Majalah NUN Q. A52-1

download Majalah NUN Q. A52-1

of 72

Transcript of Majalah NUN Q. A52-1

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    1/72

    1

    santren menjadi kurang begitu terasa

    dalam denyut akademik intelektual In-

    donesia. Suatu institusi yang kental di

    dalamnya dengan tradisi baca, tradisi

    menulis, tradisi sastra, tradisi berde-

    bat, dan tradisi menghaluskan budi le-

     wat lantunan musik-musik tradisional.

    Kesadaran ini yang ingin kita ban-

    gun. Omong punya omong, banyak

    masukan dari teman-teman yang pedu-

    li dengan dunia intelektual pesantren.

    Mengapa banyak hal tentang karya

    pesantren yang terlupakan. Fenomena

    tentang khasanah intelektual pesant-

    ren secara global maupun lokal dalam

    khasanahnya telah banyak

    diperbincangkan, tapi

    masih banyak celah-celah

    kosong yang tidak tergali

    dan terlupakan.

    Iktiar ini bertujuan un-

    tuk memancing segala potensi

    Intelektual yang sebelumnya tertidur

    menjadi bergairah. Diharapkan akan

    muncul lagi penulis-penulis berbakat,

    sastrawan, seniman, budayawan dari

    pesantren, khususnya.

    Berdasarkan itulah kita ingin

    mengajak berdialaog dan mengajak

    berinteraksi secara kongkret dalam

    pengembangan dunia tulis-menulis

    di pesantren. Sebagai tema pembuka

    dalam edisi perdana majalah nun_Q,

     yaitu Membangkitkan Kembali Tradisi

    Intelektualsme Pesantren.Redaksi..

     Wassalam.

     Assalamu’alaikum Warahmatulahi

    Wabarakatuh

    Pasti ada pertanyaan besar bagi

    siapapun yang membaca nama

    nun_Q, sebuah majalah pesantren. Apa

    maksud dan tujuan majalah nun_Q 

    sebagai sebuah majalah pesantren?

    Mengapa yang diangkat pesantren?

    Pertanyaan itu terus diberondongkan

    bak mitraliur yang tidak pernah ber-

    henti ditembakkan. Dan masih meng-

    hantam kita menjelang hari H terbitan

    edisi perdana nun_Q.

    Hasrat yang berangkat dari kepri-

    hatinan. Mengapa satu institu-

    si pendidikan tertua yang

    mengakar dari khasa-

    nah pendidikan Arab yang

    berkembang di Indonesia

    sebagai salah satu tempat

    pendidikan anak bangsa ‘ter-

    lantarkan’ dan kurang mampu

    menghasilkan ‘penulis’ dan karya-kay-

    anya.

    Kita sadari bahwa peran pesant-

    ren sebagai salah satu bagian penting

    dari khasanah intelektual anak bangsa yang tidak mungkin dipisahkan ke-

    beradaannya. Namun keberadaanya

    terpinggirkan, kurang subur, nyaris

    mati. Ini yang menyebabkan sumban-

    gan yang diberikan dunia intelektual

    pesantren terhadap khasanah intelek-

    tual di Indonesia menjadi kurang op-

    timal, kontribusi estetik, tematik dan

    etik yang merupakan potensi khas pe-

    salam

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    2/72

    2   daftar isi

    FADOIL

    - Santri Hidup, Santri Menulis

    KITABAH

    - Semarak Apel Tahunan ke 17

    Pondok Pesantren Al-Azhaar

    dengan tema “MEMBANGUN

    GENERASI QUR’ANI DI ERA

    TEKNOLOGI”

    - Santri Baris, Ngaji Oke,Nasionalisme Yes.

    - Sebuah Ikhtiar: INDAHNYA

    MEWUJUDKAN ANAK

    SHALEH.

    TARBIYAH

    - Konsep Pendidikan dalam Al-

    Qur’an- Pendidikan Pesantren

    adalah Menyiapkan Generasi

    Mendidik Diri Sendiri Seumur

    Hidup

    IBRAH

    - Tokoh Intelektual Pesantren

    K.H HASYIM ASY’ARI 

    Pelindung: KH. Mansoeri Adam, SE., M.Pd.I., Penasehat: Zuhri,

    S.Sos.I., M.Pd.I Pemimpin Umum: Adib Belaria Abadi Wakil Pemimpin

    Umum: Supriyadi, S.E.I.,  Pemimpin Redaksi:  Adib Belaria Abadi

    Redaktur:  Maya Mashita Rahmi layuot/Cover:  Budi Setyawan,

    Kurniawan, Kamil Bahtimi Alamat Redaksi: Jl. Pelita No. 364 RT 07

    Kelurahan Pelita Jaya Kota Lubuklinggau Sumatera Selatan 31614Telp. (0733) 322559 email: [email protected]

    MAKALAH

    - Membangkitkan Kembali

    TRADISI INTELEKTUAL

    PESANTREN

    RISALAH

    - Cara Belajar yang baik dan

    menghilangkan malas.

    - Panduan Menulis Puisi

    SASTRA 

    Cerpen: 

    - “teddy bear”

    - IZINKAN AKU BERTAUBAT

    PUISI

    HUMOR: Nasehat ABU NAWAS

    kepada RAJA 

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    3/72

    3fadoil

    S H, S M

    Santri sekarang harus menya-dari bahwa kitab kuning yangmereka baca sekarang adalah karya

    santri-santri terdahulu. Mereka

    tetap hidup hingga saat ini dengan

    tulisan. Pertanyaannya, apakah

    santri masa depan akan memba-

    ca karya santri masa ini? Apakahsantri masa ini akan hidup hingga

    masa-masa yang akan datang?

    Santri Hidup, Santri Menulis..!!!

    Sudah berabad-abad lamanya

    dari “perut” pondok pesantren la-

    hir tokoh-tokoh penting yang me-

    mainkan peranan peting dalam

    khazanah intelektualisme Islam.Tapi sampai kini, masih sangat

    sedikit perhatian yang dicurahkan

    generasi sekarang untuk mengupas

    tuntas perihal kontribusi mereka di

    dalam pengembangan pemikiran

    Islam. Jadinya, diskursus tentang

    intelektualisme pesantren ibarat

    garapan yang terlantar.

    Ciri khas yang paling meny-olok dalam tradisi intelektual pe-

    santren adalah jaringan, silsilah,

    sanad, ataupun geneologi yang be-

    sifat musalsal  (berkesinambungan)

    untuk menentukan tingkat eso-

    terisitas dan kualitas keulamaan se-

    orang intelektual. Hal ini pula yang

    membedakan tradisi intelektualpesantren dengan-misalnya-tradisi

    intelektual di lingkungan kampus,

    dan bahkan lembaga-lembaga

    pendidikan Islam lainnya. Tradisi

    Intelektual pesantren seperti ini

    boleh dibilang melampaui lineari-

    tas eksotologis pengetahuan Islam,

     yang biasa disebut ‘ilm jally dalamperspektif Ibn Qayyim Al-Jauzy.

    Satu kata bernama tulisan

    akan mendukung berkembang-

    nya sebuah inovasi. Sebuah teori

    pernah mengungkapkan bahwa

    salah satu cara yang jitu untuk me-

    nampakkan eksistensi diri adalah

    tulisan. Dengan tulisan, manusiamampu berkomunikasi dan me-

    nyampaikan berbagai informasi.

    Terlebih seiring dengan berkem-

    bangnya inovasi, kebutuhan akan

    dunia tulis menulis pun semakin

    meningkat. Inovasi tersebut tidak

    akan diterapkan bahkan dikenal

     jika tidak ada difusi dan pemub-likasiannya.

    3

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    4/72

     November 2013 NUN_Q4

    Sehingga kini dunia ini tidak

    hanya milik mereka yang berpro-

    fesi sebagai pemburu berita, atau

    pun mereka yang bekerja di me-

    dia. Siapa pun dituntut untuk bisa

    berkecimpung di dalamnya, tanpa

    memandang usia, latar belakang

    pendidikan, agama, maupun bu-

    daya. Bahkan, dewasa ini jurnal-

    isme sudah mulai digandrungi oleh

    remaja, terutama santri.

    Kemampuan di bidang jurnal-

    istik kiranya adalah suatu potensi

     yang harus senantiasa menjadi

    perhatian dalam proses pendidi-

    kan di pesantren. Budaya bertutur

    dalam bahasa lisan maupun tulisan

    merupakan budaya turun menu-

    run yang tidak bisa dipisahkan dari

    sejarah perkembangan pe-

    santren. Banyak penulis dan

    praktisi sastra yang muncul

    dari dunia pesantren, seperti

    Cak Nun, Emha Ainun Najib,

    Gus Dur, Jamaldi Rahman,

    dan penulis-penulis terbaik

    lainnya. Bahkan penulis leg-

    endaris W.S. Rendra pun

    sangat akrab dengan dunia pesant-

    ren. Selain itu, dari segi keilmuan

    pun pada dasarnya santri memiliki

    keilmuan yang lebih dibandingkan

    dengan yang lain.

      Adanya integrasi ilmu agama

    dan ilmu umum menjadi nilai

    lebih bagi pesantren. Sehingga

    meningkatnya keintelektualan

    santri akan dibarengi pula dengan

    meningkatnya akhlak dan moral-

    nya. Permasalahannya mengerti

    tidakkah masyarakat akan hal itu?

    Pada kenyataannya masyarakat

    masih menganggap bahwa pesant-

    ren akan mencetak orang-orang

     yang kolot, kuper dan tidak memi-

    liki keilmuan yang berarti.

    Maka, di sinilah pentingnyasebuah tulisan. Tulisan akan men-

     jadi bukti keeksistensian diri dan

    keberadaan pesantren. Pesantren

    menjadi dikenal pada kalangan

    masyarakat sebagai pusat pengem-

    bangan keilmuan. Sebuah perkem-

    bangan yang baik, belakangan ini

    dunia jurnalistik mulai banyak di-

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    5/72

     November 2013 NUN_Q 5

    minati orang-orang dari kalangan

    pesantren sebagai salah satu profe-

    si yang dapat memberikan manfaat

    bagi dirinya dan orang lain.

    Pesantren telah melahirkan

    banyak praktisi sastra dan jurnalis.

    Diantaranya, Pondok Pesantren

     Al-Amien di Sumenep Madura,

    Pondok Modern Gontor Ponorogo,

    Pondok Pesantren Darul Ulum

     Jombang, PPMI Assalaam Surakar-

    ta, dan beberapa pesantren lainnya.

    Ke depannya, berharap pesantren

     yang lainpun akan ikut menyusul.

     Yakinlah!! pesantren tidak akan

    kekurangan stok penulis. Karena

    seperti yang kita tahu setiap kali

    dan setiap waktu kehidupan santri

    hanya diisi dengan ibadah, menulis

    dan belajar.

     Apalagi umumnya pesantren

    menyediakan tempat khusus bagi

    santri untuk mengenal jurnalis-

    tik lebih dalam, misalnya dengan

     wadah majalah, buletin, mading

    dan lain-lain. Majalah merupakan

    media jurnalistik yang paling ban-

     yak keberadaannya di kalangan

    masyarakat.

    Majalah sebagai terbitan berka-

    la yg isinya meliputi berbagai lipu-

    tan jurnalistik dan pandangan ter-

    tentu mengenai topik aktual yang

    patut diketahui pembaca memiliki

    pengkhususan dalam penggolon-

    gannya berdasarkan isi, dibedakan

    atas majalah berita, wanita, remaja,

    olahraga, sastra, ilmu pengetahuan

    tertentu. Begitu pula pengadaan

    majalah SANTRI sebagai wadah

    para Santri Berprestasi yang ingin

    berkecimpung dalam bidang jur-

    nalistik dan penerbitan diharapkan

    dapat memberi manfaat yang mak-

    simal.

    Dapat mengembangkan in-

    telektualitas ilmu dan teknologi,

    menyajikan informasi aktual yang

    berbobot dan orisinil tentang dun-

    ia keilmuan, pesantren, kemaha-

    siswaan dan kemasyarakatan.

    Selain itu, dapat menjadi media

    penyaluran aspirasi dan pemikiran

    mahasantri serta mewujudkanbudaya tulis dan baca di kalan-

    gan mahasantri. Yang terpenting

    adalah dapat mengenalkan pada

    masyarakat bahwa santri itu ada

    dan dapat menjadi motivasi bagi

    lainnya untuk mengembangkan

    keilmuannya serta sebagai sarana

    memperkenalkan dunia pesantren

    melalui tulisan. Sehingga pesant-

    ren sebagai pusat pengembangan

    keilmuan dapat terealisasi, dian-

    taranya dengan lahirnya penulis-

    penulis dan praktisi sastra yang se-

    lanjutnya dapat memberi gamba-

    ran historis dalam pengembangan

    pesantren. REDAKSI.

