Makala h

61
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di berbagai belahan dunia, laporan kasus skabies masih sering ditemukan pada keadaan lingkungan yang padat penduduk, status ekonomi rendah, tingkat pendidikan yang rendah dan kualitas higienis pribadi yang kurang baik atau cenderung jelek. Rasa gatal yang ditimbulkannya terutama waktu malam hari, secara tidak langsung juga ikut mengganggu kelangsungan hidup masyarakat terutama tersitanya waktu untuk istirahat tidur, sehingga kegiatan yang akan dilakukannya disiang hari juga ikut terganggu. Jika hal ini dibiarkan berlangsung lama, maka efisiensi dan efektifitas kerja menjadi menurun yang akhirnya mengakibatkan menurunnya kualitas hidup masyarakat. Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi pada lapisan epidermis superficial terhadap Sarcoptes scabiei var hominis dan produknya. Penyakit kulit yang sangat mudah menular baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung misalnya ibu yang menggendong anaknya yang menderita scabies atau penderita yang bergandengan tangan dengan

description

nnnn

Transcript of Makala h

Page 1: Makala h

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di berbagai belahan dunia, laporan kasus skabies masih sering

ditemukan pada keadaan lingkungan yang padat penduduk, status ekonomi

rendah, tingkat pendidikan yang rendah dan kualitas higienis pribadi yang

kurang baik atau cenderung jelek. Rasa gatal yang ditimbulkannya terutama

waktu malam hari, secara tidak langsung juga ikut mengganggu

kelangsungan hidup masyarakat terutama tersitanya waktu untuk istirahat

tidur, sehingga kegiatan yang akan dilakukannya disiang hari juga ikut

terganggu. Jika hal ini dibiarkan berlangsung lama, maka efisiensi dan

efektifitas kerja menjadi menurun yang akhirnya mengakibatkan

menurunnya kualitas hidup masyarakat.

Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi

dan sensitisasi pada lapisan epidermis superficial terhadap Sarcoptes scabiei

var hominis dan produknya. Penyakit kulit yang sangat mudah menular baik

secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung misalnya ibu yang

menggendong anaknya yang menderita scabies atau penderita yang

bergandengan tangan dengan teman-temannya. Secara tidak langsung

misalnya melalui tempat tidur, handuk, pakaian dan lain-lain. Diagnosis

ditegakkan jika ditemukan 2 dari 4 tanda kardinal yakni :

1. Pruritus nokturna (gatal pada malam hari ) karena akitivitas tungau

lebih tinggi pada malam hari).

2. Ditemukan pada sekelompok manusia, misalnya mengenai seluruh

keluarga, sebagian tetangga yang berdekatan.

3. Ditemukannya kanalikulus pada tempat predileksi yang berwarna

putih atau keabuabuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata –

rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan ditemukan papul dan

vesikel.

4. Menemukan tungau.

Page 2: Makala h

Merupakan hal yang paling diagnostik. Predileksi dari skabies ialah

biasanya pada daerah tubuh yang memiliki lapisan stratum

korneum yang tipis, seperti misalnya: axilla, areola mammae,

sekitar umbilikus, genital, bokong, pergelangan tangan bagian

volair, sela-sela jari tangan, siku flexor, telapak tangan dan telapak

kaki.

Karena sifatnya yang sangat menular, maka skabies ini populer

dikalangan masyarakat padat. Banyak faktor yang menunjang

perkembangan dari penyakit ini, antara lain: sosial ekonomi yang rendah,

higiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas,

kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermografik serta ekologik.1

Penyakit ini juga dapat digolongkan ke dalam penyakit akibat hubungan

seksual (PHS).

2

Page 3: Makala h

BAB II

LAPORAN KASUS

SKABIES dengan INFEKSI SEKUNDER

I. IDENTITAS

A. Identitas Anak

Nama : An. ST

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 9 tahun

Agama : Islam

Alamat : Komplek OPI Blok. A no. 57 Kelurahan

15 Ulu Kecamatan SU I Palembang

Pekerjaan : Pelajar SD

Tanggal Kunjungan : 28 September 2015

B. Identitas Orang Tua

Nama Bapak / Usia : Faisal / 34 tahun

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil

Nama Ibu / Usia : Sartika / 33 tahun

Pekerjaan : Guru TK

Alamat : Komplek OPI Blok. A no. 57 Kelurahan

15 Ulu Kecamatan SU I Palembang

II. ANAMNESIS

A. Keluhan Utama

Bruntus-bruntus kemerahan pada kedua sela-sela jari tangan,

punggung tangan, telapak tangan kedua kaki, perut, dada, punggung

dan kemaluan

Keluhan Tambahan

Gatal

3

Page 4: Makala h

B. Riwayat Perjalanan Penyakit :

Keluhan ini dirasakan sejak 3 minggu yang lalu, awalnya

bruntus kemerahan sebesar ujung jarum pentul dirasakan berawal dari

sela jari tangan kanan kemudian semakin banyak dan meluas ke sela

jari tangan kiri, ke seluruh tangan, ke seluruh kaki, dada, perut dan

punggung hingga kemaluan. Keluhan gatal dirasakan semakin hebat

terutama pada malam hari dan menyebabkan pasien sering terbangun

hampir setiap malam. Rasa gatal yang dirasakan membuat pasien

menggaruk kulit hingga timbul luka akibat garukan dan beberapa luka

bernanah, selain itu juga terdapat bintil lepuh yang berisi nanah pada

kedua telapak kaki pasien. Keluhan demam ada, namun batuk, pilek,

sakit tenggorokan, keringat pada malam hari dan alergi disangkal. Ibu

pasien juga mengatakan pasien tidak digigit serangga saat keluhan.

Ibu Pasien mengaku sudah pernah berobat ke praktek dokter dan

diberikan salep yang ibu pasien lupa namanya, namun keluhan yang

dirasakan tidak hilang malah semakin memberat.

Pasien tinggal bersama orang tua dan kakek neneknya. Ukuran

rumah kecil dengan lingkungan padat penduduk. Riwayat orang sekitar

yang mengalami keluhan yang sama dibenarkan oleh ibu pasien, yakni

ibu dan ayah pasien yang tidur bersama pasien. Pasien biasanya mandi

2 x dalam sehari, mengganti pakaiannya 2 x dalam sehari termasuk

pakaian dalam dan menggunakan handuk sendiri. Ibu pasien mencuci

pakaian sendiri dengan sabun biasa dan disetrika. Kebiasaan mengganti

sprei tidak tentu (kadang-kadang lebih dari 4 minggu).

C. Riwayat Penyakit Dahulu :

- Pasien tidak pernah menderita keluhan seperti ini sebelumnya.

- Riwayat alergi terhadap makanan, obat-obatan, dan debu disangkal

- Riwayat cacar dan campak disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga :

- Ayah dan Ibu pasien mengalami keluhan yang sama

4

Page 5: Makala h

- Kakek pasien juga mengalami keluhan yang sama

E. Riwayat Pemberian Makanan :

- ASI selama 2 tahun tidak disertai minum susu formula

- Diberikan makanan tambahan bibir bayi saat usia 6 bulan

- Nafsu makan anak baik, sehari makan 3 kali

- Makanan yang dikonsumsi sekarang adalah nasi, ikan, ayam, dan

sayur

F. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

- Berat Badan : 30 kg

- Tinggi Badan : 127 cm

- Mulai duduk usia : 6 bulan

- Anak mulai berdisi usia : 11 bulan

- Anak bisa berjalan : 1 tahun

- Saat ini anak berusia 9 tahun dan mengalami perkembangan yang

aktif dengan teman sebayanya.

G. Riwayat Imunisasi

- Imunisasi Lengkap

H. Riwayat Sosial dan Lingkungan

- Pasien tinggal di rumah permanen, lantai tegel, atap seng juga

genteng. Kamar 2 buah, jumlah penghuni 5 orang. 1 kamar mandi, 1

WC. Sumber air dari PAM. Penanganan sampah dengan cara

dibuang di tempat pembuangan sampah.

