Makala h
-
Upload
diah-wardani -
Category
Documents
-
view
225 -
download
1
description
Transcript of Makala h
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di berbagai belahan dunia, laporan kasus skabies masih sering
ditemukan pada keadaan lingkungan yang padat penduduk, status ekonomi
rendah, tingkat pendidikan yang rendah dan kualitas higienis pribadi yang
kurang baik atau cenderung jelek. Rasa gatal yang ditimbulkannya terutama
waktu malam hari, secara tidak langsung juga ikut mengganggu
kelangsungan hidup masyarakat terutama tersitanya waktu untuk istirahat
tidur, sehingga kegiatan yang akan dilakukannya disiang hari juga ikut
terganggu. Jika hal ini dibiarkan berlangsung lama, maka efisiensi dan
efektifitas kerja menjadi menurun yang akhirnya mengakibatkan
menurunnya kualitas hidup masyarakat.
Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi
dan sensitisasi pada lapisan epidermis superficial terhadap Sarcoptes scabiei
var hominis dan produknya. Penyakit kulit yang sangat mudah menular baik
secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung misalnya ibu yang
menggendong anaknya yang menderita scabies atau penderita yang
bergandengan tangan dengan teman-temannya. Secara tidak langsung
misalnya melalui tempat tidur, handuk, pakaian dan lain-lain. Diagnosis
ditegakkan jika ditemukan 2 dari 4 tanda kardinal yakni :
1. Pruritus nokturna (gatal pada malam hari ) karena akitivitas tungau
lebih tinggi pada malam hari).
2. Ditemukan pada sekelompok manusia, misalnya mengenai seluruh
keluarga, sebagian tetangga yang berdekatan.
3. Ditemukannya kanalikulus pada tempat predileksi yang berwarna
putih atau keabuabuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata –
rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan ditemukan papul dan
vesikel.
4. Menemukan tungau.
Merupakan hal yang paling diagnostik. Predileksi dari skabies ialah
biasanya pada daerah tubuh yang memiliki lapisan stratum
korneum yang tipis, seperti misalnya: axilla, areola mammae,
sekitar umbilikus, genital, bokong, pergelangan tangan bagian
volair, sela-sela jari tangan, siku flexor, telapak tangan dan telapak
kaki.
Karena sifatnya yang sangat menular, maka skabies ini populer
dikalangan masyarakat padat. Banyak faktor yang menunjang
perkembangan dari penyakit ini, antara lain: sosial ekonomi yang rendah,
higiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas,
kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermografik serta ekologik.1
Penyakit ini juga dapat digolongkan ke dalam penyakit akibat hubungan
seksual (PHS).
2
BAB II
LAPORAN KASUS
SKABIES dengan INFEKSI SEKUNDER
I. IDENTITAS
A. Identitas Anak
Nama : An. ST
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 9 tahun
Agama : Islam
Alamat : Komplek OPI Blok. A no. 57 Kelurahan
15 Ulu Kecamatan SU I Palembang
Pekerjaan : Pelajar SD
Tanggal Kunjungan : 28 September 2015
B. Identitas Orang Tua
Nama Bapak / Usia : Faisal / 34 tahun
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
Nama Ibu / Usia : Sartika / 33 tahun
Pekerjaan : Guru TK
Alamat : Komplek OPI Blok. A no. 57 Kelurahan
15 Ulu Kecamatan SU I Palembang
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Bruntus-bruntus kemerahan pada kedua sela-sela jari tangan,
punggung tangan, telapak tangan kedua kaki, perut, dada, punggung
dan kemaluan
Keluhan Tambahan
Gatal
3
B. Riwayat Perjalanan Penyakit :
Keluhan ini dirasakan sejak 3 minggu yang lalu, awalnya
bruntus kemerahan sebesar ujung jarum pentul dirasakan berawal dari
sela jari tangan kanan kemudian semakin banyak dan meluas ke sela
jari tangan kiri, ke seluruh tangan, ke seluruh kaki, dada, perut dan
punggung hingga kemaluan. Keluhan gatal dirasakan semakin hebat
terutama pada malam hari dan menyebabkan pasien sering terbangun
hampir setiap malam. Rasa gatal yang dirasakan membuat pasien
menggaruk kulit hingga timbul luka akibat garukan dan beberapa luka
bernanah, selain itu juga terdapat bintil lepuh yang berisi nanah pada
kedua telapak kaki pasien. Keluhan demam ada, namun batuk, pilek,
sakit tenggorokan, keringat pada malam hari dan alergi disangkal. Ibu
pasien juga mengatakan pasien tidak digigit serangga saat keluhan.
Ibu Pasien mengaku sudah pernah berobat ke praktek dokter dan
diberikan salep yang ibu pasien lupa namanya, namun keluhan yang
dirasakan tidak hilang malah semakin memberat.
Pasien tinggal bersama orang tua dan kakek neneknya. Ukuran
rumah kecil dengan lingkungan padat penduduk. Riwayat orang sekitar
yang mengalami keluhan yang sama dibenarkan oleh ibu pasien, yakni
ibu dan ayah pasien yang tidur bersama pasien. Pasien biasanya mandi
2 x dalam sehari, mengganti pakaiannya 2 x dalam sehari termasuk
pakaian dalam dan menggunakan handuk sendiri. Ibu pasien mencuci
pakaian sendiri dengan sabun biasa dan disetrika. Kebiasaan mengganti
sprei tidak tentu (kadang-kadang lebih dari 4 minggu).
C. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Pasien tidak pernah menderita keluhan seperti ini sebelumnya.
- Riwayat alergi terhadap makanan, obat-obatan, dan debu disangkal
- Riwayat cacar dan campak disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga :
- Ayah dan Ibu pasien mengalami keluhan yang sama
4
- Kakek pasien juga mengalami keluhan yang sama
E. Riwayat Pemberian Makanan :
- ASI selama 2 tahun tidak disertai minum susu formula
- Diberikan makanan tambahan bibir bayi saat usia 6 bulan
- Nafsu makan anak baik, sehari makan 3 kali
- Makanan yang dikonsumsi sekarang adalah nasi, ikan, ayam, dan
sayur
F. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
- Berat Badan : 30 kg
- Tinggi Badan : 127 cm
- Mulai duduk usia : 6 bulan
- Anak mulai berdisi usia : 11 bulan
- Anak bisa berjalan : 1 tahun
- Saat ini anak berusia 9 tahun dan mengalami perkembangan yang
aktif dengan teman sebayanya.
G. Riwayat Imunisasi
- Imunisasi Lengkap
H. Riwayat Sosial dan Lingkungan
- Pasien tinggal di rumah permanen, lantai tegel, atap seng juga
genteng. Kamar 2 buah, jumlah penghuni 5 orang. 1 kamar mandi, 1
WC. Sumber air dari PAM. Penanganan sampah dengan cara
dibuang di tempat pembuangan sampah.
5
III. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIKUS
- Keadaan umum : tampak sakit ringan
- Sensorium : Compos mentis
- Berat Badan : 127 cmn
- Tinggi Badan : 30 kg
- Status Gizi : Normoweight
A. Tanda Vital
- Nadi : 83 x/menit, isi dan tegangan cukup
- Pernafasan : 20 x/menit, regular
- Suhu : 36,8o C
B. Pemeriksaan Fisik Keseluruhan
1. Kepala : Normocephali
Mata : konjungtiva palpebrae superior et inferior
tidak edema, pupil bulat dengan diameter ±
3 mm / 3 mm, reflek cahaya (+/+), mata
cekung (-), sklera ikterik tidak ada, pupil
bulat, isokor,
Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi septum
nasi, sekret tidak ada
Telinga : Meatus akustikus eksternus lapang, sekret
(-), membrane timpani intak, refleks cahaya
(+)
Mulut : Bentuk normal, perioral tidak sianosis, bibir
lembab, lidah tidak kotor, arkus faring
simetris, letak uvula ditengah, faring tidak
hiperemis, tonsil T1-T1, mukosa mulut
tidak ada kelainan.