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    6/72

    6

    Suasana hikmat begitu terasa saat Apel yang diiku oleh Seluruh Santri dan Ustadz Ustadzah

    Pondok Pesantren Al-Azhaar Lubuklinggau.

    Pada usianya yang ke-17, PondokPesantren (selanjutnya akandisebut:PP) Al-Azhaar melaksana-kan serangkain kegiatan yang ber-

    tujuan mengenang kembali sejarah

    sebagai bagian penting dari sebuah

    perkembangan lembaga pendidi-

    kan Islam.

    PP Al-Azhaar telah mengalami

    berbagai macam peristiwa yang

    sangat perlu dikenang oleh semua

    civitas akademika  untuk mem-

    bangkitkan kembali semangat

     yang telah melahirkan sebuah lem-baga pendidikan Islam dirintis oleh

    beliau Al-Mukarom KH. Mansoeri

     Adam M,Pd.I,

     Yayasan Darul Ishlah berdiri

    pada juli 1996, kemudian pada 16

    september 1997 berubah nama

    menjadi Ponpes Al-Azhaar yang

    diresmiakan oleh Drs. H. Radjab

    SEMARAK APEL TAHUNAN KE-17

    PONDOK PESANTREN AL-AZHAAR DENGAN TEMA 

     “MEMBANGUN GENERASI QUR’ANI

     DI ERA TEKNOLOGI” 

    kitabah

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    7/72

     November 2013 NUN_Q 7

    Semendawai, SH., selaku Bu-

    pati Musi Rawas pada saat itu,

     Yayasan ini dibawah naungan

     Yayasan Permata Nusantara.

    Kemudian setelah dibukan-

    nya Ponpes Darul Ishlah, tidak

    perlu waktu lama untuk ber-

    adaptasi dengan lingkungan

    pendidikan, pada tahun 1996

    berdirilah MTs Darul Ishlah, ke-

    mudian pada tahun 1997 Berdiri

    MA Darul Ishlah, tahun 1999 MI

    Darul Ishlah, selanjutnya pada

    tahun 2006 Bediri SMP IT Al-

     Azhaar, 2007 Taman Kanak-Ka-

    nak Al-Azhaar, kemudian pada

    tahun 2008 berdirilah STAI Al-

     Azhaar.

    Pelepasan Balon Udara sebagai simbol dan hara-

     pan mengangkasanya PP Al-Azhaar di kancahDunia pendidikan Islam Modern.

    Doa penutup yang dipimpin oleh Ust. Zuhri, M.Pd.I

    Dan alumni dari Ponpes pun

    tidak sedikit yang meneruskan

    perjuangan di bidang pendidi-

    kan keislaman hingga mereka-

    pun tersebar di berbagai lembaga

    pendidikan baik Lokal maupun

    Internasional.

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    8/72

    8

    Untuk memperingati HUT RIke-68 Pemkot Lubuklinggaumengadakan berbagai macam keg-iatan yang melibatkan peran serta

    pelajar untuk memeriahkanya.

    Salah satunya adalah kegiatan gerak

     jalan yang diikuti santriwan dan

    santriwati Ponpes Al-Azhaar, baik

    kelas 1, 2 dan 3 (setingkat SMP) atau

    kelas 4, 5 dan 6 (setingkat SMA).

     Acara yang dilaksanakan pada hariselasa 27 Agustus itu direspon an-

    tusias oleh para santri, baik putra

    maupun putri, itu bisa dilihat dari

    keseriusan mereka dalam mengiku-

    ti gerak jalan seperti terlihat dalam

    foto diatas.

    Kegiatan ini diikuti oleh hampir

    semua sekolah yang berkedudukan

    di Wilayah Pemkot Lubuklinggau

    ini berlangsung cukup meriah. Rasa

    Nasionalisme yang dirasa semakinmenipis, dengan adanya acara ini

    seolah semua itu terbantahkan, se-

    tiap peserta berlomba-lomba untuk

    menampilkan yang terbaik dalam

    baris-berbaris. Disamping itu untuk

    mengusir lelah, mereka menyanyi-

    kan lagu-lagu perjuangan dengan

    semangat sambil bertepuk tangan.

    Paradigma masyarakat yang

    selama ini meng-identikan Pesant-

    ren dengan kegiatan keagamaan

    saja yang kurang dalam mengi-

    kuti perkembangan zaman tidak

    berlaku lagi sekarang!, kata ustad

     Awalludin sebagai pembimbing

    sekaligus pelatih baris-berbaris

    Santri Baris,

    Ngaji Oke,

    NASIONALISME YES

    kitabah

    Wajah memberi harapan akan in-dahnya sebuah proses pendidikan.

    Gagahnya Para santri Pondok Pe-

    santren Al-Azhaar dalam mengiku

    kegiatan gerak jalan.

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    9/72

     November 2013 NUN_Q 9

    santri yang sempat kami wawanca-

    rai, pernyataan ini bukanlah isapan

     jempol belaka, ini terbukti dengan

    tumbuh kembangnya Ponpes Al-

     Azhaar dalam setiap geraknya un-

    tuk terus mau berbenah dari berba-

    gai lini pengembangan pendidikan

     yang ada di dalamnya, termasuk da-

    lam strategi pembelajarannya yang

    menggunakan sistem SKS sebagai

    sitem yang diterapkan di tingkatan

    SMP dan SMA.

    Dengan diikutinya acara ini

    diharapkan para santri, khusunya

    santri Ponpes Al-Azhaar dapat me-

    mahami arti Nasionalisme dan Cin-

    ta Tanah Air disamping mendalami

    ilmu-ilmu Agama dan keterampilan

    sebagai bekal mereka kelak dimasa

    mendatang. Karena bagaimanapun

    dunia berubah, pesantren Al-Azhaar

    akan tetap menjunjung tinggi nilai-

    nilai Moral dan Nasionalisme yang

    terkandung dalam nilai-nilai ke-

    Islam-an yang termuat dalam isi

    kandungan Al-Quran dan Al-Hadits

     yang (mau diakui atau tidak) sudah

    mulai luntur bahkan dikalangan

    pesantren itu sendiri.

    Semoga di HUT Kemerdekaan

     yang kesekian kali kita peringati

    bukan hanya menjadi kegiatan ser-

    emonial belaka yang miskin makna,

    akibat dari degradasi moral yang

    melanda pada diri anak bangsa

     yang diakibatkan dari hibridasi bu-

    daya yang tanpa mengenal waktu

    dan tanpa seleksi : yang dimakan

    mentah-mentah oleh mereka yang

    sedang belajar melalui berbagai

    media, TV, Koran, Majalah, Inter-

    net dan fasilitas modern lainnya.

    Semangat kemerdekaan Negara

    patut kita tiru dalam kehidupan,

    setidaknya kita semua tahu bangsa

    ini belum merdeka dari korupsi

    dan belum merdeka dari kemiski-

    nan. Setidaknya Al-Azhaar berusa-

    ha memberikan sumbangsih pada

    bangsa ini dengan memberikan

    semangat pendidikan yang manu-

    siawi dan memanusiakan manusia

    dengan menitik beratkan pendidi-

    kan ahlak sebagai sumber keilmuan

     yang harus dikuasai dan dipadukan

    dengan berbagai macam profesi dankeahlian setiap orang. Wallauhu

    a’lam bish showab. (adib)

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    10/72

    10

    Nilai-nilai paling baik diajarkandalam keluarga. Karena orangtua adalah guru yang utama (Linda

    dan Ricgard Eyre: 1993). Oleh kar-

    ena itu, lingkungan keluarga adalah

    tempat dimana pertama kali pena-

    naman nilai-nilai kesalehan (ahlak)

    pada seorang anak. Demikian pula

     yang diajarkan nabi penyeru Islam;

    rahasia keagungan-Nya terletak

    pada ahlaknya yang mulia.

    Setiap orang tua pasti meng-

    harapkan anaknya menjadi anak

     yang shaleh. Karena bagi orang Is-

    lam memiliki anak shaleh adalah

    rahmat. Sedangkan Islam sendiri

    membawa mandat pada setiap pe-

    meluknya agar menjadi individu

     yang rahmatan lil ‘alamin, bukan

    hanya sekedar rahmatan lil muslim-

    in, sama halnya dengan eksistensi

    diturunkanya Islam di muka bumi.

     Walaupun setiap anak akan

    tumbuh dengan mengembangkan

    keshalehan yang berbeda disesuai-

    kan dengan konteks zaman dan

    lingkungan dimana dia akan men-

    etap kelak, tetapi paling tidak mer-

    eka akan melangkah dengan sadar,

    menggunakan nilai-nilai kesalehan

     yang ditanamkan orang tuanya se-

    bagai pembanding dan titik tolak

    untuk tinggal landas.

    Karena shaleh menyangkut ahl-

    ak seseorang atau amal perbuatan

    keseharian seorang muslim yang

    disebut dalam etika Islam sebagai

    sumber moral tentang suatu penge-

    tahuan dan tindakan yang “baik dan

    benar” berdasarkan ajaran Allah

    (Al-Qur’an) dan Rasul-Nya (Sunah)

    (Widyastini, 1991: 22).

    Dengan proses pendidikan yang

    ”benar” sesuai perspektif Islam yang

    berkeadilan (tekstual dan kontek-

    stual) diharapkan setiap individu

    muslim mampu melaksanakan tu-gasnya dIbumi. Dengan menggu-

    nakan akal pikiran dan bertingkah

    laku shaleh untuk perkembangan

    dan perbaikan dalam kehidupan se-

    bagai bekal hidupnya di dunia dan

    alam akhirat.

    Sebagai agama yang rahmatan

    kitabah

    Sebuah Ikhtiar: INDAHNYA MEWUJUDKAN

      A N A K S H A L E H

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    11/72

     November 2013 NUN_Q 11

    lil ‘alamin, misi Islam adalah mem-

    bebaskan manusia dari segala ben-

    tuk diskriminasi, penindasan, atau

    penghambaan manusia selain pada

     Allah SWT. Oleh karenanya, penu-

    lis berpendapat bahwa upaya untuk

    mewujudkan anak yang shaleh hen-

    daklah dilakukan tidak dengan cara

    memposisikan pihak tertentu se-

    bagai yang dominan dan yang lain-

    nya dalam posisi sub ordinasi. Akan

    tetapi semua pihak haruslah dipo-

    sisikan sebagai subyek yang harus

    memiliki kesadaran yang jernih

    tentang kondisi sosial yang ada.

    Banyak orang tua cemas atau

    khawatir dalam memikirkan masa

    depan anaknya. Ada kalanya keha-

     watiran itu kecil, tidak berarti dan

    kemudian hilang dengan sendirin-

     ya; namun adakalanya kehawatiran

    itu lebih serius sifatnya. Mungkin

    terasa melegakan bila orang tua ini

    mengetahui bahwa anak-anak lain

    pun mengalami masalah yang sama

    seperti anaknya, dan bahwa orang

    tua lain pun mengalami kehawati-

    ran yang sama.

    Tapi kadang karena besarnya

    kehawatiran tersebut, dimasa seka-

    rang ini banyak orang tua yang tan-

    pa disadari ketika mereka menga-

    rahkan dengan cara yang mereka

    inginkan malah medorong gaya

    hidup yang justru “menghambat”

    proses belajar dengan berlaku tidak

    adil pada sang anak. Padahal setiap

    anak mempunyai “gaya hidup” dan

    “gaya belajar” sendiri, yang menen-

    tukan sikap sang anak terhadap

    lingkungannya. Hal itu terbukti

    dari banyaknya berita baik di televi-

    si maupun media masa lainnya ten-

    tang kejadian-kejadian yang meng-

    indikasikan kegagalan dalam pen-

    didikan dirumah semisal tawuran

    pelajar, narkoba samapai pada seks

    bebas yang sudah sampai pada titik

    sangat menghawatirkan.

    Hal tersebut harus segera dice-

    gah! Bagaimana caranya? Salah sa-

    tunya dengan menanamkan nilai-

    nilai keshalehan sejak dini, ataupun

    merekonstruksi dengan cara arif

    dan bijak segala macam bentuk

    teori dan praktek mendidik di da-

    lam lingkungan rumah tangga yang

    dianggap belum mampu mengh-

    adapi kemajuan zaman yang me-

    lesat mendahului dari apa yang kita

    rencanakan dan kirkan.

