adalah mutlak untuk regenerasi sel-

sel tubuh dan memungkinkan pelaksanaan aktivitas pada siang hari dengan baik.

Efek terpenting yang memengaruhi kualitas tidur adalah penyingkatan waktu

menidurkan, perpanjangan masa tidur dan pengurangan jumlah periode terbangun.

Insomnia atau sukar tidur dapat diakibatkan oleh banyak gangguan fisik, misalnya

batuk, rasa nyeri, migrain atau sesak napas. Insomnia juga dapat disebabkan oleh

penggunaan alkohol berlebihan dan terutama kofein yang terdapat dalam kopi,

teh, coklat dan minuman kola. Juga beberapa jenis obat bisa mengganggu

fisiologis tidur mis. Analgetika ( yang mengandung kofein), anoreksansia,

glukokortikoida, agonis dopamin, beta-blockers dan beberapa obat psikotropik.

Upaya non obat perlu dicoba, dengan mengingat kemungkinan penyebabnya.

Kalau memang harus menggunakan obat, diusahakan pemakaiannya tidak terus-

menerus. Penggunaan berulangkali dapat menimbulkan toleransi dan

Page 15: MAKALAH FARMAKOLOGI KEL 3.docx

ketergantungan. Insomnia kronik dapat disebabkan oleh kelainan psikiatrik seperti

cemas, depresi, penyalahgunaan obat dan alkohol. Pengobatan kelainan psikiatrik

dengan menggunakan amitriptilin yang diberikan malam hari, sudah mampu

untuk mempermudah tidur. Penggunaan untuk pasien anak hanya kalau betul-

betul diperlukan. Penggunaan pada usia lanjut dihindari karena mempunyai resiko

ataksia dan bingung sehingga mudah terjatuh dan akan mencederai dirinya.

F. Penggolongan Obat

1. Benzodiazepin

Beberapa obat golongan benzodiazepin dipakai sebagai hipnotik. Obat-obat yang

bekerja lama ialah nitrazepam, flunitrazepam, dan flurazepam. Obat-obat tersebut

dapat mempunyai efek kumulatif. Obat-obat yang bekerja jangka pendek ialah :

loprazolam, lormetazepam, dan temazepam. Obat-obat tersebut lebih sering

menimbulkan gejala putus obat. Benzodiazepin ansiolitik seperti diazepam yang

diberikan malam hari dosis tunggal, dapat juga berperan sebagai hipnotik.

2. Nitrazepam

Indikasi : insomnia, gangguan tidur dengan berbagai sebab (penggunaan jangka

pendek). Peringatan : hamil, menyusui, penyakit pernapasan, kelemahan otot,

riwayat penyalahgunaan obat atau alkohol, kelainan kepribadian yang jelas,

gangguan faal hati dn ginjal, gangguan kemampuan mengemudi dan menjalankan

mesin. Kontra Indikasi : depresi pernapasan, miastenia gravis, kondisi fobi atau

obsesi, psikosis kronik, gangguan hati berat. Efek samping : ataksia dan bingung

terutama pada pasien usia lanjut, vertigo, amnesia, ketergantungan. Dosis : 5-10

mg sebelum tidur; usia lanjut 2,5-5 mg; anak tidak dianjurkan. Sediaan yang

beredar ( nitrazepam, dumolid, mogadon).

3. Kloralhidrat

Indikasi : insomnia (penggunaan jangka pendek). Peringatan : dapat menimbulkan

ketergantungan, penyakit pernapasan, riwayat penyalahgunaan obat dan alkohol,

Page 16: MAKALAH FARMAKOLOGI KEL 3.docx

gangguan kepribadian yang jelas, hamil, menyusui, pada kasus usia lanjut dan

debil dosis dikurangi, hindari pemakaian lama dan pemutusan obat mendadak,

hindari kontak dengan kulit dan selaput lendir. Kontaindikasi : penyakit jantung

berat, gangguan faal hati dan ginjal yang jelas, gastritis, hamil dan menyusui.

Efek samping : iritasi lambung, distensi abdominal dan flatulensi, ruam kulit,

kemudian nyeri kepala, ketonuria, eksitasi, delirium, ketergantungan pada

pemakaian jangka lama, gangguan ginjal dan hati, hipotensi. Dosis : insomnia 0,5

– 1 g ( maksimal 2 g) dengan minum banyak air pada waktu sebelum tidur. Anak

30-50 mg/kg sampai maksimal dosis tunggal 1 g. Sediaan yang beredar :

kloralhidrat.

Page 17: MAKALAH FARMAKOLOGI KEL 3.docx

BAB IVPENUTUP

A. KESIMPULAN

Perbedaan kadar dalam pengobatan, dalam hal ini hipnotik-sedativ,

mempengaruhi daya kerja obat. Namun demikian perlu diperhatikan juga tempat

pemberiannya, karena berbeda tempat pemberian obat, berbeda pula onset dan

durasi kerjanya.

Page 18: MAKALAH FARMAKOLOGI KEL 3.docx

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh., 1990, Perjalanan dan Nasib Obat dalam Badan, Gadjah Mada University Press, D.I Yogayakarta.

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi,IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Ansel, Howard.C., 1989 Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Djamhuri, Agus., 1995, Sinopsis Farmakologi dengan Terapan Khusus di Klinik dan Perawatan, Edisi 1, Cetakan Ketiga, Hipokrates, Jakarta.

Ganiswara, Sulistia G (Ed), 1995, Farmakologi dan Terapi, Edisi IV. Balai Penerbit Falkultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

H. Sarjono, Santoso dan Hadi R D., 1995, Farmakologi dan Terapi, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Indonesia, Jakarta.

Katzung, Bertram G., Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Jakarta.

Langsam, Yedidyah. DIAZEPAM (VALIUM AND OTHERS). Brooklyn College (Eilat.sci.Brooklyn.CUNY.edu). Diterima 2006-03-23.

Riss, J.; Cloyd, J.; Gates, J.; Collins, S. (Aug 2008). Benzodiazepines in epilepsy: pharmacology and pharmacokinetics. (PDF). Acta Neurol Scand.

Tjay,Tan Hoan dan K. Rahardja, 2007, Obat-obat Penting, PT Gramedia, Jakarta.