Makalah COPD.docx

38
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang PPOK adalah klasifikasi luas dari gangguan, yang mencakup bronchitis kronis, bronkiektasis, emfisiema dan asma . PPOK merupakan kondisi irreversible yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru. PPOK merupakan penyebab kematian ke 5 terbesar di Amerika Serikat. Penyakit ini menyerang lebih dari 25% dari populasi dewasa. Obstruksi jalan napas yang menyebabkan reduksi aliran udara beragam tergantung pada penyakit. Pada bronchitis kronik dan bronkiolitis, penumpukan lendir dan sekresi yang sangat banyak menyumbat jalan napas. Pada emfisema, obstruksi pada pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi akibat kerusakan dinding alveoli yang disebabkan oleh overekstensi ruang udara dalam paru- paru. Pada asma, jalan napas bronchial menyempit dan membatasi jumlah udara yang mengalir dalam paru-paru. Protocol pengobatan tertentu digunakan dalam semua kelainan ini, meski patafisiologi dari masing-masing kelainan ini membutuhkan pendekatan spesifik. 1

Transcript of Makalah COPD.docx

Page 1: Makalah COPD.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

PPOK adalah klasifikasi luas dari gangguan, yang mencakup bronchitis

kronis, bronkiektasis, emfisiema dan asma . PPOK merupakan kondisi irreversible

yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar

udara paru-paru. PPOK merupakan penyebab kematian ke 5 terbesar di Amerika

Serikat. Penyakit ini menyerang lebih dari 25% dari populasi dewasa.

Obstruksi jalan napas yang menyebabkan reduksi aliran udara beragam

tergantung pada penyakit. Pada bronchitis kronik dan bronkiolitis, penumpukan

lendir dan sekresi yang sangat banyak menyumbat jalan napas. Pada emfisema,

obstruksi pada pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi akibat kerusakan

dinding alveoli yang disebabkan oleh overekstensi ruang udara dalam paru-paru.

Pada asma, jalan napas bronchial menyempit dan membatasi jumlah udara yang

mengalir dalam paru-paru. Protocol pengobatan tertentu digunakan dalam semua

kelainan ini, meski patafisiologi dari masing-masing kelainan ini membutuhkan

pendekatan spesifik.

PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhulubungan dengan interaksi

genetic dengan lingkungan. Merokok, polusi udara dan pemajanan ditempat kerja

(terhadap batu bara, kapas, padi-padian ) merupakakn factor-faktor risiko penting

yang menunjang pada terjadinya penyakit ini. Prosesnya dapat terjadi dalam rentang

lebih dari 20-30 tahunan. PPOK juga ditemukan terjadi pada individu yang tidak

mempunyai enzim yang normal mencegah panghancuran jaringan paru oleh enzim

tertentu. PPOK tampak timbul cukup dini dalam kehidupan dan merupakan kelainan

yang mempunyai kemajuan lambat yang timbul bertahun-tahun sebelum awitan

gejala-gejala klinis kerusakan fungsi paru.

PPOK sering menjadi simptomatik selama tahun-tahun usia baya, tetapi

insidennya meningkat sejalan dengan peningkatan usia. meskipun aspek-aspek paru

1

Page 2: Makalah COPD.docx

tertentu, seperti kapasitas vital dan volume ekspirasi kuat, menurun sejalan dengan

peningkatan usia, PPOK memperburuk banyak perubahan fisiologi yang berkaitan

dengan penuaan dan mengakibatkan obstruksi jalan napas (dalam bronchitis) dan

kehilangan daya kembang elastic paru (pada emfisema). Karenanya, terdapat

perubahan tambahan dalam rasio ventilasi perkusi pada pasien lansia dengan PPOK.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah makalah ini antara lain:

1. Apa pengertian PPOK?

2. Bagaimana klasifikasi dari PPOK?

3. Apa saja etiologi dari PPOK?

4. Bagaimana pathogenesis PPOK?

5. Bagaimana tanda dan gejala pasien dengan PPOK?

6. Bagaimana pemeriksaan diagnostic pada pasien PPOK?

7. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien PPOK?

8. Bagiamana asuhan keperawatan pada pasien PPOK?

3. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

Secara umum

1. Agar menambah pengetahuan mahasiswa tentang PPOK

2. Agar mahasiswa/mahasiwi dapat menerapkan asuhan keperawatan pada

pasien dengan PPOK.