    Melatih anak-anak menjadi

    anak shaleh adalah suatu hal yang

    sangat penting, karena anak meru-

    pakan amanat bagi orang tuanya.

    Sementara itu, bagi keluarga Islam

    dan khususnya para Ayah dan Ibu di

    setiap harinya hampir disIbukkan

    oleh pekerjaan-pekerjaan untuk

    mencari naah yang memungkink-

    an terjadinya stagnasi pendidikan

    ke-shaleh-an, kemunduran atau

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    12/72

     November 2013 NUN_Q12

    bahkan terjadinya kegagalan dalam

    mendidik anak shaleh.

    Mengembangkan nilai kesale-

    han semisal kejujuran, disiplin dan

    kesetiaan merupakan “alat” terbaik

    untuk melindungi mereka dari pen-

    garuh teman dan godaan budaya

    konsumerisme. Dengan nilai-nilai

     yang mereka miliki yang terdenisi

    secar jelas, anak akan berani mem-

    buat keputusanya sendiri, bukan

    hanya meniru teman-temannya

    atau karena takut ketinggalan za-

    man.

    Oleh karena hal tersebut, se-

    REDAKSI MAJALAH SANTRI

    NUN-Q  MENERIMA TULISAN

    Diharapkan Ustadz/dzah/

    Santiwan/wati, dapat memberikan

    sumbangan berupa Artikel, Esai,

    Cerpen, Wacana, Puisi Liris, atau

    Karya Ilmiah dengan tema, “Santri

    di Era Modern” dengan ketentuan

    sebagai berikut:

    Hasil karya sendiri (bukan1.

    Plagiat)

    Ditulis dengan format Times New2.

    Roman 12 diketik 2 spasi

    Minimal 3500 karakter (tiga3.

    setengah halaman kuarto spasi

    kiranya upaya orang tua dalam

    mewujudkan anak shaleh perspek-

    tif Islam ini dapat menjadi alterna--

    tif solusi guna menjaga dan menga-

    rahkan masadepan anak dalam

    membentengi pribadi anak dan da-

    lamrangka menjalankan amaliyah

    sehari-harinya agar nantinya men--

     jadi anak shaleh: menjadi manusia

     yang mandiri, bertanggung jawab,

    berkepribadian luhur, dan berguna

    bagi masyarakat, nusa bangsa, neg-

    ara, dan agama demi tercapainya

    keluarga yang diridhoi Allah SAW.

    REDAKSI

    2 kecuali Puisi)

    Diserahkan kepada redaksi4.

    (Ustadzah Maya, Ustadz

    Supriyadi, Ustadz Adib) atau

    di ruang Perpustakkan  dalam

    bentuk soft copy

    Sertakan daftar riwayat hidup,5.

    identitas dan foto diri.

    Dewan Redaksi menyadari

    akan segala kekurangan dan

    keterbatasan. Oleh karena itu saran

    dan kritik yang bersifat membangun

    selalu kami harapkan. Semoga

    Ikhtiar ini selalu mendapatkan ridlo

     Allah S.wt. dan bermanfaat. Amin

    PENGUMUMAN

    KEPADA: USTADZ / USTADZAH, SANTRIWAN / SANTRIWATI 

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    13/72

    13

     A l-Qur’an merupakan rman Allah yang selanjutnya dijadi-kan pedoman hidup (way of life)

    kaum muslim yang tidak ada lagi

    keraguan di dalamnya. Di dalamnyaterkandung ajaran-ajaran pokok

    (prinsip dasar) menyangkut segala

    aspek kehidupan manusia yang se-

    lanjutnya dapat dikembangkan se-

    suai dengan nalar masing-masing

    bangsa, kapanpun masanya dan

    hadir secara fungsional memecah-

    kan problem kemanusiaan. Salahsatu permasalahan yang tidak sepi

    dari perbincangan umat adalah

    masalah pendidikan.

    KONSEP PENDIDIKANdalam Al-Qur’anOleh: AH. Mansur, SE., M.Pd.I*)

    Dalam al-Qur’an sendiri telah

    memberi isyarat bahwa permasala-

    han pendidikan sangat penting,

     jika al-Qur’an dikaji lebih menda-

    lam maka kita akan menemukanbeberapa prinsip dasar pendidikan,

     yang selanjutnya bisa kita jadikan

    inspirasi untuk dikembangkan da-

    lam rangka membangun pendidi-

     ____________

    Penulis adalah Dosen Tetap Sekolah Tinggi

     Agama Islam Al-Azhaar Lubuklinggau dan

    kandidat Doktor Pendidikan Islam pada

    Sekolah Pascasarjana Universitas IbnKhaldun Bogor.

     Pendidikan Islam adalah;

    proses transformasi dan

    internalisasi ilmu pengeta-

    huan dan nilai-nilai Islam

    pada peserta didik melalui

    pe-numbuhan dan pengem-

    bangan potensi fitrahnya un-

    tuk mencapai keseimbangan

    dan kesempurnaan hidup

    dalam segala aspeknya

    tarbiyah

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    14/72

     November 2013 NUN_Q14

    kan yang bermutu. Ada beberapa

    indikasi yang terdapat dalam al-

    Qur’an yang berkaitan dengan pen-

    didikan antara lain; Menghormati

    akal manusia, bimbingan ilmiah,

    trah manusia, penggunaan cerita

    (kisah).

     Analisis pengantar tulisan ini

    mengupas tentang pengertian

    pendidikan, istilah-istilah pendidi-

    kan dalam al-Qur’an, hakikat dan

    prinsip dasar, serta analisis prob-

    lem di dunia pendidikan Islam

    terutama di Indonesia, bagaimana

    konsep ideal pendidikan Islam?

    dan bagaimana realitas pendidikan

    Islam di Indonesia? serta bagaima-

    na mewujudkan pendidikan Islam

     yang bermutu?

    KONSEP PENDIDIKAN

    dalam al-Qur’an

    Istilah pendidikan bisa ditemu-

    kan dalam al-Qur’an dengan istilah

    ‘at-Tarbiyah’, ‘at-Ta’lim’, dan ‘at-

    Ta’dhib’ , tetapi lebih banyak kita

    temukan dengan ungkapan kata

    ‘rabbi’, kata at-Tarbiyah adalah ben-

    tuk masdar dari ’il madhi rabba ,

     yang mempunyai pengertian yang

    sama dengan kata ‘rabb’   yang be-

    rarti nama Allah. Dalam al-Qur’an

    tidak ditemukan kata ‘at-Tarbiyah’ ,

    tetapi ada istilah yang senada den-

    gan itu yaitu; ar-rabb, rabbayani,

    murabbi, rabbiyun, rabbani. Sebai-

    knya dalam hadis digunakan isti-

    lah rabbani. Semua fonem tersebut

    mempunyai konotasi makna yang

    berbeda-beda.

    Beberapa ahli tafsir berbeda

    pendapat dalam mengartikan kata-

    kata di atas. Sebagaimana dikutip

    dari Ahmad Tafsir bahwa pendidi-

    kan merupakan arti dari kata ‘Tar-

    biyah’   kata tersebut berasal dari

    tiga kata yaitu; rabba-yarbu yang

    bertambah, tumbuh, dan ‘rabbi-

     ya- yarbaa’   berarti menjadi besar,

    serta ‘rabba-yarubbu’   yang berarti

    memperbaiki, menguasai urusan,

    menuntun, menjaga, memelihara.

    Konferensi pendidikan Is-

    lam yang pertama tahun 1977,

    ternyata tidak berhasil meny-usun denisi pendidikan yang

    dapat disepakati, hal ini dikarena-

    kan; 1) banyaknya jenis kegiatan

     yang dapat disebut sebagai keg-

    iatan pendidikan, 2) luasnya as-

    pek yang dikaji oleh pendidikan.

    Para ahli memberikan denisi at-

    Tarbiyah, bila diidentikan dengan

    ‘arrab’ sebagai berikut;

    Pertama, Menurut al-Qurtubi,

    bahwa; arti ‘ar-rabb adalah pemi-

    lik, tuan, maha memperbaiki, yang

    maha pengatur, yang maha men-

    gubah, dan yang maha menunai-

    kan.

    Kedua, Menurut Louis al-

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    15/72

     November 2013 NUN_Q 15

    Ma’luf, ar-rabb berarti tuan, pemi-

    lik, memperbaiki, perawatan, tam-

    bah dan mengumpulkan.

    Ketiga, Menurut Fahrur Razi,

    ar-rabb  merupakan fonem yang

    seakar dengan al-Tarbiyah, yang

    mempunyai arti at-Tanwiyah yang

    berarti (pertumbuhan dan perkem-

    bangan).

    Keempat, al-Jauhari yang di-

    kutip oleh al-Abrasy memberi artikata at-Tarbiyah  dengan rabban 

    dan rabba  dengan memberi ma-

    kan, memelihara dan mengasuh.

    Dari pandangan beberapa pa-

    kar tafsir ini maka kata dasar ar-

    rabb, yang mempunyai arti yang

    luas antara lain; memilki, men-

    guasai, mengatur, memelihara,memberi makan, menumbuhkan,

    mengembangkan dan berarti pula

    mendidik.

     Apabila pendidikan Islam dii-

    dentikkan dengan at-ta’lim, para

    ahli memberikan pengertian seba-

    gai berikut;

    Pertama, Abdul Fattah Jalal,mendenisikan at-ta’lim  sebagai

    proses pemberian pengetahuan,

    pemahaman, pengertian, tang-

    gung jawab, dan penanaman ama-

    nah, sehingga penyucian atau

    pembersihan manusia dari segala

    kotoran dan menjadikan diri ma-

    nusia berada dalam kondisi yang

    memungkinkan untuk menerima

    al-hikmah serta mempelajari apa

     yang bermanfaat baginya dan yang

    tidak diketahuinya.  At-ta’lim  me-

    nyangkut aspek pengetahuan dan

    keterampilan yang dIbutuhkan

    seseorang dalam hidup serta pedo-

    man prilaku yang baik.  At-ta’lim 

    merupakan proses yang terus

    menerus diusahakan semenjak di-

    lahirkan, sebab manusia dilahirkan

    tidak mengetahui apa-apa, tetapi

    dia dibekali dengan berbagai po-

    tensi yang mempersiapkannya un-

    tuk meraih dan memahami ilmu

    pengetahuan serta memanfaatkan-

     ya dalam kehidupan.

    Kedua, Munurut Rasyid Ridho,

    at-ta’lim  adalah proses transmisi

    berbagai ilmu pengetahuan pada

     jiwa individu tanpa adanya batasan

    dan ketentuan tertentu. Denisi

    ini berpijak pada rman Allah al-

    Baqarah: 31

                     

                     (         

     Artinya : “Dan dia mengajarkan

    kepada Adam nama-nama (ben-

    da-benda) seluruhnya, Kemudian

    mengemukakannya kepada para

    malaikat lalu berrman: “Sebut-

    kanlah kepada-Ku nama benda-

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    16/72

     November 2013 NUN_Q16

    benda itu jika kamu mamang benar

    orang-orang yang benar!” 

    Rasyid Ridho memahami kata

    ‘allama’   Allah kepada Nabi Adam

    as, sebagai proses tranmisi yang

    dilakukan secara bertahap seba-

    gaimana Adam menyaksikan dan

    menganalisis asma-asma yang

    diajarkan Allah kepadanya. Dari

    penjelasan ini disimpulkan bahwa

    pengertian at-ta’lim lebih luas atau

    lebih umum sifatnya daripada is-

    tilah at-tarbiyah yang khusus ber-

    laku pada anak-anak. Hal ini kar-

    ena at-ta’lim mencakup fase bayi,

    anak-anak, remaja, dan orang dew-

    asa, sedangkan at-tarbiyah, khusus

    pendidikan dan pengajaran fase

    bayi dan anak-anak.

    Ketiga, Sayed Muhammad an

    Naquid al-Atas, mengartikan at-

    ta’lim  disinonimkan dengan pen-

    gajaran tanpa adanya pengenalan

    secara mendasar, namun bila at-

    ta’lim  disinonimkan dengan at-

    tarbiyah, at-ta’lim mempunyai arti

    pengenalan tempat segala sesuatu

    dalam sebuah sistem.