5

Page 6: Makala h

III. PEMERIKSAAN FISIK

STATUS GENERALIKUS

- Keadaan umum : tampak sakit ringan

- Sensorium : Compos mentis

- Berat Badan : 127 cmn

- Tinggi Badan : 30 kg

- Status Gizi : Normoweight

A. Tanda Vital

- Nadi : 83 x/menit, isi dan tegangan cukup

- Pernafasan : 20 x/menit, regular

- Suhu : 36,8o C

B. Pemeriksaan Fisik Keseluruhan

1. Kepala : Normocephali

Mata : konjungtiva palpebrae superior et inferior

tidak edema, pupil bulat dengan diameter ±

3 mm / 3 mm, reflek cahaya (+/+), mata

cekung (-), sklera ikterik tidak ada, pupil

bulat, isokor,

Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi septum

nasi, sekret tidak ada

Telinga : Meatus akustikus eksternus lapang, sekret

(-), membrane timpani intak, refleks cahaya

(+)

Mulut : Bentuk normal, perioral tidak sianosis, bibir

lembab, lidah tidak kotor, arkus faring

simetris, letak uvula ditengah, faring tidak

hiperemis, tonsil T1-T1, mukosa mulut

tidak ada kelainan.

Pertumbuhan Gigi : Normal, karies

6

Page 7: Makala h

Leher : Trakea letak tengah, pembesaran KGB

tidak ada

2. Thorax

Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, retraksi

(-), ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan

Perkusi : Sonor kiri = kanan, batas jantung dalam

batas normal

Auskultasi : Suara pernapasan bronkovesikuler, Ronkhi

(-/-), Wheezing (-/-), BJ I dan II (+) normal,

gallop (-), murmur (-)

3. Perut

Inspeksi : Datar

Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri

tekan (-)

Perkusi : Tympani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

4. Ekstremitas

Ekstremitas atas : bentuk simetris, akral hangat, edema

tidak ada

Ekstremitas bawah : bentuk simetris, akral hangat, edema

tidak ada.

Kelenjar Getah Bening : tidak diperiksa

5. Status Dermatologis

Distribusi : Regional

Ad Regio : Thorakalis anterior dan posterior, abdomen,

humerus, antebrachii bilateral, olecranon

bilateral , interdigitalis bilateral, palmar dan

dorsum manus bilateral, femur bilateral , genu

7

Page 8: Makala h

bilateral, cruris bilateral, dorsum pedis bilateral,

abdomen dan genitalia.

Lesi : Berupa papula eritematosa, multiple, diskret,

bilateral, batas tegas, bentuk bulat,ukuran miliar

sampai lentikuler diameter 0,3 – 1 cm, menimbul

dari permukaan kulit,kering. Kemudian tampak

bentukan vesikel dan pustul baik yang belum pecah

dan yang sudah pecah berwarnakemerahan, dengan

garis abu-abu di tepinya. Selain itu terlihat macula

dan papuladengan permukaan berwarna abu-abu,

dan bekas garukan yang telah menjadiulkus

dangkal atau ektima yang mengeluarkan nanah.

Efloresensi : Papul eritematosa, pustul, ekskoriasi, krusta.

IV. DIAGNOSIS BANDING

- Skabies dengan infeksi sekunder

- Prurigo hebra

- Pedikulosis korporis

- Dermatitis

8

Page 9: Makala h

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak dilakukan pemeriksaan

VI. DIAGNOSIS KERJA

Skabies dengan infeksi Sekunder

VII. PENATALAKSANAAN

1. Non Farmakologi

a. Menjelaskan kepada orang tua pasien mengenai penyakit dan cara

penularannya

b. Menjelaskan bahwa skabies adalah penyakit menular

c. Menerangkan pentingnya menjaga kebersihan perseorangan dan

lingkungan tempat tinggal

d. Mencuci piring, selimut, handuk, dan pakaian dengan bilasan

terakhir dengan menggunakan air panas

e. Menjemur kasur, bantal, dan guling secara rutin

f. Bila gatal sebaiknya jangan menggaruk terlalu keras karena dapat

menyebabkan luka dan resiko infeksi

g. Menjelaskan pentingnya mengobati anggota keluarga yang

menderita keluhan yang sama .

h. Memberi penjelasan bahwa pengobatan dengan penggunaan krim

yang dioleskan pada seluruh badan tidak boleh terkena air, jika

terkena air harus diulang kembali. Krim dioleskan ke seluruh tubuh

saat malam hari menjelang tidur dan didiamkan selama 8 jam

hingga keesokan harinya. Obat digunakan 1 x seminggu dan dapat

diulang seminggu kemudian.

9

Page 10: Makala h

2. Farmakologis

a. Topikal :

Salep K24 krim dioleskan ke seluruh tubuh pada malam hari

selama 10 jam, satu kali dalam seminggu

b. Sistemik

Anti histamin : Klorfeniramin maleat (CTM) 2 x ½ tablet

Antibiotik : Amoxicillin 3 x 250 mg

Antipiretik : Paracetamol 3 x 500 mg

VIII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : bonam

Quo ad functionam : bonam

Quo ad sanationam : bonam

10

Page 11: Makala h

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Sejarah Kepustakaan tertua mengenai skabies menyatakan bahwa

orang pertama yang menguraikan skabies adalah dokter Aboumezzan

Abdel Malek ben Zohar yang lahir di Spanyol pada tahun 1070 dan wafat di

Maroko pada tahun 1162. Dokter tersebut menulis sesuatu yang disebut

“soab” yang hidup pada kulit dan menimbulkan gatal. Bila kulit digaruk

muncul binatang kecil yang sulit dilihat dengan mata telanjang.2

Pada tahun 1687, Giovan Cosimo Bonomo menulis surat kepada

Fransisco Redi dan menyatakan bahwa seorang wanita miskin dapat

mengeluarkan “little bladder of water” dari lesi skabies anaknya.2 Surat

Bonomo ini kemudian dilupakan orang dan pada tahun 1812 Gales

melaporkan telah menemukan Sarcoptes scabiei dan tungau yang

ditemukannya dilukis oleh Meunir. Sayangnya, penemuan Gales ini

tidak dapat dibuktikan oleh ilmuwan lainnya. Pada tahun 1820 Raspail

menyatakan bahwa tungau yang ditemukan Gales identik dengan tungau

keju sehingga Gales dinyatakan sebagai penipu. Penemuan Gales baru

diakui pada tahun 1839 ketika Renucci seorang mahasiswa dari Corsica

berhasil mendemonstrasikan cara mendapatkan tungau daripenderita skabies

dengan sebuah jarum.2

3.2 Etiologi

Penyebab penyakit skabies sudah dikenal lebih dari 100 tahun yang

lalu sebagai akibat infestasi tungau yang dinamakan Acarus scabiei

dan Sarcoptes scabiei varian hominis. Sarcoptes scabiei termasuk

kedalam filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima,

superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var.

hominis.1 Kutu ini khusus menyerang dan menjalani siklus hidupnya

dalam lapisan tanduk kulit manusia. Selain itu terdapat S. scabiei yang

lain, yakni varian animalis. Sarcoptes scabiei varian animalis

11

Page 12: Makala h

menyerang hewan seperti anjing, kucing, lembu, kelinci, ayam, itik,

kambing, macan, beruang dan monyet. Sarcoptes scabiei varian hewan ini

dapat menyerang manusia yang pekerjaannya berhubungan erat dengan

hewan tersebut diatas, misalnya peternak, gembala, dll. Gejalanya ringan,

sementara, gatal kurang, tidak timbul terowongan-terowongan, tidak ada

infestasi besar dan lama serta biasanya akan sembuh sendiri bila menjauhi

hewan tersebut dan mandi yang bersih.2

Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval,

punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen,

berwarna putih kotor dan tidak bermata. Ukurannya, yang betina berkisar

antara 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih

kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai

4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2

pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada

yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat

berakhir dengan alat perekat yang dapat dilihat pada gambar berikut.1

Gambar 1. Tungau Scabies Betina

Tungau skabies tidak dapat terbang namun dapat berpindah secara

cepat saat kontak kulit dengan penderita. Tungau ini dapat merayap dengan

kecepatan 2,5 cm – 1 inch per menit pada permukaan kulit. Belum ada studi

mengenai waktu kontak minimal untuk dapat terjangkit penyakit skabies

namun dikatakan jika ada riwayat kontak dengan penderita, maka terjadi

12

Page 13: Makala h

peningkatan resiko tertular penyakit skabies.3 Yang menjadi penyebab

utama gejala – gejala pada skabies ini ialah Sarcoptes scabiei betina. Bila

tungau betina telah mengandung (hamil), ia membuat terowongan pada

lapisan tanduk kulit dimana ia meletakkan telurnya.2 Untuk lebih

memahaminya, berikut siklus hidup tungau ini.

Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang

jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam

terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah

dibuahi, menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan

kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4

butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang dibuahi

ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas, biasanya dalam waktu

3-5 hari dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat

tinggal dalam terowongan tetapi dapat juga ke luar. Setelah 2-3 hari larva

akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina dengan 4

pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa

memerlukan waktu antara 8-12 hari tetapi ada juga yang menyebutkan

selama 8-17 hari.1

Studi lain menunjukkan bahwa lamanya siklus hidup dari telur

sampai dewasa untuk tungau jantan biasanya sekitar 10 hari dan untuk

tungau betina bisa sampai 30 hari.4

Gambar 2. Siklus hidup tungau Skabies

Tungau betina ini dapat hidup lebih lama dari tungau jantan yaitu

hingga lebih dari 30 hari.4 Tungau skabies ini umumnya hidup pada suhu

13

Page 14: Makala h

yang lembab dan pada suhu kamar (210C dengan kelembapan relatif 40-80

%) tungau masih dapat hidup di luar tubuh hospes selama 24-36 jam.5

Sarcoptes scabiei varian hominis betina, melakukan seleksi

bagian-bagian tubuh mana yang akan diserang, yaitu bagian-bagian yang

kulitnya tipis dan lembab, seperti di lipatan-lipatan kulit pada orang dewasa,

sekitar payudara, area sekitar pusar dan penis. Pada bayi-bayi karena seluruh

kulitnya tipis, telapak tangan, kaki. Wajah dan kulit kepala juga dapat

diserang.2 Tungau biasanya memakan jaringan dan kelenjar limfe yang

disekresi dibawah kulit. Selama makan, mereka menggali terowongan pada

stratum korneum dengan arah horizontal.4

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan beberapa ahli

memperlihatkan bahwa tungau skabies khususnya yang betina dewasa

secara selektif menarik beberapa lipid yang terdapat pada kulit manusia.

lipid tersebut diantaranya adalah asam lemak jenuh odd-chain-length

(misalnya pentanoic dan auric) dan tak jenuh(misalnya oleic dan linoleic)

serta kolesterol dan tipalmitin. Hal tersebut menunjukkan bahwa beberapa

lipid yang terdapat pada kulit manusia dan beberapa mamalia dapat

mempengaruhi baik insiden infeksi maupun distribusi terowongan tungau di

tubuh. Bila telah terbentuk terowongan maka tungau dapat meletakkan telur

setiap hari. Tungau dewasa meletakkan baik telur maupun kotoran pada

terowongan dan analog dengan tungau debu, tampaknya enzim

pencernaan pada kotoran adalah antigen yang penting untuk menimbulkan

respons imun terhadap tungau skabies.5

3.3 Epidemiologi

Beberapa sumber menuliskan bahwa skabies merupakan penyakit

yang terdapat diseluruh dunia dengan insiden yang berfluktuasi akibat

pengaruh faktor yang belum diketahui sepenuhnya.3

Untuk suatu sebab yang sulit dimengerti, penyakit skabies

ternyata sering menyebabkan epidemi yang diperkirakan setiap 30 tahun

sekali. Sekitar tahun 1940-1970 pernah terjadi pandemi terbesar di seluruh

dunia. Penyakit ini sering terjadi terutama pada daerah beriklim tropis dan

subtropis.5

14

Page 15: Makala h

Di beberapa Negara yang sedang berkembang, prevalensi skabies

sekitar 6-27% dari populasi umum dan cenderung tinggi pada anak usia

sekolah serta remaja. Menurut data Departemen Kesehatan RI prevalensi

skabies di puskesmas di seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,5-

12,9% dan menduduki urutan ke-3 dari 12 penyakit kulit terbanyak. Insiden

penyakit skabies di Negara berkembang memperlihatkan siklus berfluktuasi

yang tidak dapat dijelaskan secara memuaskan, mungkin berhubungan

dengan teori herd immunity. Skabies dapat diderita semua orang tanpa

membedakan usia dan jenis kelamin; akan tetapi lebih sering ditemukan

pada anak-anak usia sekolah dan dewasa muda (remaja). Di beberapa

Negara berkembang, penyakit ini dapat menjadi endemik secara kronis pada

beberapa negara.5

Insidens penyakit skabies ini sangat tinggi terutama pada

lingkungan dengan tingkat kepadatan penghuni yang tinggi dan kebersihan

yang kurang memadai. Pada beberapa penelitian menemukan bahwa di

suatu pesantren yang padat penghuninya, prevalensi skabies

mencapai 78,7% dimana prevalensi yang lebih tinggi terdapat pada

kelompok yang higienenya kurang baik (72,7%) dan pada kelompok yang

higienenya baik prevalensi skabies hanya 3,8% dan 2,2%.3 Dari penelitian

tersebut didapati bahwa penyebab paling sering adalah karenahigiene yang

buruk, sanitasi lingkungan yang kurang baik, serta perilaku para santri yang

tidak menjaga kesehatan.6

3.4 Patogenesis

Sarcoptes scabiei dapat menyebabkan reaksi kulit yang berbentuk

eritem, papul atau vesikel pada kulit dimana mereka berada. Timbulnya

reaksi kulit disertai perasan gatal.2 Masuknya S. scabiei ke dalam epidermis

tidak segera memberikan gejala pruritus. Rasa gatal timbul 1 bulan setelah

infestasi primer serta adanya infestasi kedua sebagai manifestasi respons

imun terhadap tungau maupun sekret yang dihasilkan terowongan di

bawah kulit. Tungau skabies menginduksi antibodi IgE dan menimbulkan

reaksi hipersensitivitas tipe cepat. Lesi-lesi di sekitar terowongan

15

Page 16: Makala h

terinfiltrasi oleh sel-sel radang. Lesi biasanya berupa eksim atau urtika,

dengan pruritus yang intens, dan semua ini terkait dengan hipersensitivitas

tipe cepat. Pada kasus skabies yang lain, lesi dapat berupa urtika,

nodul atau papul, dan ini dapat berhubungan dengan respons imun

kompleks berupa sensitisasi sel mast dengan antibodi IgE dan respons

seluler yang diinduksi oleh pelepasan sitokin dari sel Th2 dan/atau sel mast.5

Di samping lesi yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei secara

langsung, dapat pula terjadi lesi-lesi akibat garukan penderita sendiri.2

Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi

sekunder.1

3.5 Beberapa bentuk Skabies

Terkadang diagnosis skabies sukar ditegakkan karena lesi kulit

bisa bermacam-macam. Selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula

bentuk-bentuk khusus skabies antara lain :

a. Skabies Nodula

Bentuk ini sangat jarang dijumpai dan merupakan suatu bentuk

hipersensitivitas terhadap tungau skabies, dimana pada lesi tidak

ditemukan Sarcoptes scabiei. Lesi berupa nodul yang gatal, merah

cokelat, terdapat biasanya pada genitalis laki-laki, inguinal dan ketiak

yang dapat menetap selama berbulan-bulan. Untuk menyingkirkan

dengan limfoma kulit diperlukan biopsi. Bentuk ini juga terkadang

mirip dengan beberapa dermatitis atopik kronik. Apabila secara

inspeksi, kerokan atau pun biopsi tidak jelas, maka penegakan

diagnosis dapat melalui adanya riwayat kontak dengan

penderita skabies atau lesi membaik denngan pengobatan khusus

untuk skabies.5

b. Skabies Incognito

Seperti semua bentuk dermatitis yang meradang, skabies juga

memberi respons terhadap pengobatan steroid baik topikal

maupun sistemik. Pada kebanyakan kasus, skabies menjadi

lebih parah dan diagnosis menjadi lebih mudah ditegakkan.

