MAKALAH EPIDEMIOLOGI P3M.docx
-
Upload
wulan-elita -
Category
Documents
-
view
270 -
download
5
Transcript of MAKALAH EPIDEMIOLOGI P3M.docx
BAB I
PEMBAHASAN
1.1 Latar Belakang
Virus chikungunya pertama kali diisolasi sewaktu terjadi wabah di Tanzania Afrika
Timur pada tahun 1952. Namun chikungunya adalah istilah setempat yang berarti
membungkuk. Karena keluhan nyeri persendian , virus chikungunya masuk genus Alpha
virus ( A rbovirus group A), famili trogruiridae virus chikungunya, secara antigen
kelihatannya dekat dengan virus O’nyongnyong yang juga terdapat di Afrika dan
menyebabkan dengan gejala klinis dan ditularkan ole nyamuk anopheles.Virus chikungunya
agak mirip dengan virus encephalitis Ras River ( di australia ), dan virus Mayaro ( di
Amerika Selatan) dan encephalitis di barat dan timur Venezuela, serta virus Sinbis ( di
Afrika, Skandinavia, Uni Soviet, dan Asia).
Indonesia merupakan negara berkembang, dengan angka kematian penyakit menular
cukup tinggi dan prevalensinya meningkat karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan serta
perilaku hidup masyarakat. Dalam perkembangan ilmu epidemiologi menggambarkan secara
spesifik bahwa lingkungan sejak lama mempengaruhi terjadinya suatu penyakit atau
wabah.Chikungunya misalnya, penyakit ini dikenal dengan penyakit flu tulang, yang
ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang vektor penular
penyakitnya sama dengan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang cara
penanggulangan telah dikenal oleh masyarakat secara luas (Depkes RI, 2007). Demam
Chikungunya banyak dijumpai di daerah tropis dan sering menyebabkan epidemi dalam
interval tertentu (10-20 tahun). Beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya demam
Chikungunya antara lain rendahnya status kekebalan kelompok masyarakat, kepadatan
populasi nyamuk penular karena banyak tempat perindukan nyamuk yang biasanya terjadi
pada musim penghujan seperti saat ini (Depkes, 2009).
1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah dan penyebaran penyakit chikungunya?
2. Bagaimana permasalahan chikungunya di indonesia ?
3. Apa pengertian demam chikungunya ?
4. Seperti apa gejala klinis demam chikungunya ?
1 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r
5. Apa etiologi demam chikungunya ?
6. Apa saja vektor penular chikungunya ?
7. Siapa saja yang memiliki peranan dalam faktor resiko penyakit demam
chikungunya ?
8. Apa yang digunakan dalam tes untuk mendiagnosis chikungunya ?
9. Bagaimana cara penanganan chikungunya ?
10. Cara mencegah gigitan nyamuk penyebab chikungunya, apa yang harus
dilakukan?
11. Bagaimana cara pengendalian vektor nyamuk penular demam chikungunya ?
12. Apa saja kegiatan pengendalian vektor chikungunya ?
13. Bagaimana cara penanggulangan kasus penyakit demam chikunguya ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui sejarah dan penyebaran penyakit chikungunya serta permasalahan
chikungunya di Indonesia
2. Mengetahui lebih jelas apa itu chikungunya dan bagaimana gejala yang
ditimbulkan dari penyakit chikungunya serta mengetahui etiologi dan vektor
penularan chikungunya
3. Dapat mengidentifikasikan siapa saja yang memiliki peranan dalam faktor risiko
penyakit chikungunya
4. Memiliki pemahaman dalam tes diagnosa chikungunya serta penangan dari
penyakit chikungunya
5. Dapat mengetahui dan bisa mengaplikasikan cara mencegah gigitan nyamuk
penyebab chikungunya
6. Mengetahui dan memahami cara pengendalian vektor nyamuk penular demam
chikungunya dan kegiatan apa saja dalam pengendalian vektor chikungunya
7. Bisa menegtahui dan mengaplikasi cara penanggulangan kasus penyakit demam
chikunguya
2 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah dan Penyebaran Penyakit Chikungunya
Dari sejarah diduga KLB Chikungunya pernah terjadi pada tahun 1779 di Batavia dan
Kairo; 1823 di Zanzibar; 1824 di India; 1870 di Zanzibar; 1871 di India; 1901 di Hongkong,
Burma, dan Madras; 1923 di Calcuta.
