Makala h

18
ISI Depkes Gulirkan Desa Siaga Departemen Kesehatan menggulirkan program Desa Siaga. Program ini diluncurkan karena program Visi Indonesia Sehat 2010 terancam tak bisa tercapai tepat waktu. Sebanyak 69 ribu desa ditargetkan telah menjadi desa siaga pada akhir 2008. ''Desa siaga adalah desa yang memiliki kesiapan sumberdaya dan kemampuan mencegah serta mengatasi masalah-masalah kesehatan,'' kata Kepala Pusat Promosi Kesehatan, Bambang Hartono, dalam seminar ''Pandangan Akademisi pada Pengembangan Desa Siaga'' di gedung Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM- UI), Depok, Kamis (1/6). Menurut Bambang, program Desa Siaga bertujuan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan. Selain itu,

Transcript of Makala h

Depkes Gulirkan Desa Siaga

ISI

Depkes Gulirkan Desa Siaga Departemen Kesehatan menggulirkan program Desa Siaga. Program ini diluncurkan karena program Visi Indonesia Sehat 2010 terancam tak bisa tercapai tepat waktu. Sebanyak 69 ribu desa ditargetkan telah menjadi desa siaga pada akhir 2008.

''Desa siaga adalah desa yang memiliki kesiapan sumberdaya dan kemampuan mencegah serta mengatasi masalah-masalah kesehatan,'' kata Kepala Pusat Promosi Kesehatan, Bambang Hartono, dalam seminar ''Pandangan Akademisi pada Pengembangan Desa Siaga'' di gedung Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM-UI), Depok, Kamis (1/6).

Menurut Bambang, program Desa Siaga bertujuan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan. Selain itu, meningkatkan kemampuan dan kemauan masyarakat desa menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan. Program Desa Siaga, kata Bambang, juga bisa meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa. Sehingga masyarakat dapat mengetahui berbagai risiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan, seperti bencana dan wabah penyakit. Dengan program ini, kesehatan lingkungan desa diharapkan bisa meningkat.

Menurut Bambang, sebuah desa dikategorikan sebagai desa siaga jika memiliki pelayanan kesehatan dasar seperti pos kesehatan desa atau puskesmas pembantu. Selain itu, harus dilengkapi berbagai unit kesehatan berbasis masyarakat (UKBM) sesuai kebutuhan masyarakat setempat, seperti posyandu.

Tak hanya itu, desa siaga juga nantinya akan memiliki sistem surveilans penyakit dan faktor-faktor risiko berbasis masyarakat, ''Sebuah desa siaga pun nantinya akan memiliki kesiapsiagaan dan penanggulangan kegawatdaruratan dan bencana berbasis masyarakat. Pembiayaannya diarahkan berbasis masyarakat,'' jelas Bambang.Empat tingkatan

Bambang memaparkan, desa siaga terbagi empat tingkatan, yakni desa siaga pratama, desa siaga madya, desa siaga paripurna, dan desa siaga mandiri. Pembagian tingkatan ini diukur berdasarkan ketersediaan pelayanan dan akses kesehatan yang terdapat di desa itu. ''Paling tidak, untuk saat ini, ada 30 ribu desa yang sudah tergolong desa siaga pratama,'' kata Bambang. Menurut Bambang, surat keputusan menteri kesehatan tentang desa siaga kemungkinan akan ditandatangani Juni ini. Sedangkan, peraturan presiden tentang desa siaga diperkirakan ditandatangani presiden pada November 2006. ''Program Desa Siaga ini ditargetkan tercapai pada akhir 2008, sebelum masa perintahan SBY berakhir,'' ucapnya.

Sementara itu, Guru Besar FKM UI, Prof Does Sampoerno, menilai target pengembangan desa siaga tak realistis. Alasannya, kata dia, saat ini sangat banyak desa yang mengalami ketidakberdayaan. Kondisi kesehatan masyarakat Indonesia juga sedang terpuruk. Kondisi itu, kata Sampoerno, diperparah oleh krisis multidimensi yang menyebabkan masyarakat tak berdaya. ''Sejak Juli 1997, daya beli masyarakat terus menurun dan jumlah keluarga miskin terus meningkat,'' katanya.

