Makalah BK Kelompo 6

41
TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA MENERIMA KEADAAN FISIKNYA BERIKUT KERAGAMAN KUALITASNYA DAN MEMILIKI KEBERMAKNAAN KEBERAGAMAAN Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bimbingan dan Konseling Bapak Eka Sakti Yudha, M. Pd. Oleh: Arifa Novianty Effendi Putri 1302000 Chiandra Ferdana Pingas 1102847 Fadhil Ibrahim 1304163 Galuh Sri Kartika 1306920 Nida Fadhlah 1300963 Widia Putri Audia 1305456 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

description

maklah bimbingan konseling

Transcript of Makalah BK Kelompo 6

Page 1: Makalah BK Kelompo 6

TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA

MENERIMA KEADAAN FISIKNYA BERIKUT KERAGAMAN KUALITASNYA

DAN

MEMILIKI KEBERMAKNAAN KEBERAGAMAAN

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Bimbingan dan Konseling

Bapak Eka Sakti Yudha, M. Pd.

Oleh:

Arifa Novianty Effendi Putri 1302000

Chiandra Ferdana Pingas 1102847

Fadhil Ibrahim 1304163

Galuh Sri Kartika 1306920

Nida Fadhlah 1300963

Widia Putri Audia 1305456

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI

FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2014

Page 2: Makalah BK Kelompo 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Karl C. Garrison (dalam Al-Mighwar) ada 6 kelompok

pembagian tugas perkembangan yang berbeda, salah satunya yaitu

menerima keadaan jasmani. Pada periode pra-remaja (periode pubertas),

anak tumbuh cepat yang mengarahkannya pada bentuk orang dewasa.

Pertumbuhan ini diiringi juga oleh perkembangan sikap dan citra diri.

Mereka memiliki gambaran diri seolah-olah sebagai model pujaannya.

Remaja wanita biasaya sering mendambakan wajahnya secantik bintang

film pujaannya, sementara remaja laki-laki sering berkhayal menjadi

seorang pahlawan pujaannya. Mereka sering membandingkan dirinya

dengan teman-teman sebayanya, sehingga akan cemas bila kondisinya

tidak seperti model pujaanya atau teman-teman sebayanya. Pada masa

remaja, hal itu semakin berkurang, dan mulai menerima kondisi

jasmaninya, serta memelihara dan memanfaatkannya seoptimal mungkin.

Mereka juga diharapkan mampu menilai kondisi dirinya secara apa

adanya. Maksudnya, mampu mengukur kelebihan dan kekurangannya

serta dapat menerima, memelihara, dan memanfaatkannya semaksimal

mungkin, dan mampu mengukur apa saja yang disenangi atau tidak

disenangi oleh teman-teman sebayanya.

Remaja merupakan pribadi masa pertumbuhan untuk memasuki

tahap masa dewasa. Kesadaran beragama merupakan bagian atau segi

yang hadir (terasa) dalam pikiran dan dapat diuji melalui introspeksi atau

dapat dikatakan bahwa ia adalah aspek dan aktivitas. Sehubungan dengan

jiwa remaja yang berada dalam transisi dari masa anak-anak menuju

kedewasaan, maka kesadaran beragama pada masa remaja berada dalam

keadaan peralihan dari kehidupan beragama anak-anak menuju

kemantapan beragama. Di samping jiwanya yang labil dan mengalami

kegoncangan, daya piker yang abstrak, logika dan kritis mulai

berkembang. Emosinya semakin berkembang, motivasinya mulai otonom

dan tidak dikendalikan oleh dorongan biologis semata. Dengan adanya

Page 3: Makalah BK Kelompo 6

gejolak batin tersebut akan tampak dalam kehidupan agama yang mudah

goyah, timbul kebimbangan, dan kerisauan. Di samping itu remaja mulai

menemukan pengalaman dan penghayatan ke-Tuhanan yang bersifat

individual dan sukar digambarkan kepada orang lain seperti dalam

pertobatan. Keimanan mulai otonom, hubungan dengan Tuhan makin

disertai dengan kesadaran dan kegiatannya dalam masyarakat makin

diwarnai oleh rasa keagamaan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa masalah-masalah yang dialami remaja terkait dengan tugas

perkembangan remaja, yaitu menerima keadaan fisiknya berikut

keragaman kualitasnya?

2. Faktor apa sajakah yang mempengaruhi remaja menerima keadaan

fisiknya berikut keragaman kualitasnya?

3. Upaya apa yang dapat dilakukan dalam menangani masalah tugas

perkembangan remaja yaitu menerima keadaan fisiknya berikut

kualitasnya?

4. Apa masalah-masalah yang dialami remaja terkait dengan tugas

perkembangan remaja, yaitu memiliki kebermaknaan keberagamaan?

5. Faktor apa sajakah yang mempengaruhi remaja memiliki rasa

kebermaknaan keberagamaan?

6. Upaya apa yang dapat dilakukan dalam menangani tugas

perkembangan remaja yaitu memiliki kebermaknaan keberagamaan?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui masalah-masalah yang dialami remaja terkait

dengan tugas perkembangan remaja, yaitu menerima keadaan fisiknya

berikut keragaman kualitasnya.

2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi remaja menerima

keadaan fisiknya berikut keragaman kualitasnya.

Page 4: Makalah BK Kelompo 6

3. Untuk mengetahui upaya yang dapat dilakukan dalam menangani

masalah tugas perkembangan remaja yaitu menerima keadaan fisiknya

berikut kualitasnya.

4. Untuk mengetahui masalah-masalah yang dialami remaja terkait

dengan tugas perkembangan remaja, yaitu memiliki kebermaknaan

keberagamaan.

5. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi remaja memiliki rasa

kebermaknaan keberagamaan.

6. Untuk mengetahui upaya yang dapat dilakukan dalam menangani tugas

perkembangan remaja yaitu memiliki kebermaknaan keberagamaan.

