MAKALAH EPIDEMIOLOGI P3M.docx

28
BAB I PEMBAHASAN 1.1 Latar Belakang Virus chikungunya pertama kali diisolasi sewaktu terjadi wabah di Tanzania Afrika Timur pada tahun 1952. Namun chikungunya adalah istilah setempat yang berarti membungkuk. Karena keluhan nyeri persendian , virus chikungunya masuk genus Alpha virus ( A rbovirus group A), famili trogruiridae virus chikungunya, secara antigen kelihatannya dekat dengan virus O’nyongnyong yang juga terdapat di Afrika dan menyebabkan dengan gejala klinis dan ditularkan ole nyamuk anopheles.Virus chikungunya agak mirip dengan virus encephalitis Ras River ( di australia ), dan virus Mayaro ( di Amerika Selatan) dan encephalitis di barat dan timur Venezuela, serta virus Sinbis ( di Afrika, Skandinavia, Uni Soviet, dan Asia). Indonesia merupakan negara berkembang, dengan angka kematian penyakit menular cukup tinggi dan prevalensinya meningkat karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan serta perilaku hidup masyarakat. Dalam perkembangan ilmu epidemiologi menggambarkan secara spesifik bahwa lingkungan sejak lama mempengaruhi terjadinya suatu penyakit atau wabah.Chikungunya misalnya, penyakit ini dikenal dengan penyakit flu tulang, yang ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang vektor penular penyakitnya sama dengan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang cara penanggulangan telah dikenal oleh masyarakat secara luas 1 | Program Penanggulangan Penyakit Menular

Transcript of MAKALAH EPIDEMIOLOGI P3M.docx

Page 1: MAKALAH EPIDEMIOLOGI P3M.docx

BAB I

PEMBAHASAN

1.1 Latar Belakang

Virus chikungunya pertama kali diisolasi sewaktu terjadi wabah di Tanzania Afrika

Timur pada tahun 1952. Namun chikungunya adalah istilah setempat yang berarti

membungkuk. Karena keluhan nyeri persendian , virus chikungunya masuk genus Alpha

virus ( A rbovirus group A), famili trogruiridae virus chikungunya, secara antigen

kelihatannya dekat dengan virus O’nyongnyong yang juga terdapat di Afrika dan

menyebabkan dengan gejala klinis dan ditularkan ole nyamuk anopheles.Virus chikungunya

agak mirip dengan virus encephalitis Ras River ( di australia ), dan virus Mayaro ( di

Amerika Selatan) dan encephalitis di barat dan timur Venezuela, serta virus Sinbis ( di

Afrika, Skandinavia, Uni Soviet, dan Asia).

Indonesia merupakan negara berkembang, dengan angka kematian penyakit menular

cukup tinggi dan prevalensinya meningkat karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan serta

perilaku hidup masyarakat. Dalam perkembangan ilmu epidemiologi menggambarkan secara

spesifik bahwa lingkungan sejak lama mempengaruhi terjadinya suatu penyakit atau

wabah.Chikungunya misalnya, penyakit ini dikenal dengan penyakit flu tulang, yang

ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang vektor penular

penyakitnya sama dengan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang cara

penanggulangan telah dikenal oleh masyarakat secara luas (Depkes RI, 2007). Demam

Chikungunya banyak dijumpai di daerah tropis dan sering menyebabkan epidemi dalam

interval tertentu (10-20 tahun). Beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya demam

Chikungunya antara lain  rendahnya status kekebalan kelompok masyarakat, kepadatan

populasi nyamuk penular karena banyak tempat perindukan nyamuk yang biasanya terjadi

pada musim penghujan seperti saat ini (Depkes, 2009).

1.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah dan penyebaran penyakit chikungunya?

2. Bagaimana permasalahan chikungunya di indonesia ?

3. Apa pengertian demam chikungunya ?

4. Seperti apa gejala klinis demam chikungunya ?

1 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r

Page 2: MAKALAH EPIDEMIOLOGI P3M.docx

5. Apa etiologi demam chikungunya ?

6. Apa saja vektor penular chikungunya ?

7. Siapa saja yang memiliki peranan dalam faktor resiko penyakit demam

chikungunya ?

8. Apa yang digunakan dalam tes untuk mendiagnosis chikungunya ?

9. Bagaimana cara penanganan chikungunya ?

10. Cara mencegah gigitan nyamuk penyebab chikungunya, apa yang harus

dilakukan?