Pada tahun 1928 di Cuba pertama kali digunakan istilah “dengue”, ini dapat diartikan
bahwa infeksi Chikungunya sangat mirip dengan Dengue. Istilah “Chikungunya” berasal dari
bahasa suku Swahili yang berarti “Orang yang jalannya membungkuk dan menekuk
lututnya”, suku ini bermukim di dataran tinggi Makonde Provinsi Newala, Tanzania (yang
sebelumnya bernama Tanganyika). Istilah Chikungunya juga digunakan untuk menamai virus
yang pertama kali diisolasi dari serum darah penderita penyakit tersebut pada tahun 1953 saat
terjadi KLB di negara tersebut. Pada demam Chikungunya adanya gejala khas dan dominan
yaitu nyeri sendi.
Dari tahun 1952 sampai kini virus telah tersebar luas di daerah Afrika dan menyebar
ke Amerika dan Asia. Virus Chikungunya menjadi endemis di wilayah Asia Tenggara sejak
tahun 1954. Pada akhir tahun 1950 dan 1960 virus berkembang di Thailand, Kamboja,
Vietnam, Manila dan Burma. Tahun 1965 terjadi KLB di Srilanka.
2.2 Permasalahan Chikungunya di Indonesia
Di Indonesia, KLB penyakit Chikungunya pertama kali dilaporkan dan tercatat pada
tahun 1973 terjadi di Samarinda Provinsi Kalimantan Timur dan di DKI Jakarta, Tahun 1982
di Kuala Tungkal Provinsi Jambi dan tahun 1983 di Daerah Istimewa Yogyakarta. KLB
Chikungunya mulai banyak dilaporkan sejak tahun 1999 yaitu di Muara Enim (1999), Aceh
(2000), Jawa Barat ( Bogor, Bekasi, Depok ) pada tahun 2001, yang menyerang secara
bersamaan pada penduduk di satu kesatuan wilayah (RW/Desa ).
Pada tahun 2002 banyak daerah melaporkan terjadinya KLB Chikungunya seperti
Palembang, Semarang, Indramayu, Manado, DKI Jakarta , Banten, Jawa Timur dan lain-lain.
Pada tahun 2003 KLB Chikungunya terjadi di beberapa wilayah di pulau Jawa, NTB,
Kalimantan Tengah. Tahun 2006 dan 2007 terjadi KLB di Provinsi Jawa Barat dan Sumatera
3 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r
Selatan. Dari tahun 2007 sampai tahun 2012 di Indonesia terjadi KLB Chikungunya pada
beberapa provinsi dengan 149.526 kasus tanpa kematian.
Penyebaran penyakit Chikungunya biasanya terjadi pada daerah endemis Demam
Berdarah Dengue. Banyaknya tempat perindukan nyamuk sering berhubungan dengan
peningkatan kejadian penyakit Chikungunya. Saat ini hampir seluruh provinsi di Indonesia
potensial untuk terjadinya KLB Chikungunya. KLB sering terjadi pada awal dan akhir musim
hujan. Penyakit Chikungunya sering terjadi di daerah sub urban.
2.3 Pengertian Demam Chikungunya
Chikungunya berasal dari bahasa Swahili berdasarkan gejala pada penderita, yang
berarti (posisi tubuh) meliuk atau melengkung (that which contorts or bends up), mengacu
pada postur penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat (arthralgia).
Demam Chikungunya adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
Chikungunya (CHIKV) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk (Arthropod –borne virus/
mosquito-borne virus), nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Nyamuk ini berperan
sebagai perantara atau vektor yaitu organisme yang membawa virus chikungunya di dalam
tubuhnya tanpa terjangkiti. Keduanya adalah jenis nyamuk sama yang menyebabkan demam
berdarah. Virus Chikungunya termasuk genus Alphavirus, famili Togaviridae.
2.4 Gejala Klinis Demam Chikungunya
Masa inkubasi 5 hari.
Permulaan penyakit biasanya:
Tiba-tiba muncul panas tinggi / Demam – berawal secara tiba-tiba; salah satu gejala
utama chikungunya
Sakit kepala
Nyeri otot, keparahannya bisa sampai menghalangi penderita untuk bergerak seperti
biasanya; gejala ini bisa bertahan selama berminggu-minggu dan merupakan gejala
utama chikungunya
Nyeri persendian
Menggigil
4 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r
Kelelahan
Mual dan muntah
Timbul bercak perdarahan
Gejala-gejala di atas bisa mereda setelah 3-5 hari, tetapi nyeri sendi biasanya akan
tetap terasa hingga beberapa bulan, bahkan bertahun-tahun. Dalam beberapa kasus yang
sangat terjadi, timbul komplikasi akibat chikungunya seperti gangguan pada saraf, mata,
jantung, dan saluran pencernaan. Terutama pada orang lanjut usia, penyakit ini dapat
mengakibatkan kematian.