Page 5: Makalah BK Kelompo 6

BAB II

KAJIAN TEORI

A. MENERIMA KEADAAN FISIKNYA BERIKUT KERAGAMAN

KUALTASNYA

Menurut Havighurst, tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang

harus diselesaikan individu pada fase-fase atau periode kehidupan tertentu;

dan apabila berhasil mencapainya mereka akan berbahagia, tetapi sebaliknya

apabila mereka gagal akan kecewa dan dicela orang tua atau masyarakat dan

perkembangan selanjutnya juga akan mengalami kesulitan.

Banyak ahli yang menyebutkan berbagai tugas perkembangan. Salah

satunya adalah William Kay. William Kay mengemukakan tugas-tugas

perkembangan remaja itu sebagai berikut:

Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya.

Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figur-figur yang

mempunyaiotoritas.

Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar

bergaul denganteman sebaya atau orang lain, baik secara individual

maupin kelompok.

Menemukan manusia model yang dijadikan identiasnya.

Menerima dirinya sendiri dan memilki kepercayaan terhadap

kemampuannya sendiri.

Memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) atas dasar

skala nilai, prinsip-prinsip atau falsafah hidup (weltanschauung).

Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap/perilaku)

kekanak-kanakan.

Menurut William Kay, salah satu tugas perkembangan pada masa

remaja adalah: menerima keadaan fisiknya berikut keragaman kualitasnya.

Menerima keadaan fisik adalah jika seorang laki-laki akan menjadi sebenar-

benarnya laki-laki, begitu pun dengan seorang perempuan akan menjadi

sebenar-benarnya perempuan. Dan menghindari segala macam bentuk yang

dapat mengindikasikan kecondongan terhadap lawan jenis. Harlock (2006)

menambahkan dalam tugas-tugas perkembangannya, dalam menerima fisik

Page 6: Makalah BK Kelompo 6

sendiri, juga harus disertai dengan mempelajari cara memperbaiki penampilan

diri. Hal ini dapat membantu remaja untuk memiliki kepuasan secara personal

terhadap tubuh mereka.

Dalam tugas menerima keadaan fisiknya, remaja seringkali menemui

permasalahan. Salah satunya yaitu perubahan fisik yang dapat menimbulkan

kecemasan. Kegagalan seseorang dalam mencapai kateksis tubuh (merasa

puas terhadap bentuk tubuh) dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menurut

Brehm (1999) disebutkan sebagai berikut:

A. First Impression Culture

Lingkungan seringkali menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara

bicara, cara berjalan, dan tampilan fisik. Tampilan yang baik akan

diasosiasikan dengan status yang lebih tinggi, dan kualitas positif yang

lain, termasuk meraih peranan penting dalam dunia usaha, profesi, serta

keluarga. Perubahan yang terjadi yang dipandang negative akan

memunculkan perasaan tidak senang dari individu terhadap diri mereka.

B. Kepercayaan bahwa Adanya Kontrol Diri dapat Memberikan Jalan untuk

Mencapai Tubuh Ideal

Sebenarnya kontrol individu terhadap penampilan tubuh sangat

terbatas, termasuk kepercayaan bahwa ketidaksamaan salah satu bentuk

tubuh dengan yang lain merupakan hal yang berfungsi sebagai kontrol diri

seringkali menjerumuskan, kepercayaan tersebut dapat menyebabkan

seseorang merasa frustrasi dan bersalah apabila usaha untuk mengontrol

keadaan fisik mereka tidak memberikan hasil yang diinginkan atau

mencapai tubuh ideal.

C. Rasa Tidak Puas yang Mendalam terhadap Kehidupan dan Diri Sendiri

Tingkat kepuasan terhadap bentuk tubuh yang tinggi diasosiasikan

dengan tingkat harga diri sosial yang tinggi pula.Beberapa ahli citra tubuh

percaya bahwa ketidakpuasan terhadap sosok tubuh terutama apabila

diikuti dengan emosi yang negatif, merupakan suatu ekspresi harga diri

yang rendah (Asri dan Setiasih, 2004). Brehm (1999) menambahkan

bahwa hal tersebut disebabkan tubuh merupakan bagian dari diri yang

Page 7: Makalah BK Kelompo 6

mudah terlihat, sehingga bila seseorang merasa ambivalen terhadap diri

sendiri, mereka juga akan merasa ambivalen terhadap tubuh mereka.

D. Rasa Percaya Diri yang Kurang

Individu dengan rasa percaya diri yang rendah akan lebih mudah

mengalami ketidakpuasan bentuk tubuh.

Salah satu strategi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah

tersebut adalah: strategi koping. Menurut Kalimo (1987) coping diartikan

sebagai suatu usaha baik mengarah pada suatu tindakan dan Intrapsychic,

untuk mengatur lingkungan dan tuntutan dari dalam dan konflik yang mana

beban sudah terlampaui dari akal seseorang. Dibeberapa situasi para pekerja

mencoba untuk mengatasi dengan membuat suatu usaha untuk merubah situasi

menjadi lebih baik, atau di situasi yang berbeda dapat dimungkinkan juga

untuk menghindari situasi yang tidak bersahabat. Dimana dalam strategi ini,

individu akan mencari upaya-upaya untuk dapat menyelesaikan masalahnya

agak tidak menjadi beban bagi dirinya, juga tidak menibulkan bebas dari

lingkungan.

B. MEMILIKI KEBERMAKNAAN KEBERAGAMAAN

1. Pengertian Agama

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Agama adalah sistem

yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada

Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan

pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Kata "agama"

berasal dari bahasa Sanskerta, āgama yang berarti "tradisi". Kata lain

untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin

religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat

kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya

kepada Tuhan.

Menurut filsuf Max Müller, akar kata bahasa Inggris "religion",

yang dalam bahasa Latin religio, awalnya digunakan untuk yang berarti

hanya "takut akan Tuhan atau dewa-dewa, merenungkan hati-hati tentang

hal-hal ilahi, kesalehan" (kemudian selanjutnya Cicero menurunkan

Page 8: Makalah BK Kelompo 6

menjadi berarti "ketekunan"). Max Müller menandai banyak budaya lain

di seluruh dunia, termasuk Mesir, Persia, dan India, sebagai bagian yang

memiliki struktur kekuasaan yang sama pada saat ini dalam sejarah. Apa

yang disebut agama kuno hari ini, mereka akan hanya disebut sebagai

"hukum".