11. Bagaimana cara pengendalian vektor nyamuk penular demam chikungunya ?

12. Apa saja kegiatan pengendalian vektor chikungunya ?

13. Bagaimana cara penanggulangan kasus penyakit demam chikunguya ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui sejarah dan penyebaran penyakit chikungunya serta permasalahan

chikungunya di Indonesia

2. Mengetahui lebih jelas apa itu chikungunya dan bagaimana gejala yang

ditimbulkan dari penyakit chikungunya serta mengetahui etiologi dan vektor

penularan chikungunya

3. Dapat mengidentifikasikan siapa saja yang memiliki peranan dalam faktor risiko

penyakit chikungunya

4. Memiliki pemahaman dalam tes diagnosa chikungunya serta penangan dari

penyakit chikungunya

5. Dapat mengetahui dan bisa mengaplikasikan cara mencegah gigitan nyamuk

penyebab chikungunya

6. Mengetahui dan memahami cara pengendalian vektor nyamuk penular demam

chikungunya dan kegiatan apa saja dalam pengendalian vektor chikungunya

7. Bisa menegtahui dan mengaplikasi cara penanggulangan kasus penyakit demam

chikunguya

2 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r

Page 3: MAKALAH EPIDEMIOLOGI P3M.docx

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah dan Penyebaran Penyakit Chikungunya

Dari sejarah diduga KLB Chikungunya pernah terjadi pada tahun 1779 di Batavia dan

Kairo; 1823 di Zanzibar; 1824 di India; 1870 di Zanzibar; 1871 di India; 1901 di Hongkong,

Burma, dan Madras; 1923 di Calcuta.

Pada tahun 1928 di Cuba pertama kali digunakan istilah “dengue”, ini dapat diartikan

bahwa infeksi Chikungunya sangat mirip dengan Dengue. Istilah “Chikungunya” berasal dari

bahasa suku Swahili yang berarti “Orang yang jalannya membungkuk dan menekuk

lututnya”, suku ini bermukim di dataran tinggi Makonde Provinsi Newala, Tanzania (yang

sebelumnya bernama Tanganyika). Istilah Chikungunya juga digunakan untuk menamai virus

yang pertama kali diisolasi dari serum darah penderita penyakit tersebut pada tahun 1953 saat

terjadi KLB di negara tersebut. Pada demam Chikungunya adanya gejala khas dan dominan

yaitu nyeri sendi.

Dari tahun 1952 sampai kini virus telah tersebar luas di daerah Afrika dan menyebar

ke Amerika dan Asia. Virus Chikungunya menjadi endemis di wilayah Asia Tenggara sejak

tahun 1954. Pada akhir tahun 1950 dan 1960 virus berkembang di Thailand, Kamboja,

Vietnam, Manila dan Burma. Tahun 1965 terjadi KLB di Srilanka.

2.2 Permasalahan Chikungunya di Indonesia

Di Indonesia, KLB penyakit Chikungunya pertama kali dilaporkan dan tercatat pada

tahun 1973 terjadi di Samarinda Provinsi Kalimantan Timur dan di DKI Jakarta, Tahun 1982

di Kuala Tungkal Provinsi Jambi dan tahun 1983 di Daerah Istimewa Yogyakarta. KLB

Chikungunya mulai banyak dilaporkan sejak tahun 1999 yaitu di Muara Enim (1999), Aceh

(2000), Jawa Barat ( Bogor, Bekasi, Depok ) pada tahun 2001, yang menyerang secara

bersamaan pada penduduk di satu kesatuan wilayah (RW/Desa ).

Pada tahun 2002 banyak daerah melaporkan terjadinya KLB Chikungunya seperti

Palembang, Semarang, Indramayu, Manado, DKI Jakarta , Banten, Jawa Timur dan lain-lain.

Pada tahun 2003 KLB Chikungunya terjadi di beberapa wilayah di pulau Jawa, NTB,

Kalimantan Tengah. Tahun 2006 dan 2007 terjadi KLB di Provinsi Jawa Barat dan Sumatera

3 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r

Page 4: MAKALAH EPIDEMIOLOGI P3M.docx

Selatan. Dari tahun 2007 sampai tahun 2012 di Indonesia terjadi KLB Chikungunya pada

beberapa provinsi dengan 149.526 kasus tanpa kematian.

Penyebaran penyakit Chikungunya biasanya terjadi pada daerah endemis Demam

Berdarah Dengue. Banyaknya tempat perindukan nyamuk sering berhubungan dengan

peningkatan kejadian penyakit Chikungunya. Saat ini hampir seluruh provinsi di Indonesia

potensial untuk terjadinya KLB Chikungunya. KLB sering terjadi pada awal dan akhir musim

hujan. Penyakit Chikungunya sering terjadi di daerah sub urban.

2.3 Pengertian Demam Chikungunya

Chikungunya berasal dari bahasa Swahili berdasarkan gejala pada penderita, yang

berarti (posisi tubuh) meliuk atau melengkung (that which contorts or bends up), mengacu

pada postur penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat (arthralgia).