Tetapi pada beberapa kasus, pengobatan steroid membuat diagnosis

16

Page 17: Makala h

menjadi kabur, dan perjalanan penyakit menjadi kronis dan

meluas yang sulit dibedakan dengan bentuk ekzema

generalisata. Penderita ini tetap infeksius, sehingga diagnosis dapat

ditegakkan dengan adanya anggota keluarga lainnya.2,5

c. Skabies Pada Bayi

Skabies pada bayi dapat menyebabkan gagal tumbuh atau menjadi

ekzema generalisata. Lesi dapat mengenai seluruh tubuh termasuk

kepala, leher, telapak tangan dan kaki. Pada anak-anak seringkali

timbul vesikel yang menyebar dengan gambaran suatu impetigo atau

infeksi sekunder oleh Staphylococcus aureus yang menyulitkan

penemuan terowongan.2,5,8

Gambar 3. Skabies pada anak

d. Skabies Norwegia

Skabies jenis ini sering disebut juga skabies berkrusta (crusted

scabies) yang memiliki karakteristik lesi berskuama tebal yang penuh

dengan infestasi tungau. Istilah skabies Norwegia merujuk pada

Negara yang pertama mendeskripsikan kelainan ini yang kemudian

diganti dengan istilah skabies berkrusta. Bentuk lesi jenis skabies ini

ditandai dengan dermatosis berkrusta pada tangan dan kaki, pada kuku

dan kepala.

17

Page 18: Makala h

Gambar 4. Skabies Norwegia

e. Skabies Pada Penderita HIV/AIDS

Gejala skabies pada umumnya tergantung pada

respons imun, karena itu tidak mengherankan bahwa spektrum

klinis skabies penderita HIV berbeda dengan penderita yang

memiliki status imun yang normal. Meskipun data yang ada

masih sedikit, tampaknya ada kecenderungan bahwa penderita

dengan AIDS biasanya menderita bentuk skabies berkrusta (crusted

scabies). Selain itu, skabies pada penderita AIDS biasanya juga

menyerang wajah, kulit, dan kuku dimana hal ini jarang didapatkan

pada penderita status imunologi yang normal.5

Seperti pada penderita umumnya, lesi skabies berkrusta pada

penderita AIDS mengandung tungau dalam jumlah besar dan sangat

menular. Beberapa kasus penularan nosokomial kepada penderita

lain dan juga petugas kesehatan pernah dilaporkan. Pada

penderita AIDS, skabies berkrusta juga berhubungan dengan

bakteremia, yang biasanya disebabkan oleh S. aureus, dan

Streptococcus grup A, Streptococcus grup lain bakteri gram

negatif seperti Enterobacter cloacae dan Pseudomonas aeroginosa.

Sebagian ahli menyarankan pemberian antibiotika profilaksis pada

penderita AIDS dengan skabies untuk mencegah sepsis sedangkan

sebagian lain menganjurkan tindakan yang tepat ada dengan

pengawasan ketat.5

Pengobatan skabies berkrusta pada penderita AIDS

memerlukan waktu yang lebih lama. Pada beberapa aplikasi lindane

selama 6 minggu dengan dosis seminggu sekali berhasil dengan baik,

seperti halnya aplikasi 2 atau 3 kali dengan interval 48 atau 72 jam.

Permetrin juga pernah dipakai pada beberapa kasus. Selain

itu, secara bersamaan dianjurkan penggunaaan keratolitik seperti

asam salisilat 6%. Akibat tebalnya krusta, penetrasi topikal skabisid

pada penderita AIDS terkadang tidak begitu baik. Selain itu, jumlah

18

Page 19: Makala h

tungau yang banyak juga membuat obat topikal kurang

efektif. Sehingga dianjurkan untuk penggunaan terapi skabisid orang

yaitu ivermektin.5

3.6 Gejala Klinis

Ada 4 tanda kardinal :

1. Pruritus nokturnal, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan

karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab

dan panas.1 Pada awalnya gatal terbatas hanya pada lesi tetapi

seringkali menjadi menyeluruh. Pada infeksi inisial, gatal timbul

setelah 3 sampai 4 minggu, tetapi paparan ulang menimbulkan rasa

gatal hanya dalam waktu beberapa jam.5 Namun studi lain

menunjukkan pada infestasi rekuren, gejala dapat timbul dalam 4-6

hari karena telah ada reaksi sensitisasi sebelumnya.9

2. Penyakit ini menyerang secara kelompok, misalnya dalam sebuah

keluarga biasanya seluruh angota keluarga terkena infeksi. Begitu pula

dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar

tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut.1

Penularan skabies terutama melalui kontak langsung seperti berjabat

tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Penularan melalui kontak

tidak langsung, misalnya melalui perlengkapan tidur, pakaian atau

handuk.3

3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang

berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok,

rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul

atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnyamenjadi

polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).1 Berikut dipaparkan

gambaran kelainan kulit pada skabies.

Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum

korneum yang tipis, yaitu : sela-sela jari tangan, pergelangan tangan

bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola

mamae (wanita), umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria), dan

19

Page 20: Makala h

perut bagian bawah. Skabies jarang ditemukan di telapak tangan,

telapak kaki, dibawah kepala dan leher namun pada bayi dapat

menyerang telapak tangan dan telapak kaki.1 Berikut dipaparkan

gambaran tempat predileksi skabies.

Gambar 5. Tempat Predileksi Skabies

4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat

ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Berikut

merupakan gambaran mikroskopik tungau skabies.1

Gambar 6. Tungau Skabies pada Stratum Korneum

Terdapat berbagai variasi dalam gambaran klinis, mulai dari

bentuk-bentuk yang tidak khas pada orang-orang yang tingkat

kebersihannya tinggi, berupa papul-papul saja pada tempat predileksi.

Tidak jarang terjadi infeksi sekunder akibat garukan dengan kebersihan

kuku yang kurang baik. Pada kasus-kasus yang kebersihannya kurang baik

dapat terlihat ektima, impetigo, selulitis, folikulitis, dan furunkulosis.2

3.7 Penegakan Diagnosis

20

Page 21: Makala h

Diagnosis klinis ditetapkan berdasarkan anamnesis yaitu adanya

pruritus nokturna dan erupsi kulit berupa papul, vesikel, dan pustule di

tempat predileksi, distribusi lesi yang khas, terowongan-terowongan pada

predileksi, adanya penyakit yang sama pada orang-orang sekitar.3

Terowongan terkadang sulit ditemukan, dan petunjuk yang lazim

adalah penyebaran yang khas. Diagnosis definitif bergantung pada

identifikasi mikroskopis adanya tungau, telur atau fecal pellet.5 Seringkali

tungau tidak dapat dapat ditemukan ditemukan walau terdapat lesi skabies

nodula yang klasik di genitalia, atau ruam yang khas dengan riwayat gatal-

gatal pada anggota keluarga yang lain. Dari beberapa penelitian yang

telah lama dilakukan beberapa ahli menemukan bahwa dari sebagian

besar penderita skabies hanya dapat ditemukan sedikit tungau dari setiap

penderita.5

Hal ini yang terkadang menimbulkan kesalahan diagnosis. Selain

itu, kesalahan diagnosis juga disebabkan oleh pemeriksaan yang tidak

adekuat.3 Infestasi skabies sering disertai infeksi sekunder sehingga

erupsi kulit tidak khas lagi dan menyulitkan pemeriksaan. Karena

sulitnya menemukan tungau, maka Lyell menyatakan diagnosis skabies

harus dipertimbangkan pada setiap penderita dengan keluhan gatal yang

menetap walalupun dengan cara ini dikatakan perevalensi skabies menjadi

lebih tinggi dari yang sebenarnya.