Sampoerno menilai misi membuat rakyat sehat dan strategi menggerakkan dan memberdayakan masyarakat hidup sehat masih menempatkan masyarakat sebagai objek, bukan subjek. Dia memprediksi sumberdaya manusia akan menjadi hambatan bila desa siaga digulirkan. Apalagi, saat ini sebanyak 60 persen posyandu tak berfungsi; 36 ribu desa belum miliki sarana pelayanan kesehatan; dan 16,66 persen penduduk Indonesia masih miskin. Dalam rangka mewujudkan visi "Masyarakat Yang Mandiri Untuk Hidup Sehat" dengan misi "Membuat Rakyat Sehat", Departemen Kesehatan telah membuat kebijakan "Pengembangan Desa Siaga" melalui Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 546/Menkes/SK/VIII/2006 tanggal 2 Agustus 2006.

Diharapkan pada akhir tahun 2008, lebih kurang 70.000 desa di Indonesia telah menjadi. Untuk tahun 2006 ditarget sebanyak 12 ribu telah menjadi desa siaga. Realistiskah kebijakan tersebut ? Ada beberapa hal yang harus dikritisi mengenai pengembangan desa siaga ini :

1.Kriteria suatu desa telah menjadi desa siaga adalah sekurang-kurangnya desa tersebut telah memiliki Pos Kesehatan Desa (Poskesdes). Tidak jelas apakah cukup keberadaan sarana fisik (bangunan dan alat kesehatan) saja sehingga desa tersebut sudah masuk kategori desa siaga atau tidak hanya cukup keberadaan sarana fisik saja tetapi juga kegiatannya berjalan dengan baik baru desa tersebut dikategorikan desa siaga.

2.Jika hanya sarana fisik yang menjadi indikator, maka cukup beralasan jika depkes menetapkan target desa siaga untuk 2006 adalah 12.000 desa telah menjadi desa siaga, karena salah satu alternatif pembangunan sarana fisik poskesdes adalah mengembangkan Pondok Bersalin Desa (Polindes) yang telah ada menjadi poskesdes.

Menurut data BPS hasil Susenas 2005 bahwa dari 69.957 desa ada 26.455 desa (38%) yang telah memiliki polindes. Artinya secara fisik target tersebut telah dilampaui. Namun sayangnya tidak ada data dari jumlah polindes yang ada tersebut bagaimana kondisi bangunannya, apakah rusak berat, rusak ringan, bagaimana peralatannya, bagaimana keberadaan bidannya, padahal justru informasi ini yang sangat penting untuk diketahui agar perencanaan desa siaga benar-benar akurat. Apalagi jika penilaian indicator desa siaga mencakup berfungsi tidaknya poskesdes (indikator input + indikator proses), maka target tersebut sulit tercapai.

3.Jika melihat tenaga kesehatan yang akan menyelenggarakan poskesdes yaitu bidan, tampaknya pelayanan kuratif akan tetap mengambil porsi yang lebih besar dari pada promotif dan preventif karena bidan diberikan wewenang untuk melaksanakan pelayanan medis dasar di poskesdes. Disisi lain, jika merujuk kepada UU No.29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran Indonesia pasal 73 :

1)Setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/atau surat izin praktik.

2)Setiap orang dilarang menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/atau surat izin praktik.

3)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan.Artinya tenaga kesehatan (bidan atau perawat) diberikan kewenangan untuk melaksanakan pelayanan medis dasar namun peraturan perundangannya belum ada.

4).Jika fungsi poskesdes lebih diprioritaskan untuk peningkatan upaya promotif dan preventif serta membangun kemandirian masyarakat maka tidak cukup dengan tenaga seorang bidan saja untuk menghadle kegiatan-kegiatan poskesdes, tetapi harus melibatkan ahli gizi, kesehatan masyarakat, sanitarian yang langsung terjun ke masyarakat.

5).Untuk memandirikan masyarakat agar hidup sehat tergantung sejauh mana petugas kesehatan berinteraksi langsung dengan masyarakat atau lebih dikenal kunjungan rumah. Kegiatan kunjungan rumah sebenarnya sudah ada di puskesmas, tetapi selama ini kegiatan puskesmas lebih difokuskan kepada pelayanan dalam gedung saja.

6).Revitalisasi puskesmas maupun posyandu yang sudah digulirkan dua tahun belakangan ini hendaknya tidak hanya memperbaiki atau membangun gedung puskesmas serta peningkatan alat kesehatannya, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana program-program puskesmas tersebut bisa berjalan dengan baik. Artinya sejauh mana pemerintah konsen terhadap peningkatan kinerja tenaga kesehatan mulai dari pusat sampai puskesmas.

Agar pengembangan desa siaga dapat berjalan efisien dan efektif, maka ada beberapa hal yang penting dilakukan oleh depkes, antara lain :

1.Membenahi / updating data kondisi polindes, posyandu beserta peralatannya termasuk keberadaan tenaga kesehatannya. Dari data tersebut diharapkan akan ada informasi berapa polindes yang sarana fisiknya masih baik, berapa yang rusak berat atau rusak ringan, berapa polindes yang masih ada bidannya, dan seterusnya sehingga ketika merencanakan anggarannya pun mempunyai dasar yang jelas.

