Makalah Angiogenesis Retina
-
Upload
aniemanies -
Category
Documents
-
view
42 -
download
4
description
Transcript of Makalah Angiogenesis Retina
BAB I
PENDAHULUAN
Angiogenesis adalah proses terbentuknya pembuluh darah baru dari endotel
pembuluh darah yang sudah ada sebelumnya. Proses angiogenesis sangat penting dalam
reproduksi, pertumbuhan, dan proses penyembuhan luka. Pada proses normal tersebut,
angiogenesis terkontrol dengan baik dan proses pembentukan pembuluh darah baru
akan berlangsung dalam beberapa waktu hingga pada saat tertentu prosesnya akan
berhenti. Beberapa penyakit pada retina mengakibatkan proses angiogenesis ini menjadi
tidak terkontrol sama sekali. 1
Retina merupakan jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan, yang
melapisi 2/3 bagian dalam posterior dinding bola mata. Retina secara metabolik adalah
jaringan yang paling aktif pada tubuh manusia sehingga sangat sensitif terhadap
penurunan kadar oksigen. Setiap perubahan kadar oksigen pada mata akan
mempengaruhi retina. Hipoksia sistemik atau penyakit pembuluh darah pada retina
dapat menyebabkan penurunan perfusi oksigen di retina.2
Angiogenesis pada retina dapat terjadi pada penyakit-penyakit seperti
Proliferative Diabetic Retinopathy (PDR), Retinopathy of Prematurity (ROP), Age-
related Macular Degeneration (AMD), dan Central Retinal Vein Occlusion (CRVO).
Kondisi ini seringkali mengakibatkan proses angiogenesis yang tidak terkontrol pada
retina sehingga mengakibatkan munculnya pembuluh darah baru pada retina dan
selanjutnya bisa mengakibatkan kebutaaan. 1
Prose angiogenesis melibatkan berbagai growth factor. Pada retina, beberapa
growth factor terlibat dalam proses angiogenesis diantaranya Vascular Endothelial
Growth Factor (VEGF), Platelet-Derived Growth Factor (PDGF), basic Fibroblast
Growth Factor (bFGF), Angiopoietin, dan Insulin-Like Growth Factor-1. Pada makalah
ini akan dibahas mengenai anatomi serta angiogenesis dan growth factor pada retina.1, 3
1
BAB II
ANATOMI RETINA
Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan,
multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata.
Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliar, dan
berakhir di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm
di belakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini
pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel
berpigmen retina dan selanjutnya dengan membran Bruch, koroid, dan sklera. 2
Diantara retina dan epitel pigmen retina (RPE) terdapat suatu ruang
subretina. Namun, pada diskus optikus dan ora serrata, retina dan epitelium pigmen
retina saling melekat kuat sehingga membatasi perluasan cairan subretina pada
ablasio retina. Hal ini berlawanan dengan ruang subkhoroid yang dapat terbentuk
antara khoroid dan sklera yang meluas ke taji sklera. Dengan demikian ablasi
koroid meluas melewati ora serrata, dibawah pars plana dan pars plikata. Lapisan -
lapisan epitel permukaan dalam korpus siliare dan permukaan posterior iris
merupakan perluasan retina dan epitelium pigmen retina ke anterior. 2, 4
Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi dalam ke luar adalah sebagai berikut
(gambar 1) :2, 4
1. Epitelium pigmen retina
Merupakan lapisan terluar dari retina. Epitel pigmen retina terdiri dari
satu lapisan sel mengandung pigmen dan terdiri atas sel-sel silindris dengan
inti di basal. Daerah basal sel melekat erat dengan membran Bruch dari
koroid. Fotoreseptor dipelihara oleh epitel pigmen retina, yang berperan
pada proses penglihatan. Epitel pigmen ini bertanggung jawab untuk
fagositosis segmen luar fotoreseptor, transportasi vitamin, mengurangi
hamburan sinar, serta membentuk sawar selektif antara koroid dan retina.
2. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut.
