Makalah Met. Farmakologi Kel. 1 Fix
-
Upload
ahmad-afif -
Category
Documents
-
view
663 -
download
3
description
Transcript of Makalah Met. Farmakologi Kel. 1 Fix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan ilmu kesehatan, pemanfaatan hewan
sebagai objek percobaan juga terus berkembang. Hewan laboratorium
meruapakan hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai
sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai
macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pangamatan laboratorik.
Hewan percobaan adalah setiap hewan yang dipergunakan pada sebuah
penelitian biologis dan biomedis yang dipilih berdasarkan syarat atau standar
dasar yang diperlukan dalam penelitian tersebut. Dalam menggunakan hewan
percobaan untuk penelitian diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai
berbagai aspek tentang sarana biologis, dalam hal penggunaan hewan
percobaan laboratorium (Ridwan, 2013: 113).
Hewan percobaan yang umum digunakan dalam
penelitian ilmiah adalah tikus. Tikus (Rattus norvegicus) telah
diketahui sifat-sifatnya secara sempurna, mudah dipelihara,
dan merupakan hewan yang relatif sehat dan cocok untuk
berbagai penelitian (Depkes, 2011).
Tikus termasuk hewan mamalia, oleh sebab itu dampaknya terhadap
suatu perlakuan mungkin tidak jauh berbeda dibanding dengan mamalia
lainnya (Smith and Mangkoewidjojo, 1988). Tikus merupakan hewan
laboratorium yang banyak digunakan dalam penelitian dan percobaan antara
lain untuk mempelajari pengaruh obat-obatan, toksisitas, metabolisme,
embriologi maupun dalam mempelajari tingkah laku (Malole dan Pramono,
1989).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana data biologik hewan coba tikus?
2. Apa saja jenis atau galur hewan coba tikus?
3. Bagaimana pemilihan kandang untuk hewan coba tikus?
4. Apa saja kebutuhan pakan hewan coba tikus?
5. Bagaimana cara memegang dan teknik perlakuan hewan coba tikus?
6. Bagaimana siklus estrus dari hewan coba tikus?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui data biologik hewan coba tikus.
2. Mengetahui jenis atau galur hewan coba tikus.
3. Mengetahui kandang yang cocok untuk hewan coba tikus.
4. Mengetahui kebutuhan pakan hewan coba tikus.
5. Mengetahui cara memegang dan teknik perlakuan pada hewan coba tikus.
6. Mengetahui siklus estrus dari hewan coba tikus.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengenalan Tikus
Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang sengaja
dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna
mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala
penelitian atau pangamatan laboratorik. Tikus termasuk hewan mamalia, oleh
sebab itu dampaknya terhadap suatu perlakuan mungkin tidak jauh berbeda
dibanding dengan mamalia lainnya (Smith and Mangkoewidjojo, 1988).
Tikus merupakan hewan laboratorium yang banyak digunakan dalam
penelitian dan percobaan antara lain untuk mempelajari pengaruh obat-
obatan, toksisitas, metabolisme, embriologi maupun dalam mempelajari
tingkah laku (Malole dan Pramono, 1989).
Tikus (Rattus norvegicus) berasal dari Asia Tengah dan penggunaannya
telah menyebar luas di seluruh dunia (Malole dan Pramono, 1989).
Menurut Besselsen (2004) dan Depkes (2011) taksonomi
tikus adalah:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Subkelas : Theria
Ordo : Rodensia
Subordo : Sciurognathi
Famili : Muridae
Subfamili : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus
B. Data Biologik Tikus
Tikus laboratorium adalah dari jenis Rattus norvegicus, hewan
mamalia dari ordo Rodentia. Seperti mencit, tikus juga
memiliki pendengaran yang sangat tajam sehingga sangat
peka terhadap suara ultrasonik. Penglihatan tikus sangat
lemah dan tidak mampu mendeteksi warna.
Tikus liar, tikus Norwegia dan tikus coklat, adalah hewan semarga
dengan tikus laboratorium. Akan tetapi, nama ilmiah tikus liar lain itu yaitu
tikus hitam adalah Rattus rattus. Tikus ini sampai mirip dengan tikus
Norwegia dan sering terdapat di kota-kota di seluruh dunia tetapi jarang
dipakai sebagai hewan laboratorium.
