Tugas Makalah Hukum Adat Lanjutan

26
Tugas Makalah Mata Kuliah Hukum Adat Lanjutan TINJAUAN HUKUM ADAT MENGENAI PENGADOPSIAN ANAK DI INDONESIA Oleh: Netty Mentari Putri (100200274) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 2011

Transcript of Tugas Makalah Hukum Adat Lanjutan

Page 1: Tugas Makalah Hukum Adat Lanjutan

Tugas Makalah

Mata Kuliah Hukum Adat Lanjutan

TINJAUAN HUKUM ADAT MENGENAI PENGADOPSIAN ANAK

DI INDONESIA

Oleh:

Netty Mentari Putri (100200274)

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2011

Page 2: Tugas Makalah Hukum Adat Lanjutan

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan

rahmatNya saya diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah yang berjudul Tinjauan

Hukum Adat Tentang Pengadopsian Anak di Indonesia , dengan sebaik-baiknya dan dalam

keadaan sehat walafiat.

Ada pun tujuan saya menulis makalah ini , ialah untuk memenuhi syarat dalam mengikuti

kuliah Hukum Adat Lanjutan, serta untuk memberi tambahan informasi bagi yang membaca dan

bagi saya sendiri.

Tidak lupa saya mengucapkan terima kasih pada dosen mata kuliah Hukum Adat lanjutan

yang telah memberi saya bekal pengetahuan tentang mata kuliah tersebut.

Berikut pemaparan dan kajian makalah saya ini, saya juga menyadari bahwa terdapat

berbagai kekurangan dalam makalah ini, untuk itu saya memohon partisipasi berupa kritik dan

saran yang membangun guna terwujudnya kesempurnaan dalam makalah ini. Semoga makalah

ini bermamfaat dalam studi Hukum Adat Lanjutan dan bagi pembaca.

Medan, 17 April 2011

Penulis

Page 3: Tugas Makalah Hukum Adat Lanjutan

Bab I

Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

Orang yang sudah berumah tangga mendambakan kelahiran anak dalam keluarganya. Ada

orang yang begitu mulai membinah rumah tangga, ingin segera mendapatkan anak, terutama bagi

orang yang terlambat menglangsungkan perkawinan. Ada juga orang yang menunda masa

kehamilannya, karena pertimbangan tertentu seperti melanjutkan studi tertentu, atau karena

memandang dirinya masih muda dan belum matang menghadapi suasana berumah tangga.

Tetapi hasrat untuk mengembangkan turunan tetap ada dalam diri masing-masing suami istri.

Kita lihat dalam masyarakat di sekitar kita, bahwa orang yang tidak mempunyai anak atau

keturunan, rumah tangganya terasa sepi, hidup tidak bergairah dan dijangkiti penyakit murung

suasana terasa suram dan gelap menghadapi masa depan. Kemudian kita juga melihat suatu

kenyataan, bahwa ada diantara suami istri yang tidak mendapat keturunan sama sekali.

Sedangkan pasangan suami istri itu menginginkan ada suara tawa dan tangis dalam rumah

tangganya.

Dalam keadaan demikianlah kemudian para anggota kerabat dapat mendesak agar si suami

mencari wanita lain atau mengangkat anak kemenakan dari anggota kerabat untuk menjadi

penerus kehidupan keluarga bersangkutan, atapun dengan pengangkatan anak (adopsi).

Ambil anak, kukut anak, anak angkat adalah suatu perbuatan hukum dalam konteks hukum

adat kekeluargaan (keturunan). Apabila seorang anak telah dikukut, dipupon, diangkat sebagai

Page 4: Tugas Makalah Hukum Adat Lanjutan

anak angkat, maka dia akan didudukkan dan diterima dalam suatu posisi yang dipersamakan baik

biologis maupun sosial yang sebelumnya tidak melekat pada anak tersebut.

Hukum adat mengatur seluruh aspek kehidupan masyarakat yang berasal dari nenek moyang

dan berlaku secara turun temurun. Hukum adat mengatur tentang masalah perkawinan, anak,

harta perkawinan, warisan, tanah dan lain-lain yang selalu dipatuhi oleh setiap anggota

masyarakat agar tercapai ketertiban dalam masyarakat. Hukum adat ini selalu dijunjung tinggi

pelaksanaannya. Hukum adat juga mengatur tentang pengangkatan anak.