Diagnosis pasti skabies ditegakkan dengan ditemukannya tungau

melalui pemeriksaan mikroskop, yang dapa dilakukan dengan beberapa cara

antara lain:5

1. Kerokan kulit

Kerokan kulit dilakukan dengan mengangkat atap terowongan atau

papula menggunakan scalpel nomor 15. Kerokan diletakkan pada kaca

objek, diberi minyak mineral atau minyak imersi, diberi kaca penutup

dan dengan pembesaran 20X atau 100X dapat dilihat tungau, telur

atau fecal pellet.3,5

2. Mengambil tungau dengan jarum

21

Page 22: Makala h

Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap

(kecuali pada orang kulit hitam pada titik yang putih) dan digerakkan

tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat

keluar.3,5

3. Epidermal shave biopsy

Menemukan terowongan atau papul yang dicurigai antara ibu jari dan

jari telunjuk, dengan hati-hati diiris puncak lesi dengan scalpel nomor

yang 15 dilakukan sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi

dilakukan sangat superfisial sehingga tidak terjadi perdarahan

dan tidak perlu anestesi. Spesimen diletakkan pada gelas objek lalu

ditetesi minyak mineral dan diperiksa dengan mikroskop.5

4. Kuretase terowongan

Kuretase superfisial mengikuti sumbu panjang terowongan atau

puncak papula kemudian kerokan diperiksa dengan mikroskop,

setelah diletakkan di gelas objek dan ditetesiminyak mineral.3,5

5. Tes tinta Burowi

Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudian segera dihapus

dengan alkohol, maka jejak terowongan akan terlihat sebagai garis

yang karakteristik, berbelok-belok, karena ada tinta yang masuk. Tes

ini tidak sakit dan dapat dikerjakan pada anak dan pada penderita yang

non-kooperatif.

6. Tetrasiklin topikal

Larutan tetrasiklin dioleskan pada terowongan yang dicurigai.

Setelah dikeringkan selama 5 menit kemudian hapus larutan tersebut

dengan isopropilalkohol. Tetrasiklin akan berpenetrasi ke dalam

melalui stratum korneum dan terowongan akan tampak dengan

penyinaran lampu wood, sebagai garis linier berwarna kuning

kehijauan sehingga tungau dapat ditemukan.3,5

7. Apusan kulit

Kulit dibersihkan dengan eter, kemudian diletakkan selotip pada lesi

dan diangkat dengan gerakan cepat. Selotip kemudian diletakkan di

22

Page 23: Makala h

atas gelas objek (enam buah dari lesi yang sama pada satu gelas objek)

dan diperiksa dengan mikroskop.5

8. Biopsi plong (punch biopsy)

Biopsy berguna pada lesi yang atipik, untuk melihat adanya tungau

atau telur. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa jumlah tungau hidup

pada penderita dewasa hanya sekitar 12, sehingga biopsi berguna bila

diambil dari lesi yang meradang. Secara umum digunakan punch

biopsy, tetapi biopsy mencukur epidermis adalah lebih sederhana dan

biasanya dilakukan tanpa anestetik local pada penderita yang tidak

kooperatif. 5 Dari berbagai cara pemeriksaan diatas, kerokan kulit

merupakan cara yang paling mudah dilakukan dan memberikan hasil

yang paling memuaskan. Mengambil tungau dengan jarum

memerlukan keterampilan khusus dan jarang berhasil karena

biasanya terowongan sulit diidentifikasi dan letak tungau sulit

diketahui. Swab kulit mudah dilakukan tetapi memerlukan waktu lama

karena dari 1 lesi harus dilakukan 6 kali pemeriksaan sedangkan

pemeriksaandilakukan pada hampir seluruh lesi. Tes tinta Burowi dan

uji tetrasiklin jarang memberikan hasil positif karena biasanya

penderita datang pada keadaan lanjut dan sudah terjadi infeksi

sekunder sehingga terowongan tertutup oleh krusta dan tidak dapat

dimasuki tinta atau salep.3

3.8 Diagnosis Banding

Skabies dapat mirip berbagai macam penyakit sehingga

disebut juga “The greatimitator”.1,3 Diagnosis banding skabies

meliputi hampir semua dermatosis dengan keluhan pruritus, yaitu

dermatitis atopik, dermatitis kontak, prurigo, urtikaria popular,

pioderma,pedikulosis, dermatitis herpetiformis, ekskoriasi-neurotik, liken

planus, penyakit Darier, gigitan serangga, mastositosis, urtikaria,

dermatitis eksematoid infeksiosa, pruritis karena penyakit sistemik,

dermatosis pruritik pada kehamilan, sifilis dan vaskulitis.3

23

Page 24: Makala h

3.9 Terapi

Terapi skabies harus segera dilakukan setelah penegakan diagnosis.

Penundaan terapi dapat menyebabkan infestasi tungau yang semakin

banyak dan kemungkinan peningkatan keparahan gejala.9 Terapi skabies

ini juga harus tuntas bagi penderita dan juga dilakukan bagi keluarga

penderita yang memiliki gejala yang sama karena skabies yang tidak

terobati biasanya memiliki hubungan dengan peningkatan kejadian

pyoderma oleh Streptococcus pyogenes.10

Terdapat sejumlah terapi skabies yang efektif dan pemilihannya

tergantung pada biaya dan potensi toksiknya. Terkadang penderita

menggunakan obat lebih lama dari waktu yang dianjurkan,

sehingga mengetahui kuantitas obat yang tepat untuk diresepkan

akan dapat mencegah timbulnya iritasi akibat pemakaian obat yang

berlebihan, yang pada akhirnya disalahartikan sebagai kegagalan terapi.

Skabisid topikal sebaiknya dipakai di seluruh tubuh kecuali wajah. Obat

harus segera dibersihkan secara menyeluruh setelah periode waktu yang

dianjurkan. Pagi hari setelah terapi, pakaian, sprei, dan handuk dicuci

menggunakan air panas. Tungau akan mati pada suhu 130o C. Pasien

dapat diberikan edukasi untuk meningkatkan kebersihan lingkungan

dan perorangan.5

Penderita hendaknya diberikan pengertian bahwa meskipun

penyakit telah diobati secara adekuat, rasa gatal akan tetap ada sampai

beberapa bulan. Seluruh anggota keluarga yang memiliki gejala harus

diterapi, termasuk pasangan seksual. Para ahli merekomendasikan terapi

untuk anggota keluarga bersifat simultan, karena angka kesembuhan setelah

10 minggu lebih tinggi. 5

Terapi topikal untuk skabies yang sering digunakan adalah sebagai

berikut :

1. Krim Permetrin (Elimite, Acticin),

yaitu suatu skabisid berupa piretroid sintesis yang efektif pada

manusia dengan toksisitas rendah, bahkan dengan pemakaian yang

berlebihan sekalipun dan obat ini telah dipergunakan lebih dari 20

24

Page 25: Makala h

tahun.5,11 Krim permetrin ditoleransi dengan baik, diserap minimal dan

tidak diabsorbsi sistemik, serta dimetabolisasi dengan cepat.5,10 Obat

ini merupakan terapi pilihan lini pertama rekomendasi dari CDC

untuk terapi tungau tubuh. 12 Penggunaan obat ini biasanya pada

sediaan krim dengan kadar 1% untuk terapi tungau pada kepala dan

kadar 5% untuk terapi tungau tubuh. Studi menunjukkan

Penggunaan permethrin 1% untuk tungau daerah kepala lebih baik

dari lindane karena aman dan tidak diabsorbsi secara sistemik.11 Cara

pemakaiannya dengan dioleskan pada seluruh area tubuh dari leher ke

bawah dan dibilas setelah 8-14 jam.12 Bila diperlukan, pengobatan

dapat diulang setelah 5-7 hari kemudian. Belum ada laporan terjadinya

resistensi yang signifikan tetapi beberapa studi menunjukkan adanya

resistensi permethrin 1% pada tungau kepala namun dapat

ditangani dengan pemberian permethrin 5%. 5,11 Permetrin sebaiknnya

tidak digunakan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan atau pada

wanita hamil dan menyusui namun studi lain mengatakan bahwa obat

ini merupakan drug of choice untuk wanita hamil.5,13 Dikatakan bahwa

permethrin memiliki angka kesembuhan hingga 97,8% jika

dibandingkan dengan penggunaan ivermectin yang memiliki

angka kesembuhan 70%. Tetapi penggunaan 2 dosis ivermectin

selama 2 minggu memiliki keefektifan sama dengan permethrin. Efek

samping yang sering timbul adalah rasa terbakar dan yang jarang

adalah dermatitis kontak dengan derajat ringan sampai sedang.14

2. Lindane 1% (gamma-benzen heksaklorida),

merupakan pilihan terapi lini kedua rekomendasi CDC.12 Dalam

beberapa studi memperlihatkan keefektifan yang sama dengan

permetrin. Studi lain menunjukkan lindane kurang unggul

dibanding permetrin.5 Lindane memiliki angka penyembuhan

hingga 98% dan diabsorbsi secara sistemik pada penggunaan topikal

terutama pada kulit yang rusak.10 Sediaan obat ini biasanya sebanyak

60 mg.14 Cara pemakaiannya adalah dengan dioleskan dan

dibiarkan selama 8 jam. Sama seperti pada permetrin, kadang

25

Page 26: Makala h

diperlukan pengolesan ulang 1 minggu setelah terapi pertama. Salah

satu kekurangan obat ini adalah absorbsi secara sistemik terutama

pada bayi, anak dan orang dewasa engan kerusakan kulit yang luas.