Tikus laboratorium jantan jarang berkelahi seperti mencit jantan. Tikus
dapat tinggal sendirian dalam kandang, asal dapat melihat dan mendengar
tikus lain. Jika dipegang dengan cara yang benar, tikus-tikus ini tenang dan
mudah ditangani di laboratorium. Pemeliharaan dan makanan tikus lebih
mahal daripada mencit tetapi tikus dapat berbiak sebaik mencit. Karena
hewan ini lebih besar daripada mencit, maka untuk beberapa macam
percobaan, tikus lebih menguntungkan (Malole dan Pramono, 1989: 37)
Peternakan tikus sebagai hewan kesenangan sudah berkembang kira-kira
seratus tahun yang lalu. Kelompok tikus laboratorium pertama-tama
dikembangkan di Amerika Serikat antara tahun 1877 dan tahun 1893
(Robinson, 1979). Hewan ini telah mengalami perubahan karena domestikasi
(Richter, 1954).
Dibandingkan dengan tikus liar, tikus laboratorium lebih cepat menjadi
dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman, dan umumnya lebih
mudah berkembang biak. Jika tikus liar dapat hidup selama 4-5 tahun, tikus
laboratorium jarang hidup lebih dari 3 tahun. Bulu tikus liar berwarna keabu-
abuan menciri dengan abdomen keputi-putihan. Mata berwarna hitam dan
kulit berpigmen. Berat badan pada umur empat minggu dapat mencapai 40-50
g dan setelah dewasa sampai 300 g atau lebih. Tikus liar makan semua jenis
makanan seperti yang dimakan oleh mencit liar (Malole dan Pramono, 1989:
37).
Tabel 1. Data biologik tikus
- Konsumsi pakan per hari
- Konsumsi air minum per hari
- Diet protein
- Ekskresi urine per hari
- lama hidup
- Bobot badan dewasa- Jantan- Betina
- Bobot lahir
- Dewasa kelamin (jantan=betina)
- Siklus estrus (menstruasi)
- Umur sapih
- Mulai makan pakan kering
- Rasio kawin
- Jumlah kromosom
- Suhu rektal
- Laju respirasi
- Denyut jantung
- Pengambilan darah maksimum
- Jumlah sel darah merah (Erytrocyt)
- Kadar haemoglobin(Hb)
- Pack Cell Volume (PCV)
- Jumlah sel darah putih (Leucocyte)
5 g/100 g bb
8-11 ml/100 g bb
12%
5,5 ml/100 g bb
2,5- 3 tahun
300-400 g250-300 g
5-6 g
50+10 hari
5 hari (polyestrus)
21 hari, 40-50 g
12 hari
1 jantan – 3 atau 4 betina
42
37,5oC
85 x/mn
300 – 500 x/mn
5,5 ml/Kg
7,2-9,6 X 106 / μl
15,6 g/dl
46%
14 103 /μl
Umumnya berat badan tikus laboratorium lebih ringan dibandingkan
berat badan tikus liar. Biasanya pada umur empat minggu beratnya 35-40 g,
dan berat dewasa rata-rata 200-250 g, tetapi bervariasi tergantung pada galur.
Tikus jantan tua dapat mencapai 500 g tetapi tikus betina jarang lebih dari
350 g. Galur Sprague-Dawley paling besar, hampir sebesar tikus liar. Ada
beberapa galur tidak berhenti tumbuh sesama hidupnya. Walaupun sudah
dewasa tikus tersebut akan tumbuh terus tetapi sangat lambat(Malole dan
Pramono, 1989: 38).
Ada dua sifat utama yang membedakan tikus dengan
hewan percobaan lainnya, yaitu tikus tidak dapat muntah
karena struktur anatomi yang tidak lazim pada tempat
bermuara esofagus ke dalam lambung sehingga
mempermudah proses pencekokan perlakuan menggunakan
sonde lambung, dan tidak mempunyai kandung empedu
(Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Selain itu, tikus hanya
mempunyai kelenjar keringat di telapak kaki. Ekor tikus
menjadi bagian badan yang paling penting untuk mengurangi
panas tubuh. Mekanisme perlindungan lain adalah tikus akan
mengeluarkan banyak ludah dan menutupi bulunya dengan
ludah tersebut (Sirois, 2005).
C. Jenis Atau Galur Tikus
Tikus yang selama ini sering digunakan sebagai tikus percobaan
memiliki beberapa jenis atau galur. Tidak semua jenis tikus yang kita kenal
digunakan untuk melaksanakan penelitian. Tikus got yang bertubuh besar
(kadang bisa membuat kucing ketakutan) bukanlah hewan yang digunakan
sebagai tikus penelitian. Tikus laboratorium adalah spesies tikus Rattus
norvegicus yang dibesarkan dan disimpan untuk penelitian ilmiah. Tikus
laboratorium telah digunakan sebagai model hewan yang penting untuk
penelitian di bidang psikologi, kedokteran, dan bidang lainnya.
