Makalah Biodiesel

28
MAKALAH PEMBUATAN BIODIESEL DARI BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF Oleh: 1. Berry Ristanti NIM. L2C009031 2. Fitrika Dwi Hanani NIM. L2C009055 3. Nurul Hanifah NIM. 21030111150004 4. Makrufah Hidayah Islamiah NIM. 21030111150022 5. Abdurrakhman NIM. 21030111150032

Transcript of Makalah Biodiesel

Page 1: Makalah Biodiesel

MAKALAH

PEMBUATAN BIODIESEL

DARI BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF

Oleh:

1. Berry Ristanti NIM. L2C009031

2. Fitrika Dwi Hanani NIM. L2C009055

3. Nurul Hanifah NIM. 21030111150004

4. Makrufah Hidayah Islamiah NIM. 21030111150022

5. Abdurrakhman NIM. 21030111150032

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2012

Page 2: Makalah Biodiesel

2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertambahan jumlah penduduk yang disertai dengan peningkatan kesejahteraan

masyarakat berdampak pada makin meningkatnya kebutuhan akan sarana transportasi

dan aktivitas industri. Sektor transportasi sendiri saat ini menunjukkan pertumbuhan

yang begitu pesat, misalnya pertumbuhan produksi mobil pertahunnya mencapai

300.000 unit. Namun, di sisi lain harga solar sebagai bahan bakar penggerak mobil-

mobil tersebut semakin meningkat.

Dalam perkembangannya, bahan bakar solar dari turunan minyak bumi lebih

banyak digunakan. Dengan harga yang murah, kinerja, dan subsidi pemerintah, bahan

bakar dari minyak bumi menjadi pilihan selama bertahun-tahun. Konsumsi minyak solar

di Indonesia tahun 2000-2005 rata-rata per tahun mencapai 24,5 juta kilo liter per tahun.

Pada kondisi konsumsi seperti demikian padahal produksi minyak solar dalam negeri

tidak mencapai 13 juta kilo liter per tahun, sehingga diperlukan impor minyak solar

lebih dari 13 juta kilo liter. Namun, ketergantungan impor dan kapasitas produksi

dalam negeri yang tidak mampu mencukupi kebutuhan menuntut dikembangkannya

bahan bakar alternatif yang lebih murah dan tersedia di alam serta dapat diperbaharui

(renewable), seperti biodiesel.

Pada tahun 2007, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral menyatakan

persediaan minyak bumi Indonesia bisa bertahan 11 tahun, gas bumi 30 tahun, dan batu

bara 50 tahun lagi. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi

Nasional, mentargetkan substitusi biofuel pada tahun 2024 adalah minimal 5% terhadap

konsumsi energi nasional, serta Inpres Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan

Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain, menunjukkan

keseriusan Pemerintah dalam penyediaan dan pengembangan bahan bakar nabati,

diantaranya bioetanol dan biodiesel.

Biodiesel atau methyl ester merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang

memiliki sifat menyerupai minyak diesel/solar. Biodiesel dapat digunakan baik secara

murni maupun dicampur dengan petrodiesel tanpa terjadi perubahan pada mesin lain

yang menggunakannya. Penggunaan biodiesel sebagai sumber energi semakin menuntut

untuk direalisasikan. Sebab, selain merupakan solusi menghadapi kelangkaan energi

Page 3: Makalah Biodiesel

3

fosil pada masa mendatang, biodiesel juga bersifat dapat diperbaharui (renewable),

dapat terurai (biodegradable), memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin karena

termasuk kelompok minyak tidak mengering (non-drying oil), mampu mengurangi

emisi karbon dioksida dan efek rumah kaca. Biodiesel juga bersifat ramah lingkungan

karena menghasilkan emisi gas buang yang jauh lebih baik dibandingkan diesel/solar,

yaitu bebas sulfur, bilangan asap (smoke number) rendah, terbakar sempurna (clean

burning), dan tidak menghasilkan racun (non toxic).

Beberapa bahan baku untuk pembuatan biodiesel antara lain kelapa sawit, kedelai,

bunga matahari, jarak pagar, tebu dan beberapa jenis tumbuhan lainnya. Dari beberapa

bahan baku tersebut di Indonesia yang punya prospek untuk diolah menjadi biodiesel

adalah kelapa sawit dan jarak pagar. Minyak biji jarak pagar secara kimia terdiri atas

trigliserida yang berantai asam lemak lurus (tidak bercabang) dengan atau tanpa ikatan

rangkap. Minyak ini tidak termasuk dalam kategori minyak makan (edible oil) sehingga

pemanfaatannya sebagai bahan baku biodiesel tidak akan menganggu penyediaan

kebutuhan minyak makan nasional, kebutuhan industri oleokimia dan ekspor Crude

Palm Oil (CPO). Hasil olahan jarak pagar tidak bisa dikonsumsi manusia dan hanya

digunakan untuk bahan bakar. Keadaan ini bisa menjamin bahan baku biofuel untuk

masa yang akan datang.