Secara khusus

1. Menjelaskan pengertian PPOK

2. Mengklasifikasikan PPOK

3. Menyebutkan etiologi dari PPOK

2

Page 3: Makalah COPD.docx

4. Menjelaskan pathogenesis dari PPOK

5. Menjelaskan apa saja tanda dan gejala pasien dengan PPOK

6. Menjelaskan pemeriksaan diagnostic pada pasien PPOK

7. Memahami bagaimana penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien PPOK

8. Menjelaskan dan menerapkan asuhan keperawatan pada pasien PPOK

3

Page 4: Makalah COPD.docx

BAB II

ISI

1. Pengertian

Penyakit paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang

digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh

peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi

utamanya. Bronchitis kronik, emfisema paru dan asma bronchial membentuk

kesatuan yang disebut PPOK. Agaknya ada hubungan etiologi dan sekuensial antara

bronchitis kronis dan emfisema, tetapi tampaknya tidak ada hubungan antara penyakit

itu dengan asma. Hubungan ini nyata sekali sehubungan dengan etiologi,

pathogenesis dan pengobatan.

PPOK adalah sekresi mukoid bronchial yang bertambah secara menetap

disertai dengan kecenderungan terjadinya infeksi yang berulang dan penyempitan

saluran nafas , batuk produktif selama 3 bulan, dalam jangka waktu 2 tahun berturut-

turut (Ovedoff, 2002). Sedangkan menurut Price & Wilson (2005), COPD adalah

suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang

berlangsung lama dan ditandai dengan obstruksi aliran udara sebagai gambaran

patofisiologi utamanya. Menurut Carpenito (1999) COPD atau yang lebih dikenal

dengan PPOM merupakan suatu kumpulan penyakit paru yang menyebabkan

obstruksi jalan napas, termasuk bronchitis, empisema, bronkietaksis dan asma. PPOM

paling sering diakibatkan dari iritasi oleh iritan kimia (industri dan tembakau), polusi

udara, atau infeksi saluran pernapasan kambuh.

2. Klasifikasi

Menurut Alsagaff & Mukty (2006), COPD dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

4

Page 5: Makalah COPD.docx

1. Asma Bronkhial: dikarakteristikkan oleh konstruksi yang dapat pulih dari otot

halus bronkhial, hipersekresi mukoid, dan inflamasi, cuaca dingin, latihan,

obat, kimia dan infeksi.

2. Bronkitis kronis: ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai

pengeluaran dahak sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu

tahun, dan paling sedikit selama 2 tahun. Gejala ini perlu dibedakan dari

tuberkulosis paru, bronkiektasis, tumor paru, dan asma bronkial.

3. Emfisema: suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan

melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminal,

disertai kerusakan dinding alveolus.

3. Etiologi

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya COPD (Mansjoer, 1999)

adalah :

1. Kebiasaan merokok

Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking control, rokok

adalah penyebab utama timbulnya COPD. Secara fisiologis rokok

berhubungan langsung dengan hiperplasia kelenjar mukosa bronkus dan

metaplasia skuamulus epitel saluran pernapasan. Juga dapat menyebabkan

bronkokonstriksi akut. Menurut Crofton & Doouglas merokok menimbulkan

pula inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofage alveolar dan surfaktan.

a. Riwayat Perokok : 1. Perokok Aktif

2. Perokok Pasif

3. Bekas Perokok

b. Derajat berat merokok

( Indeks Brinkman = Jumlah rata-2 batang rokok /hr X lama merokok /th):

1. Ringan : 0 - 200

2. Sedang : 200 - 600

3. Berat : > 600

5

Page 6: Makalah COPD.docx

2. Polusi udara

Polusi zat-zat kimia yang dapat juga menyebabkan brokhitis adalah zat

pereduksi seperti O2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hydrocarbon, aldehid

dan ozon.

a. Polusi di dalam ruangan : - asap rokok

- asap kompor

b. Polusi di luar ruangan : - Gas buang kendaranan bermotor

- Debu jalanan

c. Polusi tempat kerja ( bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)

3. Riwayat infeksi saluran nafas.

Infeksi saluran pernapasan bagian atas pada seorang penderita bronchitis

koronis hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah, serta

menyebabkan kerusakan paru bertambah. Eksaserbasi bronchitis kronis

disangka paling sering diawali dengan infeksi virus, yang kemudian

menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.

