Makalah Akhlak Kehidupan Dalam Masyarakat Yang Plural

26
MAKALAH AKHLAK KEHIDUPAN DALAM DALAM MASYARAKAT YANG PLURAL DISUSUN OLEH: 1. MOCHAMMAD ALIF FATHURAHMAN (13513003) 2. UMMU LATIFAH (13513004) 3. RIFKA AISHA (13513015) 4. SITTI HARIYATI (13513032) 5. MUHAMMAD SIDIQ (13513022) 6. VALDY FERI RAHMANI (13513035) JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FALKUTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2013/2014 Page 1 | 26

description

makalah

Transcript of Makalah Akhlak Kehidupan Dalam Masyarakat Yang Plural

Page 1: Makalah Akhlak Kehidupan Dalam Masyarakat Yang Plural

MAKALAH

AKHLAK KEHIDUPAN DALAM DALAM MASYARAKAT YANG PLURAL

DISUSUN OLEH:

1. MOCHAMMAD ALIF FATHURAHMAN (13513003)

2. UMMU LATIFAH (13513004)

3. RIFKA AISHA (13513015)

4. SITTI HARIYATI (13513032)

5. MUHAMMAD SIDIQ (13513022)

6. VALDY FERI RAHMANI (13513035)

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

FALKUTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

2013/2014

P a g e 1 | 18

Page 2: Makalah Akhlak Kehidupan Dalam Masyarakat Yang Plural

KATA PENGANTAR

Bismillahhirahmannirrahim,

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas limpahan rahmat-Nya

kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Akhlak Kehidupan dalam Masyarakat

yang Plural” dengan baik.

Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari tidak sedikit hambatan yang kami

hadapi. Akan tetapi, berkat kerjasama kelompok yang baik kami bisa menyelesaikan makalah

ini

Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat, segala yang baik hadirnya makalah ini

adalah dari Allah Swt, sedangkan segala kekurangannya adalah dari kami. Hanya ridha Allah

semata yang kami harapkan. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

Penulis

P a g e 2 | 18

Page 3: Makalah Akhlak Kehidupan Dalam Masyarakat Yang Plural

DAFTAR ISI

Kata pengantar 2

Daftar Isi 3

Bab I : Pendahuluan 4

A. Latar Belakang 4

B. Tujuan 4

Bab II : Pembahasan 6

A. Definisi Pluralisme 5

B. Sebab-Sebab adanya Pluralisme 5

C. Bentuk Pluralisme Budaya dan Agama Islam di Indonesia 10

D. Akhlak Islami dan Pluralitas Agama-Budaya 13

Bab III : Penutup 16

A. Kesimpulan 16

Daftar Pustaka 18

P a g e 3 | 18

Page 4: Makalah Akhlak Kehidupan Dalam Masyarakat Yang Plural

BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Dewasa ini, persoalan pluralisme masih hangat diperbincangkan. Sebenarnya isu

pluralisme telah lama hadir, bahkan bisa dikatakan setua usia manusia dan akan ada selama

kehidupan belum usai, hanya saja terus menerus akan berkembang seiring dengan

kemajuan zaman.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita menjalani kehidupan yang majemuk secara ilmiah

dan wajar apa adanya. Namun seiring dengan kepentingan ideologis, sosial, politik, dll.,

realitas pluralisme berada pada puncak kesadaran dan menjadi pusat perhatian. Berkenaan

dengan munculnya paham pluralisme terutama pluralisme agama beberapa tahun terakhir ini,

maka wacana tentang pluralisme agama menjadi tema penting yang banyak mendapat sorotan

dari sejumlah cendikiawan muslim.  Bahkan memunculkan pro dan kontra dikalangan para

pemikir, cendikiawan dan para tokoh agama.

Menarik, dalam artian memprihatinkan karena persoalan itu terjadi di Indonesia, yang

notabene bukan negara agama, tetapi yang selalu mengatakan religius; bukan pula negara

sekuler, tetapi yang semakin terbuka kepada modernisasi; bukan juga negara yang tidak

menjunjung tinggi demokrasi, tetapi yang berdasarkan pada Pancasila, yang menjunjung

tinggi demokrasi. Negara yang lahir dan terbentuk dari dan oleh masyarakat plural, termasuk

di dalamnya adalah pluralitas agama. Sebuah fakta dalam masyarakat yang tidak dapat

dipisahkan dengan Pluralisme.

