Makala geofisika

7
Daerah penelitian Geografi Gunung Talang (nama lainnya Salasi atau Sulasi) merupakan gunung berapi yang terletak terletak di kabupaten Solok, provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Secara administratif, daerah panas bumi G.Talang termasuk kedalam wilayah Kabupaten Solok, Propinsi Sumatera Barat, dan secara geografis terletak antara 100°35′30″ - 100°44′30″ BT dan 0°52′00″ - 0°59′05″ LS. Gunung Talang berlokasi sekitar 9 km dari kota Arosuka ibukota kabupaten Solok, dan sekitar 40 km sebelah timur kota Padang. Gunung ini bertipe stratovolcano dengan ketinggian 2.597 m, merupakan salah satu dari gunung api aktif di Sumatera Barat, dan salah satu kawahnya menjadi sebuah danau yang disebut dengan Danau Talang. Gunung Talang sudah pernah meletus sejak tahun 1833 sampai dengan tahun 2007 [2] . Ada empat kecamatan yang warganya bermukim di sekitar kaki gunung ini, yakni kecamatan Lembah Gumanti, Danau Kembar, Gunung Talang, dan Lembang Jaya. Jumlah penduduk di empat kecamatan itu mencapai 160.000 jiwa, atau sepertiga dari jumlah penduduk kabupaten Solok. Pada 11 April 2005, Gunung Talang kembali meletus. Gempa yang diikuti bunyi gemuruh dan letusan yang mengeluarkan debu vulkanik sudah berlangsung sedikitnya 42 kali. Di Aia Batumbuak, lokasi terdekat dengan sumber letusan, hujan debu mencapai radius 5 km, sedangkan ketebalan debu di jalan mencapai 10 cm. Di sisi selatan Gunung Talang terbentuk kawah baru yang mengeluarkan asap belerang dan hujan berdebu vulkanik. Sebanyak 27.000 penduduk harus dievakuasi dari wilayah itu. Geologi 2.1.1. Geologi Daerah Penyelidikan Tatanan geologi di daerah penyelidikan didominasi oleh gejala-gejala tektonik berupa busur magma dan sistem sesar Sumatera. Keduanya merupakan gejala tektonik utama yang bersifat regional, membujur sepanjang 1650 Km dari Aceh sampai ke teluk Semangko, dikenal sebagai sesar Semangko yang masih aktif. Batuan tertua yang dianggap sebagai batuan dasar (basement rock) di daerah penyelidikan dijumpai di bagian baratdaya (Bk. Putus) dan timurlaut (Bk. Muncung), yang disusun oleh batuan metamorf yang berumur Pra-Tersier. Selanjutnya secara tak selaras diendapkan batuan vulkanik tua yang terdiri dari aliran piroklastika dan aliran lava yang tak terpisahkan, tersebar di bagian barat dan timur daerah

description

geofisika untuk eksplorasi panas bumi

Transcript of Makala geofisika

  • Daerah penelitian

    Geografi

    Gunung Talang (nama lainnya Salasi atau Sulasi) merupakan gunung berapi yang terletak terletak di

    kabupaten Solok, provinsi Sumatera Barat, Indonesia.

    Secara administratif, daerah panas bumi G.Talang termasuk kedalam wilayah Kabupaten Solok, Propinsi

    Sumatera Barat, dan secara geografis terletak antara 1003530 - 1004430 BT dan 05200 - 05905

    LS.

    Gunung Talang berlokasi sekitar 9 km dari kota Arosuka ibukota kabupaten Solok, dan sekitar 40 km

    sebelah timur kota Padang.

    Gunung ini bertipe stratovolcano dengan ketinggian 2.597 m, merupakan salah satu dari gunung api

    aktif di Sumatera Barat, dan salah satu kawahnya menjadi sebuah danau yang disebut dengan Danau

    Talang. Gunung Talang sudah pernah meletus sejak tahun 1833 sampai dengan tahun 2007[2].

    Ada empat kecamatan yang warganya bermukim di sekitar kaki gunung ini, yakni kecamatan Lembah

    Gumanti, Danau Kembar, Gunung Talang, dan Lembang Jaya. Jumlah penduduk di empat kecamatan itu

    mencapai 160.000 jiwa, atau sepertiga dari jumlah penduduk kabupaten Solok.

