Makalah Dasar Berlakunya Hukum Adat
-
Upload
jesica-triane-konar -
Category
Documents
-
view
401 -
download
10
Transcript of Makalah Dasar Berlakunya Hukum Adat
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya
saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini.Tidak lupa saya ucapkan kepada
dosen pembimbing dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun serta semoga dengan selesainya
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman. Amin...
Palembang, 22 April 2013
Penulis
PEMBAHASAN MASALAH
DASAR BERLAKUNYA HUKUM ADAT
KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM TATA HUKUM NASIONAL INDONESIA
Hukum adat berlaku diseluruh kepulauan Indonesia semenjak dahulu kala. Yang mula
pertama memakai istilah hukum adat ialah seorang sarjana Belanda bernama Prof.C.Snouck
Hurgronye dalam bukunya berjudul De Atjehers pada tahun 1893. Kemudian istilah itu menjadi
lazim dalam kalangan SH. Sebelumnya istilah yang dipakai didalam ilmu hukum bukanlah
hukum adat, melainkan adat istiadat terutama di Minangkabau. Kata Adat berasal dari bahasa
Arab yang artinya kebiasaan.
Hukum adat ialah bagian hukum yang tidak tertulis, hidup dan tumbuh didalam jiwa
rakyat dan berlaku turun-temurun dari nenek moyang dahulu kala sampai pada zaman sekarang.
Yang menjadi sumber hukum adat ialah keyakinan rakyat akan keyakinan, yang dinyatakan
antara lain dalam bentuk kebiasaan, putusan-putusan kepala-kepala rakyat.
Sumber hukum adat Indonesia yang penting adalah masyarakat sendiri; kadangkala ada
keinginan dan percobaan dari pihak orang Indonesia untuk menulis tentang hukum adat kita,
yang sesungguhnya hanya mencatat saja. Dalam hal ini kita harus berhati-hati oleh karena dalam
catatan- catatan itu terdapat kaedahkaedah yang sudah kuno, yang tak berlaku lagi didalam
masyarakat, dengan kemungkinan bahwa adat-adat itu tidak hidup lagi dalam rakyat; ada juga
yang dipengaruhi oleh agama, sehingga memberi tempat utama pada agama daripada hukum adat
asli; ada juga yang dipengaruhi oleh hukum barat, sehingga pencatatan tentang hukum adat tidak
dapat dipercaya. Gejalanya dapat dilihat pada upacaraupacara perkawinan orang-orang Indonesia
asli yang beragama Islam, Nasrani, Hindu, Budha, dan lain-lain.
Wilayah Indonesia merupakan satu kesatuan, adat didaerah satu tidak sama dengan yang
didaerah lainnya. Conton : Adat di Jawa tidak sama dengan adat di Sumatera. Perbedaan-
perbedaan itu antara lain disebabkan oleh susunan masyarakat yang berbeda-beda. Ada yang
susunan masyarakatnya berdasarkan toritorial, genealogis atau darah keturunan. Susunan
masyarakat genealogis dapat bersifat patrilineal, matrilineal atau parental.
Perbedaan dalam hukum adat dapat pula ditimbulkan oleh perbedaan agama yang dianut
oleh masing-masing golongan rakyat, adapula oleh perbedaan kemajuan golongan-golongan
tertentu.
PERMASALAHAN
Hukum adat bukanlah bagian hukum yang dikodifikasikan dan hidup serta tumbuh dalam
jiwa masyarakat, maka dengan berubahnya susunan masyarakat, berubah pulalah hukum adat itu.
Dengan demikian hukum adat dikatakan bersifat dinamis. Tiap ada perubahan besar dalam
masyarakat, berubah pula adatnya. Perubahan dalam susunan masyarakat dapat disebabkan oleh
beberapa factor sosiaal yang terdapat dalam masyarakat itu sendiri dan dapat pula yang datang
dari luar. Pertumbuhan desa menjadi kota adalah salah satu contoh perubahan karena faktor
sosial yan,g terdapat dalam masyarakat itu sendiri. Contohnya adalah perdagangan modern.
Jadi yang akan dibahas disini adalah:
a. Bagaimana kedudukan hukum adat dalam tata hukum nasional Indonesia?
b. Bagaimana kedudukan hukum adat ini dikemudian hari?
c. Bagaimana peranan politik hukum adat tersebut dalam pembaharuan hokum nasionai di
Indonesia?
