Makalah Dasar Berlakunya Hukum Adat

26
KATA PENGANTAR Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini.Tidak lupa saya ucapkan kepada dosen pembimbing dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun serta semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman. Amin... Palembang, 22 April 2013 Penulis

Transcript of Makalah Dasar Berlakunya Hukum Adat

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya

saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini.Tidak lupa saya ucapkan kepada

dosen pembimbing dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan

makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu

penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun serta semoga dengan selesainya

makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman. Amin...

Palembang, 22 April 2013

Penulis

PEMBAHASAN MASALAH

DASAR BERLAKUNYA HUKUM ADAT

KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM TATA HUKUM NASIONAL INDONESIA

Hukum adat berlaku diseluruh kepulauan Indonesia semenjak dahulu kala. Yang mula

pertama memakai istilah hukum adat ialah seorang sarjana Belanda bernama Prof.C.Snouck

Hurgronye dalam bukunya berjudul De Atjehers pada tahun 1893. Kemudian istilah itu menjadi

lazim dalam kalangan SH. Sebelumnya istilah yang dipakai didalam ilmu hukum bukanlah

hukum adat, melainkan adat istiadat terutama di Minangkabau. Kata Adat berasal dari bahasa

Arab yang artinya kebiasaan.

Hukum adat ialah bagian hukum yang tidak tertulis, hidup dan tumbuh didalam jiwa

rakyat dan berlaku turun-temurun dari nenek moyang dahulu kala sampai pada zaman sekarang.

Yang menjadi sumber hukum adat ialah keyakinan rakyat akan keyakinan, yang dinyatakan

antara lain dalam bentuk kebiasaan, putusan-putusan kepala-kepala rakyat.

Sumber hukum adat Indonesia yang penting adalah masyarakat sendiri; kadangkala ada

keinginan dan percobaan dari pihak orang Indonesia untuk menulis tentang hukum adat kita,

yang sesungguhnya hanya mencatat saja. Dalam hal ini kita harus berhati-hati oleh karena dalam

catatan- catatan itu terdapat kaedahkaedah yang sudah kuno, yang tak berlaku lagi didalam

masyarakat, dengan kemungkinan bahwa adat-adat itu tidak hidup lagi dalam rakyat; ada juga

yang dipengaruhi oleh agama, sehingga memberi tempat utama pada agama daripada hukum adat

asli; ada juga yang dipengaruhi oleh hukum barat, sehingga pencatatan tentang hukum adat tidak

dapat dipercaya. Gejalanya dapat dilihat pada upacaraupacara perkawinan orang-orang Indonesia

asli yang beragama Islam, Nasrani, Hindu, Budha, dan lain-lain.

Wilayah Indonesia merupakan satu kesatuan, adat didaerah satu tidak sama dengan yang

didaerah lainnya. Conton : Adat di Jawa tidak sama dengan adat di Sumatera. Perbedaan-

perbedaan itu antara lain disebabkan oleh susunan masyarakat yang berbeda-beda. Ada yang

susunan masyarakatnya berdasarkan toritorial, genealogis atau darah keturunan. Susunan

masyarakat genealogis dapat bersifat patrilineal, matrilineal atau parental.

Perbedaan dalam hukum adat dapat pula ditimbulkan oleh perbedaan agama yang dianut

oleh masing-masing golongan rakyat, adapula oleh perbedaan kemajuan golongan-golongan

tertentu.

PERMASALAHAN

Hukum adat bukanlah bagian hukum yang dikodifikasikan dan hidup serta tumbuh dalam

jiwa masyarakat, maka dengan berubahnya susunan masyarakat, berubah pulalah hukum adat itu.

Dengan demikian hukum adat dikatakan bersifat dinamis. Tiap ada perubahan besar dalam

masyarakat, berubah pula adatnya. Perubahan dalam susunan masyarakat dapat disebabkan oleh

beberapa factor sosiaal yang terdapat dalam masyarakat itu sendiri dan dapat pula yang datang

dari luar. Pertumbuhan desa menjadi kota adalah salah satu contoh perubahan karena faktor

sosial yan,g terdapat dalam masyarakat itu sendiri. Contohnya adalah perdagangan modern.

Jadi yang akan dibahas disini adalah:

a. Bagaimana kedudukan hukum adat dalam tata hukum nasional Indonesia?

b. Bagaimana kedudukan hukum adat ini dikemudian hari?

c. Bagaimana peranan politik hukum adat tersebut dalam pembaharuan hokum nasionai di

Indonesia?