Unsur-unsur agama menurut Leight, Keller dan Calhoun, agama

terdiri dari beberapa unsur pokok:

a. Kepercayaan agama, yakni suatu prinsip yang dianggap benar

tanpa ada keraguan lagi.

b. Simbol agama, yakni identitas agama yang dianut umatnya.

c. Praktik keagamaan, yakni hubungan vertikal antara manusia dan

Tuhan-Nya, dan hubungan horizontal atau hubungan antarumat

beragama sesuai dengan ajaran agama.

d. Pengalaman keagamaan, yakni berbagai bentuk pengalaman

keagamaan yang dialami oleh penganut-penganut secara pribadi.

e. Umat beragama, yakni penganut masing-masing agama.

Dismaping itu fungsi agama bagi pemeluknya adalah diantaranaya:

a. Sumber pedoman hidup bagi individu maupun kelompok

b. Mengatur tata cara hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia

dengan manusia.

c. Merupakan tuntutan tentang prinsip benar atau salah.

d. Pedoman mengungkapkan rasa kebersamaan.

e. Pedoman perasaan keyakinan.

f. Pedoman keberadaan.

g. Pengungkapan estetika (keindahan).

h. Pedoman rekreasi dan hiburan.

i. Memberikan identitas kepada manusia sebagai umat dari suatu

agama.

Kata agama kadang-kadang digunakan bergantian dengan iman,

sistem kepercayaan atau kadang-kadang mengatur tugas. Namun, dalam

Page 9: Makalah BK Kelompo 6

kata-kata Émile Durkheim, agama berbeda dari keyakinan pribadi dalam

bahwa itu adalah "sesuatu yang nyata sosial" Émile Durkheim juga

mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri

atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci.

Kita sebagai umat beragama semaksimal mungkin berusaha untuk terus

meningkatkan keimanan kita melalui rutinitas beribadah, mencapai rohani

yang sempurna kesuciannya. Sebuah jajak pendapat global 2012

melaporkan bahwa 59% dari populasi dunia adalah beragama, dan 36%

tidak beragama, termasuk 13% yang ateis, dengan penurunan 9 persen

pada keyakinan agama dari tahun 2005. Rata-rata, wanita lebih religius

daripada laki-laki. Beberapa orang mengikuti beberapa agama atau

beberapa prinsip-prinsip agama pada saat yang sama, terlepas dari apakah

atau tidak prinsip-prinsip agama mereka mengikuti tradisional yang

memungkinkan untuk terjadi unsur sinkretisme.

2. Kebermakanaan Keberagamaan

Keberagamaan dari kata dasar agama yang berarti segenap

kepercayaan kepada Tuhan. Beragama berarti memeluk atau menjalankan

agama. Sedangkan keberagamaan adalah adanya kesadaran diri individu

dalam menjalankan suatu ajaran dari suatu agama yang dianut.

Keberagamaan juga berasal dari bahasa Inggris yaitu religiosity dari akar

kat religy yang berarti agama. Religiosity merupakan bentuk kata dari kata

religious yang berarti beragama, beriman. Jalaluddin Rahmat

mendefinisikan keberagamaan sebagai perilaku yang bersumber langsung

atau tidak langsung kepada Nash. Keberagamaan juga diartikan sebagai

kondisi pemeluk agama dalam mencapai dan mengamalkan ajaran

agamanya dalam kehidupan atau segenap kerukunan, kepercayaan kepada

Tuhan Yang Maha Esa dengan ajaran dan kewajiban melakukan sesuatu

ibadah menurut agama.

Tingkat keberagamaan dapat disebut juga sebagai seberapa jauh

seseorang taat kepada ajaran agama dengan cara menghayati dan

mengamalkan ajaran agama tersebut yang meliputi cara berfikir, bersikap

serta berperilaku baik dalam kehidupan pribadi dan kehidupan sosial

Page 10: Makalah BK Kelompo 6

masyarakat yang dilandasi ajaran agama. Pada ajaran agama Islam

landasan yang digunakan adalah Hablum Minallah dan Hablum Minannas

yang diukur melalui dimensi keberagamaan yaitu keyakinan, praktik

agama, pengalaman, pengetahuan, dan konsekuensi atau pengalaman.

Keberagamaan (Religiusiy) dalam dataran situasi tentang

keberadaan agama diakui oleh para pakar sebagai konsep yang rumit

(complicated) meskipun secara luas ia banyak digunakan. Secara

substantif kesulitan itu tercermin terdapat kemungkinan untuk mengetahui

kualitas untuk beragama terhadap sistem ajaran agamanya yang tercermin

pada berbagai dimensinya.

Beragama berarti mengadakan hubungan dengan sesuatu yang

kodrati, hubungan makhluk dengan khaliknya, hubungan ini mewujudkan

dalam sikap batinnya serta tampak dalam ibadah yang dilakukannya dan

tercermin pula dalam sikap kesehariannya.

Adapun perwujudan keagamaan itu dapat dilihat melalui dua

bentuk atau gejala yaitu gejala batin yang sifatnya abstrak (pengetahuan,

pikiran dan perasaan keagamaan), dan gejala lahir yang sifatnya konkrit,

semacam amaliah-amaliah peribadatan yang dilakukan secara individual

dalam bentuk ritus atau upacara keagamaan dan dalam bentuk muamalah

sosial kemasyarakatan.

Bagi kaum beragama Tuhan merupakan sumber dari segala sumber makna

dalam hidup. Jadi agama utuk membantu manusia untuk

menginterpretasikan hidup dan kematian (Gordon, 1992). Agama mengisi

kekosongan akan koordinasi dan adaptasi langsung terhadap ruang

ahbitatnya (Berger dkk, 1992). Frankl (dalam Bastaman, 1996) mengakui

adanya makna hidup yang universal, mutlak dan praripurna. Bagi

golongan non agamis hal ini mungkin berupa semesta alam, ekosistem,

kemanusiaan, ideologi atau pandangan sumber makna Yang Maha

Sempurna dengan agama sebagai wujud tuntunannya.