2
Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mengubah rangsangan
cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras
penglihatan ke korteks penglihatan oksipital. Fotoreseptor tersusun sehingga
kerapatan sel-sel kerucut meningkat di pusat makula (fovea), dan kerapatan
sel batang lebih tinggi di perifer. Pigmen fotosensitif di dalam sel batang
disebut rodopsin. Sel kerucut mengandung tiga pigmen yang belum dikenali
sepenuhnya yang disebut iodopsin yang kemungkinan menjadi dasar
kimiawi bagi tiga warna (merah,hijau,biru) untuk penglihatan warna.
Sel kerucut berfungsi untuk penglihatan siang hari (fotopik). Subgrup sel
kerucut responsif terhadap panjang gelombang pendek, menengah, dan
panjang (biru, hijau, merah). Sel batang berfungsi untuk penglihatan malam
(skotopik). Dengan bentuk penglihatan adaptasi gelap ini terlihat beragam
corak abu-abu, tetapi warnanya tidak dapat dibedakan. Waktu senja
(mesopik) diperantarai oleh kombinasi sel kerucut dan batang.
3. Membrana limitan externa
4. Lapisan inti luar sel fotoreseptor yang merupakan inti dari sel batang dan
kerucut.
5. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan – sambungan sel
bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor .
6. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
7. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sinaps sel ganglion dengan
sel amakrin dan sel bipolar .
8. Lapisan sel ganglion, terutama mengandung badan sel ganglion.
9. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson – akson sel ganglion yang
berjalan menuju ke nervus optikus.
10. Membrana limitans interna, yang merupakan lapisan paling dalam dan
memisahkan retina dari vitreous.3
3
Gambar 1.
Gambar 1. Lapisan retina 5
Retina memiliki ketebalan 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada kutub
posterior. Di bagian tengah retina posterior terdapat makula. Secara klinis makula
dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh
pigmen luteal (xantofil) yang berdiameter 1,5 mm. Secara histologis makula
merupakan bagian retina yang lapisan ganglionnya mempunyai lebih dari satu lapis
sel. Secara klinis, makula adalah bagian yang dibatasi oleh arkade-arkade pembuluh
darah retina temporal. Di tengah makula sekitar 3,5 mm di sebelah lateral diskus
optikus terdapat fovea yang secara klinis merupakan suatu cekungan yang
memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop (gambar 2).4, 5
Fovea merupakan zona avaskular di retina pada angiografi fluoresens. Secara
histologi, fovea ditandai dengan menipisnya lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan-
lapisan parenkim karena akson-akson sel fotoreseptor (lapisan serat Henle) berjalan
oblik dan pergeseran secara sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke permukaan
dalam retina. Foveola adalah bagian paling tengah pada fovea, disini fotoreseptornya
4
adalah sel kerucut dan bagian retina yang paling tipis. Semua gambaran histologis ini
memberikan diskriminasi visual yang halus. Ruang ekstraseluler retina yang
normalnya kosong potensial paling besar di makula dan penyakit yang menyebabkan
penumpukan bahan di ekstrasel dapat menyebabkan daerah ini menjadi tebal sekali.2
Gambar 2. Anatomi makula 2
Retina menerima darah dari dua sumber yaitu khoriokapilaris yang berada
diluar membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina termasuk lapisan
pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina
serta cabang-cabang dari arteri sentralis retina yang mendarahi dua pertiga bagian
dalam. 2, 4
BAB III
5
ANGIOGENESIS DAN GROWTH FACTOR PADA RETINA
3.1. Angiogenesis pada Retina
Angiogenesis merupakan pertumbuhan pembuluh darah baru dari pembuluh
darah yang sudah ada sebelumnya. Proses angiogenesis ini memainkan peran penting
dalam berbagai kondisi fisiologis dan patologis. Retina merupakan jaringan pada tubuh
manusia yang paling aktif secara metabolik sehingga sangat sensitif terhadap
pengurangan ketahanan oksigen. Penelitian-penelitian terdahulu berhasil membuktikan
bahwa oksigen berperan dalam mengkontrol perkembangan pembuluh darah retina. Hal
ini juga didukung oleh beberapa bukti seperti pada angiogenesis retina yang pada
umumnya terjadi akibat kelainan-kelainan yang bersifat iskemik retina dan ekspresi
faktor angiogenik dan antiangiogenik yang dipengaruhi oleh kadar oksigen.3, 6
Beberapa kelainan pada retina yang berkaitan dengan terjadinya proses angiogenesis
diantaranya Retinopathy of Prematurity (ROP) yang merupakan salah satu penyebab
utama kebutaan pada anak-anak, retinopati diabetik proliferatif (PDR) untuk insiden
tertinggi penyebab kebutaan pada usia produktif, dan neovaskularisasi koroid subretina
pada degenerasi makula terkait usia (AMD) yang menjadi salah satu penyebab utama
kebutaan pada usia diatas 65 tahun, dan oklusi vena retina sentralis (CRVO).