Pertumbuhan Gigi : Normal, karies
6
Leher : Trakea letak tengah, pembesaran KGB
tidak ada
2. Thorax
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, retraksi
(-), ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor kiri = kanan, batas jantung dalam
batas normal
Auskultasi : Suara pernapasan bronkovesikuler, Ronkhi
(-/-), Wheezing (-/-), BJ I dan II (+) normal,
gallop (-), murmur (-)
3. Perut
Inspeksi : Datar
Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri
tekan (-)
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
4. Ekstremitas
Ekstremitas atas : bentuk simetris, akral hangat, edema
tidak ada
Ekstremitas bawah : bentuk simetris, akral hangat, edema
tidak ada.
Kelenjar Getah Bening : tidak diperiksa
5. Status Dermatologis
Distribusi : Regional
Ad Regio : Thorakalis anterior dan posterior, abdomen,
humerus, antebrachii bilateral, olecranon
bilateral , interdigitalis bilateral, palmar dan
dorsum manus bilateral, femur bilateral , genu
7
bilateral, cruris bilateral, dorsum pedis bilateral,
abdomen dan genitalia.
Lesi : Berupa papula eritematosa, multiple, diskret,
bilateral, batas tegas, bentuk bulat,ukuran miliar
sampai lentikuler diameter 0,3 – 1 cm, menimbul
dari permukaan kulit,kering. Kemudian tampak
bentukan vesikel dan pustul baik yang belum pecah
dan yang sudah pecah berwarnakemerahan, dengan
garis abu-abu di tepinya. Selain itu terlihat macula
dan papuladengan permukaan berwarna abu-abu,
dan bekas garukan yang telah menjadiulkus
dangkal atau ektima yang mengeluarkan nanah.
Efloresensi : Papul eritematosa, pustul, ekskoriasi, krusta.
IV. DIAGNOSIS BANDING
- Skabies dengan infeksi sekunder
- Prurigo hebra
- Pedikulosis korporis
- Dermatitis
8
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan
VI. DIAGNOSIS KERJA
Skabies dengan infeksi Sekunder
VII. PENATALAKSANAAN
1. Non Farmakologi
a. Menjelaskan kepada orang tua pasien mengenai penyakit dan cara
penularannya
b. Menjelaskan bahwa skabies adalah penyakit menular
c. Menerangkan pentingnya menjaga kebersihan perseorangan dan
lingkungan tempat tinggal
d. Mencuci piring, selimut, handuk, dan pakaian dengan bilasan
terakhir dengan menggunakan air panas
e. Menjemur kasur, bantal, dan guling secara rutin
f. Bila gatal sebaiknya jangan menggaruk terlalu keras karena dapat
menyebabkan luka dan resiko infeksi
g. Menjelaskan pentingnya mengobati anggota keluarga yang
menderita keluhan yang sama .
h. Memberi penjelasan bahwa pengobatan dengan penggunaan krim
yang dioleskan pada seluruh badan tidak boleh terkena air, jika
terkena air harus diulang kembali. Krim dioleskan ke seluruh tubuh
saat malam hari menjelang tidur dan didiamkan selama 8 jam
hingga keesokan harinya. Obat digunakan 1 x seminggu dan dapat
diulang seminggu kemudian.
9
2. Farmakologis
a. Topikal :
Salep K24 krim dioleskan ke seluruh tubuh pada malam hari
selama 10 jam, satu kali dalam seminggu
b. Sistemik
Anti histamin : Klorfeniramin maleat (CTM) 2 x ½ tablet
Antibiotik : Amoxicillin 3 x 250 mg
Antipiretik : Paracetamol 3 x 500 mg
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Sejarah Kepustakaan tertua mengenai skabies menyatakan bahwa
orang pertama yang menguraikan skabies adalah dokter Aboumezzan
Abdel Malek ben Zohar yang lahir di Spanyol pada tahun 1070 dan wafat di
Maroko pada tahun 1162. Dokter tersebut menulis sesuatu yang disebut
“soab” yang hidup pada kulit dan menimbulkan gatal. Bila kulit digaruk
muncul binatang kecil yang sulit dilihat dengan mata telanjang.2
Pada tahun 1687, Giovan Cosimo Bonomo menulis surat kepada
Fransisco Redi dan menyatakan bahwa seorang wanita miskin dapat
mengeluarkan “little bladder of water” dari lesi skabies anaknya.2 Surat
Bonomo ini kemudian dilupakan orang dan pada tahun 1812 Gales
melaporkan telah menemukan Sarcoptes scabiei dan tungau yang
ditemukannya dilukis oleh Meunir. Sayangnya, penemuan Gales ini
tidak dapat dibuktikan oleh ilmuwan lainnya. Pada tahun 1820 Raspail
menyatakan bahwa tungau yang ditemukan Gales identik dengan tungau
keju sehingga Gales dinyatakan sebagai penipu. Penemuan Gales baru
diakui pada tahun 1839 ketika Renucci seorang mahasiswa dari Corsica
berhasil mendemonstrasikan cara mendapatkan tungau daripenderita skabies
dengan sebuah jarum.2
3.2 Etiologi
Penyebab penyakit skabies sudah dikenal lebih dari 100 tahun yang
lalu sebagai akibat infestasi tungau yang dinamakan Acarus scabiei
dan Sarcoptes scabiei varian hominis. Sarcoptes scabiei termasuk
kedalam filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima,
superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var.
hominis.1 Kutu ini khusus menyerang dan menjalani siklus hidupnya
dalam lapisan tanduk kulit manusia. Selain itu terdapat S. scabiei yang
lain, yakni varian animalis. Sarcoptes scabiei varian animalis
11
menyerang hewan seperti anjing, kucing, lembu, kelinci, ayam, itik,
kambing, macan, beruang dan monyet. Sarcoptes scabiei varian hewan ini
dapat menyerang manusia yang pekerjaannya berhubungan erat dengan
hewan tersebut diatas, misalnya peternak, gembala, dll. Gejalanya ringan,
sementara, gatal kurang, tidak timbul terowongan-terowongan, tidak ada
infestasi besar dan lama serta biasanya akan sembuh sendiri bila menjauhi
hewan tersebut dan mandi yang bersih.2
Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval,
punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen,
berwarna putih kotor dan tidak bermata. Ukurannya, yang betina berkisar
antara 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih
kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai
4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2
pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada
yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat
berakhir dengan alat perekat yang dapat dilihat pada gambar berikut.1
Gambar 1. Tungau Scabies Betina
Tungau skabies tidak dapat terbang namun dapat berpindah secara
cepat saat kontak kulit dengan penderita. Tungau ini dapat merayap dengan
kecepatan 2,5 cm – 1 inch per menit pada permukaan kulit. Belum ada studi
mengenai waktu kontak minimal untuk dapat terjangkit penyakit skabies
namun dikatakan jika ada riwayat kontak dengan penderita, maka terjadi
12
peningkatan resiko tertular penyakit skabies.3 Yang menjadi penyebab
utama gejala – gejala pada skabies ini ialah Sarcoptes scabiei betina. Bila
tungau betina telah mengandung (hamil), ia membuat terowongan pada
lapisan tanduk kulit dimana ia meletakkan telurnya.2 Untuk lebih
memahaminya, berikut siklus hidup tungau ini.
Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang
jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam
terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah
dibuahi, menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan
kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4
butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang dibuahi
ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas, biasanya dalam waktu
3-5 hari dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat
tinggal dalam terowongan tetapi dapat juga ke luar. Setelah 2-3 hari larva
akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina dengan 4
pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa
memerlukan waktu antara 8-12 hari tetapi ada juga yang menyebutkan
selama 8-17 hari.1
Studi lain menunjukkan bahwa lamanya siklus hidup dari telur
sampai dewasa untuk tungau jantan biasanya sekitar 10 hari dan untuk
tungau betina bisa sampai 30 hari.4
Gambar 2. Siklus hidup tungau Skabies
Tungau betina ini dapat hidup lebih lama dari tungau jantan yaitu
hingga lebih dari 30 hari.4 Tungau skabies ini umumnya hidup pada suhu
13
yang lembab dan pada suhu kamar (210C dengan kelembapan relatif 40-80
%) tungau masih dapat hidup di luar tubuh hospes selama 24-36 jam.5
Sarcoptes scabiei varian hominis betina, melakukan seleksi
bagian-bagian tubuh mana yang akan diserang, yaitu bagian-bagian yang
kulitnya tipis dan lembab, seperti di lipatan-lipatan kulit pada orang dewasa,
sekitar payudara, area sekitar pusar dan penis. Pada bayi-bayi karena seluruh
kulitnya tipis, telapak tangan, kaki. Wajah dan kulit kepala juga dapat
diserang.2 Tungau biasanya memakan jaringan dan kelenjar limfe yang
disekresi dibawah kulit. Selama makan, mereka menggali terowongan pada
stratum korneum dengan arah horizontal.4
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan beberapa ahli
memperlihatkan bahwa tungau skabies khususnya yang betina dewasa
secara selektif menarik beberapa lipid yang terdapat pada kulit manusia.
lipid tersebut diantaranya adalah asam lemak jenuh odd-chain-length
(misalnya pentanoic dan auric) dan tak jenuh(misalnya oleic dan linoleic)
serta kolesterol dan tipalmitin. Hal tersebut menunjukkan bahwa beberapa
lipid yang terdapat pada kulit manusia dan beberapa mamalia dapat
mempengaruhi baik insiden infeksi maupun distribusi terowongan tungau di
tubuh. Bila telah terbentuk terowongan maka tungau dapat meletakkan telur
setiap hari. Tungau dewasa meletakkan baik telur maupun kotoran pada
terowongan dan analog dengan tungau debu, tampaknya enzim
pencernaan pada kotoran adalah antigen yang penting untuk menimbulkan
respons imun terhadap tungau skabies.5
3.3 Epidemiologi
Beberapa sumber menuliskan bahwa skabies merupakan penyakit
yang terdapat diseluruh dunia dengan insiden yang berfluktuasi akibat
pengaruh faktor yang belum diketahui sepenuhnya.3
Untuk suatu sebab yang sulit dimengerti, penyakit skabies
ternyata sering menyebabkan epidemi yang diperkirakan setiap 30 tahun
sekali. Sekitar tahun 1940-1970 pernah terjadi pandemi terbesar di seluruh
dunia. Penyakit ini sering terjadi terutama pada daerah beriklim tropis dan
subtropis.5
14
Di beberapa Negara yang sedang berkembang, prevalensi skabies
sekitar 6-27% dari populasi umum dan cenderung tinggi pada anak usia
sekolah serta remaja. Menurut data Departemen Kesehatan RI prevalensi
skabies di puskesmas di seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,5-
12,9% dan menduduki urutan ke-3 dari 12 penyakit kulit terbanyak. Insiden
penyakit skabies di Negara berkembang memperlihatkan siklus berfluktuasi
yang tidak dapat dijelaskan secara memuaskan, mungkin berhubungan
dengan teori herd immunity. Skabies dapat diderita semua orang tanpa
membedakan usia dan jenis kelamin; akan tetapi lebih sering ditemukan
pada anak-anak usia sekolah dan dewasa muda (remaja). Di beberapa
Negara berkembang, penyakit ini dapat menjadi endemik secara kronis pada
beberapa negara.5
Insidens penyakit skabies ini sangat tinggi terutama pada
lingkungan dengan tingkat kepadatan penghuni yang tinggi dan kebersihan
yang kurang memadai. Pada beberapa penelitian menemukan bahwa di
suatu pesantren yang padat penghuninya, prevalensi skabies
mencapai 78,7% dimana prevalensi yang lebih tinggi terdapat pada
kelompok yang higienenya kurang baik (72,7%) dan pada kelompok yang
higienenya baik prevalensi skabies hanya 3,8% dan 2,2%.3 Dari penelitian
tersebut didapati bahwa penyebab paling sering adalah karenahigiene yang
buruk, sanitasi lingkungan yang kurang baik, serta perilaku para santri yang
tidak menjaga kesehatan.6
3.4 Patogenesis
Sarcoptes scabiei dapat menyebabkan reaksi kulit yang berbentuk
eritem, papul atau vesikel pada kulit dimana mereka berada. Timbulnya
reaksi kulit disertai perasan gatal.2 Masuknya S. scabiei ke dalam epidermis
tidak segera memberikan gejala pruritus. Rasa gatal timbul 1 bulan setelah
infestasi primer serta adanya infestasi kedua sebagai manifestasi respons
imun terhadap tungau maupun sekret yang dihasilkan terowongan di
bawah kulit. Tungau skabies menginduksi antibodi IgE dan menimbulkan
reaksi hipersensitivitas tipe cepat. Lesi-lesi di sekitar terowongan
15
terinfiltrasi oleh sel-sel radang. Lesi biasanya berupa eksim atau urtika,
dengan pruritus yang intens, dan semua ini terkait dengan hipersensitivitas
tipe cepat. Pada kasus skabies yang lain, lesi dapat berupa urtika,
nodul atau papul, dan ini dapat berhubungan dengan respons imun
kompleks berupa sensitisasi sel mast dengan antibodi IgE dan respons
seluler yang diinduksi oleh pelepasan sitokin dari sel Th2 dan/atau sel mast.5
Di samping lesi yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei secara
langsung, dapat pula terjadi lesi-lesi akibat garukan penderita sendiri.2
Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi
sekunder.1
3.5 Beberapa bentuk Skabies
Terkadang diagnosis skabies sukar ditegakkan karena lesi kulit
bisa bermacam-macam. Selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula
bentuk-bentuk khusus skabies antara lain :
a. Skabies Nodula
Bentuk ini sangat jarang dijumpai dan merupakan suatu bentuk
hipersensitivitas terhadap tungau skabies, dimana pada lesi tidak
ditemukan Sarcoptes scabiei. Lesi berupa nodul yang gatal, merah
cokelat, terdapat biasanya pada genitalis laki-laki, inguinal dan ketiak
yang dapat menetap selama berbulan-bulan. Untuk menyingkirkan
dengan limfoma kulit diperlukan biopsi. Bentuk ini juga terkadang
mirip dengan beberapa dermatitis atopik kronik. Apabila secara
inspeksi, kerokan atau pun biopsi tidak jelas, maka penegakan
diagnosis dapat melalui adanya riwayat kontak dengan
penderita skabies atau lesi membaik denngan pengobatan khusus
untuk skabies.5
b. Skabies Incognito
Seperti semua bentuk dermatitis yang meradang, skabies juga
memberi respons terhadap pengobatan steroid baik topikal
maupun sistemik. Pada kebanyakan kasus, skabies menjadi
lebih parah dan diagnosis menjadi lebih mudah ditegakkan.