Dalam pengangkatan anak di Indonesia, pedoman yang dipergunakan saat ini adalah :

1. Staatsblad 1917 No. 129 mengenai adopsi yang berlaku bagi golongan Tionghoa.

2. Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 Tahun 1983 (merupakan penyempurnaan dari dan

sekaligus menyatakan tidak berlaku lagi Surat Edaran Mahkamah Agung No. 2 tahun

1979) jo Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 Tahun 1989 tentang pengangkatan Anak

yang berlaku bagi warga negara Indonesia.

3. Hukum adat (Hukum tidak tertulis).

4. Jurisprudensi

Dalam menentukan kriteria sah tidaknya suatu pengangkatan anak termasuk akibat

hukumnya pada masyarakat daerah tertentu, seperti di kalangan masyarakat suku Jawa,

Tionghoa, saat ini sudah ada beberapa jurisprudensi yang dapat dijadikan sebagai pedoman.

Pengangkatan anak bagi golongan Bumiputera menurut tata cara hukum adatnya masih dianggap

sah dan akibat hukumnya juga tunduk kepada hukum adatnya sepanjang tidak bertentangan

dengan tujuan dari pengangkatan anak yaitu mengutamakan kesejahteraan anak.

Page 5: Tugas Makalah Hukum Adat Lanjutan

Meskipun pengangkatan anak harus dilakukan berdasarkan hukum adat yang berlaku, namun

masih diperlukan lagi pengesahan dengan suatu penetapan pengadilan atau dengan suatu akta

notaris yang disahkan oleh pengadilan setempat.

Tidak ada ketentuan yang mengatur tentang siapa saja yang boleh mengangkakat anak, dan

kriteria laki-laki atau perempuankah yang boleh diangkat. Oleh karena itu, dengan dibuatnya

makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai pengangkatan anak pada masyarakat adat di

Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Sebagai mana telah dijelaskan di atas, maka pemakalah dapat merumuskan beberapa

permasalah sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan adopsi?

2. Apa saja macam-macam adopsi anak?

3. Bagaimana adopsi anak menurut hukum adat Indonesia?

4. Bagaimana akibat hukum dari adopsi anak?

Page 6: Tugas Makalah Hukum Adat Lanjutan

Bab II

Pembahasan

A. Pengertian Adopsi

Secara etimologi, Adopsi berasal dari kata “adoptie” bahasa Belanda atau

“adopt”(adoption) bahasa Inggris, yang berarti pengangkatan anak, mengangkat anak. Dalam

bahasa Arab disebut “tabanni” yang menurut Prof. Mahmud Yunus diartikan dengan “

mengambil anak angkat” sedang dalam Kamus Munjid diartikan “ittikhadzahu ibnan” , yaitu “

menjadikannya sebagai anak.

Menurut istilah di kalangan agama dan adat di masyarakat, adopsi mempunyai dua

pengertian, yaitu:

1.         Mengambil anak orang lain untuk diasuh dan dididik dengan penuh perhatian dan kasih

sayang, dan diperlakukan oleh orang tua angkatnya seperti anak sendiri, tanpa memberi status

anak kandung kepadanya;

2.   Mengambil anak orang lain untuk diberi status sebagai anak kandung sehingga ia berhak

memakai nasab orang tua angkatnya dan mewarisi harta peninggalannya, dan hak-hak lainnya

sebagai hubungan anak dan orang tua.

Sedangkan pengertian adopsi menurut istilah, dapat dikemukakan definisi para ahli

antara lain : Menurut Hilman Kusuma, S. H mengemukakan pendapatnya dengan mengatakan :

“Anak angkat adalah anak orang lain yang dianggap anak sendiri oleh orang tua angkat dengan

resmi menurut hukum adat setempat dikarenakan tujuan untuk kelangsungan keturunan dan

pemeliharaan atas harta kekayaan rumah tangga.”

Page 7: Tugas Makalah Hukum Adat Lanjutan

Kemudian dikemukakan pendapat surojo wingjodipura, S. H dengan mengatakan :

“Adopsi (mengangkat anak) adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain kedalam

keluarga sendiri sedemikian rupa sehingga antara orang yag memungut anak dan anak yang

dipungut itu timbul suatu hukum kekeluargaan yang sama, seperti yang ada diantara orang tua

dan anak.”