. Patogenesis angiogenesis retina merupakan akibat dari ketidakseimbangan
faktor pro-angiogenik dan anti-angiogenik. Secara khusus, vascular endothelial growth
factor (VEGF) merupakan inducer utama neovaskularisasi retina atau koroid. Pembuluh
darah baru yang tumbuh pada permukaan retina dapat meluas ke vitreous dan lensa,
tanpa mempertahankan struktur fisiologis normal. Hal ini menyebabkan komplikasi
retina seperti perdarahan vitreous dan tractional retinal detachment, edema makula,
hingga hilangnya penglihatan. 3, 7
3.1.1. Retinopathy of Prematurity (ROP)
6
Pada bayi yang lahir cukup bulan, setelah terjadi proses vaskulogenik dimana
pembuluh darah tumbuh dari hyaloid dan membentuk pembuluh darah baru menuju ke
retina, fase angiogenik yang distimulasi oleh hipoksia fisiologis ditandai dengan
renovasi dan percabangan pembuluh darah yang ada. Bayi prematur yang terpapar
dengan kadar oksigen yang tinggi akan menghambat hipoksia fisiologis dan
mengganggu fase angiogenik ini, sehingga menurunkan regulasi faktor angiogenik yang
diperlukan untuk pertumbuhan normal dari pembuluh darah. Pada akhirnya, retina
menjadi hipoksia sehingga merangsang pembuluh darah abnormal berproliferasi dengan
pembentukan jaringan parut fibrosa di retina, vitreous, dan lensa (gambar 3). Hal ini
menyebabkan traksi jaringan yang dapat menyebabkan ablasio retina dan kebutaan.3, 8
Gambar 3. Patogenesis ROP 3
3.1.2. Proliferative Diabetic Retinopathy (PDR)
PDR merupakan komplikasi mikrovaskular dari penyakit diabetes mellitus.
Tahap awal PDR ditandai dengan penebalan membran basal kapiler dan hilangnya
7
perisit dan sel endotel sehingga terjadi kelemahan dan peningkatan permeabilitas
dinding kapiler. Hal ini menyebabkan terbentuknya mikroaneurisma, kebocoran plasma,
dan sekresi faktor angiogenik yang menyebabkan proliferasi pembuluh darah baru
(gambar 4). Kerusakan blood–retinal barrier, kebocoran pembuluh darah dan penebalan
retina merupakan mekanisme utama yang terlibat dalam patogenesis PDR dan diabetic
macular edema. Kontrol ketat gula darah dan laser fotokoagulasi hanya sebagian dapat
mengurangi risiko kehilangan penglihatan.3, 9
Gambar 4. Neovaskularisasi pada PDR 3
3.1.3. Age-related Macular Degeneration (AMD)
AMD merupakan penyakit multifaktorial progresif yang mempengaruhi daerah
makula. Bentuk basah dari AMD terjadi ketika pembuluh darah abnormal tumbuh di
bawah epitel pigmen retina pada daerah makula, yang berasal dari neovaskularisasi
koroid patologis dengan tingkat keparahan mulai dari lesi kecil stabil dengan gangguan
penglihatan yang minimal, hingga lesi berukuran besar yang bisa menyebabkan
perdarahan, eksudat, dan degenerasi saraf.3, 10
8
3.1.4. Central Retinal Vein Occlusion (CRVO)
Central Retinal Vein Occlusion (CRVO) atau oklusi vena retina sentral dapat
menyebabkan gangguan penglihatan dengan tingkat keparahan yang bervariasi. Pada
fundus dapat ditemukan perdarahan retina, vena retina yang melebar dan berliku-liku,