Page 4: Makalah Biodiesel

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biodiesel

Biodiesel didefinisikan sebagai metil ester yang diproduksi dari minyak tumbuhan

atau lemak hewan dan memenuhi kualitas untuk digunakan sebagai bahan bakar di

dalam mesin diesel (Vicente et al., 2006).

Biodiesel termasuk bahan bakar yang terbakar sempurna dihasilkan dari beberapa

minyak nabati pengganti minyak bumi. Biodiesel terdiri dari metil ester minyak nabati,

dimana rantai karbon trigliserida diubah secara kimia menjadi ester dan asam lemak.

Rantai hidrokarbon biodiesel pada umumnya terdiri dari 16 - 20 atom karbon, sifat

kimia biodiesel membuatnya dapat terbakar dengan sempurna, dan mengikat

pembakaran pada campurannya dengan bahan bakar diesel dari minyak bumi (Vicente

et al., 2006).

Rantai karbon biodiesel bersifat sederhana, berbentuk lurus dan dua atom oksigen

tiap cabang di degredasi oleh bakteri dibandingkan dengan rantai karbon petrodisel

yang bersifat kompleks, biodiesel dari ester nabati tidak mengandung senyawa organik

volatil. Beberapa studi menunjukkan bahwa pemakaiannya sebagai biodiesel

memberikan efek yang berbeda satu dengan yang lain. Sifat ini berhubungan erat

dengan struktur dan komposisi kandungan asam lemaknya. Misalnya kandungan asam

lemak antara minyak hewan dengan tumbuhan (Leung et al., 2006).

Biodiesel memiliki efek pelumasan yang tinggi, sehingga membuat mesin diesel

lebih awet. Biodiesel memiliki flash point yang lebih tinggi dibanding solar, tidak

menimbulkan bau yang berbahaya sehingga lebih mudah dan lebih aman untuk

ditangani. Kadar belerangnya mendekati nol, tidak adanya sulfur berarti penurunan

hujan asam oleh emisi sulfat penurunan sulfat dalam campuran juga akan mengurangi

tingkat korosif, asam sulfat yang berkumpul dalam mesin akan merusak kinerja mesin.

Biodiesel juga akan mengurangi tingkat kerusakan lingkungan (Bangun N., 2008).

Page 5: Makalah Biodiesel

5

Tabel 2.1 Syarat Mutu Biodiesel Berdasarkan SNI

No. Parameter Satuan Nilai

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

Massa jenis pada 40 °C

Viskositas kinematik pd 40 °C

Angka setana

Titik nyala (mangkok tertutup)

Titik kabut

Korosi lempeng tembaga (3 jam pada 50 °C)

Residu karbon

- dalam contoh asli

- dalam 10 % ampas distilasi

Air dan sedimen

Temperatur distilasi 90 %

Abu tersulfatkan

Belerang

Fosfor

Angka asam

Gliserol bebas

Gliserol total

Kadar ester alkil

Angka iodium

Uji Halphen

kg/m3

mm2/s (cSt)

°C

°C

%-massa

%-vol.

°C

%-massa

ppm-m (mg/kg)

ppm-m (mg/kg)

mg-KOH/g

%-massa

%-massa

%-massa

%-massa

(g-I2/100 g)

850 – 890

2,3 – 6,0

min. 51

min. 100

maks. 18

maks. no 3

maks 0,05

(maks. 0,3)

maks. 0,05*

maks. 360

maks.0,02

maks. 100

maks. 10

maks.0,8

maks. 0,02

maks. 0,24

min. 96,5

maks. 115

negatif

Keunggulan biodiesel adalah sebagai berikut :

1. Mempunyai angka setana yang tinggi yaitu diatas 50. Bilangan setana yaitu bilangan

yang menunjukkan kualitas pembakaran bahan bakar atau bilangan yang

menunjukkan kecepatan bakar bahan bakar didalam ruang mesin. Semakin tinggi

angka setana waktu tunda pembakaran semakin pendek.

2. Tidak mengandung sulfur dan benzena .

3. Dihasilkan dari sumber daya terbarukan dan ketersediaan bahan bakunya terjamin ,

dapat diperbaharui dan biodegradable (dapat terurai).

Page 6: Makalah Biodiesel

6

4. Biodiesel dapat dicampur dengan solar, biodiesel pada campuran 20% dengan solar

dapat mengurangi partikel 30%, CO2 sebanyak 21%, dan karbohidrat total 47

% .Biodiesel 100% dapat menurunkan emisi CO2 sampai 100%, emisi SO2 sampai

100%, emisi CO antara 10 - 50 % , emisi HC antara 10 - 50 %, (Tritoatmodjo, 1995).