2.5 Etiologi Demam Chikungunya
Virus Chikungunya adalah Arthopod borne virus yang ditransmisikan oleh beberapa
spesies nyamuk. Hasil uji Hemaglutinasi Inhibisi dan uji Komplemen Fiksasi, virus ini
termasuk genus alphavirus ( “Group A” Arthropod-borne viruses) dan famili Togaviridae.
Sedangkan DBD disebabkan oleh “Group B” arthrophod-borne viruses (flavivirus).
2.6 Vektor Penular Chikungunya Vektor utama penyakit ini sama dengan DBD yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus. Nyamuk lain mungkin bisa berperan sebagai vektor namun perlu penelitian lebih
lanjut.
Nyamuk Aedes spp seperti juga jenis nyamuk lainnya mengalami metamorfosis
sempurna, yaitu: telur - jentik (larva) - pupa - nyamuk. Stadium telur, jentik dan pupa hidup
di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik/larva dalam waktu ± 2 hari
setelah telur terendam air. Stadium jentik/larva biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium
kepompong (Pupa) berlangsung antara 2–4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk
dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan.
Gambar 2.1. Siklus hidup nyamuk Aedes spp
5 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r
1. Habitat Perkembangbiakan
Habitat perkembangbiakan Aedes sp. ialah tempat-tempat yang dapat menampung air
di dalam, di luar atau sekitar rumah serta tempat-tempat umum. Habitat perkembangbiakan
nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1) Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti: drum, tangki
reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember.
2) Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti: tempat minum
burung, vas bunga, perangkap semut, bak kontrol pembuangan air, tempat
pembuangan air kulkas/dispenser, barang-barang bekas (contoh : ban, kaleng, botol,
plastik, dll).
3) Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang batu, pelepah daun,
tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu dan tempurung coklat/karet,
dll.
2. Perilaku Nyamuk Dewasa
Setelah keluar dari pupa, nyamuk istirahat di permukaan air untuk sementara waktu.
Beberapa saat setelah itu, sayap meregang menjadi kaku, sehingga nyamuk mampu terbang
mencari makanan. Nyamuk Aedes sp jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk
keperluan hidupnya sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih
menyukai darah manusia daripada hewan (bersifat antropofilik). Darah diperlukan untuk
pematangan sel telur, agar dapat menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
perkembangan telur mulai dari nyamuk mengisap darah sampai telur dikeluarkan, waktunya
bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut disebut dengan siklus gonotropik.
Aktivitas menggigit nyamuk Aedes sp biasanya mulai pagi dan petang hari, dengan 2
puncak aktifitas antara pukul 09.00 -10.00 dan 16.00 -17.00. Aedes aegypti mempunyai
kebiasaan mengisap darah berulang kali dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi
lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular
penyakit.
6 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r
Setelah mengisap darah, nyamuk akan beristirahat pada tempat yang gelap dan
lembab di dalam atau di luar rumah, berdekatan dengan habitat perkembangbiakannya. Pada
tempat tersebut nyamuk menunggu proses pematangan telurnya.
Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akan
meletakkan telurnya di atas permukaan air, kemudian telur menepi dan melekat pada dinding-
dinding habitat perkembangbiakannya. Pada umumnya telur akan menetas menjadi
jentik/larva dalam waktu ±2 hari. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat menghasilkan
telur sebanyak ±100 butir. Telur itu di tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan ±6
bulan, jika tempat-tempat tersebut kemudian tergenang air atau kelembabannya tinggi maka
telur dapat menetas lebih cepat.
Gambar 2. 2. Siklus gono tropik
3. Penyebaran
Kemampuan terbang nyamuk Aedes spp betina rata-rata 40 meter, namun secara pasif
misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih jauh. Aedes spp tersebar
luas di daerah tropis dan sub-tropis, di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah
maupun di tempat umum. Nyamuk Aedes spp dapat hidup dan berkembang biak sampai
ketinggian daerah ± 1.000 m dpl. Pada ketinggian diatas ± 1.000 m dpl, suhu udara terlalu
rendah, sehingga tidak memungkinkan nyamuk berkembangbiak.