    Menurutnya ada hal yang

    membedakan antara at-tarbiyah 

    dengan at-ta’lim, yaitu ruang ling-

    kup at-ta’lim lebih umum daripada

    at-tarbiyah, karena at-tarbiyah

    tidak mencakup segi pengetahuan

    dan hanya mengacu pada kondisi

    eksistensial dan juga at-tarbiyah 

    merupakan terjemahan dari baha-

    sa latin education, yang keduanya

    mengacu kepada segala sesuatu

     yang bersifat sik-mental, tetapi

    sumbernya bukan dari wahyu.

    Keempat, Pengunaan at-ta’dib,

    menurut Naquib al-Attas lebih co-

    cok untuk digunakan dalam pen-

    didikan Islam, konsep inilah yang

    diajarkan oleh Rasul.  At-ta’dib  be-

    rarti pengenalan, pengakuan yang

    secara berangsur-angsur ditanam-

    kan kepada manusia tentang tem-

    pat-tempat yang tepat dari segala

    sesuatu dalam tatanan penciptaan

    sedimikian rupa, sehingga mem-

    bimbing kearah pengenalan dan

    pengakuan kekuasaan dan keagun-

    gan Tuhan dalam tatanan wujud

    dan keberadaanya .

    Kata ‘addaba’  yang juga berarti

    .... bahwa tujuan pen-

    didikan Islam adalah

     membentuk manusia

     yang sehat jasmani dan rohani serta moral yang

    tinggi, untuk mencapai

     kebahagiaan dunia dan

    akherat, baik sebagai

     makhluk individu mau-

     pun sebagai anggota

     masyarakat.

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    17/72

     November 2013 NUN_Q 17

    mendidik dan kata ‘ta’dib’ yang

    berarti pendidikan adalah diambil

    dari hadits Nabi “Tuhanku telah

    mendidikku dan dengan demikian

    menjadikan pendidikanku yang

    terbaik”.

    Kelima, Menurut Muhammad

     Athiyah al-Abrasy, pengertian at-

    ta’lim  berbeda dengan pendapat

    diatas, beliau mengatakan bahwa;

    at-ta’lim  lebih khusus dibanding-

    kan dengan at-tarbiyah, karena

    at-ta’lim hanya merupakan upaya

    menyiapkan individu dengan men-

    gacu pada aspek-aspek tertentu

    saja, sedangkan at-tarbiyah men-

    cakuip keseluruhan aspek-aspek

    pendidikan.

    Masih lagi pengertian pen-didikan Islam dari berbagai tokoh

    pemikir Islam, tetapi cukuplah

    pendapat diatas untuk mewakili

    pemahaman kita tentang konsep

    pendidikan Islam (al-Qur’an).

    Konsep losos pendidikan Islam

    adalah bersumber dari hablum min

     Allah (hubungan dengan Allah) dan

    hablum min al-nas (hubungan den-

     gan sesama manusia) dan hablum

    min al-alam (hubungan dengan

    manusia dengan alam sekitar ) yang

    selanjutnya berkembang ke berba-

    gai teori yang ada seperti sekarang

    ini. Inprirasi dasar yaitu berasal

    dari al-Qur’an.

    Setelah denisi dari beberapa

    pakar pendidikan kita ketengahkan

    mengenai ‘term’ pendidikan menu-

    rut al-Qur`an, maka pertanyaan

    kemudian apa tujuan pendidikan

    Islam, Tujuan yang dimaksudkan

    dalam tulisan ini adalah suatu yang

    diharapakan tercapai setelah ses-

    uatu kegiatan selesai atau tujuan

    adalah cita, yakni suasana ideal itu

    nampak yang ingin diwujudkan.

    Dalam tujuan pendidikan, suasana

    ideal itu tampak pada tujuan akhir

    (ultimate aims of education)

    Tujuan pendidikan adalah pe-

    rubahan yang diharapkan pada

    subjek didik setelah mengalamai

    proses pendidikan, baik pada ting-

    kah laku individu dan kehidupan

    pribadinya maupun kehidupan

    masyarakat dan alam sekitarnya

    dimana individu hidup, selain se-

    bagai arah atau petunjuk dalam

    pelaksanaan pendidikan, juga ber-

    fungsi sebagai pengontrol maupun

    mengevaluasi keberhasilan proses

    pendidikan.

    Sebagai pendidikan yang nota

    benenya Islam, maka tentunya da-

    lam merumuskan tujuan harus se-

    laras dengan syari’at Islam. Adapun

    rumusan tujuan pendidikan Islam

     yang disampaikan beberapa tokoh

    adalah bisa diuraikan sebagai beri-

    kut;

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    18/72

     November 2013 NUN_Q18

    Pertama, Ahmad D Marimba;

    tujuan pendidikan Islam adalah;

    identik dengan tujuan hidup orang

    muslim. Tujuan hidup manusia mu-

    nurut Islam adalah untuk menjadi

    hamba Allah. Hal ini mengandung

    implikasi kepercayaan dan peny-

    erahan diri kepada-Nya.

    Kedua, Dr. Ali Ashraf; ‘tujuan

    akhir pendidikan Islam adalah

    manusia yang menyerahkan diri

    secara mutlak kepada Allah pada

    tingkat individu, masyarakat dan

    kemanusiaan pada umunya”

    Ketiga, Muhammad Athiyah

    al-Abrasy. “the st and highest goal

    of Islamic is moral renment and

    spiritual, training” (tujuan pertama

    dan tertinggi dari pendidikan Islamadalah kehalusan budi pekerti dan

     pendidikan jiwa)”

    Keempat, Syahminan Zaini;

    “Tujuan Pendidikan Islam adalah

    membentuk manusia yang berjas-

    mani kuat dan sehat dan trampil,

    berotak cerdas dan berilmu ban-

     yak, berhati tunduk kepada Allahserta mempunyai semangat kerja

     yang hebat, disiplin yang tinggi

    dan berpendirian teguh”.

    Dari berbagai pendapat ten-

    tang tujuan pendidikan Islam

    diatas, dapat disimpulkan bahwa

    tujuan pendidikan Islam adalah

    membentuk manusia yang sehat

     jasmani dan rohani serta moral

     yang tinggi, untuk mencapai ke-

    bahagiaan dunia dan akherat, baik

    sebagai makhluk individu maupun

    sebagai anggota masyarakat.

    Setelah kita mengetahui apa

    tujuan pendidikan menurut al-

    Qur`an, sekarang kita akan men-

    gupas mengenai apa hakekat pen-

    didikan dalam al-Qur’an Hakekat

    atau nilai merupakan esensi yang

    melekat pada sesuatu yang sangat

    berarti bagi kehidupan manusia.

    Nilai bersifat praktis dan efektif

    dalam jiwa dan tindakan manusia

    dan melembaga secara objektif di

    dalam masyrakat. Nilai ini meru-

    pakan suatu realita yang sah seba-

    gai suatu cita-cita yang benar dan

    berlawanan dengan cita-cita palsu

     yang bersifat khayal.

    Dari beberapa pengertian dia-

    tas bisa ditarik kesimpulan bahwa

    pengertian pendidikan Islam ada-

    lah; proses transformasi dan in-

    ternalisasi ilmu pengetahuan dan

    nilai-nilai Islam pada peserta didik

    melalui penumbuhan dan pengem-

    bangan potensi trahnya untuk

    mencapai keseimbangan dan kes-

    empurnaan hidup dalam segala as-

    peknya. Sehingga dapat dijabarkan

    pada enam pokok pikiran hakekat

    pendidikan Islam yaitu;

    Pertama, Proses tranformasi

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    19/72

     November 2013 NUN_Q 19

    dan internalisasi, yaitu upaya pen-

    didikan Islam harus dilakukan se-

    cara berangsur-angsur, berjenjang

    dan Istiqomah, penanaman nilai

    atau ilmu, pengarahan, pengajaran

    dan pembimbingan kepada anak

    didik dilakukan secara terencana,

    sistematis dan terstuktur dengan

    menggunakan pola, pendekatan

    dan metode/sistem tertentu.

    Kedua, Kecintaan kepada Ilmu

    pengetahuan, yaitu upaya yang

    diarahkan pada pemberian dan

    pengahayatan, pengamalan ilmu

    pengetahuan. Ilmu pengetahuan

     yang dimaksud adalah pengeta-

    huan yang bercirikhas Islam, den-

    gan disandarkan kepada peran dia

    sebagai khalifah l ardhi  dengan

    pola hubungan dengan Allah (hab-

    lum min Allah), sesama manusia

    (hablum minannas) dan hubungan

    dengan alam sekitas (hablum min

    al-alam).

    Ketiga, Nilai-nilai Islam, mak-

    sudnya adalah nilai-nilai yang ter-

    kandung dalam praktek pendidikan

    harus mengandung nilai Insaniah

    dan Ilahiyah. Yaitu: a) nilai yang

    bersumber dari sifat-sifat Allah se-

    banyak 99 yang tertuang dalam “al

     Asmaul Husna” yakni nama-nama

     yang indah yang sebenarnya kara-

    kter idealitas manusia yang selan-

     jutnya disebut trah, inilah yang

    harus dikembangkan. b) Nilai yang

    bersumber dari hukum-hukum Al-

    lah, yang selanjutnya di dialogkan

    pada nilai insaniah. Nilai ini mer-

    upakan nilai yang terpancar dari

    daya cipta, rasa dan karsa manusia

     yang tumbuh sesuai dengan kebu-

    tuhan manusia.

    Keempat, Pada diri peserta

    didik, maksudnya pendidikan ini

    diberikan kepada peserta didik

     yang mempunyai potensi-potensi

    rohani. Potensi ini memmung-

    kinkan manusia untuk dididik dan

    selanjutnya juga bisa mendidik.

    Kelima, Melalui pertumbuhan

    dan pengembangan potensi trah-

    nya, tugas pokok pendidikan Islam

    adalah menumbuhkan, mengem-

    bangkan, memelihara, dan men- jaga potensi manusia, sehingga

    tercipta dan terbentuklah kualitas

    generasi Islam yang cerdas, kreatif

    dan produktif.

    Keenam, Menciptakan kes-

    eimbangan dan kesempurnaan

    hidup, dengan kata lain ‘insan

    kamil’ yaitu manusia yang mampumengoptimalkan potensinya dan

    mampu menyeimbangkan kebutu-

    han jasmani dan rohani, dunia dan

    akherat. Proses pendidikan yang

    telah dijalani menjadikan peserta

    didik bahagia dan sejahtera, ber-

    predikat khalifah l ardhi.

    Prinsip diatas adalah pikiran

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    20/72

     November 2013 NUN_Q20

    idealitas pendidikan Islam teru-

    tama di Indonesia, tetapi dalam

    mewujudkan cita-cita tersebut

    banyak sekali permasalahan yang

    telah menghambat pencapaian

    cita-cita tersebut malah terkadang

    membelokkan tujuan utama dari

    pendidikan Islam. Problem pen-

    didikan Islam harus menjadi tang-

    gung jawab bersama baik dari pen-

    didik, pemerintah, orang tua didik

    dan anak didik itu sendiri, jadi kes-

    adaran dari semua pihak sangatlah

    diharapkan.

    Melengkapi uraian menge-

    nai hakekat pendidikan dalam al-

    Qur`an, kemudian akan dikupas

    mengenai apa saja prinsip-prinsip

    Pendidikan Islam. Kata ‘ prinsip’  

    adalah akar kata dari  principia 

     yang diartikan sebagai permulaan,

     yang dengan suatu cara tertentu

    melahirkan hal-hal lain, yang ke-

    beradaannya tergantung dari pem-

    ula itu’ . jadi kalau berbicara men-

    genai prinsip pendidikan Islam,

    maka pelaksanaan pendidikan ini

    telah digariskan oleh prinsip atau

    konsep dalam ajaran Islam. Prin-

    sip-prinsip tersebut adalah;

    Pertama, Pendidikan Islam se-

    bagai suatu proses pengembangan

    diri, manusia adalah makhluk pae-

    dagogik, yaitu makhluk Allah yang

    dapat dididik dan dapat mendidik.

    Potensi itu ada dengan adanya

    pemberian Allah berupa akal-

    pikiran, perasaan, nurani, yang

    akan dijalani manusia baik sebagai

    makhluk individu maupun seba-

    gai makhluk yang bermasyarakat.

    Potensi yang besar tidak akan bisa

    kita manfaatkan jika kita tidak

    berusaha untuk mengaktian,

    mengembangkan dan melatihnya.