Terlebih lagi ketika MUI pada bulan Juli 2005 yang lalu mengharamkan pluralisme

agama, maka persoalan ini telah mencuat ke permukaan dan telah menghiasi halaman-

halaman media masa cetak maupun elektronik. Bila dicermati, maka perbedaan ini

nampaknya berkaitan dengan kesalahpahaman pemaknaan pluralisme agama-budaya,

perbedaan di dalam memahami isyarat-isyarat ayat Al-Qur'an tentang pluralitas maupun

tentang klaim kebenaran dalam suatu agama.

B. TUJUAN

Mengetahui definisi pluralisme agama

Mengetahui pandangan kaum agamawan tentang pluralisme

P a g e 4 | 18

Page 5: Makalah Akhlak Kehidupan Dalam Masyarakat Yang Plural

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Definisi Pluralisme

Secara etimologis, asal kata pluralisme adalah pluralisme (bahasa Inggris) yang

berarti plural (beragam), jamak, atau majemuk. Sedangkan secara terminologis, pluralisme

yaitu suatu pandangan atau paham yang memiliki prinsip bahwa keanekaragaman itu jangan

menghalangi untuk bisa hidup berdampingan secara damai dalam satu masyarakat yang sama.

Berangkat dari definisi pluralisme, maka pluralisme agama adalah “sebuah pandangan

yang mendorong bahwa berbagai macam agama yang ada dalam satu masyarakat harus saling

mendukung untuk bisa hidup secara damai.

Sedangkan dari definisi yang lain, pluralisme agama adalah kondisi hidup bersama

(koeksistensi) antar agama (dalam arti yang luas) yang berbeda-beda dalam satu komunitas

dengan tetap mempertahakan ciri-ciri spesifik atau ajaran masing-masing agama.

B.     Sebab-sebab adanya pluralisme

Pemikiran pluralisme agama muncul pada masa yang disebut

pencerahan (Enlightenment) Eropa, tepatnya pada abad ke-18 Masehi, masa yang sering

disebut sebagai titik permulaan bangkitnya gerakan pemikiran modern. Yaitu masa yang

diwarnai dengan wacana-wacana baru pergolakan pemikiran manusia yang berorientasi pada

superioritas akal (rasionalisme) dan pembebasan akal dari kungkungan-kungkungan agama.

  Sebab-sebab lahirnya teori pluralisme agama banyak dan beragam, sekaligus

kompleks. Alasan keragaman itu adalah kebudayaan-kebudayaan yang berbeda menghasilkan

perbedaan tanggapan yang nyata. Namun secara umum dapat diklasifikasikan dalam dua

faktor utama yaitu faktor internal (ideologis) dan faktor eksternal, yang mana satu faktor

dengan faktor lainnya saling mempengaruhi dan berhubungan erat. Faktor internal

merupakan faktor yang timbul akibat tuntutan akan kebenaran yang mutlak dari agama-

agama itu sendiri, baik dalam masalah aqidah, sejarah maupun dalam masalah keyakinan atau

doktrin “keterpilihan”. Faktor ini sering juga dinamakan dengan faktor ideologis. Adapun

faktor yang timbul dari luar dapat diklasifikasikan ke dalam dua hal, yaitu faktor sosio-

politis, faktor ilmiah dan faktor teknologi.

P a g e 5 | 18

Page 6: Makalah Akhlak Kehidupan Dalam Masyarakat Yang Plural

1. Faktor Ideologis atau Internal

Dalam konteks ideologi ini, umat manusia terbagi menjadi dua bagian, yang pertama

mereka beriman teguh terhadap wahyu langit atau samawi, sedangkan kelompok yang kedua

mereka yang tidak beriman kecuali hanya kepada kemampuan akal saja (rasionalis).

Perbedaan cara pandang dalam beriman dan beragama secara otomatis akan mengantarkan

kepada perbedaan dan pertentangan di setiap masalah dalam menentukan kebenaran yang

mutlak. Sebab, keimanan adalah pokok seluruh permasalahan. Mereka yang beriman kepada

wahyu samawi adalah mereka yang beriman kepada esensi wujud yang gaib, metafisik atau

kekuatan yang paling tinggi di atas segalanya atau kekuatan transendental yang ada di balik

kekuatan alam. Adapun kelompok yang kedua dari manusia adalah mereka yang sama sekali

tidak mengimani itu semua. Kelompok pertama, terjebak dalam perbedaan pendapat yang tak

mungkin dikompromikan sama sekali dalam menetukan siapa/apa esensi Zat yang ghaib itu,

baik dalam aspek bilangan, substansi maupun eksistensinya. Dan akibat perbedaan ini,

mereka berbeda pendapat dalam segala hal yang berhubungan, dekat atau jauh, dengan

akidah dan keyakinan ini. Oleh karenanya, kajian kita dalam hal ini, bisa disederhanakan

dalam suatu permasalahan yaitu faktor teologis.