3. Tugas-tugas Perkembangan Keragaman Keberagamaan

Page 11: Makalah BK Kelompo 6

Remaja merupakan pribadi masa pertumbuhan untuk memasuki

tahap masa dewasa. Kesadaran beragama merupakan bagian atau segi

yang hadir (terasa) dalam pikiran dalam pikiran dan dapat diuji melalui

instropeksi atau dapat dikatakan bahwa ia adalah aspek mental dan

aktivitas.

Kesadaran beragama merupakan sesuatu yang terasa, dapat diuji

melalui instropeksi dan sudah ada internalisasi dalam diri seseorang, di

mana ia merupakan rasa keterdekatan dengan sesuatu yang lebih tinggi

dari segalanya, yaitu Tuhan.

Sehubungan dengan jiwa remaja yang berada dalam transisi dari

masa anak-anak menuju kedewasaan, maka kesadaran beragama pada

masa remaja berada dalam keadaan peralihan dari kehidupan beragama

anak-anak menuju kemantapan beragama. Disamping jiwanya yang labil

dan mengalami kegoncangan, daya piker yang abstrak, logika dan kritis

mulai berkembang. Emosinya semakin berkembang, motivasinya mulai

otonom dan tidak dikendalikan oleh dorongan biologis semata. Dengan

adanya gejolak batin tersebut akan tampak dalam kehidupan agama yang

mudah goyah, timbul kebimbangan, dan kerisauan. Disamping itu remaja

mulai menemukan penngalaman dan penghayatan ke-Tuhanan yang

bersifat individual dan sukar digambarkan kepada orang lain seperti dalam

pertobatan. Keimanan mulai otonom, hubungan dengan Tuhan makin

disrtai dengan kesadaran dan kegiatannya dalam masyarakat makin

diwarnai oleh rasa keagamaan.

Bagi remaja, agama memiliki arti yang sama pentingnya dengan

moral. Bahkan, sebagaiman dijelaskan oleh Adams & Gullotta (1983),

agama memberikan sebuah kerangka moral, sehingga membuat seseorang

mampu membandingkan tingkah lakunya. Agama dapat menstabilkan

tingkah laku dan bias memberikan penjelasan mengapa dan untuk apa

seseorang berada didunia ini. Agama memberikan perlindungan rasa

aman, terutama bagi remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya.

Dibandingkan dengan masa awal anak-anak misalnya, keyakinan agama

remaja telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Kalau pada

Page 12: Makalah BK Kelompo 6

masa awal anak-anak ketika mereka baru memiliki kemampuan berpikir

simbolik. Tuhan dibayangkan sebagai person yang berada diawan, maka

pada masa remajamereka mungkin berusaha mencari sebuah konsep yang

lebih mendalam tentang Tuhan dan eksistensi. Perkembangan pemahaman

remaja terhadap keyakinan agama ini sangat dipengaruhi oleh

perkembangan kognitifnya.

Oleh karena itu meskipun pada masa awal anak-anak ia telah

diajarkan agama oleh orang tua mereka, namun karena pada masa remaja

mereka mengalami kemajuann dalam perkembangan kognitif, mereka

mungkin mempertanyakan tentang kebenaran keyakinan agama mereka

sendiri. Sehubungan dengan pengaruh perekembangan kognitif terhadap

perkembangan agama selama masa remaja ini.

Dalam suatu studi yang dilakukan Goldman (1962) tentang

perkembangan pemahaman agama anak-anak dan remaja dengan latar

belakang teori perkembangan kognitif Piaget, ditemukan bahwa

perkembangan pemahaman agama remaja berada pada tahap 3, yaitu

formal operational religious thought, di mana remaja memperlihatkann

pemahaman agama yang lebih abstrak dan hipotesis. Peneliti lain juga

menemukan perubahan perkembangan yang sama, pada anak-anak dan

remaja. Oser & Gmunder, 1991 (dalam Santrock, 1998) misalnya

menemukan bahwa remaja usia sekitar 17 atau 18 tahun makin meningkat

ulasannya tentang kebebasan, pemahaman, dan pengharapan konsep-

konsep abstrak ketika membuat pertimbangan tentang agama.

Para ahli umumnya sependapat bahwa pada garis besarnya

perkembangan penghayatan keagamaan itu dapat di bagi dalam dua

tahapan yang secara kulitatif menunjukkan karakteristik yang berbeda.

Adapun penghayatan keagamaan remaja adalah sebagai berikut:

a. Masa Remaja Awal

Masa ini dapat dibagi ke dalam tiga sub tahapan sebagai

berikut:

1) Sikap negative (meskipun tidak selalu terang-terangan)

disebabkan alam pikirannya yang kritis melihat kenyataan

Page 13: Makalah BK Kelompo 6

orang-orang beragama secara hipocrit (pura-pura) yang

pengakuan dan ucapannya tidak selalu selaras dengan

perbuatannya.

2) Pandangan dalam hal ke-Tuhanannya menjadi kacau karena ia

banyak membaca atau mendengar berbagai konsep dan

pemikiran atau aliran paham banyak yang tidak cocok atau

bertentangan satu sama lain.

3) Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptic(diliputi kewas-

wasan) sehingga banyak yang enggan melakukan berbagai

kegiatan ritual yang selama ini dilakukannya dengan kepatuhan.

b. Masa Remaja Akhir

Masa ini tandai antara lain oleh hal-hal berikut ini:

1) Sikap kembali, pada umumnya, kearah positif dengan

tercapainya kedewasaan intelektual, bahkan agama dapat

menjadi pegangan hidupnya menjelanh dewasa.

2) Pandangan dalam hal ke-Tuhanan dipahamkannya dalam

konteks agama yang dianut dan dipilihnya.

3) Penghayatan rohaniahnya kembali tenanh setelah melalui proses

identifikasi dan merindu puja ia dapat membedakan antara

agama sebagai doktrin atau ajaran dan manusia penganutnya,

yang baik shalih) dari yang tidak. Ia juga memahami bahwa

terdapat berbagai aliran paham dan jenis keagamaan yang penuh

toleransi seyogyanya diterima sebagai kenyataan yang hidup

didunia ini.