    Hal itu membutuhkan sebuah

    proses yang akan memakan waktu,

    tenaga bahkan biaya, tetapi meng-

    ingat potensi yang luar biasa yang

    kita akan raih hal itu tidak ada

    artinya apa-apa. Jadi pendidikan

    adalah proses untuk mengemban-

    gakan potensi diri.

    Kedua, Pendidikan Islam; pen-

    didikan yang bebas; Kebebasan

     yang dimaksud adalah kebebasan

    berkehendak dan berbuat yang

    diberikan Allah kepada manusia,

    kebebasan ini tentunya terikat

    dengan hukum syara’. Kebebasan

    disini berarti manusia bebas memi-

    lih prosesnya masing-masing dari

    prinsip ini seorang pendidik tidak

    bisa memaksa anak didik untuk

    menentukan pilihan yang harus

    dijalani anak didik. Pendidik hanya

    mengarahkan kemana potensi yang

    dominan yang bisa dikembangkan

    oleh peserta didik tersebut.

    Ketiga, Pendidikan Islam

    penuh dengan nilai insaniah dan

    ilahiyah; Agama Islam adalah sum-

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    21/72

     November 2013 NUN_Q 21

    ber akhlak, kedudukan akhlak san-

    gatlah penting sebagai pelengkap

    dalam menjalankan fungsi kema-

    nusiaan di bumi. Pendidikan mer-

    upakan proses pembinaan akhlak

    pada jiwa. Meletakkan nilai-nilai

    moral pada anak didik harus diuta-

    makan. Nilai-nilai ketuhanan harus

    dikedepankan, pendidikan Islam

    haruslah memperhatikan pendidi-

    kan akhlak atau nilai dalam setiap

    pelajaran dari tingkat dasar sampai

    tingkat tertinggi dan mengutama-

    kan fadhilah dan sendi moral yang

    sempurna .

    Keempat, Prinsip Keseimban-

    gan hidup; Dalam pendidikan Is-

    lam prinsip keseimbangan meli-

    puti;

    1. Keseimbangan antara kehidu-

    pan dunia dan akhirat

    2. Keseimbangan antara kebutu-

    han jasmanai dan rohani

    3. Keseimbangan antara kepent-

    ingan individu dan sosial

    4. Keseimbangan antara ilmu

    pengetahuan dan amal

    Prinsip ini telah ditegaskan da-

    lam al-Qur’an (Al-Qashas;77);

                                   

                      

                

     () Artinya : “Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah ke-

     padamu (kebahagiaan) negeri akhi-

    rat, dan janganlah kamu melupa-

    kan bahagianmu dari (kenikmatan)

    duniawi dan berbuat baiklah (kepa-

    da orang lain) sebagaimana Allah

    Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan

    di (muka) bumi. Sesungguhnya Al-

    lah tidak menyukai orang-orang

     yang berbuat kerusakan” 

    Kelima, Prinsip persamaan;

    Kesempatan belajar dalam Islam

    sama antara laki-laki dan perem-

    puan, oleh karena itu kewajibanuntuk menuntut ilmu juga sama.

    Sistem pendidikan tidak mengenal

    perbedaan dan tidak membeda-be-

    dakan latar belakang orang itu jika

    dia mau menuntut ilmu. Semua

    punya potensi yang sama untuk di

    didik dan punya kesempatan yang

    sama untuk memproses diri dalampendidikan.

    Keenam, Prinsip seumur hidup,

    sepanjang masa; Pendidikan yang

    dianjurkan tidak mengenal batas

     waktu, tidak mengenal umur. Seu-

    mur hidup manusia harusnya ter-

    didik, mulai dari lahir sampai ke

    liang lahat. Seluruh kehidupan kita

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    22/72

     November 2013 NUN_Q22

    digunakan sebagai proses pendidi-

    kan, sebagai proses untuk menjadi

    hamba yang baik, menjadi insan

    kamil.

    Ketujuh, Prinsip percaya pada

    diri sendiri; Orang telah kehilan-

    gan kepercayaan kepada diri send-

    iri. Sebenarnya sudah mati sebe-

    lum mereka hidup, sebab tidak

    bisa melihat dunia dengan potensi

    panca indranya sendiri. Manusia

    adalah makhluk yang sempurna

    dengan berbekal akal, perasaan

     yang bisa dikembangkan. dengan

    inilah harkat manusia lebih tinggi

    di banding makhluk lainya. Atau

    bahkan karena akalnya pun manu-

    sia bisa unggul dari manusia satu

    dengan manusia lainya.

    Hal diatas merupakan kon-

    sep pendidikan Islam yang ideal,

    tetapi bagaimana realitas pendidi-

    kan Islam sekarang? Problem pen-

    didikan Nasional kita tidak bisa di

    anggap pemasalahan yang ringan,

    prestasi pendidikan kita jauh tert-

    inggal dari bangsa-bangsa lain.

    Ketertinggalan pembanguanan

    pendidikan Indonesia tercermin

    dalam Human Development index

    Report (1999), yang menempatkan

    Indonesia pada urutan ke-105 se-

     Asia Tenggara, sungguh prestasi

     yang tidak membanggakan. Prob-

    lem pendidikan kita adalah prob-

    lem sistemik pendidikan artinya;

    permasalahan menyangkut kes-

    eluruhan komponen pendidikan,

    mulai dari pemerintah sebagai

    pengambil kebijakan sistem pen-

    didikan nasional, manajerial pe-

    merintah, kompetensi guru/dos-

    en, sarana-prasarana, kurikulum,

    dukungan masyarakat dan lain

    sebagainya. Oleh karena itu pen-

    angannya juga harus melibatkan

    berbagai pihak, dan sudah sehar-

    usnya permasahan ini merupa-

    kan tanggung jawab kita bersama.

    Paradigma Pendidikan Islam dan

    Pengembangannya

    Bertolak dari asumsi bahwa

    ‘life is education and education

    is life’ dalam arti pendidikan

    merupakan persoalan hidup dan

    kehidupan, dan seluruh proses

    hidup dan kehidupan manusia

    adalah proses pendidikan maka

    pendidikan Islam pada dasarnya

    hendak mengembangkan pan-

    dangan hidup Islami, yang di-

    harapakan tercermin dalam sikap

    hidup dan keterampilan hidup

    orang Islam. Namun pertanyaan

    selanjutnya; apa saja aspek-aspek

    kehidupan itu? Jawaban pertan-

     yaan ini setidaknya muncul be-

    berapa paradigma pengembangan

    pendidikan Islam yaitu: pertama;

    paradigma Formisme; kedua;

    paradigma mekanisme dan ketiga

    paradigma organism;

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    23/72

     November 2013 NUN_Q 23

    Pertama; paradigma Form-

    isme; dalam paradigma ini aspek

    kehidupan dipandang dengan san-

    gat sederhana, dan kata kuncinya

    adalah dikotomi atau district. Se-

    gala sesuatu hanya dilihat dari dua

    sisi yang berlawanan seperti; laki-

    laki dan perempuan, STAIN/IAIN

    dan Non STAIN/IAIN, madrasah

    dan non Madrasah, pendidikan

    keagamaan dan non keagamaan,

    demikian seterusnya, pandangan

    ini berlanjut pada cara meman-

    dang aspek kehidupan dunia dan

    akherat. Kehidupan jasmani dan

    rohani sehingga pendidikan Islam

    hanya dietakkan pada kehidupan

    akherat saja atau kehidupan rohani

    saja. Oleh kerena itu pengemban-

    gannya (PAI) hanya berkisar padaaspek kehidupan ukhrawi yang

    terpisah dengan kehidupan dun-

    iawi, pendidikan (agama) Islam

    hanya berkutat mengurusi perso-

    alan ritual dan priritual, sementara

    kehidupan sosial ekonomi politik,

    ilmu pengetahuan, teknologi dan

    lainya dianggap sebagai bidangduniawi yang menjadi bidang

    garap pendidikan umum. Istilah

    pendidikan agama dan pendidikan

    umum sebenarnya muncul dari

    paradigma formisme tersebut.

    Kedua; paradigma mekan-

    isme, paradigma ini memandang

    kehidupan terdiri atas berbagai

    aspek, dan pendidikan dipandang

    sebagai penanaman dan pengem-

    bangan seperangkat nilai kehidu-

    pan, yang terdiri atas nilai agama,

    nilai individu, nilai sosial, nila

    politik, nilai ekonomi, nilai rasion-

    al dan sebagainya.sebagai implik-

    sinya, pengembangan pendidikan

    Islam tersebut bergantung pada

    kemauan, kemampuan, dan polit-

    ical-will dari para pembinaya dan

    sekalius pimpinan dari lembaga

    tersebut. Terutama dalam mem-

    bangun kerjasama dengan mata

    pelajaran/kuliah lain. Hubungan

    antara pendidikan agama dengan

    beberapa metapelajaran dapat

    bersifat horisontal lateral (Indip-

    endent), lateral-sekuensial, atau

    bahkan vertikal linear.

    Ketiga paradigma organisme,

    paradigma ini memandang bahwa

    Islam adalah kesatuan atau seba-

    gai sistem (yang terdiri atas ber-

    bagai komponen) yang berusaha

    mengembangkan pandangan/

    semangat hidup (weltanschanau-

    ung) Islam, yang dimanifestasikan

    pada sikap hidup dan keterampi-

    lan hidup yang Islami melalui up-

    aya ini maka sistem pendidikan Is-

    lam diharapkan dapat diintegrasi-

    kan nilai-nilai Ilmu pengetahuan,

    ilmu agama dan etik, serta mampu

    melahirkan manusia-manusia yang

    menguasai ilmu pengetahuan dan

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    24/72

     November 2013 NUN_Q24

    teknologi, memiliki pematangan

    profesional, dan sekaligus hidup

    dalam nilai-nilai agama.

    Dari ketiga paradigma diatas,

    berkembang pemahaman diten-

    gah masyarakat yang cengderung

    lebih memilih lembaga pendidi-

    kan umum dari pada lembaga Is-

    lam, karena pertimbangan kuali-

    tas lembaga Islam yang setingkat

    dibawah lembaga pendidikan

    umum, hal ini perlu disikapi

    dengan positif dengan semangat

    memajukan lembaga pendidikan

    agama Islam.

    Dalam khazanah pemikiran

    pendidikan Islam, pada umumnya

    para ulama berpendapat bahwa

    tujuan akhir pendidikan Islamadalah ”untuk beribadah kepada

     Allah SWT” Kalau dalam sistem

    pendidikan nasional, pendidikan

    diarahkan untuk mengembangkan

    manusia seutuhnya, yaitu manusia

     yang beriman dan bertaqwa, maka

    dalam konteks pendidikan Islam

     justru harus lebih dari itu, dalam

    arti, pendidikan Islam bukan seke-

    dar diarahkan untuk mengem-

    bangkan manusia yang beriman

    dan bertaqwa, tetapi justru beru-

    saha mengembangkan manusia

    menjadi Imam atau pemimpin

    bagi orang beriman dan bertaqwa

    (waj’alna li al-muttaqina imaama)

    . Untuk memahami prol imam

    atau pemimpin bagi orang yang

    bertaqwa, maka kita perlu meng-

    kaji makna takwa itu sendiri. Inti

    dari makna takwa ada dua macam

     yaitu; itba’ syariatillah  (mengikuti

    ajaran Allah yang tertuang dalam

    al-qur’an dan Hadits) dan sekali-

    gus itiba’ sunnatullah  (mengikuti

    aturan-aturan Allah, yang ber-

    lalu di alam ini), orang yang itiba’

    sunnatullah  adalah orang-orang

     yang memiliki keluasan ilmu dan

    kematangan profesionalisme se-

    suai dengan bidang keahliannya.