PEMBAHASAN

A. Tentang Hukum Adat Dalam Tata Hukum Nasional Indonesia.

Prof. Dr. Suripto dalam Hukum Adat dan Pancasila dalam Undang-Undang Pokok

Kekuasaan Kehakiman menyatakan sebagai berikut:

Pada tanggal 17 Agustus 1945 kita bangsa Indonesia hidup dalam perumahan bangsa sendiri,

bebas dari segala ikatan asing, Ikatan Politik, Ekonomi, Sosial, Kebudayaan dan Mental. Kita

hidup sesuai dengan kepribadian/jiwa kita sendiri. Zaman baru telah tahir, salah satu manifestasi

dari zaman baru, hidup baru ini adalah pengesahan Undang-Undang Dasar 1945 pada tanggal 18

Agustus 1945.

Undang-Undang Dasar 1945 adalah asli cerminan kepribadian (Identity) bangsa

Indonesia. Dengan disyahkannya UUD 1945 tersebut diatas, bangsa Indonesia mempunyai dasar-

dasar daripada tertib hukum baru, hukum yang mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia

untuk mengatur tata tertib hidup bangsa dan masyarakat Indonesia baru. Tertib hukum baru ini

disebut Tata Hukum Nasional.

Dalam lampiran A dari ketetapan MPRS No.II/MPRS/1960 pada paragraf 402 No. 34 dan

35 : diantaranya terdapat ketentuan-ketentuan yang mengenai pembinaan hukum nasional kita

yang baru.

Di dalam lampiran A dari ketetapan MPRS No.II/MPRS/1960 pada paragraph tersebut diatas

disebut dengan jelas azas-azas yang harus diperhatikan oleh para Pembina Hukum Nasional

yaitu:

a. Pembangunan hukum nasional haryus diarahkan kepada homogenitet hokum dengan

memperhatikan kenyataan-kenyataan yang hidup di Indonesia.

b. Harus sesuai dengan Haluan Negara dan berlandaskan hukumadat yang tidak menghambat

perkembangan masyarakat adil dan makmur.

Lembaga Pembinaan Hukum Nasional yang diadakan dengan keputusan presiden nomor

107 tahun 1958 diberi tugas : Melaksanakan Pembinaan Hukum Nasional sesuai yang

dikehendaki ketetapan MPRS No.II/MPRS/1960 (berlandaskan hukurn adat) dengan tujuan

mencapai Tata Hukum Nasional yang sebagai berikut :

A. Menyiapkan rancangan-rancangan peraturan perundang-undangan

1. Untuk meletakkan dasar-dasar Tata Hukum Nasional.

2. Untuk mengganti peraturan-peraturan yang tidak sesuai dengan Tata Hukum Nasional.

3. Untuk masalah-masalah yang belum diatur dalam suatu peraturan perundangundangan

B. Menyelenggarakan segala sesuatu yang diperlukan untuk menyusun keaturan dalam keadaan

perundang-undangan.

Dasar-dasar dan azas-azas Tata Hukum Nasional atas persetujuan Wakil

Menteri Pertama bidang dalam Negeri/Menteri Kehakiman Saharjo dirumuskan oleh

Lembaga Pembinaan Hukum Nasional sebagai berikut :

1. Dasar Pokok Hukum Nasional Republik Indonesia ialah Pancasila

2. Hukum Nasional bersifat :

a. Pengayoman

b. Gotong royong

c. Kekeluargaan

d. Toleransi

e. Anti "Kolonialisme, Imperialisme, Feodalisme".

3. Semua hukum sebanyak mungkin diberi bentuk tertulis.

4. Selain hukum tertulis diakui berlaku hukum tidak tertulis sepanjang tidak menghambat

terbentuknya masyarakat sosialis Indonesia.

5. Hakim membimbing perkembangan hukum tidak tertulis melalui yurispondensi kearah

keseragaman hukum (homogenitet) yang seluas-luasnya dan dalam bidang hukum kekeluargaan

kearah sistemi parental.

6. Hukum tertulis mengenai bidang-bidang hukum tertentu sedapat mungkin dihimpun dalam

bentuk kodifikasi (hukum perdata, hukum pidana, hokum dagang, hukum acara perdata).

7. Untuk pembangunan masyarakat sosialis Indonesia diusahakan unifikasi hukum.

8. Dalam perkara pidana:

a. Hakim berwenang sekaligus memutuskan aspek perdatanya baik karena jabatannya maupun

atas tuntutan pihak yang berkepentingan.

b. Hakim berwenang mengambil tindakan yang dianggap patut dan adil disamping atau tanpa

pidana.