Demam Chikungunya adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus

Chikungunya (CHIKV) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk (Arthropod –borne virus/

mosquito-borne virus), nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Nyamuk ini berperan

sebagai perantara atau vektor yaitu organisme yang membawa virus chikungunya di dalam

tubuhnya tanpa terjangkiti. Keduanya adalah jenis nyamuk sama yang menyebabkan demam

berdarah. Virus Chikungunya termasuk genus Alphavirus, famili Togaviridae.

2.4 Gejala Klinis Demam Chikungunya

Masa inkubasi 5 hari.

Permulaan penyakit biasanya:

Tiba-tiba muncul panas tinggi / Demam – berawal secara tiba-tiba; salah satu gejala

utama chikungunya

Sakit kepala

Nyeri otot, keparahannya bisa sampai menghalangi penderita untuk bergerak seperti

biasanya; gejala ini bisa bertahan selama berminggu-minggu dan merupakan gejala

utama chikungunya

Nyeri persendian

Menggigil

4 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r

Page 5: MAKALAH EPIDEMIOLOGI P3M.docx

Kelelahan

Mual dan muntah

Timbul bercak perdarahan

Gejala-gejala di atas bisa mereda setelah 3-5 hari, tetapi nyeri sendi biasanya akan

tetap terasa hingga beberapa bulan, bahkan bertahun-tahun. Dalam beberapa kasus yang

sangat terjadi, timbul komplikasi akibat chikungunya seperti gangguan pada saraf, mata,

jantung, dan saluran pencernaan. Terutama pada orang lanjut usia, penyakit ini dapat

mengakibatkan kematian.

2.5 Etiologi Demam Chikungunya

Virus Chikungunya adalah Arthopod borne virus yang ditransmisikan oleh beberapa

spesies nyamuk. Hasil uji Hemaglutinasi Inhibisi dan uji Komplemen Fiksasi, virus ini

termasuk genus alphavirus ( “Group A” Arthropod-borne viruses) dan famili Togaviridae.

Sedangkan DBD disebabkan oleh “Group B” arthrophod-borne viruses (flavivirus).

2.6 Vektor Penular Chikungunya Vektor utama penyakit ini sama dengan DBD yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Aedes

albopictus. Nyamuk lain mungkin bisa berperan sebagai vektor namun perlu penelitian lebih

lanjut.

Nyamuk Aedes spp seperti juga jenis nyamuk lainnya mengalami metamorfosis

sempurna, yaitu: telur - jentik (larva) - pupa - nyamuk. Stadium telur, jentik dan pupa hidup

di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik/larva dalam waktu ± 2 hari

setelah telur terendam air. Stadium jentik/larva biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium

kepompong (Pupa) berlangsung antara 2–4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk

dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan.

Gambar 2.1. Siklus hidup nyamuk Aedes spp

5 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r

Page 6: MAKALAH EPIDEMIOLOGI P3M.docx

1. Habitat Perkembangbiakan

Habitat perkembangbiakan Aedes sp. ialah tempat-tempat yang dapat menampung air

di dalam, di luar atau sekitar rumah serta tempat-tempat umum. Habitat perkembangbiakan

nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1) Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti: drum, tangki

reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember.

2) Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti: tempat minum

burung, vas bunga, perangkap semut, bak kontrol pembuangan air, tempat

pembuangan air kulkas/dispenser, barang-barang bekas (contoh : ban, kaleng, botol,

plastik, dll).

3) Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang batu, pelepah daun,

tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu dan tempurung coklat/karet,

dll.

2. Perilaku Nyamuk Dewasa

Setelah keluar dari pupa, nyamuk istirahat di permukaan air untuk sementara waktu.

Beberapa saat setelah itu, sayap meregang menjadi kaku, sehingga nyamuk mampu terbang

mencari makanan. Nyamuk Aedes sp jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk

keperluan hidupnya sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih

menyukai darah manusia daripada hewan (bersifat antropofilik). Darah diperlukan untuk

pematangan sel telur, agar dapat menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan

perkembangan telur mulai dari nyamuk mengisap darah sampai telur dikeluarkan, waktunya

bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut disebut dengan siklus gonotropik.

Aktivitas menggigit nyamuk Aedes sp biasanya mulai pagi dan petang hari, dengan 2

puncak aktifitas antara pukul 09.00 -10.00 dan 16.00 -17.00. Aedes aegypti mempunyai

kebiasaan mengisap darah berulang kali dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi

lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular

penyakit.

6 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r

Page 7: MAKALAH EPIDEMIOLOGI P3M.docx

Setelah mengisap darah, nyamuk akan beristirahat pada tempat yang gelap dan

lembab di dalam atau di luar rumah, berdekatan dengan habitat perkembangbiakannya. Pada

tempat tersebut nyamuk menunggu proses pematangan telurnya.

Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akan

meletakkan telurnya di atas permukaan air, kemudian telur menepi dan melekat pada dinding-

dinding habitat perkembangbiakannya. Pada umumnya telur akan menetas menjadi

jentik/larva dalam waktu ±2 hari. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat menghasilkan

telur sebanyak ±100 butir. Telur itu di tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan ±6

bulan, jika tempat-tempat tersebut kemudian tergenang air atau kelembabannya tinggi maka

telur dapat menetas lebih cepat.

Gambar 2. 2. Siklus gono tropik

3. Penyebaran

Kemampuan terbang nyamuk Aedes spp betina rata-rata 40 meter, namun secara pasif

misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih jauh. Aedes spp tersebar

luas di daerah tropis dan sub-tropis, di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah

maupun di tempat umum. Nyamuk Aedes spp dapat hidup dan berkembang biak sampai

ketinggian daerah ± 1.000 m dpl. Pada ketinggian diatas ± 1.000 m dpl, suhu udara terlalu

rendah, sehingga tidak memungkinkan nyamuk berkembangbiak.

4. Variasi Musiman

Pada musim hujan populasi Aedes sp akan meningkat karena telur-telur yang tadinya

belum sempat menetas akan menetas ketika habitat perkembangbiakannya (TPA bukan

keperluan sehari-hari dan alamiah) mulai terisi air hujan. Kondisi tersebut akan meningkatkan

7 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r

Page 8: MAKALAH EPIDEMIOLOGI P3M.docx

populasi nyamuk sehingga dapat menyebabkan peningkatan penularan penyakit Demam

Chikungunya.

2.7 Faktor Resiko Penyakit Chikungunya

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan dalam penularan penyakit Chikungunya,

yaitu: manusia, virus dan vektor perantara.

Beberapa faktor penyebab timbulnya KLB demam Chikungunya adalah:

1. Perpindahan penduduk dari daerah terinfeksi

2. Sanitasi lingkungan yang buruk.

3. Berkembangnya penyebaran dan kepadatan nyamuk (sanitasi lingkungan yang buruk)

Ada gelombang epidemi 20 tahunan mungkin terkait perubahan iklim dan cuaca. Anti

bodi yang timbul dari penyakit ini membuat penderita kebal terhadap serangan virus

selanjutnya. Oleh karena itu perlu waktu panjang bagi penyakit ini untuk merebak kembali.

Mekanisme Penularan

Virus Chikungunya ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes SPP

Nyamuk lain mungkin bisa berperan sebagai vektor namun perlu penelitian lebih lanjut.

Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus Chikungunya pada saat menggigit manusia

yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum demam sampai 5 hari setelah demam

timbul. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari

(extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat

gigitan berikutnya. Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-7 hari (intrinsic

incubation period) sebelum menimbulkan penyakit.

Gambar 2. 3. Mekanisme Penularan

8 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r

Page 9: MAKALAH EPIDEMIOLOGI P3M.docx

2.8 Tes untuk Mendiagnosis Chikungunya

Sampel darah milik pengidap sebaiknya diambil pada minggu pertama setelah gejala

mulai terasa. Sampel ini kemudian diuji dengan tes serologi dan virologi (RT-PCR) di

laboratorium. ELISA (enzyme-linked immunosorbent assays) akan mengonfirmasi keberadaan

antibodi yang mengindikasikan infeksi chikungunya.

Pada minggu ketiga hingga kelima setelah gejala mulai terasa, antibodi jenis IgM

akan berada dalam kadar tertinggi dan akan tetap sama hingga dua bulan. Bila pada

pemeriksaan pertama hasilnya negatif, sebaiknya tes diulang untuk mengonfirmasi ada atu

tidaknya penyakit ini.

2.9 Cara Penanganan Chikungunya

Tidak ada pengobatan khusus untuk menyembuhkan chikungunya. Obat-obatan

pereda rasa sakit dan anti-peradangan hanya bertujuan meredakan gejala. Di antaranya

penurun demam dan analgesik untuk meredakan nyeri otot dan rasa sakit yang lain. Pada

beberapa penderita yang kekurangan cairan misalnya akibat kehilangan nafsu makan dan

malas minum, cairan oralit atau infus bisa diberikan untuk mencegah dehidrasi.

2.10 Mencegah Gigitan Nyamuk Penyebab Chikungunya

Belum ada vaksin yang dapat mencegah seseorang terinfeksi chikungunya, melainkan

pencegahan yang dilakukan berfokus pada mengurangi habitat tempat nyamuk berkembang

biak seperti:

Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari: tangki air, tempayan, bak

mandi, ember

Penampung air yang bukan untuk keperluan sehari-hari: vas bunga, tempat

pembuangan air kulkas atau AC, kaleng-kaleng bekas, tempat minum hewan piaraan

Penampung air alami: lubang pohon, pelepah daun, tempurung kelapa

Perhatikan hal-hal berikut untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk di sekitar tempat

tinggal:

Kuras bak mandi dan tempat air secara teratur

9 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r

Page 10: MAKALAH EPIDEMIOLOGI P3M.docx

Tutup rapat tempat-tempat air setelah digunakan

Tempatkan wadah-wadah yang sedang tidak terpakai dalam posisi tertelungkup

Taburkan bubuk abate untuk membunuh jentik-jentik nyamuk pada tempat-tempat air

yang sulit dikuras. Ulangi 2-3 bulan sekali.