Sebuah galur atau strain, mengacu pada tikus, adalah sebuah kelompok di
mana semua anggota secara genetik identik. Pada tikus, ini dicapai melalui
perkawinan sedarah. Dengan memiliki populasi jenis ini, adalah mungkin
untuk melakukan percobaan pada peran gen, atau melakukan percobaan yang
mengecualikan variasi dalam genetika sebagai faktor. Sebaliknya, outbred
strain, digunakan ketika identik genotipe tidak diperlukan atau populasi acak
diperlukan, dan lebih didefinisikan sebagai leluhur pembanding strain.
Terdapat tiga galur atau varietas tikus yang memiliki
kekhususan tertentu yang biasa digunakan sebagai hewan
percobaan yaitu galur Sprague dawley berwarna albino putih,
berkepala kecil dan ekornya lebih panjang dari badannya, galur
Wistar ditandai dengan kepala besar dan ekor yang lebih pendek,
dan galur Long evans yang lebih kecil daripada tikus putih dan
memiliki warna hitam pada kepala dan tubuh bagian depan
(Malole dan Pramono, 1989).
1. Tikus Wistar
Tikus galur wistar merupakan bagian dari spesies Rattus norvegicus. Jenis
galur ini dikembangkan di Institut
Wistar pada tahun 1906 untuk
digunakan dalam biologi dan
penelitian medis. Jenis Tikus ini
galur tikus pertama yang
dikembangkan sebagai model
organisme.
Tikus Wistar adalah hewan yang sering dipergunakan dalam berbagai
penelitian, termasuk penelitian hormon dan pengamatan tingkah laku
kopulasi yang berkaitan dengan libido. Ciri tikus ini adalah mempunyai
kepala lebar, telinga panjang, dan memiliki berat badan antara 200-400
gram dengan lama waktu hidup 2,5 sampai dengan 3 tahun. Masa pubertas
tikus 50 ± 10 hari.
Standar perawatan tikus wistar sebagai hewan percobaan meliputi
makanan, minuman, dan
lingkungan pada kandang
diantaranya temperatur,
kelembaban dan intensitas
cahaya. Tikus wistar
memerlukan asupan
makanan sebanyak 5
gram/100 gram berat badan dan konsumsi cairan 8 – 11 ml/gram berat
badan dalam 24 jam. Temperatur kandang yang diperlukan untuk
perawatan tikus wistar adalah 21 – 24oC dengan rata-rata kelembaban 40-
60%. Intensitas cahaya yang diperlukan adalah 75–125 fc, dengan siklus
siang–malam sebanyak 12–12 jam atau 14–10 jam.
2. Tikus Sprague Dawley
Tikus Sprague Dawley memiliki ciri-ciri berwarna putih, berkepala kecil
dan ekornya lebih panjang daripada badannya (Malole dan Pramono).
Jenis ini secara ekstensif digunakan dalam riset medis. Keuntungan
utamanya adalah ketenangan dan kemudahan penanganannya. Tikus jenis
ini pertama kali diproduksi oleh peternakan Sprague Dawley (kemudian
menjadi Perusahaan Animal Sprague Dawley) di Madison, Wisconsin.
Fasilitas penangkaran dibeli pertama kali oleh Gibco dan kemudian oleh
Harlan (sekarang Harlan Sprague Dawley) pada bulan Januari 1980.
Rata-rata ukuran berat tubuh tikus Sprague Dawley adalah 10.5. Berat
badan dewasa adalah 250-300g bagi betina, dan 450-520g untuk jantan.
Hidup yang khas adalah 2,5-3,5 tahun. Tikus ini biasanya memiliki ekor
untuk meningkatkan rasio panjang tubuh dibandingkan dengan tikus
Wistar.
3. Tikus Long-Evans
Long-Evans tikus adalah tikus strain outbred termasuk dalam spesies
Rattus norvegicus. Jenis galur ini dikembangkan oleh Drs. Long dan Evans
pada tahun 1915 dengan menyilangkan beberapa Wistar betina dengan
Tikus jantan grey wild . Long Evans tikus putih dengan tudung hitam, atau
kadang-kadang putih dengan kerudung cokelat. Mereka dimanfaatkan
sebagai model serbaguna organisme, sering dalam perilaku dan penelitian
obesitas.
Tikus yang digunakan dalam penelitian adalah galur Sprague
Dawley berjenis kelamin jantan berumur kurang lebih 2 bulan.
Tikus Sprague Dawley dengan jenis kelamin betina tidak digunakan
karena kondisi hormonal yang sangat berfluktuasi pada saat
mulai beranjak dewasa, sehingga dikhawatirkan akan
memberikan respon yang berbeda dan dapat mempengaruhi
hasil penelitian (Kesenja 2005). Tikus putih galur ini mempunyai
daya tahan terhadap penyakit dan cukup agresif dibandingkan
dengan galur lainnya (Harkness
dan Wagner. 1983).