9. Sistem pidana harus bersikap memberikan pendidikan kepada terhukum untuk menjadi warga

yang bermanfaat bagi masyarakat.

1O. Dalam hukum Acara Perdata diadakan jaminan supaya peradilan berjalan sederhana, cepat

dan murah.

11. Dalam Hukum Acara Pidana diadakan ketentuan yang merupakan jaminan kuat untuk

mencegah :

a. Seseorang tanpa dasar hukum yang cukup kuat ditahan atau ditahan lebih lama dari yang

benar-benar diperlukan.

b. Penggeledahan, penyitaan, pembukaan surat-surat dilakukan sewenangwenang (lihat pidato

Menteri Saharjo tersebut diatas yang memuat dalam hukum dan masyarakat tahun 1962 No.4/5/6

halaman 194,195, Dan 196) pun Hukum dan Masyarakat No.Kongres I-1961 halaman 224-227.

Dimuka telah kami kemukakan bahwa bukum adat itu adalah hukum yang mencerminkan

kepribadian/jiwa bangsa lndonesia. Hukum adat yang tidak menghambat segera tercapainya

Masyarakat Sosialis Pancasila yang dari dulu sampai sekarang menjadi pengatur-pengatur hidup

masyarakat kita, harus menjadi dasar-dasar, elemen, unsur-unsur, hukum yang kita masukkan

dalam hokum Nasional kita yang baru.

B. Bagaimanakah Kedudukan Hukum Adat ini Dikemudian Hari

Tentang masalah ini Prof. Soepomo didalam pidato Dies Natalis di Universitas Gajah

Mada Yogyakarta pada tanggal 17 Maret 1947 menegaskan sebagai berikut:

a. Bahwa dalam lapangan hidup kekeluargaan, hukum adat masih akan menguasai masyarakat

Indonesia.

b. Bahwa hukum pidana dari sesuatu negara wajib sesuai dengan corak dan sifatsifat bangsanya

atau rnasyarakatnya itu sendiri. Oleh karena itu, maka hokum adat pidana akan memberi bahan-

bahan yang sangat berharga dalam pembentukan KUHPidana baru untuk negara kita.

c. Bahwa hukum adat sebagai hukum kebiasaan yang tak tertulis akan tetap menjiadi sumber

hukum baru dalam hal-hal yang belum/tidak ditetapkan oleh Undang-Undang.

Memang pada hakekatnya didalam negara hukum Indonesia keadilan dan kebenaran yang

hendak dituju oleh hukum itu wajib merupakan kebenaran dan merupakan keadilan yang

dicerminkan oleh perasaan keadilan, dan kebenaran yang hidup didalam hati nurani rakyat.

Memperhatikan akan hal ini, maka kiranya kaedahkaedah adat istiadatlah yang senantiasa

timbul, berkembang serta hidup didalam masyarakat itu sendiri, yang merupakan satu-satunya

sumber hukum baru yang dapat memenuhi kebutuhan rakyat.

Lain daripada itu kiranya pantas pula diperhatikan penegasan Prof. M. Nasrun, SH.

Dalam buku beliau "'Dasar Falsafah Adat Minangkabau" halaman 197 dan seterusnya yang

menyatakan, bahwa justru adat itulah yang menentukan sifat dan corak ke-Indonesiaan dari

kepribadian bangsa Indonesia. Justru adat itulah yang merupakan salah satu penjelmaan jiwa

Indonesia dari abad ke abad. Jadi mangingat penegasan Prof.Nasrun ini, maka sesungguhnya

adat itu merupakan salah satu petunjuk identitas bangsa. Oleh karenanya, maka bahanbahan yang

akan memberi dasar dan jiwa ke-Indonesiaan asli kepada Negara Republik lndonesja tidak

mungkin diperdapat selain dari bahan-bahan yang telah dimiliki oleh bangsa itu sendiri.

C. Peranan Politik Hukum Adat tersebut dalam Pembaharuan Hukum Adat di Indonesia

Dalam kertas kerja dikemukakan in pemrasan tentang hukum adat sebagai berikut :

Dicantumkannya hukum adat dalam dokumen Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 sebagai alat

perjuangan yang menjadi salah satu dasar pemersatu bangsa Indonesia menuju kemerdekaannya,

adalah suatu petunjuk akan keinginan yang kuat dari bangsa Indonesia untuk hidup dalam negara

Indonesia yang merdeka dibawah satu hukum nasional untuk semua warganya. Sejarah

perjuangan bangsa pada saat itu dengan politik apa yang disebut: “devide et impera” sehingga

dalil tersebut ada benarnya, ialah dipertajamnya pertentangan antara golongan adat dengan

golongan agama dan berpuncak pada suatu sistem hukum yang disebut Theorie Receptie.