4. Bersifat genetik yaitu defisiensi -1 antitripsin.

6

Page 7: Makalah COPD.docx

Inhalasi bahan berbahaya

InflamasiMekanisme perbaikanMekanisme perlindungan

Kerusakan jaringan

Hipersekresi mukus Bronkitis kronis

Penyempitan saluran nafas & fibrosis Destruksi Parenkim Paru Emfisema

Oksidative streesoksidanAnti oksidan

4. Patogenesis & Patofisiologi PPOK

Patofisiologi

Walaupun COPD terdiri dari berbagai penyakit tetapi seringkali memberikan

kelainan fisiologis yang sama. Akibat infeksi dan iritasi yang menahun pada lumen

bronkus, sebagian bronkus tertutup oleh secret yang berlebihan, hal ini menimbulkan

dinding bronkus menebal, akibatnya otot-otot polos pada bronkus dan bronkiolus

berkontraksi, sehingga menyebabkan hipertrofi dari kelenjar-kelenjar mucus dan

akhirnya terjadi edema dan inflamasi. Penyempitan saluran pernapasan terutama

disebabkan elastisitas paru-paru yang berkurang. Bila sudah timbul gejala sesak,

biasanya sudah dapat dibuktikan adanya tanda-tanda obstruksi. Gangguan ventilasi

yang berhubungan dengan obstruksi jalan napas mengakibatkan hiperventilasi (napas

lambat dan dangkal) sehingga terjadai retensi CO2 (CO2 tertahan) dan menyebabkan

hiperkapnia (CO2 di dalam darah/cairan tubuh lainnya meningkat).

7

Page 8: Makalah COPD.docx

Pada orang noirmal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik

jaringan paru akan berkurang, sehingga saluran-saluran pernapasan bagian bawah

paru akan tertutup. Pada penderita COPD saluran saluran pernapasan tersebut akan

lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Akibat cepatnya saluran pernapasan

menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi dan perfusi

yang tidak seimbang. Tergantung dari kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan

ventilasi kurang/tidak ada, tetapi perfusi baik, sehingga penyebaran pernapasan udara

maupun aliran darah ke alveoli, antara alveoli dan perfusi di alveoli (V/Q rasio yang

tidak sama). Timbul hipoksia dan sesak napas, lebih jauh lagi hipoksia alveoli

menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah paru dan polisitemia.

Perjalanan klinis penderita PPOK terbentang mulai dari pink puffers sampai

blue bloaters adalah timbulnya dispnea tanpa disertai batuk dan produksi sputum

yang berarti. Biasanya dispnea mulai timbul antara usia 30 sampai 40 tahun dan

semakin lama semakin berat. Pada penyakit lanjut, pasien mungkin begitu kehabisan

napas sehingga tidak dapat makan lagi dan tubuhnya tampak kurus tak berotot. Pada

perjalanan penyakit lebih lanjut, pink puffers dapat berlanjut menjadi bronktis kronis

sekunder. Dada pasien berbentuk tong, diafragma terletak rendah dan bergerak tak

lancar. Polisitemia dan sianosis jarang ditemukan, sedangkan kor pulmonal (penyakit

jantung akibat hipertensi pulmonal dan penyakit paru) jarang ditemukan sebelum

penyakit sampai pada tahap terakhir. Gangguan keseimbangan ventilasi dan perfusi

minimal, sehingga dengan hiperventilasi penderita pink puffers biasanya dapat

mempertahankan gas-gas darah dalam batas normal sampai penyakit ini mencapai

tahap lanjut. Paru biasanya membesar sekali sehingga kapasitas paru total dan volume

residu sangat meningkat.

Pada keadaan PPOK ekstrim yang lain didapatkan pasien-pasien blue bloaters

(bronchitis tanpa bukti-bukti emfisema obstuktif yang jelas). Pasien ini biasanya

menderita batuk produktif dan berulang kali mengalami infeksi pernapasan yang

dapat berlangsung selama bertahun-tahun sebelum tampak gangguan fungsi. Akan

8

Page 9: Makalah COPD.docx

tetapi, akhrnya timbul gejala dipsnea pada waktu pasien melakukan kegiatan fisik.