D. Kandang
Prinsip kandang mencit laboratorium
sama dengan kandang tikus
laboratorium, tetapi kandang tikus
perlu sedikit lebih besar. Semua jenis kandang digunakan dengan maksud
sama, yaitu dipakai untuk mengandangkan hewan untuk percobaan, untuk
menternakkan atau untuk hewan persediaan (hewan stok). Kandang harus
cukup kuat tidak mudah rusak, dan tahan disteril ulang dengan suhu sampai
120oC dan tahan disterilkan dengan bahan kimia. Kandang ini harus dibuat
dari bahan yang baik dan mudah dibongkar, mudah dibersihkan dan mudah
dipasang lagi. Kandang harus tahan gigitan, hewan tidak mudah lepas, tetapi
hewan harus tampak jelas dari luar (Malole dan Pramono, 1989: 40)
Kandang yang digunakan untuk pemeliharaan tikus biasanya berupa
kotak yang terbuat dari metal atau plastik. Tutup untuk kandang berupa kawat
dengan ukuran lubang 1,6 cm2. Alas kandang terbuat dari guntingan kertas,
serutan kayu, serbuk gergaji atau tongkol jagung yang harus bersih, tidak
beracun, tidak menyebabkab alergi dan kering (Malole dan Pramono, 1989).
Ukuran kandang yang dianjurkan adalah 900 cm2 untuk sepasang tikus
bibit, dan 1.080 cm2 cukup untuk seekor induk dengan 14 anak. Pada waktu
disapih, kurang lebih 10 ekor tikus dapat ditempatkan di kandang yang lebih
besar. Sesudah itu, tingkat populasi harus makin dikurangi untuk menghindari
gangguan pertumbuhan. Kalau sudah dewasa, 4-5 ekor tikus merupakan
jumlah maksimum untuk kandang dengan ukuran tersebut.
Satu alasan lagi mengapa tidak dianjurkan terlalu banyak tikus di satu
kandang adalah bahwa terlalu berdesak-desakan menyebabkan suhu badan
meningkat di atas normal. Tikus hanya mempunyai kelenjar keringat di
telapak kakinya. Seperti pada mencit, ekor tikus menjadi bagian badan paling
penting untuk mengurangi panas tubuh. Kalau kandang diisi sampai
berdesakan, tikus tidak dapat mengurangi panas badannya dengan cara ini,
dan tinggal satu mekanisme perlindungan, tikus akan mengeluarkan banyak
ludah dan menutupi bulunya dengan ludah. Kalau cara ini gagal, tikus akan
mati sesudah beberapa menit karena hipertermi. Akan tetapi kalau ruang tikus
dapat dipertahankan pada suhu 20-25oC, masalah tersebut jarang terjadi.
Kalau suhu lebih dari 30oC masalah lain juga timbul yaitu tikus tidak dapat
berbiak. Walaupun sebanarnya temperatur ideal kandang yaitu 18-27oC atau
rata-rata 22oC dan kelembaban realtif 40-70% (Malole dan Pramono, 1989).
Seperti mencit, tikus mengerat makannya melalui keranjang kawat, tetapi
tikus menarik pelet yang sudah separuh dimakan melalui kawat, makanan itu
lalu dipegang dengan kaki depannya dan dimakan. Hal ini berbeda dengan
mencit yang membuang pelet seperti itu dan kembali ke tempat makanan
untuk makan pelet baru (Malole dan Pramono, 1989: 40).
E. Alat-alat Makan dan Minum
Prinsip yang dipakai untuk memberi makan dan minum tikus, sama
dengan yang dipakai untuk mencit. Tikus minum air lebih banyak daripada
mencit, oleh karena itu air minum harus tersedia terus-menerus. Mungkin
harus dipakai botol air lebih besar dari botol yang dipakai untuk air minum
mencit. Air minum dapat ditambah dengan asam klorida dan ini tidak
merugikan tikus. Tiap hari seekor tikus dewasa minum 20-45 ml air (Malole
dan Pramono, 1989: 43).
F. Makanan Tikus
Seperti untuk mencit laboratorium, kualitas makanan tikus merupakan
faktor penting yang mempengaruhi kemampuan tikus mencapai potensi
genetik untuk tumbuh, berbiak, hidup lama atau reaksi setelah pengobatan
dan lain-lain. Selanjutnya, percobaan-percobaan tentang makanan, dan
defisiensi zat makanan pada semua jenis hewan termasuk manusia,
kebanyakan menggunakan tikus daripada hewan percobaan lain (Malole dan
Pramono, 1989: 43).
