makalah akhlak tasawwuf
-
Upload
arief-fizz -
Category
Documents
-
view
33 -
download
1
Transcript of makalah akhlak tasawwuf
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya dalam konsep-konsep maqamat dan ahwal
memperkenalkan bagian dari pemahaman tasawuf itu sendiri sebagai dimana
dimaknakan suatu perjalanan spiritual suluk. Dalam hal ini, MAQAMAT adalah
tempat – tempat sebagai perhentian yang harus dilewati oleh para sufi atau pejalan
spiritual sebelum bisa mencapai akhir perjalanan tersebut, baik itu yang disebut
ridha, tawakal dan sabar kepada Allah SWT. Sedangkan yang disebut dengan
HAL adalah keadaan-keadaan spiritual sesaat yang dialami oleh para pejalan atau
sufi ini ditengah-tengah perjalanan tersebut.Filsafat itu menyelidiki, membahas,
serta memikirkan seluruh alam kenyataan dan menyelidiki bagaimana hubungan
kenyataan satu dengan yang lain, jadi ia memandang satu kesatuan yang belum
dipecah-pecah serta pembahasannya secara keseluruhan, sedangkan ilmu lain itu
hanya menyelidiki sebagian saja dari alam maujud ini.
.
2
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ridho?
2. Apa pengertian tawakkal?
3. Apa pengertian sabar?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui serta memahami tentang pengertian ridho, tawakal dan
sabar
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian ridho
Ridho adalah menerima dengan rasa puas terhadap apa yang
dianugerahkan Allah SWT. Orang yang rela mampu menerima hikmah dan
kebaikkan dibalik cobaan yang diberikan Allah dan tidak berburuk sangka
terhadap ketentuan-Nya. Bahkan, ia mampu melihat keagungan , kebesaran ,
dan kemahasempurnaan Dzat yang memberiakan cobaan kepadannya
sehingga tidak mengeluh dan tidak merasakan sakit atas cobaan tersebut.
Hanyalah para ahli ma’rifat mahabbah yang mampu bersikap seperti ini.
Mereka bahkan merasakan musibah dan ujian sebagai suatu nikmat, lantaran
jiwanya bertemu dengan yang dicintainya.1
Menurut Abdul Halim Mahmud, rido mendorong manusia untuk
berusaha sekuat tenaga mencapai apa yang dicintai Alah dan Rasul-Nya.
Namun, sebelum mencapainya,ia harus menerima atau merelakan akibatnya
dengan cara apapun yang disukai Allah.2
1 Rosihun,Dkk.2000.Ilmu Tasawuf.Bandung.Pustaka Setia.Hal:74
2 Jumantoro, Totok. Amin, Samsul Munir.(2005).Kamus Ilmu Tasawuf. Wonosobo: Amzah.
4
Dalam dunia tasawuf, kata ridha memiliki arti tersendiri yang masih
berhubungan dengan sikap kepasrahan seseorang di hadapan kekasih-Nya. Sikap ini
merupakan wujud dari rasa cinta pada Allah dengan menerima apa saja yang telah
dikehendaki oleh-Nya tanpa ada paksaan dalam menjalaninya. Dengan kata lain,
ridha lebih memfokuskan perhatian yang ditujukan kepada upaya mengembangkan
emosi ridha dalam hati calon sufi kepada Tuhan. Maka janganlah kita berharap
memperoleh ridha Tuhan, bila dalam hati kita sendiri tidak tumbuh dengan subur
emosi ridha kepada-Nya. Di sini ditanamkan kesadaran bahwa ada tidaknya, atau
besar kecilnya ridha Tuhan pada seseorang tergantung pada ada tidaknya atau besar
kecilnya ridha hatinya kepada Tuhan.
Ridha kepada Tuhan, menurut para sufi; mengandung makna yang luas,
diantaranya: Tidak menentang pada qadha dan qadar Tuhan, menerimanya dengan
senang hati, mengeluarkan perasaan benci dari hati sehingga yang tinggal di
dalamnya hanyalah perasaan senang dan gembira, merasa senang menerima
malapetaka sebagaimana merasa senang menerima nikmat, tidak meminta surga dari
Tuhan dan tidak meminta supaya dijauhkan dari neraka, tidak berusaha sebelum
turunnya qadha dan qadar, tidak merasa pahit dan sakit sesudah turunnya, bahkan
perasaan senang bergelora di waktu cobaan atau musibah datang.
Orang yang berhati ridha pada Allah memiliki sikap optimis, lapang dada, kosong
hatinya dari dengki, selalu berprasangka baik, bahkan lebih dari itu; memandang baik,
sempurna, penuh hikmah, semua yang terjadi semua sudah ada dalam rancangan,
ketentuan, dan perbulatan Tuhan. Berbeda dengan orang-orang yang selalu membuat
kerusakan di muka bumi ini, mereka selalu ridha apabila melakukan perbuatan yang
5
Allah haramkan, dalam hatinya selalu merasa kurang apabila meninggalkan kebiasaan
buruk yang selama ini mereka perbuat, bermakna merasa puas hati apabila aktivitas
hidupnya bisa membuat risau, khawatir, dan selalu mengganggu terhadap sesamanya.
Semuanya itu ia lakukan karena mengikut hawa nafsu yang tanpa ia sadari bahwa
sebenarnya syaitan telah menjerat dirinya dalam kubangan dosa. Orang-orang yang
seperti inilah dengan indahnya Allah telah menjelaskan dalam surat At-Taubah ayat
96:
�ُف�ْو�َن� ِل �ْح� �ْم� َي �ُك َض�ْو�ا َل �ْر� �َت �ُه�ْم� َل �َن� َع�ْن َض�ْو�ا َف�ِإ �ْر� �ُه�ْم� َت �َن� َع�ْن � اَلِلَه� َف�ِإ �ْر�َض�ى َال � َع�ِن� َي �َق�ْو�ِم اَل
�ِن� َق�ْي �ُف�اِس� اَل
“Mereka akan bersumpah kepadamu, agar kamu ridha kepada
mereka, tetapi jika sekiranya kamu ridha kepada mereka, Sesungguhnya Allah
tidak ridha kepada orang-orang yang berbuat fasik.”
Orang-orang inilah yang selalu bersepakat dalam berbuat
kemungkaran, ridha dalam melakukan maksiyat, dan kelak apabila sampai
akhir hayatnya tidak sempat bertaubat serta minta ampun kepada-Nya, telah
Allah sediakan neraka sebagai pelabuhan terakhir untuknya, dalam
pertengahan ayat yang ke-7 dari surat Az-Zumar di sebutkan:
� �ْر�َض�ى َو�َال �اِد�ِه� َي �ِع�َب �ُف�ْر� َل �ُك اَل
Artinya: “……….., dan Dia tidak me-ridhai kekafiran bagi hamba-
Nya,………..”
6
Pemahaman ayat diatas adalah, jikalau seseorang selalu berpuas hati
akan perbuatan yang Allah telah haramkan, namun dalam hatinya tidak ada
keinginan untuk merubah dengan memohon ampunan-Nya, maka yang akan
menjadi tabungan baginya adalah semakin banyak perbuatan buruk yang akan
ia sesali besok di akhirat atas segala segala tingkah laku buruknya sewaktu
hidup di dunia. Dengan kata lain, menghadirkan hati dengan bersikap benci
kepada semua perbuatan yang dapat membawa kepada ke-kufur-an adalah
salah satu bentuk penolakan sebelum segalanya terlambat, inilah salah satu
cara supaya kita terhindar dari semua perkara yang di larang oleh Allah, untuk
kemudian kita suci-kan hati dengan menjalankan perintah dengan penuh
keyakinan dan selalu mengingat-Nya, sehingga sampai kepada peringkat
orang-orang yang meminta ampun kepada rabb-Nya dan menjadi bagian
kepada orang-orang pilihan yang benar-benar telah di ampunkan atas segala
kekhilafannya.
B. Tawakal
Tawakal (bahasa Arab: َتْوُك�ل) atau tawakkul berarti mewakilkan atau
menyerahkan. Dalam agama Islam, tawakal berarti berserah diri sepenuhnya
kepada Allah dalam menghadapi atau menunggu hasil suatu pekerjaan, atau
menanti akibat dari suatu keadaan.
Tawakkal bermakna ‘berserah diri’. Tawakkal dalam tasawuf
dijadikan washilah untuk memalingkan dan menyucikan hati manusia agar
7
tidak terikat dan tidak ingin dan memikirkan keduniaan serta apa saja selain
Allah. Pada dasarnya makna atau konsep tawakkal dalam dunia tasawuf
berbeda dengan konsep agama. Tawakkal menurut para sufi bersifat fatalis,
menggantungkan segala sesuatu pada takdir dan kehendak Allah. Syekh
Abdul Qadir Jailany menyebut dalam kitabnya bahwa semua yang menjadi
ketentuan Tuhan sempurna adanya, sungguh tidak berakhlak seorang salik jika
ia meminta lebih dari yang telah ditentukan Tuhan.
Tawakkal merupakan gambaran keteguhan hati dalam
menggantungkan dirinya hanya kepada Allah. Dalam hal ini, timbulnya gerak
dalam perbuatan tidak mengubah tawakal yang terdapat dalam hati itu.
Tawakkal adalah suatu sikap mental seorang yang merupakan hasil dari
keyakinannya yang bulat kepada Allah, karena di dalam tauhid ia diajari agar
meyakini bahwa hanya Allah yang menciptakan segala-galanya,
pengetahuanNya Maha Luas, Dia yang menguasai dan mengatur alam semesta
ini. Keyakinan inilah yang mendorongnya untuk menyerahkan segala
persoalannya kepada Allah. Hatinya tenang dan tenteram serta tidak ada rasa
curiga, karena Allah Maha Tahu dan Maha Bijaksana.
Sementara orang, ada yang salah paham dalam melakukan tawakkal.
Dia enggan berusaha dan bekerja, tetapi hanya menunggu. Orang semacam ini
mempunyai pemikiran, tidak perlu belajar, jika Allah menghendaki pandai
tentu menjadi orang pandai. Atau tidak perlu bekerja, jika Allah menghendaki
menjadi orang kaya tentulah kaya, dan seterusnya.
8
Semua itu sama saja dengan seorang yang sedang lapar perutnya,
seklipun ada berbagai makanan, tetapi ia berpikir bahwa jika Allah
menghendaki ia kenyang, tentulah kenyang. Jika pendapat ini dpegang teguh
pasti akan menyengsarakan diri sendiri.
Menurut ajaran Islam, tawakkal itu adalah tumpuan terakhir dalam
suatu usaha atau perjuangan. Jadi arti tawakkal yang sebenarnya -- menurut
ajaran Islam -- ialah menyerah diri kepada Allah swt setelah berusaha keras
dalam berikhtiar dan bekerja sesuai dengan kemampuan dalam mengikuti
sunnah Allah yang Dia tetapkan sesuai dengan dalil Al Quran:
�َم�ا ْح�َم�ٍة* َف�َب �َه� ِم�ِن� َر� �َت� اَلِل �ْن �ُه�ْم� َل �ْو� َل �َت� َو�َل �ْن �ْيَظ� َف�ًّظ0ا ُك �َق�ِل�ِب� َغ�ِل �ُف�ُّض5ْوا اَل ِم�ِن� َالْن
�َك� �ُه�ْم� َف�اَع�ُف� ْح�ْو�َل �ْغ�ُف�ْر� َع�ْن َت �ُه�ْم� َو�اِس� ُه�ْم� َل اَو�َر� �َذ�ا األِم�ْر� َف�ي َو�َش� ِم�َت� َف�ِإ �ل� َع�َز� �ْو�ُك َع�ِل�ى َف�َت
�َه� �َن� اَلِل �َه� ِإ �ْح�ِب5 اَلِل �ْيِن� َي Bِل �ْو�ُك �َم�َت ١٥٩ اَل
Artinya:
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka
dalam urusan itu[246]. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad,
Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-
orang yang bertawakkal kepada-Nya." (Ali Imran (3): 159)
9
Misalnya, seseorang yang meletakkan sepeda di muka rumah, setelah
dikunci rapat, barulah ia bertawakkal. Pada zaman Rasulullah saw ada seorang
sahabat yang meninggalkan untanya tanpa diikat lebih dahulu. Ketika ditanya,
mengapa tidak diikat, ia menjawab, "Saya telah benar-benar bertawakkal
kepada Allah". Nabi saw yang tidak membenarkan jawaban tersebut berkata,
"Ikatlah dan setelah itu bolehlah engkau bertawakkal."hadapi kesuilitan maka
yang demikian itu adalah takdir Allah.3
C. sabar
Menurut penuturan Abu Thalib Al makky(w.386/996),sabar adalah
menahan diri dari dorongan hawa nafsu demi menggapai keridhaan tuhannya
dan menggantinya dengan bersungguh-sungguh menjalani cobaan-cobaan
Allah SWT.terhadapnya.4 Sabar dapat didefinisikan pula dengan tahan
menderita dan menerima cobaan dengan hati ridho serta menterahkan diri
kepada Allah SWT.Setelah berusahan.Selain itu,Sabar bukan hanya bersabar
terhadap ujian dan musibah,tetapi juga dalam hal ketaatan kepada Allah
SWT,yaitu menjalankan Perintahnya dan menjauhi larangannya.5
Kehidupan yang penuh dengan ketidakpastian sebenarnya memberi
pelajaran kepada manusia agar pandai bersikap sabar. Pada sebagian orang, 3 Al-Qusyairi, loc. Cit.,hlm .163
4 Sayyid Muhammad ‘aqil bin ‘Ali Al-Mahdali,op.cit,helm.169-170
5 Zainuddin,op.cit,helm,86-87
10
sabar mungkin sulit dilakukan karena sabar sangat berhubungan dengan
kemampuan seseorang untuk mengendalikan diri. Jika seseorang tidak mampu
mengendalikan nafsu amarahnya, berarti ia belum menerapkan sabar dalam
kehidupannya.
Pada dasarnya sifat sabar dibagi dalam tiga kategori, yaitu:
1. Sabar dalam menghadapi cobaan.
2. Sabar dalam menjalankan perintah-perintah Allah.
3. Sabar dalam menjauhi hal-hal yang dilarang oleh Allah.
a. Sabar dalam menghadapi cobaan atau ujian (musibah).
Setiap cobaan yang diberikan Allah merupakan bentuk cinta
kasih Allah kepada hamba-Nya. Setiap cobaan yang datang kepada
kita membuka pintu pahala bagi kita. Dan dengan sabar menghadapi
setiap cobaan yang datang maka kita akan dengan mudah memperoleh
pahala yang telah dijanjikan Allah. Namun bila kita tidak bisa sabar
maka yang kita peroleh hanyalah cobaan tersebut tanpa ada pahala
yang menyertainya. Hendaklah kita selalu ingat bahwa Allah Maha
Mengetahui akan kemampuan setiap makhluk-Nya. Untuk itu Allah
tidak akan memberi cobaan kepada seseorang di luar kemampuan
orang tersebut. Orang yang cerdas akan selalu berjiwa besar,
berpikiran lapang, berjiwa tenang dan tahan menerima cobaan.
Mereka terus berusaha dan berpasrah diri pada Allah. Allah berjanji
11
bahwasanya orang yang sabar dalam menghadapi musibah maka pada
hari kiamat nanti Allah akan memberikan kepadanya seratus derajat di
surga dan jarak setiap derajat adalah seluas antara Arasy dan bumi.
Allah berjanji akan memberikan jalan keluar bagi orang yang sabar
dalam menghadapi cobaan yang diberikan kepadanya. Dalam hal ini
Allah swt. berfirman:
�ِس�ِب� َت �ْح� �َي َال �ُث� ْي ْح� ِم�ِن� ْق�َه� ُز� �ْر� َو�َي ا Jًج ِم�ْخ�ْر� �َه� َل �ْج�ِع�ل� َي اَلِلَه� �ِق� �َت َي َو�ِم�ِن�
Artinya: “Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia
akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari
arah yang tidak disangka-sangka.” (QS. ath-Thalaq: 2-3).
Maksudnya, segala ujian dan cobaan dalam hidup akan
berakhir dengan mendapatkan hasil yang terbaik bagi seseorang yang
memiliki kesabaran, dan ketakwaan yang teguh kepada Allah.
b. Sabar ketika menjalankan perintah-perintah Allah
Sebagai orang Islam kita memang mempunyai kewajiban
menjalankan perintah-perintah Allah. Kita harus sadar bahwa di
dalam setiap kewajiban-kewajiban yang dibebankan Allah kepada
hamba-hamba-Nya terdapat hikmah yang baik bagi diri sendiri
ataupun bagi orang lain. Oleh karena itu, jika kita menjalankan segala
apapun perintah-perintah Allah dengan sabar maka kita dapat
12
merasakan nikmat sabar itu sendiri dan setiap ibadah yang kita
lakukan akan terasa lebih indah. Allah juga berjanji bahwasanya orang
yang sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah maka pada hari
kiamat nanti Allah akan memberikan kepadanya tiga ratus derajat di
surga dan jarak setiap derajat adalah seluas antara langit dan bumi.
Sabar dan taat dalam menjalankan perintah Allah terdapat dalam
firman-Nya:
�ا �ْن �اِه� ا ا َو�ًج�ْد�ْن Jْر� �ِع�ْم� َص�اِب �ْد� ْن �ِع�َب �َه� اَل �ْن �َو�اٌبR ا ا
Artinya: “Sesungguhnya kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar,
dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada
Tuhannya). (QS. Shad: 44).