dan cotton–wool spots. Edema makula merupakan penyebab paling umum dari
gangguan penglihatan pada pasien CRVO. CRVO non iskemik merupakan bentuk
ringan dari penyakit ini, sedangkan CRVO iskemik menyebabkan gangguan
penglihatan lebih parah dan risiko glaukoma neovaskular yang lebih tinggi. 3, 4
3.2. Growth Factor pada Angiogenesis Retina
3.2.1 Vascular endothelial growth factor (VEGF)
Vascular endothelial growth factor (VEGF) merupakan sitokin yang diinduksi oleh
oksigen dan bersifat poten terhadap sel endotel mikro dan makrovaskular pada pembuluh darah
arteri dan vena, serta sistem limfatik. VEGF berperan penting dalam perkembangan pembuluh
darah janin dan kadar nya berkurang pada saat bayi lahir. Secara umum, ekspresi VEGF
dipengaruhi oleh kondisi hipoksia, namun beberapa penelitan menemukan molekul ini juga
terakumulasi di retina pada tahap awal penyakit diabetes, bahkan sebelum terjadinya hipoksia
jaringan. 11, 12
VEGF terdiri dari VEGF A-E dan phosphatidylinositol-glycan biosynthesis class F
protein (PIGF). Dari semua jenis VEGF, hanya VEGF-A yang berperan dalam pembentukan
pembuluh darah. VEGF bekerja dengan mengikat reseptor permukaan sel endotel atau
Vascular endothelial growth factor receptor (VEGFR1) yang juga dikenal sebagai Flt-1 dan
VEGFR2 yang juga dikenal sebagai Flk-1. Ikatan yang terbentuk ini kemudian menginduksi
proliferasi dan migrasi sel endotel. 7, 13
VEGF berperan dalam angiogenesis fisiologis dan patologis. Perbedaan arah
pertumbuhan pembuluh darah pada saat proses angiogenesis fisiologis dan patologis dapat
ditemukan pada retina. Pada angiogenesis fisiologis, pembuluh baru biasanya memanjang dari
diskus optikus ke bagian perifer retina yang avaskular, mengikuti arah VEGF yang
diekspresikan. Pada neovaskularisasi patologis, meskipun beberapa jenis sel telah
mengekspresikan VEGF, pembuluh darah baru akan menginvasi kavum vitreous.
9
Neovaskularisasi ini selanjutnya akan berujung pada proliferasi fibrovarkular, yang
menghasilkan komplikasi yang dapat mengancam penglihatan, seperti perdarahan vitreus dan
ablasio retina traksional.3, 14
VEGF juga dikenal sebagai faktor permeabilitas vaskular (VPF) karena kemampuannya
menginduksi kebocoran vaskular. Mekanisme utama bagaimana VEGF menginduksi kebocoran
vaskular pada retina adalah dengan menurunkan level aktifitas okludin dan zonula okludin 1
(ZO-1).
VEGF dapat disintetis oleh berbagai jenis sel pada retina seperti sel epitel pigmen retina
(RPE), perisit, sel endotel, sel glial, fibroblas koroid, sel Müller, dan sel ganglion. Beberapa
mekanisme dapat menjelaskan regulasi VEGF, salah satunya hipoksia. Ekspresi mRNA VEGF
terjadi pada kadar oksigen yang rendah dan dimediasi oleh hipoxsia-induced factor 1 (HIF 1).
HIF-1 merupakan protein heterodimeric yang memiliki dua sub unit, HIF-1a dan reseptor aryl
hidrocarbon. 11, 15, 16
3.2.2. Insulin Like Growth Factor 1 (IGF-1)
IGF-1 merupakan suatu polipeptida yang masuk dalam kelompok growth factor IGF.