Pendapat para pakar yang dikemukakan itu menggambarkan, bahwa hukum adat

membolehkan pengangkatan anak yang status anak tersebut disamakan dengan anak kandung

sendiri. Begitu juga status orang tua angkat, sama dengan orang tua di anak angkat itu. Kedua

belah pihak (orang tua angkat dan anak angkat ) mempunyai kewajiban yang persis sama dengan

hak dan kewajiban orang tua terhadap anak kandungnya, dan anak kandung terhadap orang

tuanya.

Pendapat lain dikemukakan Syekh Mahmud Syaltut dengan mengemukakan

definisinya sebagai berikut dengan mengatakan: “adopsi adalah seseorang yang mengangkat

anak yang di ketahuinya bahwa anak itu termasuk anak orang lain. kemudian ia memperlakukan

anak tersebut sama dengan anak kandungnya, baik dari segi kasih sayangnya maupun nafkahnya

tanpa ia memandang perbedaan. meskipun demikian agama tidak menganggap sebagai anak

kandungnya, karena ia tidak dapat disamakan statusnya dengan anak kandung.” Definisi ini

menggambarkan, bahwa anak angkat itu sekedar mendapatkan pemeliharaan nafkah, kasih

sayang dan pendidikan, tidak dapat disamakan dengan status anak kandung baik dari segi

pewarisan maupun dari perwalian. hal ini dapat disamakan dengan anak asuh menurut istilah

sekarang ini.

Selanjutnya masih dari beliau mengemukakan pendapat yang kedua yakni : “adopsi

adalah adanya seorang yang tidak memiliki anak, kemudian ia menjadikan anak sebagai anak

Page 8: Tugas Makalah Hukum Adat Lanjutan

angkatnya, padahal ia mengetahui bahwa anak itu bukan anak kandungnya, lalu ia

menjadikannya sebagai anak yang sah.” Definisi ini menggambarkan pengangkatan anak

tersebut sama dengan pengangkatan anak dijaman jahiliyah, dimana anak angkat itu sama

statusnya dengan anak kandung, ia dapat mewarisi harta benda orang tua angkatnya dan dapat

meminta perwalian kepada orang tua angkatnya bila ia mau dikawini.

B. Macam-macam Adopsi anak

Di lingkungan masyarakat hukum adat dikenal dua klafikasi kedudukan anak angkat

yaitu; pertama, kedudukan anak angkat sebagai anak kandung untuk penerus keturunan orang tua

angkatnya. Misalnya pada masyarakat Batak yang sistem kekerabatanya patrilineal murni.

Dimana kedudukan anak laki-laki sangat penting sebagai penerus keturunan, jadi apabila tidak

mempunyai anak laki-laki harus mengangkat anak laki-laki yang status kedudukannya sebagai

anak kandung. Kedua, kedudukan anak angkat yang diambil tidak dengan maksud sebagai

penerus keturunan orang tua angkatnya.

Ada beberapa macam-macam adopsi anak , yaitu:

i. Mengangkat anak bukan warga keluarga atau disebut dengan adopsi dari anak asing.

Anak yang hendak diangkat dilepaskan dari lingkungannya semula dan dipungut

masuk kedalam kerabat yang mengadopsinya, serentak dengan suatu pembayaran berupa benda-

benda magis sebagai taranya dan dilakuakn dengan terang disaksikan oleh para kepala adat. Hal

ini dapat kita temukan pada masyarakat adat daerah Gayo, Nias, Lampung, Kalimantan.

ii. Mengangkat Anak dari kalangan keluarga atau dalam satu clan besar kerabat adatnya.

Page 9: Tugas Makalah Hukum Adat Lanjutan

Mengangkat anak dari kalangan keluarga atau masih dalam satu clan kekerabatan ini

banyak kita jumpai pada masyarakat adat di Bali. Perbuatan ini sering disebut dengan

“nyentanayang”. Biasanya anak selir-selir yang diangkat menjadi anak angkat, karena istri utama

tidak dapat memberikan keturunan. Jika tidak terdapat wangsa laki-laki yang dijadikan anak

angkat,maka dapat juga anak perempuan diangkat sebagai setana, dan sering disebut dengan

“setana rejeg”.