Pasien-pasien ini memperlihatkan gejala berkurangnya dorongan untuk bernapas;

mengalami hipoventilasi dan menjadi hipoksia dan hiperkapnia. Rasio

ventilasi/perfusi juga tampak sangat berkurang. Hipoksia yang kronik merangsang

ginjal untuk memproduksi eritrropoetin, yang akan merangsang peningkatan

pembentukan sel-sel darah merah, sehingga terjadi polisitemia sekunder. Kadar

hemoglobin dapat mencapai 20gram/ 100 ml atau lebih, dan sianosis mudah tampak

karena Hb dapat tereduksi mudah mencapai kadar 5 gram/100ml walaupun hanya

sebagian kecil Hb sirkulasi yang berada dalam bentuk Hb tereduksi. Pasien-pasien ini

tidak mengalami dispnea sewaktu istirahat sehingga mereka tampak sehat. Biasanya

berat tubuh tidak banyak menurun dan bentuk tubuh normal. Kapasitas paru total

normal dan diafrgma berada pada posisi normal. Kematian biasanya terjadi akibat kor

pulmonal atau akibat kegagalan pernapasan.

Perjalanan klinis PPOK yang khas berlangsung lama, dimulai pada usia 20-30

tahun dengan batuk “merokok”, atau “pagi” disertai pembentukan sedikit sputum

mukoid. Infeksi pernapasan ringan cenderung berlangsung lebih lama dari biasanya

pada pasien-pasien ini. Meskipun mungkin terdapat penurunan toleransi terhadap

kerja fisik, tetapi biasanya keadaan ini tidak diketahui karena berlangsung dalam

jangka waktu lama. Akhirnya, serangan bronchitis akut makin sering timbul terutama

pada musim dingin dan kemampuan kerja pasien berkurang, sehingga waktu

mencapai usia 50-60an pasien mungkin harus berhenti bekerja. Pada pasien dengan

tipe emfisema tosa yang mencolok perjalanan klinis tampaknya tidak begitu lama

yaitu tanpa riwayat batuk produktif dan dalam beberapa tahun timbul dipsnea yang

membuat pasien menjadi sangat lemah. Bila timbul hiperkapnia, hipoksemia dank or

pulmonal prognosisnya buruk dan kematian biasanya terjadi beberapa tahun sesudah

timbul penyakit. Gabungan gagal napas dan gagal jantung yang dipercepat oleh

pneumonia merupakan penyebab kematian yang lazim.

5. Tanda dan gejala

9

Page 10: Makalah COPD.docx

Tanda dan gejala PPOK adalah sebagai berikut Brunner & Suddarth (2005) :

1. Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.

2. Sputum putih,

3. Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernapasan tambahan untuk bernapas

4. Nafas pendek dan cepat (Takipnea).

5. Anoreksia.

6. Penurunan berat badan dan kelemahan.

7. Takikardia, berkeringat.

8. Hipoksia, sesak dalam dada.

6. Pemeriksaan Diagnostik

1. Anamnesa ( Keluhan )

- Umumnya dijumpai pada usia tua ( > 45 th )

- Riwayat PEROKOK / bekas PEROKOK

- Riwayat terpajan zat iritan di tempat kerja ( waktu lama )

- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga

- Ada faktor predisposisi pada masa bayi / anak

( BBLR, infeksi nafas berulang, lingkungan asap rokok )

- Batuk berulang dengan / tanpa dahak

- Sesak dengan / tanpa bunyi mengi

- Sesak nafas bila aktivitas berat

2. Pemeriksaan fisik :

o Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shapped chest (diameter

anteroposterior dada meningkat).

o Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada.

o Perkusi pada dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati

lebih rendah, pekak jantung berkurang.

o Suara nafas berkurang.

10

Page 11: Makalah COPD.docx

3. Pemeriksaan radiologi

o Foto thoraks pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular shadow berupa

bayangan garis-garis yang pararel keluar dari hilus menuju ke apeks paru

dan corakan paru yang bertambah.

o Pada emfisema paru, foto thoraks menunjukkan adanya overinflasi dengan

gambaran diafragma yang rendah yang rendah dan datar, penciutan

pembuluh darah pulmonal, dan penambahan corakan kedistal.

4. Tes fungsi paru :

Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea untuk menentukan penyebab

dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstimulasi atau

restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek

terapi, misalnya bronkodilator.

5. Pemeriksaan gas darah.

6. Pemeriksaan EKG

7. Pemeriksaan Laboratorium darah : hitung sel darah putih.

7. Penatalaksanaan

1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi udara.