2.Pemerintah seharusnya sudah membuat peraturan perundangan yang memberikan kewenangan kepada tenaga kesehatan (bidan dan perawat) untuk melaksanakan pelayanan medis dasar.

3.Agar pelayanan promotif dan preventif lebih diprioritaskan dengan tidak mengabaikan pelayanan kuratif, maka diperlukan tenaga ahli kesehatan masyarakat (SKM) untuk me-menej pos kesehatan desa agar berfungsi dengan baik disamping tenaga bidan atau perawat.

Desa siaga Dikembangkan Ke Seluruh Indonesia

Menurut rencana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan menyerukan dikembangkan Desa Siaga di seluruh Wilayah Indonesia pada Desember 2006 di Kab. Lumajang Jawa Timur menandai puncak peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-42. Dipilihnya Kab. Lumajang sebagai tempat diselenggarakan puncak peringatan HKN, karena Lumajang telah berhasil mempelopori berkembangnya Desa Siaga melalui Gerakan Mambangun Masyarakat Desa (Gerbangmas).Demikian Menteri Kesehatan Dr. Siti Fadilah Supari, Sp. JP (K) pada apel bendera memperingati HKN ke-42 tanggal 13 November 2006 di halaman upacara Depkes Jakarta yang diikuti pejabat dan karyawan Depkes RI.

Menkes menambahkan, pada saat itu juga akan diresmikan terbentuknya Regionalisasi Pusat Bantuan Penanganan Krisis Kesehatan Akibat Bencana di 9 provinsi yaitu Sumatera Utara, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimanten Selatan, Bali, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. Pembentukan pusat-pusat bantuan ini akan sangat mendukung pengembangan Desa Siaga, karena mereka akan dapat berperan sebagai rujukan dan bantuan bagi masyarakat desa.

Desa Siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri. Sebuah Desa dikatakan menjadi desa siaga apabila desa tersebut telah memiliki sekurang-kurangnya sebuah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes).

Poskesdes adalah Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dibentuk di desa dalam rangka mendekatkan/menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa. UKBM yang sudah dikenal luas oleh masyarakat yaitu Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), Warung Obat Desa, Pondok Persalinan Desa (Polindes), Kelompok Pemakai Air, Arisan Jamban Keluarga dan lain-lain.

Untuk dapat menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa, Poskesdes memiliki kegiatan :

* Pengamatan epidemiologi sederhana terhadap penyakit terutama penyakit menular yang berpotensi menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan factor resikonya termasuk status gizi serta kesehatan ibu hamil yang beresiko.* Penanggulangan penyakit, terutama penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan KLB serta factor resikonya termasuk kurang gizi.* Kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana dan kegawatdarutan kesehatan.* Pelayanan medis dasar sesuai dengan kompetensinya.* Promosi kesehatan untuk peningkatan keluarga sadar gizi, peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), penyehatan lingkungan dan lain-lain.

Dengan demikian Poskesdes diharapkan sebagai pusat pengembangan atau revitalisasi berbagai UKBM yang ada di masyarakat desa. Dalam melaksanakan kegiatan tersebut, Poskesdes harus didukung oleh sumber daya seperti tenaga kesehatan (minimal seorang bidan) dengan dibantu oleh sekurang-kurangnya 2 orang kader.

Selain itu juga harus disediakan sarana fisik berupa bangunan, perlengkapan dan peralatan kesehatan serta sarana komunikasi seperti telepon, ponsel atau kurir.

Untuk sarana fisik Poskesdes dapat dilaksanakan melalui berbagai cara/alternatif yaitu mengembangkan Polindes yang telah ada menjadi Poskesdes, memanfaatkan bangunan yang sudah ada misalnya Balai Warga/RW, Balai Desa dan lain-lain serta membangun baru yaitu dengan pendanaan dari Pemerintah (Pusat atau Daerah), donatur, dunia usaha, atau swadaya masyarakat.

Gerbangmas merupakan inovasi dan kreativitas pengembangan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) oleh Kader-kader PKK setelah Tim Penggerak PKK Kab. Lumajang memperoleh penghargaan Menteri Kesehatan pada tahun 2004.