a. Kontradiksi seputar masalah teologis

Dalam perspektif agama, teologi merupakan unsur yang tidak dapat ditinggalakan,

yang dalam perumpamaannya bisa diibaratkan seperti kepala bagi badan manusia. Tidak ada

agama tanpa teologi. Dalam teologi ketuhanan tak ada satu pun agama yang tidak membawa

keyakinan ini dan mengajak para pengikutnya untuk pertama-tama meyakininya baru

kemudian disusul dengan keyakinan-keyakinan yang lain. Oleh karenanya, dalam konteks ini

akan dibahas secara mendalam masalah-masalah yang sangat relevan dan penting, yaitu

teologi ketuhanan danteologi keterpilihan (the divine chosennes).

b.    Aqidah Ketuhanan

Aqidah ketuhanan dalam wacana pemikiran manusia telah mengundang kontroversi

pemahaman yang sangat beragam dan banyak, sepadan dengan ragam dan jumlah agama

yang ada di dunia. Dalam hal ini, kontroversi tersebut didasarkan pada tiga permasalahan.

Perbedaan mereka dalam memahami Zat yang ghaib atau kekuatan transendental yang

bersifat metafisikal yang sering dikenal denga nama “Tuhan”. Para pengikut theistic religions

P a g e 6 | 18

Page 7: Makalah Akhlak Kehidupan Dalam Masyarakat Yang Plural

mengatakan itulah eksistensi Tuhan, sedangkan pengikut non-theistic religions terbagi

menjadi dua golongan, yang satu mengatakan Tuhan itu murni tidak ada, mereka itu adalah

komunis, ateis dan kebanyakan pengikut aliran-aliran dan ideologi-ideologi modern.

Sementara golongan yang lain tidak mengatakan tuhan itu ada atau tidak, tetapi cukup diam

saja atau berada pada kebimbangan dan keragu-raguan, seperti pengikut-pengikut agama

Budha kelompok Theravada, agnostik dan skeptik. Pada prinsipnya, jika dicermati secara

mendalam kedua komunitas pemeluk yang terakhir ini sesungguhnya tidak mengingkari

tuhan sama sekali, khususnya dalam konteks bahwa esensi Tuhan secara mutlak adalah

sesembahan yang patut untuk disembah. Sejatinya mereka hanya mengingkari secara lahir

saja. Betapa pun adanya, manusia pada hakikatnya tidak mungkin bisa hidup, tanpa

seperangkat aturan dan sistem aqidah keimanan.

c.      Akidah “Keterpilihan”

Keyakinan sebagai bangsa terpilih oleh Tuhan merupakan suatu aqidah yang hampir

didapati dalam semua agama. Pada prinsipnya aqidah ini lebih dikenal di kalangan agama-

agama samawi dibanding agama-agama lain. Dalam agama Yudaisme misalnya, kitab-kitab

sucinya jelas-jelas menjelaskan pemilihan tuhan kepada mereka. Kitab Keluaran (Exodos),

misalnya, menyebutkan: “Dan Musa mendaki gunung itu untuk bertemu dengan Allah,

Tuhan berbicara kepada Musa dari gunung itu dan menyuruh dia mengumumkan kepada

orang Israel, keturunan Yakub,   sekarang kalau kamu taat kepada-Ku dan setia kepada-Ku

sendiri. Seluruh bumi adalah milikku, tetapi kamu akan menjadi milik kesayanganku, khusus

untuk diriku sendiri, dan kamu akan melayani aku sebagai imam-imam.”

Bahkan Al-Qur’an juga telah menguatkan hal ini  dengan firman Allah, “Hai Bani

Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Ku-anugrahkan kepadamu dan Aku telah

melebihkan kamu atas segala umat.”  Disebutkan pula, “dan sesungguhnya telah Kami pilih

mereka dengan pengetahuan (Kami) atas bangsa-bangsa (yang ada pada masa mereka

itu)”.

Sementara itu, berbeda dengan ayat di atas, di dalam Kristen sebetulnya tidak terdapat

teks-teksPerjanjian Baru yang secara kategoris menyatakan “keterpilihan” umat Kristen oleh

tuhan. Akan tetapi sejauh yang menyangkut masalah keyakinan “keterpilihan” ini dalam

kitab-kitab perjanjian baru hanyalah terbatas pada Nabi Isa al-Masih saja, atau tokoh-tokoh

tertentu saja. Oleh karena itu, aqidah “keterpilihan” umat Kristen lebih didasarkan pada

ajaran gereja yang menegaskan bahwa Tuhan telah memilih Isa al-Masih untuk menjadi

P a g e 7 | 18

Page 8: Makalah Akhlak Kehidupan Dalam Masyarakat Yang Plural

tempat inkarnasi,  untuk kemudian disalib sebagai tebusan dosa warisan anak cucu Adam.