5. Viskositasnya tinggi sehingga mempunyai sifat pelumas yang baik dari pada solar

sehingga memperpanjang umur pakai mesin.

6. Mempunyai titik kilat yang tinggi sehingga lebih aman dari bahya dari kebakaran pada

saat disimpan dan maupun pada saat didistribusikan.

7. Dapat mengurangi asap hitam dari gas buang mesin diesel secara signifikan walaupun

penambahan hanya 5% - 10 % volume biodiesel kedalam solar.

2.2 Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)

2.2.1 Jenis & Morfologi

Jarak Pagar juga dikenal dengan nama jarak budeg, jarak gundul, atau jarak cina.

Tanaman yang berasal dari daerah tropis di Amerika Tengah ini tahan kekeringan dan

tumbuh dengan cepat.

Jarak Pagar berbeda dengan Jarak kaliki atau Jarak kepyar atau Jarak kosta

(Ricinus communis), yang mempunyai ciri seperti tanaman singkong racun, buahnya

berbulu seperti rambutan. Jarak kepyar juga menghasilkan minyak dan digunakan

sebagai bahan baku atau bahan tambahan industri cat vernis, plastik, farmasi, dan

kosmetika, sehingga sudah lama dibudidayakan secara komersial di Indonesia. Akan

tetapi, minyak jarak kepyar tidak cocok digunakan sebagai bahan bakar biofuel karena

terlalu kental, jadi hanya bisa digunakan sebagai pelumas.

Jarak kaliki (Ricinus communis), merupakan tanaman tahunan berumur pendek

(bianual), berbuah setahun sekali (terminal), sedangkan jarak pagar (Jatropha curcas)

mampu berbuah terus menerus apabila Agroklimatnya mendukung.

Jarak pagar mempunyai sosok yang kekar, batang berkayu bulat dan mengandung

banyak getah. Tinggi mencapai 5 meter dan mampu hidup sampai 50 tahun. Daun

tunggal, lebar, menjari dengan sisi berlekuk-lekuk sebanyak 3 – 5 buah, bunga berwarna

kuning kehijauan, berupa bunga majemuk berbentuk malai, berumah satu dan

uniseksual, kadang-kadang ditemukan bunga hermaprodit. Jumlah bunga betina 4 – 5

kali lebih banyak daripada bunga jantan. Buah berbentuk buah kendaga, oval atau bulat

telur, berupa buah kotak berdiameter 2 – 4 cm dengan permukaan tidak berbulu

(gundul) dan berwarna hijau ketika masih muda dan setelah tua kuning kecoklatan.

Page 7: Makalah Biodiesel

7

Buah jarak tidak masak serentak Buah jarak pagar terbagi menjadi 3 ruangan, masing-

masing ruangan 1 biji. Biji berbentuk bulat lonjong berwarna cokelat kehitaman dengan

ukuran panjang 2 cm, tebal 1 cm, dan berat 0,4 – 0,6 gram/biji. Jarak pagar termasuk

dalam familia Euphorbiaceae satu famili dengan tanaman karet dan ubikayu. Adapun

klasifikasi Jarak pagar sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Jatropha

Spesies : Jatropha curcas L.

Jarak Pagar dapat ditemukan tumbuh subur di berbagai tempat di Indonesia.

Umumnya terdapat di pagar-pagar rumah dan kebun atau sepanjang tepi jalan, tapi

jarang ditemui berupa hamparan. Tanaman Jarak pagar berbentuk pohon kecil maupun

belukar besar yang tingginya mencapai lima meter. Cabang-cabang pohon ini bergetah

dan dapat diperbanyak dengan biji, setek atau kultur jaringan dan mulai berbuah

delapan bulan setelah ditanam dengan produktivitas 0,5 – 1,0 ton biji kering/ha/tahun.

Selanjutnya akan meningkat secara bertahap dan akan stabil sekitar 5 ton pada tahun ke

lima setelah tanam.

Gambar 2.1 Tanaman Jarak Pagar

2.2.2 Komposisi dari Tanaman Jarak Pagar

Biji jarak memiliki berat rata-rata 0,75 gram dan daging buah mengandung

protein 27-32% dan minyak 58-60%. Bungkil biji jarak dari sisa ekstraksi minyak (fully

defatted) memiliki kandungan protein 55-58% (tabel 2.2 dan 2.3).