Dalam ketetapan MPRS No. II/1960 menetapkan Garis-garis Pola Pembangunan

Nasional Semesta Berencana Tahap I 1961-1969, dalam lampiran A sub a :

Azas-azas pembinaan hukum nasional itu sesuai dengan hukum negara dan berlandaskan pada

hukum adat yang tidak menghambat perkembangan masyarakat adil dan makmur".

Jadi sampai dengan Tap MPRS No.II/1960 hukum adat masih dicantumkan sebagai azas

pembinaan hukum nasional. Tetapi sesudah itu seolah-olah tidak lagi dijadikan azas hukum

nasional. Dalam kertas kerja pemrasan masih mengemukakan perIu dipikirkan : “adat reaksi”

daIam penyusunan hukum pidana. Demikian peranan politik hukum adat dalam pembaharuan

hukum nasional di Indonesia.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dalam hukum di Indonesia terdapat sedikit hukum jurus, yang terbanyak adalah hukum rakyat.

Dilihat dari mata seorang ahli hukum yang memegang teguh Kitab UU memang ?hukum

keseluruhannya di Indonesia tidak teratur, tidak sempurna, tidak tegas?. Akan tetapi, apabila

mereka sungguh-sungguh memperdalam pengetahuannya mengenai hukum adat, tidak hanya

dengan pikiran tetapi dengan penuh perasaan pula, mereka melihat suatu sumber yang

mengagumkan, adat istiadat yang dahulu dan sekarang, adat istiadat yang hidup, yang dapat

berkembang dan berirama. Kita adalah orang Indonesia yang hidup dalam suasana adat kita

sendiri. Memang kita sesungguhnya tidak usah menemukan adat kita sendiri.

B. Saran-saran

1. Adalah seharusnya menjadi tanggung jawab serta kewajiban kita untuk menyesuaikan adat itu

dengan kehendak dan keadaan jaman.

2. Adalah seharusnya pembahasan isi kertas dari pemrasaan mencakup gagasan yang patut

diperhatikan terutama bagaimana melancarkan roda pembinaan hukum nasional dalam Pelita III

agar pemrataan jalur kedelapan dapat segera menjadi kenyataaan.

I. Dasar Yuridis

Dasar Berlakunya Hukum Adat Ditinjau Secara Yuridis dalam Berbagai Peraturan

Perundang-undangan.Memepelajari segi yuridis dasar berlakunya Hukum Adat berarti

mempelajari dasar hukum berlakunya Hukum Adat di Indonesia(Saragih, 1984:15).

Berdasarkan fakta sejarah dapat dibagi dalam dua periode yaitu pada Jaman Kolonial

(penjajahan Belanda dan

Jepang) dan Jaman Indonesia Merdeka.

1. Jaman Kolonial (Penjajahan Belanda dan Jepang)

Sebelum Konstitusi RIS berlaku yaitu pada jaman penjajahan Jepang, terdapat peraturan

Dai Nippon yaitu Osamu Sirei pasal 3 menentukan bahwa peraturan-peraturan sebelumnya juga

masih tetap berlaku. Ketentuan yang ada pada waktu sebelum penjajahan Jepang adalah

ketentuan pasal 75 baru RR yang pada tahun 1925 diundangkan dalam Stb. No. 415 Jo. 577

berlaku mulai 1 Januari 1926 dimasukkan dalam pasal 131 IS (Indische Staatsregeleing)

lengkapnya Wet Op De Staatsinrichting Van Nederlands Indie.Ketentuan tersebut juga

merupakan penyempurnaan dari pasal 75 ayat 3 lama RR 1854 (Regeringsreglemen) lengkapnya

Reglement Op Het Beleid Der Regering Van Netherlands Indie(Peraturan teantang

Kebijaksanaan Pemerintah di Hindia Belanda) Stb. No. 2 Tahun 1845 (Belanda) dan Stb. No. 2

Jo. 1 1855 (Hindia Belanda). Pasal 75 lama RR terdiri dari 6 ayat (Mahadi, 1991:1-2), yaitu:

(1) Sepanjang mengenai golongan Eropa, pemberian keadilan dalam bidang Hukum Perdata juga

dalam Hukum Pidana didasarkan pada _Verordering-verordering umum, yang sejauh mungkin

sama bunyinya dengan undang-undang yang berlaku di negeri Belanda.

(2) Gubernur Jenderal berhak menyatakan berlaku aturan-aturan yang dipandang pantas, dari

_Verording-verording tersebut bagi golongan orang-orang Bumi Putra. Jika perlu aturan-aturan

tersebut boleh dirubah.