Dan pemilihan terhadap Isa al-Masih adalah pemilihan terhadap umatnya.

Sedangkan dalam Islam, keyakinan “keterpilihan” umat Islam oleh Allah ini jelas-jelas di

nash dalam Al-Qur’an, surah Al-Imron: 110,

 “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf

dan mencegah pada yang mungkar, dan beriman kepada Allah.”

Aqidah ini disebut juga disebut juga dalam dalam surah Al-Baqarah, yang artinya :

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan

pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad)

menjadi saksi atas (perbuatan) kamu…”

Dan masih banyak lagi ayat-ayat dan hadits-hadits yang secara eksplisit maupun

implisit menegaskan eksistensi umat Islam sebagai umat yang terpilih. Namun perlu disadari

bahwa keutamaan atau keterpilihan umat Islam tidaklah mutlak tanpa syarat, karena hal itu

akan bertentangan dengan keadilan Tuhan. Akan tetapi terikat dengan apa yang termaktub di

dalam ayat-ayat al-Qur’an, yakni mereka senantiasa tergolong sebagai umat yang terpilih

selama mereka tetap menegakkan prinsip amar ma’ruf nahii munkar, dan tetap beriman

kepada Allah.

2.      Faktor eksternal

Faktor eksternal mempunyai peran yang cukup besar bagi berkembangnya teori pluralisme

agama. Faktor eksternal meliputi faktor sosio-politis dan faktor ilmiah, dan faktor teknologi.

a.      Faktor Sosio-Politis

Diantara faktor yang mendorong munculnya teori pluralisme agama adalah

berkembangnya wacana-wacana sosio-politis, demokrasi, dan nasionalisme yang telah

melahirkan sistem negara-bangsa, dan kemudian mengarah pada apa yang dikenal dengan

“globalisasi”.Proses ini bermula semenjak pemikiran manusia mengenal “liberalisme” yang

menerompetkan irama-irama kebebasan, toleransi, kesamaan dan pluralisme, kemudian

liberalisme menjadi ikon dan simbol setiap pergerakan sosio-politis dalam menentang segala

bentuk kedzaliman, hingga muncul dalam kasus sosial politik suatu istilah yang disebut

“demokrasi”. Begitu juga meski dasar-dasar liberalisme semula tumbuh dan berkembang

P a g e 8 | 18

Page 9: Makalah Akhlak Kehidupan Dalam Masyarakat Yang Plural

sebagai proses sosio-politis dan sekular, tapi kemudian paham ini tidak lagi berbatas pada

masalah-masalah politis belaka. Watak universal dan komprehensif,] yang diklaimnya yang

meliputi HAM,  telah juga menyeretnya untuk mempolitisasi masalah-masalah agama dan

mengintervensinya secara sistematis.

b. Faktor Keilmuan: Gerakan Kajian-Kajian “Ilmiah” Modern terhadap Agama-

Agama                                                                                                                       

Pada hakikatnya, terdapat banyak faktor keilmuan yang berkaitan dengan pembahasan

ini. Namun yang memiliki kaitan langsung dan erat dengan timbulnya teori-teori pluralisme

agama adalah maraknya studi-studi “ilmiah” modern terhadap agama-agama dunia, atau yang

sering dikenal dengan studi Perbandingan Agama. Kajian-kajian ini telah berkembang begitu

pesat dan cepat, baik dalam metodologi maupun materinya, sehingga memungkinkannya

untuk membuat penemuan-penemuan, tesis-tesis, teori-teori, kesimpulan-kesimpulan dan

pengayaan-pengayaan ilmiah yang baru, dan pada gilirannya menjadikannya memiliki bobot

yang sangat diperhitungkan dalam diskursus pemikiran dan akademik modern. Lebih dari itu,

kajian-kajian telah berhasil membekali perpustakaan-perpustakaan dengan banyak literatur

yang berkenaan dengan agama-agama dunia yang sangat bermanfaat bagi kajian-kajian

berikutnya.

c.       Teknologi

Teknologi modern tak hanya merubah wajah kehidupan fisik-material, tapi juga

merubah pola kehidupan manusia, baik secara pribadi maupun sosial. Untuk memenuhi

kebutuhan psikis material dapat diperoleh dengan cara membeli atau mentransfer teknologi.