Page 8: Makalah Biodiesel

8

Tabel 2.2 Komposisi kimia daging biji tanaman jarak dari berbagai varietas.(Nazir Novizar, 2011)

ItemVarietas

Cape Verde Nicaragua Ife-Nigeria Mexico,tdk beracunBahan kering 96,6 96.9 95,7 94,2Analisa, %bhn keringProtein 22,2 25,6 27,7 27,2Lipida 57,8 56,8 53,9 58,5Abu 3,6 3,6 5,0 4,3

Tabel 2.3 Komposisi kimia (% bahan kering) bungkil biji jarak pagar dari berbagai varietas. (Nazir Novizar, 2011)

Komponen

Varietas Cape Verde

Nicaragua Ife - Nigeria

Tdk- beracun, Mexico

Yautepec Morelos statea

Bungkil kedelai

Protein kasar

56,4 (57,3)

61,2 (61,9)

55,7 (56,1)

63,8 (64,4)

70,9 45,7 (46,5)

Lipida 1,5 1,2 0,8 1,0 0,6 1,8Abu 9,6 10,4 9,6 9,8 12,1 6,4Energi kotor (MJ/kg)

18,2 18,3 17,8 18,0 18,2 19,4

*angka dalam kurung menyatakan kandungan bebas lipida; a (Martı´nez-Herrera et al. 2006).

Tabel 2.4 menunjukkan komposisi asam lemak dari minyak jarak pagar. Ia terdiri

dari 23,6% berupa asam lemak jenuh terutama dari palmitat, stearat, dan asam miristat

dan 76,4% berupa asam lemak tak jenuh yang terdiri dari oleat, linoleat, dan asam

palmitoleat.

Tabel 2.4 Kandungan Asam Lemak Minyak Jarak Pagar (Nazir Novizar, 2011)

Nama umum Nama IUPAC Formula

Kaprat Asam Dekanoat C10H20O2

Laurat Asam Dodekanoat C12H24O2

Miristat Asam Tetradekanoat C14H28O2

Palmitat Asam Heksadekanoat C16H32O2

Stearat Asam Oktadekanoat C18H36O2

Arachidat Asam Eikosanoat C20H40O2

Behenat Asam Dokosanoat C22H44O2

Miristoleat Cis-9, Asam Tetradekanoat C14H20O2

Palmitoleat Cis-9, Asam Heksadekanoat C16H30O2

Oleat Cis-9, Asam Oktadekanoat C18H34O2

Linoleat Cis-9, Cis-12, Asam Oktadekanoat C18H32O2

Linolenat Cis-6, Cis-9, Cis-12, Asam Oktadekanoat C18H30O2

Jenis dan prosentase asam lemak dalam minyak jarak pagar bervariasi tergantung pada

varietas tanaman dan kondisi pertumbuhan tanaman. Sifat fisik minyak jarak dibanding

Page 9: Makalah Biodiesel

9

dengan minyak dari tanaman lainnya dan diesel disajikan pada tabel 2.6. Sementara sifat

fisiko-kimia biodiesel dari jarak pagar ditampilkan pada tabel 2.5.

Tabel 2.5 Sifat fisiko-kimia biodiesel jarak pagar (Nazir Novizar, 2011)

Sifat (satuan)Metode uji

ASTM 6751Batas ASTM 6751

Metil ester jarak pagar

Titik nyala (oC) D-93 Min.130 163Viskositas pada 40 oC (cSt)

D-445 1,9-6,0 4,40

Abu bersulfat (%w) D-874 Max 0,02 0,002Sulfur (%w) D-5453 Max. 0,05 0,004Titik kabut (oC) D-2500 N/A 4Korosi tembaga D-130 Max.3 1Bilangan cetan D-613 Min.47 57,1Air dan endapan (volume) D-2709 Max.0,05 0,05Nilai netralisasi (mg KOH/gr)

D-664 Max.0,80 0,48

Gliserin bebas (%w) D-6584 Max. 0,02 0,01Gliserin total (%w) D-6584 Max. 0,24 0,02Fosfor (%w) D-4951 Max. 0,001 <0,001Suhu distilasi D-1160 90% pada 360 oC 90%Stabilitas oksidasi (jam) Tidak tersedia Tidak tersedia 3,23

Tabel 2.6 Sifat Fisik Minyak Jarak Pagar dibandingkan dengan Minyak dari Tanaman Lainnya dan Diesel ( Nazir Novizar, 2011)

Asal Minyak

Bilangan Setana

Nilai Panas

(MJ/kg)

Titik Kabut (ºC)

Titik Tuang (ºC)

Viskositas Kinematik (cSt pada

38ºC)

Titik Nyala

Bobot Jenis pada 15ºC

Jarak 40 – 45 39 – 40 - - 55 pada 30ºC

240 0,912

Jagung 37,6 39,5 -1,1 -40 34,9 277 0,9095Biji

Kapuk41,8 39,5 1,7 -15,0 33,5 234 0,9148

Rapeseed 37,6 39,7 -3,9 -31,7 37,0 246 0,9115Biji

Bunga Matahari

37,1 39,6 7,2 -15,0 33,9 274 0,9161

Wijen 40,2 39,3 -3,9 9,4 35,5 260 0,9133Kedelai 37,9 39,6 -3,9 -12,2 32,6 254 0,9138Sawit 42,0 39,5 31,0 - 39,6 267 0,9180Diesel 40 – 55 42 -15

sampai -5

-33 sampai

-15

1,3 – 4,1 60 – 80 0,82 – 0,86

Page 10: Makalah Biodiesel

10

2.3 Proses Produksi Biodiesel

2.3.1 Esterifikasi

Reaksi pembentukan biodiesel adalah rekasi antara asam lemak dengan alkohol

baik dengan adanya katalis ataupun tidak. Reaksi ini lazim disebut sebagai reaksi

esterifikasi karena menghasilkan biodiesel sebagai senyawa esternya. Reaksi pembuatan

biodiesel kerap juga disebut dengan reaksi alkoholisis karena menggunakan alkohol

sebagai bahan perekasi.