(3) Kecuali secara sukarela orang Bumi Putra menundukkan diri ke dalam Hukum Perdata

Eropa, maka dalam memutus suatu perkara hakim mempergunakan Hukum Adat. Pada waktu itu

istilah untuk menyebut Hukum Adat dengan berbagai macam, yaitu:

- UU agama.

- Lembaga-lembaga golongan Bumi Putra.

- Kebiasaan golongan Bumi Putra sepanjang tidak bertentangan dengan asas-asas yang diakui

umum tentang kepatutan dan keadilan.

Jika Hukum Adat tidak mengatur tentang suatu perkara yang diajukan ke pengadilan maka

hakim memberikan keadilan kepada golongan Bumi Putra mengambil asas-asas umum dari

Hukum Perdata Eropa.

Menurut Mahadi (1991:2) pengertian umum dalam pasal 75 RRmeliputi:

- Wet (UU) yang dibuat di negeri Belanda oleh DPR Belanda bersama-sama Raja Belanda.

- AMVB (Algemene Maatregel van Bestuur)_ peraturan yang dibuat oleh Raja Belanda untuk

menjalankan suatu undangundang yang di Indonesia dikenal dengan Peraturan Pemerintah

(PP).

- Ordonansi yaitu peraturan yang dibuat oleh Gubernur Jendral bersama-sama Raad van

Indie(Dewan Hindia Belanda) juga dengan Volksraad (DPR). Di Indonesia disebut UU.

- RV (Regeringsverordering) yang dibuat oleh Gubernur Jenderal untuk menjalankan Ordonansi.

Pasal 75 lama RR merupakan hasil perubahan dan penyempurnaan dari ketentuan pasal 11 AB

(Algemene Bepalingen van Wetgeving).Pasal 75 lama RR berlaku sampai tanggal 1 Januari 1920

dan sejak tanggal itu pasal 75 lama RR mendapat perubahan yaitu menjadi pasal 75 baru RR.

Sebenarnya perubahan tersebut di Belanda sudah terjadi pada tahun 1906 dengan Stb. No. 346

diikuti di Indonesia pada tahun 1907 dengan Stb. No. 204, tetapi sebelum berlaku pada tahun

yang sama (1907) pasal 75 baru RR sudah mengalaim perubahan lagi dengan Stb. 286 di

Belanda dan Stb. 621 di Indonesia. Pada tahun 1920 R baru dirubah lagi dan pada tahun 1925

RR dimasukkan ke dalam pasal 131 IS yang diberlakukan mulai tahun 1926 dengan Stb. No. 415

Jo. 577 tahun 1925. Pasal 131 ayat 2 sub b IS berisi tentang ketentuan bahwa bagi orang

golongan hukum Bumi Putra dan Timur Asing berlaku hokum adat mereka, tetapi dengan

pembatasan yaitu (Sudiyat, 1981:24):

(1) Jika kepentingan sosial mereka membutuhkan maka pembuat ordonansi (Gubernur Jendral

danVoksraad) dapat menentukan bagi mereka:

a. Hukum Eropa.

b. Hukum Eropa yang telah diubah.

c. Hukum bagi beberapa golongan bersama-sama.

(2) Jika kepentingan umum memerlukan maka bagi mereka dapat ditentukan yaitu hukum baru

yang merupakan sintesa antara Hukum Adat dan Hukum Eropa. Pasal 131 IS ditujukan kepada

pembuat ordonansi untuk membuat kodifikasi hukum privat bagi Bumi Putra dan Timur

Asingdan bukan kepada hakim. Masalahnya, bagaimana ketika pembuat ordonansi belum sempat

membuat kodifikasi yang dimaksudkan maka apa yang menjadi pegangan bagi hakim?

Jawabnya adalah berdasarkan pasal 131 ayat 6 (merupakan ketentuan peralihan) yaitu selama

Hukum Perdata dan Hukum Dagang yang sekarang berlaku bagi Bumi Putra dan Timur Asing

belum diganti dengan kodifikasi maka hukum yang berlaku bagimereka adalah Hukum Adat

mereka sebelum tahun 1920 yang ditentukan dalam pasal 75 RR 1854. Menurut Muhammad

(1991:45), hakim mengenai Hukum Adat tetap dapat dijalankan atas dasar bukan asas

konkordansi seperti pada jaman dahulu, tetapi yang menjadi ukuran bagi hakim adalah asas-asas

hokum harus yang dipertahankan dalam suatu negara hukum yang merdeka, berdaulat

berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila.