Takaran penggunaan bubuk abate: 1 gram bubuk abate atau 1 sendok makan untuk 10

liter air

Singkirkan barang-barang tidak terpakai yang dapat menjadi sarang nyamuk, terutama

yang berada di luar rumah dan dapat menampung air hujan

Bersihkan vas bunga, akuarium dan tempat minum hewan piaraan secara teratur

setidaknya seminggu sekali

Pastikan septic tanks tetap tertutup rapi dan tidak bocor

Pastikan talang atap rumah Anda tidak menampung genangan air

Pasang kasa anti-nyamuk pada jendela

Hindari menggantung baju di tempat terbuka

Berikut ini adalah hal-hal yang disarankan untuk menghindarkan gigitan nyamuk Aedes

aegypti atau Aedes albopictus:

Gunakan pakaian tertutup atau lotion anti-nyamuk jika sedang berada di area dengan

potensi banyak nyamuk seperti di kebun atau pasar tradisional

Sebaiknya kenakan pakaian dengan warna cerah. Nyamuk lebih enggan menempel

pada warna ini.

Gunakan penyemprot atau obat anti-nyamuk elektrik di petang hari. Namun hindari

obat semprot jika ada bayi atau orang lanjut usia. Dalam jangka panjang, gunakan

obat nyamuk berbeda. Nyamuk lama kelamaan akan menjadi kebal terhadap satu jenis

obat semprot

Minimalkan bau menyengat seperti parfum atau hairspray. Bau-bauan ini bisa

menarik nyamuk untuk hinggap

Tempatkan tanaman lavender yang secara alami membuat nyamuk enggan bertahan

dalam ruangan

Pengasapan/ fogging untuk membunuh nyamuk umumnya dilakukan terutama jika

chikungunya atau demam berdarah sudah mewabah di suatu daerah. Pastikan

pengasapan yang dilakukan di rumah atau tempat kerja Anda sudah dijalankan dengan

prosedur yang tepat sesuai dengan daur hidup nyamuk.

10 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r

Page 11: MAKALAH EPIDEMIOLOGI P3M.docx

2.11 Pengendalian Vektor Nyamuk Penular Demam Chikungunya

Pemberantasan nyamuk demam Chikungunya seperti penyakit menular lainnya,

didasarkan atas pemutusan rantai penularan. Beberapa cara untuk memutuskan rantai

penularan penyakit demam Chikungunya yaitu:

a. Melenyapkan virus dengan cara mengobati semua penderita dengan obat anti virus.

b. Solusi penderita agar tidak menjadi sumber penularan bagi orang lain

c. Mencegah gigitan nyamuk/vektor.

d. Immunisasi terhadap orang sehat.

e. Membasmi/ memberantas sarang nyamuk.

Cara yang biasa dipakai adalah memberantas sumber nyamuk, penyehatan lingkungan

ataupun chemical control. Penyehatan lingkungan merupakan cara terbaik. Untuk mencapai

tujuan ini di perlukan usaha yang terus – menerus secara berkesinambungan. Hasil yang

diharapkan memang tidak tampak dengan segera.

a.      Pemberantasan Nyamuk Dewasa

Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan cara pengasapan (fogging)

dengan insektisida. Hal ini dilakukan mengingat kebiasaan nyamuk yang hinggap di benda-

benda tergantung karena itu tidak dilakukan penyemprotan di dinding rumah seperti pada

pemberantasan nyamuk penular penyakit demam Chikungunya (Depkes RI, 2002).

Insektisida yang digunakan adalah insektisida golongan organophospat misalnya malathion

dan feritrothion, pyrectic syntetic misalnya lamda sihalotrin dan parmietrin, dan karbamat.

Alat yang digunakan untuk menyemprot ialah mesin fog atau mesin ultra low volume(ULV),

karena penyemprotan dilakukan dengan cara pengasapan, maka tidak mempunyai efek residu

(Suroso, 2003). Penyemprotan insektisida dilakukan interval 1 minggu untuk membatasi

penularan virus Chikungunya. Penyemprotan siklus pertama semua nyamuk mengandung

virus Chikungunya (nyamuk inaktif) dan nyamuk-nyamuk lainnya akan mati. Penyemprotan

insektisida ini dalam waktu singkat dapat membatasi penularan akan tetapi tindakan ini perlu

11 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r

Page 12: MAKALAH EPIDEMIOLOGI P3M.docx

diikuti dengan pemberantasan jentik agar populasi nyamuk dapat ditekan serendah-rendahnya

(Suroso, 2003).

b.      Pemberantasan Larva (Jentik)

Pemberantasan terhadap jentik A. Aegypti dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dilakukan dengan tiga cara yaitu kimia, biologi dan fisik.