    Pada 11 April 2005, Gunung Talang kembali meletus. Gempa yang diikuti bunyi gemuruh dan letusan

    yang mengeluarkan debu vulkanik sudah berlangsung sedikitnya 42 kali. Di Aia Batumbuak, lokasi

    terdekat dengan sumber letusan, hujan debu mencapai radius 5 km, sedangkan ketebalan debu di jalan

    mencapai 10 cm. Di sisi selatan Gunung Talang terbentuk kawah baru yang mengeluarkan asap belerang

    dan hujan berdebu vulkanik. Sebanyak 27.000 penduduk harus dievakuasi dari wilayah itu.

    Geologi

    2.1.1. Geologi Daerah Penyelidikan

    Tatanan geologi di daerah penyelidikan didominasi oleh gejala-gejala tektonik berupa busur magma

    dan sistem sesar Sumatera. Keduanya merupakan gejala tektonik utama yang bersifat regional,

    membujur sepanjang 1650 Km dari Aceh sampai ke teluk Semangko, dikenal sebagai sesar Semangko

    yang masih aktif.

    Batuan tertua yang dianggap sebagai batuan dasar (basement rock) di daerah penyelidikan dijumpai di

    bagian baratdaya (Bk. Putus) dan timurlaut (Bk. Muncung), yang disusun oleh batuan metamorf yang

    berumur Pra-Tersier. Selanjutnya secara tak selaras diendapkan batuan vulkanik tua yang terdiri dari

    aliran piroklastika dan aliran lava yang tak terpisahkan, tersebar di bagian barat dan timur daerah

  • penyelidikan, berumur Quarter Bawah sampai Tersier Atas. Di bagian utara terdapat dua bukit, yaitu Bk.

    Kili Kecil dan Kili Gadang, bukit tersebut diperkirakan sebagai intrusi yang pemunculannya dipicu oleh

    keberadaan sesar normal Batu Barjanjang. Di sekitar Bk. Kili Gadang dan Kili Kecil tersebut terdapat

    pemunculan mata air panas bertemperatur 40 dan 49C dengan pH = 7 (netral). Batuan produk Bk. Bakar

    tersebar di bagian timur daerah penyelidikan yang tersusun dari piroklastika dan lava andesitik, sebagian

    besar telah terlapukan sangat kuat. Di bagian tengah daerah penyelidikan terdapat Danau Talang, yang

    diduga sebagai bekas pusat erupsi masa lampau, hal ini diperkuat dengan dijumpainya batuan

    berstruktur kerak roti (bread cracks) di sekitar tepi danau tersebut dan batuan teralterasi. Pusat erupsi

    yang sekarang berupa danau kawah (crater lake) ini diperkirakan dipicu oleh keberadaan struktur sesar

    normal Danau Talang yang berarah baratlaut-tenggara. Kemudian muncul G. Batino yang diperkirakan

    sebagai bagian dari Gunungapi Talang tua (2450 m dpl). Gunungapi strato ini disususun oleh perselingan

    antara batuan piroklastika dan lava. Dijumpainya batuan piroklastika dengan penyebaran yang cukup

    luas di bagian utara, diduga merupakan hasil erupsi yang cukup kuat terjadi dalam sejarah letusanya,

    menyisakan dinding kaldera di bagian timur dan selatan kawah Batino. Produk termuda batuan vulkanik

    berasal dari G. Jantan yang merupakan kerucut termuda dari Gunungapi Talang (2600 m dpl). Satuan

    batuan produk Gunung Jantan tersebar di bagian utara, yang disusun oleh lava andesitik dan aliran

    piroklastika.

    Berdasarkan hasil Radiocarbon Dating dari sampel charcoal di lokasi sekitar Tabe (TL-27) pada

    satuan piroklastika ini memberikan umur absolut 4200 100 B.P (Kuarter Atas). Di bagian puncak G.

    Jantan terdapat kawah-kawah yang tidak aktif lagi.