Dengan mengikuti peraturan “Paswara” Pasal 11 ayat (1) menentukan sebagai

berikut. “Apabila orang-orang tergolong dalam kasta manapun djuga jang tidak mempunjai anak-

anak lelaki, berkehendak mengangkat seorang anak (memeras sentana) maka mereka itu harus

mendjatuhan pilihannya atas seorang dari anggota keluarga sedarah jang terdekat dalam

keturunan lelaki sampai derajat kedelapan”.

Pengangkatan dilakukan melalui upacara Paperasan yaitu upacara yan dihadiri oleh

kepala adat dan keluarga dalam satu pakraman. Upaca dilakukan dengan membakar benang

melambangkan hubungan dengan ibunya putus, dan pembayaran adat berupa 1.000 (seribu)

kepeng serta stel pakaian. Yang kemudian diumumkan (siar) kepada warga desa, dan kemudian

raja memeberikan izinnya dengan membuatkan akta (surat”Peras). Memperhatikan ketentuan di

atas, tampak ada beberapa poin penting yang patut diperhatikan apabila pasangan suami-istri

ingin mengangkat anak, yaitu:

a. Anak yang diangkat berasal dari anggota keluarga sedarah terdekat (“kasta” yang sama),

dalam garis keturunan laki-laki.

b. Perlu mendapat persetujuan keluarga dan desa pakraman.

Page 10: Tugas Makalah Hukum Adat Lanjutan

iii. Mengangkat anak dari kalangan Keponakan atau sering disebut dengan adopsi

kemenakan.

Dalam pengangkatan anak (adopsi) kemenakan ini selain di latarbelakangi karena

alasan tidak/ belum dikaruniai anak, juga terdorong oleh rasa kasihan/iba. Perbedaan antara

adopsi kemenakan dan adopsi dengan satu clan/ kekerabatan dalam perbedaan status dan tidak

adanya pembayaran. Di Jawa pengangkatan seperti ini sering disebut dengan “pedot”.

Menurut Tolib Setiady , sebab-sebab mengangkat anak dari keponakan adalah :

a. Tidak mempunyai anak sendiri sehingga dengan memungut keponakan tersebut

merupakan jalan untuk mendapatkan keturunan

b. Belum dikaruniai anak sehingga dengan memungut anak tersebut diharapkan akan

mempercepat kemungkinannya akan medapatkan anak (kandung)

c. Terdorong oleh rasa kasihan terhadap keponakan yang bersangkutan karena misalnya

hidupnya kurang terurus, dan lain sebagainya.

C. Asas Pengangkatan Anak Pada Masyarakat Adat

Dalam pengangkatan anak pada masyarakat adat kan memunculkan asas-asas antara lain:

Asas mengangkat anak untuk meneruskan garis keturunan

Asas mengangkat anak laki-laki untuk meneruskan garis keturunannya.

Biasanya terjadi pada msyarakat Bali, dan Patrilineal.

Asas mengutamakan kesejahteraan anak angkat.

Page 11: Tugas Makalah Hukum Adat Lanjutan

Kedudukan anak angkat dalam keluarga menurut Hilman Hadikusuma (1987 : 144) dalam

bukunya Hukum Kekerabatan Adat dinyatakan bahwa : “Selain pengurusan dan perwalian anak

dimaksud bagi keluarga keluarga yang mempunyai anak, apalagi tidak mempunyai anak dapat

melakukan adopsi, yaitu pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan dengan mengutamakan

kepentingan kesejahteraan anak, pengangkatan anak dimaksud tidak memutuskan hubungan

darah antara anak dan orang tua kandungnya berdasarkan hukum berlaku bagi anak yang

bersangkutan”. Untuk selanjutnya mengenai hak mewaris anak angkat, meskipun anak angkat

tersebut mempunyai hak mewaris, tetapi menurut Keputusan Mahkamah Agung tidak semua

harta peninggalan bisa diwariskan kepada anak angkat. Hanya sebatas harta gono-gini orang tua

angkat, sedang terhadap harta asal orang.

Asas kekeluargaan

Asas kemanusiaan.