Cara kimia

Cara pemberantasan jentik A. Aegypti secara kimia dengan menggunakan insektisida

pembasmi jentik (larva) atau dikenal dengan abatisasi. Larvasida yang biasanya digunakan

adalah temephos. Dosis yang digunakan adalah 1 ppm atau 10 gram (lebih kurang atau satu

sendok makan rata) untuk tiap 100 liter air. Bentuk fisik temephos yang digunakan ialah

granula (sand granula). Abatisasi dengan temephos ini mempunyai efek residu tiga bulan

(Depkes RI, 2004 dan Soedarmo, 1988).

Cara Biologi

Pemberantasan cara biologi dengan memanfaatkan predator alami seperti memelihara

ikan pemakan jentik misalnya ikan kepala timah, ikan gufi, ikan nila merah dan ikan lega.

Selain itu dapat pula dengan golongan serangga yang dapat mengendalikan pertumbuhan

larva (Depkes RI, 2004).

Cara Fisik

Pemberantasan cara fisik melalui kegiatan 3 M + 1 T yaitu mengubur atau

memusnahkan barang-barang bekas yang dapat menjadi tempat terisinya air hujan, menguras

tempat penampungan air minimal 1 kali seminggu, menutup tempat penampungan air, dan

menelungkupkan barang – barang yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk A. aegypti

(Depkes RI, 2004).

Keberhasilan pemberantasan sarang nyamuk hanya dapat diperoleh dengan peran

serta masyarakat untuk melaksanakannya. Oleh karena itu dilakukan usaha penyuluhan dan

motivasi kepada masyarakat secara kontinu dalam waktu lama, sebab keberadaan jentik

nyamuk berkaitan erat dengan perilaku masyarakat (Depkes RI, 1992).

12 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r

Page 13: MAKALAH EPIDEMIOLOGI P3M.docx

c. Pengendalian Vektor Terpadu (Integrated Vektor Management)

IVM merupakan konsep pengendalian vektor yang diusulkan oleh WHO untuk

mengefektifkan berbagai kegiatan pemberantasan vektor oleh berbagai institusi. IVM dalam

pengendalian vektor Chikungunya saat ini lebih difokuskan pada peningkatan peran serta

sektor lain melalui kegiatan Pokjanal, Kegiatan PSN anak sekolah dll.

2.12 Kegiatan Pengendalian Vektor Chikungunya

a) Kegiatan pengendalian vektor sesuai dengan tingkat administrasi

Kegiatan Pengendalian Vektor memberikan beban yang berbeda disetiap level administratif

yaitu :

1). Pusat

Sesuai dengan Tupoksi Pusat, maka Kegiatan Pengendalian Vektor (PV) lebih

diutamakan pada kegiatan penetapan kebijakan Pengendalian Vektor, Penyusunan

standarisasi, modul juklak juknis, Monitoring dan evaluasi Pengendalian Vektor

Nasional, serta Bimbingan teknis Pengendalian Vektor Nasional.

2). Provinsi

Di Tingkat Propinsi, kegiatan Pengendalian Vektor adalah : pelaksanaan kebijakan

Nasional Pengendalian Vektor, merencanakan kebutuhan alat, bahan dan

operasional PV, Monev PV, Bintek PV ke kabupaten.

3). Kabupaten

Otonomi daerah memberikan peran yang lebih luas kepada Kabupaten untuk secara

aktif dan mandiri melakukan kegiatan PV di wilayahnya sesuai dengan kondisi

spesifik lokal daerah. Untuk itu selain melaksanakan juklak/juknis dan pedoman,

merupakan tugas kabupaten untuk merencanakan dan mengadakan alat, bahan

operasional PV, Monev kegiatan PV , Bintek kegiatan PV di Puskesmas.

4). Puskesmas

Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan bertugas menjaga

kesinambungan kegiatan PV oleh masyarakat di wilayahnya, menggerakkan peran

serta masyarakat melalui kader, tokoh masyarakat, serta melakukan kegiatan PV

secara langsung di masyarakat.

b) Operasional Pengendalian Vektor

13 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r

Page 14: MAKALAH EPIDEMIOLOGI P3M.docx

1) Pengabutan (fogging/ULV)

Pelaksana : Petugas dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas dan

tenaga lain yang telah dilatih.

Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit

Sasaran : Rumah dan tempat-tempat umum

Insektisida : Sesuai dengan dosis

Alat : Mesin fog atau ULV

Cara : Pengasapan/ULV dilaksanakan 2 siklus dengan interval satu minggu

(petunjuk fogging terlampir)

2) Pemberantasan sarang nyamuk

Pelaksana : Masyarakat di lingkungan masing-masing

Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit dan wilayah sekitarnya dan

merupakan satu kesatuan epidemiologis

Sasaran : Semua tempat potensial bagi perindukkan nyamuk : tempat

penampungan air,barang bekas ( botol , pecahan gelas,ban bekas, dll) lubang

pohon/tiang pagar/pelepah pisang, tempat minum burung, alas pot, dispenser,

tempat penampungan air di bawah kulkas, dibelakang kulkas dsb, di

rumah/bangunan dan tempat umum.

Cara : Melakukan kegiatan 3 M plus. (disesuaikan dengan lokal spesifik

daerah terjangkit).

Contoh :

Untuk daerah sulit air PSNnya tidak menguras, tetapi larvasidasi, ikanisasi,

dll).

Untuk daerah tandus tidak mengubur namun diamankan agar tidak menjadi

tempat penampungan air.

Untuk daerah mudah mendapatkan air menguras dengan sikat dan sabun

PLUS: membakar obat nyamuk, menggunakan repelen, kelambu, menanam

pohon sereh, zodia, lavender,geranium, pasang, obat nyamuk semprot,

pasang kasa dll.

3) Larvasidasi

Pelaksana : Tenaga dari masyarakat dengan bimbingan petugas

puskesmas/dinas kesehatan kabupaten/kota

Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit

Sasaran : Tempat penampungan air (TPA) di rumah dan tempat-tempat umum

14 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r

Page 15: MAKALAH EPIDEMIOLOGI P3M.docx

Insektisida : Sesuai dengan dosis. Disesuaikan dengan sirkulasi pemakaian

insektisida instruksi Dirjen PP dan PL

Cara : Larvasidasi dilaksanakan diseluruh wilayah KLB

2.13 Penanggulangan Kasus Penyakit Demam Chikunguya

A. Penanggulangan fokus (PF)

a. Pengertian :

adalah kegiatan Pemberantasan nyamuk penular Chikungunya yg dilaksanakan dengan

melakukan pemberantasan sarang nyamuk Chikungunya, larvasidasi, penyuluhan, dan

pengabutan panas (termal fog)/ pengabutan dingin (Ultra Low Volume / ULV)

menggunakan insektisida.

b. Tujuan

Untuk membatasi penularan Demam Chikungunya dan mencegah terjadinya KLB

meluas ke lokasi lainnya. Kegiatan dilakukan di tempat tinggal penderita Demam

Chikungunya dan rumah / bangunan sekitar dan tempat-tempat umum yang berpotensi

menjadi tempat penularan Chikungunya lebih lanjut.

c. Kriteria PF

Bila pada hasil PE ditemukan penderita Chikungunya lainnya disekitar kasus pertama,

dengan melakukan PSN masal dan fogging.

d. Langkah-langkah pelaksanaan kegiatan

1). Petugas Puskesmas setelah menerima laporan adanya kasus segera mencatat di buku

harian dan mempersiapkan peralatan untuk melaksanakan kegiatan penyelidikan

epidemiologi (PE).

2). Petugas segera melapor ke Lurah dan Ketua RT/RW setempat bahwa di wilayahnya

ada penderita/tersangka Chikungunya dan akan dilaksanakan langkah-langkah

penanggulangan KLB.

3). Dalam melaksanakan kegiatan sebaiknya didampingi oleh Ketua RT/ Kader/Bidan

desa atau tokoh masyarakat lainnya.

4).Petugas melakukan wawancara dengan keluarga penderita untuk mengetahui

ada/tidaknya penderita demam disertai nyeri sendi lainnya saat itu dan dalam kurun

waktu 1 minggu sebelumnya. Jika ditemukan penderita lainnya yang demam disertai

nyeri sendi tanpa sebab yang jelas, kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap tanda-

tanda dari Chikungunya.

15 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r

Page 16: MAKALAH EPIDEMIOLOGI P3M.docx

5).Melakukan pemeriksaan jentik pada tempat penampungan air (TPA) serta benda-

benda lainnya yang dapat menampung air baik di dalam maupun di luar rumah.

Hasilnya kemudian dicatat dalam Laporan PE.

6). Hasil PE dilaporkan kepada Kepala Puskesmas dan selanjutnya Kepala Puskesmas

melaporkan hasil dan rencana penanggulangan kepada Lurah dan Camat.

7). Hasil positif : jika ditemukan 1 penderita/tersangka Chikungunya lainnya dan

ditemukan jentik (house index) lebih dari 5%.

8). Hasil negatif : jika tidak ditemukan penderita/tersangka Chikungunya lainnya dan

house index < 5%, atau dapat dikatakan kemungkinan sumber penularan dari tempat

lain.

9). Secara operasional sebaiknya dilakukan pengambilan sampel darah 5-10 orang untuk

memastikan diagnosa.