Perbedaan antara pasal 131 IS dengan pasal 75 lama RR antara lain:

(1) Hukum Adat dirumuskan secara berbeda dalam kedua pasal 74 lama RR dan 131 IS (Mahadi,

1991:17). Dalam pasal 75 lama Hukum Adat dirumuskan sebagai UU agama lembaga-lembaga

dan kebiasaan-kebiasaan golongan Bumi Putra. Dalam pasal 131 IS, Hukum Adat dirumuskan

sebagai norma hukum yang erat hubungannya dengan agama dan kebiasaan-kebiasaan. Rumusan

Hukum Adat menurut pasal 75 lama RR dipengaruhi oleh pendapat Van den Berg yang dikenal

dengan teori resepsi (Receptio in Complexu).

(2) Pasal 75 RR ditujukan kepada hakim sedang 131 ditujukan kepada pembuat UU.

(3) Pasal 75 lama RR tidak ada kemungkinan bagi Bumi Putra untuk menundukkan diri kepada

hukum baru, sedangkan 131 IS ada kemungkinan untuk itu.

(4) Pasal 75 lama RR memuat ketentuan tentang pembatasan terhadap berlakunya Hukum Adat

yaitu Hukum Adat tidak diberlakukan jika pasal 131 IS. Pasal 134 ayat 2 IS menentukan bahwa

dalam hal timbul perkaraantara orang Muslim dan Hukum Adat meminta penyelesaiannya maka

penyelesaian perkara tersebut diselenggarakan oleh Hakim Agama kecuali ordonansi

menetapkan lain. Pasal 131 dan 134 IS hanya berlaku bagi hakim Landraad (PN), sedangkan

bagi hakim Peradilan Adat (inheemse rechtspraak) dasar hukumnya adalah pasal 3 Stb. No. 80

tahun 1932 bagi daerah yang langsung dikuasai oleh Belanda yang di luar Jawa dan Madura.

Sedangkan bagi daerah swapraja dasar hukumnya berlakunya Hukum Adat pasal 13 ayat 3 Stb.

No. 529 tahun 1938 dalam lange contracten. Dasar hukum peradilan adat di Jawa dan Madura

adalah ketentuan pasal 3 RO Stb. 23 tahun 1847 Jo.Stb. No. 47 tahun 1848. RO singkatan dari

Rechtterlijke Organisatie (Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid der Justitie in

Indonesie).

2. Jaman Kemerdekaan Indonesia

- Ketentuan UUD 1945 Dalam pasal 18 B ayat (2) Undang Undang Dasar NRI 1945 Negara

mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak

tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip

NKRI, yang diatur dalam undang-undang.

Beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan nasionalyang memeperkuat

berlakunya Hukum Adat di Indonesia pada saat ini antara lain:

1. Ketetapan MPRS nomor II/ MPRS/ 1960 dalam lampiran Aparagraf 402 disebutkan bahwa:

- Asas pembinaan hukum nasional supaya sesuai dengan haluan negara dan berlandaskan Hukum

Adat yang tidak menghambat perkembangan masyarakat adil dan makmur.

- Dalam usaha ke arah homoginitas hukum supaya dapat diperhatikan kenyataan-kenyataannya

yang hidup di Indonesia. Dalam pemyempurnaan UU hukum perkawinan dan waris, supaya

dapat memperhatikan faktor-faktor agama, adat dan lain-lain.

2. UU Drt. No. 1 tahun 1951 tentang tindakan sementara untuk menyelenggarakan kesatuan

susunan, kekuasaan dan acara pengadilan sipil.

Pasal 1 ayat 2 UU Drt. 1 tahun 1951 secara berangsur-angsurkan ditentukan oleh menteri

kehakiman, dihapus:

a. Segala pengadilan swapraja kecuali peradilan Islam Negara Sumatera Timur dahulu,

Kalimantan Barat dan negara Indonesia Timur dahulu.

b. Segala pengadilan adat kecuali Pengadilan Islam. Pasal 1 ayat 3 UUD rt. No. 1 tahun 1951

hakim desa tetap dipertahankan.

3. UU No. 5 tahun 1960 tentang UUPA

- Pasal 2 ayat (4) UUPA mengatur tentang pelimpahan wewenang kembali kepada masyrakat

hukum adat untuk melaksanakan hak menguasai atas tanah, sehingga masyrakat Hukum Adat

merupakan aparat pelaksana dari hak menguasai negara atas untuk mengelola tanah yang ada di

wilayahnya.

