Makalah Epidemiologi Diabetes Melitus

41
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan masalah yang sangat substansial, mengingat pola kejadian sangat menentukan status kesehatan di suatu daerah dan juga keberhasilan peningkatan status kesehatan di suatu negara. Secara global WHO (World Health Organization) memperkirakan PTM menyebabkan sekitar 60% kematian dan 43% kesakitan di seluruh dunia. Perubahan pola struktur masyarakat dari agraris ke industri dan perubahan pola fertilitas gaya hidup dan sosial ekonomi masyarakat diduga sebagai hal yang melatar belakangi prevalensi Penyakit Tidak Menular (PTM), sehingga kejadian penyakit tidak menular semakin bervariasi dalam transisi epidemiologi. Penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyakit kronis yang tidak ditularkan dari orang ke orang. Data PTM dalam Riskesdas 2013 meliputi : (1) asma; (2) penyakit paru obstruksi kronis (PPOK); (3) kanker; (4) DM; (5) hipertiroid; (6) hipertensi; (7) jantung koroner; (8) gagal jantung; (9) stroke; (10) gagal ginjal kronis; (11) batu ginjal; (12) penyakit sendi/rematik. Data penyakit asma/mengi/bengek dan kanker diambil dari responden semua umur, PPOK dari umur ≥30 tahun, DM, hipertiroid, hipertensi/tekanan darah tinggi, penyakit jantung koroner, penyakit gagal jantung, penyakit ginjal, penyakit sendi/rematik/encok dan stroke ditanyakan pada responden umur ≥15 tahun. 1

description

Epidemiologi PTM (DM)-FKM

Transcript of Makalah Epidemiologi Diabetes Melitus

BAB IPENDAHULUAN

Latar BelakangPenyakit Tidak Menular (PTM) merupakan masalah yang sangat substansial, mengingat pola kejadian sangat menentukan status kesehatan di suatu daerah dan juga keberhasilan peningkatan status kesehatan di suatu negara.Secara global WHO (World Health Organization) memperkirakan PTM menyebabkan sekitar 60% kematian dan 43% kesakitan di seluruh dunia. Perubahan pola struktur masyarakat dari agraris ke industri dan perubahan pola fertilitas gaya hidup dan sosial ekonomi masyarakat diduga sebagai hal yang melatar belakangi prevalensi Penyakit Tidak Menular (PTM), sehingga kejadian penyakit tidak menular semakin bervariasi dalam transisi epidemiologi. Penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyakit kronis yang tidak ditularkan dari orang ke orang. Data PTM dalam Riskesdas 2013 meliputi : (1) asma; (2) penyakit paru obstruksi kronis (PPOK); (3) kanker; (4) DM; (5) hipertiroid; (6) hipertensi; (7) jantung koroner; (8) gagal jantung; (9) stroke; (10) gagal ginjal kronis; (11) batu ginjal; (12) penyakit sendi/rematik. Data penyakit asma/mengi/bengek dan kanker diambil dari responden semua umur, PPOK dari umur 30 tahun, DM, hipertiroid, hipertensi/tekanan darah tinggi, penyakit jantung koroner, penyakit gagal jantung, penyakit ginjal, penyakit sendi/rematik/encok dan stroke ditanyakan pada responden umur 15 tahun.Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit tidak menular yang prevalensi semakin meningkat dari tahun ke tahun. Diabetes mellitus merupakan suatu keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, yang disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron.Diabetes Mellitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi dan dapat timbul secara perlahan-lahan, sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil ataupun berat badan yang menurun. Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter untuk memeriksakan kadar glukosa darahnya. Pada tahun 1992, lebih dari 100 juta penduduk dunia menderita DM dan pada tahun 2000 jumlahnya meningkat menjadi 150 juta yang merupakan 6% dari populasi dewasa. Amerika Serikat jumlah penderita Diabetes Mellitus pada tahun 1980 mencapai 5,8 juta orang dan pada tahun 2003 meningkat menjadi 13,8 juta orang. Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 orang diseluruh dunia menderita Diabetes Melitus, atau sekitar 2.8% dari total populasi, insidennya terus meningkat dengan cepat dan diperkirakan tahun 2030 angka ini menjadi 366 juta jiwa atau sekitar 4.4% dari populasi dunia, Diabetes adalah suatu kondisi dengan kadar peningkatan glukosa dalam darah (hiperglikemia) yang dapat menimbulkan resiko pada mikrovaskular (retinoplati, nepropati, dan neuropati). Ini berhubungan dengan usia harapan hidup, angka kesakitan jika terjadi komplikasi antara diabetes dan microvaskular, dapat meningkatkan resiko komplikasi makrovaskular (penyakit jantung koroner, stroke, dan penyakit kardiovaskular), dan mengganggu kulaitas kehidupan. The American Diabetes Association (ADA) memperkirakan kerugian akibat diabetes di USA untuk tahun 2002 sekitar 132 milyar dolar dan akan meningkat menjadi 192 milyar di tahun 2020.DM terdapat diseluruh dunia, 90% adalah jenis Diabetes Melitus tipe 2 terjadi di negara berkembang, peningkatan prevalensi terbesar adalah di Asia dan di Afrika, ini akibat tren urbanisasi dan perubahan gaya hidup seperti pola makan yang tidak sehat. Data selengkapnya mengenai prevalensi DM di regional Asia Pasifik dapat di lihat dalam Tabel 1.Tabel 1. Prevalensi Diabetes di Region Asia TenggaraNegara20002030