Keluarga IGF terdiri dari ligan IGF-I, IGF-II, dengan setidaknya enam protein pengikat, dan
reseptor permukaan sel yang memudahkan fungsi ligan. IGF-1 menstimulasi pertumbuhan,
diferensiasi, dan metabolisme berbagai jenis sel dan juga memiliki fungsi penting pada
pertumbuhan embrio dan post natal. IGF-1 disintesis di hati dan beberapa jaringan lain dalam
tubuh. IGF-1 berperan dalam menstimulasi pertumbuhan, diferensiasi,dan metabolisme pada
berbagai macam sel melalui reseptor tirosin-kinase IGF-1R. 8, 17
Ekspresi IGF-1 dapat meningkat akibat growth hormone (GH) dan insulin, namun turun
dalam keadaan malnutrisi. Kebanyakan dari IGF-1 bersirkulasi untuk berikatan dengan IGF
binding protein (IGFBP) dan kurang dari 1% bersirkulasi dalam bentuk aktif. IGFBP paling
banyak disintesis di hati dan memiliki empat fungsi utama yang sangat penting untuk
mengkoordinasi dan meregulasi aktivitas biologis dari IGF-1. Fungsinya adalah: 1. Berperan
sebagai protein transpor dalam plasma dan mengontrol reflux IGF-1 dari vaskular, 2.
memperpanjang waktu paruh IGF-1 dan meregulasi klirens metabolisme, 3. menyediakan
tempat untuk tipe sel spesisifk. 4. Memodulasi interaksi IGF-1 dengan reseptornya dan secara
tidak langsung mengontrol aksi biologis. 1, 7
Beberapa penelitian in vitro menunjukan bahwa IGF-1 diekspresikan sel endotel
mikrovaskular, perisit dan sel RPE. Sebagai tambahan, IGFBP juga disintesis oleh sel retina.
10
Penemuan ini menunjukkan bahwa IGF-1/IGF-1R/IGFBP kemungkinan juga berperan dalam
kejadian angiogenesis fisiologis maupun patologis yang terjadi di retina. 17, 18
3.2.3. Platelet Derived Growth Factor (PDGF)
PDGF merupakan kelompok growth factor yang terbuat dari empat polipeptida berbeda
yang dikodekan oleh empat gen berbeda. Rantai PDGF klasik, PDGF-A dan PDGF-B, sudah
cukup diketahui dengan baik, sedangkan PDGF-C, dan -D belum terlalu banyak ditemukan
dalam penelitan. Semua jenis PDGF disintesis sebagai proportein yang membutuhkan proses
proteolitik untuk aktivitas biologisnya. Bersama dengan VEGFs, PDGFs membentuk kelompok
growth factor.3
PDGF sangat dibutuhkan untuk vaskularisasi retina normal tapi kadarnya yang
berlebihan dapat menjadi hal yang merusak. PDGF mengingduksi respon sel fibroblas dan sel
endotel pembuluh yang merupakan faktor penting dalam regenerasi jaringan. PDGF berperan
sebagai growth factor untuk sel RPE dalam stimulasi proliferasinya serta dapat memediasi
terjadinya kontraksi jarigan fibroblas sehingga mengakibatkan ablasio retina. Hipoksia dan
hiperglikemi meningkatkan produksi PDGF di dalam kultur sel endotel dan perisit pembuluh
darah manusia. 1, 3
PDGF-B merupakan growth factor yang cukup besar perannya untuk mikrovaskular
retina secara umum, dan perisit untuk lebih khususnya. Dari penelitian ditemukan bahwa
ekspresi PDGF-B yang berlebihan dapat menyebabkan proliferasi sel endotel, perisit, dan sel
glia yang pada akhirnya dapat berujung pada ablasio retina traksional yang bisa ditemukan pada
stadium akhir Retinopati Diabetikum. 6, 19
3.2.4. Basic fibroblast Growth Factor (bFBF)
Basic fibroblast Growth Factor, bFGF atau FGF-2 adalah bagian dari kelompok FGF
yang memiliki lebih dari 20 heparin binding protein dan merupakan faktor angiogenesis yang
kuat. FGF-2 memiliki empat bentuk molekular: 18 kDa atau low molecular weight (LMW) dan