Lindane memiliki efek samping yaitu toksik pada sistem saraf pusat

dengan keluhan utama kejang. 10 Lindane sebaiknya tidak digunakan

untuk bayi, anak dibawah 2 tahun, dermatitis yang meluas, wanita

hamil atau menyusui, penderita yang pernah mengalami kejang atau

penyakit neurologi lainnya. Sejak 1 januari 2002, Negara

bagian California telah meninggalkan pemakaian lindane. Belum ada

laporan mengenai toleransi yang signifikan terhadap pemakaian

lindane. 5,10

3. Sulfur,

biasanya diresepkan sebagai sulfur presipitat (6%) dalam petrolatum.

Sulfur dipakai saat malam hari selama 3 malam dan dibersihkan

secara menyeluruh 24 jam terakhir. Kekurangannya adalah sulfur

berbau, meninggalkan noda dan berminyak, mengiritasi,

membutuhkan pemakaian berulang, namun relatif aman, efektif dan

tepat untuk bayi berumur kurang dari 2 bulan dan selama kehamilan

atau menyusui.5,10

4. Benzil benzoat 25%,

merupakan produk alamiah, disebut juga balsam Peru dan telah

dipergunakan lebih dari 60 tahun. Obat ini merupakan skabisid kerja

cepat yang efektif terhadap semua stadium namun tidak dijual bebas

di Amerika Serikat. Penggunaannya diberikan setiap malam selama 3

kali. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi dan kadang-

kadang makin gatal setelah dipakai. Benzyl benzoate memiliki

keefektifan yang sama dengan lindane. 1,5,10

5. Krim Krotamiton (Eurax)

dianggap tidak cukup efektif untuk mengobati skabies. Kualitas

krim ini dibawah permetrin dan efektivitasnya setara dengan benzyl

benzoat atau sulfur.5 Selain itu juga terdapat terapi sistemik,

khususnya untuk penderita AIDS. Ivermektin adalah suatu antiparasit

26

Page 27: Makala h

yang disahkan oleh FDA untuk onchocerciasis dan

strongilodiasis pada manusia.5 Ivermectin dikatakan merupakan

pilihan terapi lini ketiga rekomendasi dari CDC.12 Ivermectin

memiliki aktivitas spectrum luas pada nematoda dan

arthropoda yang dapat digunakan pada hewan dan manusia serta

obat ini dapat digunakan pada terapi filariasis.10 Jika dibandingkan

dengan permethrin, angka kesembuhan dengan penggunaan

ivermectin masih lebih rendah dibandingkan permethrin tetapi jika

dibandingkan dengan lindane, pada penelitian yang telah dilakukan

menunjukkan bahwa 80% pasien mengalami perbaikan gejala klinis

lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan lindane yang

hanya 44%.14 Sejak tahun 1993 dilaporkan bahwa ivermektin

yang diberikan 1 atau 2 dosis oral 200 mg/kgBB menjadi terapi

skabies yang efektif pada penderita AIDS. Diperlukan studi

control lebih lanjut dengan menentukan dosis dan cara pemberian

obat yang paling efektif, baik bagi penderita dengan status imun

normal ataupun pada penderita yang mengalami imunosupresi, serta

keefektifan kombinasi terapi oral dan topikal ivermektin.5,12

Penggunaan Ivermectin ini tidak boleh pada wanita hamil dan

menyusui.12 Sediaan ivermektin topikal, yaitu larutan ivermektin 1%

dalam propilen-glikol juga sedang diteliti penggunaannya sebagai

terapi alternatif. 5 Walaupun demikian, ivermectin topikal dilarang

penggunaannya di UK. 11 Pada beberapa sumber dikatakan

bahwa sediaan crotamiton, benzyl benzoate, malathion, sulfur,

dan ivermectin masih belum disetujui penggunaannya oleh FDA

untuk indikasi terapi skabies namun sumber lainnya mengatakan

penggunaan telah dapat ditolerir dan mulai banyak beredar

namun di Negara tertentu penggunaan dibatasi bahkan dilarang. 14

Penyakit yang serius akibat skabies jarang didapatkan, kecuali pada

bayi dan penderita skabies berkrusta. Tetapi pruritus dan infeksi yang

ditimbulkan dapat menjadi masalah dan memerlukan terapi khusus. Lesi

27

Page 28: Makala h

dengan fecal pellet terkadang memberi rasa gatal untuk beberapa

saat setelah tungau mati. Hal ini memerlukan pemberian antihistamin dan

bila gatal tetap mengganggu dapat diberikan steroid oral dalam waktu yang

singkat. Bila didapatkan superinfeksi oleh bakteri, antibiotic harus

diberikan. Terdapat istilah acarofobia yaitu penderita dengan delusi.

Penderita mulai merasa bahwa pada kulit mereka masih terdapat tungau

meskipun telah diobati. Bila gangguan ini berkelanjutan maka diperlukan

pertolongan psikiater.5

3.10 Prognosis

Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat,

serta syarat pengobatan dan menghilangkan faktor prediposisi (antara

lain higiene), maka penyakit ini dapat diberantas dan memberikan prognosis

yang baik. Oleh karena manusia merupakan penjamu (hospes) definitif,

maka apabila tidak diobati dengan sempurna, Sarcoptes scabiei akan tetap

hidup tumbuh pada manusia.1,2

BAB IV

KESIMPULAN

Seorang anak laki – laki, berusia 9 tahun pelajar SD, beragama Islam

datang ke Puskesmas tangga 28 September 2015 dengan keluhan bruntus bruntus

yang terasa gatal pada sela jari kedua tangan, telapak tangan, punggung tangan,

perut, dada, punggung dan kemaluan. Keluhan ini dirasakan sejak 3 minggu yang

lalu sebelum pasien berobat ke puskesmas, awalnya bruntus kemerahan sebesar

28

Page 29: Makala h

ujung jarum pentul dirasakan berawal dari sela jari tangan kanan kemudian

semakin banyak dan meluas ke sela jari tangan kiri, telapak tangan, punggung

tangan, dada, punggung, dan kemaluan. Keluhan gatal dirasakan semakin hebat

terutama pada malam hari dan menyebabkan pasien sering terbangun hampir

setiap malam. Rasa gatal yang dirasakan membuat pasien menggaruk kulit hingga

timbul luka akibat garukan dan beberapa luka bernanah. Pasien juga dikeluhkan

mengalami demam. Selain bruntus – bruntus yang timbul tersebut pada kedua

telapak kaki pasien terdapat lepuh yang berisi nanah.

Kakek dan kedua orang tua pasien juga mengalami hal yang sama. Tidak

ada riwayat digigit serangga sebelumnya. Tidak ada riwayat alergi. Pada

pemeriksaan fisik, status generalis didapatkan dalam batas normal. Pada

pemeriksaan dermatologis didapatkan lesi regional Thorakalis anterior dan

posterior, abdomen, humerus, antebrachii bilateral, olecranon bilateral,

interdigitalis bilateral, palmar dan dorsum manus bilateral, femur bilateral ,

genu bilateral, cruris bilateral, dorsum pedis bilateral, abdomen dan genitalia. Lesi

multiple, diskret, bilateral, batas tegas, bentuk bulat, ukuran miliar sampai

lentikuler diameter 0,3 – 1 cm, menimbul dari permukaan kulit, kering.