Pada dasarnya, makanan tikus tidak banyak berbeda dengan makanan
mencit. Cara menyediakan makanan tikus juga sama dengan mencit. Bahan
dasar makanan tikus dapat juga sedikit bervariasi misalnya: protein, 20-25%
(tetapi hanya 12% atau protein itu lengkap berisis semua 20 asam amino
esensial dengan konsentrasi benar); lemak, 5%; pati, 45-50%, serat kasar, dan
abu, 4-5%. Makanan tikus harus mengandung vitamin A (4000 IU/Kg);
vitamin D (1000 IU/Kg); alfa-tokoferol (30 mg/Kg); asam linoleat (3 g/Kg);
tiamin (4 mg/Kg); riboflavin (3 mg/Kg); pantotenat (8 mg/Kg), vitamin B12
(50 ug/Kg); biotin (10 ug/Kg); piridoksin (40-300 ug/Kg); dan kolin (1000
mg/Kg). Tiap hari seekor tikus dewasa makan antara 12 g sampai 20 g
makanan. Seperti mencit, kalau tikus bunting atau menyusui, nafsu makannya
bertambah (Malole dan Pramono, 1989: 43-44).
Kebutuhan pakan bagi seekor tikus setiap harinya kurang lebih sebanyak
10% dari bobot tubuhnya jika pakan tersebut berupa pakan kering dan dapat
ditingkatkan sampai 15% dari bobot tubuhnya jika pakan yang dikonsumsi
berupa pakan basah. Kebutuhan minum seekor tikus setiap hari kira-kira 15-
30 ml air. Jumlah ini dapat berkurang jika pakan yang dikonsumsi sudah
banyak mengandung air (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Rata-rata
pemberian pakan harian untuk tikus Sprague-Dawley selama periode
pertumbuhan dan reproduksi mendekati 15-20 g untuk jantan dan 10-15 g
untuk betina (National Research Council, 1978).
Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa pada kondisi
dimana pakan diberikan dalam jumlah yang sangat terbatas maka tikus dapat
mengurangi konsumsi energinya, tetapi jika nafsu makan berlebih, tikus dapat
meningkatkan penggantian energi. Adapun kriteria yang umum digunakan
dalam memperkirakan kecukupan nutrisi makanan antara lain pertumbuhan,
reproduksi, pola tingkah laku, kesediaan nutrisi, aktivitas enzim, histologi
jaringan dan kandungan asam amino serta protein dalam jaringan (National
Research Council, 1978).
Pakan yang diberikan pada tikus umumnya tersusun dari komposisi alami
dan mudah diperoleh dari sumber daya komersial. Namun demikian, pakan
yang diberikan pada tikus sebaiknya mengandung nutrien dalam komposisi
yang tepat. Pakan ideal untuk tikus yang sedang tumbuh harus memenuhi
kebutuhan zat makanan antara lain protein 12%, lemak 5%, dan serat kasar
kira-kira 5%, harus cukup mengandung vitamin A, vitamin D, asam linoleat,
tiamin, riboflavin, pantotenat, vitamin B12, biotin, piridoksin dan kolin serta
mineral-mineral tertentu (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Menurut
McDonald (1980), protein pakan yang diberikan pada tikus harus
mengandung asam amino essensial yaitu : Arginin, Histidin, Isoleusin,
Leusin, Methionin, Fenilalanin, Treonin, Tryptofan, dan Valine. Selain
nutrisi, hal lain yang perlu diperhatikan dalam penggunaan tikus putih sebagai
hewan percobaan adalah perkandangan yang baik.
Tabel 2. Mineral dalam Makanan Tikus
Kalsium 0,5%
Fosfor 0,4%
Magnesium 400 mg/Kg
Kalium 0,36%
Natrium 0,05%
Tembaga 5,0 mg/Kg
Yodium 0,15 mg/Kg
Besi 35,0 mg/Kg
Mangan 50,0 mg/Kg
Seng 12,0 mg/Kg
G. Memegang dan Identifikasi
Tikus muda dapat dipungut dengan ekornya seperti mencit. Tikus yang
sedikit lebih besar dapat dipungut dengan cara sama, tetapi harus dipegang di
daerah setengah bagian proksimal ekor. Tikus dewasa lebih-lebih betina
bunting tidak boleh dipungut dengan ekornya tetapi dengan memegang
badannya. Berat badan harus ditopang dengan tangan, baik dengan tapak
tangan atau dengan memegang tikus pada dada dan bahu. Tikus tidak agresif
kalau dipegang dari atas, tapi tikus menjadi gugup kalau diburu ke sudut
kandang dan mau menggigit. Kalau tikus laboratorium harus dipegang
dengan hati-hati, cepat mejadi tenang seperti hewan kesenangan (Malole dan
Pramono, 1989: 44).