4. Variasi Musiman
Pada musim hujan populasi Aedes sp akan meningkat karena telur-telur yang tadinya
belum sempat menetas akan menetas ketika habitat perkembangbiakannya (TPA bukan
keperluan sehari-hari dan alamiah) mulai terisi air hujan. Kondisi tersebut akan meningkatkan
7 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r
populasi nyamuk sehingga dapat menyebabkan peningkatan penularan penyakit Demam
Chikungunya.
2.7 Faktor Resiko Penyakit Chikungunya
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan dalam penularan penyakit Chikungunya,
yaitu: manusia, virus dan vektor perantara.
Beberapa faktor penyebab timbulnya KLB demam Chikungunya adalah:
1. Perpindahan penduduk dari daerah terinfeksi
2. Sanitasi lingkungan yang buruk.
3. Berkembangnya penyebaran dan kepadatan nyamuk (sanitasi lingkungan yang buruk)
Ada gelombang epidemi 20 tahunan mungkin terkait perubahan iklim dan cuaca. Anti
bodi yang timbul dari penyakit ini membuat penderita kebal terhadap serangan virus
selanjutnya. Oleh karena itu perlu waktu panjang bagi penyakit ini untuk merebak kembali.
Mekanisme Penularan
Virus Chikungunya ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes SPP
Nyamuk lain mungkin bisa berperan sebagai vektor namun perlu penelitian lebih lanjut.
Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus Chikungunya pada saat menggigit manusia
yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum demam sampai 5 hari setelah demam
timbul. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari
(extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat
gigitan berikutnya. Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-7 hari (intrinsic
incubation period) sebelum menimbulkan penyakit.
Gambar 2. 3. Mekanisme Penularan
8 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r
2.8 Tes untuk Mendiagnosis Chikungunya
Sampel darah milik pengidap sebaiknya diambil pada minggu pertama setelah gejala
mulai terasa. Sampel ini kemudian diuji dengan tes serologi dan virologi (RT-PCR) di
laboratorium. ELISA (enzyme-linked immunosorbent assays) akan mengonfirmasi keberadaan
antibodi yang mengindikasikan infeksi chikungunya.
Pada minggu ketiga hingga kelima setelah gejala mulai terasa, antibodi jenis IgM
akan berada dalam kadar tertinggi dan akan tetap sama hingga dua bulan. Bila pada
pemeriksaan pertama hasilnya negatif, sebaiknya tes diulang untuk mengonfirmasi ada atu
tidaknya penyakit ini.
2.9 Cara Penanganan Chikungunya
Tidak ada pengobatan khusus untuk menyembuhkan chikungunya. Obat-obatan
pereda rasa sakit dan anti-peradangan hanya bertujuan meredakan gejala. Di antaranya
penurun demam dan analgesik untuk meredakan nyeri otot dan rasa sakit yang lain. Pada
beberapa penderita yang kekurangan cairan misalnya akibat kehilangan nafsu makan dan
malas minum, cairan oralit atau infus bisa diberikan untuk mencegah dehidrasi.
2.10 Mencegah Gigitan Nyamuk Penyebab Chikungunya
Belum ada vaksin yang dapat mencegah seseorang terinfeksi chikungunya, melainkan
pencegahan yang dilakukan berfokus pada mengurangi habitat tempat nyamuk berkembang
biak seperti:
Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari: tangki air, tempayan, bak
mandi, ember
Penampung air yang bukan untuk keperluan sehari-hari: vas bunga, tempat
pembuangan air kulkas atau AC, kaleng-kaleng bekas, tempat minum hewan piaraan
Penampung air alami: lubang pohon, pelepah daun, tempurung kelapa
Perhatikan hal-hal berikut untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk di sekitar tempat
tinggal:
Kuras bak mandi dan tempat air secara teratur
9 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r
Tutup rapat tempat-tempat air setelah digunakan
Tempatkan wadah-wadah yang sedang tidak terpakai dalam posisi tertelungkup
Taburkan bubuk abate untuk membunuh jentik-jentik nyamuk pada tempat-tempat air
yang sulit dikuras. Ulangi 2-3 bulan sekali.