Bangladesh 3,196,00011,140,000

Bhutan 35,000109,000

Republik Korea367,000635,000

India 31,705,00079,441,000

Indonesia8,426,00021,257,000

Maldives6,00025,000

Myanmar543,0001,330,000

Nepal436,0001,328,000

Sri Lanka653,0001,537,000

Thailand1,536,0002,739,000

Total 46,903,000119,541,000

Indonesia menempati urutan keempat dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat. Dengan prevalensi 8,4% dari total penduduk, diperkirakan pada tahun 1995 terdapat 4,5 juta pengidap diabetes dan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 12,4 juta penderita. Berdasarkan data Departemen Kesehatan jumlah pasien Diabetes Mellitus rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin dan 4% wanita hamil menderita Diabetes Gestasional. Berdasarkan Riskesdas 2013 prevalensi diabetes melitus berdasarkan diagnosis dokter dan gejala meningkat sesuai dengan bertambahnya umur, namun mulai umur 65 tahun cenderung menurun. Prevalensi DM, hipertiroid, dan hipertensi pada perempuan cenderung lebih tinggi dari pada laki-laki. Prevalensi DM, hipertiroid, dan hipertensi di perkotaan cenderung lebih tinggi dari pada perdesaan. Prevalensi diabetes di Indonesia berdasarkan wawancara yang terdiagnosis dokter sebesar 1,5 persen. DM terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 2,1 persen. Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter atau gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa Tenggara Timur 3,3 persen. Di Sumatera utara sendiri, DM yang terdiagnosis sebesar 1.8% dan yang terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 2.3%.Prevalensi DM cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi dan dengan kuintil indeks kepemilikan tinggi. Prevalensi hipertensi cenderung lebih tinggi pada kelompok pendidikan lebih rendah dan kelompok tidak bekerja, kemungkinan akibat ketidaktahuan tentang pola makan yang baik. Diabetes Melitus merupakan penyakit yang dapat menyebabkan penyakit lain (komplikasi). Kejadian komplikasi Diabetes Melitus pada setiap orang berbeda-beda. Komplikasi Diabetes Melitus dapat dibagi menjadi dua kategori mayor, yaitu komplikasi metabolik akut dan komplikasi kronik jangka pajang. Komplikasi metabolik akut disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes tipe 1 adalah ketoasidosis diabetic (DKA). Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolysis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton (asetoasetat, hidroksibutirat dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hydrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat mengalami hipotensi dan syok. Akhirnya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan meninggal.Komplikasi kronik jangka panjang atau dapat disebut juga dengan komplikasi vaskular jangka panjang Diabetes Melitus melibatkan pembuluh-pembuluh kecil (mikroangiopati) dan pembuluh-pembuluh sedang dan besar. Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetic), glumerolus ginjal (nefropati diabetic), dan saraf-saraf kapiler (neuropati diabetic), otot-otot serta kulit. Dipandang dari sudut histokimia, lesi-lesi ini ditandai dengan peningkatan penimbunan glikoprotein. Selain itu, karena senyawa kimia dari membran dasar dapat berasal dari glukosa, maka hiperglikemia menyebabkan bertambahnya kecepatan pembentukan sel-sel membran dasar. Namun, manifestasi klinis penyakit vaskular, retinopati atau nefropati biasanya baru timbul setelah 15 sampai 20 tahun sesudah awitan diabetes.Risiko penyakit yang terjadi oleh penderita diabetes melitus jika dibandingkan dengan penderita non diabetes melitus adalah dua kali lebih mudah mengalami stroke, dua puluh lima kali lebih mudah mengalami buta, dua kali lebih mudah mengalami PJK (Penyakit Jantung Koroner), tujuh belas kali lebih mudah mengalami gagal ginjal kronik, dan lima kali lebih mudah mengalami selulitis atau gangrene.Komplikasi Diabetes Melitus diakibatkan dari memburuknya kondisi tubuh, perilaku preventif dari penderita dalam penanganan Diabetes Melitus dapat menghindari penderita dari komplikasi diabetes jangka panjang meliputi diet, olahraga, kepatuhan cek gula darah dan konsumsi obat.Berdasarkan hasil penelitian (Himawan. dkk, 2007) yang dilakukan pada 39 pasien dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan laboratorium HbA1c, mikroalbuminuria, dan evaluasi mata di poliklinik mata FKUI RSCM menunjukkan hasil komplikasi yang ditemukan adalah ketoasidosis diabetik selama sakit pada 30 pasien (76,9 %) dan pada 12 minggu terakhir pada 3 pasien (7,9%), mikroalbuminuria pada 3 pasien (7,9%).

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Diabetes Melitus Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin (Soegondo dkk, 2009). Diabetes Mellitus adalah kondisi abnormalitas metabolisme karbohidrat yang disebabkan oleh defisiensi (kekurangan) insulin, baik secara absolute (total) maupun sebagian (Hadisaputro. Setiawan, 2007). Diabetes Melitus (DM) atau disingkat Diabetes adalah gangguan kesehatan yang berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan ataupun resistensi insulin. Penyakit ini sudah lama dikenal, terutama dikalangan keluarga, khususnya keluarga berbadan besar (kegemukan) bersama dengan gaya hidup tinggi. Kenyataannya, kemudian, DM menjadi penyakit masyarakat umum, menjadi beban kesehatan masyarakat, meluas dan membawa banyak kematian.