Cara Penanganan
Pertama, ekor dipegang sampai pangkal ekor. Kemudian telapak tangan
menggenggam melalui bagian belakang tubuh dengan jari telujuk dan jempol
secara perlahan diletakkan disamping kiri dan kanan leher. Tangan yang
lainnya membantu dengan menyangga dibawahnya, atau tangan lainnya dapat
digunakan untuk menyuntik (Syamsuddin, 2011: 9).
Gambar 1. Cara memegang tikus untuk Gambar 2. Cara memegang tikusinjeksi IP
H. Teknik Percobaan
Penandaan (Identifikasi) Hewan Laboratorium
Beberapa cara peandaan hewan laboratorium dilakukan untuk mengetahui
kelompok hewan yang diperlakukan berbeda dengan kelompok lain.
Penandaan ini dapat dilakukan secara permanen untuk penelitian jangka
panjang (kronis), sehingga tanda tersebut tidak mudah hilang, yaitu dengan
ear tag (anting bernomor), tato pada ekor, melubangi daun telinga dan
elektronik transponder (Syamsuddin, 2011: 10).
Pengambilan Darah
Pada umumnya pengambilan darah yang terlalu banyak pada hewan kecil
dapat menyebabkan syok hipovolemik, stres dan bahkan dapat menyebabkan
kematian. Tetapi bila dilakukan pengambilan sedikit darah tetapi sering, juga
dapat menyebabkan anemia. Pada umumnya pengambilan darah dilakukan
sekitar 10 % dari total volume darah dalam tubuh dan selama selang waktu 2-
4 minggu. Atau sekitar 1 % dengan interval 24 jam. Total darah yang diambil
sekitar 7,5 % dari bobot badan. Diperkirakan pemberian darah tambahan
(exsanguination) sekitar setengah dari total volume darah. Contohnya : bobot
300 g, total volume darah 22,5 ml, maksimum pengambilan darah2,25 ml,
maka pemberian exsanguination 11,25 ml.
Pengambilan darah harus menggunakan alat speaseptik mungkin. Untuk
meningkatkan vasodilatasi, perlu diberi kehangatan pada hewan tersebut,
misalnya taruh dalam ruangan dengan suhu 40 C selama 10-15 menit, dengan
memasang lampu pemanas dalam ruangan tersebut. Pengambilan darah dapat
dilakukan pada lokasi tertentu dari tubuh, yaitu :
Vena lateral dari ekor Bagian ventral arteri ekor Sinus orbitalis mata Vena saphena (kaki) Anterior vena cava Langsung dari jantung.
(Syamsuddin, 2011: 10-11).Adapun teknik pengambilan darah pada tikus sebagai berikut:
1. Dengan memotong ujung ekor.
2. Darah dapat diperoleh juga dari vena lateralis ekor. Cara ini sedikit lebih
mudah dilaksanakan pada tikus daripada mencit. Dapat dipakai jarum
ukuran 26 ( 26 gauge). Tikus harus dimasukkan dalam alat semacam
perangkap, dan ekor dikeluarkan. Ekor diputar 90o C. untuk tikus tua, ekor
dimasukkan dalam larutan Na sulfat pekat selama dua menit untuk
menghilangkan keropeng kulit. Akan tetapi harus segera dicuci. Untuk
melebarkan vena, ekor dapat dimasukkan dalam air hangat selama
beberapa menit, kemudian ekor dikeringkan sebelum vena ditusuk dengan
jarum.
3. Cara memperoleh darah dari sinus orbitalis jarang dipakai dan perlu
anastesi.
4. Cara memperoleh darah dari jantung tikus lebih sering dipakai daripada
mencit. Diperlukan anastesi dan cara ini sama pada mencit .
5. Cara dekapitasi sering dipakai pada tikus.
6. Seperti pada mencit, cara ,memperoleh darah tikus dari vena saphena atau
vena jugularis tidak lazim dipakai.
(Malole dan Pramono, 1989: 54)
Pengambilan cairan tubuh
Cairan limfe sering diperoleh untuk percobaan imunologis. Karena tikus lebih
besar daripada mencit, ductus thoracicus tikus mudah ditemukan dan dapat
diperoleh banyak cairan limfe. Pada dasarnya cara yang dipakai sama dengan
yang diuraikan dalam bab 2. Cara asites jarang dipakai pada percobaan dengan
tikus.
