Makalah Asistensi Ekonomi Pertanian
-
Upload
ferrapriadi -
Category
Documents
-
view
119 -
download
0
description
Transcript of Makalah Asistensi Ekonomi Pertanian
MAKALAH ASISTENSI
PENGANTAR EKONOMI PERTANIAN
“PEMBUDIDAYAAN HUTAN NON KAYU”
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
BAGUS ISWAHYUDI (05071281320023)
DWI YULITA (05071381320008)
E. TIARA SWITHA (05071381320005)
FERRA APRIADI (05071381320025)
FIQHSAN R (05071381320061)
HARRY PERDINAND APSAL (05071381320055)
MAYA TRIMADONA (05071381320030)
RIA HARIANI (05071381320045)
YUDHA UTAMA (05071381320058)
ZAHARA DWI ASMARA (05071381320026)
JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul
“PEMBUDIDAYAAN HUTAN NON KAYU” Makalah ini berisikan tentang
informasi mengenai definisi hutan secara luas , jenis jenis hutan serta budidaya hutan
non kayu atau kayu. Dan bagaimana cara pemanfaatannya .Diharapkan Makalah ini
dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang budidaya kehutanan.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki masih sangat kurang. Oleh kerena itu harapkan kepada dosen
pembimbing dan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Palembang, 15 Oktober 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................I
DAFTAR ISI..............................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
1. 1 Latar Belakang...........................................................................................1
1. 2 Rumusan Masalah......................................................................................2
1. 3 Tujuan........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3
2. 1 Tinjauan Pustaka........................................................................................3
2.1.1 Pengertian Hutan dan Degradasi Hutan....................................................3
BAB III ISI..............................................................................................................6
3.1 Definisi Hutan............................................................................................6
3.2 Macam-Macam Hutan...............................................................................6
3.3 Tipe-Tipe Hutan........................................................................................10
3.4 Definisi Hutan Non-Kayu..........................................................................14
3.5 Klasifikasi HHBK......................................................................................15
3.6 Peranan HHBK..........................................................................................19
BAB IV PENUTUP.................................................................................................24
4.1 Kesimpulan................................................................................................24
4.2 Saran..........................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................25
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertanian merupakan kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan
manusia untuk menghasilkan bahan pangan, baku industri, atau sumber energi, serta
untuk mengelola lingkungan hidupnya. Pada saat ini, kita sering mendengar teknik
bertanam dengan sistem monokultur atau penanaman tunggal dan dengan sistem
tumpang sari atau menanam dua jenis tanaman atau lebih pada satu lahan dan waktu
yang sama. Pertanian memiliki cabang yang sesuai dengan objek yang dikelolanya
yaitu hortikultura, tanaman pangan, perkebunan, perhutanan, perikanan, serta
perternakan. Kegiatan usaha sektor pertanian tidak hanya dilahan tetapi juga ada
yang berlangsung di luar lahan.Seperti pembenihan, produksi pupuk, dan obat obatan
pertanian.
Pengertian Kehutanan adalah ilmu mengelola sumber daya hutan untuk
kepentingan manusia. Praktek kehutanan membantu menjaga pasokan yang cukup
dari kayu untuk kayu pertukangan, kayu lapis, kertas, dan produk kayu lainnya.
Selain itu juga pengertian kehutanan mencakup pengelolaan nilai sumber daya hutan
seperti air, satwa liar, daerah penggembalaan, dan daerah rekreasi.
Secara umum, hutan memberikan manfaat maksimal ketika dikelola dengan
tujuan memberikan beberapa keuntungan sekaligus. Konsep ini disebut "multiple use
forest management" atau pengelolaan hutan dengan manfaat ganda. Selain
menghasilkan produk kayu, hutan-hutan ini dapat menyediakan air bersih bagi
masyarakat, makanan dan tempat tinggal bagi satwa liar; lahan penggembalaan
ternak, dan tempat rekreasi untuk berkemah, pejalan kaki, dan piknik.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah untuk:
a. Apa definisi hutan ?
b. Apa saja jenis jenis hutan ?
c. apa saja yang termasuk budidaya hutan non kayu ?
d. Bagaimana cara pengelolaan budidaya hutan non kayu dengan benar ?
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk:
a. Mengetahui definisi hutan.
b. Bagaimana cara membudidayakan hasil dari perhutanan
c. Mengetahui berbagai jenis hutan , pemanfaatannya serta pemeliharaannya.
d. Mengetahui cara pengelolaan budidaya hutan non kayu dengan benar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka.
2.1.1. Pengertian Hutan dan Degradasi Hutan.
Berdasarkan Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang kehutanan
mendefinisikan hutan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan
berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Dari definisi hutan
di atas, terdapat unsur-unsur yang meliputinya yaitu:
a. Suatu kesatuan ekosistem;
b. Berupa hamparan lahan;
c. Berisi sumber daya alam hayati beserta alam lingkungannya yang tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lainnya; dan
d. Mampu memberi manfaat secara lestari.
Pengertian degradasi hutan memiliki arti yang berbeda dan bervariasi
tergantung pada suatu kelompok masyarakat. Sebagian mengatakan bahwa hutan
yang terdegradasi adalah hutan yang telah mengalami kerusakan sampai pada suatu
point/titik dimana penebangan kayu maupun non kayu pada periode yang akan
datang menjadi tertunda atau terhambat semuanya. Sedangkan sebagian lainnya
mendefinisikan hutan yang terdegradasi sebagai suatu keadaan dimana fungsi
ekologis, ekonomis dan sosial hutan tidak terpenuhi.
Pembagian Hutan Menurut Departemen Kehutanan, berdasarkan fungsi hutan
yaitu :
a. Hutan lindung
Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah
banjir, mengendalikan erosi, mencegah instrusi air laut, dan memelihara
kesuburan tanah.
b. Hutan produksi
Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok
memproduksi hasil hutan.
Hutan produksi dapat dibagi lagi menjadi:
1.) Hutan produksi dengan penebangan terbatas,
Hutan produksi yang hanya dapat dieksploitasi dengan cara tebang pilih,
2.) Hutan produksi dengan penebangaan bebas,
Hutan produksi yang dapat dieksploitasi baik dengan cara tebang pilih
maupun dengan cara tebang habis disertai dengan pembibitan alam atau
dengan pembibitan buatan.
c. Hutan suaka alam
Hutan suaka alam yaitu kawasan hutan yang karena sifatnya yang khas
diperuntukkan secara khusus untuk perlindungan alam hayati lainnya.
Perlindungan alam hayati antara lain dapat dibagi dalam beberapa jenis yaitu:
1.) Cagar alam
Hutan suaka alam yang berhubungan dengan keadaan alamnya yang khas,
termasuk alam hewani dan alam nabati yang perlu dilindungi
untukkepentingan ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang selanjutnya
2.) Suaka margasatwa
Hutan suaka alam yang ditetapkaan sebagai suatu tempat hidup
margasatwa yang mempunyai nilai khas bagi ilmu pengetahuan dan
kebudayaan serta merupakan kekayaan dan kebanggaan nasional yang
kemudian disebut
.
d. Hutan wisata
Hutan wisata ialah hutan yang diperuntukkan secara khusus untuk dibina dan
dipelihara guna kepentingan pariwisata atau perburuan, yaitu :
1.) Taman wisata
Hutan wisata yang memiliki keindahan alam baik keindahan nabati,
keindahan hewani, maupun keindahan alamnya sendiri memiliki corak
yang khas untuk dimanfaatkan demi kepentingan rekreasi dan
kebudayaan.Hutan seperti ini disebut sebagai.
2.) Taman buru
Hutan wisata yang didalamnya terdapat satwa buru yang memungkinkan
diselenggarakannya perburuan yang teratur bagi kepentingan rekreasi yang
selanjutnya disebut. (Suparmoko : 1997 ; 239)
BAB III
ISI
3.1 Defini Hutan
Hutan adalah masyarakat tumbuhan yang kompleks, terdiri dari pepohonan,
semak, tumbuhan bawah, jasad renik tanah dan hewan.Suatu lapangan yang
ditumbuhi pepohonan dikatakan sebagai hutan apabila minimum lapangan yang
ditumbuhi pohon sekitar ¼ hektar.
Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan
tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang
luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide
sink), habitat hewan, modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan
merupakan salah satu aspek biosfer bumi yang paling penting.
Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat
menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran
rendah maupun di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar.
Hutan merupakan suatu kumpulan tumbuhan dan juga tanaman, terutama
pepohonan atau tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup luas.
3.2 Macam Macam Hutan
Rimbawan (Peneliti Hutan) berusaha menggolong-golongkan hutan sesuai
dengan ketampakan khas masing-masing. Tujuannya untuk memudahkan manusia
dalam mengenali sifat khas hutan. Dengan mengenali betul-betul sifat sebuah hutan,
kita akan memperlakukan hutan secara lebih tepat sehingga hutan dapat lestari,
bahkan terus berkembang.
Ada berbagai jenis hutan. Pembedaan jenis-jenis hutan ini pun bermacam-macam
pula. Misalnya:
a. Menurut asal
Kita mengenal hutan yang berasal dari biji, tunas, serta campuran antara biji
dan tunas.
1) Hutan yang berasal dari biji disebut juga ‘hutan tinggi’ karena pepohonan
yang tumbuh dari biji cenderung menjadi lebih tinggi dan dapat mencapai
umur lebih lanjut.
2) Hutan yang berasal dari tunas disebut ‘hutan rendah’ dengan alasan
sebaliknya.
3) Hutan campuran, oleh karenanya, disebut ‘hutan sedang’.
Penggolongan lain menurut asal adalah
1) Hutan perawan (primer) merupakan hutan yang masih asli dan belum pernah
dibuka oleh manusia.
2) Hutan sekunder adalah hutan yang tumbuh kembali secara alami setelah
ditebang atau kerusakan yang cukup luas. Akibatnya, pepohonan di hutan
sekunder sering terlihat lebih pendek dan kecil. Namun jika dibiarkan tanpa
gangguan untuk waktu yang panjang, kita akan sulit membedakan hutan
sekunder dari hutan primer. Di bawah kondisi yang sesuai, hutan sekunder
akan dapat pulih menjadi hutan primer setelah berusia ratusan tahun.
b. Menurut cara permudaan (tumbuh kembali)
Hutan dapat dibedakan sebagai hutan dengan permudaan alami, permudaan
buatan, dan permudaan campuran. Hutan dengan permudaan alami berarti bunga
pohon diserbuk dan biji pohon tersebar bukan oleh manusia, melainkan oleh
angin, air, atau hewan. Hutan dengan permudaan buatan berarti manusia sengaja
menyerbukkan bunga serta menyebar biji untuk menumbuhkan kembali hutan.
Hutan dengan permudaan campuran berarti campuran kedua jenis sebelumnya.
Di daerah beriklim sedang, perbungaan terjadi dalam waktu singkat, sering
tidak berlangsung setiap tahun, dan penyerbukannya lebih banyak melalui angin.
Di daerah tropis, perbungaan terjadi hampir sepanjang tahun dan hampir setiap
tahun. Sebagai pengecualian, perbungaan pohon-pohon dipterocarp (meranti) di
Kalimantan dan Sumatera terjadi secara berkala. Pada tahun tertentu, hutan
meranti berbunga secara berbarengan, tetapi pada tahun-tahun berikutnya
meranti sama sekali tidak berbunga. Musim bunga hutan meranti merupakan
kesempatan emas untuk melihat biji-biji meranti yang memiliki sepasang sayap
melayang-layang terbawa angin.
c. Menurut susunan jenis
Berdasarkan susunan jenisnya, kita mengenal hutan sejenis dan hutan
campuran. Hutan sejenis, atau hutan murni, memiliki pepohonan yang sebagian
besar berasal dari satu jenis, walaupun ini tidak berarti hanya ada satu jenis itu.
Hutan sejenis dapat tumbuh secara alami baik karena sifat iklim dan tanah yang
sulit maupun karena jenis pohon tertentu lebih agresif. Misalnya, hutan tusam
(pinus) di Aceh dan Kerinci terbentuk karena kebakaran hutan yang luas pernah
terjadi dan hanya tusam jenis pohon yang bertahan hidup. Hutan sejenis dapat
juga merupakan hutan buatan, yaitu hanya satu atau sedikit jenis pohon utama
yang sengaja ditanam seperti itu oleh manusia, seperti dilakukan di lahan-lahan
HTI (hutan tanaman industri).
Penggolongan lain berdasarkan pada susunan jenis adalah hutan daun jarum
(konifer) dan hutan daun lebar. Hutan daun jarum (seperti hutan cemara)
umumnya terdapat di daerah beriklim dingin, sedangkan hutan daun lebar
(seperti hutan meranti) biasa ditemui di daerah tropis.
d. Menurut Umur
Kita dapat membedakan hutan sebagai hutan seumur (kira-kira berumur
sama) dan hutan tidak seumur. Hutan alam atau hutan permudaan alam biasanya
merupakan hutan tidak seumur. Hutan tanaman boleh jadi hutan seumur atau
hutan tidak seumur.
e. Berdasarkan Letak Geografisnya:
1) hutan tropika, yakni hutan-hutan di daerah khatulistiwa.
2) hutan temperate, hutan-hutan di daerah empat musim (antara garis lintang
23,5º - 66º).
3) hutan boreal, hutan-hutan di daerah lingkar kutub.
f. Berdasarkan Sifat-Sifat Musimannya:
1) hutan hujan (rainforest), dengan banyak musim hujan.
2) hutan selalu hijau (evergreen forest).
3) hutan musim atau hutan gugur daun (deciduous forest).
4) hutan sabana (savannah forest), di tempat-tempat yang musim kemaraunya
panjang. Dll.
g. Berdasarkan ketinggian tempatnya:
1) hutan pantai (beach forest)
2) hutan dataran rendah (lowland forest)
3) hutan pegunungan bawah (sub-mountain forest)
4) hutan pegunungan atas (mountain forest)
5) hutan kabut (mist forest)
6) hutan elfin (alpine forest)
h. Berdasarkan keadaan tanahnya:
1) hutan rawa air-tawar atau hutan rawa (freshwater swamp-forest)
2) hutan rawa gambut (peat swamp-forest)
3) hutan rawa bakau, atau hutan bakau (mangrove forest)
4) hutan kerangas (heath forest)
5) hutan tanah kapur (limestone forest), dan lainnya
i. Berdasarkan sifat-sifat pembuatannya:
1) hutan alam (natural forest)
2) hutan buatan (man-made forest), misalnya:
a) hutan rakyat (community forest)
b) hutan kota (urban forest)
3) hutan tanaman industri (timber estates atau timber plantation)
j. Berdasarkan tujuan pengelolaannya:
1) hutan produksi, yang dikelola untuk menghasilkan kayu ataupun hasil hutan
bukan kayu (non-timber forest product)
2) hutan lindung, dikelola untuk melindungi tanah dan tata air
a) Taman Nasional
3) hutan suaka alam, dikelola untuk melindungi kekayaan keanekaragaman
hayati atau keindahan alam
a) Cagar alam
b) Suaka alam
4) hutan konversi, yakni hutan yang dicadangkan untuk penggunaan lain, dapat
dikonversi untuk pengelolaan non-kehutanan.
5) Dalam kenyataannya, seringkali beberapa faktor pembeda itu bergabung, dan
membangun sifat-sifat hutan yang khas. Misalnya, hutan hujan tropika dataran
rendah (lowland tropical rainforest), atau hutan dipterokarpa perbukitan
(hilly dipterocarp forest). Hutan-hutan rakyat, kerap dibangun dalam bentuk
campuran antara tanaman-tanaman kehutanan dengan tanaman pertanian
jangka pendek, sehingga disebut dengan istilah wanatani atau agroforest.
3. 3 Tipe-Tipe Hutan
a. Berdasarkan Biogeografi
Kepulauan Nusantara adalah relief alam yang terbentuk dari proses pertemuan
antara tiga lempeng bumi. Hingga hari ini pun, ketiga lempeng bumi itu masih terus
saling mendekat. Akibatnya, antara lain, gempa bumi sering terjadi di negeri
kepulauan ini.
Sejarah pembentukan Kepulauan Nusantara di sabuk khatulistiwa itu
menghasilkan tiga kawasan biogeografi utama, yaitu: Paparan Sunda, Wallacea,
dan Paparan Sahul. Masing-masing kawasan biogeografi adalah cerminan dari
sebaran bentuk kehidupan berdasarkan perbedaan permukaan fisik buminya.
1) Kawasan Paparan Sunda (di bagian barat)
Paparan Sunda adalah lempeng bumi yang bergerak dari Kawasan
Oriental (Benua Asia) dan berada di sisi barat Garis Wallace . Garis Wallace
merupakan suatu garis khayal pembatas antara dunia flora fauna di Paparan
Sunda dan di bagian lebih timur Indonesia. Garis ini bergerak dari utara ke
selatan, antara Kalimantan dan Sulawesi, serta antara Bali dan Lombok. Garis
ini mengikuti nama biolog Alfred Russel Wallace yang, pada 1858,
memperlihatkan bahwa persebaran flora fauna di Sumatera, Kalimantan,
Jawa, dan Bali lebih mirip dengan yang ada di daratan Benua Asia.
2) Kawasan Paparan Sahul (di bagian timur)
Paparan Sahul adalah lempeng bumi yang bergerak dari Kawasan
Australesia (Benua Australia) dan berada di sisi timur Garis Weber. Garis
Weber adalah sebuah garis khayal pembatas antara dunia flora fauna di
Paparan Sahul dan di bagian lebih barat Indonesia. Garis ini membujur dari
utara ke selatan antara Kepulauan Maluku dan Papua serta antara Nusa
Tenggara Timur dan Australia. Garis ini mengikuti nama biolog Max Weber
yang, sekitar 1902, memperlihatkan bahwa persebaran flora fauna di kawasan
ini lebih serupa dengan yang ada di Benua Australia.
3) Kawasan Wallace / Laut Dalam (di bagian tengah)
Lempeng bumi pinggiran Asia Timur ini bergerak di sela Garis Wallace
dan Garis Weber. Kawasan ini mencakup Sulawesi, Kepulauan Sunda Kecil
(Nusa Tenggara), dan Kepulauan Maluku. Flora fauna di kawasan ini banyak
merupakan jenis-jenis endemik (hanya ditemukan di tempat bersangkutan,
tidak ditemukan di bagian lain manapun di dunia). Namun, kawasan ini juga
memiliki unsur-unsur baik dari Kawasan Oriental maupun dari Kawasan
Australesia. Wallace berpendapat bahwa laut tertutup es pada Zaman Es
sehingga tumbuhan dan satwa di Asia dan Australia dapat menyeberang dan
berkumpul di Nusantara. Walaupun jenis flora fauna Asia tetap lebih banyak
terdapat di bagian barat dan jenis flora fauna Australia di bagian timur, hal ini
dikarenakan Kawasan Wallace dulu merupakan palung laut yang sangat
dalam sehingga fauna sukar untuk melintasinya dan flora berhenti menyebar.
b. Berdasarkan iklim
Dari letak garis lintangnya, Indonesia memang termasuk daerah beriklim tropis.
Namun, posisinya di antara dua benua dan di antara dua samudera membuat iklim
kepulauan ini lebih beragam. Berdasarkan perbandingan jumlah bulan kering
terhadap jumlah bulan basah per tahun, Indonesia mencakup tiga daerah iklim, yaitu:
1) Daerah tipe iklim A (sangat basah) yang puncak musim hujannya jatuh antara
Oktober dan Januari, kadang hingga Februari. Daerah ini mencakup Pulau
Sumatera; Kalimantan; bagian barat dan tengah Pulau Jawa; sisi barat Pulau
Sulawesi.
2) Daerah tipe iklim B (basah) yang puncak musim hujannya jatuh antara Mei
dan Juli, serta Agustus atau September sebagai bulan terkering. Daerah ini
mencakup bagian timur Pulau Sulawesi; Maluku; sebagian besar Papua.
3) Daerah tipe iklim C (agak kering) yang lebih sedikit jumlah curah hujannya,
sedangkan bulan terkeringnya lebih panjang. Daerah ini mencakup Jawa
Timur; sebagian Pulau Madura; Pulau Bali; Nusa Tenggara; bagian paling
ujung selatan Papua.
Berdasarkan perbedaan iklim ini, Indonesia memiliki hutan gambut, hutan hujan
tropis, dan hutan muson.
1) Hutan gambut ada di daerah tipe iklim A atau B, yaitu di pantai timur
Sumatera, sepanjang pantai dan sungai besar Kalimantan, dan sebagian besar
pantai selatan Papua.
2) Hutan hujan tropis menempati daerah tipe iklim A dan B. Jenis hutan ini
menutupi sebagian besar Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku
Utara, dan Papua. Di bagian barat Indonesia, lapisan tajuk tertinggi hutan
dipenuhi famili Dipterocarpaceae (terutama genus Shorea, Dipterocarpus,
Dryobalanops, dan Hopea). Lapisan tajuk di bawahnya ditempati oleh famili
Lauraceae, Myristicaceae, Myrtaceae, dan Guttiferaceae. Di bagian timur,
genus utamanya adalah Pometia, Instia, Palaquium, Parinari, Agathis, dan
Kalappia.
3) Hutan muson tumbuh di daerah tipe iklim C atau D, yaitu di Jawa Tengah,
Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, sebagian NTT, bagian tenggara Maluku,
dan sebagian pantai selatan Irian Jaya. Spesies pohon di hutan ini seperti jati
(Tectona grandis), walikukun (Actinophora fragrans), ekaliptus (Eucalyptus
alba), cendana (Santalum album), dan kayuputih (Melaleuca leucadendron).
c. Berdasarkan sifat tanahnya
Berdasarkan sifat tanah, jenis hutan di Indonesia mencakup hutan pantai, hutan
mangrove, dan hutan rawa.
1) Hutan pantai terdapat sepanjang pantai yang kering, berpasir, dan tidak
landai, seperti di pantai selatan Jawa. Spesies pohonnya seperti ketapang
(Terminalia catappa), waru (Hibiscus tiliaceus), cemara laut (Casuarina
equisetifolia), dan pandan (Pandanus tectorius).
2) Hutan mangrove Indonesia mencapai 776.000 ha dan tersebar di sepanjang
pantai utara Jawa, pantai timur Sumatera, sepanjang pantai Kalimantan, dan
pantai selatan Papua. Jenis-jenis pohon utamanya berasal dari genus
Avicennia, Sonneratia, dan Rhizopheria.
3) Hutan rawa terdapat di hampir semua pulau, terutama Sumatera, Kalimantan,
dan Papua. Spesies pohon rawa misalnya adalah nyatoh (Palaquium
leiocarpum), kempas (Koompassia spp), dan ramin (Gonystylus spp).
d. Berdasarkan pemanfaatan lahan
Luas hutan Indonesia terus menciut, sebagaimana diperlihatkan oleh tabel
berikut: Luas Penetapan Kawasan Hutan oleh Departemen Kehutanan Tahun Luas
(Hektar) 1950 162,0 juta 1992 118,7 juta 2003 110,0 juta 2005 93,92 juta
Berdasarkan hasil penafsiran citra satelit, kawasan hutan Indonesia yang
mencapai 93,92 juta hektar pada 2005 itu dapat dirinci pemanfaatannya sebagai
berikut:
1) Hutan tetap : 88,27 juta ha
2) Hutan konservasi : 15,37 juta ha
3) Hutan lindung : 22,10 juta ha
4) Hutan produksi terbatas : 18,18 juta ha
5) Hutan produksi tetap : 20,62 juta ha
6) Hutan produksi yang dapat dikonversi : 10,69 juta ha.
7) Areal Penggunaan Lain (non-kawasan hutan) : 7,96 juta ha.
8) Lahan hutan terluas ada di Papua (32,36 juta ha), diikuti berturut-turut oleh
Kalimantan (28,23 juta ha), Sumatera (14,65 juta ha), Sulawesi (8,87 juta ha),
Maluku dan Maluku Utara (4,02 juta ha), Jawa (3,09 juta ha), serta Bali dan
Nusa Tenggara (2,7 juta ha).
3.4 Defini Hutan Non Kayu
Pengertian dan Definisi Hasil Hutan Bukan Kayu atau Hasil Hutan Non Kayu
Menurut Badan Pangan Dunia (FAO), adalah hasil-hasil biologi selain kayu yang
diperoleh dari hutan. Terdapat banyak istilah yang dipakai seperti hasil hutan ikutan,
hasil hutan sekunder, hasil hutan special, dll. Beberapa contoh yang dimaksudkan
dengan hasil hutan bukan kayu adalah hasil-hasil yang dapat dimakan (seperti
kacang-kacangan, jamur, buah, herba, bumbu dan rempah-rempah, tanaman
beraroma, dan satwa), serat (yang digunakan untuk konstruksi, mebel, pakaian dan
perkakas), damar, resin, serta hasil tanaman dan binatang yang digunakan untuk obat,
kosmetik dan kepentingan budaya.
Hasil Hutan Bukan Kayu mencakup semua keanekaragaman biologi selain kayu
yang digali dari hutan untuk keperluan manusia. Hasil-hasil hutan ini termasuk
makanan, obat-obatan, bumbu-bumbu, damar, karet, tanaman hias, hewan dan
produk-produk yang dihasilkan oleh hewan (misalnya sarang burung walet, madu,
dan lainnya), rotan, bambu dan serat-serat (mis: pandan yang dapat dianyam menjadi
tikar). Food and Agricultural Organization (FAO) mendefinisikan HHBK sebagai
produk selain kayu yang berasal dari bahan biologis, diperoleh dari hutan dan
pepohonan yang tumbuh di sekitar hutan. Semua HHBK mempunyai karakteristik
yang sama yaitu digali oleh masyarakat di dalam dan sekitar hutan dengan
menggunakan teknologi yang sederhana.
Secara ekologis HHBK tidak memiliki perbedaan fungsi dengan hasil hutan
kayu, karena sebagian besar HHBK merupakan bagian dari pohon. Menurut UU
Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, disebutkan bahwa HHBK adalah hasil hutan
hayati maupun non hayati. Hasil hutan bukan kayu (HHBK) merupakan salah satu
hasil hutan selain kayu dan jasa lingkungan. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan
No. 35 tahun 2007, HHBK adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani
beserta produk turunan dan budidayanya kecuali kayu yang berasal dari hutan.
Beragam manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan dapat diperoleh dari keberadaan
HHBK ini. Sementara ini ada 558 komoditas HHBK yang menjadi urusan
Departemen Kehutanan.
3.5. Klasifikasi HHBK
Klasifikasi yang dipergunakan disini sederhana saja, yaitu pemanfaatan hutan
oleh masyarakat di dalam dan sekitar hutan dengan menggunakan teknologi yang
sederhana. Beberapa produk yang diklasifikasikan sebagai HHBK adalah:
a. Produk-produk yang dapat dimakan
1). Makanan
Biasanya hampir semua bentuk-bentuk tanaman di hutan dapat dimakan,
baik yang dapat dimakan langsung begitu diambil (seperti pisang, jeruk,
durian, dll), atau melalui beberapa proses (seperti sagu).
Tepung sagu ketika diproses dapat dibuat menjadi makanan pokok dan
makanan sampingan, misalnya bihun, bakso dan biskuit. Selain sebagai
bahan makanan sagu juga bisa menjadi bahan baku lem untuk industri kayu
lapis, dan produk-produk kayu atau kertas lainnya.
2). Minyak-Minyakan yang Dapat di Makan
Kacang-kacangan dan biji-bijian adalah sumber-sumber utama minyak-
minyakan yang dapat dimakan. Tengkawang dan kemiri adalah contoh
kacang-kacangan yang dapat dimakan. Di daerah terpencil, tengkawang
diolah menjadi minyak goreng. Sedangkan di beberapa daerah yang lebih
maju, tengkawang dapat diolah dan menjadi bahan baku untuk produk
kosmetik, margarine dan pengganti bubuk coklat. Selain itu juga sebagai
makanan ternak yang kaya karbohidrat dan protein.
Kemiri bisa ditemukan di seluruh Indonesia, dan berlimpah di Sulawesi
Selatan, Jawa, Maluku dan Sumatera Utara. Kemiri biasanya ditanami
orang, tetapi juga bisa diperoleh di hutan.
3). Rempah-Rempah
Indonesia dikenal sebagai negara penghasil rempah, dimana rempah ini
selain digunakan sebagai bumbu penyedap masakan, minuman ringan juga
digunakan sebagai bahan baku obat-obatan.
Beberapa contoh rempah-rempah adalah kayu manis, pala, kapulaga dan
sebagainya.
b. Produk-produk hewan yang dapat dimakan
1). Hewan buruan
Binatang yang biasa diburu untuk diambil dagingnya seperti babi hutan,
rusa, buaya dan jenis binatang lainnya. Bagian kulit, tulang dan gigi
binatang buruan bisa dijadikan kerajinan tangan seperti tas dan kalung.
Perburuan harus memperhatikan keseimbangannya agar dapat dimanfaatkan
secara berkesinambungan sehingga perlu aturan yang tegas, terutama hukum
adat yang sangsinya lebih ditakuti dari sangsi hukum negara (pemerintah).
2). Produk-produk yang berasal dari binatang
Salah satu produk eksotis yang dihasilkan dan dapat dimakan adalah
sarang burung walet. Meskipun tidak dikonsumsi oleh penduduk lokal,
sarang burung tersebut merupakan salah satu komoditas berharga yang
dijual kebanyakan kepada orang Cina, baik di pasar lokal maupun ekspor.
Produk lainnya adalah madu berkualitas tinggi yang diambil langsung
dari hutan. Kita dapat menjumpai madu tersebut di Kalimantan dan
Sumatera. Selain diambil madunya, sarang dan larva lebah juga biasanya
diambil untuk obat, meningkatkan stamina dan bahan baku lilin.
c. Produk Obat-Obatan
Untuk produk obat-obatan agak sedikit susah untuk mengidentifikasi produk
yang benar-benar hanya untuk obat, karena biasanya produk-produk yang sudah
disebutkan diatas selain dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari juga
dipergunakan untuk bahan pembuat obat, misalnya rempah-rempah, damar,
sarang burung walet, dan sebagainya.
d. Tanaman yang tidak dapat dimakan
1). Rotan
Rotan adalah salah satu komoditi HHBK yang tumbuh merambat dengan
bentuk batangnya yang bulat dengan panjang kira-kira 10 sampai 60 meter.
Karena sifat-sifatnya yang kuat, panjang, lentur dan tahan lama membuat
rotan menjadi bahan baku yang serbaguna. Rotan utuh biasanya dijadikan
perabot, peralatan rumah tangga dan aksesori lainnya. Sedang kulit rotan
bisa dijadikan produk kerajinan tangan seperti keranjang, tas, tikar, dll.
2). Bambu
Sebelas jenis bambu (mis: Bambusa, Debdrocalamus, Gigantochloa,
Schizostachyum) yang terdiri dari 35 spesies ditemukan di Indonesia.
Kesebelas spesies tersebut merupakan tanaman endemik di Indonesia dan
tigabelas spesies lainnya bisa ditanam di desa-desa.
Meskipun sifat-sifatnya tidak seperti rotan, namun bambu banyak juga
dimanfaatkan untuk membuat perabot, barang-barang kerajinan tangan,
rumah di pedesaan, jembatan, peralatan rumah tangga, dan lain-lain.
3). Tanaman Hias
Tanaman Hias biasanya digunakan untuk hiasan rumah, bunga dipakai
juga untuk bahan baku parfum, juga untuk pewarna (untuk mencelup kain).
Bunga yang paling banyak kita jumpai dan bernilai tinggi diantaraya adalah
berbagai jenis anggrek, yang dikagumi karena keindahannya. Juga berbagai
jenis tanaman pakis. Namun banyak juga jenis anggrek yang sudah
terancam punah, diantaranya anggrek hitam yang berasal dari Papua. Untuk
itu harus diperhatikan betul-betul tanaman yang hendak di ambil, jangan
sampai tanaman tersebut punah. Setelah diambil dari hutan, tanaman
anggrek biasanya dapat dibudidayakan di halaman rumah atau kebun
anggrek.
4). Komponen-komponen Kimia
Untuk menghasilkan bahan-bahan yang dapat dijadikan sebagai bahan-
bahan kimia, ada beberapa cara, namun yang lebih umum ada dua, yaitu
dengan Cara menyadap langsung dari pohon dan kemudian diambil cairan
yang keluar (biasanya berupa getah). Cara lainnya adalah dengan menyuling
atau mencampur dengan bahan pelarut.
Contoh produk ini adalah damar, kamper, gaharu, dan lain-lain.
5). Serat dan Lainnya
Tanaman yang biasanya dijadikan serat adalah pandan. Kegunaannya
banyak sekali, diantaranya untuk membuat tikar, keranjang, tempat beras,
dan lain-lain.
Selain serat dari pandan, kulit kayu yang telah diolah sedemikian rupa
sehingga seperti kain juga banyak dijadikan sebagai bahan pembuat tas,
keranjang, topi dan lain-lain.
Secara Umum, HHBK yang dimanfaatkan dan memiliki potensi untuk
dimanfaatkan oleh masyarakat, dapat dibedakan menjadi beberapa bagian sebagai
berikut :
1. Getah-getahan : Getah jelutung, getah merah, getah balam, getah
karet alam dll.
2. Tanin : Pinang, Gambir, Rhizophora, Bruguiera, dll
3. Resin : Gaharu, Kemedangan, Jernang, Damar mata kucing,
Damar batu, Damar rasak, Kemenyan dll.
4. Minyak atsiri : Minyak gaharu, Minyak kayu putih, Minyak
Keruing,Minyak lawang, Minyak kayu manis
5. Madu : Apis dorsata, Apis melliafera
6. Rotan dan Bambu : Segala jenis rotan, Bambu dan Nibung
7. Penghasil Karbohidrat : Sagu, Aren, Nipah, Sukun dll
8. Hasil Hewan : Sutra alam, Lilin lebah, Aneka hewan yang tidak
dilindungi
9. Tumbuhan Obat dan Tanaman Hias : Aneka tumbuhan obat dari hutan, anggrek
hutan, palmae, pakis dll
3.6. Peranan HHBK
Peranan HHBK dalam meningkatkan ekonomi masyarakat dan pelestarian
lingkungan (termasuk mencegah bencana banjir dan tanah longsor di musim
penghujan serta kekeringan dan kebakaran hutan/lahan di musim kemarau) adalah:
a. HHBK dapat menyediakan berbagai kebutuhan untuk menunjang kehidupan
masyarakat lokal.
b. Pengusahaan HHBK menimbulkan dampak terhadap lingkungan hutan yang
jauh lebih kecil dibandingkan dengan pembalakan hutan (pemanenan kayu),
sehingga memberikan model pengelolaan hutan yang lebih menunjang upaya
pelestarian.
c. Peningkatan nilai komersial HHBK akan berdampak pada peningkatan nilai
hutan baik pada masyarakat lokal maupun skala nasional.
Secara umum peranan HHBK dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Peranan HHBK terhadap aspek ekologis
Dalam ekosistem hutan, HHBK merupakan bagian dari ekosistem hutan.
Beberapa hasil HHBK diperoleh dari hasil pohon, misalnya getah-getahan, tanin
resin dan minyak atsiri. Sedangkan selebihnya dari palm, hasil satwa ataupun
anggrek. Untuk pohon seperti gaharu (Aquilaria malaccensis), dalam ekosistem
memiliki peranan sebagai pohon dominan dengan ketinggian mencapai 30 – 40
m. Palm berupa sagu, nipah, dll merupakan bagian dari ekosistem yang
berfungsi menjaga abrasi oleh sungai atau laut.
b. Peranan HHBK terhadap ekonomi rumah tangga
HHBK dapat menjaga adanya kestabilan pendapatan dan resiliensi
(kekenyalan) terhadap perubahan yang terjadi di luar sistem hutan rakyat.
Resiliensi adalah suatu tingkat kelenturan dari sumber pendapatan terhadap
adanya perubahan pasar. Contohnya adanya perubahan nilai tukar mata uang.
Pada saat terjadi krisis moneter, HHBK memiliki peran yang besar terhadap
pendapatan rumah tangga dan devisa negara, karena HHBK tidak menggunakan
komponen import dalam memproduksi hasil.
c. Peranan HHBK terhadap pembangunan wilayah
Dengan pengaturan terhadap HHBK baik dari proses produksi, pengolahan
dan pemasaran, semua dapat dilakukan oleh masyarakat, sehingga income
(pendapatan) dari kegiatan tersebut masuk dalam wilayah produsen. HHBK
seperti getah damar, telah dapat menjadi sektor basis. Dengan adanya kegiatan
produksi dan pengolahan maka terjadi penyerapan tenaga kerja yang besar
Bab IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpukan bahwa :
a. Hutan adalah masyarakat tumbuhan yang kompleks, terdiri dari pepohonan,
semak, tumbuhan bawah, jasad renik tanah dan hewan.
b. Hutan terbagi dari beberapa jenis
c. Definisi Hasil Hutan Non Kayu adalah hasil-hasil biologi selain kayu yang
diperoleh dari hutan.
d. Contoh yang dimaksudkan dengan hasil hutan bukan kayu adalah hasil-hasil
yang dapat dimakan (seperti kacang-kacangan, jamur, buah, herba, bumbu
dan rempah-rempah, tanaman beraroma, dan satwa), serat (yang digunakan
untuk konstruksi, mebel, pakaian dan perkakas), damar, resin, serta hasil
tanaman dan binatang yang digunakan untuk obat, kosmetik dan kepentingan
budaya.
e. Peranan HHBK dalam meningkatkan ekonomi masyarakat dan pelestarian
lingkungan (termasuk mencegah bencana banjir dan tanah longsor di musim
penghujan serta kekeringan dan kebakaran hutan/lahan di musim kemarau)
adalah
4. 2 Saran
Hutan merupakan salah satu unsur penopang kehidupan bagi seluruh makhluk hidup
di bumi, jadi sebaiknya kita sebaiknya memanfaatkannya dengan sebaik baiknya
terutama membudidayakan hasil hutan non kayu untuk meningkatkan komoditi
ekspor bagi negara .
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kehutanan (DEPHUT). 2007. Peraturan Menteri Kehutanan No. 35 Tahun
2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu. http://www.dephut.go.id/INFORMASI/Web
%20HHBK Diakses 19 Oktober 2013
Djajapertjunda, S., dan L.Sumardjani, 2001. Hasil Hutan Non-Kayu : Gambaran Masa
Lampau untuk Prospek Masa Depan. Makalah Untuk Kongres Kehutanan Indonesia
III.
Ngakan, P.O. dan A.Achmad, 2005. Kontribusi Hasil Hutan Bukan Kayu Terhadap
Penghidupan Masyarakat Hutan : Studi Kasus Di Dusun Pampli Kabupaten Luwu
Utara. Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Sudarmalik. 2006. Peranan Beberapa Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di Riau dan
Sumatera Barat. Fakultas Kehutanan IPB dan The Ford Foundation. Bogor
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 199-219