Namun tak demikian untuk memenuhi kebutuhan mental-spiritual manusia. Transisi dari pola

pikir lama ke pola pikir baru, baik secara fisik-material maupun mental-spiritual tak mudah.

Kasus bekas negara-negara Eropa Timur, Uni Soviet dan Yugoslavia menjelaskan betapa

proses transisi itu tidak mudah. Hukum perubahan tak mengenal apakah suatu bahasa sudah

memasuki era high technology atau belum.

Dalam era globlisasi budaya, agama dapat tekanan berat. Sebab agama punya asumsi

dasar: manusia perlu pegangan hidup tetap (stable, certainty, unfalsifiable)sedang kehidupan

sendiri penuh perubahan (instability, uncurtainty dan falsifible). Dalam keadaan pelik ini,

orang dituntut beradaptasi dengan lingkungan baru secara terus menerus, sementara nilai-

nilai lama yang diidealkan tetap jadi panutan. Era keterbukaan kultural dan kognitif secara

bersama-sama berpengaruh pada perubahan cara seseorang dan kelompok memandang P a g e 9 | 18

Page 10: Makalah Akhlak Kehidupan Dalam Masyarakat Yang Plural

“objek” di luar dirinya. Dalam situasi demikian, peran agama yang konstruktif untuk

membimbing manusia yang terhimpit kedua sisi tuntutan berlawanan itu sangat dinantikan.

C.    Bentuk Pluralisme Budaya dan Agama Islam di Indonesia

Hampir seluruh wilayah di Indonesia, pluralitas masyarakatnya semakin nyata dan

berhimpit erat dengan realitas kehidupan sehari-hari, antara lain dengan kehidupan agama-

agama atau kehidupan beragama dan bermasyarakat. Timbulnya pluralisme, terutama

pluralisme agama Islam di Indonesia, di antaranya disebabkan karena lahirnya organisasi-

organisasi Islam, munculnya paham-paham baru, aliran-aliran baru, ataupun ajaran-ajaran

baru yang masing-masing dari mereka mempunyai latar belakang dan tujuan. Di antara

perkumpulan dan organisasi islam tersebut ialah:

1.      Muhammadiyah

Organisasi ini didirikan di Yogyakarta pada tanggal  8 Dzulhijjah 1330 H oleh Kyai

Haji Ahmad Dahlan. Perkumpulan Muhammadiyah berusaha mengembalikan ajaran Islam

kepada sumber aslinya yaitu Alquran dan Assunah. Itulah sebabnya tujuan perkumpulan ini

adalah untuk meluaskan dan mempertinggi pendidikan agama islam, serta memperteguh

keyakinan tentang agama islam, sehingga terwujudlah masyarakat islam yang sebenar-

benarnya.

2.      Nahdhatul Ulama’ (NU)

Nahdatul Ulama pada waktu berdirinya ditulis dengan ejaan lama “Nahdlatoel

Oelama (NO)” didirikan di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926 M, bertepatan dengan

tanggal 16 Rajab 1444 H oleh kalangan ulama penganut mazhab yang seringkali menyebut

dirinya sebagai golongan Ahlussunnah Waljama’ah yang dipelopori oleh K.H. Hasyim

Asy’ari dan K.H. Abdul Wahab Hasbullah. Berdirinya gerakan NU tersebut adalah sebagai

reaksi terhadap gerakan reformasi dalam kalangan umat Islam Indonesia, dan berusaha

mempertahankan salah satu dari empat mazhab dalam masalah yang berhubungan dengan

fikih, Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i, dan Mazhab Hanbali.

3.      Lembaga Dakwah Aliran Islamiyah Indonesia (LDII)

Faham yang dianut oleh LDII tidak berbeda dengan aliran Islam Jama’ah/Darul

Hadits yang telah dilarang oleh Jaksa Agung Republik Indonesia pada tahun 1971.

Keberadaan LDII mempunyai akar kesejarahan dengan Darul Hadits/Islam Jama’ah.,

P a g e 10 | 18

Page 11: Makalah Akhlak Kehidupan Dalam Masyarakat Yang Plural

kemudian berganti nama dengan Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI) pada tahun 1972

(tanggal 13 Januari 1972).

Kemudian LEMKARI sebagai singkatan Lembaga Karyawan Islam ganti nama dengan

Lembaga Karyawan Dakwah Islam yang disingkat juga LEMKARI (1981).