Efloresensi papul eritematosa, pustul, ekskoriasi, krusta.

Kecurigaan bahwa An. ST menderita skabies berawal dari keluhan yang

di alami oleh An. ST relevan dengan gejala-gejala skabies, yakni berupa Pruritus

Nokturnal atau gatal pada malam hari. Selain itu juga dari anamnesis didapatkan

keluhan yang sama juga didapatkan pada semua anggota keluarga seperti kakek

dan orang tua anak, hal ini relevan dengan gejala skabies yang biasanya muncul

secara berkelompok.

Skabies adalah salah satu jenis penyakit kulit yang disebabkan oleh

tungau yang dinamakan Sarcoptes scabiei. Sarcoptes scabiei ini dapat

menyerang manusia yang pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut,

misalnya peternak, gembala. Diagnosis klinis ditetapkan berdasarkan anamnesis

yaitu adanya pruritus nokturna dan erupsi kulit berupa papul, vesikel, dan pustule

di tempat predileksi, distribusi lesi yang khas, terowongan-terowongan pada

predileksi, adanya penyakit yang sama pada orang-orang sekitar. Terowongan

terkadang sulit ditemukan, dan petunjuk yang lazim adalah penyebaran yang khas.

29

Page 30: Makala h

KamarTidur

Ruang Keluarga

Kamar Mandi

Kamar Tidur Dapur

WC

Ruang Tamu

Infestasi skabies sering disertai infeksi sekunder sehingga erupsi kulit

tidak khas lagi dan menyulitkan pemeriksaan, karena sulitnya mengetahui

lebih jelas skabies dengan infeksi sekunder ini maka diperlukan pemeriksaan

mikroskopis.

Obat yang diberikan kepada Andi dan keluarganya adalah Salep K24,

Klorfeniramin maleat (CTM) 2 x ½ tablet, Amoxicillin 3 x 250 mg, dan

Paracetamol 3 x 500 mg tablet. An. ST seharusnya diberikan obat topikal salep

Permetrin, karena Krim Permetrin (Elimite, Acticin), merupakan suatu skabisid

berupa piretroid sintesis yang efektif pada manusia dengan toksisitas rendah,

bahkan dengan pemakaian yang berlebihan sekalipun. Selain itu juga permetrin

ditoleransi dengan baik, diserap minimal dan tidak diabsorbsi sistemik, serta

dimetabolisasi dengan cepat. Obat ini merupakan terapi pilihan lini pertama

rekomendasi dari CDC untuk terapi tungau tubuh, akan tetapi karena ketidak

tersediaan obat di Puskesmas An. ST diberikan salep K24 yang memiliki

kandungan sulfur yang juga dapat mengobati tungau skabei. Pemberian antibiotik

amoxicilin pada An. ST wajib diberikan karena kecurigaan akan adanya infeksi

sekunder selain skabies.

Selain terapi farmakologis, terapi yang paling penting pada pasien-pasien

yang mengalami skabies adalah terapi non farmakologis atau edukasi. Kita harus

menjelaskan bahwa skabies adalah penyakit menular kepada orang tua pasien dan

cara penularannya, menerangkan pentingnya menjaga kebersihan perseorangan

dan lingkungan tempat tinggal, menyarankan untuk mencuci piring, selimut,

handuk, dan pakaian dengan bilasan terakhir dengan menggunakan air panas,

menjemur kasur, bantal, dan guling secara rutin , bila gatal sebaiknya jangan

menggaruk terlalu keras karena dapat menyebabkan luka dan resiko infeksi

sekunder, dan anjurkan agar seluruh keluarga penghuni rumah yang sama dengan

An. ST juga ikut untuk menjalani pengobatan

Kondisi Rumah An. ST

30

Page 31: Makala h

BAB V

PENCEGAHAN DAN PEMBINAAN

5.1 Genogram Keluarga An. ST

31

Faisal / 34 th

Sartika / 33 th

Page 32: Makala h

An. ST / 9 th

5.2 Analisis hasil home visit (9 Fungsi Keluarga)

1. Fungsi holistik

Fungsi holistik merupakan fungsi keluarga yang meliputi fungsi

biologis, fungsi psikologis, dan fungsi sosial ekonomis.

a. Fungsi Biologis

Keluarga An. ST mengatakan bahwa keluhan dirasakan sejak

3 minggu yang lalu pada An. ST dan keluhan yang sama juga di

rasakan oleh kedua orang tua dan kakek yang tinggal serumah

dengan An. ST. Keluarga An. ST menyangkal adanya riwayat

alergi di keluarga mereka. Berdasarkan hasil pemeriksaan, seluruh

anggota keluarga An. ST memiliki gejala skabies yang spesifik,

sehingga dengan demikian, dapat dikatakan bahwa fungsi biologis

keluarga Ny. E kurang baik.

b. Fungsi Psikologis

Berdasarkan hasil wawancara, keluarga ini menyangkal

adanya kerenggangan hubungan antar anggota keluarga. Keluarga

An. ST menyatakan bahwa terdapat kerjasama yang baik di dalam

anggota keluarga, baik dalam mencari penghasilan maupun dalam

mengurus rumah tangga. Apabila terdapat masalah, maka akan

diselesaikan dengan cara musyawarah. Berdasarkan uraian tersebut,

32

Page 33: Makala h

maka dapat dikatakan bahwa fungsi psikologis keluarga ini berjalan

dengan baik.

c. Fungsi Sosial-Ekonomi

Tn. Faisal bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di suatu

lembaga pemerintahan dan Ny. Sartika adalah seorang guru TK. An.

ST adalah anak satu-satunya dan berumur 9 tahun. Dari sudut pandang

ekonomi, ekonomi keluarga Ny. E tergolong sederhana.

Keluarga An. ST mengaku tidak pernah mengalami konflik

dengan tetangga sekitar dan sering ikut berpartisipasi di dalam

kegiatan di sekitar rumahnya. An. ST juga aktif bergaul dengan anak-

anak sebaya di lingkungan rumahnya. Dari sudut pandang sosial,

keluarga An. ST memiliki sosialisasi yang baik.

2. Fungsi fisiologis

Fungsi fisiologis keluarga diukur dengan APGAR score. APGAR

score adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga

ditinjau dari sudut pandang setiap anggota keluarga terhadap

hubungannya dengan anggota keluarga yang lain. APGAR score

meliputi:

a. Adaptation

Keluarga ini mampu beradaptasi antar sesama anggota

keluarga, saling mendukung, saling menerima, dan memberikan

saran satu sama yang lainnya.

b. Partnership

Komunikasi dalam keluarga ini sudah baik, mereka saling

berbagi informasi, saling mengisi antar anggota keluarga dalam

setiap masalah yang dialami oleh keluarga tersebut.

c. Growth

33

Page 34: Makala h

Keluarga ini juga saling memberikan dukungan antar anggota

keluarga akan hal-hal yang baru yang dilakukan anggota keluarga

tersebut.

d. Affection

Interaksi dan hubungan kasih sayang antar anggota keluarga

ini sudah terjalin dengan cukup baik.

e. Resolve

Keluarga ini memiliki rasa kebersamaan yang sangat tinggi

dan selalu menghabiskan waktu bersama-sama dengan anggota

keluarga lainnya. Adapun skor APGAR keluarga ini adalah 9,2

dengan interpretasi Baik. (Data terlampir).

3. Fungsi patologis

Fungsi patologis dinilai dengan SCREEM score, dengan rincian

sebagai berikut.

a. Social, interaksi keluarga ini dengan tetangga sekitar cukup baik.

b. Culture, keluarga ini memberikan apresiasi dan kepuasan yang

baik terhadap budaya, tata karma, dan perhatian terhadap sopan

santun.

c. Religious, keluarga ini cukup taat menjalankan ibadah sesuai

dengan ajaran agama yang dianutnya.

d. Economic, status ekonomi keluarga ini cukup.

e. Educational, tingkat pendidikan keluarga ini tergolong cukup. Tn.