B. Epidemiologi Diabetes Melitus1. Distribusi dan Frekuensi a. Menurut Orang Pada negara berkembang, DM cenderung diderita oleh penduduk usia 45-64 tahun, sedangkan pada negara maju penderita DM cenderung diderita oleh penduduk usia di atas 64 tahun. Penderita DM Tipe 1 biasanya berumur < 40 tahun dan penderita DM Tipe 2 biasanya berumur 40 tahun. Diabetes sendiri merupakan penyakit kronis yang akan diderita seumur hidup sehingga progresifitas penyakit akan terus berjalan, pada suatu saat dapat menimbulkan komplikasi. Diabetes Mellitus (DM) biasanya berjalan lambat dengan gejala-gejala yang ringan sampai berat, bahkan dapat menyebabkan kematian akibat baik komplikasi akut maupun kronis. Dengan demikian Diabetes bukan lah suatu penyakit yang ringan. Menurut beberapa review, Retinopati diabetika, sebagai penyebab kebutaan pada usia dewasa muda, kematian akibat penyakit kardiovaskuler dan stroke sebesar 2-4 kali lebih besar , Nefropati diabetic, sebagai penyebab utama gagal ginjal terminal, delapan dari 10 penderita diabetes meninggal akibat kejadian kardiovaskuler dan neuropati diabetik, penyebab utama amputasi non traumatic pada usia dewasa muda. Hasil penelitian Ditjen Yanmed Depkes RI pada tahun 2002, diperoleh data bahwa DM berada di urutan keenam dengan PMR sebesar 3,6% dari sepuluh penyakit utama yang ada di Rumah Sakit yang menjadi penyebab utama kematian. Dan penelitian Ditjen Yanmed Depkes pada tahun 2005 menyatakan bahwa DM menjadi penyebab kematian tertinggi pada pasien rawat inap akibat penyakit metabolik, yaitu sebanyak 42.000 kasus dengan 3.316 kematian (CFR 7,9%).Berdasarkan penelitian Junita L.R marpaung di RSU Pematang Siantar tahun 2003-2004 terdapat 143 orang (80,79 %) pasien DM yang berusia 45 tahun dan 34 orang (19,21 %) yang berusia < 45 tahun.26 Menurut penelitian Renova di RS. Santa Elisabeth tahun 2007 terdapat 239 orang (96 %) pasien DM yang berusia 40 tahun dan 10 orang (4 %) yang berusia < 40 tahun.b. Menurut Tempat Di Negara berkembang, Diabetes mellitus sampai sat ini masih merupakan faktor yang terkait sebagai penyebab kematian sebanyak 4- 5 kali lebih besar. Menurut estimasi data WHO maupun IDF, prevalensi Diabetes di Indonesia pada tahun 2000 adalah sebesar 5,6 juta penduduk, tetapi pada kenyataannya ternyata didapatkan sebesar 8,2 juta. Tentu saja hal ini sangat mencengangkan para praktisi, sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan secara komprehensif di setiap sektor terkait.Pada Tahun 2000, lima Negara dengan jumlah penderita Diabetes mellitus terbanyak pada kelompok 20-79 tahun adalah India (31,7 juta), Cina (20,8 juta), Amerika (17,7 juta), Indonesia (8,4 juta), dan Jepang (6,8 juta). Berdasarkan survei lokal, prevalensi DM di Pulau Bali pada tahun 2004, mencapai angka 7,2%. Pada tahun 2005, di DKI Jakarta telah dilakukan survei, dan diperoleh prevalensi DM sebesar 12,8%.Menurut laporan PERKENI tahun 2005 dari berbagai penelitian epidemiologi di Indonesia, menunjukkan bahwa angka prevalensi DM terbanyak terdapat di kota-kota besar, antara lain : Jakarta 12,8 %, Surabaya 1,8 %, Makassar 12,5 %,dan Manado 6,7 %. Sedangkan prevalensi DM terendah terdapat di daerah pedesaan antara lain Tasikmalaya sebesar 1,8 % dan Tanah Toraja sebesar 0,9 %. Adanya perbedaan prevalensi DM di perkotaan dengan di pedesaan menunjukkan bahwa gaya hidup mempengaruhi kejadian DM. c. Menurut Waktu Pada tahun 2000, terdapat 2,9 juta kematian akibat DM di dunia, dimana 1,4 juta atau 48,28% kematian terjadi pada pria, dan selebihnya 1,5 juta atau 51,72% pada wanita. Dari jumlah kematian ini, 1 juta atau 34,48% kematian terjadi di negara maju dan 1,9 juta atau 65,52% kematian terjadi di negara berkembang. Pada tahun 2003, WHO menyatakan 194 juta jiwa atau 5,1% dari 3,8 miliar penduduk dunia usia 20-79 tahun menderita Diabetes mellitus dan tahun 2007 mengalami peningkatan menjadi 7,3%.Peningkatan angka kesakitan DM dari waktu ke waktu lebih banyak disebabkan oleh faktor herediter, life style (kebiasaan hidup) dan faktor lingkungannya. WHO menyatakan penderita DM Tipe 2 sebanyak 171 juta pada tahun 2000 akan meningkat menjadi 366 juta pada tahun 2030.Menurut laporan UKPDS, Komplikasi kronis paling utama adalah Penyakit kardiovaskuler dan stroke, Diabeteic foot, Retinopati, serta nefropati diabetika, Dengan demikian sebetulnya kematian pada Diabetes terjadi tidak secara Iangsung akibat hiperglikemianya, tetapi berhubungan dengan komplikasi yang terjadi. Apabila dibandingkan dengan orang normal, maka penderita DM 5 x Iebih besar untuk timbul gangren, 17 x Iebih besar untuk menderita kelainan ginjal dan 25 x Iebih besar untuk terjadinya kebutaan.2. Determinan a. Genetik atau Faktor Keturunan DM cenderung diturunkan atau diwariskan, dan tidak ditularkan. Faktor genetis memberi peluang besar bagi timbulnya penyakit DM. Anggota keluarga penderita DM memiliki kemungkinan lebih besar menderita DM dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM. Apabila ada orangtua atau saudara kandung yang menderita DM, maka seseorang tersebut memiliki resiko 40 % menderita DM.DM Tipe 1 lebih banyak dikaitkan dengan faktor keturunan dibandingkan dengan DM Tipe 2. Sekitar 50 % pasien DM Tipe 1 mempunyai orang tua yang juga menderita DM, dan lebih dari sepertiga pasien mempunyai saudara yang juga menderita DM. Pada penderita DM Tipe 2 hanya sekitar 3-5 % yang mempunyai orangtua menderita DM juga.Pada DM tipe 1, seorang anak memiliki kemungkinan 1:7 untuk menderita DM bila salah satu orang tua anak tersebut menderita DM pada usia < 40 tahun dan 1:13 bila salah satu orang tua anak tersebut menderita DM pada usia 40 tahun. Namun bila kedua orang tuanya menderita DM tipe 1, maka kemungkinan menderita DM adalah 1:2. b. Umur DM dapat terjadi pada semua kelompok umur, terutama 40 tahun karena resiko terkena DM akan meningkat dengan bertambahnya usia dan manusia akan mengalami penurunan fisiologis yang akan berakibat menurunnya fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin. DM tipe 1 biasanya terjadi pada usia muda yaitu pada usia < 40 tahun, sedangkan DM tipe 2 biasanya terjadi pada usia 40 tahun. Di negara-negara barat ditemukan 1 dari 8 orang penderita DM berusia di atas 65 tahun, dan 1 dari penderita berusia di atas 85 tahun.Menurut penelitian Handayani di RS Dr. Sardjito Yogyakarta (2005) penderita DM Tipe 1 mengalami peningkatan jumlah kasusnya pada umur < 40 tahun (2,7%), dan jumlah kasus yang paling banyak terjadi pada umur 61-70 tahun (48 %).32 Menurut hasil penelitian Renova di RS. Santa Elisabeth tahun 2007 terdapat 239 orang (96%) pasien DM berusia 40 tahun dan 10 orang (4%) yang berusia < 40 tahun. c. Jenis Kelamin Perempuan memiliki resiko lebih besar untuk menderita Diabetes Mellitus, berhubungan dengan paritas dan kehamilan, dimana keduanya adalah faktor resiko untuk terjadinya penyakit DM. Dalam penelitian Martono dengan desain cross sectional di Jawa Barat tahun 1999 ditemukan bahwa penderita DM lebih banyak pada perempuan (63%) dibandingkan laki-laki (37%). Demikian pula pada penelitian Media tahun 1998 di seluruh rumah sakit di Kota Bogor, proporsi pasien DM lebih tinggi pada perempuan (61,8%) dibandingkan pasien laki-laki (38,2%). d. Pola Makan dan Kegemukan (Obesitas) Perkembangan pola makan yang salah arah saat ini mempercepat peningkatan jumlah penderita DM di Indonesia. Makin banyak penduduk yang kurang menyediakan makanan yang berserat di rumah. Makanan yang kaya kolesterol, lemak, dan natrium (antara lain dalam garam dan penyedap rasa) muncul sebagai tren menu harian, yang ditambah dengan meningkatnya konsumsi minuman yang kaya gula.Kegemukan adalah faktor resiko yang paling penting untuk diperhatikan, sebab meningkatnya angka kejadian DM Tipe 2 berkaitan dengan obesitas. Delapan dari sepuluh penderita DM Tipe 2 adalah orang-orang yang memiliki kelebihan berat badan. Konsumsi kalori lebih dari yang dibutuhkan tubuh menyebabkan kalori ekstra akan disimpan dalam bentuk lemak. Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah. Seseorang dengan IMT (Indeks Massa Tubuh) 30 kg/m2 akan 30 kali lebih mudah terkena DM dari pada seseorang dengan IMT normal (22 Kg/m2). Bila IMT 35 Kg/m2, kemungkinan mengidap DM menjadi 90 kali lipat. e. Aktivitas Fisik Melakukan aktivitas fisik seperti olahraga secara teratur dapat membuang kelebihan kalori sehingga dapat mencegah terjadinya kegemukan dan kemungkinan untuk menderita DM. Pada saat tubuh melakukan aktivitas/gerakan, maka sejumlah gula akan dibakar untuk dijadikan tenaga gerak. Sehingga sejumlah gula dalam tubuh akan berkurang dan kebutuhan akan hormon insulin juga akan berkurang. Pada orang yang jarang berolah raga zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar, tetapi hanya akan ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Proses perubahan zat makanan dan lemak menjadi gula memerlukan hormon insulin. Namun jika hormon insulin kurang mencukupi, maka akan timbul gejala DM.f. Infeksi Virus yang dapat memicu DM adalah rubella, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik (penghancur sel) dalam sel beta pankreas, virus ini menyebabkan kerusakan atau destruksi sel. Virus ini dapat juga menyerang melalui reaksi autoimunitas yang menyebabkan hilangnya autoimun dalam sel beta pankreas. Pada kasus DM Tipe 1 yang sering dijumpai pada anak-anak, seringkali didahului dengan infeksi flu atau batuk pilek yang berulang-ulang, yang disebabkan oleh virus mumps dan coxsackievirus. DM akibat bakteri masih belum bisa dideteksi. Namun para ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM.