Adapun reaksi kimia antara asam lemak dan metanol membentuk biodiesel adalah

sebagai berikut :

O == R—C—OH + CH3OH O == R—C—OCH3 + H2O

(Asam Lemak) (Metanol) Metil ester asam lemak air

Reaksi esterifikasi biasanya memakai asam kuat sebagai katalisnya. Asam kuat

yang biasa dipakai sebagai katalis dalam proses esterifikasi adalah asam sulfat dan

asam klorida, namun asam sulfat lebih sering digunakan karena kandungan air yang

lebih sedikit.

Penelitian yang dilakukan oleh Maher pada tahun 2004 dan Ramadhas pada

tahun 2005, proses esterifikasi dilakukan secara dua tahap. Secara sederhana asam

lemak bebas dikonversi menjadi metil ester asam lemak dengan perlakuan katalis

asam pada tahap awal, dan pada tahap selanjutnya transesterifikasi sempurna

dilakukan dengan menggunakan katalis basa (Meher,2004).

Esterifikasi asam merupakan proses pendahuluan menggunakan katalis asam

untuk menurunkan kadar asam lemak bebas hingga 2%, katalis asam umumnya adalah

asam sulfat dengan konsentrasi 0.5% (b/b CPO) (Ramadhas, 2005).

Esterifikasi dilakukan dalam wadah berpengaduk magnetik dengan kecepatan

konstan, hal ini penting untuk memastikan terjadinya reaksi diseluruh bagian reaktor,

kecepatan pengaduk sebesar 350 rpm.

Perbandingan mol yang sesuai antara metanol dan CPO pada proses

transesterifikasi basa adalah 9:1 (Meher,2004). Transesterifikasi menggunakan katalis

basa dilakukan didalam reaktor curah (batch reactor) pada suhu 60 oC. Waktu reaksi

yang dibutuhkan untuk mengkonversi trigliserida, digliserida dan monogliserida

menjadi metil ester adalah selama 60 menit. Konsentrasi katalis maksimum adalah 1%

KOH (b/b CPO).

katalis

Page 11: Makalah Biodiesel

11

2.3.1.1 Katalis

Katalis adalah zat yang dapat mempengaruhi kecepatan reaksi tetapi zat

tersebut tidak mengalami perubahan kimia pada akhir reaksi. Katalis tidak

berpengaruh pada energi bebas ∆G 0, jadi juga tidak berpengaruh terhadap tetapan

kesetimbangan k. Umumnya kenaikan konsentrasi katalis juga menaikkan kecepatan

reaksi, jadi katalis ini ikut dalam reaksi tetapi pada akhir reaksi diperoleh kembali

(Sukardjo, 2002).

Berdasarkan fasanya, proses katalisis dapat digolongkan menjadi katalisis

homogen dan katalisis heterogen. Katalisis homogen ialah katalis yang mempunyai

fasa sama dengan fasa campuran reaksinya, sedangkan katalisis heterogen adalah

katalis yang berbeda fasa dengan campuran reaksinya.

Katalisis homogen kurang efektif dibandingkan dengan katalisis heterogen

karena heterogenitas permukaannya. Pada katalisis homogen katalis sukar dipisahkan

dari produk dan sisa reaktanya sedangkan katalisis heterogen pemisahan antara katalis

dan produknya serta sisa reaktan mudah dipisahkan dengan demikian, karena mudah

dipisahkan dari campuran reaksinya dan kestabilannya terhadap perlakuan panas,

katalisis heterogen lebih banyak digunakan dalam industri kimia (Meher et al., 2006;

Bouaid et al., 2005; Felizardo et al., 2006; De Filippis et al., 2005; Zhang et al.,

2003).

2.3.2 Transesterifikasi

Ester merupakan suatu senyawa turunan asam karboksilat dimana gugus

hidroksi dari asam karboksilat digantikan oleh gugus alkoksi.Esterifikasi merupakan

reaksi pembentukan ester antara asam karboksilat dan alkohol, esterifikasi adalah

reaksi ionik yang merupakan kombinasi dari reaksi adisi dan penyusunan ulang

(rearrangement).

Reaksi esterifikasi dapat dibagi atas dua jenis, diantaranya adalah sebagai

berikut:

1. Esterifikasi langsung, yang merupakan reaksi antara alkohol dengan asam

lemak.

RCOOH + R`OH RCOOR` + H2O

Page 12: Makalah Biodiesel

12

Reaksinya merupakan reaksi substitusi nukleofilik gugus asil.Reaksinya

tidak langsung secara substitusi, tetapi melalui 2 tahap. Tahap pertama

adalah adisi nukleofilik dan diikuti tahap kedua yaitu eliminasi.

2. Transesterifikasi, yang meliputi reaksi:

a. Alkoholisis, merupakan reaksi antara ester dengan alkohol membentuk

ester yang baru.

RCOOR` + R``OH RCOOR`` + R`OH

b. Asidolisis, merupakan reaksi antara ester dengan asam karboksilat

membentuk ester yang baru.

RCOOR` + R``COOH R``COOR` + RCOOH

c. Interesterifikasi merupakan suatu reaksi ester dengan ester lainnya atau

disebut ester interchange.

Transesterifikasi atau alkoholisis adalah reaksi pertukaran gugus alkohol dari

suatu ester dengan ester lain. Kehadiran katalis (asam kuat atau basa kuat) akan

mempercepat pembentukan ester. Transesterifikasi dapat dikatalisis oleh asam-asam

Brönsted, lebih sering digunakan sulfonat dan asam sulfat (Anisa, 2010).

Reaksi antara minyak atau lemak dengan alkohol merupakan reaksi yang

bersifat bolak-balik. Oleh sebab itu alkohol harus ditambahkan berlebih untuk

membuat reaksi berjalan kearah kanan. Menurut azas Le Chatelier bahwa: “Setiap

perubahan pada salah satu variabel sistem keseimbangan akan menggeser posisi

keseimbangan kearah tertentu yang akan menetralkan/ meniadakan pengaruh variabel

yang berubah tadi” (Bird, 1993).

Biodiesel dapat berupa metil ester atau etil ester tergantung jenis alkohol yang

digunakan. Tetapi yang paling sering diproduksi adalah metil ester karena metanol

mudah didapat dan tidak mahal. Metanol lebih reaktif dibandingkan dengan etanol,

sehingga penggunaan metanol menghasilkan mono dan diasilgliserol yang relatif lebih

rendah dibandingkan dengan penggunaan etanol pada kondisi reaksi yang sama

(Freedman, 1984).

Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi kesetimbangan sehingga digunakan

metanol berlebih untuk menggeser arah reaksi kekanan. Transesterifikasi dilakukan

pada suhu 50 oC – 70 oC dan pada kondisi tekanan atmosfer. Suhu reaksi pada

transesterifikasi minyak kelapa sawit yang sesuai adalah pada 60 oC, hal ini

disebabkan karena suhu ini mendekati titik didih metanol (65oC) dan titik leleh CPO

(55 oC), pada suhu ini reaktan akan tercampur secara homogen (Foon, 2004).

Page 13: Makalah Biodiesel

13

Minyak dan lemak dengan kandungan asam lemak bebas dalam jumlah banyak

tidak dapat dikonversi secara langsung menjadi metil ester dengan menggunakan

katalis basa. Pengaruh negatif transesterifikasi katalis basa terhadap minyak dengan

kandungan asam lemak bebas yang tinggi akan mengakibatkan asam lemak bebas

bereaksi dengan katalis yang ditambahkan dan selanjutnya bereaksi menghasilkan

sabun, disamping itu sebagian katalis akan dinetralisasi. Jika terdapat air dalam reaksi,

sabun akan terbentuk dengan terlebih dahulu membentuk emulsi dengan metanol dan

minyak, sehingga reaksi metanolisis tidak dapat terjadi. Adanya sabun akan

menyebabkan naiknya koefisien viskositas dan pembentukan gel yang akan

mengganggu jalannya reaksi serta berpengaruh terhadap proses pemisahan gliserol

(Freedman, 1984).

Page 14: Makalah Biodiesel

14

BAB III

PROSES PEMBUATAN

3.1 Diagram Proses

Gambar 3.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Biodiesel dari Biji Jarak Pagar

Page 15: Makalah Biodiesel

15

3.2 Deskripsi Proses

Langkah – langkah yang harus dilakukan dalam pembuatan biodiesel dari minyak

biji jarak pagar, yaitu:

1. Persiapan bahan baku dan bahan pembantu

2. Proses pembentukan biodiesel

3. Proses pemisahan biodiesel

4. Proses pemurnian biodiesel

3.2.1 Persiapan Bahan Baku dan Bahan Pembantu

Sebelum proses untuk menghasilkan biodiesel, terlebih dahulu biji jarak disortir

dari kotoran dan bahan ikutan lainnya. Setelah itu, biji jarak yang masih bersama

bungkilnya dimasukkan dalam mesin press untuk diproses dan menghasilkan minyak

mentah. Teknik pengepresan biji jarak ini dilakukan dengan menggunakan screw press

yang telah banyak digunakan di industri pengolahan minyak jarak saat ini. Dengan cara

ini biji jarak dipress menggunakan pengepresan berulir (screw) yang berjalan secara

kontinyu. Teknik ekstraksi ini tidak memerlukan perlakuan pendahuluan bagi biji jarak

yang akan diekstraksi. Tipe alat pengepres berulir yang digunakan dapat berupa

pengepres berulir tunggal (single screw press) atau pengepres berulir ganda (twin screw

press). Rendemen minyak jarak yang dihasilkan dengan teknik pengepres berulir

tunggal (single screw press) sekitar 25 - 35 persen, sedangkan dengan teknik pengepres

berulir ganda (twin screw press) dihasilkan rendemen minyak sekitar 40 - 45 persen.

Minyak biji jarak pagar tersebut mengalami proses degumming untuk

menghilangkan gum atau getah yang terkandung dalam minyak mentah jarak pagar

(CJO). Proses degumming ini dilakukan dengan memanaskan minyak hingga suhu

±90ºC. Setelah tercapai suhu ±90ºC, dilakukan penambahan asam phospate sebesar 1%

dari berat minyak kemudian diaduk selama 15 menit. Setelah selesai diaduk, minyak biji

jarak pagar tersebut disaring untuk membersihkan minyak dari proses degumming.

3.2.2 Proses Pembentukan Biodiesel

Proses pembuatan biodiesel menggunakan bahan baku minyak biji jarak pagar dan

methanol dengan katalis NaOH. Minyak yang digunakan merupakan minyak yang telah

mengalami proses degumming dan kandungan asam lemak bebasnya (FFA) kurang dari

0,5%. Minyak dari tangki penampung minyak dipompa menuju heater untuk

Page 16: Makalah Biodiesel

16

dipanaskan sampai suhu 60 °C yang selanjutnya akan diumpankan ke reaktor

transesterifikasi. Methanol dari tangki penampung methanol dipompa menuju mixer,

selanjutnya katalis NaOH juga diumpankan ke mixer untuk dilarutkan dengan methanol

dan bereaksi membentuk natrium metoksida. Methanol yang digunakan excess. NaOH

yang digunakan sebanyak 1% dari massa minyak. Larutan natrium metoksida

selanjutnya dipompa menuju reaktor transesterifikasi untuk direaksikan dengan minyak.

Reaksi transesterifikasi terjadi di reaktor transesterifikasi pada suhu 60 °C,

tekanan 1 atm, dan waktu tinggal 1 jam dengan konversi yang dihasilkan sebesar 98%.

Reaksi yang terjadi bersifat endotermis dan reversibel. Reaktor yang digunakan

merupakan reaktor CSTR dengan kecepatan putaran pengaduk 600 rpm. Reaktor

dilengkapi jaket pemanas dengan media pemanas berupa low pressure steam untuk

menjaga suhu reaksi. Setelah digunakan untuk memanaskan, steam akan berubah

menjadi kondensat dan dialirkan ke unit utilitas. Hasil reaksi berupa campuran

biodiesel, gliserol, sisa methanol, sisa katalis, dan sabun. Campuran hasil reaksi

selanjutnya akan menuju proses pemisahan biodiesel.

3.2.3 Proses Pemisahan Biodiesel

Campuran hasil reaksi dari reaktor dialirkan menuju kolom distilasi untuk

memisahkan methanol. Distilasi berlangsung pada suhu 70 °C dan tekanan 1 atm.

Produk atas berupa methanol 99,85% dan H2O 0,15% yang selanjutnya akan ditampung

dalam tangki penampung methanol. Hasil bawah berupa campuan biodiesel, gliserol,

sabun, dan sisa katalis selanjutnya dipompa menuju dekanter untuk memisahkan

biodiesel (metil ester). Kelarutan gliserol dalam metil ester kecil sehingga akan terpisah

antara gliserol di bagian bawah dan metil ester di bagian atas. Selanjutnya gliserol dan

metil ester akan dimurnikan.

3.2.4 Proses Pemurnian Biodiesel

Metil ester pada bagian atas dekanter dipompa menuju tangki netralisasi untuk

menetralkan sisa katalis NaOH dan mengikat sabun yang terbentuk selama reaksi. Pada

tangki netralisasi ditambahkan asam phosfat. Sabun akan bereaksi dengan asam phosfat

membentuk garam yang larut dalam air dan asam lemak bebas (FFA), sedangkan NaOH

akan bereaksi dengan asam phosfat membentuk garam. Reaksi yang terjadi sebagai

berikut ini :

Page 17: Makalah Biodiesel

17

RCOONa + H3PO4 RCOOH + Na3PO4

NaOH + H3PO4 Na3PO4 + H2O

Campuran biodiesel, garam, dan FFA akan menuju washing column untuk dicuci.