2. Terapi eksaserbasi akut dilakukan dengan :

o Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi :

Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia,

maka digunakan ampisilin 4 x 0,25 – 0,5 g/hari atau aritromisin 4 x 0,5

g/hari.

Augmentin (amoxilin dan asam klavuralat) dapat diberikan jika kuman

penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Catarhalis yang

memproduksi B. Laktamase. Pemberian antibiotic seperti kotrimoksosal,

amoksisilin atau doksisilin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut

11

Page 12: Makalah COPD.docx

terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempererat

kenaikan peak flowrate. Namun hanya dalam 7 – 10 hari selama periode

eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia,

maka dianjurkan antiobiotik yang lebih kuat.

o Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena

hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas CO2.

MANFAAT OKSIGEN :

1. Mengurangi sesak

2. Memperbaiki Aktiviti

3. Mengurangi hipertensi pulmonal ( Penyakit jantung )

4. Mengurangi vasokonstriksi

5. Mengurangi hematokrit

6. Memperbaiki fungsi neuropsikiatri

7. Meningkatkan kualiti hidup

INDIKASI PEMBERIAN OKSIGEN :

1. PaO2 < 60 mmHg atau SaO2 < 90 %.

2. PaO2 antara 55 – 59 mmHg atau SaO2 > 89 % +

adanya :

a. Kor Pulmonale

b. P Pulmonal

c. Hematokrit > 55%

d. tanda gagal janyung kanan

e. Sleep apneu

f. Penyakit paru lain

Macam Terapi Oksigen :

1. Pemberian oksigen jangka panjang

12

Page 13: Makalah COPD.docx

2. Pemberian Oksigen pada waktu aktiviti

3. Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

4. Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal nafas

Alat bantu pemberian Oksigen :

1. Nasal kanul

2. Sungkup venturi

3. Sungkup rebreathing

4. Sungkup Non rebreathing

o Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.

o Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan nafas, termsuk didalamnya

golongan adrenergic B dan antikolinergik. Pada pasien dapat diberikan

sulbutamol 5 mg dan g diberikan tiap 6 jam dengan rebulizeratau

protropium bromide 250 atau aminofilin 0,25 – 05 g IV secara perlahan.

3. Terapi jangka panjang dilakukan dengan :

o Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4 x 0,25 –

0,5/hari dapat menurunkan ekserbasi akut.

o Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap

pasien, maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif

fungsi foal paru.

o Fisioterapi.

o Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi akivitas fisik.

o Mukolitik dan ekspekteron.

o Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas Tip II

dengan PaO2 <>

o Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan

terisolasi, untuk itu perlu kegiatna sosialisasi agar terhindar dari depresi.

Rehabilitasi untuk pasien PPOK/COPD: a) Fisioterapi b) Rehabilitasi psikis c)

Rehabilitasi pekerjaan.

13

Page 14: Makalah COPD.docx

8. Asuhan Keperawatan pada pasien dengan COPD

A. Pengkajian

1. B. Diagnosa Keperawatan Identitas klien

Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama/suku, warga Negara,

bahasa yang digunakan, penanggung jawap meliputi : nama, alamat,

hubungan dengan klien.

2. Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan.

Kaji status riwayat kesehatan yang pernah dialami klien, apa upaya dan

dimana kliwen mendapat pertolongan kesehatan, lalu apa saja yang membuat

status kesehatan klien menurun.

3. Pola nutrisi metabolik.

Tanyakan kepada klien tentang jenis, frekuensi, dan jumlah klien makan dan

minnum klien dalam sehari. Kaji selera makan berlebihan atau berkurang, kaji

adanya mual muntah ataupun adanyaterapi intravena, penggunaan selang

enteric, timbang juga berat badan, ukur tinggi badan, lingkaran lengan atas

serta hitung berat badan ideal klien untuk memperoleh gambaran status

nutrisi.

4. Pola eliminasi.

o Kaji terhadap rekuensi, karakteristik, kesulitan/masalah dan juga

pemakaian alat bantu seperti folly kateter, ukur juga intake dan output

setiap sift.

o Eliminasi proses, kaji terhadap prekuensi, karakteristik,

kesulitan/masalah defekasi dan juga pemakaian alat bantu/intervensi dalam

BAB.