    Imam bagi orang-orang yang ber-

    taqwa, artinya disamping dia seba-

    gai orang yang memiki prol seba-

    gai itba’ syaria’tillah sekaligus itba’

    sunnahtilah, juga mampu menjadi

    pemimpin, penggerak, pendorong,inovator dan teladang bagi orang-

    orang yang bertaqwa

    Menyadari bahwa pendidi-

    kan, sebagaimana dinyatakan oleh

    salah seorang ahli pendidikan,

    Christoper J. Lucas, seperti dikutip

    oleh Steeinbrink adalah sebagai

    basis penyimpanan kekuatan yang

    luar biasa. Yakni memiliki akses ke

    seluruh aspek kehidupan, mem-

    beri informasi yang paling ber-

    harga mengenai pegangan hidup

    di masa depan serta membantu

    generasi dalam mempersiapkan

    kebutuhan esensialnya dalam

    menghadapi perubahan, maka

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    25/72

     November 2013 NUN_Q 25

    ke depan reorientasi pendidikan

    Islam perlu diarahkan pada pem-

    berian ruang gerak yang seluas-

    luasnya pada fungsi esensial dari

    pendidikan. Dengan demikian

    lembaga pendidikan Islam tidak

    sekedar mendapatkan pengakuan

    peran kualitatif, melainkan yang

    lebih penting lagi adalah untuk

    merebut pengakuan kualitatif dari

    masyarakat atau pemerintah

    Ini memang merupakan suatu

    pekerjaan yang besar yang perlu

    mendapat dukungan dari segenap

    unsur dan kelompok baik dari

    penyelenggara maupun pemikir

    pendidikan. Akan tetapi apapun

    perubahan yang ingin diraih, ke-

    bijakan-kebijakan dalam pengem-

    bangan pendidikan Islam perlu

    mengakomodasi tiga kepentingan

    , yaitu:

    Pertama, kebijakan itu harus

    memberi ruang tumbuh bagi aspi-

    rasi umat Islam, yakni menjadikan

    lembaga pendidikan Islam sebagai

     wahana untuk membina ruh atau

    praktek hidup yang Islami.

    Kedua, kebijakan yang ditem-

    puh harus lebih memperjelas dan

    memperkukuh keberadaan Lem-

    baga Pendidikan Islam sebagai

    ajang pembinaan masyarakat seh-

    ingga mampu melahirkan genera-

    si yang cerdas, berpengetahuan,

    berkepribadian serta produktif

    sederajat dengan sistem sekolah.

    Ini dimaksudkan agar Lembaga

    Pendidikan Islam sanggup men-

    gantarkan peserta didik mengua-

    sai dasar-dasar pengetahuan se-

    cara memadai, baik dalam bidang

    bahasa, matematika, sika, kimia,

    biologi, ilmu pengetahuan sosial

    dan pengetahuan kewarganega-

    raan serta sebagai tempat pengem-

    blengan diri untuk menumbuhkan

    kreativitas seni, mengembangkan

    keterampilan dan etos kerja.

    Ketiga, kebijakan yang di-

     jalankan hendaknya harus bisa

    dan mampu merespon tuntutan-

    tuntutan masa depan. Untuk itu

    Lembaga Pendidikan Islam seyo-

    gyanya diarahkan untuk melahir-

    kan sumber daya manusia memi-

    liki kesiapan memasuki era glo-

    balisasi, era industrialisasi dan era

    informasi. Serta menjadi tumpuan

    dalam memperbaiki bangsa ini.

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    26/72

    26

     a. Ph

    Kalau boleh penulis katakan,

    bahwa pesantren selama ini

    mendidik para santri dalam se-

    nyap, berkhidmah dalam sunyi

     jauh dari liputan dan pupularitas

    untuk ikut mencerdaskan kehidu-

    pan anak bangsa serta mengabdi

    kepada masyarakat secara ikhlash

    tanpa mengharap pamrih danembel-embel apapun. Karena me-

    mang pesantren didirikan hanya

    dalam rangka beribadah kepada

     Allah Swt. Untuk itu, semua aktivi-

    tas, urat dan denyut nadi pesanren

    adalah dalam bingkai pendidikan

    dan semata-mata mengharapkan

    ridha Allah Swt. Maka kemudian

    sangat wajar dan pantas kalau dari

    rahim pesantren lahirlah beberapatokoh nasional, regional, dan inte-

    nasional yang berkontrIbusi positif

    bagi bangsanya bahkan dalam

     jangkauan yang lebih luas, yaitu

    dunia internasional.

    Meskipun pada awal-awal ke-

    beradaannya, pesantren dipan-

    dang sebelah mata oleh sebagianmasyarakat dan tidak diakui oleh

    pemerintahnya sendiri. Pesantren

    pada masa itu ditempatkan di luar

    garis modernesasi, bahkan pernah

    dipandang sebagai lembaga yang

    identik dengan kaum sarungan,

    tradisional, terbelakang, jumud,

    kumuh, sampai ada yang menyebut

    PENDIDIKAN PESANTREN

    adalah Menyiapkan Generasi

    Mendidik Diri Sendiri Seumur Hidup

    Zuhri, S.Sos.I., M.Pd.I

    Penulis adalah Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam(STAI) Al-Azhaar dan Pengurus LBM NU KotaLubuklinggau Sumatera Selatan

    tarbiyah

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    27/72

     November 2013 NUN_Q 27

    fatalis dan lain sebagainya. Namun

    pada dekade terakhir ini banyak

    menjadi sorotan, terutama dari pe-

    merintah itu sendiri, yang tujuan-

    nya adalah untuk mencari format

    alternatif sistem pendidikan. Hal

    ini didasarkan pada asumsi bahwa

    sistem pendidikan yang ada su-

    dah tidak sesuai dengan tuntutan

    zaman, bahkan dirasa tidak benar

    sehingga perlu dicari sistem peng-

    ganti dan perlu dicobanya, dan hal

    tersebut ada dalam pesantren.1

    Dan sejak tahun 2003, pesan-

    tren sudah menjadi bagian yang

    tidak bisa dipisahkan dari sistem

    pendidikan Nasional dengan di-

    berikannya ruang khusus dan di-

    masukkan ke dalam sistem pen-

    didikan Nasional. Sebagaimana

    termaktub dalam Undang-Undang

    1 Muhammad Subhan “Pola Penge -

    bangan Kurikulum Pesantren Sebagai Al-

    ternatif Peningkatan Kualitas Pendidikan”

    artikel diakses pada 6 Mei 2011 dari

    http://islami69. blogspot.com. /2010/10pengembangan kurikulum. html?

    Republik Indonesia No: 20 Tahun

    2003 tentang Sistem Pendidikan

    Nasional, pasal 30 ayat 4 yang ber-

    bunyi : ”Pendidikan keagamaan

    berbentuk pendidikan diniyah,

    pesantren, pasraman, pabhaja

    samanera, dan bentuk lain yang

    sejenis”.2 

    Pengakuan yang datang ke-

    pada pesantren sifatnya tidak ber-

    sifat sekonyong-konyong. Artinya,

    pengakuan tersebut benar-benar

    didasarkan pada kenyataan riil di

    lapangan bahwa pesantren memang

    merupakan lembaga yang berkual-

    itas dan menghasilkan ouput yang

    berprestasi dan berkarakter serta

    berakhlak karimah. Jebolan pe-

    santren bukan hanya berkutat da-

    lam bingkai keagamaan, tapi telah

    merambah seluruh aspek kehidu-

    pan; dari sejak menjadi ekonom,

    2  Anwar Arifn, Memahami Par -

    digma Baru Pendidikan Nasional Dalam

    Undang-Undang Sisdiknas, (Jakarta: Ditjen

    Kelembagaan Agama Islam Depag,2003), h. 47

    “...bahwa pesantren merupakan pendidikan yang sejak awal su-

    dah berorientasi pada Community Based Education dan sudah

    menjadi praktek sehari-hari secara konsisten dan istiqômah. Ini

    berarti bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan yang be-rasal dari, dikelola oleh, dan berkiprah untuk masyarakat.”

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    28/72

     November 2013 NUN_Q28

    pejabat pemerintah, politisi, dan

    lain sebagainya. Dan menariknya,

    pencapaian kualitas tersebut di-

    dasarkan pada loso kemandirian

     yang melekat dalam diri pesantren

    sejak awal kelahirannya.

    Maka kemudian tidaklah ber-

    lebihan apa yang diungkapkan

    oleh alm KH. Moh. Idris Jauhari

    –beliau adalah salah satu pengasuh

    Pondok Pesantren Al-Amien Pren-

    duan Madura– bahwa pesantren

    merupakan pendidikan yang sejak

    awal sudah berorientasi pada Com-

    munity Based Education dan sudah

    menjadi praktek sehari-hari secara

    konsisten dan istiqômah. Ini be-

    rarti bahwa pesantren adalah lem-

    baga pendidikan yang berasal dari,

    dikelola oleh, dan berkiprah untuk

    masyarakat.3

    B.  HAKEKAT PENDIDIKAN

    PESANTREN

    3  Muhammad Idris Jauhari, Sistem

    Pendidikan Pesantren Mungkinkah Menjadi

    Sistem Pendidikan Nasional Alternatif?,

    (Prenduan: Mutiara, 2002), h. 22. Dengan

    istilah lain bahwa pesantren dan lulusan-

    nya di masyarakat telah menjadi agen

    perubahan dan pemberdayaan masyar-

    akat. Ia memiliki misi suci membantu

    masyarakatnya untuk secara bersama-

    sama menikmati kesejakteraan hidup

    dan menegakkan kebenaran dan keadi-

    lan. Lihat dalam Muhammad M.Basyuni,

    Proyek Pengembangan Pesantren, dalam

    Jurnal Pondok Pesantren Mihrab, Vol. IINo. 1, Maret, 2008, h. 41

    1. Pengertian Pendidikan 

    Pendidikan Islam  atau dalam

    bahasa Arab disebut al-Tarbiyah al-

    Islâmiyah didenisikan secara ber-

    beda-beda oleh para ahli. M. Ath-

    hiyah al-Abrasyi dalam Ramayulis

    mengatakan, bahwa “pendidikan

    Islam adalah merupakan keseluru-

    han upaya dalam rangka memper-

    siapkan individu untuk kehidupan

     yang lebih sempurna dalam etika,

    sistematis dalam berkir, memi-

    liki ketajaman intuisi, giat dalam

    berkreasi, memiliki toleransi pada

    orang lain, berkopetensi dalam

    mengungkap bahasa lisan dan

    tulisan, serta memiliki beberapa

    keterampilan”.4 

    Sedangkan Yusuf al-Qardhawidalam buku Azyumardi Azra mem-

    berikan pengertian, “pendidikan

    Islam adalah pendidikan manusia

    seutuhnya, akal dan hatinya, ro-

    hani dan jasmani, akhlak dan ket-

    erampilannya. Karena itu, pendidi-

    kan Islam menyiapkan manusia

    untuk hidup baik dalam keadaan

    damai maupun perang, dan me-

    nyiapkannya untuk menghadapi

    masyarakat dengan segala kebai-

    kan dan kejahatannya, manis dan

    pahitnya”.5

    4 H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,

    (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), h. 16

    5 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam;Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tan-

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    29/72

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    30/72

     November 2013 NUN_Q30

    terpreneurship dan yang lainnya di

    pesantren sebagai pencapaian akh-

    ir dari outputnya. Sebagai contoh,

    Pondok Pesantren Islam Al-Muk-

    min Ngruki mencantumkan salah

    satu sasaran yang ingin dicapai

    adalah Qâdiran ‘alâ al-Kasbi (Gen-

    erasi yang mampu hidup mandiri

    dan tidak menjadi beban orang

    lain).6

    Dalam proses kehidupan pe-

    santren, santri harus menjalankan

    semua aktivitas dan kegiatan se-

    cara mandiri; dari sejak makan,

    mencuci pakaian sampai mengatur

    keuangan secara mandiri. Meskip-

    un pada masa-masa awal kehidu-

    pannya di pesantren bagi santri

    baru, masih mendapat bimbingam

    dari kakak seniornya. Seperti ba-

    gaimana cara memakai sarung, di

    mana mengambil nasi dan lain-

    lain.

    Dalam proses belajar mengajar,

    pesantren lebih menekankan pada

    metode-metode yang lebih fokus

    pada bagaimana santri bisa mandi-

    ri dalam belajar. Adagium Arab

     yang amat kental “Wa’amalu al-

     Mu’allim huwa Hamlu al-Talâmîdzi

    ‘alâ an Yata’allamû” 7 sudah menjadi

    6  Badrus Sholeh, Budaya damai

    Komunitas Pesantren,  (Jakarta: Pustaka

    LP3ES, 2007), h. 31

    7  Mahmud Yunus dan MuhammadQasim Bakar, al-Tarbiyah wa al-Ta’lîm,

    urat nadi dalam pembelajaran di

    pesantren.

    Keilmuan yang diberikan di pe-

    santren, sifatnya hanya dasar-dasar

     yang merupakan kunci untuk

    membuka hazanah keilmuan yang

    sangat luas.

    Di beberapa pesantren, bah-

    kan ada namanya program mandiri

     yang dengan segaja diadakan un-

    tuk memberikan pelatihan danpendidikan kemandirian kepada

    para santri lebih mendalam dan

    komprehensif.