Karena Islam Jama’ah sudah terlarang di seluruh Indonesia, maka Nur Hasan Ubaidah Lubis

mencari taktik baru, yaitu dengan mendekati Letjen Ali Murtopo (Wakil Kepala Bakin dan

staf Opsus (Operasi Khusus Presiden Suharto)) waktu itu. Sedangkan Ali Murtopo adalah

seorang yang dikenal sangat anti terhadap Islam. Dengan perlindungan Ali Murtopo maka

pada tanggal 1 Januari 1972 M, Islam Jama’ah berganti nama menjadi ‘Lemkari’ (Lembaga

Karyawan Islam atau Lembaga Karyawan Dakwah Islam) dibawah Golkar. Dikarenakan

masih tetap menyimpang dan menyusahkan masyarakat, kemudian pada bulan November

1990 M mereka mengadakan Musyawarah Besar Lemkari di Asrama Haji Pondok Gede

Jakarta, dan berganti nama menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) atas anjuran

Menteri Dalam Negeri, Rudini.

Kota atau daerah asal mula munculnya disebut LDII adalah:

a.       Desa Burengan Banjaran, di tengah-tengah kota Kediri, Jawa Timur.

b.      Desa Gadingmangu, Kec. Perak, Kab. Jombang, Jawa Timur.

c.       Desa Pelem di tengah-tengah kota Kertosono, Kab. Nganjuk, Jawa Timur.

4.      Ahmadiyyah

Jemaat Ahmadiyah adalah suatu gerakan dalam Islam yang didirikan oleh Hazrat Mirza

Ghulam Ahmad pada tahun 1889. Ahmadiyah bukanlah suatu agama. Agamanya adalah

ISLAM. Jemaat Ahmadiyah menjunjung tinggi Kalimah Syahadat "Laa ilaha Illallah,

Muhammadur-rasulullah". Nama Ahmadiyah berasal dari nama sifat

Rasulullah SAW, Ahmad (yang terpuji). Tujuan Jemaat Ahmadiyah adalah Yuhyiddiyna

wayuqiymus-syariah (Menghidupkan kembali agama Islam, dan menegakkan kembali Syariat

Qur'aniah).

P a g e 11 | 18

Page 12: Makalah Akhlak Kehidupan Dalam Masyarakat Yang Plural

Faktor Perbedaan Kebudayaan

Keberagamaan  dalam agama Islam di Indonesia, tidak terlepas dari kebudayaan yang

beranekaragam. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi akan keberagamaan

kebudayaan, hal tersebut dikarenakan oleh:

a.       Faktor Adat Istiadat

Faktor adat istiadat adalah nilai tidak bersifat universal artinya tidak untuk setiap

masyarakat/kelompok menerima nilai tersebut, sehingga nilai antara suatu daerah dengan

daerah lainnya berbeda-beda.

Contoh: adat istiadat masyarakat Sunda dengan mayarakat Jawa Tengah berbeda.

b.      Faktor Agama

Faktor agama adalah faktor yang paling mempengaruhi norma dan nilai, karena di setiap

agama berbeda pantangan dan ibadahnya.

Contoh: dalam Islam alkohol dan daging babi itu haram, sedangkan dalam  agama lain tidak

diharamkan.

c.       Faktor Lingkungan (tempat tinggal)

Faktor lingkungan berperan dalam pembedaan nilai dan norma setiap daerah/tempat masing-

masing.

Contoh: lingkungan di pasar sangat berbeda dengan lingkungan di perumahan, jika di pasar

ada preman yang tetapi di daerah komplek tidak ada preman (yang memegang/menarik

bayaran).

d.      Faktor Kebiasaan

Faktor kebiasaan adalah faktor yang dipengaruhi oleh sering tidaknya orang itu

melaksanakan suatu pekerjaan.

Contoh: orang yang berada di pesantren sudah terbiasa membaca Al-Qur’an, tetapi orang

yang berada di luar, belum tentu terbiasa membaca Al-Qur’an.

P a g e 12 | 18

Page 13: Makalah Akhlak Kehidupan Dalam Masyarakat Yang Plural

e.       Faktor Suku

Suku-suku di Indonesia bermacam-macam ada Sunda, Jawa, Minang, dan lain-lain. Setiap

suku memiliki suatu nilai dan norma yang berbeda-beda contohnya jika di Jawa Barat suatu

pernikahan itu yang melamar laki-laki, tetapi di Sumatera Barat yang melamar itu

perempuan.