PEMBAHASAN
A. Tentang Hukum Adat Dalam Tata Hukum Nasional Indonesia.
Prof. Dr. Suripto dalam Hukum Adat dan Pancasila dalam Undang-Undang Pokok
Kekuasaan Kehakiman menyatakan sebagai berikut:
Pada tanggal 17 Agustus 1945 kita bangsa Indonesia hidup dalam perumahan bangsa sendiri,
bebas dari segala ikatan asing, Ikatan Politik, Ekonomi, Sosial, Kebudayaan dan Mental. Kita
hidup sesuai dengan kepribadian/jiwa kita sendiri. Zaman baru telah tahir, salah satu manifestasi
dari zaman baru, hidup baru ini adalah pengesahan Undang-Undang Dasar 1945 pada tanggal 18
Agustus 1945.
Undang-Undang Dasar 1945 adalah asli cerminan kepribadian (Identity) bangsa
Indonesia. Dengan disyahkannya UUD 1945 tersebut diatas, bangsa Indonesia mempunyai dasar-
dasar daripada tertib hukum baru, hukum yang mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia
untuk mengatur tata tertib hidup bangsa dan masyarakat Indonesia baru. Tertib hukum baru ini
disebut Tata Hukum Nasional.
Dalam lampiran A dari ketetapan MPRS No.II/MPRS/1960 pada paragraf 402 No. 34 dan
35 : diantaranya terdapat ketentuan-ketentuan yang mengenai pembinaan hukum nasional kita
yang baru.
Di dalam lampiran A dari ketetapan MPRS No.II/MPRS/1960 pada paragraph tersebut diatas
disebut dengan jelas azas-azas yang harus diperhatikan oleh para Pembina Hukum Nasional
yaitu:
a. Pembangunan hukum nasional haryus diarahkan kepada homogenitet hokum dengan
memperhatikan kenyataan-kenyataan yang hidup di Indonesia.
b. Harus sesuai dengan Haluan Negara dan berlandaskan hukumadat yang tidak menghambat
perkembangan masyarakat adil dan makmur.
Lembaga Pembinaan Hukum Nasional yang diadakan dengan keputusan presiden nomor
107 tahun 1958 diberi tugas : Melaksanakan Pembinaan Hukum Nasional sesuai yang
dikehendaki ketetapan MPRS No.II/MPRS/1960 (berlandaskan hukurn adat) dengan tujuan
mencapai Tata Hukum Nasional yang sebagai berikut :
A. Menyiapkan rancangan-rancangan peraturan perundang-undangan
1. Untuk meletakkan dasar-dasar Tata Hukum Nasional.
2. Untuk mengganti peraturan-peraturan yang tidak sesuai dengan Tata Hukum Nasional.
3. Untuk masalah-masalah yang belum diatur dalam suatu peraturan perundangundangan
B. Menyelenggarakan segala sesuatu yang diperlukan untuk menyusun keaturan dalam keadaan
perundang-undangan.
Dasar-dasar dan azas-azas Tata Hukum Nasional atas persetujuan Wakil
Menteri Pertama bidang dalam Negeri/Menteri Kehakiman Saharjo dirumuskan oleh
Lembaga Pembinaan Hukum Nasional sebagai berikut :
1. Dasar Pokok Hukum Nasional Republik Indonesia ialah Pancasila
2. Hukum Nasional bersifat :
a. Pengayoman
b. Gotong royong
c. Kekeluargaan
d. Toleransi
e. Anti "Kolonialisme, Imperialisme, Feodalisme".
3. Semua hukum sebanyak mungkin diberi bentuk tertulis.
4. Selain hukum tertulis diakui berlaku hukum tidak tertulis sepanjang tidak menghambat
terbentuknya masyarakat sosialis Indonesia.
5. Hakim membimbing perkembangan hukum tidak tertulis melalui yurispondensi kearah
keseragaman hukum (homogenitet) yang seluas-luasnya dan dalam bidang hukum kekeluargaan
kearah sistemi parental.
6. Hukum tertulis mengenai bidang-bidang hukum tertentu sedapat mungkin dihimpun dalam
bentuk kodifikasi (hukum perdata, hukum pidana, hokum dagang, hukum acara perdata).
7. Untuk pembangunan masyarakat sosialis Indonesia diusahakan unifikasi hukum.
8. Dalam perkara pidana:
a. Hakim berwenang sekaligus memutuskan aspek perdatanya baik karena jabatannya maupun
atas tuntutan pihak yang berkepentingan.
b. Hakim berwenang mengambil tindakan yang dianggap patut dan adil disamping atau tanpa
pidana.
9. Sistem pidana harus bersikap memberikan pendidikan kepada terhukum untuk menjadi warga
yang bermanfaat bagi masyarakat.