Faisal adalah tamatan S1 dan Ny. Sartika adalah tamatan S1, dan

An. ST sedang bersekolah di Sekolah Dasar Negeri.

f. Medical, keluarga ini tergolong cukup mendapat pelayanan

kesehatan yang memadai dan segera mencari pengobatan ke

puskesmas bila mengalami penurunan kondisi kesehatan.

4. Fungsi hubungan antarmanusia

34

Page 35: Makala h

Hubungan interaksi antar anggota keluarga maupun antar

keluarga dengan masyarakat sekitar sudah terjalin dengan baik

dibuktikan dengan seringnya An ST bermain bersama dengan anak-

anak di lingkungan rumahnya dan seringnya orang tua An. ST

berpartisipasi di dalam kegiatan sosial di lingkungan tempat tinggal.

5. Fungsi Keturunan (genogram)

Keluarga An. ST menyangkal adanya riwayat alergi dalam

keluarga. Dari hasil pemeriksaan tanda-tanda vital dan keadaan

spesifik, semua anggota keluarga dalam keadaan yang baik akan tetapi

anggota keluarga mengalami keluhan kulit yang sama dengan An. ST,

yaitu berupa rasa gatal sehingga di simpulkan satu keluarga An. ST

mengalami skabies.

6. Fungsi perilaku (pengetahuan, sikap, dan tindakan) – health

literacy

Health literacy merupakan kapasitas seseorang untuk

memperoleh, mengolah, dan memahami informasi dan pelayanan

kesehatan sehingga ia dapat membuat keputusan kesehatan terbaik

secara mandiri bagi dirinya sendiri. Orang tua An. ST sudah

menyadari bahwa penyakit yang mereka alami kemungkinan berasal

dari keadaan lingkungan yang kurang bersih, sehingga Ny. Sartika

langsung menjemur kasur dan bantal-bantalnya ketika satu keluarga

memiliki keluhan yang sama.

7. Fungsi nonperilaku (Lingkungan, pelayanan kesehatan,

keturunan)

Lingkungan cukup sehat dan para tetangga juga menjalin

kerjasama dengan baik, keluarga ini juga aktif memeriksakan diri ke

tempat pelayanan kesehatan, jarak rumah dengan puskesmas/rumah

sakit tidak terlalu jauh.

8. Fungsi indoor

35

Page 36: Makala h

Gambaran lingkungan di dalam rumah sudah memenuhi syarat-

syarat kesehatan, lantai dan dinding dalam keadaan bersih, ventilasi,

sirkulasi udara dan pencahayaan baik, sumber air bersih terjamin,

jamban ada di dalam rumah, pengelolaan sampah dan limbah sudah

cukup baik.

9. Fungsi outdoor

Gambaran lingkungan di luar rumah sudah cukup baik, jarak

rumah dengan jalan raya cukup jauh, tidak ada kebisingan di sekitar

rumah, jarak rumah dengan sungai juga cukup jauh, akan tetapi di

samping rumah An. ST terdapat suatu empang yang airnya terlihat

berwarna hitam berminyak dengan sampah yang berserekan di sekitar

empang.

5.3 Upaya Pencegahan dan Pembinaan

Upaya pencegahan dan pembinaan yang saya ajukan selaku Pembina

kesehatan keluarga An. ST dapat ditinjau dari beberapa aspek.

a. Diseased-oriented point of view

Dalam rangka tatalaksana penyakit Ny. E berupa DM, saya

membagi penatalaksanaan menjadi dua bagian utama, yaitu

penatalaksanaan umum dan khusus. Pada penatalaksanaan umum, saya

menekan pada konsep komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE).

Penjelasan mengenai penyakit yang diderita, penyebab penyakit, dan hal-

hal yang dapat memperparah penyakit saya berikan kepada pasien. Saya

juga menekankan pentingnya kepatuhan di dalam penatalaksanaan di

dalam mencapai kesembuhan yang optimal. Penatalaksanaan khusus

yang saya berikan pada An. ST dan keluarganya adalah berupa salep K24

dan amoxicilin tablet.

b. Preventive medicine – point of view

36

Page 37: Makala h

Dalam rangka meningkatkan health literacy pasien, saya

mengedukasi pentingnya pencegahan primer pada pasien dalam hal

kesadaran pasien untuk pengobatan penyakit yang diderita. Sehingga hal

ini akan mengurangi morbiditas, mortalitas dan mengoptimalkan activity

of daily living (ADL) pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Handoko, R. Skabies. In : Djuanda, A. Hamzah, N. Aisah, S. Ilmu Penyakit

Kulit Dan Kelamin Edisi Kelima. Jakarta : Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. 2009 : 119-122

2. Makatutu, H. Penyakit Kulit Oleh Parasit Dan Insekta. In : Harahap, M.

Penyakit Kulit. Jakarta : PT Gramedia. 1990 : 100-104

37

Page 38: Makala h

3. Sungkar S. Skabies. Jakarta : Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia.

1995 : 1-25

4. Beggs, J. dkk. Scabies Prevention And Control Manual. USA : Michigan

Department Of Community Health. 2005 : 4-6, 10

5. Murtiastutik D. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual : Skabies. Edisi 1.

Surabaya : Airlangga University Press. 2005 : 202-208

6. Setyaningrum, T. Listiawan, M. Zulkarnain, I. Kadar Imunoglobulin E-

Spesifik Terhadap Tungau Debu Rumah Pada Penderita Skabies

Nonatopi Anak. Berkala Ilmu Kesehatan Dan Kelamin 2007 : 19 : 100

7. Ma’rufi, I. Keman, S. Notobroto, H. Faktor Sanitasi Lingkungan Yang

Berperan Terhadap Prevalensi Penyakit Scabies Studi Pada Santri di Pondok

Pesantren Kabupaten Lamongan. Jurnal Kesehatan Lingkungan 2005 : 2 :

11-17

8. Chosidow, O. Scabies. The New England Journal Of Medicine 2006 : 1718-

1727

9. Department Of Public Health. Scabies. USA : Department Of Public Health

Division Of Communicable Disease Control. 2008 : 1-3

10. McCarthy, J. Kemp, D. Walton, S. Currie, B. Review Scabies : More

Than Just An Irritation. Postgrad Medical Journal 2004 : 80 : 382-386

11. Cox, N. Permethrin Treatment In Scabies Infestasion : Important Of Correct

Formulation. British Medical Journals 2000 : 320 : 37-38

12. Johnston, G. Sladden, M. Scabies : Diagnosis And Treatment. British

Medical Journal 2005 : 331 : 619-622

LAMPIRAN 1

APGAR SCORE

Skor untuk masing-masing kategori adalah :

0 = Jarang/tidak sama sekali

1 = Kadang-kadang

38

Page 39: Makala h

2 = Sering/selalu

Tiga kategori penilaian yaitu :

≤ 5 = Kurang

6-7 = Cukup

8-10 = Baik

Rata-rata APGAR score pada keluarga ini = 9,3 (Baik)

LAMPIRAN 2

SCREEM SCORE

Variabel Penilaian Penilaian

Social Interaksi keluarga ini dengan tetangga sekitar

cukup baik.

39

Variabel

Penilaian

APGAR

Ayah

APGAR

Ibu

APGAR

Anak

Adaptation 2 2 2

Partnership 2 2 2

Growth 2 1 2

Affection 2 2 2

Resolve 2 2 1

Total 10 9 9

Page 40: Makala h

Culture Keluarga ini memberikan apresiasi dan

kepuasan yang baik terhadap budaya, tata

karma, dan perhatian terhadap sopan santun.

Religious Keluarga ini taat menjalankan ibadah sesuai

dengan ajaran agama yang dianutnya.

Economic Status ekonomi keluarga ini cukup.

Educational Tingkat pendidikan keluarga ini tergolong

cukup. Tn. Faisal dan Ny. Sartika adalah

tamatan S1 di Perguruan Tinggi Negeri dan

anak mereka sedang bersekolah di Sekolah

Dasar Negeri.

Medical Keluarga ini tergolong cukup mendapat

pelayanan kesehatan yang memadai.

40