Sabar dalam pandangan Al-Ghozali merupakan tangga dan
jalan yang dilintasi oleh orang-orang yang hendak menuju ke Allah
SWT.ciri utama sabar,menurut Al-Muhasibi adalah tidak mengadu
c. Sabar dalam menjauhi larangan Allah
Sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk selalu menjauhi hal-
hal yang dilarang oleh Allah. Akan tetapi jika kita menjauhi hal-hal
yang dilarang Allah dengan berat hati maka hal tersebut hanya akan
menjadi beban bagi diri kita. Kita seharusnya juga sadar bahwa hal
apapun yang dilarang Allah pasti hal tersebut membawa akibat buruk
13
bagi kita jika tidak menjauhinya. Allah juga berjanji bahwasanya
orang yang sabar dalam menjauhi dan meninggalkan larangan Allah
maka pada hari kiamat nanti Allah akan memberikan kepadanya enam
ratus derajat di surga dan jarak setiap derajat adalah seluas antara
langit ketujuh (langit yang tertinggi) dan bumi yang ketujuh (bumi
yang terbawah). Dalam firman-Nya disebutkan:
�َن� َو� َو�ا ا �ْر� �ْص�َب �َق�ْو�ا َت �َت �َن� َو�َت �َك� َف�ا � ِم�ِن� َذ�َل ِم �ِم�ْو�َر� َع�َز� �َال ا
Artinya: “Jika kamu bersabar dan bertakwa maka sesungguhnya yang
demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.” (QS. ali-Imran:
186).
Allah swt. juga memberi tahu kita agar berhati-hati dan tetap
bertakwa menanamkan kesabaran dalam hati di saat menghadapi
cobaan karena cobaan yang diberikan Allah bukan hanya berupa
musibah, harta yang dimiliki juga merupakan cobaan. Sebagaimana
dinyatakan dalam firman-Nya:
�ْو�َن� �ِل �َب �َت �ْم� َف�ى َل �ُك �ِم�ْو�اَل �ْم� ا ُك �ُف�ِس� �ْن َم�ُف�ِن� َو�ا �ِس� �َت �ِن� ِم�ِن� َو�َل �ِذ�َي �ْو� اَل �َو�َت �اٌب� ا �ُك�َت �ْم� ِم�ِن� اَل �ُك �ِل ْق�َب
�ِن� َو�ِم�ِن� �ِذ�َي �ْو�ا اَل ُك ْر� �َش� �َذ�ى ا ا ا Jْر� �ْي �ِث ُك
14
Artinya: “Kamu pasti akan diuji dengan hartamu dan dirimu. Dan
pasti kamu akan mendengar banyak hal yang menyakitkan hati dari
orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang
musyrik.” (QS. ali-Imran: 186).
Dari ketiga macam sabar yang telah diuraikan di atas, yang
paling dikenal dalam lingkungan kita sehari-hari adalah sabar dalam
menghadapi cobaan (musibah).
Untuk itu, marilah kita membiasakan diri untuk berbuat mulia,
membuang jauh-jauh sifat yang hina dan tercela. Mari kita menghiasi
pribadi kita dengan watak kemanusiaan yang sempurna, dengan amal
perbuatan yang berguna dan bertindaklah dengan sikap ksatria.
Semuanya itu dapat kita lakukan jika kita selalu dekat dan memohon
petunjuk dari Allah swt. karena hidayah Allah itu akan mendorong
diri untuk bermental baja, tidak mudah menyerah, sanggup melakukan
hal-hal yang positif dan mampu meninggalkan hal-hal yang negatif,
serta sabar dalam menghadapi segala musibah. Sebagaimana firman
Allah, “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat
sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang
sabar.” (QS. al-Baqarah: 153).
15
Tanam dan pupuklah sifat sabar yang ada dalam diri kita
karena dengan kesabaran, kebahagiaan hidup akan dapat kita capai.
Dan selalu ingatlah kepada Allah karena Allah senantiasa bersama
dengan orang-orang yang sabar yang selalu ingat kepada-Nya. Sabar
juga akan mengangkat derajat kemanusiaan menuju taraf yang lebih
tinggi.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan:
1. Ridho adalah menerima dengan rasa puas terhadap apa yang
dianugerahkan Allah SWT. Orang yang rela mampu menerima hikmah
dan kebaikkan dibalik cobaan yang diberikan Allah dan tidak berburuk
sangka terhadap ketentuan-Nya.
2. Tawakkal bermakna ‘berserah diri’. Tawakkal dalam tasawuf dijadikan
washilah untuk memalingkan dan menyucikan hati manusia agar tidak
terikat dan tidak ingin dan memikirkan keduniaan serta apa saja selain
Allah.
3. sabar adalah menahan diri dari dorongan hawa nafsu demi menggapai
keridhaan tuhannya dan menggantinya dengan bersungguh-sungguh
menjalani cobaan-cobaan Allah SWT.terhadapnya.
B. Saran-saran
Dengan selesainya makalah ini tentunya masih banyak kekurangan
maka dari itu saya mengharap kritikan dan sifatnya membangun dari bapak
Dosen yang membawakan mata kuliah ini.