Selain alasan belum/tidak mempunyai keturunan dalam pengangkatan anak juga berlandaskan

kemanusiaan. Namun untuk masyarakaat yang menganut sistem kekerabatan Matrilineal,

kedudukan anak tidak sama dengan anak kandung, begitu juga pada masyarakat Parental.

Pengangkatan anak pada masyarakat Parental juga tidak memutuskan pertalian keluarga antara

anak angkat dengan orang tua kandungnya. Anak angkat masuk dalam kehidupan rumah tangga

orang tua angkat sebagai anggota keluarga, tetapi tidak berkedudukan sebagai anak kandung

untuk meneruskan keturunan bapak angkatnya.

Asas persamaan hak

Anak angkat dalam masyarakat adat diterima secara biologis dan sosial, sehingga kedudukannya

sama dengan anak kandung begitupula dengan hak-haknya sebagai anak.

Asas musyawarah dan mufakati

Page 12: Tugas Makalah Hukum Adat Lanjutan

Sebelum melakukan pengangkatan anak dalam keluarga, harus didahului musyawarah dan

mufakat keluarga besar.

Asas tunai dan terang

D. Kedudukan Anak Adopsi dalam masyarakat adat

Dalam adopsi anak/ pengangkatan anak dalam masyarakat adat kedudukan anak angkat

dapat dibedakan:

Anak angkat sebagai penerus keturunan.

Di Lampung anak orang lain yang diangkat menjadi tegak tegi diambil dari anak yang

masih bertali kerabat dengan bapak angkatnya.

Di Bali anak angkat sebagai penerus keturunan dengan mengawinkan anak wanita

kandung bapak angkatnya, anak itu menjadi sentana rejeg yang mempunyai hak yang sama

dengan anak kandung.

Anak angkat adat karena perkawinan atau untuk penghormatan.

Terjadi dikarenakan perkawinan campuran antara suku (adat) yang berbeda (batak;

marsileban). Di batak jika suami yang diangkat itu orang luar maka ia diangkat sebagai anak dari

kerabat “namboru” (marga penerima dara) dan jika isteri yang diangkat itu orang luar maka ia

diangkat sebagai anak tiri kerabat “hula-hula” (Tulang, marga pemberi darah).

Pengangkatan anak atau saudara (lampung; adat mewari) tertentu sebagai tanda

penghargaan, misalnya mengangkat seorang pejabat pemerintahan menjadi saudara angkat.

Pengangkatan anak karena penghormatan ini juga tidak berakibat menjadi waris dari ayah angkat

si anak, kecuali diadakan tambahan perikatan ketika upacara adat dihadapan para pemuka adat

Page 13: Tugas Makalah Hukum Adat Lanjutan

dilaksanakan. Jadi, kedudukan anak di masing-masing daerah yang menganut sistem kekerabatan

yang berbeda berbeda pula kedudukan anak angkat dalam keluarga barunya.

E. Akibat Hukum dari Adopsi Anak

Ter Haar menyebutkan bahwa anak angkat berhak atas warisan sebagai anak, bukannya

sebagai orang asing. Sepanjang perbuatan ambil anak (adopsi) telah menghapuskan perangainya

sebagai “orang asing’ dan menjadikannya perangai “anak” maka anak angkat berhak atas

warisan sebagai seorang anak. Itulah titik pangkalnya hukum adat.

Namun boleh jadi, bahwa terhadap kerabatnya kedua orang tua yang mengambil anak itu

anak angkat tadi tetap asing dan tidak mendapat apa-apa dari barang asal daripada bapa atau ibu

angkatnya atas barang-barang mana kerabat-kerabat sendiri tetap mempunyai haknya yang

tertentu, tapi ia mendapat barang-barang (semua) yang diperoleh dalam perkawinan. Ambil anak

sebagai perbuatan tunai selalu menimbulkan hak sepenuhnya atas warisan.