4. Sikap Remaja Dalam Beragama

a. Percaya Ikut-ikutan

Percaya ikut- ikutan ini biasanya dihasilkan oleh didikan agama

secara sederhana yang didapat dari keluarga dan lingkungannya.

Namun demikian ini biasanya hanya terjadi pada masa remaja awal

(usia 13-16 tahun). Setelah itu biasanya berkembang kepada cara yang

lebih kritis dan sadar sesuai dengan perkembangan psikisnya.

b. Percaya dengan Kesadaran

Page 14: Makalah BK Kelompo 6

Semangat keagamaan dimulai dengan melihat kembali tentang

masalah- masalah keagamaan yang mereka miliki sejak kecil. Mereka

ingin menjalankan agama sebagaio suatu lapangan yang baru untuk

membuktikan pribadinya, karena ia tidak mau lagi beragama secara

ikut- ikutan saja. Biasanya semangat agama tersebut terjadi pada usia

17 tahun atau 18 tahun. Semangat agama tersebut mempunyai dua

bentuk:

1) Dalam bentuk positif semangat agama yang positif, yaitu

berusahamelihat agama dengan pandangan kritis, tidak mau lagi

menerima hal- hal yang tidak masuk akal. Mereka ingin

memurnikan dan membebaskan agama dari bid’ah dan khurafat,

dari kekakuan dan kekolotan.

2) Dalam bentuk negative Semangat keagamaan dalam bentuk

kedua ini akan menjadi bentuk kegiatan yang berbentuk khurafi,

yaitu kecenderungan remaja untuk mengambil pengaruh dari

luar ke dalam masalah- masalah keagamaan, seperti bid’ah,

khurafat dan kepercayaan- kepercayaan lainnya.

c. Percaya, tetapi Ragu

Keraguan kepercayaan remaja terhadap agamanya dapat dibagi

menjadi dua:

1) Keraguan disebabkan kegoncangan jiwa dan terjadinya proses

perubahan dalam pribadinya. Hal ini merupakan kewajaran.

2) Keraguan disebabkan adanya kontradiksi atas kenyataan yang

dilihatnya dengan apa yang diyakininya, atau dengan

pengetahuan yang dimiliki.

d. Tidak Percaya atau Cenderung Ateis

Perkembangan kearah tidak percaya pada tuhan sebenarnya

mempunyai akar atau sumber dari masa kecil. Apabila seorang anak

merasa tertekan oleh kekuasaan atau kezaliman orang tua, maka ia

Page 15: Makalah BK Kelompo 6

telah memendam sesuatu tantangan terhadap kekuasaan orang tua,

selanjutnya terhadap kekuasaan apa pun, termasuk kekuasaan Tuhan.

Ada beberapa ciri-ciri kesadaran beragama yang menonjol pada

masa remaja. Diantaranya adalah:

1) Pengalaman ke-Tuhanannya makin bersifat individual

2) Keimanannya semakin menuju realitas sebenarnya

3) Peribadatan mulai disertai penghayatan yang tulus

5. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Rasa Beragama Remaja

Menurut W. Stabuck, pertumbuhan dan perkembangan agama dan

tindak lanjut keagamaan remaja sangat berkaitan dengan:

a. Pertumbuhan dan Pikiran Mental

Pertumbuhan pengertian tentang ide-ide agama sejalan dengan

pertumbuhan kecerdasan (Zakiyah Darajat, 2003: 86). Menurut Peaget

”Perkembangan kognitif usia remaja bergerak dari cara berpikir yang

konkrit menuju cara berpikir yang proporsional”. Berdasarkan

pendapat ini, Ronald Goldman menerapkannya dalam bidang agama

dengan membuat sebuha kecimpulan: “Pertumbuhan kognitif memberi

kemungkinan terjadi perpindahan/transisi dari agama yang lahiriyah

menuju agama yang batiniah”.

Perkembangan kognitif memberi kemungkinan remaja untuk

meninggalkan agama anak-anak yang diperoleh dari lingkungan dan

mulai memikirkan konsep serta bergerak menuju agama “iman” yang

sifatnya sungguh-sungguh personal (Sururin. 2004:67).  Agama

berkaitan dengan hal-hal yang abstrak seperti tentang hari akhirat,

syurga, neraka, dll. Pengertian tentang hal-hal yang abstrak itu baru

dapat diterima apabila pertumbuhan kecerdasan individu telah

memungkinkan untuk itu.

Menurut Alfred Binet, kemampuan untuk mengerti masalah-

masalah yang abstrak tidak sempurna perkembangannya sebelum

mencapai usia 12 tahun. Kemungkinan untuk mengambil kesimpulan

yang abstrak dari fakta-fakta yang ada baru tampak pada usia 14 tahun.

Page 16: Makalah BK Kelompo 6

Pada masa remaja perkembangan mental dan pemikirannya

berkembang kearah berpikir logis. Apa dampaknya terhadap

pandangan dan kepercayaannya pada Tuhan? Dampaknya: “Remaja

tidak dapat melupakan Tuhan dari segala peristiwa yang terjadi dialam

ini, sehingga segala apapun yang terjadi dialam, baik peristiwa alamiah

maupun peristiwa sosial dilimpahkan tanggungjawabnya kepada

Tuhan”. Misalnya:

1) Ketika remaja melihat adanya kekacauan, kerusuhan,

ketidakadilan dalam masyarakat, maka mereka akan merasa

kecewa terhadap Tuhan, padahal Tuhan Maha Kuasa.

2) Sebaliknya, ketika remaja melihat keindahan alam,

keharmonisan dalam segala sesuatu, maka mereka akan menjadi

yakin kepada Tuhan, bahwa Tuhan Maha Bijaksana.

Dampak dari perkembangan mental/kecerdasarn pada masa

remaja terhadap agama adalah sebagai berikut;

1) Ide dan dasar keyakinan yang diterima remaja dari masa kanak-

kanak sudah tidak begitu menarik lagi.

2) Remaja sudah mulai kritis terhadap ajaran agama, dengan cara

dapat menolak saran-saran yang tidak dapat dimengertinya atau

mengkritik pendapat-pendapat yang berlawanan dengan

kesimpulan yang diambilnya.