14

Page 15: Makalah COPD.docx

5. Pola aktivitas dan latihan

Kaji kemampuan beraktivitas baik sebelum sakit atau keadaan sekarang dan

juga penggunaan alat bantu seperti tongkat, kursi roda dan lain-lain. Tanyakan

kepada klien tentang penggunaan waktu senggang. Adakah keluhanpada

pernapasan, jantung seperti berdebar, nyeri dada, badan lemah.

6. Pola tidur dan istirahat

Tanyakan kepada klien kebiasan tidur sehari-hari, jumlah jam tidur, tidur

siang. Apakah klien memerlukan penghantar tidur seperti mambaca, minum

susu, menulis, memdengarkan musik, menonton televise. Bagaimana suasana

tidur klien apaka terang atau gelap. Sering bangun saat tidur dikarenakan oleh

nyeri, gatal, berkemih, sesak dan lain-lain.

7. Pola persepsi kognitif

Tanyakan kepada klien apakah menggunakan alat bantu pengelihatan,

pendengaran. Adakah klien kesulitan mengingat sesuatu, bagaimana klien

mengatasi tak nyaman : nyeri. Adakah gangguan persepsi sensori seperti

pengelihatan kabur, pendengaran terganggu. Kaji tingkat orientasi terhadap

tempat waktu dan orang.

8. Pola persepsi dan konsep diri

Kaji tingkah laku mengenai dirinya, apakah klien pernah mengalami putus

asa/frustasi/stress dan bagaimana menurut klien mengenai dirinya.

9. Pola peran hubungan dengan sesame

Apakah peran klien dimasyarakat dan keluarga, bagaimana hubungan klien di

masyarakat dan keluarga dn teman sekerja. Kaji apakah ada gangguan

komunikasi verbal dan gangguan dalam interaksi dengan anggota keluarga

dan orang lain.

10. Pola produksi seksual

15

Page 16: Makalah COPD.docx

Tanyakan kepada klien tentang penggunaan kontrasepsi dan permasalahan

yang timbul. Berapa jumlah anak klien dan status pernikahan klien.

11. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress.

Kaji faktor yang membuat klien marah dan tidak dapat mengontrol diri,

tempat klien bertukar pendapat dan mekanisme koping yang digunakan

selama ini. Kaji keadaan klien saat ini terhadap penyesuaian diri, ugkapan,

penyangkalan/penolakan terhadap diri sendiri.

12. Pola sistem kepercayaan

Kaji apakah klien dsering beribadah, klien menganut agama apa?. Kaji apakah

ada nilai-nilai tentang agama yang klien anut bertentangan dengan kesehatan.

1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan

produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen

berkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret, spasme bronkus).

3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada

selaput paru-paru.

4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nafas pendek, mucus

bronkokonstriksi dan iritan jalan napas.

5. Intoleransi aktivitas akibat keletihan hipoksemia dan pola pernapasan tidak

efektif

C. Perencanaan Keperawatan.

1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan

produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.

16

Page 17: Makalah COPD.docx

Tujuan : Ventilasi/oksigenisasi adekuat untuk kebutuhan

individu.

Kriteria hasil : Mempertahankan jalan napas paten dan bunyi napas

bersih/jelas.

Intervensi

1. Kaji/pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.

Rasional :

Takipnea biasanya ada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada

penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat

melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang disbanding inspirasi.

2. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat

tidur, duduk dan sandaran tempat tidur.

Rasional :

Peninggian kepala tempat tidur mempermudah pernapasan dan menggunakan

gravitasi. Namun pasien dengan distress berat akan mencari posisi yang lebih

mudah untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal dan lain-

lain membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi

dada.

3. Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas misalnya : mengi, krokels

dan ronki.

Rasional :

Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan

dapat/tidak dimanifestasikan dengan adanya bunyi napas adventisius,

misalnya : penyebaran, krekels basah (bronchitis), bunyi napas redup dengan

ekspirasi mengi (emfisema), atau tidak adanya bunyi napas (asma berat).

4. Catat adanya /derajat disepnea, misalnya : keluhan “lapar udara”, gelisah,

ansietas, distress pernapasan, dan penggunaan obat bantu.

Rasional :

17

Page 18: Makalah COPD.docx

Disfungsi pernapasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses

kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit,

misalnya infeksi dan reaksi alergi.

5. Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.

Rasional :

Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea

dan menurunkan jebakan udara.

6. Observasi karakteristik batuk, misalnya : menetap, batuk pendek, basah, bantu

tindakan untuk memperbaiki keefektifan jalan napas.