- Pasal 3 UUPA bahwa pelaksanaan hak ulayat masyarakat Hukum Adat, sepanjang menurut

kenyataannya harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara,

berdasarkan persatuan bangsa dan tidak boleh bertentangan dengan UU atau peraturan yang lebih

tinggi.

- Pasal 5 UUPA menyebutkan bahwa Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air, udara dan

ruang angkasa adalah Hukum Adatsepanjang (dengan pembatasan) tidak bertentangan

dengankepentingan nasional, negara, sosialisme dan undang-undang. Harus mengindahkan

unsur-unsur yang bersandar pada agama (Abdurahman, 1978:75).

4. UU No. 41 tahun 199 UU Pokok Kehutanan Menegaskan bahwa pelaksanaan hak-hak

masyarakat adat, Hukum Adat dan anggotanya serta hak-hak perseorangan untuk mendapatkan

manfaat dari hutan secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada suatu peraturan yang

demi tercapainya tujuan yang dimaksud oleh UU ini.

5. UU No. 4 tahun 2004 yang menggantikan UU No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan

Pokok Kekuasaan Kehakiman.

- Pasal 25 ayat (1) yang isinya segala putusan pengadilan selain harus memuat dasar-dasar

putusan, juga harus memuat pasal-pasal tertentu dari peraturan yang bersangkutan atau sumber

hukum tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.

- Pasal 28 ayat (1) yang isinya tentang hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib

menggali mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.

6. UU No. 1 tahun 19754 tentang Perkawinan

- Pasal 35 ayat (1) harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, ayat

(2) harta bawaan dari masingmasing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh oleh

masing-masing pihak sebagai hadiah, warisan, adalah berada di bawah penguasaan masing-

masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain.

- Pasal 36 ayat (1) mengenai harta bersama suami atau istri dapatbertindak atas persetujuan

kedua belah pihak, ayat (2) mengenai harat bawaan masing-masing, suami dan istri mempunyai

hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.

- Pasal 37, jika perkawinan putus karena perceraian maka hartabersama diatur menurut

hukumnya masing-masing.

- Pasal 42, anak sah adalah anak yang lahir di dalam atau sebagaiakibat perkawinan yang sah.

7. UU No. 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun dan PP No. 4 1988 tentang Rumah Susun.UU

No. 16 tahun 1985 mengangkat lembaga Hukum Adat dengan cara dimasukkan ke dalam UU tsb

yaitu, asas pemisahan hirizontal.

8. PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

PP No. 24 tahun 1997 merupakan penyempurnaan PP No. 10 tahun 1961. PP No. 24 tahun 1997

diundangkan pada juli 1997 dan berlaku efektif 8 oktober 1997, yang mengangkat dan

memperkuat berlakunya Hukum Adat yaitu lembaga rechtsverwerking (perolehan hak karena

menduduki tanah dan menjadikannya sebagai hak milik dengan syarat yaitu iktikad baik selama

20 tahun berturut-turt tanpa ada gangguan/tuntutan dari pihak lain dan disaksikan atau diakui

oleh masyarakat lembaga aquisitive verjaring kehilangan hak untuk menuntut hak milik.

II. Dasar Sosiologis

Hukum yang berlaku di suatu negara merupakan suatu sistem,artinya bahwa hukum itu

merupakan tatanan, merupakan satu kesatuan yang utuh yang terdiri dari bagian-bagian atau

unsur-unsur yang saling berkaitan satu sama lainnya (Mertokusumo, 1986:100). Dengan kata

lain bahwa sistem hokum adalah suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yangmempunyai

interaksi satu sama lainnya dan bekerja bersama untuk mencapai tujuan. Keseluruhan tata hukum

nasional yang berlaku di Indonesia dapat disebut sebagai sistem hokum nasional.Sistem hukum

berkembang sesuai dengan perkembangan hukum. Selain itu sistem hukum mempunyai sifat

yang berkesinambungan, kontinyuitas dan lengkap. Dalam sistem hukum nasional wujud/ bentuk

hukum yang adadapat dibedakan menjadi hukum tertulis (hukum yang tertuang dalam

perundang-undangan) dan hukum yang tidak tertulis(hukum adat, hukum kebiasaan).

Hukum yang berlaku di suatu negara dapat dibedakan menjadihukum yang benar-benar berlaku

sebagai the living law (hokum yang hidup) dan ada hukum yang diberlakukan tetapi tidak

berlaku sebagai the living law. Sebagai contoh Hukum yang berlaku dengan cara diberlakukan

adalah hukum tertulis yaitu dengan diundangkannya dalam lembaran negara. Hukum tertulis

dibuat ada yang berlaku sebagai the living law tetapi juga adayang tidak berlaku sebagai the

living law karena tidak ditaati/

dilaksanakan oleh rakyat.