3) Remaja menjadi bimbang beragama (efek kecerdasan).

4) Remaja menerima ide-ide atau pengertian-pengartian yang

abstrak dari tanpa pengertian menjadi menerima dengan

penganalisaan.

Perkembangan mental/kecerdasan itu akan mengantarkan

remaja kepada bimbang beragama. Hal ini dapat terjadi apabila;

Page 17: Makalah BK Kelompo 6

1) Bimbang beragama: jika anak/remaja mendapat pendidikan

agama dengan cara yang memungkinkan mereka untuk berpikir

bebas dan boleh mengkritik hal yang berkaitan dengan agama.

2) Tidak bimbang beragama: jika anak/remaja mendapat

pendidikan agama dengan cara yang tidak memungkinkan

mereka untuk berpikir bebas dan boleh mengkritik hal yang

berkaitan dengan agama

Page 18: Makalah BK Kelompo 6

BAB III

KASUS DAN ANALISIS KASUS

A. MENERIMA KEADAAN FISIKNYA BERIKUT KEBERAGAMAN

KUALITASNYA

1. Kasus

Salah satu kasus yang kelompok kami ambil tentang “menerima

keadaan fisiknya berikut keragaman kualitasnya” yaitu mengenai trend

seter pemakaian kawat gigi pada anak remaja zaman sekarang. Faktanya

pada zaman sekarang, ada 2 fungsi pemakaian kawat gigi bagi

penggunanya. Pertama digunakan sebagai media dalam kesehatan yaitu

meratakan gigi, dan yang kedua hanya sebagai aksesoris yang

mempercantik gigi pengunanya. Disamping itu pemasangan kawat gigi

tersebut dilakukan oleh tukang gigi (yang bukan ahli) dan dokter gigi ahli

spesialis ortodok.

Pada kasus yang kami ambil yaitu pada sebuah berita yang

bersumber pada web: http://www.tempo.co,Senin, 29 Oktober 2012 |

08:03 WIB Mengenai Behel Gigi untuk Gaya Justru Jadi Bahaya.

Berita ini menyebutkan bahwa:

“Pemakai kawat gigi akan merasakan sakit, terutama untuk pasien

dengan kasus gigi rusak. "Pada bulan-bulan awal pemasangan behel, gigi

terasa sakit banget, gusi berdarah, pipi bagian dalam juga bengkak-

bengkak dan sariawan karena gesekan dengan kawat," kata Dessy

Rosalina, 27 tahun. Dia sempat kesulitan makan karena sakit. Dessy

mengatakan dirinya memakai kawat gigi sejak dua tahun lalu. Ini

dilakukan karena dia mempunyai gigi yang berantakan dan renggang.

Dia jadi tidak pede dengan penampilannya. Sejak menggunakan behel,

masalah kebersihan gigi menjadi krusial bagi Dessy. Sebab itulah,

kemana pun pergi dia senantiasa membawa sikat gigi kecil atau tusuk

gigi serta cermin kecil.”

2. Analisis Kasus

Page 19: Makalah BK Kelompo 6

Dari berita tersebut dapat dianalisi bahwa Dessy dapat dikatakan

sebagai seorang remaja yang tidak menerima keadaan fisiknya. Mengapa

dapat dikatakan demikian?

Jika dianalisis menurut Rosen dan Reiter (dalam Asri dan Setiasih,

2004) aspek-aspek ketidakpuasan pada bentuk tubuh (body

dissatisfaction)yaitu:

1. Penilaian Negatif terhadap Bentuk Tubuh

Remaja tersebut diindikasikan memiliki pandangan negatif terhadap

bentuk giginya. Ia merasakan, bahwa iamempunyai gigi yang

berantakan dan renggang.

2. Perasaan Malu terhadap Bentuk Tubuh Ketika Berada di Lingkungan

Sosial

Dapat diindikasikan bahwa jika ia mengatakan ia tidak percaya

diri dengan bentuk fisiknya itu, maka mungkin akan timbul perasaan

malu dalam melakukan kegiatan sosial dilingkungannya.

3. Body Checking

Jika remaja tersebut seringkalimengecek atau memeriksa

kondisi fisik mereka, sepertimelihat tampilan fisik mereka didepan

cermin. Maka dapat diindikasikan remaja tersebut terindikasi Body

checking

4. Kamuflase Tubuh

Jika pengunaan kawat gigi hanya dilakukan untuk

menenangkan hati. Maka remaja tersebut melakukan kamuflase tubuh.

5. Menghindari Aktivitas Sosial dan Kontak Fisik dengan Orang Lain

Kemudian kasus tersebut dianalisi dari segi faktor-faktor yang

mempengaruhi ketidakpuasan bentuk tubuh, maka:

1. First Impression Culture

Menjelaskan bahwa faktor lingkungan seringkali untuk menilai

sesorang berdasarkan berdasarkanpakaian, cara bicara, cara berjalan, dan

tampilan fisik. Penilaian tersebut diasosiasikan dengan status yanglebih

tinggi.Tampilan fisik disini merupakan gigi remaja tersebut.

Page 20: Makalah BK Kelompo 6

2. Kepercayaan Bahwa Adanya Kontrol Diri dapat Memberikanjalan Untuk

Mencapai Tubuh Ideal

Dapat diindikasikan tubuh yang ideal merupakan suatu tampilan

yang sempurna, termasuk kerapihan gigi remaja ini.

3. Standar Kecantikan yang Tidak Mungkin dapat Dicapai

Karena bentuk gigi remaja ini tidak rapih dan renggang, maka

pemakaian kawat gigi merupakan salah satu cara agar standar kecantikan

anak tersebut dapat tercapai.

4. Rasa Tidak Puas yang Mendalam terhadap Kehidupan dan Diri Sendiri

Anak tersebut mengatakan bahwa dirinya memiliki rasa tidak

percaya diri terhadap tampilan giginya, maka anak ini meras tidak puas

akan bentuk fisiknya terhadap kehidupannya.