Pengadilan dalam praktek telah merintis mengenai akibat hukum di dalam pengangkatan

antara anak dengan orang tua sebagai berikut :

a) Hubungan darah : mengenai hubungan ini dipandang sulit untuk memutuskan hubungan

anak dengan orangtua kandung.

b) Hubungan waris : dalam hal waris secara tegas dinyatakan bahwa anak sudah tidak akan

mendapatkan waris lagi dari orangtua kandung. Anak yang diangkat akan mendapat waris

dari orangtua angkat.

c) Hubungan perwalian : dalam hubungan perwalian ini terputus hubungannya anak dengan

orang tua kandung dan beralih kepada orang tua angkat. Beralihnya ini, baru dimulai

Page 14: Tugas Makalah Hukum Adat Lanjutan

sewaktu putusan diucapkan oleh pengadilan. Segala hak dan kewajiban orang tua

kandung berlaih kepada orang tua angkat.

d) Hubungan marga, gelar, kedudukan adat; dalam hal ini anak tidak akan mendapat marga,

gelar dari orang tua kandung, melainkan dari orang tua angkat.

Pendapat lain mengenai akibat hukum yang timbul dari pengangkatan anak:

1. Dengan orang tua kandung : Anak yang sudah diadopsi orang lain, berakibat hubungan

dengan orang tua kandungnya menjadi putus. Hal ini berlaku sejak terpenuhinya prosedur

atau tata cara pengangkatan anak secara terang dan tunai. Kedudukan orang tua kandung

telah digantikan oleh orang tua angkat. Hal seperti ini terdapat di daerah Nias, Gayo,

Lampung dan Kalimantan. Kecuali di daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan

Sumatera Timur perbuatan pengangkatan anak hanyalah memasukkan anak itu ke dalam

kehidupan rumah tangganya saja, tetapi tidak memutuskan pertalian keluarga anak itu

dengan orang tua kandungnya. Hanya hubungan dalam arti kehidupan sehari-hari sudah

ikut orang tua angkatnya dan orang tua kandung tidak boleh ikut campur dalam hal

urusan perawatan, pemeliharaan dan pendidikan si anak angkat.

2. Kedudukan anak angkat terhadap orang tua angkat mempunyai kedudukan sebagai anak

sendiri atau kandung. Anak angkat berhak atas hak mewaris dan keperdataan. Hal ini

dapat dibuktikan dalam beberapa daerah di Indonesia, seperti di pulau Bali, perbuatan

mengangkat anak adalah perbuatan hukum melepaskan anak itu dari pertalian

keluarganya sendiri serta memasukkan anak itu ke dalam keluarga bapak angkat,

sehingga selanjutnya anak tersebut berkedudukan sebagai anak kandung. Di Lampung

perbuatan pengangkatan anak berakibat hubungan antara si anak dengan orang tua

Page 15: Tugas Makalah Hukum Adat Lanjutan

angkatnya seperti hubungan anak dengan orang tua kandung dan hubungan dengan

orangtua kandung-nya secara hukum menjadi terputus. Anak angkat mewarisi dari orang

tua angkatnya dan tidak dari orang tua kandungnya.

Kedudukan anak angkat dalam keluarga menurut Hilman Hadikusuma dalam bukunya

Hukum Kekerabatan Adat dinyatakan bahwa : “Selain pengurusan dan perwalian anak dimaksud

bagi keluarga keluarga yang mempunyai anak, apalagi tidak mempunyai anak dapat melakukan

adopsi, yaitu pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan dengan mengutamakan kepentingan

kesejahteraan anak, pengangkatan anak dimaksud tidak memutuskan hubungan darah antara

anak dan orang tua kandungnya berdasarkan hukum berlaku bagi anak yang bersangkutan”.

Untuk selanjutnya mengenai hak mewaris anak angkat, meskipun anak angkat tersebut

mempunyai hak mewaris, tetapi menurut Keputusan Mahkamah Agung tidak semua harta

peninggalan bisa diwariskan kepada anak angkat. Hanya sebatas harta gono-gini orang tua

angkat.

F. Pengaturan Adopsi dalam Perundang-undangan

Didalam Hukum Perdata Indonesia, adopsi diatur secara tertulis dan tidak tertulis. Hukum

yang tertulis mengatur hubungan antara orangtua dan anak adalah aturan yang ada di Hukum

Perdata (KUHP). Namun kitab ini hanya berlaku pada sebagian masyarakat Indonesia yaitu

mereka yang oleh Undang-Undang dinamakan golongan penduduk yang dipersamakan dengan

orang Eropa serta orang Timur Asing dan orang Indonesia yang dengan tindakan hukum

menyatakan diri tunduk pada hukum itu.