D. Akhlak Islami dan Pluralitas Agama-Budaya

Al-Qur'an, mengakui masyarakat terdiri berbagai macam komunitas yang memiliki

orientasi kehidupan sendiri-sendiri. Manusia harus menerima kenyataan keragaman budaya

dan agama serta memberikan toleransi kepada masing-masing komunitas dalam menjalankan

ibadahnya. Oleh karena itu kecurigaan tentang Islam yang anti plural, sangatlah tidak

beralasan dari segi idiologis. Bila setiap muslim memahami secara mendalam etika pluralitas

yang terdapat dalam al-Qur'an, tidak perlu lagi ada ketegangan, permusuhan, dan konflik baik

intern maupun antar agama selama mereka tidak saling memaksakan.

Pada dasarnya setiap manusia mempunyai kebebasan untuk meyakini agama yang

dipilihnya dan beribadat menurut keyakinan tersebut. Dalam Al- Qur'an banyak ayat yang

berbicara tentang penerimaan petunjuk atau agama Allah. Penerimaan terhadap sebuah

keyakinan agama adalah pilihan bebas yang bersifat personal. Barang siapa yang sesat berarti

ia menyesatkan dirinya sendiri (QS. al-Isra’[17]:15). Orang yang mendapat petunjuk yang

benar tidak akan ada yang menyesatkannya (QS. al-Zumar [39]: 37) dan orang yang sesat

dari jalan yang benar tidak akan ada yang dapat menunjukinya selain Allah (Qs. al-Zumar

[39]: 9). Selain prinsip tidak ada paksaan dalam agama (QS al-Baqarah [2]: 256), juga

dikenal prinsif "untuk kalian agama kalian, dan untukku agamaku". (QS al- Kafirun [109]: 6).

Sungguhpun demikian, manusia diminta untuk menegakan agama fithrah (QS al-Rum

[30]:30). 

Fithrah adalah ciptaan dan agama adalah ciptaan Allah. Dua ciptaan dari Maha

Pencipta yang sama, yaitu manusia dan agama, tidak mungkin melahirkan kontradiktif.

Karena itu, opsi yang terbaik adalah memilih agama ciptaan Allah. Intinya sama sepanjang

P a g e 13 | 18

Page 14: Makalah Akhlak Kehidupan Dalam Masyarakat Yang Plural

sejarah, yang dibawa oleh para Nabi/Rasul dan disempurnakan dengan kedatangan

Nabi/Rasul terakhir, Muhammad Saw. Pluralitas adalah merupakan "hukum ilahi dan

"sunnah" ilahiyah yang abadi disemua bidang kehidupan, sehinga pluralitas itu sendiri telah

menjadi karakteristik utama semua makhluk Allah bahkan manusia, macamnya, afialiasinya,

dan tingkat prestasi (performance) dalam melaksanakan kewajibannya Allah berfirman dalam

surat al-Hujurat [47]ayat13:

Artinya: " Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang lakilaki dan

perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling

kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah

orang yang paling bertakwa diantara kamu.

Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal."

Ayat al-Qur'an yang berkenaan dengan fakta diatas secara jelas menerangkan, pluralisme

merupakan realitas yang mewujud dan tidak mungkin dipungkiri. Yaitu suatu hakikat

perbedan dan keragaman yang muncul semata karena memang adanya kekhususan dan

karakterstik yang diciptakan Allah dalam setiap ciptaan-Nya. Dan pluralitas yang

menyangkut agama, yaitu suatu topik yang sedang kita bicarakan, adalah berarti pengakuan

akan eksistensi agama-agama yang berbeda dan beragam dengan seluruh karakteristik dan

kekhususannya, dan menerima ke-"lain"-an yang lain beserta hak untuk berbeda alam

beragama dan berkeyakinan.

Konsep dan pemahaman pluralitas seperti inilah yang di dukung oleh teks wahyu,

akal dan kenyataan. Teks-teks wahyu yang dirujuk seperti dalam surat Huud: [11]: 118-119

dan al-Maaidah [5]: 48, menegaskan bahwa perbedaan dan keragaman bangsa-bangsa, syariat

dan filsafah hidup memang dikehendaki oleh Allah swt. Inilah yang pertama. Kedua, ayat al-

Qur'an yang menggambarkan bahwa Allah Swt mengutus serangkaian nabi dan rasul kepada

manusia sepanjang zaman, dengan membawa akidah Islamiyah yang benar dan agama yang

suci (hanif) antara lain seperti Nabi Nuh a.s (Q.S. Yunus [10 ]: 71), Nabi Ibrahim dan cucu-

cucunya (Q.S. al-Baqarah [2]: 128), Nabi Yusuf (Q.S. Yunus [ 10 ]:101), Nabi Musa (Q.S.

Yunus [10]: 48), Nabi Sulaiman (Q.S. an-Naml [ 27 ]: 44) dan nabi-nabi Bani Israil (Q.S. al-

Mâidah[5]:44),AliImran[3]:52}. 