Hukum tertulis yang diberlakukan dengan cara diundangkandalam lembaran negara

kemudian dilaksanakan dan ditaati oleh rakyat dapat dikatakan sebagai hukum yang hidup (the

living law). Sedangkan hukum tertulis yang walaupun telah diberlakukan dengan cara

diundangkan dalam lembaran Negara tetapi ditinggalkan dan tidak dilaksanakan oleh rakyat

maka tidak dapat dikatakan sebagai the living law. Salah satu contohnya adalah UU No. 2 Tahun

1960 tentang Bagi Hasil.

Hukum Adat sebagai hukum yang tidak tertulis tidak memerlukanprosedur/ upaya seperti

hukum tertulis, tetapi dapat berlaku dalam arti dilaksanakan oleh masyarakat dengan sukarela

karena memang itu miliknya.Hukum adat dikatakan sebagai the living law karena Hukum Adat

berlaku di masyarakat, dilaksanakan dan ditaati oleh rakyat tanpa harus melalui prosedur negara.

Berbagai istilah untuk menyebut hukum yang tidak tertulissebagai the living law

yaitu :People law, Indegenous law, unwritten law, common law, customary law dan sebagainya.

III. Dasar Filosofis

Adapun yang dimaksud dasar filosofis dari Hukum Adat adalahsebenarnya nilai-nilai dan

sifat Hukum Adat itu sangat identic dan bahkan sudah terkandung dalam butir-butir Pancasila.

Sebagai contoh, religio magis, gotong royong, musyawarah

mufakat dan keadilan. Dengan demikian Pancasila merupakan kristalisasi dari Hukum Adat.

Dasar Berlakunya Hukum Adat ditinjau dari segi filosofis Hukum Adat

yang hidup, tumbuh dan berkembang di Indonesia sesuai dengan perkembangan jaman yang

bersifat luwes, fleksibel sesuai dengan nilai-nilai Pancasila seperti juga yang tertuang dalam

pembukaan UUD 1945 hanya menciptakan pokok-pokok pikiran yang meliputi suasana

kebatinan dari UUD 1945 RI.

Pokok-pokok pikiran tersebut menjiwai cita-cita hukum meliputihukum negara baik yang

tertulis maupun yang tidak tertulis.Dalam pembukaan UUD 1945 pokok-pokok pikiran yang

menjiwai perwujudan cita-cita hukum dasar negara adalah Pancasila. Penegasan Pancasila

sebagai sumber tertib hokum sangat berarti bagi hukum adat karena Hukum Adat berakar pada

kebudayaan rakyat sehingga dapat menjelmakan perasaan hukum yang nyata dan hidup

dikalangan rakyat dan mencerminkan kepribadian masyarakat dan bangsa Indonesia

(Wignjodipoero, 1983:14). Dengan demikian hukum adat secara

filosofis merupakan hukum yang berlaku sesuai Pancasila sebagai pandangan hidup atau falsafah

hidup bangsa Indonesia.

PENUTUP

A. Simpulan

Dasar berlakunya hukum adat di Indonesia terdapat tiga dasar, yaitu meliputi:

a. Dasar Filosofis : sebenarnya nilai-nilai dan sifat Hukum Adat itu sangat identik dan bahkan

sudah terkandung dalam butir-butir Pancasila.

b. Dasar Sosiologis : bahwa hukum itu merupakan tatanan, merupakan satu kesatuan yang utuh

yang terdiri dari bagianbagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan satu sama lainnya

c. Dasar Yuridis : Dasar Berlakunya Hukum Adat Ditinjau Secara Yuridis dalam Berbagai

Peraturan Perundang-undangan

- Jaman Kolonial (Penjajahan Belanda Dan Jepang)

- Jaman Kemerdekaan Indonesia.

B. Saran dan Kritik

Akhirnya makalah ini sampai pada penutup dan terkhir yangingin penulis sampaikan dari

makalah ini bahwa penulis menyadari makalah kami masih sangatlah jauh dari kriteria makalah

yang baik dan benar, dari itu kami tidak bosannya sangatlah mengharapkan saran dan kritik yang

membangun guna evaluasi pada makalah kami berikutnya. Dan semoga terselesainya makalah

ini dapat memberi manfaat bagi kita semua terlebih bagi yang memanfaatkannya…. Amin Ya

Robbal Alamin

DAFTAR PUSTAKA

- Soerojo Wignojodipoero, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat,Jakarta: PT. Toko Gunung

Agung,1995.