Takaran penggunaan bubuk abate: 1 gram bubuk abate atau 1 sendok makan untuk 10
liter air
Singkirkan barang-barang tidak terpakai yang dapat menjadi sarang nyamuk, terutama
yang berada di luar rumah dan dapat menampung air hujan
Bersihkan vas bunga, akuarium dan tempat minum hewan piaraan secara teratur
setidaknya seminggu sekali
Pastikan septic tanks tetap tertutup rapi dan tidak bocor
Pastikan talang atap rumah Anda tidak menampung genangan air
Pasang kasa anti-nyamuk pada jendela
Hindari menggantung baju di tempat terbuka
Berikut ini adalah hal-hal yang disarankan untuk menghindarkan gigitan nyamuk Aedes
aegypti atau Aedes albopictus:
Gunakan pakaian tertutup atau lotion anti-nyamuk jika sedang berada di area dengan
potensi banyak nyamuk seperti di kebun atau pasar tradisional
Sebaiknya kenakan pakaian dengan warna cerah. Nyamuk lebih enggan menempel
pada warna ini.
Gunakan penyemprot atau obat anti-nyamuk elektrik di petang hari. Namun hindari
obat semprot jika ada bayi atau orang lanjut usia. Dalam jangka panjang, gunakan
obat nyamuk berbeda. Nyamuk lama kelamaan akan menjadi kebal terhadap satu jenis
obat semprot
Minimalkan bau menyengat seperti parfum atau hairspray. Bau-bauan ini bisa
menarik nyamuk untuk hinggap
Tempatkan tanaman lavender yang secara alami membuat nyamuk enggan bertahan
dalam ruangan
Pengasapan/ fogging untuk membunuh nyamuk umumnya dilakukan terutama jika
chikungunya atau demam berdarah sudah mewabah di suatu daerah. Pastikan
pengasapan yang dilakukan di rumah atau tempat kerja Anda sudah dijalankan dengan
prosedur yang tepat sesuai dengan daur hidup nyamuk.
10 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r
2.11 Pengendalian Vektor Nyamuk Penular Demam Chikungunya
Pemberantasan nyamuk demam Chikungunya seperti penyakit menular lainnya,
didasarkan atas pemutusan rantai penularan. Beberapa cara untuk memutuskan rantai
penularan penyakit demam Chikungunya yaitu:
a. Melenyapkan virus dengan cara mengobati semua penderita dengan obat anti virus.
b. Solusi penderita agar tidak menjadi sumber penularan bagi orang lain
c. Mencegah gigitan nyamuk/vektor.
d. Immunisasi terhadap orang sehat.
e. Membasmi/ memberantas sarang nyamuk.
Cara yang biasa dipakai adalah memberantas sumber nyamuk, penyehatan lingkungan
ataupun chemical control. Penyehatan lingkungan merupakan cara terbaik. Untuk mencapai
tujuan ini di perlukan usaha yang terus – menerus secara berkesinambungan. Hasil yang
diharapkan memang tidak tampak dengan segera.
a. Pemberantasan Nyamuk Dewasa
Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan cara pengasapan (fogging)
dengan insektisida. Hal ini dilakukan mengingat kebiasaan nyamuk yang hinggap di benda-
benda tergantung karena itu tidak dilakukan penyemprotan di dinding rumah seperti pada
pemberantasan nyamuk penular penyakit demam Chikungunya (Depkes RI, 2002).
Insektisida yang digunakan adalah insektisida golongan organophospat misalnya malathion
dan feritrothion, pyrectic syntetic misalnya lamda sihalotrin dan parmietrin, dan karbamat.
Alat yang digunakan untuk menyemprot ialah mesin fog atau mesin ultra low volume(ULV),
karena penyemprotan dilakukan dengan cara pengasapan, maka tidak mempunyai efek residu
(Suroso, 2003). Penyemprotan insektisida dilakukan interval 1 minggu untuk membatasi
penularan virus Chikungunya. Penyemprotan siklus pertama semua nyamuk mengandung
virus Chikungunya (nyamuk inaktif) dan nyamuk-nyamuk lainnya akan mati. Penyemprotan
insektisida ini dalam waktu singkat dapat membatasi penularan akan tetapi tindakan ini perlu
11 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r
diikuti dengan pemberantasan jentik agar populasi nyamuk dapat ditekan serendah-rendahnya
(Suroso, 2003).
b. Pemberantasan Larva (Jentik)
Pemberantasan terhadap jentik A. Aegypti dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dilakukan dengan tiga cara yaitu kimia, biologi dan fisik.
Cara kimia
Cara pemberantasan jentik A. Aegypti secara kimia dengan menggunakan insektisida
pembasmi jentik (larva) atau dikenal dengan abatisasi. Larvasida yang biasanya digunakan
adalah temephos. Dosis yang digunakan adalah 1 ppm atau 10 gram (lebih kurang atau satu
sendok makan rata) untuk tiap 100 liter air. Bentuk fisik temephos yang digunakan ialah
granula (sand granula). Abatisasi dengan temephos ini mempunyai efek residu tiga bulan
(Depkes RI, 2004 dan Soedarmo, 1988).