    Simpulan

    Dari uraian di atas dapat dis-

    impulkan, bahwa pesantren meru-

    pakan lembaga Islam satu-satunya

     yang amat kental dengan pendidi-kan kemandirian. Dari sejak tidur

    sampai tidur lagi semua terbingkai

    dalam pendidikan kemandirian.

    Pendidikan kemandirian di pesant-

    ren bukan hanya ditekankan kepa-

    da bagaimana bisa mandiri secara

    ekonomi dan nasial kelak setelah

    santri keluar dari pesantren, akantetapi yang lebih fundamental dari

    pada itu semua adalah bagaimana

    santri-santri ouput pesantren bisa

    mendidik diri mereka sendiri sepa-

    njang hidup mereka.

    Wallahu a’lam bi al-shawâb.

    (Ponorogo: Dâru al-Salâm, 1991), h. 2

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    31/72

    31ibrah

    Tokoh Intelektual Pesantren

    K.H. HASYIM ASY’ARI

    Dua ulama besar: KH Hasyim Asy’ari dan

    KH Mohammad Cholil terlibat dialog menge-

    sankan. ”Dulu saya memang mengajar Tuan.

    Tapi hari ini, saya nyatakan bahwa saya ada-

    lah murid Tuan,” kata Mbah Cholil, panggi-

    lan popular kiai dari Madura itu. Kiai Hasy-

    im menjawab, ”Sungguh saya tidak menduga

    kalau Tuan Guru akan mengucapkan kata-

    kata yang demikian.

    K yai Haji Mohammad Hasyim Asy’ari, bagian belakangnya juga sering dieja Asy’ari atau Ashari,

    lahir 10 April 1875 (24 Dzulqaidah

    1287H) dan wafat pada 25 Juli 1947;

    dimakamkan di Tebu Ireng, Jom-bang, adalah pendiri Nahdlatul

    Ulama, organisasi massa Islam

     yang terbesar di Indonesia.  KH

    Hasyim Asy’ari adalah putra ketiga

    dari 11 bersaudara. Ayahnya berna-

    ma Kyai Asyari, pemimpin Pesant-

    ren Keras yang berada di sebelah

    selatan Jombang. Ibunya bernamaHalimah. Dari garis Ibu, Hasyim

    merupakan keturunan kedelapan

    dari Jaka Tingkir (Sultan Pajang).

    Hasyim adalah putra ketiga dari 11

    bersaudara. Namun keluarga Hasy-

    im adalah keluarga Kyai. Kakeknya,

    Kyai Utsman memimpin Pesant-

    ren Nggedang, sebelah utara Jom-

    bang. Sedangkan Ayahnya sendiri,

    Kyai Asy’ari, memimpin Pesantren

    Keras yang berada di sebelah se-

    latan Jombang. Dua orang inilah

     yang menanamkan nilai dan dasar-

    dasar Islam secara kokoh kepadaHasyim.

     Jombang 1933. Dua ulama be-

    sar: KH Hasyim Asy’ari dan KH

    Mohammad Cholil terlibat dialog

    mengesankan. ”Dulu saya memang

    mengajar Tuan. Tapi hari ini, saya

    nyatakan bahwa saya adalah murid

    Tuan,” kata Mbah Cholil, panggilanpopular kiai dari Madura itu. Kiai

    Hasyim menjawab, ”Sungguh saya

    tidak menduga kalau Tuan Guru

    akan mengucapkan kata-kata yang

    demikian. Tidakkah Tuan Guru

    salah raba berguru pada saya, se-

    orang murid Tuan sendiri, murid

    Tuan Guru dulu, dan juga sekarang.

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    32/72

     November 2013 NUN_Q32

    Bahkan, akan tetap menjadi murid

    Tuan Guru selama-lamanya.” Tan-

    pa merasa tersanjung, Mbah Cholil

    tetap bersikeras dengan niatnya.

    ”Keputusan dan kepastian hati

    kami sudah tetap, tiada dapat di-

    tawar dan diubah lagi, bahwa kami

    akan turut belajar di sini, menam-

    pung ilmu-ilmu Tuan, dan berguru

    kepada Tuan,” katanya. Karena su-

    dah hafal dengan watak gurunya,

    Kiai Hasyim tidak bisa berbuat lain

    selain menerimanya sebagai santri.

    Lucunya, ketika turun dari masjid

    usai shalat berjamaah, keduanya

    cepat-cepat menuju tempat sandal,

    bahkan kadang saling mendahului,

    karena hendak memasangkan ke

    kaki gurunya.

    Sesungguhnya bisa saja terjadi

    seorang murid akhirnya lebih pin-

    tar ketimbang gurunya. Dan itu

    banyak terjadi. Namun yang di-

    tunjukkan Kiai Hasyim juga Kiai

    Cholil; adalah kemuliaan akhlak.

    Keduanya menunjukkan kerenda-

    han hati dan saling menghormati,

    dua hal yang sekarang semakin

    sulit ditemukan pada para murid

    dan guru-guru kita. Keturunan

    Raja Pajang Lahir 24 Dzul Qaidah

    1287 Hijriah atau 14 Februari l871

    Masehi, Hasyim adalah putra ke-

    tiga dari 11 bersaudara. Dari garis

    Ibu, Halimah, Hasyim masih ter-

    hitung keturunan ke delapan dari

     Jaka Tingkir alias Sultan Pajang,

    raja Pajang. Namun keluarga Hasy-

    im adalah keluarga kiai. Kakeknya,

    Kiai Utsman memimpin Pesantren

    Nggedang, sebelah utara Jombang.

    Sedangkan Ayahnya sendiri, Kiai

     Asy’ari, memimpin Pesantren Keras

     yang berada di sebelah selatan Jom-

    bang. Dua orang inilah yang mena-

    namkan nilai dan dasar-dasar Islam

    secara kokoh kepada Hasyim.

    Sejak anak-anak, bakat

    kepemimpinan dan kecerdasan

    Hasyim memang sudah nampak.

    Di antara teman sepermainannya,

    ia kerap tampil sebagai pemimpin.

    Dalam usia 13 tahun, ia sudah mem-

    bantu Ayahnya mengajar santri-

    santri yang lebih besar ketimbang

    dirinya. Usia 15 tahun Hasyim

    meninggalkan kedua orang tuanya,

    berkelana memperdalam ilmu dari

    satu pesantren ke pesantren lain.

    Mula-mula ia menjadi santri di Pe-

    santren Wonokoyo, Probolinggo.

    Kemudian pindah ke Pesantren

    Langitan, Tuban. Pindah lagi Pe-

    santren Trenggilis, Semarang. Be-

    lum puas dengan berbagai ilmu

     yang dikecapnya, ia melanjutkan di

    Pesantren Kademangan, Bangkalan

    di bawah asuhan Kiai Cholil. Tak

    lama di sini, Hasyim pindah lagi

    di Pesantren Siwalan, Sidoarjo. Di

    pesantren yang diasuh Kiai Ya’qub

    inilah, agaknya, Hasyim merasa

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    33/72

     November 2013 NUN_Q 33

    benar-benar menemukan sumber

    Islam yang diinginkan. Kiai Ya’qub

    dikenal sebagai ulama yang ber-

    pandangan luas dan alim dalam

    ilmu agama. Cukup lama –lima

    tahun– Hasyim menyerap ilmu di

    Pesantren Siwalan. Dan rupanya

    Kiai Ya’qub sendiri kesengsem be-

    rat kepada pemuda yang cerdas

    dan alim itu. Maka, Hasyim bukan

    saja mendapat ilmu, melainkan

     juga istri.

    Ia, yang baru berumur 21 ta-

    hun, dinikahkan dengan Chadi-

    djah, salah satu puteri Kiai Ya’qub.

    Tidak lama setelah menikah, Hasy-

    im bersama istrinya berangkat ke

    Mekkah guna menunaikan ibadah

    haji. Tujuh bulan di sana, Hasyim

    kembali ke tanah air, sesudah istri

    dan anaknya meninggal. Pulang ke

    Indonesia tahun 1899, Kiai Hasyim

     Asy’ari mendirikan pesantren di

    Tebuireng yang kelak menjadi pe-

    santren terbesar dan terpenting

    di Jawa pada abad 20. Sejak tahun

    1900, Kiai Hasyim Asy’ari memo-

    sisikan Pesantren Tebuireng, men-

     jadi pusat pembaruan bagi penga-

     jaran Islam tradisional.

    Cara yang dilakukannya itu

    mendapat reaksi masyarakat sebab

    dianggap bid’ah. Ia dikecam, tetapi

    tidak mundur dari pendiriannya.

    Baginya, mengajarkan agama be-

    rarti memperbaiki manusia. Men-

    didik para santri dan menyiapkan

    mereka untuk terjun ke masyarakat,

    adalah salah satu tujuan utama per-

     juangan Kiai Hasyim Asy’ari.

    Tanggal 31 Januari 1926, ber-

    sama dengan tokoh-tokoh Islam

    tradisional, Kiai Hasyim Asy’ari

    mendirikan Nahdlatul Ulama, yang

    berarti kebangkitan ulama. Or-

    ganisasi ini pun berkembang dan

    banyak anggotanya. Pengaruh Kiai

    Hasyim Asy’ari pun semakin be-

    sar dengan mendirikan organisasi

    NU, bersama teman-temannya. Itu

    dIbuktikan dengan dukungan dari

    ulama di Jawa Tengah dan Jawa

    Timur.

    Bahkan, para ulama di ber-

    bagai daerah sangat menyeganikewibawaan Kiai Hasyim. Kini, NU

    pun berkembang makin pesat. Or-

    ganisasi ini telah menjadi penyalur

    bagi pengembangan Islam ke desa-

    desa maupun perkotaan di Jawa.

    Meski sudah menjadi tokoh

    penting dalam NU, ia tetap ber-

    sikap toleran terhadap aliran lain. Yang paling dibencinya ialah per-

    pecahan di kalangan umat Islam.

    Pemerintah Belanda bersedia men-

    gangkatnya menjadi pegawai neg-

    eri dengan gaji yang cukup besar

    asalkan mau bekerja sama, tetapi

    ditolaknya.

    Dengan alasan yang tidak dike-

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    34/72

     November 2013 NUN_Q34

    tahui, pada masa awal pendudukan

     Jepang, Hasyim Asy’ari ditangkap.

    Berkat bantuan anaknya, K.H.

     Wahid Hasyim, beberapa bulan

    kemudian ia dibebaskan dan se-

    sudah itu diangkat menjadi Kepala

    Urusan Agama. Jabatan itu diteri-

    manya karena terpaksa, tetapi ia

    tetap mengasuh pesantrennya di

    Tebuireng.

    Kiai Hasyim bukan saja kiai

    ternama, melainkan juga seorang

    petani dan pedagang yang sukses.

    Tanahnya puluhan hektar. Dua

    hari dalam seminggu, biasanya Kiai

    Hasyim istirahat tidak mengajar.

    Saat itulah ia memeriksa sawah-

    sawahnya. Kadang juga pergi Sura-

    baya berdagang kuda, besi dan

    menjual hasil pertaniannya. Dari

    perkawinannya dengan Maqah,

    putri Kiai Ilyas, Kiai Hasyim dikar-

    unia 10 putra: Hannah, Khoriyah,

     Aisyah, Ummu Abdul Hak (istri

    Kiai Idris), Abdul Wahid, Abdul

    Kholik, Abdul Karim, Ubaidillah,

    Masrurah dan Muhammad Yusuf.

    Ia meninggal dunia pada tanggal 25

     Juli 1947 karena pendarahan otak

    dan dimakamkan di Tebuireng.

     Atas jasa-jasanya pemerintah men-

    gangkatnya sebagai Pahlawan Na-

    sional.

    Kh T

    Mengambil Cincin Gurunyadari Lubang WC

    Salah satu rahasia seorang

    murid bisa berhasil mendapatkan

    ilmu dari gurunya adalah taat dan

    hormat kepada gurunya. Guru ada

    lah orang yang punya ilmu. Se-

    dangkan murid adalah orang yang

    mendapatkan ilmu dari sang guru.

    Seorang murid harus berbakti ke-

    pada gurunya. Dia tidak boleh

    membantah apalagi menentang

    perintah sang guru (kecuali jika

    gurunya mengajarkan ajaran yang

    tercela dan bertentangan dengan

    syariat Islam maka sang murid wa-

     jib tidak menurutinya). Kalau titah

    guru baii, murid tidak boleh mem-

    bantahnya.