5. Kebutuhan Akan Kontrol

Anak tersebut memiliki rasa untuk mengontrol kerapihan giginya.

6. Rasa Percaya Diri yang Kurang

Remaja ini memiliki rasa ketidak puasan dalam dirinya.

Kasus tersebut dapat berdampak ketidakpuasan bentuk tubuh,

seperti:

1. Depresi;

2. Rendahnya kepercayaan diri dan harga diri;

3. Eating disorder dan masalah kesehatan;

4. Kematian.

Menurut teori ketidakpuasan pada bentuk tubuh menurut Rosen dan

Reiter(dalam Asri dan Setiasih, 2004) adalah keterpakuan pikiran

akanpenilaian yang negatif terhadap tampilan fisik dan adanya perasaan malu

dengan keadaan fisik ketika berada di lingkungan sosial. Maka dapat

dikatakan bahwa remaja tersebut memiliki ketidak puasan pada bentuk

tubuh. Ia merasa kurang percaya diri dengan bentuk gigi yang berantakan dan

renggang. Namun jika di analisis kembali, penggunaan kawat gigi yang

digunakan, berdampak pada pengaruhnya dalam kesehatan diri pengunanya.

Kasus ini adalah salah satu bentuk remaja yang tidak menerima keadaan

Page 21: Makalah BK Kelompo 6

fisiknya, namun dengan cara yang positif. Positif disini, ia mengguakan cara

pemakaian kawat gigi yang sesuai dengan yang seharusnya, melalui

pemasakan ahli dokter gigi dan tidak melenceng pada fungsi pemakaian kawat

gigi yang sebenarnya, yaitu yang berguna didalam bidang kesehatan dirinya.

Upaya yang dapat dilakukan oleh dirinya sendiri, yang mengalami

ketidakpuasan dalam bentuk fisik yaitu dengan menggunakan strategi koping

(baik mental maupun perilaku), seperti yang tercantum pada kajian teori.

Diantaranya:

Menahan diri (exercised caution/cautiousness)

Tindakan instrumental (instrumental action)

Sedangkan upaya yang dilakukan oleh orang lain, utuk mengatasi

seseorang yang mengalami ketidakpuasan dalam bentuk fisik yaitu dengan

menggunakan strategi koping (baik mental maupun perilaku). Diantaranya:

Negosiasi (negotiation)

Dukungan sosial (support mobilization)

B. MEMILIKI KEBERMAKNAAN KEBERAGAMAAN

1. Kasus

Makna agama bagi beberapa remaja adalah hal yang sangat penting

dalam hidupnya karena segala suatu tindakan berasal dari agama. Namun

beberapa remaja menganggap bahwa agama hanyalah tuntutan belaka.

Seperti yang terjadi pada seorang siswa remaja laki-laki yang sekarang

kelas XII.

Pada saat ia masih kecil ia begitu rajin belajar agama Islam di

sekolah agama Islam (Madrasah Diniyyah), bahkan hampir di setiap

tahunnya ia selalu mendapat rangking, hafal juz 'amma lebih dahulu

daripada teman-teman yang lainnya, shalatnya tidak pernah tertinggal dan

sangat mahir dalam membaca Al-Qur'an. Setiap adzan berkumandang ia

sudah selalu berada di mushola dengan menggunakan baju koko, sarung

dan peci. Terkadang ia diperintahkan adzan. Begitu banyak cacian dan

pujian yang ia dapatkan, namun ia seolah-olah tak memperdulikannya.

Dan hal tersebut terjadi terus-menerus sampai ia duduk di kelas X SMA.

Page 22: Makalah BK Kelompo 6

Dipertengahan semester kelas X, ayahnya meninggal. Sepeninggalan

ayahnya seolah-olah membuat segala dalam hidupnya berubah. Ia menjadi

tak pernah kembali lagi shalat di masjid dan mangikuti kegiatan agama

lainnya.

Ternyata selama ayahnya hidup ia dipaksa melakukan semuanya

itu. Bahkan pernah terjadi ketika ia tidak melakukan wudlu dengan benar,

ayahnya langsung menyambuknya dengan sabuk tentara beberapa kali.

2. ANALISIS KASUS

1. Faktor Keluarga

Keluarga sangat berpengaruh penting dalam pertumbuhan dan

perkembangan suatu individu. Di dalam kasus ini, saya menghipotesis

sepeninggal almarhum ayahnya, keluarga dari remaja tersebut menjadi

tidak harmonis. Hal ini dikarenakan keluarga ini tidak terbiasa dengan

kondisi dimana tidak adanya kepala keluarga. Keadaan ini membuat

goyahnya tiang dari keluarga remaja tersebut. Dengan ketiadaan sang

ayah, ibu menjadi pribadi yang berbeda dari biasanya. Mungkin saja

ibu dari remaja tersebut menjadi tidak terlalu peduli kepada

keluarganya. Faktor ini juga dirasakan oleh kakak dan adik remaja

tersebut. Mereka menjadi lebih bebas dalam pergaulan, karena

hilangnya sosok pengatur di dalam keluarga. Hal ini membuat suasana

di rumah remaja tersebut menjadi tidak sekondusif biasanya. Melihaf

hal ini, remaja tersebut bisa mendapat beban fikiran yang lebih berat

dan tidak seharusnya di alami remaja seumurnya. Remaja ini pun

menjadi tidak betah di lingkungan rumahnya, sehingga dia lebih sering

berada diluar rumah, bermain bersama teman-temannya, dan

menghabiskan waktu sesukanya tanpa ada yang menunjukan perhatian

lebih kepadanya.