C. Beban Diabetes MelitusSebagai suatu gangguan kesehatan, diabetes memberikan beban besar sebagai masalah kesehatan dengan melihat bahwa:1. Gejala-gejala DM sendiri cukup banyak, luas dan berat. Masing-masing gangguan cukup memberi tantangan dalam mengatasinya. Menghadapi gangguan perasaan lapar (polifagi) saja, misalnya, suatu bentuk gangguan yang cukup berat dihadapi oleh setiap pasien, dimana keinginan untuk makan melebihi kemampuan penderita untuk menahan diri untuk tidak makan.2. DM merupakan penyakit yang sangat mudah kerjasama dengan penyakit lain. Jika DM melakukan kerjasama antar sesama kelompok high blood sugar maka mereka dapat membentuk suatu segitiga raja penyakit DM-cardiovaskular dan stroke. Jumlah penderita yang sudah bergabung dalam segitiga raja penyakit dengan kadar glukosa darah tinggi ini telah mencapai 3 juta, tersebar di lebih 50 negara di dunia.Jika DM memasuki tahap komplikasi, komplikasi DM dapat memasuki semua jalur sistem tubuh manusia.

Gambar 1. Gambaran Segitiga Raja Penyakit, Diabetes bersama dengan Kelompok High Blood Glucose

High blood glucose

StrokeeCVDDM

HipertensiKolesterol

Secara umum DM merupakan beban kesehatan masyarakat yang cukup berat mengingat bahwa:1. Diabetes tidak bisa disembuhkan, hanya bisa dikendalikan atau dicegat (diperlambat). DM akan merupakan bagian keseharian seumur hidup seorang penderita.2. Renta terhadap komplikasi. Keadaan lanjut ini bisa terjadi karena pasien merasa tidak sakit, sehingga melalaikan pengobatan dan perawatan. Selain itu, tentu terlambat mengunjungi dokter untuk mendapatkan diagnosis dan pengobatan.3. Komplikasi DM berat dan bersifat terminak (diakhiri dengan kematian).4. Bersifat autoimmune yang menurun (DM tipe I).5. Manifestasinya pada kelompok-kelompok tertentu cukup lebih berat (misalnya pada kelompok ibu hamil atau berat badan rendah/underweight).

D. Tanda-Tanda DiabetesAdapun tanda - tanda diabetes mellitus dapat dilihat berdasarkan gejala gejala berikut:1. Gejala Klinis*Gejala khas*Gejala Lain- Poliuria (sering kencing)- Gatal - gatal- Poliphagia (cepat lapar)- Mata kabur- Polidipsia (sering haus)- gatal di kemaluan (wanita)- Lemas- Impotensia- Berat badan menurun- Kesemutan2. Gambaran Laboratorium Gula darah sewaktu > 200 mg/dl. Atau gula darah puasa >126 mg/dl (puasa=tidak ada masukan Makanan/kalori sejak 10 jam terakhir) Atau glukosa plasma 2 jam > 200 mg/dl setelah beban glukosa 75 gram.Sebagai pedoman dalam diagnosis DM, WHO mengeluarkan panduan diagnosis DM, sesuai Tabel 3.Tabel 3. Rekomendasi WHO Kriteria Diagnosis DM Dan Hiperglikemia IntermediatJenis PemeriksaanNilai Normal

Diabetes: Glukosa puasa Glukosa 2 jam pp> 7.0 mmol/l (126 mg/dl), atau> 11.1 mmol/l (200mg/dl)

Impaired Glucose Tolerance (IGT) Glukosa puasa Glukosa 2 jam pp< 7.0 mmol/l (126 mg/dl), dan> 7.8 mmol/l dan < 11.1 mmol/l (140 mg/dl dan 2000 mg/dl)

Impaired Fasting Glucose (IFG) Glukosa puasa Glukosa 2 jam pp*6.1-6.9 mmol/l (110-125 mg/dl)Dan < 7.8 mmol/l (140 mg/dl)

+ Glukosa plasma vena 2 jam setelah makan 75 gram glukosa*Jika 2 jam pp tidak diukur, status diabetes tidak jelas, dan IGT tidak bisa dikeluarkan.Sumber: Definition and Diagnosis of DM and Intermediate Hyperglycemia, WHO. 2006