    Aktivitas berupa hembusan fumarola/solfatara, steaming ground dan batuan alterasi terdapat di bagian

    atas tubuh G. Jantan, yaitu di sekitar Gabuo Atas, Gabuo Ilalang, dan Gabuo Bawah. Letusan freatik

    terakhir terjadi di Gabuo Atas pada September 2001. Selanjutnya endapan permukaan terdapat di

    bagian utara daerah penyelidikan yang umumnya berlereng relatif landai, dan sebagian di kaki baratlaut

    Gunung Batino. Penyusun batuan ini terdiri dari material vulkanik tua yang terombakan yang bersifat

    laharik,

    2.1.2. Manifestasi Panas Bumi

    Manifestasi Panas Bumi Suatu wilayah memiliki potensi geothermal dapat diketahui dengan

    ditemukannya manifestasi permukaan. Manifestasi permukaan yang diantaranya adalah : mata

    air panas, uap panas, lumpur panas, dan tanah panas. Adanya suatu sistem hidrothermal di bawah permukaan

    sering kali ditunjukan adanya manifestasi geothermal di permukaann seperti :

    1.Mata air panas/hangat; batuan dalam dapur magma masih panas sampai ribuan tahun, air tanah yang turun dan bersentuhan

    dengan batuan panas, maka terpanaskan dan cenderung naik ke permukaan melalui rekahan-rekahan pada batuan

    yang membentuk sumber mata air panas.

    2.Geyser ; adalah air tanah yang tersembur keluar sebagai kolam uap air panas, yang terbentuk oleh adanya

    celah yang terisi air. Makin besar akumulasi air dalam celah maka makin tinggi tekanan air di bawahnya, sehingga saat

    air di bawah mendidih, terbentuk uap air yang menekan di atasnya. Naik air akan mengurangi tekanan,

    sehingga titik didih turun, dan giliran air yang di atas mendidih dan tersembur keluar serentak sebagai

    Geyser .

  • 3. Fumarol dan Solfatar; Fumarol merupakan lubang asap tempat keluarnya gas-gas yang dihasilkan oleh gunung api.

    Umumnya terletak di sekitar gunung api atau terobosan melalui rekahan-rekahan. Sedang Solfatar adalah

    Fumarol yang mengeluarkan gas belerang (sulfur), sering juga dijumpai belerang yang mengendap sebagai kristal

    dan melapisi rekahan-rekahan pada batuan yang dilaluinya.

    4. Kawah; pada puncak atau daerah sekitar puncak gunung api kebanyakan ada kawah, yaitu suatu bentuk depresi

    berbentuk corong terbuka ke atas yang merupakan tempat disemburkannya gas-gas, tefra dan lava.

    5. Mud Pool; lumpur selalu berair karena adanya kondensasi uap.

    METODE

    Dalam kaitannya metode yang digunakan dalam pengamatan geologi dari metode yang digunakan dalam pengerjaan ini adalah

    metode pengamatan geologi permukaan surface mapping), yaitu melakukan pengamatan langsung di

    lapangan. Data yang diambil berupa data morfologi, litologi dan struktur geologi serta penentuan titik

    manifestasi panas bumi berupa sifat fisik mata air, dan tanah hangat, selain pengamatan juga dilakukan

    pengambilan contoh batuan dan dokumentasi untuk keperluan pengamatan yang lebih detail dengan beberapa

    tahapan, diantaranya : tahap persiapan, tahap pengamatan, tahap analisa (analisa morfologi, analisa

    statigrafi, analisa struktur, analisa petrografi, analisa fosil, dan analisa kimia air panas), tahap

    pembuatan peta, tahap pembuatan laporan. Pemunculan manifestasi panas bumi di daerah

    penyelidikan terdiri atas mata air panas, lapangan fumarola/solfatara, steaming ground, batuan

    teralterasi, dan letusan freatik.

    Mata Air Panas

    Mata air panas ini muncul di Batu Barjanjang, Bk. Gadang, Padang Damar, Garara, Sonsang, Buah

    Batuang serta di Bk. Kili Gadang dan Kili Kecil. Umumnya ber-pH netral, T = 40 - 53C, kecuali di Gabuo

    Atas T = 94C dan pH = 2, dengan debit antara 1 sampai 70 l/m.

    Lapangan Fumarola/Solfatara

    Manifestasi ini berada di Gabuo Bawah, Gabuo Ilalang, dan Gabuo Atas, dengan ketinggian antara 1200

    sampai 1900 m dpl., T = 80 hingga 96C, hembusan lemah-cukupkuat, dengan kadar uap air cukup tinggi,

    tercium bau gas belerang. Di sekitarnya terdapat batuan ubahan hasil proses hidrotermal tersebut.

    Letusan Freatik

    Letusan freatik ini terjadi pada 25 September 2001 di bagian atas tubuh Gunung Jantan (Gabuo Atas,

    1840 m dpl.). Menyisakan lubang/kawah berukuran 1.5 x 1 m dengan kedalaman 0.5 m dan terdapat

    bualan air panas dengan T = 94C, dan pH = 2.

    Batuan Ubahan Hidrotermal

  • Batuan ubahan tersebar di daerah Gabuao Atas, Gabuo Ilalang dan Gabuo Bawah, dengan luas

    penyebaran sekitar 200 x 800 m dan di sekitar mata air panas Padang Damar. Hasil analisis sebanyak 10

    contoh batuan ubahan dengan meggunakan PIMA disajikan pada Tabel 1.

    Berdasarkan kondisi temperatur sekarang di daerah Gabuo Atas, yaitu: 96C maka kehadiran mineral

    illite diperkirakan merupakan sisa atau fosil yang terbentuk pada masa lampau (T=220 - 300C).

    Mineral-mineral ubahan yang terdapat di Padang Damar terdiri atas monmorillonite, kaolinite dan

    gypsum. Adanya mineral dari kelompok sulfate yaitu gypsum (CaSO4.2H

    2O), dan juga hadirnya mineral

    kaolinite yang pembentukannya berasal dari fluida hidrotermal yang berkomposisi asam (pH=3-4) maka

    diperkirakan bahwa di lokasi tersebut pada masa lampau pernah terjadi aktivitas hembusan

    steam/fumarola yang menghasilkan batuan alterasi tersebut. Tipe ubahan di daerah penyelidikan adalah

    argilic sampai advance argilic.

    Sinter Karbonat

    Sinter karbonat dijumpai hampir di semua lokasi mata air panas, kecuali mata air panas Bukit Kili

    Gadang, Kili Kecil dan Gabuo Atas., dengan ketebalan bervariasi dari beberapa mm sampai 2 meteran.

    2.1.3. Panas yang Hilang/Heat loss

    Pengukuran kehilangan panas/heat loss di lakukan di lokasi-lokasi pemunculan gejala kenampakan

    panas bumi seperti: mata air panas, kolam air panas, tanah panas. Hasil perhitungan heat loss di

    daerah penyelidikan sebesar 1.5 MW, angka ini merupakan angka minimal karena belum semua

    manifestasi yang ada dihitung.

    2.4. Geofisika

    2.4.1. Geomagnetik

    Metode Geomagnetik adalah salah satu metode geofisika yang digunakan untuk menyelidiki kondisi

    permukaan bumi dengan memanfaatkan sifat kemagnetan batuan yang diidentifikasikan oleh

    kerentanan magnet batuan. Metode ini didasarkan pada pengukuran variasi intensitas magnetik di

    permukaan bumi yang disebabkan adanya variasi distribusi (anomali) benda termagnetisasi di bawah

    permukaan bumi.Dalam melakukan pengukuran geomagnetik, peralatan paling utama yang digunakan

    adalah magnetometer. Peralatan ini digunakan untuk mengukur kuat medan magnetik di lokasi survey.

    Pada peta anomali magnet total menunjukan adanya beberapa kelurusan anomali magnet dengan nilai

    rendah/tinggi yang berarah hampir baratlaut-tenggara yang ditafsirkan sebagai cerminan dari struktur

    patahan yang mempunyai hubungan erat dengan kenampakan manifestasi panas bumi. Hasil

    pengukuran magnet di daerah ini dibagi dalam tiga kelompok, yaitu daerah dengan nilai besaran

    anomali magnet tinggi dengan nilai > 50 gamma ditafsirkan sebagai batuan yang bersifat magnetik

    sebagai batuan vulkanik terdiri dari bongkah andesit sampai lava. Daerah ini muncul di bagian tengah,

  • utara dan barat laut. Daerah anomali magnet rendah dengan nilai 50 s/d -250 gamma, ditafsirkan

    sebagai batuan bersifat nonmagnetik terdiri dari batuan meta, piroklastika, menyebar di bagian barat

    dan baratlaut dan tenggara. Daerah dengan anomali magnet < -250 gamma, ditafsirkan sebagai batuan

    yang nonmagnetik ditafsirkan sebagai daerah ubahan kuat, terlihat di bagian selatan dan timurlaut

    daerah penyelidikan.

    2.4.2. Gaya Berat

    Metode gaya berat (gravitasi) adalah salah satu metode geofisika yang didasarkan pada pengukuran

    medan gravitasi.Dalam metode ini yang dipelajari adalah variasi medan gravitasi akibat variasi rapat

    massa batuan di bawah permukaan sehingga dalam pelaksanaannya yang diselidiki adalah perbedaan

    medan gravitasi dari suatu titik observasi terhadap titik observasi lainnya.Prinsip pada metode ini

    mempunyai kemampuan dalam membedakan rapat massa suatu material terhadap lingkungan

    sekitarnya. Dengan demikian struktur bawah permukaan dapat diketahui. Pengetahuan tentang struktur

    bawah permukaan ini penting untuk perencanaan langkah-langkah eksplorasi panas bumi.

    Dengan menggunakan densitas contoh batuan dan hasil estimasi Parasnis, maka perhitungan anomali

    Bouguer menggunakan densitas 2,61 g/cm3

    a. Anomali Bouguer (densitas = 2,61 g/cm3

    )

    Daerah penyelidikan umumnya didominasi oleh anomali gaya berat negatif , yaitu mulai dari

    ujung barat daya sampai kearah timur laut, sedangkan anomali positif hanya terdapat dibagian ujung

    timurlaut daerah penyelidikan

    Anomali negatif tinggi yang mendominasi bagian tengah daerah penyelidikan kompleks mata air panas

    (MAP) Cupak (Padang Damar - Songsang) sampai MAP Batu Berjanjang diperkirakan berkaitan dengan

    struktur sesar dan zona hancuran, dan berkaitan dengan daerah/zona ubahan.

    Nilai anomali negatif sedang yang terdapat dibagian baratdaya dan agak ke timur laut daerah

    penyelidikan diperkirakan berkaitan dengan zona sesar yang terdapat di daerah tsb. Daerah anomali

    negatif rendah di baratdaya ditempati oleh batuan vulkanik tua (andesit dan breksi tufa), lava andesit

    dari gunungapi Batino dan fragment breksi dari endapan sekunder.

    Anomali positif yang terdapat di bagian timur laut daerah penyelidikan didominasi oleh batuan

    metamorfik (filit).

    b. Struktur gaya berat

    Pola lineasi dari ketiga anomali Bouguer, sisa dan regional memperlihatkan pola liniasi berarah

    baratlaut-tenggara, yang disertai dengan pembelokan dan pengkutuban anomali (posistif dan negatif),

    mencerminkan arah utama struktur sesar di daerah penyelidikan berarah baratlaut tenggara searah

    dengan sesar Sumatra. Diperkirakan sistem sesar di daerah G. Talang/penyelidikan merupakan segmen

    sistem sesar besar Sumatra yang bergerak mendatar. Sedangkan lekuk-lekuk terban (pembelokan

    anomali) dan pengukutuban anomali diperkirakan disebabkan oleh sesar merencong yang diremajakan

    kembali sekitar akhir tersier(?) dengan arah timurlaut-baratdaya.

    2.4.3. Geolistrik dan Head-on

  • Geolistrik adalah suatu metoda eksplorasi geofisika untuk menyelidiki keadaan bawah

    permukaan dengan menggunakan sifat-sifat kelistrikan batuan.Pada eksplorasi in digunakan metode

    geolistrik dengan konfigurasi head-on (half schlumberger). Konfigurasi Schlumberger memiliki jangkauan

    yang paling dalam dibandingkan konfigurasi yang lain.

    a. Peta tahanan jenis semu AB/2 = 500 m

    Sebaran tahanan jenis semu secara umum masih memiliki pola dimana nilai tahanan jenis relatif

    tinggi di selatan dan merendah ke utara (Gambar 7). Luas anomali Batu Berjanjang masih relatif sama

    namun nilai tahanan jenis di B-2900 lebih rendah yaitu 15 m. Yang terlihat menonjol adalah

    kemunculan anomali rendah lainnya di tenggaranya dan memiliki luas yang lebih lebar serta konsetrik ke

    titik C-2000 di sekitar Air Sirah - Kaladi. Nilai tahanan jenis terendah adalah 34 m di C-2000. Dengan

    mempertimbangkan bahwa kedua anomali rendah ini berkaitan dengan proses hidrotermal yang sama

    dari G. Talang, maka kedua anomali ini dikelompokkan menjadi anomali G. Talang. Namun demikian,

    anomali G. Talang ini masih belum terlihat kecenderungan meluas ke arah barat, yakni ke arah kompleks

    manifestasi panas bumi G. Talang (di Buah Batuang dan Gabuo). Anomali Cupak yang di utara, nilai

    tahanan jenis terendah di titik A-10500 dan A-11000 masing-masing 18 m dan 20 m.

    b. Peta tahanan jenis semu AB/2 = 1000 m

    Pola umum sebaran tahanan jenisnya masih sama seperti pada peta AB/2 = 500m (Gambar 8).

    Anomali G. Talang pada peta ini memiliki pola yang mirip dengan anomali pada peta AB/2 = 500 m. Nilai

    tahanan jenis terendah adalah 15 m di titik B-2000. Pola anomali Cupak relatif sama, namun nilai

    tahanan jenis relatif mengecil sehingga sebaran anomali relatif melebar terutama ke arah barat dan

    timur.

    c. Penampang Tahanan Jenis Sebenarnya

    Pemodelan tahanan jenis pada lintasan B dibuat dengan menggunakan empat data sounding di

    titik B-2000, B-2900, B-4500, dan B-6000 dan dibantu dengan data mapping lainnya. Secara umum,

    struktur tahanan jenis dibagi menjadi dua kelompok: kelompok di dalam anomali G. Talang dan di luar

    anomali . Kelompok anomali G. Talang secara umum menunjukkan tiga lapisan tahanan jenis: lapisan

    pertama adalah lapisan resistif dengan nilai tahanan jenis > 1000 m dan ketebalan berkisar antara 50

    200 m. Lapisan resistif ini diinterpretasikan berkorelasi dengan batuan vulkanik (piroklastik dan bongkah

    lava) yang masih segar. Lapisan kedua adalah lapisan konduktif dengan nilai tahanan jenis berdegradasi

    dari 12 s.d. 30 m, berarah baratlaut dengan ketebalan berkisar antara 500 1000 m.

    d. Struktur head-on

  • Lapisan konduktif diinterpretasikan berkorelasi dengan batuan vulkanik terubah argilik dan

    berfungsi sebagai batuan penudung bagi sistem panas G. Talang. Lapisan ketiga adalah basemen

    tahanan jenis bernilai sekitar 60 m dan diinterpretasikan sebagai berkorelasi dengan batuan vulkanik

    yang terubah propilitik yang merupakan batuan reservoar. Sementara kelompok kedua adalah kelompok

    di luar reservoar yang secara umum memiliki struktur dua lapisan tahanan jenis resistif: lapisan resisitif

    pertama bernilai >1000 m dengan ketebalan sampai 250 m dan berkorelasi dengan batuan piroklastik

    dan bongkah lava yang masih segar, dan lapisan resistif kedua bernilai 150 200 m yang berkorelasi

    dengan batuan piroklastik yang sedikit terubah/ terpengaruh oleh fluida panas bumi.

    Pengukuran head-on dilakukan pada Lintasan-X dengan panjang lintasan pengukuran 2000 m, jarak titik

    ukur 100 m, arah lintasan baratdaya timurlaut. Hasilnya menunjukkan sebaran titik-titik potong tidak

    jelas membentuk kelurusan-kelurusan yang mengarah pada pola struktur tegas, namun cenderung

    membatasi zona tahanan jenis semu rendah (< 30 m) di sekitar mata air panas Batu Berjanjang.