Pengembangan Posyandu yang bermula pada kesehatan, kemudian diperluas ke berbagai aspek kehidupan dengan mengajak sektor terkait dan masyarakat, tidak terkecuali dunia usaha masuk kedalam Gerbangmas. Sehingga terjadilah percepatan pembangunan sarana masyarakat seperti air bersih, jamban keluarga, dan lain-lain dengan fasilitasi berbagai sektor, maka muncullah koperasi jamban, dan usaha produktifi lainnya sehingga menaikkan status ekonomi masyarakat desa.

Konsep Gerbangmas telah mengantarkan pengembangan desa-desa yang semula bernuansa kesehatan sekarang menjadi desa-desa sejahtera dengan membangun berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Menurut Menkes, pada peringatan HKN ke-42, diupayakan pula untuk mempercepat gerakan pembangunan masyarakat desa melalui penggerakan para santri di pondok-pondok pesantren guna membangun Pensatren Sehat yang dimotori oleh Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren) dan Mosholla Sehat. Presiden RI telah memberikan dana stimulan kepada 200 Pondok Pesantren di Jawa Timur untuk pembangunan Poskestren. Sedangkan Menteri Kesehatan telah mendorong gerakan pembangunan masyarakat dengan memberikan stimulan untuk sejumlah Musholla di Jawa Timur sehingga menjadi musholla sehat. Pemberian stimulan untuk Poskestren dan Musholla sehat ini akan terus dilanjutkan pada tahun-tahun berikutnya dan diperluas ke provinsi-provinsi lain.

Pada kesempatan tersebut Menkes juga menyerahkan piagam penghargaan masing-masing kepada dr. I. Nyoman Kandun, MPH, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Satyalancana Karyasatya 30 tahun), dr.Achmad Hardiman, SpKJ, MARS, Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular (Satyalancana Karyasatya

Puncak peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-42 akan digelar 16 Desember 2006 di Lumajang, Jawa Timur, ditandai dengan peresmian sekitar 12.000 Desa Siaga oleh Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla.Pembentukan Desa Siaga di 12 provinsi itu bertujuan untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap masalah-masalah kesehatan dan kesiagaan menghadapi bencana alam.

Melalui Desa Siaga ini masyarakat dilibatkan dalam mengatasi berbagai ancaman terhadap masalah-masalah kesehatan, seperti kurang gizi, penyakit menular, penyakit yang menimbulkan kejadian luar biasa (KLB), bencana alam dengan memanfaatkan potensi setempat secara gotong royong, kata Sekjen Departemen Kesehatan Sjafii Achmad dalam jumpa pers, di Jakarta, Selasa (7/11), terkait dengan rencana peringatan HKN tersebut.Sekjen Depkes menjelaskan, program Desa Siaga merupakan perluasan dari sistem kesehatan masyarakat yang selama ini telah berkembang di masyarakat lewat puskesmas, pustu (puskesmas pembantu) dan posyandu.Desa Siaga mencakup aspek yang lebih luas, tidak sekadar memberi pelayanan kesehatan melalui puskesmas, tetapi juga melakukan surveilans penyakit menular, kegawatdaruratan kesehatan, dan penanggulangan bencana, kata Sekjen Depkes yang pada kesempatan itu didampingi Dirjen Kesehatan Masyarakat Sri Astuti Suparmanto.Sebuah desa dikatakan telah menjadi Desa Siaga bila desa tersebut telah memilikisekurang-kurangny sebuah pos kesehatan desa (poskesdes) yang didukung oleh sumberdaya manusianya, yaitu 1 orang bidan dan 2 orang kader masyarakat yang telah dilatih sebelumnya.Sarana fisik yang diperilukan selain bangunan, perlengkapan gedung dan peralatan kesehatan, sebaiknya juga didukung sarana komunikasi , yang cukup baik. Poskesdes tidak harus menggunakan gedung baru, tetapi dapat merupakan pengembangan pondok bersalin desa (polindes), bahkan balai RW, balai desa, dan bangunan yang tersedia. Pembangunan baru tentu , saja dimungkinkan dengan bantuan dari donatur, dunia usaha atau swadaya masyarakat sebagai tambahan dari dana pemerintah, ujarnya.Rencananya, program Desa Siaga akan terus dikembangkan. Depkes menargetkan pada tahun 2007, program tersebut telah menjangkau 30 ribu desa, dan pada tahun 2008 telah ada di seluruh desa di Indonesia. Sehingga, pada tahun 2008, seluruh kabupaten di Indonesia memiliki Desa Biaga, kata Sri Astuti.Ia menyebut 12 provinsi yang telah menyatakan komitmennya untuk mengembanglean Desa Siaga, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Lampung, Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa Barat, ,Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan.