makalah ansos
description
Transcript of makalah ansos
-
1
AA NN AA LL II SS II SS SS OO SS II AA LL ::
Sebuah Pengantar1
h-e-s-t-y2
khairun-nas anfauhum lin-nas
Sebaik-baik manusia adalah
manusia yang paling bermanfaat bagi sesamanya
PRA-WACANA
Apa yang sesungguhnya sedang terjadi? (naluriah)
Kenapa terjadi? (filosof)
Apa yang membuatnya terjadi? (detektif)
Apa hubungan kejadian tersebut dengan kita? (tim sukses)
Pentingkah kita menanggapinya? (bisnismen)
Bagaimana kita harus meresponnya? (politisi)
Apa yang akan terjadi kemudian? (ahli nujum)
Seperangkat pertanyaan di atas adalah bentuk-bentuk respon kita ketika
menemukan sesuatu hal terutama yang di luar kebiasaan terjadi. Katakanlah,
sebuah ledakan dahsyat yang terjadi tak jauh dari kita berdiri saat itu. Atau,
terdengar jeritan seseorang yang minta tolong di tengah kesunyian malam.
Namun, semoga kita sadar, bahwa hal-hal yang sangat besar sedang dan selalu
akan terjadi. Ketika sebuah daun baru ditumbuhkan, atau sebuah jentik nyamuk
ditetaskan, pada saat itulah sedang dimulai peristiwa-peristiwa yang luar biasa.
Hanya saja, sayangnya, kita seringkali tidak menyadarinya.
Respon, adalah salah satu ciri makhluk hidup. Guru Biologi SMA kita mungkin
pernah menjelaskannya. Seperti tumbuhan putri malu yang mengatupkan daun-
daunnya ketika disentuh, makhluk hidup yang lain pun akan memberikan respon
jika terhadap dirinya diberikan semacam stimulasi tertentu. Tanpa respon terhadap
stimulasi, suatu makhluk hidup dapat diragukan bahwa ia masih hidup. Minimal,
ia sedang mati suri atau bahkan sudah meninggalkan kehidupan ini.
Hanya saja, harga respon sekarang kian mahal, seiring dengan kian mahalnya
harga-harga kebutuhan hidup karena harga BBM telah terlebih dahulu naik.
Respon sekarang hanya bisa dimiliki oleh kelas elit makhluk hidup, kelompok
yang masih memiliki kesadaran bahwa diri mereka adalah bagian dari sebuah
sistem sosial yang juga hidup dan terus berkembang secara progresif. Namun,
anehnya, respon ternyata juga dipunyai oleh binatang-binatang yang
dikategorikan sebagai struktur sosial terbawah dari makhluk hidup. Maka, tidak
salah jika Tuhan sendiri bilang bahwa:
1 Disampaikan dalam Pelatihan Kader Dasar PMII KOBRA, 9 Desember 2006 di Kota Batu. 2 Penulis adalah pria yang tidak setuju poligami, dan sedang menantikan kelahiran anak yang
dicintainya dari seorang istri yang sangat dikasihinya.
-
2
Lahum qulubun laa yafqahuna biha, lahum adanun laa yasmauna biha, lahum
ayunun laa yubshiruna biha. Ulaika kal-anam, bal hum adlol ...
(mereka punya hati, tetapi tidak dipakai merasakan; mereka punya telinga, tapi
tidak digunakan untuk mendengar; mereka punya mata, tapi tak dipakai untuk
melihat. Mereka itu seperti hewan, bahkan lebih rendah lagi. Mereka itu
kelompok yang merugi selamanya)
Berbicara mengenai respon, pertanyaannya: berbentuk seperti apakah respon kita?
Apakah respon kita tepat ataukah hanya merupakan respon spekulatif? Apakah
respon kita bersifat sporadis ataukah berangkat dari bingkai kesadaran tertentu?
Untuk menjawabnya, ada baiknya kita melangkah pada pembahasan yang lebih
serius berikut ini.
ANALISIS SOSIAL
Pendahuluan
Analisis sosial berangkat dari sebuah keadaan di mana terjadi ketimpangan,
ketidakseimbangan dan penindasan yang terjadi dalam realitas sosial. Struktur
sosial masyarakat, diyakini penuh dengan pertarungan-pertarungan kepentingan
(conflicts of interest) yang melahirkan relasi kuasa dalam masyarakat. Dalam
relasi kuasa ini, ada sebagian masyarakat yang menjadi pemenang dan
mendominasi, serta ada lagi yang menjadi pihak yang terkalahkan atau tertindas.
Pihak yang berkuasa akan berusaha sekuat-kuatnya mempertahankan dominasi
yang dimilikinya sehingga akan melahirkan struktur penindasan yang permanen
dan berkelanjutan.
Sedangkan, secara ideal, kehidupan sosial semestinya didasarkan pada kompetisi
sosial yang sehat dan fair. Masing-masing orang, seharusnya diijinkan untuk
memperoleh kebutuhan hidupnya tanpa harus mengalami ketidakberdayaan
struktural, dilindungi oleh kekuatan regulasi negara, tidak didominasi oleh
infrastruktur kapitalisme dan sebagainya.
Bagaimana ketimpangan dalam masyarakat ini dijelaskan?
Secara historis, semenjak sistem kapitalisme diperkenalkan oleh Adam Smith,
sistem ekonomi masyarakat (terutama di Eropa) mengalami perubahan perilaku
yang drastis. Perilaku ekonomi subsistensi3 berubah secara drastis menjadi
perilaku yang ekspansif4. Sistem ekonomi masyarakat lambat laun mulai
dikendalikan oleh sekelompok masyarakat dengan kemampuan modal tinggi.
Industrialisasi di segala hal mulai dikembangkan untuk mengekspansi (ingat:
bukan hanya memenuhi) kebutuhan masyarakat.
3 Sebuah perilaku ekonomi di mana masing-masing individu berusaha untuk mencukupi kebutuhan
dirinya sendiri. 4 Kebalikan dari perilaku subsistensi, setiap individu berupaya untuk mengekspansi kebutuhan
individu yang lain dengan cara menciptakan ketergantungan ekonomi terhadap dirinya. Dengan
perilaku ini, setiap individu diharuskan untuk mengalahkan individu lain agar kebutuhannya
dapat terpenuhi.
-
3
Lantas, mulailah muncul kelas baru dalam masyarakat, yakni kelas borjuis atau
kelompok pemodal. Sebelumnya, kelas borjuis ini tidak dikenal dalam sistem
masyarakat feodal. Yang ada adalah kelompok bangsawan yang ditandai dengan
kepemilikan tanah (tuan tanah) serta kelas proletar (petani miskin yang tidak
mempunyai tanah), dan sedikit kalangan agamawan. Munculnya kelas feodal ini
mendorong munculnya kelas baru dalam masyarakat yakni kelas buruh atau
kelompok pekerja.
Pada awalnya, gerakan indutrialisasi ini disambut baik oleh kalangan masyarakat
awam yang menganggap bahwa inilah saatnya melepaskan diri dari cengkeraman
feodalisme yang kejam. Betapa tidak? Dalam masyarakat feodal, kepemilikan
tanah tidak hanya merepresentasikan kekuasaan ekonomi, tetapi juga merupakan
kekuasaan sosial, budaya dan politik. Ikatan yang terjadi antara kelas proletar
dengan kelas feodal adalah keterikatan mutlak di segenap aspek kehidupan
mereka. Nah, industrialisasi mendorong kesadaran baru yang (sepertinya) lebih
baik, bahwa seorang buruh (hanya) mempunyai keterikatan ekonomi terhadap
majikannya dengan kontrak kerja yang jelas dan bersifat sukarela. Dibandingkan
dengan menjadi buruh tani, rakyat miskin tentu lebih suka untuk menjadi buruh di
bengkel-bengkel industri5. Maka, rakyat berbondong-bondong untuk mencoba
peruntungan nasibnya melalui industri. Pada fase inilah, periode awal
industrialisasi dimulai.
Namun, ibarat pepatah, keluar dari mulut harimau masuk ke mulut buaya, rakyat
miskin dikecewakan dengan kalangan borjuis-kapitalis yang melihat bahwa kaum
buruh tidak lebih berharga dari sekedar modal produksi atau modal usaha. Apalagi
ketika kaum borjuis menggandeng kelas bangsawan dan kelompok agamawan
untuk mengamankan industri mereka. Rakyat miskin terjepit dan ditindas oleh 3
kekuasaan sekaligus, yakni kekuasaan sosial politik kaum bangsawan (penguasa),
kekuasaan ekonomi kaum pemodal dan kekuasaan agama kaum agamawan.
Secara singkat, penemuan mesin uap oleh James Watt memicu industrialisasi
modern yang mendorong kapitalisme untuk memasuki fase lanjutan6. Penemuan
dan pemakaian mesin-mesin (machinalization) produksi dalam industri telah
memacu perkembangan jumlah produksi dan meningkatkan angka pengangguran
karena tenaga kerja manusia dianggap tidak lebih efektif daripada mesin. Maka,
melimpahnya hasil produksi dalam negeri yang ditunjang dengan kemampuan
transportasi yang lebih baik dari sebelumnya, telah mendorong pertukaran barang
antar negara.
Situasi demikian, dalam permulaan abad ke-20 telah mendorong munculnya
organisasi-organisasi bisnis multi-nasional (MNC/Multi-National Coorporation
dan TNC/Trans-National Coorporation). Adanya perusahaan-perusahaan raksasa
multi-nasional ini antara lain didasari oleh: 1) meningkatnya jumlah produksi
barang di negara industri modern (overstock) sehingga mereka harus membuang
5 Di Inggris, dikenal dengan istilah gilda. 6 Dalam tahap ini, dapat dengan jelas digambarkan bagaimana posisi teknologi (dan ilmuwan
sains) dalam sistem perekonomian dunia. Kelompok ini telah berjasa besar dalam
mempercanggih kapitalisme dan penindasan terhadap rakyat miskin.
-
4
limpahan barang tersebut ke luar negeri, terutama ke negara-negara berkembang
(developing countries); 2) meningkatnya kesadaran politik masyarakat di negara
industri modern sehingga harga tenaga kerja manusia di negara-negara tersebut
semakin mahal; 3) selain itu, harga tanah di negara industri modern cenderung
semakin mahal pula; sehingga 4) perusahaan-perusahaan internasional lebih
memilih untuk membangun pabrik di negara-negara berkembang yang harga tanah
dan tenaga kerja manusianya lebih murah, sementara pusat-pusat bisnis mereka
tetap diletakkan di negara induk; 5) Juga, korupsi akut yang menghinggapi sistem
politik dan ekonomi negara berkembang memberikan keleluasaan bagi
MNC/TNC untuk memperkokoh dominasi ekonomi mereka di negara-negara
berkembang. Dalam situasi yang demikian, maka, penguasa di negara-negara
berkembang tak ubahnya dengan agen-agen yang menjadi kepanjangan tangan
kapitalisme internasional.
Praktik kapitalisme pada fase modern ini, ditandai pula dengan meruyaknya
diseminasi sistem ekonomi kapitalis di negara-negara berkembang. Negara-negara
industri menginjeksikan proyek pembangunan mereka kepada negara-negara
berkembang yang dikenal dengan istilah pembangunanisme (developmentalism
project)7, dan melakukan kontrol ketat terhadap pelaksanaan persyaratan-
persyaratan mereka, bak kamera panoptikum8. Untuk tujuan inilah, dibentuk
lembaga-lembaga keuangan dunia seperti Bank Dunia (World Bank), Dana
Moneter Internasional (IMF/International Monetery Fund), Bank Pembangunan
Asia (ADB/Asian Development Bank) dan sebagainya, termasuk pula kelompok-
kelompok negara-negara donor seperti dikenal di Indonesia yakni IGGI
(International Govermental Group for Indonesia) dan CGI (Consultative Group
on Indonesia). Kelompok-kelompok negara tersebut di atas biasanya beroperasi
dengan modus memberi sejumlah bantuan baik yang berupa hibah (grant) atau
pinjaman (loan) kepada negara-negara berkembang dengan persyaratan tertentu.
Persyaratan-persyaratan tersebut biasanya berupa deregulasi-deregulasi tertentu
yang memacu iklim investasi di dalam negeri9. Dengan begitu, ketergantungan
7 Developmentalism sendiri menekankan pada upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
negara (economical growth) sebagaimana ide dasar dari kapitalisme klasik Adam Smith tentang
konsep Negara Berkesejahteraan (Welfare state). Menurut Adam Smith, sebuah negara yang
sejahtera akan otomatis tercipta jika masyarakatnya juga sejahtera. Kesejahteraan masyarakat ini
diukur dengan liberalisasi pasar barang dan produksi, tidak adanya intervensi negara dalam sistem
ekonomi masyarakat dan akumulasi modal yang terjadi secara kontinyu oleh masyarakat. Yang
menarik (tragis?), Adam Smith, dengan menolak intervensi negara terhadap pasar, menyerahkan
mekanisme pasar kepada tangan-tangan yang tidak nampak (invisible hands). Artinya, menurut
Adam Smith, berlaku hukum ekonomi secara mutlak, mulai dari prinsip ekonomi: mengumpulkan
keuntungan sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya, hukum permintaan dan penawaran
(demand and supply), dan sebagainya. 8 Kamera panoptikum adalah potret atau pencandraan Michel Foucault terhadap praktik-praktik
pendisiplinan tubuh yang dilakukan oleh struktur masyarakat pada waktu itu terhadap orang-orang
yang dianggap sebagai terhukum. Gagasan panoptikum adalah bahwa setiap orang diasingkan
dalam sebuah kamar kecil yang mana di sama setiap orang dapat diamati setiap waktu oleh satu
orang di menara pusat, tetapi setiap orang tidak akan dapat melihat orang-orang yang lain maupun
pengamat. Model panoptikum ini biasanya diterapkan di penjara di Barat. 9 Investasi antar negara, menurut John Maynard Keynes, secara masif merupakan strategi
transformasi sistem ekonomi kapitalis negara maju ke negara-negara berkembang. Dengan
investasi, diharapkan adanya pertumbuhan ekonomi negara (economical growth). Meski demikian,
pendapat mazhab Keynesian ini ditentang oleh Paul Baran yang menyatakan bahwa investasi ini
sebagai bagian dari proses kapitalisme pinggiran (pseudo capaitalism) yang justru
-
5
dalam bentuk hutang negara-negara berkembang terhadap negara-negara maju
kian besar dari waktu ke waktu. Semakin membengkaknya hutang ini, tentu saja
menimbulkan lingkaran setan ketergantungan yang tidak dapat dihindari oleh
negara-negara berkembang.
Gambar berikut ini setidaknya dapat menjelaskan bagaimana kebijakan sebuah
negara sesungguhnya dipengaruhi oleh struktur pemodal raksasa dunia. Gambar
tersebut di bawah ini juga menjelaskan bahwa siapa aktor sesungguhnya dalam
pembuatan kebijakan-kebijakan negara.
Gambar 1.
Intervensi Kepentingan Global terhadap Kebijakan Negara
Persoalannya, kebijakan-kebijakan negara selalu berimbas kepada rakyat kecil.
Ketika kebijakan (ketidakbijakan?) negara dibuat dengan mengakomodasi tekanan
kebijakan internasional yang diskematisasikan oleh kekuatan bisnis dunia maka
dapat diduga bahwa kebijakan negara ini pasti penuh dengan kalkulasi-kalkulasi
ekonomi yang akan menguntungkan pembuatnya. Lantas bagaimana dengan
rakyat kecil lagi miskin? Selalu terjadi, dan akan terus begitu, rakyat kecil lagi
miskin akan menjadi penonton dan korban dari praktik-praktik eksploitasi sumber
daya ekonomi negara.
mengkerdilkan negara berkembang dan memperlancar proses kapitalisasi negara-negara maju
kepada negara-negara berkembang.
!!!!
" !!#$"
-
6
Barangkali ada baiknya kita mengkorelasikan wacana tersebut di atas dengan
kehidupan kita sehari-hari. Tidak perlu terlalu jauh, kita akan sedikit mengulas
tentang apa yang terjadi dengan sistem pendidikan tinggi di negara kita.
Pertengahan tahun 90-an, dunia pendidikan kita dikejutkan dengan keterus-
terangan para pembuat kebijakan negara yang dengan lantang mengkampanyekan
program link and match sebagai visi pendidikan di negara ini. Dalam hal ini
konsep tersebut merupakan kreasi negara atas perselingkuhannya dengan
kapitalisme internasional. Konsep Link and Match ini secara jelas membuat
garis korelasi-linier antara dunia pendidikan dengan industri. Gambar di bawah ini
setidaknya dapat memberikan gambaran bagaimana hubungan antara kebijakan
pendidikan Link and Match.
Gambar 2.
Skema Ketidakbijakan di Balik Kebijakan Pendidikan Link and Match
Apa implikasi dari perselingkuhan di atas? Yang jelas, kurikulum pendidikan
langsung berubah bentuk agar sesuai dengan kebutuhan dunia industri akan buruh
atau pekerja yang trampil dan murah. Selanjutnya, akan sangat banyak kita temui
maka dari itu, semisal:
Maka dari itu, kurikulum diperberat dan masa studi dipersingkat agar tidak ada waktu bagi mahasiswa untuk melakukan kerja-kerja sosial seperti menjadi
aktivis mahasiswa dan sebagainya.
Maka dari itu, pendidikan ilmu-ilmu hilir (terapan) digenjot habis-habisan sedangkan pendidikan ilmu-ilmu hulu (pure science) harus kehilangan
peminatnya. Karenanya, IKIP dibubarkan dan diganti dengan Universitas yang
menyediakan menu pendidikan ilmu sains terapan.
Maka dari itu, pendidikan harus mahal. Sebab, dengan mahalnya pendidikan tinggi, banyak lulusan SMA yang tidak dapat meneruskan pendidikannya ke
PT dan akhirnya banyak yang menjadi buruh pabrik dengan gaji murah.
KAPITALISME
INTERNASIONAL
N E G A R A
PERUSAHAAN INDUSTRI LULUSAN PENDIDIKAN
(SMA, SARJANA, dsb)
PEMBANGUNANISME
(DEVELOPMENTALISM)
KEBIJAKAN PENDIDIKAN
(LINK AND MATCH)
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
(INDUSTRIALISASI)
-
7
Definisi Analisis Sosial
Adalah seperangkat teori, alat dan metodologi tertentu yang dipergunakan untuk
membaca, memetakan, membongkar dan menganalisis segala realitas sosial secara
kritis dan akurat, dengan mensyaratkan keberpihakan yang tidak dapat ditawar-
tawar lagi terhadap kaum yang tertindas.
Tujuan analisis sosial
Berikut ini secara singkat akan digambarkan tujuan dari Analisis Sosial. Secara
umum, sebagaimana terkandung dalam definisinya, Analisis Sosial bertujuan
untuk membongkar fenomena sosial yang dirasakan bermasalah. Untuk apa
persoalan tersebut dibongkar? Tentu saja agar dapat diambil tindakan atau respon
serta solusi yang tepat terhadap persoalan yang dimaksud.
Proses Analisis Sosial.
Secara sederhana, tahapan dari proses Analisis Sosial dipaparkan sebagai berikut:
Mengenali orientasi dasar peran sebagai Peoples Organizer, bahwa setiap aktivis pers/sosial/mahasiswa mempunyai kewajiban untuk melakukan
transformasi struktural dan kultural untuk mendorong terwujudnya masyarakat
yang kritis.
Mampu memberikan uraian tentang deskripsi sosiologis-antropologis komunitas dan mempertajam pisau analisis. Bahwa setiap persoalan harus
disadari tidak berdiri sendiri. Ada rangkaian dan jalinan historisitas yang
panjang yang menjadi latar belakang munculnya persoalan tersebut. Memotret
persoalan secara tepat dan mendudukkannya secara proporsional merupakan
kunci untuk dapat meresponnya dengan tepat.
Mampu menggali akar permasalahan yang dihadapi komunitas. Sebagai kelanjutan dari penguraian dan pendeskripsian secara sosiologi-antropologis,
akan ditemukan relasi terdekat dari fenomena yang bermasalah dengan
komunitas yang ingin didampingi (diadvokasi). Komunitas ini dapat berarti
siapapun, bisa jadi diri sendiri, kelompok masing-masing, sekelompok rakyat
kecil, stakeholders kebijakan negara, atau nilai-nilai tertentu yang diyakini.
Merumuskan kebutuhan (need assesment) komunitas. Selanjutnya, setelah mampu menggali akar permasalahan komunitas, dilakukan pendeskripsian
mengenai identitas komunitas, kebutuhan komunitas berkait dengan persoalan
yang ditemui serta melakukan gerakan untuk merespon permasalahan.
Memberikan penilaian mengenai respon komunitas terhadap persoalan yang telah dianalisis. Sesuai dengan kaidah AKSIREFLEKSIAKSI,
maka perlu dilakukan evaluasi terhadap apa-apa yang pernah dilakukan dalam
melakukan respon terhadap persoalan.
Terakhir, perjuangan para aktivis masyarakat tidak pernah menemukan kata henti. Selalu ada persoalan di masyarakat yang menunggu untuk diselesaikan.
Sebuah keberhasilan perjuangan tidak semata-mata diukur dari keberhasilan
menyelesaikan persoalan saja, tetapi yang lebih penting, konsistensi dan
istiqamah dalam berjuang demi kemaslahatan masyarakat.
PENUTUP
Akhirnya, sampailah kita di bagian penutup. Terima kasih atas segala perhatian,
mohon maaf atas segala kekurangan.
ty