Anastesi
Tikus yang ebnar-benar sehat dan bebas dari penyakit CRD adalah hewan
hewan percobaan yang baik untuk dianastesi. Jarag terjadi reaksi samping
terhadap anastetika yang lazim dipakai. Sebaliknya tikus yang terinfeksi
penyakit CDR mempunyai resiko besar dan dapat menimbulkan bnayak
kematian baik selama anastesi maupun dalam periode pascaoperasi.
Eter
Eter tidak begitu bermanfaat pada tikus karena jarang diperoleh hewan bebas
dari penyakit CDR. Karena eter menyebabakan iritasi sistem pernafasan tikus,
kalau system peradangan meradang , hasilnya kurang baik. Kalau dipakai eter,
tidak boleh lupa bahwa diperlukan ventilasi laboratorium yang baik sekali.
Barbiturat
Depresi sistem pernapasan dan hipotermi adalah bahaya yang sering timbul
kalau dipakai anastetika barbiturat. Oleh karena itu, penting bahwa saluran
pernapasan dijaga baik-baik dan dipertahankan homoestatis cairan badan dan
suhu. Ini penting baik selama operasi maupun sesudah operasi.
a. Pentobarbital dapat dipakai dengan dosis 25 mg/kg I.V. atau 50 mg/kg I.P.
paling baik kalau larutan baru dengan konsentrasi 3 % dibuat dari serbuk
barbiturate segera sebelum anstetika digunakan. Anastesi terjadi sesudah
10 menit dan berlangsung 25-40 menit.
b. Triopental dapat dipakai dengan dosis 20 mg/kg I.V. atau 4 mg/kg I.P. akan
tetapi anastetika ini jarang dipakai untuk tikus.
Ketamin hidroklorida
Anastetika ini dapat dicoba dengan dosis 44-60 mg/kg I.M. akan tetapi
pengalaman penggunaan anastetika ini sangat bervariasi . masalah penting
adalah bahwa relaksasi otot sangat buruk.
Namun, kalau fentanil-fluanison (Hypnorn) atau fentanil-droperidol (Innovar-
Vet) disuntikkan I.M atau I.P dengan dosis 0,3-0,4 ml kg beberapa menit
sebelum campuran ketamin (80 mg/kg) dan xilazin (12 mg/kg) disuntikkan I.P,
status anstesi yang baik akan tercapai.
Alfaxolon-alfadolon (saffan)
Kalau anastetika ini disuntikkan I.M atau I.P. hasilnya bervariasi akar. Tetapi
kalau dberikan I.V. dengan dosis 10-12 mg/kg status anastesi yang baik terjadi
sesudah 20 detik dan berlangsung 15-12 menit.
Metoksifluran
Metoksifluran dengan O2 merupakan anastesi aman kalau dipakai dengan
konsentrasi 0,5-1,0 % dan cocok untuk periode anastesi lama dan stabil. Gas
dialirkan kira-kira 500 ml menit. Metoksifluran dapat diuapkan dalam alat
yang memadai, atau dapat diberikan pada tikus melalui sebuah kerucut mulut.
Satu-satunya kekurangan dalam penggunaan anastetika ini adalah bahwa
hewan lama pulih kembali, sampai 24 jam.
Halotan
Anastretika ini bagus sekali kalau dipakai dengan alat penguapan dengan
kalibrasi yang tepat. Halotan dapat digunakan bercampur O2 atau N2O : O2
dengan konsentrasi 1-2 % dan gas dialirkan kira-kira 500 ml/menit. Kepulihan
pelan-pelan dan berlangsung hanya 3-4 menit.
Eutanasi
Kalau banyak tikus akan dibunuh, paling mudah memakai karbon dioksida .
biasanya tikus terlalu besar kalau dipakai cara dislokasi leher seperti mencit.
Akan teapi kalau tikus masih muda, berat badan kurang dari 100 g cara ini
dapat dipakai. Untuk tikus lebih tua atau dewasa lebih baik dipakai alat-alat
dekapitasi ( guillotine ) atau suntikan pentobarbiton dengan dosis 100 mg/kg
I.P. kadang-kadang kloroform bermanfaat juga, tetapi eter terlalu berbahaya
karena dapat meledak.