P a g e 14 | 18

Page 15: Makalah Akhlak Kehidupan Dalam Masyarakat Yang Plural

Jika memang tidak ada perbedaan hakiki antara agama-agama tentu saja pengutusan

ini tidak ada artinya atau sia-sia, dan ini adalah hal yang mustahil bagi Allah. Ketiga, Ayat-

ayat al-Qur'an yang di dalamnya Allah memerintahkan Rasulullah untuk mengajak ahli kitab

(kaum Yahudi dan Nasrani) dan para penyembah berhala semua agar masuk Islam (Q.S. Ali

Imran [3]:20dan64).

Artinya : "Kemudian jika mereka mendebat kamu (tentang kebenaran Islam),maka

katakanlah, :Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan (demikain pula) orang-orang yang

mengikutiku". Dan katakanlah kepada orang-orang yang diberi al-Kitab dan kepada orang-

orang yang ummi, "Apakah kamu (mau) masuk Islam?". Jika mereka masuk Islam,

sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban

kamu hanyalah menyampaikan(ayat-ayat Allah).

P a g e 15 | 18

Page 16: Makalah Akhlak Kehidupan Dalam Masyarakat Yang Plural

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Pluralisme berasal dari dua kata yakni plural dan isme, plural yang berarti beragam,

jamak, atau majemuk. Sedangkan isme yang berarti suatu paham atau pandangan. Jadi

pluralisme agama adalah pandangan atau paham yang memiliki prinsip bahwa

keanekaragaman itu jangan menghalangi untuk bisa hidup berdampingan secara damai dalam

satu masyarakat yang sama.

Munculnya pluralisme agama tersebut dilatarbelakangi oleh beberapa factor, yaitu

faktor  internal dan faktor eksternal. Di  dalam faktor internal tersebut umat manusia terbagi

menjadi umat manusia yang beriman terhadap wahyu langit/ samawi dan umat manusia yang

tidak beriman kecuali pada akal atau rasionalis. Sedangkan di dalam faktor eksternal tersebut

terbagi menjadi faktor  sosio-politis dan faktor keilmuan.

Faktor internal tersebut merupakan faktor yang timbul akibat tuntutan akan kebenaran

yang mutlak dari agama-agama itu sendri, seperti akidah, sejarah, keyakinan. Faktor eksternal

mempunyai peran kunci dalam menciptakan iklim kondusif  dan lahan yang subur bagi

tumbuh berkembangnya teori pluralisme agama.

Di Indonesia, dapat kita simpulkan bahwa agama bersifat plural, secara keseluruhan

yakni terdapat agama Islam,  Kristen, Katolik, Hindhu, Budha. Khusunya di agama Islam itu

juga terdapat keanekaragaman, misalnya NU, Muhammadiyah, Persis, LDII, Ahmadayiyah.

Dengan adanya keberagaman tesebut, tidak menutup kemungkinan untuk hidup secara damai.

B. Saran

P a g e 16 | 18

Page 17: Makalah Akhlak Kehidupan Dalam Masyarakat Yang Plural

Pluralisme agama adalah sebuah konsep yang mempunyai makna yang luas, berkaitan

dengan penerimaan terhadap agama-agama yang berbeda, dan dipergunakan dalam cara yang

berlain pula.

Al-Qur’an dalam memberikan pendidikan kesadaran terhadap pluralisme agama

terhadap umat manusia diantaranya tampak dari sikap-sikapnya sebagai berikut:

1.      Mengakui eksistensi agama lain.

2.      Memberi hak untuk hidup berdampingan saling menghormati pemeluk agama lain.

3.      Menghindari kekerasan dan memelihara tempat-tempat beribadah umat beragama lain.

4.      Tidak memaksakan kehendak kepada penganut agama lain.

5.      Mengakui tentang banyaknya jalan yang dapat ditempuh manusia dan pemerintah

berlomba-lomba dalam kebajikan.

P a g e 17 | 18

Page 18: Makalah Akhlak Kehidupan Dalam Masyarakat Yang Plural

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Amin. 1996. Study Agama Normativ atau Historis?. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Haidar, M. Ali. 1998. Nahdatul Ulama dan Islam di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Hasbullah. 1994. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Banjarmasin: Lembaga-Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan.

H. M. Zainuddin . 2010. Pluralisme Agama Pergaulatan Dialogis Islam-Kristen di Indonesia (Malang: UIN Malang Press).

Khadziq. 2009. Islam Budaya Lokal Memahami Realitas Agama dalam Masyarakat. Yogyakarta: TERAS.

P a g e 18 | 18