E. Faktor Resiko Diabetes MelitusBerbagai bentuk faktor resiko DM, seperti modified dan unmodified risk factors, risiko sosial, ekonomi, lingkungan, genetic dan gizi.Resiko lingkungan DM berkaitan dengan faktor-faktor: Geographic variation (ditemukan variasi geografis di berbagai bagaian negeri di Cina). Temporal variation Migrant risk in new environment (ditemukan pada kelompok migrant Cina dan jewis).DM tipe 2 adalah hasil interaksi faktor genetic dan keterpaparan lingkungan. Faktor genetik akan menentukan individu yang suseptibel atau rentan kena DM. faktor lingkungan disini berkaitan dengan 2 faktor utama kegemukan (obesitas) dan kurang aktivitas fisik. Karena itu, kelak kedua faktor ini ternyata kalau dikendalikan akan memberikan hasil yang efektif dalam pengendalian diabetes.Bukti peran faktor genetik diperoleh dari penelitian pada anak kembar yang keduanya beresiko terhadap DM. Pengaruh lingkungan dapat dibuktikan dengan migrant study. Misalnya, orang Jepang yang pindah ke Hawai lebih tinggi DM-nya dibandingkan mereka yang tetap di Jepang.DM tipe 2 ditandai dengan 4 gangguan metabolik utama, yaitu: (1) hiperglikemia kronik, (2) resistensi insulin, (3) reduksi respons insulin, dan (4) peningkatan pengeluaran glukosa hepar. Tidak jelas yang mana dari keempatnya yang dulu terjadi. Namun diperkirakan perkembangan DM 2 melalui tahapan tertentu.Tahap-tahap perkembangan terjadi tipe 2 DM:Tahap 1. Genetic susceptibility, sebagai prerequisiteTahap 2. Insuline resistanceTahap 3. Impaired Glucose Tolerance (IGT)Tahap 4. DM tipe 2Kriteria WHO untuk IGT adalah venous plasma glucose level of 7.8-11.0 mmol/l two hours after a 75g oral glucose load.Faktor resiko utama DM tipe 2,yaitu:1. Genetic: mempunyaib orang tua/keluarga dengan DM tipe 22. Obesitas (terutama central obesity)3. Physical inactivity4. Pengalaman dengan diabetic intrauterine5. Riwayat minum Susu formula (cow milk) pada waktu bayi6. Low birth weight (LBW)Pengalaman dengan diabetic intrauterine ditandai dengan riwayat kehamilan abnormal, berupa abortus berulang-ulang, lahir mati, malformasi, toxwmia gravidarum, berat badan bayi lebih 4 kg;, glusuria renal waktu hamil dan diabetics gestational.Kalau susu sapi di curigai sebagai resiko DM, sebaliknya dengan ASI. ASI eksklusif, minimal 2 bulan, ternyata berhubungan dengan reduksi 50% DM di kalangan dewasa.DM tipe 2 memang mempunyai berbagai faktor resiko baik genetic maupun lingkungan. Berbagai faktor resiko ini sangat penting diperhatikan dalam mencari upaya efektif untuk menahan laju perkembangan ataupun untuk menghentikan peningkatan DM.Dalam masyarakat, mereka yang kelompok resiko (high risk group) DM;1. Usia >45 tahun.2. Berat badan lebih (BBR>110% atau IMT >25kg/m).3. Hipertensi (>140/90 mmHg).4. Ibu dengan riwayat melahirkan bayi >4000 gram5. Pernah diabetes sewaktu hamil6. Riwayat keturunan DM7. Kolesterol HDL 250 mg/dl.8. Kurang aktivitas fisik.Faktor resiko ini bervariasi menurut jenis kemungkinan resiko yang diperkirakan akan terjadi. Resiko bisa dibedakan atas jenis resiko menderita DM dan resiko meninggal akibat DM. resiko-resiko ini berbeda antarregion, etik dan sosial ekonomi masyarakat.Dalam kaitannya dengan faktor resiko, dikenal istilah ABC untuk DM yang terdiri dari:A = A1cB = Blood pressureC = CholesterolHuruf A = A1c, yakni Hb A1c, glukosa yang terkait pada sel darah merah. Kadar A1c di dalam darah ini menggambarkan kadar gula darah rata-rata selama 3 bulan. Kadar normal HbA1c 200mg% dan HDL 0.5 gr/24 jam), terdapat retino pati dan hipertensi. Dengan demikian upaya preventif pada nefropati adalah kontrol metabolisme dan kontrol tekanan darah.Penyebab timbulnya gagal ginjal pada diabetes melitus adalah multifaktor, mencakup faktor metabolik, hormon pertumbuhan dan cytokin, dan faktor vasoaktif. Sebuah penelitian di Amerika Serikat menyimpulkan bahwa peningkatan mikroalbuminuria berhubungan dengan riwayat merokok, ras India, lingkar penggang, tekanan sistolik dan diastolik, riwayat hipertensi, kadar trigliserid, jumlah sel darah putih, riwayat penyakit kardiovaskuler sebelumnya, riwayat neuropati dan retinopati sebelumnya. Penelitian lain di Inggris menyimpulkan bahwa faktor risiko nefropati diabetik adalah 1) glikemia dan tekanan darah, 2) ras, 3) diet dan lipid, 4) genetik. Dari sekian banyak faktor-faktor risiko tersebut, tidak semuanya bisa dijelaskan patofisiologinya, namun beberapa sumber pustaka dan jurnal menulis pembahasannya kurang lebih sebagai berikut: 1) Faktor Metabolik Faktor metabolik yang sangat mempengaruhi progresivitas komplikasi diabetes mellitus adalah hiperglikemi. Mekanismenya secara pasti belum diketahui, namun hiperglikemi mempengaruhi timbulnya nefropati diabetik melalui tiga jalur, yaitu glikasi lanjut, jalur aldose reduktase, dan aktivasi protein kinase C (PKC) isoform.2) Hormon Pertumbuhan dan Cytokin Disebabkan efek promotif dan proliferatifnya, hormon pertumbuhan dan cytokin dianggap berperan penting dalam progresivitas gangguan fungsi ginjal akibat diabetes mellitus. Terutama growth hormone (GH) / Insuline like growth factors (IGFs), TGF-s, dan vascular endothelial growth factors (VEGF) telah diteliti memiliki efek yang signifikan terhadap penyakit ginjal diabetik.3) Faktor-faktor vasoaktif Beberapa hormon vasoaktif seperti kinin, prostaglandin, atrial natriuretik peptide, dan nitrit oksida, memainkan peranan dalam perubahan hemodinamik ginjal dan berimplikasi pada inisiasi dan progresi nefropati diabetik.4) Ras Bangsa yang paling banyak menderita nefropati diabetik adalah bangsa Asia Selatan. Mereka memiliki resiko dua kali lipat terkena komplikasi mikroalbuminuria dan proteinuria. 5) Diet dan Lipid Beberapa penelitian membuktikan adanya penurunan kadar albumin urin yang signifikan setelah dilakukan intervensi diet. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian lain yang menyatakan bahwa terjadi perubahan kadar albuminuria setelah dilakukan koreksi glikemik pada DM tipe 2. Perubahan ini mungkin disebabkan karena perubahan hemodinamik akibat penurunan glikemia dan juga mungkin disebabkan karena penurunan intake protein. Hubungan antara kadar lipid plasma, albuminuria, dan gangguan fungsi ginjal juga dilaporkan oleh sebuah penelitian dengan 585 sampel yang melakukan diet selama 3 tahun dan berhasil menurunkan kadar albuminuria, tetapi kadar glukosa puasa dan trigliserid bervariasi. Kadar trigliserid juga berhubungan dengan peningkatan albuminuria dan proteinuria. 6) Genetik Peran gen polimorfisme Angiotensin Converting Enzime (ACE), dan angiotensinogen pada pasien dengan mikroalbuminuria telah dilaporkan oleh sebuah penelitian dengan 180 sampel. Tidak ada hubungan yang signifikan antara albuminuria dengan insersi dan delesi dalam gen ACE tetapi kadar albuminuri meningkat pada pasien homozigot dengan genotip DD. Tetapi penelitian ini belum cukup kuat untuk diambil sebuah kesimpulan.7) Riwayat penyakit kardiovaskuler sebelumnya Nefropati diabetik, yang merupakan suatu penyakit ginjal kronis, merupakan penyebab terjadinya gagal ginjal terminal yang juga merupakan komplikasi dari penyakit kardiovaskuler. Mekanisme patogenesis antara penyakit kardiovaskuler dan timbulnya nefropati diabetik belum diketahui dengan pasti. Faktor risiko yang sudah diketahui menyebabkan timbulnya nefropati diabetik dan penyakit kardiovaskular adalah hiperglikemi, hipertensi, peningkatan kadar kolesterol LDL, dan albuminuria. Sedangkan faktor-faktor lain yang diduga merupakan faktor risiko adalah hiperhomosisteinemia, inflamasi/stres oksidatif, peningkatan produk akhir glikasi, dimetilarginin asimetrik, dan anemia.2. Komplikasi MakrovaskularPenyakit kardiovaskuler/ Stroke/ Dislipidemia, Penyakit pembuluh darah perifer, Hipertensi timbul akibat aterosklerosis dan pembuluh-pembuluh darah besar, khususnya arteri akibat timbunan plak ateroma. Makroangioati tidak spesifik pada diabetes, namun pada DM timbul lebih cepat, lebih seing terjadi dan lebih serius. Berbagai studi epidemiologis menunjukkan bahwa angka kematian akibat penyakit ,kardiovaskular dan penderita diabetes meningkat 4-5 kali dibandingkan orang normal.Komplikasi makroangiopati umumnya tidak ada hubungannya dengan kontrol kadar gula darah yang balk. Tetapi telah terbukti secara epidemiologi bahwa hiperinsulinemia merupakan suatu faktor resiko mortalitas kardiovaskular, di mana peninggian kadar insulin menyebabkan risiko kardiovaskular semakin tinggi pula. kadar insulin puasa > 15 mU/mL akan meningkatkan risiko mortalitas koroner sebesar 5 kali lipat. Hiperinsulinemia kini dikenal sebagai faktor aterogenik dan diduga berperan penting dalam timbulnya komplikasi makrovaskular.