Rasional :

Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit

akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk paling tinggi

atau kepala dibawah setelah perkusi dada.

7. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung.

Rasional :

Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret, mempermudah

pengeluaran. Penggunaan air hangat dapat menurunkan spasme bronkus.

Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada

diafragma.

8. Bronkodilator, misalnya, β-agonis, efinefrin (adrenalin, vavonefrin), albuterol

(proventil, ventolin), terbutalin (brethine, brethaire), isoeetrain (brokosol,

bronkometer).

Rasional :

Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti local, menurunkan spasme

jalan napas, mengi dan produksi mukosa. Obat-obatan mungkin per oral,

injeksi atau inhalasi. dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada

diafragma.

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen

18

Page 19: Makalah COPD.docx

berkurang. (obstruksi jalan napas oleh sekret, spasme bronkus).

Tujuan : Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk

keperluan tubuh.

Kriteria hasil :

oTanpa terapi oksigen, SaO2 95 % dank lien tidan mengalami sesak napas.

oTanda-tanda vital dalam batas normal

oTidak ada tanda-tanda sianosis.

Intervensi :

1. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, catat pengguanaan otot aksesorius,

napas bibir, ketidakmampuan bicara/berbincang.

Respon :

Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan kronisnya proses

penyakit.

2. Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.

Rasional :

Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar

bibir atau danun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan

beratnya hipoksemia.

3. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang

mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai

dengan kebutuhan/toleransi individu.

Rasional :

Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan laithan

napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea dan kerja napas.

4. Dorong mengeluarkan sputum, pengisapan bila diindikasikan.

Rasional :

Kental tebal dan banyak sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran

gas pada jalan napas kecil, dan pengisapan dibuthkan bila batuk tak efektif.

19

Page 20: Makalah COPD.docx

5. Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi

tambahan.

Rasional :

Bunyi napas mingkin redup karena penurrunan aliran udara atau area

konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus/ter-tahannya

sekret. Krekles basah menyebar menunjukan cairan pada

interstisial/dekompensasi jantung.

6. Awasi tanda-tanda vital dan irama jantung.

Rasional :

Takikardi, disiretmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjuak efek

hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.

7. Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan

toleransi pasien.

Rasional :

Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia. Catatan ; emfisema

koronis, mengatur pernapasan pasien ditentikan oleh kadar CO2 dan mungkin

dikkeluarkan dengan peningkatan PaO2 berlebihan.

3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada

selaput paru-paru.

Tujuan : Rasa nyeri berkurang sampai hilang.

Kriteria hasil :

o Klien mengatakan rasa nyeri berkurang/hilang.

o Ekspresi wajah rileks.

Intervensi :

1. Tentukan karakteristik nyeri, miaalnya ; tajam, konsisten, di tusuk, selidiki

perubahan karakter/intensitasnyeri/lokasi.

Rasional :

20

Page 21: Makalah COPD.docx

Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat pneumonia, juga dapat

timbul komplikasi seperti perikarditis dan endokarditis.

2. Pantau tanda-tanda vital.

Rasional :

Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukan bahwa pasien mengalami

nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda-tanda vital.

3. Berikan tindakan nyaman, misalnya ; pijatan punggung, perubahan posisi,

musik tenang/perbincangan, relaksasi/latihan napas.

Rasional :

Tindakan non-analgetik diberikan dengan sentuhan lembut dapat

menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesic.

4. Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.

Rasional :

Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan

memberan mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.

5. Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.

Rasional :

Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan

keefektifan upaya batuk.

6. Berikan analgesic dan antitusif sesuai indikasi.

Rasional :

Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif/proksimal atau

menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan kenyamanan/istirahat umum.

4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nafas pendek, mucus

bronkokonstriksi dan iritan jalan napas.

Tujuan: perbaikan dalam pola pernapasan

Kriteria Hasil:

21

Page 22: Makalah COPD.docx

o Melatih pernapasan bibir dirapatkan dan diafragmatik serta menggunakannya

ketika sesak nafas dan saat melakukan aktivitas

o Memperlihatkan tanda-tanda penurunan upaya bernapas dan membuat jarak

dalam aktivitas

o Menggunakan pelatihan oto-otot inspirasi seperti yang diharuskan selama 10

menit setiap hari

Intervensi:

1. Ajarkan pasien pernapasan diafragmatik dan pernapasan bibir dirapatkan

Rasional:

Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien

akan bernapas dengan efisien dan lebih efektif

2. Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode istirahat.