Cara Biologi
Pemberantasan cara biologi dengan memanfaatkan predator alami seperti memelihara
ikan pemakan jentik misalnya ikan kepala timah, ikan gufi, ikan nila merah dan ikan lega.
Selain itu dapat pula dengan golongan serangga yang dapat mengendalikan pertumbuhan
larva (Depkes RI, 2004).
Cara Fisik
Pemberantasan cara fisik melalui kegiatan 3 M + 1 T yaitu mengubur atau
memusnahkan barang-barang bekas yang dapat menjadi tempat terisinya air hujan, menguras
tempat penampungan air minimal 1 kali seminggu, menutup tempat penampungan air, dan
menelungkupkan barang – barang yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk A. aegypti
(Depkes RI, 2004).
Keberhasilan pemberantasan sarang nyamuk hanya dapat diperoleh dengan peran
serta masyarakat untuk melaksanakannya. Oleh karena itu dilakukan usaha penyuluhan dan
motivasi kepada masyarakat secara kontinu dalam waktu lama, sebab keberadaan jentik
nyamuk berkaitan erat dengan perilaku masyarakat (Depkes RI, 1992).
12 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r
c. Pengendalian Vektor Terpadu (Integrated Vektor Management)
IVM merupakan konsep pengendalian vektor yang diusulkan oleh WHO untuk
mengefektifkan berbagai kegiatan pemberantasan vektor oleh berbagai institusi. IVM dalam
pengendalian vektor Chikungunya saat ini lebih difokuskan pada peningkatan peran serta
sektor lain melalui kegiatan Pokjanal, Kegiatan PSN anak sekolah dll.
2.12 Kegiatan Pengendalian Vektor Chikungunya
a) Kegiatan pengendalian vektor sesuai dengan tingkat administrasi
Kegiatan Pengendalian Vektor memberikan beban yang berbeda disetiap level administratif
yaitu :
1). Pusat
Sesuai dengan Tupoksi Pusat, maka Kegiatan Pengendalian Vektor (PV) lebih
diutamakan pada kegiatan penetapan kebijakan Pengendalian Vektor, Penyusunan
standarisasi, modul juklak juknis, Monitoring dan evaluasi Pengendalian Vektor
Nasional, serta Bimbingan teknis Pengendalian Vektor Nasional.
2). Provinsi
Di Tingkat Propinsi, kegiatan Pengendalian Vektor adalah : pelaksanaan kebijakan
Nasional Pengendalian Vektor, merencanakan kebutuhan alat, bahan dan
operasional PV, Monev PV, Bintek PV ke kabupaten.
3). Kabupaten
Otonomi daerah memberikan peran yang lebih luas kepada Kabupaten untuk secara
aktif dan mandiri melakukan kegiatan PV di wilayahnya sesuai dengan kondisi
spesifik lokal daerah. Untuk itu selain melaksanakan juklak/juknis dan pedoman,
merupakan tugas kabupaten untuk merencanakan dan mengadakan alat, bahan
operasional PV, Monev kegiatan PV , Bintek kegiatan PV di Puskesmas.
4). Puskesmas
Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan bertugas menjaga
kesinambungan kegiatan PV oleh masyarakat di wilayahnya, menggerakkan peran
serta masyarakat melalui kader, tokoh masyarakat, serta melakukan kegiatan PV
secara langsung di masyarakat.
b) Operasional Pengendalian Vektor
13 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r
1) Pengabutan (fogging/ULV)
Pelaksana : Petugas dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas dan
tenaga lain yang telah dilatih.
Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit
Sasaran : Rumah dan tempat-tempat umum
Insektisida : Sesuai dengan dosis
Alat : Mesin fog atau ULV
Cara : Pengasapan/ULV dilaksanakan 2 siklus dengan interval satu minggu
(petunjuk fogging terlampir)
2) Pemberantasan sarang nyamuk
Pelaksana : Masyarakat di lingkungan masing-masing
Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit dan wilayah sekitarnya dan
merupakan satu kesatuan epidemiologis
Sasaran : Semua tempat potensial bagi perindukkan nyamuk : tempat
penampungan air,barang bekas ( botol , pecahan gelas,ban bekas, dll) lubang
pohon/tiang pagar/pelepah pisang, tempat minum burung, alas pot, dispenser,
tempat penampungan air di bawah kulkas, dibelakang kulkas dsb, di
rumah/bangunan dan tempat umum.