a. Hipertensi Penderita DM cenderung terkena hipertensi dua kali lipat dibanding orang yang tidak menderita DM. Hipertensi bisa merusak pembuluh darah. Hipertensi dapat memicu terjadinya serangan jantung, retinopati, kerusakan ginjal, atau stroke. Antara 35-75% komplikasi DM disebabkan oleh hipertensi. Faktor-faktor yang dapat mengakibatkan hipertensi pada penderita DM adalah nefropati, obesitas, dan pengapuran atau pengapuran atau penebalan dinding pembuluh darahb. Penyakit Jantung KoronerDM merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan lemak di dinding yang rusak dan menyempitkan pembuluh darah. Jika pembuluh darah koroner menyempit, otot jantung akan kekurangan oksigen dan makanan akibat suplai darah yang kurang. Selain menyebabkan suplai darah ke otot jantung, penyempitan pembuluh darah juga mengakibatkan tekanan darah meningkat, sehingga dapat mengakibatkan kematian mendadak.Berdasarkan studi epidemiologis, maka diabetes merupakan suatu faktor risiko koroner. Ateroskierosis koroner ditemukan pada 50-70% penderita diabetes. Akibat gangguan pada koroner timbul insufisiensi koroner atau angina pektoris (nyeri dada paroksismal serti tertindih benda berat dirasakan didaerah rahang bawah, bahu, lengan hingga pergelangan tangan) yang timbul saat beraktifiras atau emosi dan akan mereda setelah beristirahat atau mendapat nitrat sublingual.Akibat yang paling serius adalah infark miokardium, di mana nyeri menetap dan lebih hebat dan tidak mereda dengan pembenian nitrat. Namun gejala-gejala ini dapat tidak timbul pada pendenita diabetes sehigga perlu perhatian yang lebih teliti.c. StrokeAterosklerosis serebri merupakan penyebab mortalitas kedua tersering pada penderita diabetes. Kira-kira sepertiga penderita stroke juga menderita diabetes. Stroke lebih sering timbul dan dengan prognosis yang lebih serius untuk penderita diabetes. Akibat berkurangnya aliran atrteri karotis interna dan arteri vertebralis timbul gangguan neurologis akibat iskemia, berupa: (a) Pusing, sinkop; (b) Hemiplegia: parsial atau total; (c) Afasia sensorik dan motorik; dan (d) Keadaan pseudo-dementiad. Ulkus DiabetikUlkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer.Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah.Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas akibat Diabetes Mellitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi serius akibat Diabetes.Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus Diabetikum adalah angipati, neuropati dan infeksi.adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensai nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh.e. Penyakit pembuluh darahProses awal terjadinya kelainan vaskuler adalah adanya aterosklerosis, yang dapat terjadi pada seluruh pembuluh darah. Apabila terjadi pada pembuluh darah koronaria, maka akan meningkatkan risiko terjadi infark miokar, dan pada akhirnya terjadi payah jantung. Kematian dapat terjadi 2-5 kali lebih besar pada diabetes disbanding pada orang normal. Risiko ini akan meningkat lagi apabila terdapat keadaan keadaan seperti dislipidemia, obes, hipertensi atau merokok.Penyakit pembuluh darah pada diabetes lebih sering dan lebih awal terjadi pada penderita diabetes dan biasanya mengenai arteri distal (di bawah lutut). Pada diabetes, penyakit pembuluh darah perifer biasanya terlambat didiagnosis yaitu bila sudah mencapai fase IV. Faktor-faktor neuropati, makroangiopati dan mikroangiopati yang disertai infeksi merupakan factor utama terjadinya proses gangrene diabetik. Pada penderita dengan gangrene dapat mengalami amputasi, sepsis, atau sebagai factor pencetus koma, ataupun kematian.3. NeuropatiUmumnya berupa polineuropati diabetika, kompikasi yang sering terjadi pada penderita DM, lebih 50 % diderita oleh penderita DM. Manifestasi klinis dapat berupa gangguan sensoris, motorik, dan otonom. Proses kejadian neuropati biasanya progresif di mana terjadi degenerasi serabut-serabut saraf dengan gejala-gejala nyeri. Yang terserang biasanya adalah serabut saraf tungkai atau lengan.Neuropati disebabkan adanya kerusakan dan disfungsi pada struktur syaraf akibat adanya peningkatan jalur polyol, penurunan pembentukan myoinositol, penurunan Na/K ATP ase, sehingga menimbulkan kerusakan struktur syaraf, demyelinisasi segmental, atau atrofi axonal.Kerusakan saraf adalah komplikasi DM yang paling sering terjadi. Baik penderita DM Tipe 1 maupun Tipe 2 bisa terkena neuropati. Hal ini bisa terjadi setelah glukosa darah terus tinggi, tidak terkontrol dengan baik, dan berlangsung sampai 10 tahun atau lebih. Akibatnya saraf tidak bisa mengirim atau menghantar pesan-pesan rangsangan impuls saraf, salah kirim, atau terlambat dikirim. Keluhan dan gejala neuropati tergantung pada berat ringannya kerusakan saraf. Kerusakan saraf yang mengontrol otot akan menyebabkan kelemahan otot sampai membuat penderita tidak bisa jalan. Gangguan saraf otonom dapat mempercepat denyut jantung dan membuat muncul banyak keringat. Kerusakan saraf sensoris (perasa) menyebabkan penderita tidak bisa merasakan nyeri panas, dingin, atau meraba. Kadang-kadang penderita dapat merasakan kram, semutan, rasa tebal, atau nyeri. Keluhan neuropati yang paling berbahaya adalah rasa tebal pada kaki, karena tidak ada rasa nyeri, orang tidak tahu adanya infeksi.4. Gangguan Pada HatiBanyak orang beranggapan bahwa bila penderita diabetes tidak makan gula bisa bisa mengalami kerusakan hati (liver). Anggapan ini keliru. Hati bisa terganggu akibat penyakit diabetes itu sendiri. Dibandingkan orang yang tidak menderita diabetes, penderita diabetes lebih mudah terserang infeksi virus hepatitis B atau hepatitis C. Oleh karena itu, penderita diabetes harus menjauhi orang yang sakit hepatitis karena mudah tertular dan memerlukan vaksinasi untuk pencegahan hepatitis. Hepatitis kronis dan sirosis hati (liver cirrhosis) juga mudah terjadi karena infeksi tau radang hati yang lama atau berulang. Gangguan hati yang sering ditemukan pada penderita diabetes adalah perlemakan hati atau fatty liver, biasanya (hampir 50%) pada penderita diabetes tipe 2 dan gemuk. Kelainan ini jangan dibiarkan karena bisa merupakan pertanda adanya penimbunan lemak di jaringan tubuh lainnya.5. Gangguan Saluran PencernaanMengidap DM terlalu lama dapat mengakibatkan urat saraf yang memelihara lambung akan rusak sehingga fungsi lambung untuk menghancurkan makanan menjadi lemah. Hal ini mengakibatkan proses pengosongan lambung terganggu dan makanan lebih lama tinggal di dalam lambung. Gangguan pada usus yang sering diutarakan oleh penderita DM adalah sukar buang air besar, perut gembung, dan kotoran keras. Keadaan sebaliknya adalah kadang-kadang menunjukkan keluhan diare, kotoran banyak mengandung air tanpa rasa sakit perut.6. TB ParuPenyebab meningkatnya insiden tuberkulosis paru pada pengidap diabetes dapat berupa defek pada fungsi sel-sel imun dan mekanisme pertahanan pejamu. Mekanisme yang mendasari terjadinya hal tersebut masih belum dapat dipahami hingga saat ini, meskipun telah terdapat sejumlah hipotesis mengenai peran sitokin sebagai suatu molekul yang penting dalam mekanisme pertahanan manusia terhadap TB. Selain itu, ditemukan juga aktivitas bakterisidal leukosit yang berkurang pada pasien DM, terutama pada mereka yang memiliki kontrol gula darah yang buruk.Meningkatnya risiko TB pada pasien DM diperkirakan disebabkan oleh defek pada makrofag alveolar atau limfosit T. Wang et al.11 mengemukakan adanya peningkatan jumlah makrofag alveolar matur (makrofag alveolar hipodens) pada pasien TB paru aktif. Namun, tidak ditemukan perbedaan jumlah limfosit T yang signifikan antara pasien TB dengan DM dan pasien TB saja. Proporsi makrofag alveolar matur yang lebih rendah pada pasien TB yang disertai DM, yang dianggap bertanggung jawab terhadap lebih hebatnya perluasan TB dan jumlah bakteri dalam sputum pasien TB dengan DM.

G. Upaya Pencegahan Diabetes Mellitus Jumlah penderita DM tiap tahun semakin meningkat (prevalensinya menunjukkan peningkatan per tahun) dan besarnya biaya pengobatan serta perawatan penderita DM, terutama akibat-akibat yang ditimbulkannya. Jika telah terjadi komplikasi, usaha untuk menyembuhkan keadaan tersebut ke arah normal sangat sulit, kerusakan yang terjadi umumnya akan menetap, maka upaya pencegahan sangat bermanfaat baik dari segi ekonomi maupun terhadap kesehatan masyarakat.Usaha pencegahan pada penyakit DM terdiri dari : Pencegahan primordial yaitu pencegahan kepada orang-orang yang masih sehat agar tidak memilki faktor resiko untuk terjadinya DM, pencegahan primer yaitu pencegahan kepada mereka yang belum terkena DM namun memiliki faktor resiko yang tinggi dan berpotensi untuk terjadinya DM agar tidak timbul penyakit DM, pencegahan sekunder yaitu mencegah agar tidak terjadi komplikasi walaupun sudah terjadi penyakit, dan pencegahan tersier yaitu usaha mencegah agar tidak terjadi kecacatan lebih lanjut walaupun sudah terjadi komplikasi. 1. Pencegahan Primordial Pencegahan primordial dilakukan dalam mencegah munculnya faktor predisposisi/resiko terhadap penyakit DM. Sasaran dari pencegahan primordial adalah orang-orang yang masih sehat dan belum memiliki resiko yang tinggi agar tidak memiliki faktor resiko yang tinggi untuk penyakit DM. Edukasi sangat penting peranannya dalam upaya pencegahan primordial. Tindakan yang perlu dilakukan seperti penyuluhan mengenai pengaturan gaya hidup, pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola makan sehat, menjaga badan agar tidak terlalu gemuk dan menghindari obat yang bersifat diabetagenik. 2. Pencegahan Primer Sasaran dari pencegahan primer adalah orang-orang yang termasuk kelompok resiko tinggi, yakni mereka yang belum terkena DM, tetapi berpotensi untuk mendapatkan penyakit DM. pada pencegahan primer ini harus mengenal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya DM dan upaya untuk mengeliminasi faktor-faktor tersebut. Pada pengelolaan DM, penyuluhan menjadi sangat penting fungsinya untuk mencapai tujuan tersebut. Materi penyuluhan dapat berupa : apa itu DM, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya DM, usaha untuk mengurangi faktor-faktor tersebut, penatalaksanaan DM, obat-obat untuk mengontrol gula darah, perencanaan makan, mengurangi kegemukan, dan meningkatkan kegiatan jasmani. a. Penyuluhan Edukasi DM adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan mengenai DM. Disamping kepada pasien DM, edukasi juga diberikan kepada anggota keluarganya, kelompok masyarakat beresiko tinggi dan pihak-pihak perencana kebijakan kesehatan. Berbagai materi yang perlu diberikan kepada pasien DM adalah definisi penyakit DM, faktor-faktor yang berpengaruh pada timbulnya DM dan upaya-upaya menekan DM, pengelolaan DM secara umum, pencegahan dan pengenalan komplikasi DM, serta pemeliharaan kaki. b. Latihan Jasmani Latihan jasmani yang teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit) memegang peran penting dalam pencegahan primer terutama pada DM Tipe 2. Orang yang tidak berolah raga memerlukan insulin 2 kali lebih banyak untuk menurunkan kadar glukosa dalam darahnya dibandingkan orang yang berolah raga. Manfaat latihan jasmani yang teratur pada penderita DM antara lain: b.1. Memperbaiki metabolisme yaitu menormalkan kadar glukosa darah dan lipid darah b.2. Meningkatkan kerja insulin dan meningkatkan jumlah pengangkut glukosa b.3. Membantu menurunkan berat badan b.4. Meningkatkan kesegaran jasmani dan rasa percaya diri b.5. Mengurangi resiko penyakit kardiovaskular Laihan jasmani yang dimaksud dapat berupa jalan, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. c. Perencanaan Pola Makan Perencanaan pola makan yang baik dan sehat merupakan kunci sukses manajemen DM. Seluruh penderita harus melakukan diet dengan pembatasan kalori, terlebih untuk penderita dengan kondisi kegemukan. Menu dan jumlah kalori yang tepat umumnya dihitung berdasarkan kondisi individu pasien. Perencanaan makan merupakan salah satu pilar pengelolaan DM, meski sampai saat ini tidak ada satupun perencanaan makan yang sesuai untuk semua pasien, namun ada standar yang dianjurkan yaitu makanan dengan komposisi yang seimbang dalam karbohidrat, protein, dan lemak sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut: Karbohidrat = 60-70 %, Protein = 10-15 %, dan Lemak = 20-25 %. Jumlah asupan kolesterol perhari disarankan < 300 mg/hari dan diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh dan membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, ada tidaknya stress akut dan kegiatan jasmani.3. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah atau menghambat timbulnya komplikasi dengan tindakan-tindakan seperti tes penyaringan yang ditujukan untuk pendeteksian dini DM serta penanganan segera dan efektif. Tujuan utama kegiatan-kegiatan pencegahan sekunder adalah untuk mengidentifikasi orang-orang tanpa gejala yang telah sakit atau penderita yang beresiko tinggi untuk mengembangkan atau memperparah penyakit. Memberikan pengobatan penyakit sejak awal sedapat mungkin dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi menahun. Edukasi dan pengelolaan DM memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien berobat. a. Diagnosis Dini Diabetes Mellitus Dalam menetapkan diagnosis DM bagi pasien biasanya dilakukan dengan pemeriksaan kadar glukosa darahnya. Pemeriksaan kadar glukosa dalam darah pasien yang umum dilakukan adalah : a.1. Pemeriksaan kadar glukosa darah setelah puasa. Kadar glukosa darah normal setelah puasa berkisar antara 70-110 mg/dl. Seseorang didiagnosa DM bila kadar glukosa darah pada pemeriksaan darah arteri lebih dari 126 mg/dl dan lebih dari 140 mg/dl jika darah yang diperiksa diambil dari pembuluh vena. a.2. Pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu. Jika kadar glukosa darah berkisar antara 110-199 mg/dl, maka harus dilakukan test lanjut. Pasien didiagnosis DM bila kadar glukosa darah pada pemeriksaan darah arteri ataupun vena lebih dari 200 mg/dl.a.3. Test Toleransi Glukosa Oral (TTGO). Test ini merupakan test yang lebih lanjut dalam pendiagnosaan DM. Pemeriksaan dilakukan berturut-turut dengan nilai normalnya : 0,5 jam < 115 mg/dl, 1 jam < 200 mg/dl, dan 2 jam < 140 mg/dl. Selain pemeriksaan kadar gula darah, dapat juga dilakukan pemeriksaan HbA1C atau glycosylated haemoglobin. Glycosylated haemoglobin adalah protein yang terbentuk dari perpaduan antara gula dan haemoglobin dalam sel darah merah.18 Nilai yang dianjurkan oleh PERKENI untuk HbA1C normal (terkontrol) 4 % - 5,9 %.17 Semakin tinggi kadar HbA1C maka semakin tinggi pula resiko timbulnya komplikasi. Oleh karena itu pada penderita DM kadar HbA1C ditargetkan kurang dari 7 %. Ketika kadar glukosa dalam darah tidak terkontrol (kadar gula darah tinggi) maka gula darah akan berikatan dengan hemoglobin (terglikasi). Oleh karena itu, rata-rata kadar gula darah dapat ditentukan dengan cara mengukur kadar HbA1C. bila kadar gula darah tinggi dalam beberapa minggu maka kadar HbA1C akan tinggi juga. Ikatan HbA1C yang terbentuk bersifat stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai dengan umur eritrosit). Kadar HbA1C akan menggambarkan rata-rata kadar gula darah dalam jangka waktu 2-3 bulan sebelum pemeriksaan.19 Jadi walaupun pada saat pemeriksaan kadar gula darah pada saat puasa dan 2 jam sesudah makan baik, namun kadar HbA1C tinggi, berarti kadar glukosa darah tetap tidak terkontrol dengan baik.b. Pengobatan Segera Intervensi fakmakologik ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan pengaturan makanan dan latihan jasmani. Dalam pengobatan ada 2 macam obat yang diberikan yaitu pemberian secara oral atau disebut juga Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dan pemberian secara injeksi yaitu insulin. OHO dibagi menjadi 3 golongan yaitu : pemicu sekresi insulin (Sulfonilurea dan Glinid), penambah sensitivitas terhadap insulin (Metformin dan Tiazolidindion), penambah absobsi glukosa (penghambat glukosidase alfa). Selain 2 macam pengobatan tersebut, dapat juga dilakukan dengan terapi kombinasi yaitu dengan memberikan kombinasi dua atau tiga kelompok OHO jika dengan OHO tunggal sasaran kadar glukosa darah belum tercapai. Dapat juga menggunakan kombinasi kombinasi OHO dengan insulin apabila ada kegagalan pemakaian OHO baik tunggal maupun kombinasi. 4. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat komplikasi. Kegiatan yang dilakukan antara lain mencegah perubahan dari komplikasi menjadi kecatatan tubuh dan melakukan rehabilitasi sedini mungkin bagi penderita yang mengalami kecacatan. Sebagai contoh, acetosal dosis rendah (80-325 mg) dapat dianjurkan untuk diberikan secara rutin bagi pasien DM yang sudah mempunyai penyakit makroangiopati. Dalam upaya ini diperlukan kerjasama yang baik antara pasien pasien dengan dokter mapupun antara dokter ahli diabetes dengan dokter-dokter yang terkait dengan komplikasinya. Penyuluhan juga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan penyakit DM. Dalam penyuluhan ini yang perlu disuluhkan mengenai : a. Maksud, tujuan, dan cara pengobatan komplikasi kronik diabetes b. Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan c. Kesabaran dan ketakwaan untuk dapat menerima dan memanfaatkan keadaan hidup dengan komplikasi kronik.Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait juga sangat diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli sesama disiplin ilmu seperti konsultan penyakit jantung dan ginjal, maupun para ahli disiplin lain seperti dari bagian mata, bedah ortopedi, bedah vaskuler, radiologi, rehabilitasi, medis, gizi, pediatri dan sebagainya.

BAB IIIPENUTUP

A. KesimpulanDiabetes Melitus (DM) atau disingkat Diabetes adalah gangguan kesehatan yang berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan ataupun resistensi insulin. Berbagai faktor penyebab yang dapat memicu timbulnya penyakit ini secara umum disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Berdasarkan distribusi terjadinya penyakit ini, insidensi dan prevalensi penyakit ini terus terjadi peningkatan dari tahun ke tahun dan di perkirakan akan terus meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup masyarakan modern saat ini.Berbagai upaya dapat dilakukan untuk menekan laju pertambahan jumlah penderita diabetes mellitus ini, mulai dari pencegahan primordial pada masyarakat yang belum sakit, hingga dengan upaya pengendalian dan pengawasan pada penderita diabetes mellitus agar tidak menjadi berat dan tidak menimbulkan komplikasi. Jika pun komplikasi telah terjadi agar penderita tetap dapat menjalani hidupnya dan penyakit tersebut tidak dapat menggaggu kehidupan penderita lebih lanjut. B. Saran1. Diharapkan dengan pengetahuan yang bertambah, mahasiswa dapat menekan kejadian diabetes mellitus ini agar tidak terus bertambah khususnya untuk diri pribadi2. Diharapkan analisa yang dilakukan dapat memberikan kontribusi pada pembuat kebijakan, minimal dalam skala pendidikan.3. Diharapkan pemecahan masalah yang diberikan memberikan keuntungan pada berbagai pihak tanpa ada unsur yang hanya memberi keuntungan hanya pada pihak tertentu.

26