Biarkan pasien membuat beberapa keputusan ( mandi, bercukur) tentang

perawatannya berdasarkan tingkat toleransi pasien.

Rasional:

Memberikan jeda aktivitas akan memungkinkan pasien untuk melakukan

aktivitas tanpa distress berlebihan.

3. Berikan dorongan penggunaan otot pernapasan jika diharuskan

Rasional:

Menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernapasan.

5. Intoleransi aktivitas akibat keletihan hipoksemia dan pola pernapasan tidak

efektif

Tujuan: perbaikan daalam toleransi aktivitas

Kriteria Hasil:

o Melakukan aktivitas dengan napas pendek lebih sedikit.

o Mengungkapkan perlunya untuk melakukan latihan setiap hari

22

Page 23: Makalah COPD.docx

o Berjalan secara bertahap meningkatkan waktu dan jarak berjalan untuk

memprbaiki kondisi fisik

Intervensi:

Mendukung pasien menegakkan regimen latihan teratur dengan menggunakan

treadmill dan exercycle, berjalan atau latihan lainnya yang sesuai seperti

berjalan perlahan.

a. Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir dan kembangkan rencana

latihan berdasarkan pada status fungsi dasar

b. Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan program

latihan spesifik terhadap kemampuan pasien. Siapkan unit oksigen portable

untuk berjaga-jaga jika diperlukan selama latihan.

Rasional:

Otot-otot yang mengalami kontaminasi membutuhkan lebih bnyak oksigen

dan memberikan beban tambahan pada paru-paru. Melalui latihan yang

teratur, bertahap, kelompok otot ini menjadi lebih terkondisi, dan pasien dapat

melakukan lebih banyak tanpa mengalami napas pendek. Latihan yang

bertahap memutus siklus yang melemahkan ini.

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

23

Page 24: Makalah COPD.docx

COPD atau yang lebih dikenal dengan PPOM merupakan suatu kumpulan

penyakit paru yang menyebabkan obstruksi jalan napas, termasuk bronchitis,

emfisema, bronkietaksis dan asma. PPOM paling sering diakibatkan dari iritasi oleh

iritan kimia (industri dan tembakau), polusi udara, atau infeksi saluran pernapasan

kambuh. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya merokok, polusi,

infeksi saluran napas dan bersifat genetik yaitu defisiensi -1 antitripsin. Tanda dan

gejala dari PPOK antara lain batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin,

batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang sangat banyak,

dispnea, nafas pendek dan cepat (Takipnea). Penatalaksanaan pasien PPOK diberikan

terapi sesuai dengan gejala yang dialami misalnya terapi oksigen. Dan asuhan

keperawatan dimulai dari mengkaji keadaan fisik, memperoleh data subjektif dan

objektif dari pasien, kemudian menetukan diagnose berdasarkan dari data-data yang

telah diperoleh yaitu bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan

peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental dan kerusakan

pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi

jalan napas oleh secret, spasme bronkus), kemudian melakukan intervensi sampai

dengan evaluasi.

2. Saran

Dari paparan makalah tentang PPOK, telah diketahui bagaiamana manifestasi

klinis dan penyebab dari PPOK, diharapkan kepada masyarakat agar menghindari

atau mencegah dari factor-faktor yang dapat menyebabkan PPOK.

DAFTAR PUSTAKA

1. Smeltzer SC dan Bare BG. Buku Ajar keperawatan medikal-bedah Brunner &

Suddarth Edisi 8 Volume 1. Jakarta: EGC, 2001.

24

Page 25: Makalah COPD.docx

2. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit.

Jakarta: EGC, 2005

3. NANDA Interbational. 2009. Nursing Diagnosis: Definition and Classification

2009-2011. USA: Willey Blackwell Publication.

4. Bulecheck, Gloria M, et all. 2008. Nursing intervention Classification (NIC) Fifth

Edition. USA: Mosbie Elsevier.

5. Moorhead, Sue, et all. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth

Edition. USA: Mosbie Elsevier.

6. Mansjoer Arif, dkk. Kapita selekta kedokteran edisi 3 jilid 1. Jakarta: Media

Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.

7. Alsagaff H & Mukty HM. Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Surabaya: Airlangga

University Press, 2006.

25