1O. Dalam hukum Acara Perdata diadakan jaminan supaya peradilan berjalan sederhana, cepat
dan murah.
11. Dalam Hukum Acara Pidana diadakan ketentuan yang merupakan jaminan kuat untuk
mencegah :
a. Seseorang tanpa dasar hukum yang cukup kuat ditahan atau ditahan lebih lama dari yang
benar-benar diperlukan.
b. Penggeledahan, penyitaan, pembukaan surat-surat dilakukan sewenangwenang (lihat pidato
Menteri Saharjo tersebut diatas yang memuat dalam hukum dan masyarakat tahun 1962 No.4/5/6
halaman 194,195, Dan 196) pun Hukum dan Masyarakat No.Kongres I-1961 halaman 224-227.
Dimuka telah kami kemukakan bahwa bukum adat itu adalah hukum yang mencerminkan
kepribadian/jiwa bangsa lndonesia. Hukum adat yang tidak menghambat segera tercapainya
Masyarakat Sosialis Pancasila yang dari dulu sampai sekarang menjadi pengatur-pengatur hidup
masyarakat kita, harus menjadi dasar-dasar, elemen, unsur-unsur, hukum yang kita masukkan
dalam hokum Nasional kita yang baru.
B. Bagaimanakah Kedudukan Hukum Adat ini Dikemudian Hari
Tentang masalah ini Prof. Soepomo didalam pidato Dies Natalis di Universitas Gajah
Mada Yogyakarta pada tanggal 17 Maret 1947 menegaskan sebagai berikut:
a. Bahwa dalam lapangan hidup kekeluargaan, hukum adat masih akan menguasai masyarakat
Indonesia.
b. Bahwa hukum pidana dari sesuatu negara wajib sesuai dengan corak dan sifatsifat bangsanya
atau rnasyarakatnya itu sendiri. Oleh karena itu, maka hokum adat pidana akan memberi bahan-
bahan yang sangat berharga dalam pembentukan KUHPidana baru untuk negara kita.
c. Bahwa hukum adat sebagai hukum kebiasaan yang tak tertulis akan tetap menjiadi sumber
hukum baru dalam hal-hal yang belum/tidak ditetapkan oleh Undang-Undang.
Memang pada hakekatnya didalam negara hukum Indonesia keadilan dan kebenaran yang
hendak dituju oleh hukum itu wajib merupakan kebenaran dan merupakan keadilan yang
dicerminkan oleh perasaan keadilan, dan kebenaran yang hidup didalam hati nurani rakyat.
Memperhatikan akan hal ini, maka kiranya kaedahkaedah adat istiadatlah yang senantiasa
timbul, berkembang serta hidup didalam masyarakat itu sendiri, yang merupakan satu-satunya
sumber hukum baru yang dapat memenuhi kebutuhan rakyat.
Lain daripada itu kiranya pantas pula diperhatikan penegasan Prof. M. Nasrun, SH.
Dalam buku beliau "'Dasar Falsafah Adat Minangkabau" halaman 197 dan seterusnya yang
menyatakan, bahwa justru adat itulah yang menentukan sifat dan corak ke-Indonesiaan dari
kepribadian bangsa Indonesia. Justru adat itulah yang merupakan salah satu penjelmaan jiwa
Indonesia dari abad ke abad. Jadi mangingat penegasan Prof.Nasrun ini, maka sesungguhnya
adat itu merupakan salah satu petunjuk identitas bangsa. Oleh karenanya, maka bahanbahan yang
akan memberi dasar dan jiwa ke-Indonesiaan asli kepada Negara Republik lndonesja tidak
mungkin diperdapat selain dari bahan-bahan yang telah dimiliki oleh bangsa itu sendiri.
C. Peranan Politik Hukum Adat tersebut dalam Pembaharuan Hukum Adat di Indonesia
Dalam kertas kerja dikemukakan in pemrasan tentang hukum adat sebagai berikut :
Dicantumkannya hukum adat dalam dokumen Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 sebagai alat
perjuangan yang menjadi salah satu dasar pemersatu bangsa Indonesia menuju kemerdekaannya,
adalah suatu petunjuk akan keinginan yang kuat dari bangsa Indonesia untuk hidup dalam negara
Indonesia yang merdeka dibawah satu hukum nasional untuk semua warganya. Sejarah
perjuangan bangsa pada saat itu dengan politik apa yang disebut: “devide et impera” sehingga
dalil tersebut ada benarnya, ialah dipertajamnya pertentangan antara golongan adat dengan
golongan agama dan berpuncak pada suatu sistem hukum yang disebut Theorie Receptie.
Dalam ketetapan MPRS No. II/1960 menetapkan Garis-garis Pola Pembangunan
Nasional Semesta Berencana Tahap I 1961-1969, dalam lampiran A sub a :
Azas-azas pembinaan hukum nasional itu sesuai dengan hukum negara dan berlandaskan pada
hukum adat yang tidak menghambat perkembangan masyarakat adil dan makmur".
Jadi sampai dengan Tap MPRS No.II/1960 hukum adat masih dicantumkan sebagai azas
pembinaan hukum nasional. Tetapi sesudah itu seolah-olah tidak lagi dijadikan azas hukum
nasional. Dalam kertas kerja pemrasan masih mengemukakan perIu dipikirkan : “adat reaksi”
daIam penyusunan hukum pidana. Demikian peranan politik hukum adat dalam pembaharuan
hukum nasional di Indonesia.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dalam hukum di Indonesia terdapat sedikit hukum jurus, yang terbanyak adalah hukum rakyat.
Dilihat dari mata seorang ahli hukum yang memegang teguh Kitab UU memang ?hukum
keseluruhannya di Indonesia tidak teratur, tidak sempurna, tidak tegas?. Akan tetapi, apabila
mereka sungguh-sungguh memperdalam pengetahuannya mengenai hukum adat, tidak hanya
dengan pikiran tetapi dengan penuh perasaan pula, mereka melihat suatu sumber yang
mengagumkan, adat istiadat yang dahulu dan sekarang, adat istiadat yang hidup, yang dapat
berkembang dan berirama. Kita adalah orang Indonesia yang hidup dalam suasana adat kita
sendiri. Memang kita sesungguhnya tidak usah menemukan adat kita sendiri.
B. Saran-saran
1. Adalah seharusnya menjadi tanggung jawab serta kewajiban kita untuk menyesuaikan adat itu
dengan kehendak dan keadaan jaman.
2. Adalah seharusnya pembahasan isi kertas dari pemrasaan mencakup gagasan yang patut
diperhatikan terutama bagaimana melancarkan roda pembinaan hukum nasional dalam Pelita III
agar pemrataan jalur kedelapan dapat segera menjadi kenyataaan.
I. Dasar Yuridis
Dasar Berlakunya Hukum Adat Ditinjau Secara Yuridis dalam Berbagai Peraturan
Perundang-undangan.Memepelajari segi yuridis dasar berlakunya Hukum Adat berarti
mempelajari dasar hukum berlakunya Hukum Adat di Indonesia(Saragih, 1984:15).
Berdasarkan fakta sejarah dapat dibagi dalam dua periode yaitu pada Jaman Kolonial
(penjajahan Belanda dan
Jepang) dan Jaman Indonesia Merdeka.
1. Jaman Kolonial (Penjajahan Belanda dan Jepang)
Sebelum Konstitusi RIS berlaku yaitu pada jaman penjajahan Jepang, terdapat peraturan
Dai Nippon yaitu Osamu Sirei pasal 3 menentukan bahwa peraturan-peraturan sebelumnya juga
masih tetap berlaku. Ketentuan yang ada pada waktu sebelum penjajahan Jepang adalah
ketentuan pasal 75 baru RR yang pada tahun 1925 diundangkan dalam Stb. No. 415 Jo. 577
berlaku mulai 1 Januari 1926 dimasukkan dalam pasal 131 IS (Indische Staatsregeleing)
lengkapnya Wet Op De Staatsinrichting Van Nederlands Indie.Ketentuan tersebut juga
merupakan penyempurnaan dari pasal 75 ayat 3 lama RR 1854 (Regeringsreglemen) lengkapnya
Reglement Op Het Beleid Der Regering Van Netherlands Indie(Peraturan teantang
Kebijaksanaan Pemerintah di Hindia Belanda) Stb. No. 2 Tahun 1845 (Belanda) dan Stb. No. 2
Jo. 1 1855 (Hindia Belanda). Pasal 75 lama RR terdiri dari 6 ayat (Mahadi, 1991:1-2), yaitu:
(1) Sepanjang mengenai golongan Eropa, pemberian keadilan dalam bidang Hukum Perdata juga
dalam Hukum Pidana didasarkan pada _Verordering-verordering umum, yang sejauh mungkin
sama bunyinya dengan undang-undang yang berlaku di negeri Belanda.
(2) Gubernur Jenderal berhak menyatakan berlaku aturan-aturan yang dipandang pantas, dari
_Verording-verording tersebut bagi golongan orang-orang Bumi Putra. Jika perlu aturan-aturan
tersebut boleh dirubah.
(3) Kecuali secara sukarela orang Bumi Putra menundukkan diri ke dalam Hukum Perdata
Eropa, maka dalam memutus suatu perkara hakim mempergunakan Hukum Adat. Pada waktu itu
istilah untuk menyebut Hukum Adat dengan berbagai macam, yaitu:
- UU agama.
- Lembaga-lembaga golongan Bumi Putra.
- Kebiasaan golongan Bumi Putra sepanjang tidak bertentangan dengan asas-asas yang diakui
umum tentang kepatutan dan keadilan.
Jika Hukum Adat tidak mengatur tentang suatu perkara yang diajukan ke pengadilan maka
hakim memberikan keadilan kepada golongan Bumi Putra mengambil asas-asas umum dari
Hukum Perdata Eropa.
Menurut Mahadi (1991:2) pengertian umum dalam pasal 75 RRmeliputi:
- Wet (UU) yang dibuat di negeri Belanda oleh DPR Belanda bersama-sama Raja Belanda.
- AMVB (Algemene Maatregel van Bestuur)_ peraturan yang dibuat oleh Raja Belanda untuk
menjalankan suatu undangundang yang di Indonesia dikenal dengan Peraturan Pemerintah
(PP).
- Ordonansi yaitu peraturan yang dibuat oleh Gubernur Jendral bersama-sama Raad van
Indie(Dewan Hindia Belanda) juga dengan Volksraad (DPR). Di Indonesia disebut UU.
- RV (Regeringsverordering) yang dibuat oleh Gubernur Jenderal untuk menjalankan Ordonansi.
Pasal 75 lama RR merupakan hasil perubahan dan penyempurnaan dari ketentuan pasal 11 AB
(Algemene Bepalingen van Wetgeving).Pasal 75 lama RR berlaku sampai tanggal 1 Januari 1920
dan sejak tanggal itu pasal 75 lama RR mendapat perubahan yaitu menjadi pasal 75 baru RR.
Sebenarnya perubahan tersebut di Belanda sudah terjadi pada tahun 1906 dengan Stb. No. 346
diikuti di Indonesia pada tahun 1907 dengan Stb. No. 204, tetapi sebelum berlaku pada tahun
yang sama (1907) pasal 75 baru RR sudah mengalaim perubahan lagi dengan Stb. 286 di
Belanda dan Stb. 621 di Indonesia. Pada tahun 1920 R baru dirubah lagi dan pada tahun 1925
RR dimasukkan ke dalam pasal 131 IS yang diberlakukan mulai tahun 1926 dengan Stb. No. 415
Jo. 577 tahun 1925. Pasal 131 ayat 2 sub b IS berisi tentang ketentuan bahwa bagi orang
golongan hukum Bumi Putra dan Timur Asing berlaku hokum adat mereka, tetapi dengan
pembatasan yaitu (Sudiyat, 1981:24):
(1) Jika kepentingan sosial mereka membutuhkan maka pembuat ordonansi (Gubernur Jendral
danVoksraad) dapat menentukan bagi mereka:
a. Hukum Eropa.
b. Hukum Eropa yang telah diubah.
c. Hukum bagi beberapa golongan bersama-sama.
(2) Jika kepentingan umum memerlukan maka bagi mereka dapat ditentukan yaitu hukum baru
yang merupakan sintesa antara Hukum Adat dan Hukum Eropa. Pasal 131 IS ditujukan kepada
pembuat ordonansi untuk membuat kodifikasi hukum privat bagi Bumi Putra dan Timur
Asingdan bukan kepada hakim. Masalahnya, bagaimana ketika pembuat ordonansi belum sempat
membuat kodifikasi yang dimaksudkan maka apa yang menjadi pegangan bagi hakim?
Jawabnya adalah berdasarkan pasal 131 ayat 6 (merupakan ketentuan peralihan) yaitu selama
Hukum Perdata dan Hukum Dagang yang sekarang berlaku bagi Bumi Putra dan Timur Asing
belum diganti dengan kodifikasi maka hukum yang berlaku bagimereka adalah Hukum Adat
mereka sebelum tahun 1920 yang ditentukan dalam pasal 75 RR 1854. Menurut Muhammad
(1991:45), hakim mengenai Hukum Adat tetap dapat dijalankan atas dasar bukan asas
konkordansi seperti pada jaman dahulu, tetapi yang menjadi ukuran bagi hakim adalah asas-asas
hokum harus yang dipertahankan dalam suatu negara hukum yang merdeka, berdaulat
berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila.
Perbedaan antara pasal 131 IS dengan pasal 75 lama RR antara lain:
(1) Hukum Adat dirumuskan secara berbeda dalam kedua pasal 74 lama RR dan 131 IS (Mahadi,
1991:17). Dalam pasal 75 lama Hukum Adat dirumuskan sebagai UU agama lembaga-lembaga
dan kebiasaan-kebiasaan golongan Bumi Putra. Dalam pasal 131 IS, Hukum Adat dirumuskan
sebagai norma hukum yang erat hubungannya dengan agama dan kebiasaan-kebiasaan. Rumusan
Hukum Adat menurut pasal 75 lama RR dipengaruhi oleh pendapat Van den Berg yang dikenal
dengan teori resepsi (Receptio in Complexu).
(2) Pasal 75 RR ditujukan kepada hakim sedang 131 ditujukan kepada pembuat UU.
(3) Pasal 75 lama RR tidak ada kemungkinan bagi Bumi Putra untuk menundukkan diri kepada
hukum baru, sedangkan 131 IS ada kemungkinan untuk itu.
(4) Pasal 75 lama RR memuat ketentuan tentang pembatasan terhadap berlakunya Hukum Adat
yaitu Hukum Adat tidak diberlakukan jika pasal 131 IS. Pasal 134 ayat 2 IS menentukan bahwa
dalam hal timbul perkaraantara orang Muslim dan Hukum Adat meminta penyelesaiannya maka
penyelesaian perkara tersebut diselenggarakan oleh Hakim Agama kecuali ordonansi
menetapkan lain. Pasal 131 dan 134 IS hanya berlaku bagi hakim Landraad (PN), sedangkan
bagi hakim Peradilan Adat (inheemse rechtspraak) dasar hukumnya adalah pasal 3 Stb. No. 80
tahun 1932 bagi daerah yang langsung dikuasai oleh Belanda yang di luar Jawa dan Madura.
Sedangkan bagi daerah swapraja dasar hukumnya berlakunya Hukum Adat pasal 13 ayat 3 Stb.
No. 529 tahun 1938 dalam lange contracten. Dasar hukum peradilan adat di Jawa dan Madura
adalah ketentuan pasal 3 RO Stb. 23 tahun 1847 Jo.Stb. No. 47 tahun 1848. RO singkatan dari
Rechtterlijke Organisatie (Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid der Justitie in
Indonesie).
2. Jaman Kemerdekaan Indonesia
- Ketentuan UUD 1945 Dalam pasal 18 B ayat (2) Undang Undang Dasar NRI 1945 Negara
mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
NKRI, yang diatur dalam undang-undang.
Beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan nasionalyang memeperkuat
berlakunya Hukum Adat di Indonesia pada saat ini antara lain:
1. Ketetapan MPRS nomor II/ MPRS/ 1960 dalam lampiran Aparagraf 402 disebutkan bahwa:
- Asas pembinaan hukum nasional supaya sesuai dengan haluan negara dan berlandaskan Hukum
Adat yang tidak menghambat perkembangan masyarakat adil dan makmur.
- Dalam usaha ke arah homoginitas hukum supaya dapat diperhatikan kenyataan-kenyataannya
yang hidup di Indonesia. Dalam pemyempurnaan UU hukum perkawinan dan waris, supaya
dapat memperhatikan faktor-faktor agama, adat dan lain-lain.
2. UU Drt. No. 1 tahun 1951 tentang tindakan sementara untuk menyelenggarakan kesatuan
susunan, kekuasaan dan acara pengadilan sipil.
Pasal 1 ayat 2 UU Drt. 1 tahun 1951 secara berangsur-angsurkan ditentukan oleh menteri
kehakiman, dihapus:
a. Segala pengadilan swapraja kecuali peradilan Islam Negara Sumatera Timur dahulu,
Kalimantan Barat dan negara Indonesia Timur dahulu.
b. Segala pengadilan adat kecuali Pengadilan Islam. Pasal 1 ayat 3 UUD rt. No. 1 tahun 1951
hakim desa tetap dipertahankan.
3. UU No. 5 tahun 1960 tentang UUPA
- Pasal 2 ayat (4) UUPA mengatur tentang pelimpahan wewenang kembali kepada masyrakat
hukum adat untuk melaksanakan hak menguasai atas tanah, sehingga masyrakat Hukum Adat
merupakan aparat pelaksana dari hak menguasai negara atas untuk mengelola tanah yang ada di
wilayahnya.
- Pasal 3 UUPA bahwa pelaksanaan hak ulayat masyarakat Hukum Adat, sepanjang menurut
kenyataannya harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara,
berdasarkan persatuan bangsa dan tidak boleh bertentangan dengan UU atau peraturan yang lebih
tinggi.
- Pasal 5 UUPA menyebutkan bahwa Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air, udara dan
ruang angkasa adalah Hukum Adatsepanjang (dengan pembatasan) tidak bertentangan
dengankepentingan nasional, negara, sosialisme dan undang-undang. Harus mengindahkan
unsur-unsur yang bersandar pada agama (Abdurahman, 1978:75).
4. UU No. 41 tahun 199 UU Pokok Kehutanan Menegaskan bahwa pelaksanaan hak-hak
masyarakat adat, Hukum Adat dan anggotanya serta hak-hak perseorangan untuk mendapatkan
manfaat dari hutan secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada suatu peraturan yang
demi tercapainya tujuan yang dimaksud oleh UU ini.
5. UU No. 4 tahun 2004 yang menggantikan UU No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman.
- Pasal 25 ayat (1) yang isinya segala putusan pengadilan selain harus memuat dasar-dasar
putusan, juga harus memuat pasal-pasal tertentu dari peraturan yang bersangkutan atau sumber
hukum tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.
- Pasal 28 ayat (1) yang isinya tentang hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib
menggali mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.
6. UU No. 1 tahun 19754 tentang Perkawinan
- Pasal 35 ayat (1) harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, ayat
(2) harta bawaan dari masingmasing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh oleh
masing-masing pihak sebagai hadiah, warisan, adalah berada di bawah penguasaan masing-
masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
- Pasal 36 ayat (1) mengenai harta bersama suami atau istri dapatbertindak atas persetujuan
kedua belah pihak, ayat (2) mengenai harat bawaan masing-masing, suami dan istri mempunyai
hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.
- Pasal 37, jika perkawinan putus karena perceraian maka hartabersama diatur menurut
hukumnya masing-masing.
- Pasal 42, anak sah adalah anak yang lahir di dalam atau sebagaiakibat perkawinan yang sah.
7. UU No. 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun dan PP No. 4 1988 tentang Rumah Susun.UU
No. 16 tahun 1985 mengangkat lembaga Hukum Adat dengan cara dimasukkan ke dalam UU tsb
yaitu, asas pemisahan hirizontal.
8. PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
PP No. 24 tahun 1997 merupakan penyempurnaan PP No. 10 tahun 1961. PP No. 24 tahun 1997
diundangkan pada juli 1997 dan berlaku efektif 8 oktober 1997, yang mengangkat dan
memperkuat berlakunya Hukum Adat yaitu lembaga rechtsverwerking (perolehan hak karena
menduduki tanah dan menjadikannya sebagai hak milik dengan syarat yaitu iktikad baik selama
20 tahun berturut-turt tanpa ada gangguan/tuntutan dari pihak lain dan disaksikan atau diakui
oleh masyarakat lembaga aquisitive verjaring kehilangan hak untuk menuntut hak milik.
II. Dasar Sosiologis
Hukum yang berlaku di suatu negara merupakan suatu sistem,artinya bahwa hukum itu
merupakan tatanan, merupakan satu kesatuan yang utuh yang terdiri dari bagian-bagian atau
unsur-unsur yang saling berkaitan satu sama lainnya (Mertokusumo, 1986:100). Dengan kata
lain bahwa sistem hokum adalah suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yangmempunyai
interaksi satu sama lainnya dan bekerja bersama untuk mencapai tujuan. Keseluruhan tata hukum
nasional yang berlaku di Indonesia dapat disebut sebagai sistem hokum nasional.Sistem hukum
berkembang sesuai dengan perkembangan hukum. Selain itu sistem hukum mempunyai sifat
yang berkesinambungan, kontinyuitas dan lengkap. Dalam sistem hukum nasional wujud/ bentuk
hukum yang adadapat dibedakan menjadi hukum tertulis (hukum yang tertuang dalam
perundang-undangan) dan hukum yang tidak tertulis(hukum adat, hukum kebiasaan).
Hukum yang berlaku di suatu negara dapat dibedakan menjadihukum yang benar-benar berlaku
sebagai the living law (hokum yang hidup) dan ada hukum yang diberlakukan tetapi tidak
berlaku sebagai the living law. Sebagai contoh Hukum yang berlaku dengan cara diberlakukan
adalah hukum tertulis yaitu dengan diundangkannya dalam lembaran negara. Hukum tertulis
dibuat ada yang berlaku sebagai the living law tetapi juga adayang tidak berlaku sebagai the
living law karena tidak ditaati/
dilaksanakan oleh rakyat.