Tetapi pada beberapa kasus, pengobatan steroid membuat diagnosis
16
menjadi kabur, dan perjalanan penyakit menjadi kronis dan
meluas yang sulit dibedakan dengan bentuk ekzema
generalisata. Penderita ini tetap infeksius, sehingga diagnosis dapat
ditegakkan dengan adanya anggota keluarga lainnya.2,5
c. Skabies Pada Bayi
Skabies pada bayi dapat menyebabkan gagal tumbuh atau menjadi
ekzema generalisata. Lesi dapat mengenai seluruh tubuh termasuk
kepala, leher, telapak tangan dan kaki. Pada anak-anak seringkali
timbul vesikel yang menyebar dengan gambaran suatu impetigo atau
infeksi sekunder oleh Staphylococcus aureus yang menyulitkan
penemuan terowongan.2,5,8
Gambar 3. Skabies pada anak
d. Skabies Norwegia
Skabies jenis ini sering disebut juga skabies berkrusta (crusted
scabies) yang memiliki karakteristik lesi berskuama tebal yang penuh
dengan infestasi tungau. Istilah skabies Norwegia merujuk pada
Negara yang pertama mendeskripsikan kelainan ini yang kemudian
diganti dengan istilah skabies berkrusta. Bentuk lesi jenis skabies ini
ditandai dengan dermatosis berkrusta pada tangan dan kaki, pada kuku
dan kepala.
17
Gambar 4. Skabies Norwegia
e. Skabies Pada Penderita HIV/AIDS
Gejala skabies pada umumnya tergantung pada
respons imun, karena itu tidak mengherankan bahwa spektrum
klinis skabies penderita HIV berbeda dengan penderita yang
memiliki status imun yang normal. Meskipun data yang ada
masih sedikit, tampaknya ada kecenderungan bahwa penderita
dengan AIDS biasanya menderita bentuk skabies berkrusta (crusted
scabies). Selain itu, skabies pada penderita AIDS biasanya juga
menyerang wajah, kulit, dan kuku dimana hal ini jarang didapatkan
pada penderita status imunologi yang normal.5
Seperti pada penderita umumnya, lesi skabies berkrusta pada
penderita AIDS mengandung tungau dalam jumlah besar dan sangat
menular. Beberapa kasus penularan nosokomial kepada penderita
lain dan juga petugas kesehatan pernah dilaporkan. Pada
penderita AIDS, skabies berkrusta juga berhubungan dengan
bakteremia, yang biasanya disebabkan oleh S. aureus, dan
Streptococcus grup A, Streptococcus grup lain bakteri gram
negatif seperti Enterobacter cloacae dan Pseudomonas aeroginosa.
Sebagian ahli menyarankan pemberian antibiotika profilaksis pada
penderita AIDS dengan skabies untuk mencegah sepsis sedangkan
sebagian lain menganjurkan tindakan yang tepat ada dengan
pengawasan ketat.5
Pengobatan skabies berkrusta pada penderita AIDS
memerlukan waktu yang lebih lama. Pada beberapa aplikasi lindane
selama 6 minggu dengan dosis seminggu sekali berhasil dengan baik,
seperti halnya aplikasi 2 atau 3 kali dengan interval 48 atau 72 jam.
Permetrin juga pernah dipakai pada beberapa kasus. Selain
itu, secara bersamaan dianjurkan penggunaaan keratolitik seperti
asam salisilat 6%. Akibat tebalnya krusta, penetrasi topikal skabisid
pada penderita AIDS terkadang tidak begitu baik. Selain itu, jumlah
18
tungau yang banyak juga membuat obat topikal kurang
efektif. Sehingga dianjurkan untuk penggunaan terapi skabisid orang
yaitu ivermektin.5
3.6 Gejala Klinis
Ada 4 tanda kardinal :
1. Pruritus nokturnal, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan
karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab
dan panas.1 Pada awalnya gatal terbatas hanya pada lesi tetapi
seringkali menjadi menyeluruh. Pada infeksi inisial, gatal timbul
setelah 3 sampai 4 minggu, tetapi paparan ulang menimbulkan rasa
gatal hanya dalam waktu beberapa jam.5 Namun studi lain
menunjukkan pada infestasi rekuren, gejala dapat timbul dalam 4-6
hari karena telah ada reaksi sensitisasi sebelumnya.9
2. Penyakit ini menyerang secara kelompok, misalnya dalam sebuah
keluarga biasanya seluruh angota keluarga terkena infeksi. Begitu pula
dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar
tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut.1
Penularan skabies terutama melalui kontak langsung seperti berjabat
tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Penularan melalui kontak
tidak langsung, misalnya melalui perlengkapan tidur, pakaian atau
handuk.3
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok,
rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul
atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnyamenjadi
polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).1 Berikut dipaparkan
gambaran kelainan kulit pada skabies.
Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum
korneum yang tipis, yaitu : sela-sela jari tangan, pergelangan tangan
bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola
mamae (wanita), umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria), dan
19
perut bagian bawah. Skabies jarang ditemukan di telapak tangan,
telapak kaki, dibawah kepala dan leher namun pada bayi dapat
menyerang telapak tangan dan telapak kaki.1 Berikut dipaparkan
gambaran tempat predileksi skabies.
Gambar 5. Tempat Predileksi Skabies
4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Berikut
merupakan gambaran mikroskopik tungau skabies.1
Gambar 6. Tungau Skabies pada Stratum Korneum
Terdapat berbagai variasi dalam gambaran klinis, mulai dari
bentuk-bentuk yang tidak khas pada orang-orang yang tingkat
kebersihannya tinggi, berupa papul-papul saja pada tempat predileksi.
Tidak jarang terjadi infeksi sekunder akibat garukan dengan kebersihan
kuku yang kurang baik. Pada kasus-kasus yang kebersihannya kurang baik
dapat terlihat ektima, impetigo, selulitis, folikulitis, dan furunkulosis.2
3.7 Penegakan Diagnosis
20
Diagnosis klinis ditetapkan berdasarkan anamnesis yaitu adanya
pruritus nokturna dan erupsi kulit berupa papul, vesikel, dan pustule di
tempat predileksi, distribusi lesi yang khas, terowongan-terowongan pada
predileksi, adanya penyakit yang sama pada orang-orang sekitar.3
Terowongan terkadang sulit ditemukan, dan petunjuk yang lazim
adalah penyebaran yang khas. Diagnosis definitif bergantung pada
identifikasi mikroskopis adanya tungau, telur atau fecal pellet.5 Seringkali
tungau tidak dapat dapat ditemukan ditemukan walau terdapat lesi skabies
nodula yang klasik di genitalia, atau ruam yang khas dengan riwayat gatal-
gatal pada anggota keluarga yang lain. Dari beberapa penelitian yang
telah lama dilakukan beberapa ahli menemukan bahwa dari sebagian
besar penderita skabies hanya dapat ditemukan sedikit tungau dari setiap
penderita.5
Hal ini yang terkadang menimbulkan kesalahan diagnosis. Selain
itu, kesalahan diagnosis juga disebabkan oleh pemeriksaan yang tidak
adekuat.3 Infestasi skabies sering disertai infeksi sekunder sehingga
erupsi kulit tidak khas lagi dan menyulitkan pemeriksaan. Karena
sulitnya menemukan tungau, maka Lyell menyatakan diagnosis skabies
harus dipertimbangkan pada setiap penderita dengan keluhan gatal yang
menetap walalupun dengan cara ini dikatakan perevalensi skabies menjadi
lebih tinggi dari yang sebenarnya.
Diagnosis pasti skabies ditegakkan dengan ditemukannya tungau
melalui pemeriksaan mikroskop, yang dapa dilakukan dengan beberapa cara
antara lain:5
1. Kerokan kulit
Kerokan kulit dilakukan dengan mengangkat atap terowongan atau
papula menggunakan scalpel nomor 15. Kerokan diletakkan pada kaca
objek, diberi minyak mineral atau minyak imersi, diberi kaca penutup
dan dengan pembesaran 20X atau 100X dapat dilihat tungau, telur
atau fecal pellet.3,5
2. Mengambil tungau dengan jarum
21
Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap
(kecuali pada orang kulit hitam pada titik yang putih) dan digerakkan
tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat
keluar.3,5
3. Epidermal shave biopsy
Menemukan terowongan atau papul yang dicurigai antara ibu jari dan
jari telunjuk, dengan hati-hati diiris puncak lesi dengan scalpel nomor
yang 15 dilakukan sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi
dilakukan sangat superfisial sehingga tidak terjadi perdarahan
dan tidak perlu anestesi. Spesimen diletakkan pada gelas objek lalu
ditetesi minyak mineral dan diperiksa dengan mikroskop.5
4. Kuretase terowongan
Kuretase superfisial mengikuti sumbu panjang terowongan atau
puncak papula kemudian kerokan diperiksa dengan mikroskop,
setelah diletakkan di gelas objek dan ditetesiminyak mineral.3,5
5. Tes tinta Burowi
Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudian segera dihapus
dengan alkohol, maka jejak terowongan akan terlihat sebagai garis
yang karakteristik, berbelok-belok, karena ada tinta yang masuk. Tes
ini tidak sakit dan dapat dikerjakan pada anak dan pada penderita yang
non-kooperatif.
6. Tetrasiklin topikal
Larutan tetrasiklin dioleskan pada terowongan yang dicurigai.
Setelah dikeringkan selama 5 menit kemudian hapus larutan tersebut
dengan isopropilalkohol. Tetrasiklin akan berpenetrasi ke dalam
melalui stratum korneum dan terowongan akan tampak dengan
penyinaran lampu wood, sebagai garis linier berwarna kuning
kehijauan sehingga tungau dapat ditemukan.3,5
7. Apusan kulit
Kulit dibersihkan dengan eter, kemudian diletakkan selotip pada lesi
dan diangkat dengan gerakan cepat. Selotip kemudian diletakkan di
22
atas gelas objek (enam buah dari lesi yang sama pada satu gelas objek)
dan diperiksa dengan mikroskop.5
8. Biopsi plong (punch biopsy)
Biopsy berguna pada lesi yang atipik, untuk melihat adanya tungau
atau telur. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa jumlah tungau hidup
pada penderita dewasa hanya sekitar 12, sehingga biopsi berguna bila
diambil dari lesi yang meradang. Secara umum digunakan punch
biopsy, tetapi biopsy mencukur epidermis adalah lebih sederhana dan
biasanya dilakukan tanpa anestetik local pada penderita yang tidak
kooperatif. 5 Dari berbagai cara pemeriksaan diatas, kerokan kulit
merupakan cara yang paling mudah dilakukan dan memberikan hasil
yang paling memuaskan. Mengambil tungau dengan jarum
memerlukan keterampilan khusus dan jarang berhasil karena
biasanya terowongan sulit diidentifikasi dan letak tungau sulit
diketahui. Swab kulit mudah dilakukan tetapi memerlukan waktu lama
karena dari 1 lesi harus dilakukan 6 kali pemeriksaan sedangkan
pemeriksaandilakukan pada hampir seluruh lesi. Tes tinta Burowi dan
uji tetrasiklin jarang memberikan hasil positif karena biasanya
penderita datang pada keadaan lanjut dan sudah terjadi infeksi
sekunder sehingga terowongan tertutup oleh krusta dan tidak dapat
dimasuki tinta atau salep.3
3.8 Diagnosis Banding
Skabies dapat mirip berbagai macam penyakit sehingga
disebut juga “The greatimitator”.1,3 Diagnosis banding skabies
meliputi hampir semua dermatosis dengan keluhan pruritus, yaitu
dermatitis atopik, dermatitis kontak, prurigo, urtikaria popular,
pioderma,pedikulosis, dermatitis herpetiformis, ekskoriasi-neurotik, liken
planus, penyakit Darier, gigitan serangga, mastositosis, urtikaria,
dermatitis eksematoid infeksiosa, pruritis karena penyakit sistemik,
dermatosis pruritik pada kehamilan, sifilis dan vaskulitis.3
23
3.9 Terapi
Terapi skabies harus segera dilakukan setelah penegakan diagnosis.
Penundaan terapi dapat menyebabkan infestasi tungau yang semakin
banyak dan kemungkinan peningkatan keparahan gejala.9 Terapi skabies
ini juga harus tuntas bagi penderita dan juga dilakukan bagi keluarga
penderita yang memiliki gejala yang sama karena skabies yang tidak
terobati biasanya memiliki hubungan dengan peningkatan kejadian
pyoderma oleh Streptococcus pyogenes.10
Terdapat sejumlah terapi skabies yang efektif dan pemilihannya
tergantung pada biaya dan potensi toksiknya. Terkadang penderita
menggunakan obat lebih lama dari waktu yang dianjurkan,
sehingga mengetahui kuantitas obat yang tepat untuk diresepkan
akan dapat mencegah timbulnya iritasi akibat pemakaian obat yang
berlebihan, yang pada akhirnya disalahartikan sebagai kegagalan terapi.
Skabisid topikal sebaiknya dipakai di seluruh tubuh kecuali wajah. Obat
harus segera dibersihkan secara menyeluruh setelah periode waktu yang
dianjurkan. Pagi hari setelah terapi, pakaian, sprei, dan handuk dicuci
menggunakan air panas. Tungau akan mati pada suhu 130o C. Pasien
dapat diberikan edukasi untuk meningkatkan kebersihan lingkungan
dan perorangan.5
Penderita hendaknya diberikan pengertian bahwa meskipun
penyakit telah diobati secara adekuat, rasa gatal akan tetap ada sampai
beberapa bulan. Seluruh anggota keluarga yang memiliki gejala harus
diterapi, termasuk pasangan seksual. Para ahli merekomendasikan terapi
untuk anggota keluarga bersifat simultan, karena angka kesembuhan setelah
10 minggu lebih tinggi. 5
Terapi topikal untuk skabies yang sering digunakan adalah sebagai
berikut :
1. Krim Permetrin (Elimite, Acticin),
yaitu suatu skabisid berupa piretroid sintesis yang efektif pada
manusia dengan toksisitas rendah, bahkan dengan pemakaian yang
berlebihan sekalipun dan obat ini telah dipergunakan lebih dari 20
24
tahun.5,11 Krim permetrin ditoleransi dengan baik, diserap minimal dan
tidak diabsorbsi sistemik, serta dimetabolisasi dengan cepat.5,10 Obat
ini merupakan terapi pilihan lini pertama rekomendasi dari CDC
untuk terapi tungau tubuh. 12 Penggunaan obat ini biasanya pada
sediaan krim dengan kadar 1% untuk terapi tungau pada kepala dan
kadar 5% untuk terapi tungau tubuh. Studi menunjukkan
Penggunaan permethrin 1% untuk tungau daerah kepala lebih baik
dari lindane karena aman dan tidak diabsorbsi secara sistemik.11 Cara
pemakaiannya dengan dioleskan pada seluruh area tubuh dari leher ke
bawah dan dibilas setelah 8-14 jam.12 Bila diperlukan, pengobatan
dapat diulang setelah 5-7 hari kemudian. Belum ada laporan terjadinya
resistensi yang signifikan tetapi beberapa studi menunjukkan adanya
resistensi permethrin 1% pada tungau kepala namun dapat
ditangani dengan pemberian permethrin 5%. 5,11 Permetrin sebaiknnya
tidak digunakan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan atau pada
wanita hamil dan menyusui namun studi lain mengatakan bahwa obat
ini merupakan drug of choice untuk wanita hamil.5,13 Dikatakan bahwa
permethrin memiliki angka kesembuhan hingga 97,8% jika
dibandingkan dengan penggunaan ivermectin yang memiliki
angka kesembuhan 70%. Tetapi penggunaan 2 dosis ivermectin
selama 2 minggu memiliki keefektifan sama dengan permethrin. Efek
samping yang sering timbul adalah rasa terbakar dan yang jarang
adalah dermatitis kontak dengan derajat ringan sampai sedang.14
2. Lindane 1% (gamma-benzen heksaklorida),
merupakan pilihan terapi lini kedua rekomendasi CDC.12 Dalam
beberapa studi memperlihatkan keefektifan yang sama dengan
permetrin. Studi lain menunjukkan lindane kurang unggul
dibanding permetrin.5 Lindane memiliki angka penyembuhan
hingga 98% dan diabsorbsi secara sistemik pada penggunaan topikal
terutama pada kulit yang rusak.10 Sediaan obat ini biasanya sebanyak
60 mg.14 Cara pemakaiannya adalah dengan dioleskan dan
dibiarkan selama 8 jam. Sama seperti pada permetrin, kadang
25
diperlukan pengolesan ulang 1 minggu setelah terapi pertama. Salah
satu kekurangan obat ini adalah absorbsi secara sistemik terutama
pada bayi, anak dan orang dewasa engan kerusakan kulit yang luas.
Lindane memiliki efek samping yaitu toksik pada sistem saraf pusat
dengan keluhan utama kejang. 10 Lindane sebaiknya tidak digunakan
untuk bayi, anak dibawah 2 tahun, dermatitis yang meluas, wanita
hamil atau menyusui, penderita yang pernah mengalami kejang atau
penyakit neurologi lainnya. Sejak 1 januari 2002, Negara
bagian California telah meninggalkan pemakaian lindane. Belum ada
laporan mengenai toleransi yang signifikan terhadap pemakaian
lindane. 5,10
3. Sulfur,
biasanya diresepkan sebagai sulfur presipitat (6%) dalam petrolatum.
Sulfur dipakai saat malam hari selama 3 malam dan dibersihkan
secara menyeluruh 24 jam terakhir. Kekurangannya adalah sulfur
berbau, meninggalkan noda dan berminyak, mengiritasi,
membutuhkan pemakaian berulang, namun relatif aman, efektif dan
tepat untuk bayi berumur kurang dari 2 bulan dan selama kehamilan
atau menyusui.5,10
4. Benzil benzoat 25%,
merupakan produk alamiah, disebut juga balsam Peru dan telah
dipergunakan lebih dari 60 tahun. Obat ini merupakan skabisid kerja
cepat yang efektif terhadap semua stadium namun tidak dijual bebas
di Amerika Serikat. Penggunaannya diberikan setiap malam selama 3
kali. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi dan kadang-
kadang makin gatal setelah dipakai. Benzyl benzoate memiliki
keefektifan yang sama dengan lindane. 1,5,10
5. Krim Krotamiton (Eurax)
dianggap tidak cukup efektif untuk mengobati skabies. Kualitas
krim ini dibawah permetrin dan efektivitasnya setara dengan benzyl
benzoat atau sulfur.5 Selain itu juga terdapat terapi sistemik,
khususnya untuk penderita AIDS. Ivermektin adalah suatu antiparasit
26
yang disahkan oleh FDA untuk onchocerciasis dan
strongilodiasis pada manusia.5 Ivermectin dikatakan merupakan
pilihan terapi lini ketiga rekomendasi dari CDC.12 Ivermectin
memiliki aktivitas spectrum luas pada nematoda dan
arthropoda yang dapat digunakan pada hewan dan manusia serta
obat ini dapat digunakan pada terapi filariasis.10 Jika dibandingkan
dengan permethrin, angka kesembuhan dengan penggunaan
ivermectin masih lebih rendah dibandingkan permethrin tetapi jika
dibandingkan dengan lindane, pada penelitian yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa 80% pasien mengalami perbaikan gejala klinis
lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan lindane yang
hanya 44%.14 Sejak tahun 1993 dilaporkan bahwa ivermektin
yang diberikan 1 atau 2 dosis oral 200 mg/kgBB menjadi terapi
skabies yang efektif pada penderita AIDS. Diperlukan studi
control lebih lanjut dengan menentukan dosis dan cara pemberian
obat yang paling efektif, baik bagi penderita dengan status imun
normal ataupun pada penderita yang mengalami imunosupresi, serta
keefektifan kombinasi terapi oral dan topikal ivermektin.5,12
Penggunaan Ivermectin ini tidak boleh pada wanita hamil dan
menyusui.12 Sediaan ivermektin topikal, yaitu larutan ivermektin 1%
dalam propilen-glikol juga sedang diteliti penggunaannya sebagai
terapi alternatif. 5 Walaupun demikian, ivermectin topikal dilarang
penggunaannya di UK. 11 Pada beberapa sumber dikatakan
bahwa sediaan crotamiton, benzyl benzoate, malathion, sulfur,
dan ivermectin masih belum disetujui penggunaannya oleh FDA
untuk indikasi terapi skabies namun sumber lainnya mengatakan
penggunaan telah dapat ditolerir dan mulai banyak beredar
namun di Negara tertentu penggunaan dibatasi bahkan dilarang. 14
Penyakit yang serius akibat skabies jarang didapatkan, kecuali pada
bayi dan penderita skabies berkrusta. Tetapi pruritus dan infeksi yang
ditimbulkan dapat menjadi masalah dan memerlukan terapi khusus. Lesi
27
dengan fecal pellet terkadang memberi rasa gatal untuk beberapa
saat setelah tungau mati. Hal ini memerlukan pemberian antihistamin dan
bila gatal tetap mengganggu dapat diberikan steroid oral dalam waktu yang
singkat. Bila didapatkan superinfeksi oleh bakteri, antibiotic harus
diberikan. Terdapat istilah acarofobia yaitu penderita dengan delusi.
Penderita mulai merasa bahwa pada kulit mereka masih terdapat tungau
meskipun telah diobati. Bila gangguan ini berkelanjutan maka diperlukan
pertolongan psikiater.5
3.10 Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat,
serta syarat pengobatan dan menghilangkan faktor prediposisi (antara
lain higiene), maka penyakit ini dapat diberantas dan memberikan prognosis
yang baik. Oleh karena manusia merupakan penjamu (hospes) definitif,
maka apabila tidak diobati dengan sempurna, Sarcoptes scabiei akan tetap
hidup tumbuh pada manusia.1,2
BAB IV
KESIMPULAN
Seorang anak laki – laki, berusia 9 tahun pelajar SD, beragama Islam
datang ke Puskesmas tangga 28 September 2015 dengan keluhan bruntus bruntus
yang terasa gatal pada sela jari kedua tangan, telapak tangan, punggung tangan,
perut, dada, punggung dan kemaluan. Keluhan ini dirasakan sejak 3 minggu yang
lalu sebelum pasien berobat ke puskesmas, awalnya bruntus kemerahan sebesar
28
ujung jarum pentul dirasakan berawal dari sela jari tangan kanan kemudian
semakin banyak dan meluas ke sela jari tangan kiri, telapak tangan, punggung
tangan, dada, punggung, dan kemaluan. Keluhan gatal dirasakan semakin hebat
terutama pada malam hari dan menyebabkan pasien sering terbangun hampir
setiap malam. Rasa gatal yang dirasakan membuat pasien menggaruk kulit hingga
timbul luka akibat garukan dan beberapa luka bernanah. Pasien juga dikeluhkan
mengalami demam. Selain bruntus – bruntus yang timbul tersebut pada kedua
telapak kaki pasien terdapat lepuh yang berisi nanah.
Kakek dan kedua orang tua pasien juga mengalami hal yang sama. Tidak
ada riwayat digigit serangga sebelumnya. Tidak ada riwayat alergi. Pada
pemeriksaan fisik, status generalis didapatkan dalam batas normal. Pada
pemeriksaan dermatologis didapatkan lesi regional Thorakalis anterior dan
posterior, abdomen, humerus, antebrachii bilateral, olecranon bilateral,
interdigitalis bilateral, palmar dan dorsum manus bilateral, femur bilateral ,
genu bilateral, cruris bilateral, dorsum pedis bilateral, abdomen dan genitalia. Lesi
multiple, diskret, bilateral, batas tegas, bentuk bulat, ukuran miliar sampai
lentikuler diameter 0,3 – 1 cm, menimbul dari permukaan kulit, kering.
Efloresensi papul eritematosa, pustul, ekskoriasi, krusta.
Kecurigaan bahwa An. ST menderita skabies berawal dari keluhan yang
di alami oleh An. ST relevan dengan gejala-gejala skabies, yakni berupa Pruritus
Nokturnal atau gatal pada malam hari. Selain itu juga dari anamnesis didapatkan
keluhan yang sama juga didapatkan pada semua anggota keluarga seperti kakek
dan orang tua anak, hal ini relevan dengan gejala skabies yang biasanya muncul
secara berkelompok.
Skabies adalah salah satu jenis penyakit kulit yang disebabkan oleh
tungau yang dinamakan Sarcoptes scabiei. Sarcoptes scabiei ini dapat
menyerang manusia yang pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut,
misalnya peternak, gembala. Diagnosis klinis ditetapkan berdasarkan anamnesis
yaitu adanya pruritus nokturna dan erupsi kulit berupa papul, vesikel, dan pustule
di tempat predileksi, distribusi lesi yang khas, terowongan-terowongan pada
predileksi, adanya penyakit yang sama pada orang-orang sekitar. Terowongan
terkadang sulit ditemukan, dan petunjuk yang lazim adalah penyebaran yang khas.
29
KamarTidur
Ruang Keluarga
Kamar Mandi
Kamar Tidur Dapur
WC
Ruang Tamu
Infestasi skabies sering disertai infeksi sekunder sehingga erupsi kulit
tidak khas lagi dan menyulitkan pemeriksaan, karena sulitnya mengetahui
lebih jelas skabies dengan infeksi sekunder ini maka diperlukan pemeriksaan
mikroskopis.
Obat yang diberikan kepada Andi dan keluarganya adalah Salep K24,
Klorfeniramin maleat (CTM) 2 x ½ tablet, Amoxicillin 3 x 250 mg, dan
Paracetamol 3 x 500 mg tablet. An. ST seharusnya diberikan obat topikal salep
Permetrin, karena Krim Permetrin (Elimite, Acticin), merupakan suatu skabisid
berupa piretroid sintesis yang efektif pada manusia dengan toksisitas rendah,
bahkan dengan pemakaian yang berlebihan sekalipun. Selain itu juga permetrin
ditoleransi dengan baik, diserap minimal dan tidak diabsorbsi sistemik, serta
dimetabolisasi dengan cepat. Obat ini merupakan terapi pilihan lini pertama
rekomendasi dari CDC untuk terapi tungau tubuh, akan tetapi karena ketidak
tersediaan obat di Puskesmas An. ST diberikan salep K24 yang memiliki
kandungan sulfur yang juga dapat mengobati tungau skabei. Pemberian antibiotik
amoxicilin pada An. ST wajib diberikan karena kecurigaan akan adanya infeksi
sekunder selain skabies.
Selain terapi farmakologis, terapi yang paling penting pada pasien-pasien
yang mengalami skabies adalah terapi non farmakologis atau edukasi. Kita harus
menjelaskan bahwa skabies adalah penyakit menular kepada orang tua pasien dan
cara penularannya, menerangkan pentingnya menjaga kebersihan perseorangan
dan lingkungan tempat tinggal, menyarankan untuk mencuci piring, selimut,
handuk, dan pakaian dengan bilasan terakhir dengan menggunakan air panas,
menjemur kasur, bantal, dan guling secara rutin , bila gatal sebaiknya jangan
menggaruk terlalu keras karena dapat menyebabkan luka dan resiko infeksi
sekunder, dan anjurkan agar seluruh keluarga penghuni rumah yang sama dengan
An. ST juga ikut untuk menjalani pengobatan
Kondisi Rumah An. ST
30
BAB V
PENCEGAHAN DAN PEMBINAAN
5.1 Genogram Keluarga An. ST
31
Faisal / 34 th
Sartika / 33 th
An. ST / 9 th
5.2 Analisis hasil home visit (9 Fungsi Keluarga)
1. Fungsi holistik
Fungsi holistik merupakan fungsi keluarga yang meliputi fungsi
biologis, fungsi psikologis, dan fungsi sosial ekonomis.
a. Fungsi Biologis
Keluarga An. ST mengatakan bahwa keluhan dirasakan sejak
3 minggu yang lalu pada An. ST dan keluhan yang sama juga di
rasakan oleh kedua orang tua dan kakek yang tinggal serumah
dengan An. ST. Keluarga An. ST menyangkal adanya riwayat
alergi di keluarga mereka. Berdasarkan hasil pemeriksaan, seluruh
anggota keluarga An. ST memiliki gejala skabies yang spesifik,
sehingga dengan demikian, dapat dikatakan bahwa fungsi biologis
keluarga Ny. E kurang baik.
b. Fungsi Psikologis
Berdasarkan hasil wawancara, keluarga ini menyangkal
adanya kerenggangan hubungan antar anggota keluarga. Keluarga
An. ST menyatakan bahwa terdapat kerjasama yang baik di dalam
anggota keluarga, baik dalam mencari penghasilan maupun dalam
mengurus rumah tangga. Apabila terdapat masalah, maka akan
diselesaikan dengan cara musyawarah. Berdasarkan uraian tersebut,
32
maka dapat dikatakan bahwa fungsi psikologis keluarga ini berjalan
dengan baik.
c. Fungsi Sosial-Ekonomi
Tn. Faisal bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di suatu
lembaga pemerintahan dan Ny. Sartika adalah seorang guru TK. An.
ST adalah anak satu-satunya dan berumur 9 tahun. Dari sudut pandang
ekonomi, ekonomi keluarga Ny. E tergolong sederhana.
Keluarga An. ST mengaku tidak pernah mengalami konflik
dengan tetangga sekitar dan sering ikut berpartisipasi di dalam
kegiatan di sekitar rumahnya. An. ST juga aktif bergaul dengan anak-
anak sebaya di lingkungan rumahnya. Dari sudut pandang sosial,
keluarga An. ST memiliki sosialisasi yang baik.
2. Fungsi fisiologis
Fungsi fisiologis keluarga diukur dengan APGAR score. APGAR
score adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga
ditinjau dari sudut pandang setiap anggota keluarga terhadap
hubungannya dengan anggota keluarga yang lain. APGAR score
meliputi:
a. Adaptation
Keluarga ini mampu beradaptasi antar sesama anggota
keluarga, saling mendukung, saling menerima, dan memberikan
saran satu sama yang lainnya.
b. Partnership
Komunikasi dalam keluarga ini sudah baik, mereka saling
berbagi informasi, saling mengisi antar anggota keluarga dalam
setiap masalah yang dialami oleh keluarga tersebut.
c. Growth
33
Keluarga ini juga saling memberikan dukungan antar anggota
keluarga akan hal-hal yang baru yang dilakukan anggota keluarga
tersebut.
d. Affection
Interaksi dan hubungan kasih sayang antar anggota keluarga
ini sudah terjalin dengan cukup baik.
e. Resolve
Keluarga ini memiliki rasa kebersamaan yang sangat tinggi
dan selalu menghabiskan waktu bersama-sama dengan anggota
keluarga lainnya. Adapun skor APGAR keluarga ini adalah 9,2
dengan interpretasi Baik. (Data terlampir).
3. Fungsi patologis
Fungsi patologis dinilai dengan SCREEM score, dengan rincian
sebagai berikut.
a. Social, interaksi keluarga ini dengan tetangga sekitar cukup baik.
b. Culture, keluarga ini memberikan apresiasi dan kepuasan yang
baik terhadap budaya, tata karma, dan perhatian terhadap sopan
santun.
c. Religious, keluarga ini cukup taat menjalankan ibadah sesuai
dengan ajaran agama yang dianutnya.
d. Economic, status ekonomi keluarga ini cukup.
e. Educational, tingkat pendidikan keluarga ini tergolong cukup. Tn.