Cara : Melakukan kegiatan 3 M plus. (disesuaikan dengan lokal spesifik
daerah terjangkit).
Contoh :
Untuk daerah sulit air PSNnya tidak menguras, tetapi larvasidasi, ikanisasi,
dll).
Untuk daerah tandus tidak mengubur namun diamankan agar tidak menjadi
tempat penampungan air.
Untuk daerah mudah mendapatkan air menguras dengan sikat dan sabun
PLUS: membakar obat nyamuk, menggunakan repelen, kelambu, menanam
pohon sereh, zodia, lavender,geranium, pasang, obat nyamuk semprot,
pasang kasa dll.
3) Larvasidasi
Pelaksana : Tenaga dari masyarakat dengan bimbingan petugas
puskesmas/dinas kesehatan kabupaten/kota
Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit
Sasaran : Tempat penampungan air (TPA) di rumah dan tempat-tempat umum
14 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r
Insektisida : Sesuai dengan dosis. Disesuaikan dengan sirkulasi pemakaian
insektisida instruksi Dirjen PP dan PL
Cara : Larvasidasi dilaksanakan diseluruh wilayah KLB
2.13 Penanggulangan Kasus Penyakit Demam Chikunguya
A. Penanggulangan fokus (PF)
a. Pengertian :
adalah kegiatan Pemberantasan nyamuk penular Chikungunya yg dilaksanakan dengan
melakukan pemberantasan sarang nyamuk Chikungunya, larvasidasi, penyuluhan, dan
pengabutan panas (termal fog)/ pengabutan dingin (Ultra Low Volume / ULV)
menggunakan insektisida.
b. Tujuan
Untuk membatasi penularan Demam Chikungunya dan mencegah terjadinya KLB
meluas ke lokasi lainnya. Kegiatan dilakukan di tempat tinggal penderita Demam
Chikungunya dan rumah / bangunan sekitar dan tempat-tempat umum yang berpotensi
menjadi tempat penularan Chikungunya lebih lanjut.
c. Kriteria PF
Bila pada hasil PE ditemukan penderita Chikungunya lainnya disekitar kasus pertama,
dengan melakukan PSN masal dan fogging.
d. Langkah-langkah pelaksanaan kegiatan
1). Petugas Puskesmas setelah menerima laporan adanya kasus segera mencatat di buku
harian dan mempersiapkan peralatan untuk melaksanakan kegiatan penyelidikan
epidemiologi (PE).
2). Petugas segera melapor ke Lurah dan Ketua RT/RW setempat bahwa di wilayahnya
ada penderita/tersangka Chikungunya dan akan dilaksanakan langkah-langkah
penanggulangan KLB.
3). Dalam melaksanakan kegiatan sebaiknya didampingi oleh Ketua RT/ Kader/Bidan
desa atau tokoh masyarakat lainnya.
4).Petugas melakukan wawancara dengan keluarga penderita untuk mengetahui
ada/tidaknya penderita demam disertai nyeri sendi lainnya saat itu dan dalam kurun
waktu 1 minggu sebelumnya. Jika ditemukan penderita lainnya yang demam disertai
nyeri sendi tanpa sebab yang jelas, kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap tanda-
tanda dari Chikungunya.
15 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r
5).Melakukan pemeriksaan jentik pada tempat penampungan air (TPA) serta benda-
benda lainnya yang dapat menampung air baik di dalam maupun di luar rumah.
Hasilnya kemudian dicatat dalam Laporan PE.
6). Hasil PE dilaporkan kepada Kepala Puskesmas dan selanjutnya Kepala Puskesmas
melaporkan hasil dan rencana penanggulangan kepada Lurah dan Camat.
7). Hasil positif : jika ditemukan 1 penderita/tersangka Chikungunya lainnya dan
ditemukan jentik (house index) lebih dari 5%.
8). Hasil negatif : jika tidak ditemukan penderita/tersangka Chikungunya lainnya dan
house index < 5%, atau dapat dikatakan kemungkinan sumber penularan dari tempat
lain.
9). Secara operasional sebaiknya dilakukan pengambilan sampel darah 5-10 orang untuk
memastikan diagnosa.