Page 16: Tugas Makalah Hukum Adat Lanjutan

Didalam hukum tertulis tidak terdapat aturan mengenai lembaga pengangkatan anak. Namun

bagi golongan Tionghoa tunduk pada B.W. ada pengaturannya secara tertulis dalam Stb. 1917

No. 129. Bagi orang Indonesia asli ketentuan yang mengatur hubungan diantara orangtua dan

anak sebagian terbesar terdapat dalam Hukum Perdata yang tidak tertulis yang dikenal dengan

Hukum Adat atau kebiasaan di suatu tempat yang kemudian dipatuhi oleh masyarakatnya

sebagai suatu aturan yang harus dipenuhi.

Pasal 12 (1) UU Kesejahteraan Anak (UU No. 4 tahun 1979) berbunyi “Pengangkatan anak

menurut adat dan kebiasaan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan kesejahteraan

anak”. Di dalam ayat 3 menyebutkan pengangkatan anak yang dilakukan diluar adat dan

kebiasaan dilaksanakan berdasar peraturan perundang-undangan. Karena peraturan perundang-

undangan ini belum ada sampai sekarang maka untuk memenuhi kebutuhan dilaksanakan

melalui SEMA No. 6 tahun 1987 dan SEMA 4 tahun 1989.

Menurut agama Islam, pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak

dengan orang tua kandungannya. Namun demikian, tidak jarang terjadi kasus dimana, dalam

mengangkat anak, orang tua angkat merahasiakan kepada anak mengenai orangtua kandungnya

dengan maksud agar anak akan menganggap orang tua kandungnya. Tetapi pada umumnya

maksud tersebut menjadi kontra produktif terutama setelah anak angkat menjadi dewasa dan

memperoleh informasi mengenai kenyataan yang sesungguhnya.

Akibat dari Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1977 tentang Gaji Pegawai Negeri Sipil, yang

memungkinkan Pegawai Negeri Sipil untuk mendapatkan tunjangan bagi anak yang diadopsi

melalui penetapan pengadilan, mulai praktek adopsi dengan ketetapan pengadilan.

Page 17: Tugas Makalah Hukum Adat Lanjutan

Bab III

Kesimpulan

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa, adopsi adalah pengangkatan anak

atau menjadikannya sebagai anak. Pengangkatan anak tidak menyebabkan putusnya hubungan

darah antara anak angkat dengan orang tuanya dan keluarga orang tua yang bersangkutan.

Di lingkungan masyarakat hukum adat dikenal dua klafikasi kedudukan anak angkat

yaitu; pertama, kedudukan anak angkat sebagai anak kandung untuk penerus keturunan orang tua

angkatnya. Kedua, kedudukan anak angkat yang diambil tidak dengan maksud sebagai penerus

keturunan orang tua angkatnya.

Adopsi anak itu dikenal dalam seluruh sistem hukum adat di Indonesia. Pengaturan

tentang penangkatan anak di atur antara lain di KUHPerdata (Untuk Golongan Tionghoa dan

Timur Asing) dan juga diatur dalam UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA).

Selain itu pengaturan teknisnya banyak tersebar dalam bentuk SEMA (Surat Edaran Mahkamah

Agung). Definisi adopsi dalam UUPA tentang angkat adalah Anak angkat adalah anak yang

haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain

yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam

lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.

Page 18: Tugas Makalah Hukum Adat Lanjutan

DAFTAR PUSTAKA

Soeroso, 2003, Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 176 Soeroso, 2003, Perbandingan

Hukum Perdata, Jakarta,Sinar Grafika, hlm. 176

Soerojo Wignjodipuro, 1986, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, Jakarta, CV Haji Masagung

halaman 108.

Bushar Muhammad, Pokok-pokok Hukum Adat, cetakan ke-10, Jakarta: PT Pradnya Paramita,

2006. Hal33

Sunarmi. —. Pengangkatan Anak Pada Masyarakat Batak Toba (Suatu Analisis Berdasarkan

Hukum Adat). Universitas Sumatera Utara. Hal.6

Ragawino, Bewa. —. Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat Indonesia.Unpad, hal 67-68