(Malole dan Pramono, 1989: 54-57)
I. Siklus Estrus TikusPemantauan siklus estrus berperan penting pada keberhasilan fertilisasi
dan reproduksi untuk meningkatkan jumlah populasi hewan (Nalley et al.,
2011), khususnya hewan-hewan dengan status konservasi terancam punah
(Maxim et al., 2003). Dengan diketahui saat masa subur yang umum terjadi
di pertengahan siklus, hewan betina dapat dikawinkan secara alami di
penangkaran. Masa subur ditandai dengan dilepaskannya sel telur betina
matang melalui peristiwa ovulasi (Sophia, 2003). Pada masa tersebut, hormon
estrogen mencapai kadar maksimal dan kemudian menurun drastis. Setelah
ovulasi terjadi, rendahnya kadar estrogen akan digantikan dengan mulai
meningkatnya kadar progesteron. Peningkatan kadar progesteron menandakan
ovulasi telah terjadi dan kadar progesteron akan mencapai puncaknya pada
fase midluteal siklus. Fluktuasi kadar hormon-hormon tersebut merupakan
respons terhadap bekerjanya hormon-hormon hipofisis pada organ ovari
(Champbell et al., 2004; Dewi, 2010).
Siklus berahi adalah selang waktu atau jarak antara berahi yang satu
sampai berikutnya. Sedangkan berahi atau estrus itu sendiri adalah saat di
mana hewan betina bersedia menerima pejantan untuk kopulasi (Portodiharjo,
1987). Lama siklus estrus berbagai jenis hewan bervariasi. Pada hewan
laboratorium seperti tikus panjang siklus estrus adalah 4 – 5 hari. Seperti pada
hewan lain siklus estrus pada tikus secara kasar dapat dibagi menjadi empat
stadium (Turner dan Bargnara, 1976) yang proesrus, estrus, metestrus dan
diestrus. Beberapa penulis menyatakan bahwa fase proestrus dan estrus
dikelompokkan sebagai fase folikuler dan fase luteal terdiri atas metestrus
dan diestrus.
1. Estrus
Pada stadium ini kopulasi dimungkinkan terjadi. Fase ini berlangsung 12
jam (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988 ; Ballanger, 2000). Ciri yang khas
adalah dengan adanya aktivitas berlari-lari yang sangat tinggi di bawah
pengaruh estrogen. Estrus merupakan periode sekresi estrogen yang tinggi.
Estrogen dari folikel de Graff yang matang menyebabkan berbagai
perubahan pada saluran reproduksi, uterus tegang, mukossa vagina tumbuh
cepat serta adanya sekresi lendir. Banyak mitosis terjadi di dalam mukosa
vagina dan sel-sel baru yang menumpuk, sementara lapisan permukaan
menjadi skuamosa dan bertanduk. Sel-sel bertanduk ini terkelupas ke
dalam lumen vagina. Terdapatnya sel-sel ini bsa dilihat dalan preparat ulas
vagina yang digunakan sebagai indikator dari fase estrus.
2. Metestrus
Mestestrus adalah fase segera setelah estrus di mana korpus luteum mulai
tumbuh. Korpus luteum merupakan perubahan bentuk dari folikel de Graff
pada tahap akhir yang berubah fungsi setelah mengalami ovulasi (Wijono,
1998). Mestestrus sebagian besar berada di bawah pengaruh progesteron
yang dihasilkan korpus luteum (Guyton, 1994). Stadium ini terjadi kira-
kira 10 – 14 jam setelah ovulasi berlangsung. Pada preparat ulas vagina
telihat banyak leukosit muncul di dalam lumen vagina bersama sedikit sel-
sel bertanduk.
3. Diestrus
Merupakan periode terakhir dan terlama yaitu 60 – 70 jam. Pada peeriode
korpus luteum menjadi matang dan pengaruh progesterone semakin nyata.
Endometrium lebih menebal dan kelenjar membesar (Toelihere, 1981).
Pada preparat ulas vagina terlihat leukosit dalam jumlah tinggi dan sel-sel
epitel berinti (Smith dan Mangkoewidjojo, 1998 ; Nalbandov, 1990).
4. Proestrus
Stadium ini menandakan datangnya berahi. Fase ini berlangsung sekitar 12
jam. Fase ini merupakan awal perkembangan folikel de Graff. Folikel
tumbuh di bawah pengaruh FSH (McDonald, 1989). Proestrus merupkan
periode terjadinya involusi fungsional korpus luteum serta pembengkakan
praovulasi folikel. Selain itu Toelihere (1981) menyatakan pada tahap ini
terjadi pada beberapa spesies. Peningkatan vaskularisasi ini disebabkan
oleh estrogen yang semakin tinggi. Pada preparat ulasvagina terlihat
adanya dominasi sel-sel berinti.
Tabel 3. Gambaran sel yang ditemukan lewat ulasan vagina tikus putih selama
siklus estrus.
Gambar 3. Irisan melintang dinding vagina tikus putih selama berbagai
fase siklus estrus (Turner dan Bagnara,1976)
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hewan coba tikus
B. SARAN