Hipotesis saya selanjutnya masih mengenai pengaruh keluarga

terhadap sisi keagamaan dari remaja ini. Remaja yang awalnya

memliki kepribadian yang santun, akhlak yang baik dan rajin

beribadah ini menjadi berubah. Kesehariannya yang dahulu selalu

Page 23: Makalah BK Kelompo 6

pergi ke mesjid untuk sholat berjamaah, untuk mengaji bersama

teman-temannya, tidak ia lakukan lagi. Hal ini terjadi karena dulu pada

saat almarhum ayahnya masih hidup, ia selalu di wanti-wanti untuk tak

lupa beribadah, mengerjakan sholat lima waktu berjamaah di mesjid,

dan selalu mengikuti pengajian rutin di mesjid dekat rumahnya. Ibadah

remaja tersebut menjadi terbengkalai, tak serajin biasanya, karena tak

ada lagi sosok ayah yg selalu mengingatkannya untuk beribadah tepat

waktu. Mungkin saja dulu hanya ayahnya yang selalu

mengingatkannya untuk beribadah, tidak ada campur tangan dari

anggota keluarga lain mengenai ibadah remaja tersebut. Sepeninggal

ayahnya pun bisa jadi tidak berubah. Ibu, kakak, dan adiknya mungkin

tetap tidak memperhatikan ibadah remaja tersebut, terlebih karena

mereka pun merasa harus mengurus urusannya masing-masing tanpa

adanya sesosok ayah.

2. Faktor Lingkungan

Masalah yang coba kami angkat adalah “seorang anak yang

dipaksa oleh ayahnya untukk soleh, ternyata setelah ayahnya

meninggal anak remaja tersebut menjadi nakal kembali”.

Remaja merupakan peralihan antara masa kanak kanak menuju

dewasa. Pada masa remaja memiliki keingin tahuan yang tinggi, belum

sepenuhnya memiliki pertimbangan yang matang . mudah terombang

ambing, mudah terpengaruh nekat dan berani emosi tinggi dan tak mau

ketinggalan. Menurut Hurlock (1973) ada beberapa masalah yang

dialami oleh remaja :

1. Masalah pribadi, yaitu masalah masalah yang berhubungan dengan

situasi.

2. Masalah masalah remaja, yaitu masalah yang timbul akibat situasi

yang tidak jelas pada remaja.

Oleh karena itu perlu adanya orang tua sebagai control dan

sebagai pembimbing pada perkembangan remaja. Pada masalah atau

kasus diatas dimana orang tua seorang remaja meninggal dunia, anak

Page 24: Makalah BK Kelompo 6

tersebut menjadi nakal. Menurut pendapat saya hal tersebut timbul

karena peran orang tua sebagai control serta pembimbing sudak tidak

ada, padahal mereka masih tergolong ke dalam masa remaja dimana

pada masa ini remaja belum sepenuhnya memiliki pertimbangan yang

matang sehingga pada masa ini perlu adanya pembimbing. Karena

tidak adanya pembimbing inilah remaja mulai mencari jawaban

jawaban terhadap permasalahan permasalahan yang dialami oleh

remaja yaitu dengan mencari jawaban itu pada lingkungan. Namun

kondisi lingkungan social ada yang sehat dan tidak sehan, yang bahaya

adalah apabila remaja mencari jawaban tasa masalah masalahnya di

kondisi lingkingan yang kurang sehat/kurang baik. Hal inilah yang

mempengaruhi kenakalan remaja dari factor lingkungan.

Page 25: Makalah BK Kelompo 6

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Trend seter pemakaian kawat gigi pada anak remaja zaman sekarang.

Faktanya pada zaman sekarang, ada dua fungsi pemakaian kawat gigi bagi

penggunaanya. Pertama, diguankan sebagai media dalam kesehatan yaitu

meratakan gigi, dan yang kedua, hanya sebagai aksesoris yang

mempercantik gigi penggunanya. Di samping itu pemasangan kawat gigi

tersebut dilakukan oleh tukang gigi (yang bukan ahli) dan dokter gigi ahli

spesialis ortodok.

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpuasan bentuk tubuh, adalah

sebagai berikut:

a. First impression culture.

b. Kepercayaan bahwa adanya control diri dapat memberikan jalan untuk

mencapai tubuh ideal.

c. Standar kecantikan yang tidak mungkin dapat dicapai.

d. Rasa tidak puas yang mendalam terhadap kehidupan dan diri sendiri.

e. Kebutuhan akan control.

f. Rasa percaya diri yang kurang.

Upaya yang dapat dilakukan oleh dirinya sendiri, yang mengalami

ketidakpuasan dalam betuk fisik yaitu menahan diri (excercised

caution/cautiousness) dan tindakan instrumental (instrumental action).

Sedangkan upaya yang dilakukan oleh orang lain diantaranya negosiasi

(negotiation) dan dukungan social (support mobilization).

Salah satu masalah yang terjadi pada remaja dalam kebermaknaan

keberagamaan adalah remaja yang memiliki sikap percaya tetapi agak

ragu-ragu dalam beragama setelah ayahnya meninggal.

Faktor-faktor yang menyebabkan remaja memiliki sikap percaya tetapi

agak ragu-ragu dalam beragama setelah ayahnya meninggal sebagai

berikut:

a. Faktor pertumbuhan dan pikiran mental.

b. Faktor keluarga.

Page 26: Makalah BK Kelompo 6

c. Faktor lingkungan.

Upaya yang dapat dilakukan baik dirinya sendiri, keluargaya maupun

orang yang berada di lingkungannya mengenai masalah yang terjadi pada

remaja tersebut adalah sebagai berikut:

a. Control diri.

b. Control dari keluarga.

c. Biarkan remaja tersebut mendapatkan pendidikan agama dengan cara

yang tidak memungkinkan ia untuk berfikir bebas dan boleh

mengkritik hal yang berkaitan dengan agama.

d. Berikan pujian ketika ada remaja yang melakukan kebaikan.

DAFTAR PUSTAKA

Page 27: Makalah BK Kelompo 6

Marthayuanda. 2010. Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Tersedia di:

http://dillamelinda.blogspot.com

Muhammad Al-Mighwar, M. Ag. 2006. Psikologi Remaja: Petunjuk bagi Guru

dan Orangtua. Bandung: Pustaka Setia.

PakMarc. 2010. Tugas dan Tahap Perkembangan Remaja. Tersedia di:

http://id.shvoong.com.

Sari, Gannis Eka Pramita. 2010. Perbedaan Ketidakpuasan terhadap Bentuk

Tubuh dari Strategi Koping pada Remaja Wanita di SMA Negeri 2 Ngawi

(Skripsi). Tersedia di: http://www.foxitsoftware.com.