Faisal adalah tamatan S1 dan Ny. Sartika adalah tamatan S1, dan
An. ST sedang bersekolah di Sekolah Dasar Negeri.
f. Medical, keluarga ini tergolong cukup mendapat pelayanan
kesehatan yang memadai dan segera mencari pengobatan ke
puskesmas bila mengalami penurunan kondisi kesehatan.
4. Fungsi hubungan antarmanusia
34
Hubungan interaksi antar anggota keluarga maupun antar
keluarga dengan masyarakat sekitar sudah terjalin dengan baik
dibuktikan dengan seringnya An ST bermain bersama dengan anak-
anak di lingkungan rumahnya dan seringnya orang tua An. ST
berpartisipasi di dalam kegiatan sosial di lingkungan tempat tinggal.
5. Fungsi Keturunan (genogram)
Keluarga An. ST menyangkal adanya riwayat alergi dalam
keluarga. Dari hasil pemeriksaan tanda-tanda vital dan keadaan
spesifik, semua anggota keluarga dalam keadaan yang baik akan tetapi
anggota keluarga mengalami keluhan kulit yang sama dengan An. ST,
yaitu berupa rasa gatal sehingga di simpulkan satu keluarga An. ST
mengalami skabies.
6. Fungsi perilaku (pengetahuan, sikap, dan tindakan) – health
literacy
Health literacy merupakan kapasitas seseorang untuk
memperoleh, mengolah, dan memahami informasi dan pelayanan
kesehatan sehingga ia dapat membuat keputusan kesehatan terbaik
secara mandiri bagi dirinya sendiri. Orang tua An. ST sudah
menyadari bahwa penyakit yang mereka alami kemungkinan berasal
dari keadaan lingkungan yang kurang bersih, sehingga Ny. Sartika
langsung menjemur kasur dan bantal-bantalnya ketika satu keluarga
memiliki keluhan yang sama.
7. Fungsi nonperilaku (Lingkungan, pelayanan kesehatan,
keturunan)
Lingkungan cukup sehat dan para tetangga juga menjalin
kerjasama dengan baik, keluarga ini juga aktif memeriksakan diri ke
tempat pelayanan kesehatan, jarak rumah dengan puskesmas/rumah
sakit tidak terlalu jauh.
8. Fungsi indoor
35
Gambaran lingkungan di dalam rumah sudah memenuhi syarat-
syarat kesehatan, lantai dan dinding dalam keadaan bersih, ventilasi,
sirkulasi udara dan pencahayaan baik, sumber air bersih terjamin,
jamban ada di dalam rumah, pengelolaan sampah dan limbah sudah
cukup baik.
9. Fungsi outdoor
Gambaran lingkungan di luar rumah sudah cukup baik, jarak
rumah dengan jalan raya cukup jauh, tidak ada kebisingan di sekitar
rumah, jarak rumah dengan sungai juga cukup jauh, akan tetapi di
samping rumah An. ST terdapat suatu empang yang airnya terlihat
berwarna hitam berminyak dengan sampah yang berserekan di sekitar
empang.
5.3 Upaya Pencegahan dan Pembinaan
Upaya pencegahan dan pembinaan yang saya ajukan selaku Pembina
kesehatan keluarga An. ST dapat ditinjau dari beberapa aspek.
a. Diseased-oriented point of view
Dalam rangka tatalaksana penyakit Ny. E berupa DM, saya
membagi penatalaksanaan menjadi dua bagian utama, yaitu
penatalaksanaan umum dan khusus. Pada penatalaksanaan umum, saya
menekan pada konsep komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE).
Penjelasan mengenai penyakit yang diderita, penyebab penyakit, dan hal-
hal yang dapat memperparah penyakit saya berikan kepada pasien. Saya
juga menekankan pentingnya kepatuhan di dalam penatalaksanaan di
dalam mencapai kesembuhan yang optimal. Penatalaksanaan khusus
yang saya berikan pada An. ST dan keluarganya adalah berupa salep K24
dan amoxicilin tablet.
b. Preventive medicine – point of view
36
Dalam rangka meningkatkan health literacy pasien, saya
mengedukasi pentingnya pencegahan primer pada pasien dalam hal
kesadaran pasien untuk pengobatan penyakit yang diderita. Sehingga hal
ini akan mengurangi morbiditas, mortalitas dan mengoptimalkan activity
of daily living (ADL) pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Handoko, R. Skabies. In : Djuanda, A. Hamzah, N. Aisah, S. Ilmu Penyakit
Kulit Dan Kelamin Edisi Kelima. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2009 : 119-122
2. Makatutu, H. Penyakit Kulit Oleh Parasit Dan Insekta. In : Harahap, M.
Penyakit Kulit. Jakarta : PT Gramedia. 1990 : 100-104
37
3. Sungkar S. Skabies. Jakarta : Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia.
1995 : 1-25
4. Beggs, J. dkk. Scabies Prevention And Control Manual. USA : Michigan
Department Of Community Health. 2005 : 4-6, 10
5. Murtiastutik D. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual : Skabies. Edisi 1.
Surabaya : Airlangga University Press. 2005 : 202-208
6. Setyaningrum, T. Listiawan, M. Zulkarnain, I. Kadar Imunoglobulin E-
Spesifik Terhadap Tungau Debu Rumah Pada Penderita Skabies
Nonatopi Anak. Berkala Ilmu Kesehatan Dan Kelamin 2007 : 19 : 100
7. Ma’rufi, I. Keman, S. Notobroto, H. Faktor Sanitasi Lingkungan Yang
Berperan Terhadap Prevalensi Penyakit Scabies Studi Pada Santri di Pondok
Pesantren Kabupaten Lamongan. Jurnal Kesehatan Lingkungan 2005 : 2 :
11-17
8. Chosidow, O. Scabies. The New England Journal Of Medicine 2006 : 1718-
1727
9. Department Of Public Health. Scabies. USA : Department Of Public Health
Division Of Communicable Disease Control. 2008 : 1-3
10. McCarthy, J. Kemp, D. Walton, S. Currie, B. Review Scabies : More
Than Just An Irritation. Postgrad Medical Journal 2004 : 80 : 382-386
11. Cox, N. Permethrin Treatment In Scabies Infestasion : Important Of Correct
Formulation. British Medical Journals 2000 : 320 : 37-38
12. Johnston, G. Sladden, M. Scabies : Diagnosis And Treatment. British
Medical Journal 2005 : 331 : 619-622
LAMPIRAN 1
APGAR SCORE
Skor untuk masing-masing kategori adalah :
0 = Jarang/tidak sama sekali
1 = Kadang-kadang
38
2 = Sering/selalu
Tiga kategori penilaian yaitu :
≤ 5 = Kurang
6-7 = Cukup
8-10 = Baik
Rata-rata APGAR score pada keluarga ini = 9,3 (Baik)
LAMPIRAN 2
SCREEM SCORE
Variabel Penilaian Penilaian
Social Interaksi keluarga ini dengan tetangga sekitar
cukup baik.
39
Variabel
Penilaian
APGAR
Ayah
APGAR
Ibu
APGAR
Anak
Adaptation 2 2 2
Partnership 2 2 2
Growth 2 1 2
Affection 2 2 2
Resolve 2 2 1
Total 10 9 9
Culture Keluarga ini memberikan apresiasi dan
kepuasan yang baik terhadap budaya, tata
karma, dan perhatian terhadap sopan santun.
Religious Keluarga ini taat menjalankan ibadah sesuai
dengan ajaran agama yang dianutnya.
Economic Status ekonomi keluarga ini cukup.
Educational Tingkat pendidikan keluarga ini tergolong
cukup. Tn. Faisal dan Ny. Sartika adalah
tamatan S1 di Perguruan Tinggi Negeri dan
anak mereka sedang bersekolah di Sekolah
Dasar Negeri.
Medical Keluarga ini tergolong cukup mendapat
pelayanan kesehatan yang memadai.
40