makalah ansos

7
1 A N A L I S I S S O S I A L : Sebuah Pengantar 1 h-e-s-t-y 2 khairun-nas anfa’uhum lin-nas Sebaik-baik manusia adalah manusia yang paling bermanfaat bagi sesamanya PRA-WACANA Apa yang sesungguhnya sedang terjadi? (naluriah) Kenapa terjadi? (filosof) Apa yang membuatnya terjadi? (detektif) Apa hubungan kejadian tersebut dengan kita? (tim sukses) Pentingkah kita menanggapinya? (bisnismen) Bagaimana kita harus meresponnya? (politisi) Apa yang akan terjadi kemudian? (ahli nujum) Seperangkat pertanyaan di atas adalah bentuk-bentuk respon kita ketika menemukan sesuatu hal –terutama yang di luar kebiasaan– terjadi. Katakanlah, sebuah ledakan dahsyat yang terjadi tak jauh dari kita berdiri saat itu. Atau, terdengar jeritan seseorang yang minta tolong di tengah kesunyian malam. Namun, semoga kita sadar, bahwa hal-hal yang sangat besar sedang dan selalu akan terjadi. Ketika sebuah daun baru ditumbuhkan, atau sebuah jentik nyamuk ditetaskan, pada saat itulah sedang dimulai peristiwa-peristiwa yang luar biasa. Hanya saja, sayangnya, kita seringkali tidak menyadarinya. Respon, adalah salah satu ciri makhluk hidup. Guru Biologi SMA kita mungkin pernah menjelaskannya. Seperti tumbuhan putri malu yang mengatupkan daun- daunnya ketika disentuh, makhluk hidup yang lain pun akan memberikan respon jika terhadap dirinya diberikan semacam stimulasi tertentu. Tanpa respon terhadap stimulasi, suatu makhluk hidup dapat diragukan bahwa ia masih hidup. Minimal, ia sedang mati suri atau bahkan sudah meninggalkan kehidupan ini. Hanya saja, harga “respon” sekarang kian mahal, seiring dengan kian mahalnya harga-harga kebutuhan hidup karena harga BBM telah terlebih dahulu naik. Respon sekarang hanya bisa dimiliki oleh kelas elit makhluk hidup, kelompok yang masih memiliki kesadaran bahwa diri mereka adalah bagian dari sebuah sistem sosial yang juga hidup dan terus berkembang secara progresif. Namun, anehnya, respon ternyata juga dipunyai oleh binatang-binatang –yang dikategorikan sebagai struktur sosial terbawah dari makhluk hidup. Maka, tidak salah jika Tuhan sendiri bilang bahwa: 1 Disampaikan dalam Pelatihan Kader Dasar PMII KOBRA, 9 Desember 2006 di Kota Batu. 2 Penulis adalah pria yang tidak setuju poligami, dan sedang menantikan kelahiran anak yang dicintainya dari seorang istri yang sangat dikasihinya.

description

Analisis Sosial

Transcript of makalah ansos

  • 1

    AA NN AA LL II SS II SS SS OO SS II AA LL ::

    Sebuah Pengantar1

    h-e-s-t-y2

    khairun-nas anfauhum lin-nas

    Sebaik-baik manusia adalah

    manusia yang paling bermanfaat bagi sesamanya

    PRA-WACANA

    Apa yang sesungguhnya sedang terjadi? (naluriah)

    Kenapa terjadi? (filosof)

    Apa yang membuatnya terjadi? (detektif)

    Apa hubungan kejadian tersebut dengan kita? (tim sukses)

    Pentingkah kita menanggapinya? (bisnismen)

    Bagaimana kita harus meresponnya? (politisi)

    Apa yang akan terjadi kemudian? (ahli nujum)

    Seperangkat pertanyaan di atas adalah bentuk-bentuk respon kita ketika

    menemukan sesuatu hal terutama yang di luar kebiasaan terjadi. Katakanlah,

    sebuah ledakan dahsyat yang terjadi tak jauh dari kita berdiri saat itu. Atau,

    terdengar jeritan seseorang yang minta tolong di tengah kesunyian malam.

    Namun, semoga kita sadar, bahwa hal-hal yang sangat besar sedang dan selalu

    akan terjadi. Ketika sebuah daun baru ditumbuhkan, atau sebuah jentik nyamuk

    ditetaskan, pada saat itulah sedang dimulai peristiwa-peristiwa yang luar biasa.

    Hanya saja, sayangnya, kita seringkali tidak menyadarinya.

    Respon, adalah salah satu ciri makhluk hidup. Guru Biologi SMA kita mungkin

    pernah menjelaskannya. Seperti tumbuhan putri malu yang mengatupkan daun-

    daunnya ketika disentuh, makhluk hidup yang lain pun akan memberikan respon

    jika terhadap dirinya diberikan semacam stimulasi tertentu. Tanpa respon terhadap

    stimulasi, suatu makhluk hidup dapat diragukan bahwa ia masih hidup. Minimal,

    ia sedang mati suri atau bahkan sudah meninggalkan kehidupan ini.

    Hanya saja, harga respon sekarang kian mahal, seiring dengan kian mahalnya

    harga-harga kebutuhan hidup karena harga BBM telah terlebih dahulu naik.

    Respon sekarang hanya bisa dimiliki oleh kelas elit makhluk hidup, kelompok

    yang masih memiliki kesadaran bahwa diri mereka adalah bagian dari sebuah

    sistem sosial yang juga hidup dan terus berkembang secara progresif. Namun,

    anehnya, respon ternyata juga dipunyai oleh binatang-binatang yang

    dikategorikan sebagai struktur sosial terbawah dari makhluk hidup. Maka, tidak

    salah jika Tuhan sendiri bilang bahwa:

    1 Disampaikan dalam Pelatihan Kader Dasar PMII KOBRA, 9 Desember 2006 di Kota Batu. 2 Penulis adalah pria yang tidak setuju poligami, dan sedang menantikan kelahiran anak yang

    dicintainya dari seorang istri yang sangat dikasihinya.

  • 2

    Lahum qulubun laa yafqahuna biha, lahum adanun laa yasmauna biha, lahum

    ayunun laa yubshiruna biha. Ulaika kal-anam, bal hum adlol ...

    (mereka punya hati, tetapi tidak dipakai merasakan; mereka punya telinga, tapi

    tidak digunakan untuk mendengar; mereka punya mata, tapi tak dipakai untuk

    melihat. Mereka itu seperti hewan, bahkan lebih rendah lagi. Mereka itu

    kelompok yang merugi selamanya)

    Berbicara mengenai respon, pertanyaannya: berbentuk seperti apakah respon kita?

    Apakah respon kita tepat ataukah hanya merupakan respon spekulatif? Apakah

    respon kita bersifat sporadis ataukah berangkat dari bingkai kesadaran tertentu?

    Untuk menjawabnya, ada baiknya kita melangkah pada pembahasan yang lebih

    serius berikut ini.

    ANALISIS SOSIAL

    Pendahuluan

    Analisis sosial berangkat dari sebuah keadaan di mana terjadi ketimpangan,

    ketidakseimbangan dan penindasan yang terjadi dalam realitas sosial. Struktur

    sosial masyarakat, diyakini penuh dengan pertarungan-pertarungan kepentingan

    (conflicts of interest) yang melahirkan relasi kuasa dalam masyarakat. Dalam

    relasi kuasa ini, ada sebagian masyarakat yang menjadi pemenang dan

    mendominasi, serta ada lagi yang menjadi pihak yang terkalahkan atau tertindas.

    Pihak yang berkuasa akan berusaha sekuat-kuatnya mempertahankan dominasi

    yang dimilikinya sehingga akan melahirkan struktur penindasan yang permanen

    dan berkelanjutan.

    Sedangkan, secara ideal, kehidupan sosial semestinya didasarkan pada kompetisi

    sosial yang sehat dan fair. Masing-masing orang, seharusnya diijinkan untuk

    memperoleh kebutuhan hidupnya tanpa harus mengalami ketidakberdayaan

    struktural, dilindungi oleh kekuatan regulasi negara, tidak didominasi oleh

    infrastruktur kapitalisme dan sebagainya.

    Bagaimana ketimpangan dalam masyarakat ini dijelaskan?

    Secara historis, semenjak sistem kapitalisme diperkenalkan oleh Adam Smith,

    sistem ekonomi masyarakat (terutama di Eropa) mengalami perubahan perilaku

    yang drastis. Perilaku ekonomi subsistensi3 berubah secara drastis menjadi

    perilaku yang ekspansif4. Sistem ekonomi masyarakat lambat laun mulai

    dikendalikan oleh sekelompok masyarakat dengan kemampuan modal tinggi.

    Industrialisasi di segala hal mulai dikembangkan untuk mengekspansi (ingat:

    bukan hanya memenuhi) kebutuhan masyarakat.

    3 Sebuah perilaku ekonomi di mana masing-masing individu berusaha untuk mencukupi kebutuhan

    dirinya sendiri. 4 Kebalikan dari perilaku subsistensi, setiap individu berupaya untuk mengekspansi kebutuhan

    individu yang lain dengan cara menciptakan ketergantungan ekonomi terhadap dirinya. Dengan

    perilaku ini, setiap individu diharuskan untuk mengalahkan individu lain agar kebutuhannya

    dapat terpenuhi.

  • 3

    Lantas, mulailah muncul kelas baru dalam masyarakat, yakni kelas borjuis atau

    kelompok pemodal. Sebelumnya, kelas borjuis ini tidak dikenal dalam sistem

    masyarakat feodal. Yang ada adalah kelompok bangsawan yang ditandai dengan

    kepemilikan tanah (tuan tanah) serta kelas proletar (petani miskin yang tidak

    mempunyai tanah), dan sedikit kalangan agamawan. Munculnya kelas feodal ini

    mendorong munculnya kelas baru dalam masyarakat yakni kelas buruh atau

    kelompok pekerja.

    Pada awalnya, gerakan indutrialisasi ini disambut baik oleh kalangan masyarakat

    awam yang menganggap bahwa inilah saatnya melepaskan diri dari cengkeraman

    feodalisme yang kejam. Betapa tidak? Dalam masyarakat feodal, kepemilikan

    tanah tidak hanya merepresentasikan kekuasaan ekonomi, tetapi juga merupakan

    kekuasaan sosial, budaya dan politik. Ikatan yang terjadi antara kelas proletar

    dengan kelas feodal adalah keterikatan mutlak di segenap aspek kehidupan

    mereka. Nah, industrialisasi mendorong kesadaran baru yang (sepertinya) lebih

    baik, bahwa seorang buruh (hanya) mempunyai keterikatan ekonomi terhadap

    majikannya dengan kontrak kerja yang jelas dan bersifat sukarela. Dibandingkan

    dengan menjadi buruh tani, rakyat miskin tentu lebih suka untuk menjadi buruh di

    bengkel-bengkel industri5. Maka, rakyat berbondong-bondong untuk mencoba

    peruntungan nasibnya melalui industri. Pada fase inilah, periode awal

    industrialisasi dimulai.

    Namun, ibarat pepatah, keluar dari mulut harimau masuk ke mulut buaya, rakyat

    miskin dikecewakan dengan kalangan borjuis-kapitalis yang melihat bahwa kaum

    buruh tidak lebih berharga dari sekedar modal produksi atau modal usaha. Apalagi

    ketika kaum borjuis menggandeng kelas bangsawan dan kelompok agamawan

    untuk mengamankan industri mereka. Rakyat miskin terjepit dan ditindas oleh 3

    kekuasaan sekaligus, yakni kekuasaan sosial politik kaum bangsawan (penguasa),

    kekuasaan ekonomi kaum pemodal dan kekuasaan agama kaum agamawan.

    Secara singkat, penemuan mesin uap oleh James Watt memicu industrialisasi

    modern yang mendorong kapitalisme untuk memasuki fase lanjutan6. Penemuan

    dan pemakaian mesin-mesin (machinalization) produksi dalam industri telah

    memacu perkembangan jumlah produksi dan meningkatkan angka pengangguran

    karena tenaga kerja manusia dianggap tidak lebih efektif daripada mesin. Maka,

    melimpahnya hasil produksi dalam negeri yang ditunjang dengan kemampuan

    transportasi yang lebih baik dari sebelumnya, telah mendorong pertukaran barang

    antar negara.

    Situasi demikian, dalam permulaan abad ke-20 telah mendorong munculnya

    organisasi-organisasi bisnis multi-nasional (MNC/Multi-National Coorporation

    dan TNC/Trans-National Coorporation). Adanya perusahaan-perusahaan raksasa

    multi-nasional ini antara lain didasari oleh: 1) meningkatnya jumlah produksi

    barang di negara industri modern (overstock) sehingga mereka harus membuang

    5 Di Inggris, dikenal dengan istilah gilda. 6 Dalam tahap ini, dapat dengan jelas digambarkan bagaimana posisi teknologi (dan ilmuwan

    sains) dalam sistem perekonomian dunia. Kelompok ini telah berjasa besar dalam

    mempercanggih kapitalisme dan penindasan terhadap rakyat miskin.

  • 4

    limpahan barang tersebut ke luar negeri, terutama ke negara-negara berkembang

    (developing countries); 2) meningkatnya kesadaran politik masyarakat di negara

    industri modern sehingga harga tenaga kerja manusia di negara-negara tersebut

    semakin mahal; 3) selain itu, harga tanah di negara industri modern cenderung

    semakin mahal pula; sehingga 4) perusahaan-perusahaan internasional lebih

    memilih untuk membangun pabrik di negara-negara berkembang yang harga tanah

    dan tenaga kerja manusianya lebih murah, sementara pusat-pusat bisnis mereka

    tetap diletakkan di negara induk; 5) Juga, korupsi akut yang menghinggapi sistem

    politik dan ekonomi negara berkembang memberikan keleluasaan bagi

    MNC/TNC untuk memperkokoh dominasi ekonomi mereka di negara-negara

    berkembang. Dalam situasi yang demikian, maka, penguasa di negara-negara

    berkembang tak ubahnya dengan agen-agen yang menjadi kepanjangan tangan

    kapitalisme internasional.

    Praktik kapitalisme pada fase modern ini, ditandai pula dengan meruyaknya

    diseminasi sistem ekonomi kapitalis di negara-negara berkembang. Negara-negara

    industri menginjeksikan proyek pembangunan mereka kepada negara-negara

    berkembang yang dikenal dengan istilah pembangunanisme (developmentalism

    project)7, dan melakukan kontrol ketat terhadap pelaksanaan persyaratan-

    persyaratan mereka, bak kamera panoptikum8. Untuk tujuan inilah, dibentuk

    lembaga-lembaga keuangan dunia seperti Bank Dunia (World Bank), Dana

    Moneter Internasional (IMF/International Monetery Fund), Bank Pembangunan

    Asia (ADB/Asian Development Bank) dan sebagainya, termasuk pula kelompok-

    kelompok negara-negara donor seperti dikenal di Indonesia yakni IGGI

    (International Govermental Group for Indonesia) dan CGI (Consultative Group

    on Indonesia). Kelompok-kelompok negara tersebut di atas biasanya beroperasi

    dengan modus memberi sejumlah bantuan baik yang berupa hibah (grant) atau

    pinjaman (loan) kepada negara-negara berkembang dengan persyaratan tertentu.

    Persyaratan-persyaratan tersebut biasanya berupa deregulasi-deregulasi tertentu

    yang memacu iklim investasi di dalam negeri9. Dengan begitu, ketergantungan

    7 Developmentalism sendiri menekankan pada upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi

    negara (economical growth) sebagaimana ide dasar dari kapitalisme klasik Adam Smith tentang

    konsep Negara Berkesejahteraan (Welfare state). Menurut Adam Smith, sebuah negara yang

    sejahtera akan otomatis tercipta jika masyarakatnya juga sejahtera. Kesejahteraan masyarakat ini

    diukur dengan liberalisasi pasar barang dan produksi, tidak adanya intervensi negara dalam sistem

    ekonomi masyarakat dan akumulasi modal yang terjadi secara kontinyu oleh masyarakat. Yang

    menarik (tragis?), Adam Smith, dengan menolak intervensi negara terhadap pasar, menyerahkan

    mekanisme pasar kepada tangan-tangan yang tidak nampak (invisible hands). Artinya, menurut

    Adam Smith, berlaku hukum ekonomi secara mutlak, mulai dari prinsip ekonomi: mengumpulkan

    keuntungan sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya, hukum permintaan dan penawaran

    (demand and supply), dan sebagainya. 8 Kamera panoptikum adalah potret atau pencandraan Michel Foucault terhadap praktik-praktik

    pendisiplinan tubuh yang dilakukan oleh struktur masyarakat pada waktu itu terhadap orang-orang

    yang dianggap sebagai terhukum. Gagasan panoptikum adalah bahwa setiap orang diasingkan

    dalam sebuah kamar kecil yang mana di sama setiap orang dapat diamati setiap waktu oleh satu

    orang di menara pusat, tetapi setiap orang tidak akan dapat melihat orang-orang yang lain maupun

    pengamat. Model panoptikum ini biasanya diterapkan di penjara di Barat. 9 Investasi antar negara, menurut John Maynard Keynes, secara masif merupakan strategi

    transformasi sistem ekonomi kapitalis negara maju ke negara-negara berkembang. Dengan

    investasi, diharapkan adanya pertumbuhan ekonomi negara (economical growth). Meski demikian,

    pendapat mazhab Keynesian ini ditentang oleh Paul Baran yang menyatakan bahwa investasi ini

    sebagai bagian dari proses kapitalisme pinggiran (pseudo capaitalism) yang justru

  • 5

    dalam bentuk hutang negara-negara berkembang terhadap negara-negara maju

    kian besar dari waktu ke waktu. Semakin membengkaknya hutang ini, tentu saja

    menimbulkan lingkaran setan ketergantungan yang tidak dapat dihindari oleh

    negara-negara berkembang.

    Gambar berikut ini setidaknya dapat menjelaskan bagaimana kebijakan sebuah

    negara sesungguhnya dipengaruhi oleh struktur pemodal raksasa dunia. Gambar

    tersebut di bawah ini juga menjelaskan bahwa siapa aktor sesungguhnya dalam

    pembuatan kebijakan-kebijakan negara.

    Gambar 1.

    Intervensi Kepentingan Global terhadap Kebijakan Negara

    Persoalannya, kebijakan-kebijakan negara selalu berimbas kepada rakyat kecil.

    Ketika kebijakan (ketidakbijakan?) negara dibuat dengan mengakomodasi tekanan

    kebijakan internasional yang diskematisasikan oleh kekuatan bisnis dunia maka

    dapat diduga bahwa kebijakan negara ini pasti penuh dengan kalkulasi-kalkulasi

    ekonomi yang akan menguntungkan pembuatnya. Lantas bagaimana dengan

    rakyat kecil lagi miskin? Selalu terjadi, dan akan terus begitu, rakyat kecil lagi

    miskin akan menjadi penonton dan korban dari praktik-praktik eksploitasi sumber

    daya ekonomi negara.

    mengkerdilkan negara berkembang dan memperlancar proses kapitalisasi negara-negara maju

    kepada negara-negara berkembang.

    !!!!

    " !!#$"

  • 6

    Barangkali ada baiknya kita mengkorelasikan wacana tersebut di atas dengan

    kehidupan kita sehari-hari. Tidak perlu terlalu jauh, kita akan sedikit mengulas

    tentang apa yang terjadi dengan sistem pendidikan tinggi di negara kita.

    Pertengahan tahun 90-an, dunia pendidikan kita dikejutkan dengan keterus-

    terangan para pembuat kebijakan negara yang dengan lantang mengkampanyekan

    program link and match sebagai visi pendidikan di negara ini. Dalam hal ini

    konsep tersebut merupakan kreasi negara atas perselingkuhannya dengan

    kapitalisme internasional. Konsep Link and Match ini secara jelas membuat

    garis korelasi-linier antara dunia pendidikan dengan industri. Gambar di bawah ini

    setidaknya dapat memberikan gambaran bagaimana hubungan antara kebijakan

    pendidikan Link and Match.

    Gambar 2.

    Skema Ketidakbijakan di Balik Kebijakan Pendidikan Link and Match

    Apa implikasi dari perselingkuhan di atas? Yang jelas, kurikulum pendidikan

    langsung berubah bentuk agar sesuai dengan kebutuhan dunia industri akan buruh

    atau pekerja yang trampil dan murah. Selanjutnya, akan sangat banyak kita temui

    maka dari itu, semisal:

    Maka dari itu, kurikulum diperberat dan masa studi dipersingkat agar tidak ada waktu bagi mahasiswa untuk melakukan kerja-kerja sosial seperti menjadi

    aktivis mahasiswa dan sebagainya.

    Maka dari itu, pendidikan ilmu-ilmu hilir (terapan) digenjot habis-habisan sedangkan pendidikan ilmu-ilmu hulu (pure science) harus kehilangan

    peminatnya. Karenanya, IKIP dibubarkan dan diganti dengan Universitas yang

    menyediakan menu pendidikan ilmu sains terapan.

    Maka dari itu, pendidikan harus mahal. Sebab, dengan mahalnya pendidikan tinggi, banyak lulusan SMA yang tidak dapat meneruskan pendidikannya ke

    PT dan akhirnya banyak yang menjadi buruh pabrik dengan gaji murah.

    KAPITALISME

    INTERNASIONAL

    N E G A R A

    PERUSAHAAN INDUSTRI LULUSAN PENDIDIKAN

    (SMA, SARJANA, dsb)

    PEMBANGUNANISME

    (DEVELOPMENTALISM)

    KEBIJAKAN PENDIDIKAN

    (LINK AND MATCH)

    KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

    (INDUSTRIALISASI)

  • 7

    Definisi Analisis Sosial

    Adalah seperangkat teori, alat dan metodologi tertentu yang dipergunakan untuk

    membaca, memetakan, membongkar dan menganalisis segala realitas sosial secara

    kritis dan akurat, dengan mensyaratkan keberpihakan yang tidak dapat ditawar-

    tawar lagi terhadap kaum yang tertindas.

    Tujuan analisis sosial

    Berikut ini secara singkat akan digambarkan tujuan dari Analisis Sosial. Secara

    umum, sebagaimana terkandung dalam definisinya, Analisis Sosial bertujuan

    untuk membongkar fenomena sosial yang dirasakan bermasalah. Untuk apa

    persoalan tersebut dibongkar? Tentu saja agar dapat diambil tindakan atau respon

    serta solusi yang tepat terhadap persoalan yang dimaksud.

    Proses Analisis Sosial.

    Secara sederhana, tahapan dari proses Analisis Sosial dipaparkan sebagai berikut:

    Mengenali orientasi dasar peran sebagai Peoples Organizer, bahwa setiap aktivis pers/sosial/mahasiswa mempunyai kewajiban untuk melakukan

    transformasi struktural dan kultural untuk mendorong terwujudnya masyarakat

    yang kritis.

    Mampu memberikan uraian tentang deskripsi sosiologis-antropologis komunitas dan mempertajam pisau analisis. Bahwa setiap persoalan harus

    disadari tidak berdiri sendiri. Ada rangkaian dan jalinan historisitas yang

    panjang yang menjadi latar belakang munculnya persoalan tersebut. Memotret

    persoalan secara tepat dan mendudukkannya secara proporsional merupakan

    kunci untuk dapat meresponnya dengan tepat.

    Mampu menggali akar permasalahan yang dihadapi komunitas. Sebagai kelanjutan dari penguraian dan pendeskripsian secara sosiologi-antropologis,

    akan ditemukan relasi terdekat dari fenomena yang bermasalah dengan

    komunitas yang ingin didampingi (diadvokasi). Komunitas ini dapat berarti

    siapapun, bisa jadi diri sendiri, kelompok masing-masing, sekelompok rakyat

    kecil, stakeholders kebijakan negara, atau nilai-nilai tertentu yang diyakini.

    Merumuskan kebutuhan (need assesment) komunitas. Selanjutnya, setelah mampu menggali akar permasalahan komunitas, dilakukan pendeskripsian

    mengenai identitas komunitas, kebutuhan komunitas berkait dengan persoalan

    yang ditemui serta melakukan gerakan untuk merespon permasalahan.

    Memberikan penilaian mengenai respon komunitas terhadap persoalan yang telah dianalisis. Sesuai dengan kaidah AKSIREFLEKSIAKSI,

    maka perlu dilakukan evaluasi terhadap apa-apa yang pernah dilakukan dalam

    melakukan respon terhadap persoalan.

    Terakhir, perjuangan para aktivis masyarakat tidak pernah menemukan kata henti. Selalu ada persoalan di masyarakat yang menunggu untuk diselesaikan.

    Sebuah keberhasilan perjuangan tidak semata-mata diukur dari keberhasilan

    menyelesaikan persoalan saja, tetapi yang lebih penting, konsistensi dan

    istiqamah dalam berjuang demi kemaslahatan masyarakat.

    PENUTUP

    Akhirnya, sampailah kita di bagian penutup. Terima kasih atas segala perhatian,

    mohon maaf atas segala kekurangan.

    ty