22, 22.5, 24 kDa atau high molekular weight. Efek biologis dari FGF-2 dimediasi oleh ikatan
dengan reseptor tirosin kinase yang memiliki afinitas tinggi (FGFR-1 FGFR-4).1, 3
Pada retina, ekspresi FGF-2 terdapat dalam ganglion dan diluar lapisan nuklear, pada
membran basal sel muller, pembuluh darah, dan sel RPE. Reseptor FGF sangat terdistribusi
secara luas di dalam neuroretina. Efek neurotropik FGF-2 melindungi terhadap kerusakan
fotoreseptor dan degenerasi retina. Beberapa peneliti menemukan peningkatan FGF-2 pada
11
sampel vitrous pasien dengan PDR, terutama pasien dengan neovaskularisasi yang tinggi, tapi
hal ini belum dapat dikonfirmasi oleh peneliti lain sehingga terlihat FGF tidak memiliki peran
penting pada neovaskularisasi retina. Kerja sama dengan growth factor yang lain seperti VEGF,
akan menghasilkan efek sinergis dengan FGF.14, 20
3.2.5 Angiopoietin
Angiopoietin melindungi sel endotel in vitro tanpa menyebabkan proliferasi,
menstabilkan interaksi endotel dengan sel sekitar, dan memblokir aksi kebocoran
VEGF. Joussen et al. menemukan bahwa Angiopoietin-1 yang diberikan secara
intravena ke tikus yang baru mengidap diabetes, akan menyebabkan terjadinya
normalisasi VEGF dan mengurangi adhesi interselular molekul-1 mRNA dan kadar
protein, mengurangi adhesi leukosit, jejas sel endotel, dan rusaknya barrier blood-
retinal. 3, 13, 19
Angiopoietin-2 telah dilaporkan memiliki kerja yang berbeda dengan keberadaan
VEGF. Dengan adanya VEGF, Angiopoietin-2 memiliki peran pro-angiogenik. Namun,
angiopoietin-2 ini mempromosikan apoptosis sel endotel dan regresi pembuluh apabila tidak
terdapat VEGF. Diabetes diperkirakan dapat meningkatkan ekspresi angiopoietin-2 di lapisan
sel ganglion pada retina. Hammes et al. mendemonstrasikan regulasi angiopoietin-2 yang
memiliki peran penting dalam menyebabkan hilangnya perisit pada retina pasien diabetes.
BAB IV
KESIMPULAN
12
1. Retina secara metabolik merupakan jaringan yang paling aktif pada tubuh manusia
sehingga sangat sensitif terhadap penurunan kadar oksigen dimana setiap perubahan
kadar oksigen pada mata akan mempengaruhi retina.
2. Angiogenesis merupakan pertumbuhan pembuluh darah baru dari pembuluh darah yang
sudah ada sebelumnya. Proses angiogenesis ini memainkan peran penting dalam
berbagai kondisi fisiologis dan patologis
3. Beberapa kelainan pada retina yang berkaitan dengan terjadinya proses angiogenesis
diantaranya Retinopathy of Prematurity (ROP), retinopati diabetik proliferatif (PDR)
dan neovaskularisasi koroid subretina pada degenerasi makula terkait usia (AMD), dan
oklusi vena retina sentralis (CRVO)
4. Beberapa growth factor terlibat dalam angiogenesis retina seperti Vascular endothelial
growth factor (VEGF), Insulin Like Growth Factor 1 (IGF-1), Platelet Derived
Growth Factor (PDGF), Basic fibroblast Growth Factor (bFBF), dan Angiopoietin.
DAFTAR PUSTAKA
13
1. Abcouwer SF. Angiogenic Factors and Cytokines in Diabetic Retinopathy. Journal of clinical & cellular immunology. 2013;Suppl 1(11):1-12.
2. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Fundamentals Principles Oh Ophtamology. singapore: american academy of ophthalmology; 2012.
3. Arjamaa O, Nikinmaa M. Oxygen-Dependent Diseases in the Retina: Role of Hypoxia-Inducible Factors. Experimental eye research. 2006;83(3):473-83.
4. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Retina and Vitreous. Singapore: American Academy of Ophthalmology; 2012.
5. Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology. 4th Edition. Physiology of Eye and Vision. India: India: New Age International; 2007. p. 205-10.
6. Simo R, Carrasco E, Garcia-Ramirez M, Hernandez C. Angiogenic and Antiangiogenic Factors in Proliferative Diabetic Retinopathy. Current diabetes reviews. 2006;2(1):71-98.
7. Grimm C, Wenzel A, Acar N, Keller S, Seeliger M, Gassmann M. Hypoxic Preconditioning and Erythropoietin Protect Retinal Neurons from Degeneration. Advances in experimental medicine and biology. 2006;588:119-31.
8. El-Asrar AMA. Role of Inflammation in the Pathogenesis of Diabetic Retinopathy. Middle East African Journal of Ophthalmology. 2012;19(1):70-4.
9. Lang GK. Ophthalmology, a Pocket Textbook Atlas. Germany: Thieme; 2006.10. Yamagishi S, Nakamura K, Matsui T, Inagaki Y, Takenaka K, Jinnouchi Y, et al.
Pigment Epithelium-Derived Factor Inhibits Advanced Glycation End Product-Induced Retinal Vascular Hyperpermeability by Blocking Reactive Oxygen Species-Mediated Vascular Endothelial Growth Factor Expression. The Journal of biological chemistry. 2006;281(29):20213-20.
11. Stalmans I. Role of the Vascular Endothelial Growth Factor Isoforms in Retinal Angiogenesis and Digeorge Syndrome. Verhandelingen - Koninklijke Academie voor Geneeskunde van Belgie. 2005;67(4):229-76.
12. Ferrara N. Role of Vascular Endothelial Growth Factor in Regulation of Physiological Angiogenesis. American journal of physiology Cell physiology. 2001;280(6):C1358-66.
13. Andreoli CM, Miller JW. Anti-Vascular Endothelial Growth Factor Therapy for Ocular Neovascular Disease. Curr Opin Ophthalmol. 2007;18(6):502-8.
14. Caldwell RB, Bartoli M, Behzadian MA, El-Remessy AE, Al-Shabrawey M, Platt DH, et al. Vascular Endothelial Growth Factor and Diabetic Retinopathy: Role of Oxidative Stress. Current drug targets. 2005;6(4):511-24.
15. Costagliola C, Cipollone U, Rinaldi M, della Corte M, Semeraro F, Romano MR. Intravitreal Bevacizumab (Avastin) Injection for Neovascular Glaucoma: A Survey on 23 Cases Throughout 12-Month Follow-Up. British journal of clinical pharmacology. 2008;66(5):667-73.
16. Sueishi K, Hata Y, Murata T, Nakagawa K, Ishibashi T, Inomata H. Endothelial and Glial Cell Interaction in Diabetic Retinopathy Via the Function of Vascular Endothelial Growth Factor (Vegf). Polish journal of pharmacology. 1996;48(3):307-16.
17. Joussen AM, Poulaki V, Qin W, Kirchhof B, Mitsiades N, Wiegand SJ, et al. Retinal Vascular Endothelial Growth Factor Induces Intercellular Adhesion
14
Molecule-1 and Endothelial Nitric Oxide Synthase Expression and Initiates Early Diabetic Retinal Leukocyte Adhesion in Vivo. The American journal of pathology. 2002;160(2):501-9.
18. Ambati BK, Nozaki M, Singh N, Takeda A, Jani PD, Suthar T, et al. Corneal Avascularity Is Due to Soluble Vegf Receptor-1. Nature. 2006;443(7114):993-7.
19. Carmeliet P, Moons L, Dewerchin M, Mackman N, Luther T, Breier G, et al. Insights in Vessel Development and Vascular Disorders Using Targeted Inactivation and Transfer of Vascular Endothelial Growth Factor, the Tissue Factor Receptor, and the Plasminogen System. Annals of the New York Academy of Sciences. 1997;811:191-206.
20. Ferrara N, Gerber HP, LeCouter J. The Biology of Vegf and Its Receptors. Nature medicine. 2003;9(6):669-76.
15