Netralisasi sebelum pencucian bertujuan untuk mengurangi jumlah air yang dibutuhkan

dan meminimalisasi potensi pembentukan emulsi ketika air ditambahkan pada biodiesel.

Garam akan dihilangkan selama proses pencuian dan FFA akan tetap bercampur dengan

biodiesel. Air dispray dari atas kolom sehingga garam akan larut bersama air dan turun

ke bawah, biodiesel dan FFA berada di bagian atas. Biodiesel akan dipisahkan

kandungan air yang masih terikut. Biodiesel dipanaskan dengan heater sampai suhu

100 °C selanjutnya dialirkan menuju flash drum untuk memisahkan uap air. Uap air

akan naik ke atas dan biodiesel akan turun. Produk biodiesel selanjutnya didinginkan

dalam cooler sampai suhu 30 °C. Biodiesel kemudian disimpan dalam tangki

penyimpanan biodiesel.

Gliserol, sabun, dan sisa katalis dari dekanter akan diumpankan ke tangki

asidulasi untuk menetralkan sisa katalis dan mengikat sabun. Proses yang terjadi sama

seperti tangki netralisasi. Gliserol, FFA, dan garam dari tangki asidulasi dialirkan

menuju dekanter. FFA tidak larut dalam gliserol sehingga akan berada pada bagian atas

dan dapat dipisahkan untuk selanjutnya disimpan pada tangki penampung FFA.

Selanjutnya garam akan diendapkan dalam dekanter. Gliserol akan diambil dan

dipekatkan dengan evaporator sehingga didapat gliserol dengan kemurnian 85 % dan

H2O 15%. Gliserol ditampung dalam tangki penampung gliserol.

Page 18: Makalah Biodiesel

18

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Anisa, 2010. Studi Pembuatan Metil Ester dari Minyak Kelapa Sawit dengan Katalis Padat

CaO/g Al2O3, http://farisarizki.blogspot.com/2010/11/studi-pembuatan-metil-ester-dari-

minyak.html, akses:22 November 2012

Bangun, N. 2008. Dimetil Ester Rantai Cabang Sebagai Energi Biodiesel Hasil Turunan Asam

Oleat Minyak Kelapa Sawit. Laporan Hasil Penelitan. Universitas Sumatera Utara.

Bird, T., 1993. Kimia Fisika untuk Universitas. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Bouaid Abderrahim, Diaz Yolanda, Martinez Mercedes, Aracil Jose., 2005. Pilot Plant

Studies of Biodiesel Production using Brassicacarinata as Raw Material. Catalysis

Today 106, 193-196.

De Filippis P., Giavarani C., Scarsella M., Sorrentino M., 1995. Transesterification Processes

for Vegetable Oils: A Simple Control Method of Methyl Ester Content. Journal of the

American Oil Chemists 72,1399-1344.

Felizardo Pedro, Neiva Correia M. Joana, Raposo Idalina, Mendes Joao, Berkemeier Rui,

Bordado Joao Moura., 2006. Production of Biodiesel from Waste Frying Oils. Waste

Management 26, 487-494

Freedman B., Pryde E.H., Mounts T.L., 1984. Variables Affecting the Yields of Fatty Esters

from Transterified Vegetable Oils Journal of the American Oil Chemist’s Society 61,

1-2.

Leung D.Y.C., Guo Y., 2006. Transterification of Neat and Used Frying Oil: Optimization for

Biodiesel Production. Fuel Process Technology 87, 883-884.

Meher L.C., Sagar D. Vidya, Naik S.N., 2004. Technical Aspect of Biodiesel Production by

Transesterification-A Review. Renewable and Sustainable Energy Reviews 10, 248-

268.

Nazir Novizar., 2011. Pengembangan Proses Pembuatan Biodiesel Jarak Pagar (Jatropha

curcas l.) melalui Transesterifikasi In Situ, Katalis Heterogen dan Detoksifikasi.

Disertasi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, pp. 11-15.

Ramadhas A.S., Jayaraj S., Muraleedharan C., 2005. Biodiesel Production from High FFA

Rubber Seed Oil. Fuel 84, 335-340.

Sukardjo, 2002. Kimia Fisika. Bina Aksara, Yogyakarta.

Page 19: Makalah Biodiesel

19

Vicente, G., Martinez, M., Aracil, J., 2006. A Comparative Study of Vegetable Oils for

Biodiesel Production in Spain. Energy & Fuels 20, 394-398.

Zhang Y., Dube M.A.,McLean D.D., Kates M., 2003. Biodiesel Production from Waste

Cooking Oil: 2. Economic Assesment and Sensitivity Analysis. Bioresource

Technology 90, 229-240.