10).Untuk memutuskan rantai penularan maka dilakukan:

Penyuluhan intensif

Penggerakan masyarakat untuk melakukan gerakan PSN 3M Plus

Larvasidasi massal, yaitu penapuran bubuk larvasida secara serentak di

seluruh wilayah/daerah tertentu disemua tempat penampungan air baik

terdapat jentik maupun tidak ada jentik di seluruh bangunan/rumah,

termasuk sekolah, tempat ibadah dan kantor.

Fogging fokus 2 siklus dengan interval 1 minggu.

Kegiatan penanggulangan tersebut diatas harus dilakukan segera secara bersamaan, sambil

menunggu hasil pemeriksaan laboratorium serologis untuk memastikan etiologinya.

B. Bagan Penyelidikan Epidemiologi

Bagan Penanggulangan Fokus (Penanggulangan Penderita Chikungunyadi Lapangan)

16 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r

Page 17: MAKALAH EPIDEMIOLOGI P3M.docx

BAB III

PENUTUP

17 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r

Page 18: MAKALAH EPIDEMIOLOGI P3M.docx

Kesimpulan

Dari tahun 1952 sampai kini virus chikungunya telah tersebar luas di daerah Afrika dan

menyebar ke Amerika dan Asia. Virus Chikungunya menjadi endemis di wilayah Asia Tenggara sejak

tahun 1954. Permasalahan penyebaran penyakit Chikungunya biasanya terjadi pada daerah

endemis Demam Berdarah Dengue. Saat ini hampir seluruh provinsi di Indonesia potensial

untuk terjadinya KLB Chikungunya. KLB sering terjadi pada awal dan akhir musim hujan.

Demam Chikungunya adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus

Chikungunya (CHIKV) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk (Arthropod –borne virus/

mosquito-borne virus), nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. gejala klinis demam

chikungunya ini adalah tiba-tiba muncul panas tinggi / ,sakit kepala, nyeri otot, nyeri

persendian, menggigil, kelelahan, mual dan muntah, dan timbul bercak perdarahan.

Dalam mencegah gigitan nyamuk penyebab chikungunya, belum ada vaksin yang

dapat mencegah seseorang terinfeksi chikungunya, melainkan pencegahan yang dilakukan

berfokus pada mengurangi habitat tempat nyamuk berkembang biak seperti: tempat

penampungan air untuk keperluan sehari-hari: tangki air, penampung air yang bukan untuk

keperluan sehari-hari: vas bunga, tempat pembuangan air kulkas atau AC,dan penampung air

alami: lubang pohon.

Dalam kegiatan pengendalian vektor chikungunya, terbagi dalam beberapa tingkat

yang pertama: tingkat administrasi yaitu pusat, provinsi, kabupaten , dan puskesmas. Yang

kedua : operasional pengendalian vektor yaitu pengabutan (fogging/ULV) , pemberantasan

sarang nyamuk , dan larvasidasi.

Saran

1. Perlu untuk mewaspadai kemunculan penyakit chikungunya dengan mengetahui

gejala-gejala dan tanda-tandanya .

2. Berusaha untuk mencegah timbulnyaa vektor-vektor nyamuk pembawa virus

chikungunya dengan cara mencegah perkembangbiakannya

3. Mulai menggalakkan pola hidup sehat

DAFTAR PUSTAKA

18 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r

Page 19: MAKALAH EPIDEMIOLOGI P3M.docx

Yatim, Faisal.2007.Macam-Macam Penyakit Manular dan Cara Pengobatannya. Jakarta:

Pustaka Obor Populer

KEMENKES RI. Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya

http://www.medkes.com/2013/05/gejala-pengobatan-pencegahan-chikungunya.html

di akses: 21 september 2015

http://www.alodokter.com/chikungunya

di akses : 21 september 2015

http://epidemiologiunsri.blogspot.co.id/2011/11/chikungunya.htm

di akses : 21 september 2015

http://upikke.staff.ipb.ac.id/files/2011/06/Penyakit-Tular-Vektor-Chikungunya.pdf

di akses :21 september 2015

https://id.wikipedia.org/wiki/Chikungunya

di akses : 21 september 2015

http://bahankuliahkesehatan.blogspot.co.id/2011/03/makalah-tentang-chikungunya.html

di akses : 21 september 2015

http://journal.unpad.ac.id/index.php/ejournal/article/view/791

di akses : 21 september 2015

http://hspkpyu.moh.gov.my/infosihat.item.6/fakta-fakta-mengenai-penyakit-chikungunya.html

di akses : 21 september 2015

http://nusabhakti.student.unej.ac.id/?p=4

di akses : 21 september 2015

http://epidemiologiunsri.blogspot.co.id/2011/11/chikungunya.html

di akses : 21 september 2015

19 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r