10).Untuk memutuskan rantai penularan maka dilakukan:
Penyuluhan intensif
Penggerakan masyarakat untuk melakukan gerakan PSN 3M Plus
Larvasidasi massal, yaitu penapuran bubuk larvasida secara serentak di
seluruh wilayah/daerah tertentu disemua tempat penampungan air baik
terdapat jentik maupun tidak ada jentik di seluruh bangunan/rumah,
termasuk sekolah, tempat ibadah dan kantor.
Fogging fokus 2 siklus dengan interval 1 minggu.
Kegiatan penanggulangan tersebut diatas harus dilakukan segera secara bersamaan, sambil
menunggu hasil pemeriksaan laboratorium serologis untuk memastikan etiologinya.
B. Bagan Penyelidikan Epidemiologi
Bagan Penanggulangan Fokus (Penanggulangan Penderita Chikungunyadi Lapangan)
16 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r
BAB III
PENUTUP
17 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r
Kesimpulan
Dari tahun 1952 sampai kini virus chikungunya telah tersebar luas di daerah Afrika dan
menyebar ke Amerika dan Asia. Virus Chikungunya menjadi endemis di wilayah Asia Tenggara sejak
tahun 1954. Permasalahan penyebaran penyakit Chikungunya biasanya terjadi pada daerah
endemis Demam Berdarah Dengue. Saat ini hampir seluruh provinsi di Indonesia potensial
untuk terjadinya KLB Chikungunya. KLB sering terjadi pada awal dan akhir musim hujan.
Demam Chikungunya adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
Chikungunya (CHIKV) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk (Arthropod –borne virus/
mosquito-borne virus), nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. gejala klinis demam
chikungunya ini adalah tiba-tiba muncul panas tinggi / ,sakit kepala, nyeri otot, nyeri
persendian, menggigil, kelelahan, mual dan muntah, dan timbul bercak perdarahan.
Dalam mencegah gigitan nyamuk penyebab chikungunya, belum ada vaksin yang
dapat mencegah seseorang terinfeksi chikungunya, melainkan pencegahan yang dilakukan
berfokus pada mengurangi habitat tempat nyamuk berkembang biak seperti: tempat
penampungan air untuk keperluan sehari-hari: tangki air, penampung air yang bukan untuk
keperluan sehari-hari: vas bunga, tempat pembuangan air kulkas atau AC,dan penampung air
alami: lubang pohon.
Dalam kegiatan pengendalian vektor chikungunya, terbagi dalam beberapa tingkat
yang pertama: tingkat administrasi yaitu pusat, provinsi, kabupaten , dan puskesmas. Yang
kedua : operasional pengendalian vektor yaitu pengabutan (fogging/ULV) , pemberantasan
sarang nyamuk , dan larvasidasi.
Saran
1. Perlu untuk mewaspadai kemunculan penyakit chikungunya dengan mengetahui
gejala-gejala dan tanda-tandanya .
2. Berusaha untuk mencegah timbulnyaa vektor-vektor nyamuk pembawa virus
chikungunya dengan cara mencegah perkembangbiakannya
3. Mulai menggalakkan pola hidup sehat
DAFTAR PUSTAKA
18 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r
Yatim, Faisal.2007.Macam-Macam Penyakit Manular dan Cara Pengobatannya. Jakarta:
Pustaka Obor Populer
KEMENKES RI. Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya
http://www.medkes.com/2013/05/gejala-pengobatan-pencegahan-chikungunya.html
di akses: 21 september 2015
http://www.alodokter.com/chikungunya
di akses : 21 september 2015
http://epidemiologiunsri.blogspot.co.id/2011/11/chikungunya.htm
di akses : 21 september 2015
http://upikke.staff.ipb.ac.id/files/2011/06/Penyakit-Tular-Vektor-Chikungunya.pdf
di akses :21 september 2015
https://id.wikipedia.org/wiki/Chikungunya
di akses : 21 september 2015
http://bahankuliahkesehatan.blogspot.co.id/2011/03/makalah-tentang-chikungunya.html
di akses : 21 september 2015
http://journal.unpad.ac.id/index.php/ejournal/article/view/791
di akses : 21 september 2015
http://hspkpyu.moh.gov.my/infosihat.item.6/fakta-fakta-mengenai-penyakit-chikungunya.html
di akses : 21 september 2015
http://nusabhakti.student.unej.ac.id/?p=4
di akses : 21 september 2015
http://epidemiologiunsri.blogspot.co.id/2011/11/chikungunya.html
di akses : 21 september 2015
19 | P r o g r a m P e n a n g g u l a n g a n P e n y a k i t M e n u l a r