Hukum tertulis yang diberlakukan dengan cara diundangkandalam lembaran negara
kemudian dilaksanakan dan ditaati oleh rakyat dapat dikatakan sebagai hukum yang hidup (the
living law). Sedangkan hukum tertulis yang walaupun telah diberlakukan dengan cara
diundangkan dalam lembaran Negara tetapi ditinggalkan dan tidak dilaksanakan oleh rakyat
maka tidak dapat dikatakan sebagai the living law. Salah satu contohnya adalah UU No. 2 Tahun
1960 tentang Bagi Hasil.
Hukum Adat sebagai hukum yang tidak tertulis tidak memerlukanprosedur/ upaya seperti
hukum tertulis, tetapi dapat berlaku dalam arti dilaksanakan oleh masyarakat dengan sukarela
karena memang itu miliknya.Hukum adat dikatakan sebagai the living law karena Hukum Adat
berlaku di masyarakat, dilaksanakan dan ditaati oleh rakyat tanpa harus melalui prosedur negara.
Berbagai istilah untuk menyebut hukum yang tidak tertulissebagai the living law
yaitu :People law, Indegenous law, unwritten law, common law, customary law dan sebagainya.
III. Dasar Filosofis
Adapun yang dimaksud dasar filosofis dari Hukum Adat adalahsebenarnya nilai-nilai dan
sifat Hukum Adat itu sangat identic dan bahkan sudah terkandung dalam butir-butir Pancasila.
Sebagai contoh, religio magis, gotong royong, musyawarah
mufakat dan keadilan. Dengan demikian Pancasila merupakan kristalisasi dari Hukum Adat.
Dasar Berlakunya Hukum Adat ditinjau dari segi filosofis Hukum Adat
yang hidup, tumbuh dan berkembang di Indonesia sesuai dengan perkembangan jaman yang
bersifat luwes, fleksibel sesuai dengan nilai-nilai Pancasila seperti juga yang tertuang dalam
pembukaan UUD 1945 hanya menciptakan pokok-pokok pikiran yang meliputi suasana
kebatinan dari UUD 1945 RI.
Pokok-pokok pikiran tersebut menjiwai cita-cita hukum meliputihukum negara baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis.Dalam pembukaan UUD 1945 pokok-pokok pikiran yang
menjiwai perwujudan cita-cita hukum dasar negara adalah Pancasila. Penegasan Pancasila
sebagai sumber tertib hokum sangat berarti bagi hukum adat karena Hukum Adat berakar pada
kebudayaan rakyat sehingga dapat menjelmakan perasaan hukum yang nyata dan hidup
dikalangan rakyat dan mencerminkan kepribadian masyarakat dan bangsa Indonesia
(Wignjodipoero, 1983:14). Dengan demikian hukum adat secara
filosofis merupakan hukum yang berlaku sesuai Pancasila sebagai pandangan hidup atau falsafah
hidup bangsa Indonesia.
PENUTUP
A. Simpulan
Dasar berlakunya hukum adat di Indonesia terdapat tiga dasar, yaitu meliputi:
a. Dasar Filosofis : sebenarnya nilai-nilai dan sifat Hukum Adat itu sangat identik dan bahkan
sudah terkandung dalam butir-butir Pancasila.
b. Dasar Sosiologis : bahwa hukum itu merupakan tatanan, merupakan satu kesatuan yang utuh
yang terdiri dari bagianbagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan satu sama lainnya
c. Dasar Yuridis : Dasar Berlakunya Hukum Adat Ditinjau Secara Yuridis dalam Berbagai
Peraturan Perundang-undangan
- Jaman Kolonial (Penjajahan Belanda Dan Jepang)
- Jaman Kemerdekaan Indonesia.
B. Saran dan Kritik
Akhirnya makalah ini sampai pada penutup dan terkhir yangingin penulis sampaikan dari
makalah ini bahwa penulis menyadari makalah kami masih sangatlah jauh dari kriteria makalah
yang baik dan benar, dari itu kami tidak bosannya sangatlah mengharapkan saran dan kritik yang
membangun guna evaluasi pada makalah kami berikutnya. Dan semoga terselesainya makalah
ini dapat memberi manfaat bagi kita semua terlebih bagi yang memanfaatkannya…. Amin Ya
Robbal Alamin