    Inilah yang dilakukan Kyai

    Hasyim Asy’ari (Pendiri Nahdlatul

    ‘Ulama). Beliau nyantri kepada

    KH Cholil Bangkalan, Bangkalan.

    Di pondok milik Kyai Kholil, Kyai

    Hasyim dididik akhlaknya. Saban

    hari, Kyai Hasyim disuruh gurunya

    angon (merawat) sapi dan kamb-

    ing. Kyai Hasyim disuruh mem-

    bersihkan kandang dan mencari

    rumput. Ilmu yang diberikan Kyai

    Kholil kepada muridnya itu me-

    mang bukan ilmu teoretis, me-

    lainkan ilmu pragmatis. Langsung

    penerapan.

    Sebagai murid, Kyai Hasyim

    tidak pernah ngersulo (mengeluh)

    disuruh gurunya angon sapi dan

    kambing. Beliau terima titah guru-

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    35/72

     November 2013 NUN_Q 35

    nya itu sebagai khidmat (penghor-

    matan) kepada guru. Beliau sadar

    bahwa ilmu dari gurunya akan ber-

    hasil diperoleh apabila sang guru

    ridlo kepada muridnya. Inilah yang

    dicari Kyai Hasyim, yakni keridoan

    guru. Beliau tidak hanya berharap

    ilmu teoretis dari Kyai Kholil tapi

    lebih dari itu, yang diinginkan ada-

    lah berkah dari KH Cholil Bangka-

    lan.

    Kalau anak santri sekarang di-

    model seperti ini, mungkin tidak

    tahan dan langsung keluar dari

    pondok. Anak santri sekarang kan

    lebih mengutamakan mencari

    ilmu teoretis. Mencari ilmu kih,

    ilmu hadits, ilmu nahwu shorof,

    dan sebagainya. Sementara ilmu

    “akhlak” terapannya malah kurang

    diperhatikan.

    Suatu hari, seperti biasa Kyai

    Hasyim setelah memasukkan sapi

    dan kambing ke kandangnya, Kyai

    Hasyim langsung mandi dan sho-

    lat Ashar. Sebelum sempat mandi,

    Kyai Hasyim melihat gurunya, Kyai

    Kholil termenung sendiri. Seperti

    ada sesuatu yang mengganjal di

    hati sang guru. Maka diberanikan-

    lah oleh Kyai Hasyim untuk ber-

    tanya kepada Kyai Kholil.

    “Ada apa gerangan wahai guru

    kok kelihatan sedih,” tanya Kyai

    Hasyim kepada KH Cholil Bangka-lan.

    ” Bagaimana tidak sedih, wahai

    muridku. Cincin pemberian istriku

     jatuh di kamar mandi. Lalu masuk

    ke lubang pembuangan akhir (sep-

    tictank),” jawab Kyai Kholil dengan

    nada sedih.

    Mendengar jawaban sang guru,

    Kyai Hasyim segera meminta ijin

    untuk membantu mencarikan

    cincin yang jatuh itu dan diijini.

    Langsung saja Kyai Hasyim masuk

    ke kamar mandi dan membongkar

    septictank (kakus). Bisa dibayang-

    kan, namanya kakus dalamnya ba-

    gaimana dan isinya apa saja. Namun

    Kyai Hasyim karena hormat dan

    sayangnya kepada guru tidak pikir

    panjang. Beliau langsung masuk

    ke septictank itu dan dikeluarkan

    isinya. Setelah dikuras seluruhnya,

    dan badan Kyai Hasyim penuh den-

    gan kotoran, akhirnya cincin milik

    gurunya berhasil ditemukan.

    Betapa riangnya sang guru

    melihat muridnya telah berhasil

    mencarikan cincinnya itu. Sampai

    terucap doa: “Aku ridho padamu

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    36/72

     November 2013 NUN_Q36

     wahai Hasyim, Kudoakan dengan

    pengabdianmu dan ketulusanmu,

    derajatmu ditinggikan. Engkau

    akan menjadi orang besar, tokoh

    panutan, dan semua orang cinta

    padamu”.

    Demikianlah doa yang keluar

    dari KH. Cholil Bangkalan Ka-

    rena yang berdoa seorang wali, ya

    mustajab. Tiada yang memung-

    kiri bahwa di kemudian hari, Kyai

    Hasyim menjadi ulama besar.

    Mengapa bisa begitu? Disamping

    karena Kyai Hasyim adalah pribadi

    pilihan, beliau mendapat “berkah”

    dari gurunya karena gurunya ridho

    kepadanya. REDAKSI

    MUTIARA HADITS

    Keutamaan Ilmu

    Firman Allah, “Allah akan meninggikan orang-orang yang

    beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu penge-

    tahuan beberapa derajat. Dan Allah mengetahui apa yang kamu

    kerjakan” (al-Mujaadilah: 11), dan, “Tuhanku, tambahkanlah ke-

    padaku ilmu pengetahuan.”(‘Thaahaa: 114)

    Seseorang yang ditanya mengenai ilmu pengetahuan, se-

    dangkan ia masih sIbuk berbicara. Kemudian ia menyelesaikan

    pembicaraannya, lalu menjawab orang yang bertanya.

     Abu Hurairah r.a. berkata, “Ketika Rasulullah saw. di suatu

    majelis sedang berbicara dengan suatu kaum, datanglah se-

    orang kampung dan berkata, ‘Kapankah kiamat itu?’ Rasulullah

    terus berbicara, lalu sebagian kaum berkata, ‘Beliau mendengar

    apa yang dikatakan olehnya, namun beliau benci apa yang dika-takannya itu.’ Dan sebagian dari mereka berkata, ‘Beliau tidak

    mendengarnya.’ Sehingga, ketika beliau selesai berbicara, maka

    beliau bersabda, ‘Di manakah gerangan orang yang bertanya

    tentang kiamat?’ Ia berkata, ‘Inilah saya, wahai Rasulullah.’ Be-

    liau bersabda, ‘Apabila amanat itu telah disia-siakan, maka nan-

    tikanlah kiamat.’ Ia berkata, ‘Bagaimana menyia-nyiakannya?’

    Beliau bersabda, ‘Apabila perkara (urusan) diserahkan (pada

    satu riwayat disebutkan dengan: disandarkan kepada selain ahl-inya, maka nantikanlah kiamat.”

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    37/72

    37

    Dunia intelektualitas men-ganggap bahwa orang yang

    intelek akan terlihat dari bagaima-

    na dia menghasilkan karya-karya,

    produktif, dan aktif, baik dalam

    karya-karya ilmiah maupun karya-

    karya non ilmiah. Salah satunya

    adalah karya berupa tulisan. Ten-

    goklah para Ulama’ dan Ilmuan

     MEMBANGKITKAN KEMBALI 

    TRADISI INTELEKTUAL PESANTREN

    (dalam perspektif barat dan timur)terdahulu yang banyak menghasil-

    kan banyak kitab dan buku hingga

    mampu mentransfer ilmu pada

    generasi-generasi jauh sesudahnya,

    hingga sekarang, bahkan hingga

    masa yang akan datang.

    Bagaimanakah ilmu bisa sam-

    pai pada manusia di dunia tanpa

    Ilmu dunia tanpa akhirat adalah buta, dan ilmu akhirat tanpa

    dunia adalah pincang. Santri tidaklah pincang, dan santri-

    pun bisa berjalan dengan baik karena ia tidak buta, tidak

    pincang dan berkesempatan besar untuk berlari dengan cepat.

    makalah

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    38/72

     November 2013 NUN_Q38

    mengenal ruang

    dan waktu jika ilmu

    itu tidak ditulis oleh

     yang punya ilmu?

    Bagaimanakah ma-

    nusia bisa menge-

    tahui apa-apa yang

    tidak ia ketahui

    pada masa lam-

    pau jika tidak ada

     yang memberita-

    hukan kepadanya?

    Dampak ini begitu

    besar pengaruhnya

    terhadap dunia tentu saja, hanya

    dengan ‘bayangkan bahwa’ orang-

    orang yang punya ilmu tadi, pada

    masa yang lalu, tidak menuliskan

    ilmunya. Benar bahwa ilmu akan

    dicabut dari dunia dengan men-cabut nyawa orang yang punya

    ilmu. Ketika seorang alim mening-gal dunia dan ada ilmu yang belum

    ia sampaikan pada manusia yang

    lain, maka ilmu itu akan tercabut

    seiring dengan dicabut pula nyawa

    sang alim.

     Jika sang alim tidak sempat

    menuliskan ilmunya, maka ilmu

    itu tidak akan pernah diketahui

    oleh manusia-manusia yang lain.

    Maka benar memang, hanya den-

    gan tulisan, banyak hal yang mam-

    pu dilakukan manusia, termasuk

    memberikan ilmu pada dunia. Be-

    nar kata Pramoedya Ananta Toer,

    manusia boleh pandai setinggi

    langit, tapi jika tidak menulis, dia

    akan hilang ditelan masa.

    Tulisan sebenarnya merupa-

    kan media penyampai yang baik.

    Tulisan merupakan bentuk komu-

    nikasi nonverbal yang bobotnya

    sama dengan media penyampai

     yang lain. Tulisan pada akhirnya

    menjadi media komunikasi yang

    lebih baik ketika seseorang kurang

    mampu menyampaikan apa-apa

     yang hendak disampaikan pada

    orang lain secara langsung. Ke-

    tika seseorang akan menimbulkan

    kondisi yang kurang baik dengan

    menyampaikan sesuatu hal secara

    langsung, maka tulisan akan secara

    tidak langsung menyampaikan-

    nya dengan labih baik, karena tu-

    lisan dapat dibaca dan ditelaah lagi

    sebelum sampai pada orang lain

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    39/72

     November 2013 NUN_Q 39

     yang membacanya, tidak seperti

    halnya berbicara secara langsung

     yang tidak bisa diedit namun har-

    us dipersiapkan dengan baik ter-

    lebih dahulu-sebelum sampai pada

    orang lain.

    Dengan tulisan, orang-orang

    tidak hanya mampu berbicara da-

    lam ruang dan waktu yang terba-

    tas, tidak seperti hanya sekedar

    berbicara dan menyampaikan se-

    cara langsung. Bagi sebagian orang,

    membaca dan berbicara merupak-

    an hal yang mudah dilakukan, tapi

    tidak dengan menulis, karena sebe-

    lum menulis, ia harus lebih dahulu

    membaca dan berkir. Merangkai

    kata-kata, mencari diksi yang tepat

    dan membuat rangkaian kata-kata

    tersebut menjadi kalimat yang baik

    membutuhkan pengetahuan dan

    pembiasaan.

    Belum lagi kemampuan me-

    nyusun kalimat-kalimat tersebut

    menjadi tulisan yang baik, bisa

    dibaca oleh siapapun, dari kalan-

    gan manapun dengan background  

    apapun, karena menulis pun perlu

    berkir dalam berbagai sudut pan-

    dang. Tidak semua orang mampu

    dan mau melakukan hal tersebut,

    karena menulis berada satu tingkat

    diatas membaca (padahal mem-

    baca kadang-kadang menjadi ting-

    katan pertama yang sulit dilalui).

    Orang yang bisa menulis banyak

    hal tentu saja adalah orang yang

    sudah membaca lebih banyak hal.

    Belum banyak yang perduli

    dengan paradigma tadi. Apa yang

    dilakukan saat ini lebih banyak

    dengan cukup mengetahui apa

     yang disampaikan dalam tulisan-

    tulisan, yakni mengkaji ilmu. Pa-

    dahal tidaklah cukup sampai dis-

    itu, kembali lagi pada paradigma

    bahwa orang yang intelek akan

    terlihat dari karya-karyanya. Santri

    dalam hal ini pun menjadi subyek,

    karena santri juga merupakan ele-

    men masyarakat yang religius dan

    intelek.

    Namun belum banyak me-

    mang yang menyadari kondisi ini.

    Padahal santri juga banyak berge-lut dengan tulisan-tulisan para

    Ulma’ dalam kitab-kitabnya, yang

    menandakan bahwa para ulama’

    pun adalah ahli kitab, menuliskan

    ilmu yang ia miliki untuk disam-

    paikan pada umat di dunia. Santri

    pun harus memahami betul akan

    hal ini. Ia tidak cukup hanya sam-

    pai pada membaca, mengkaji dan

    mengamalkan saja, tapi juga lebih

    banyak lagi membaca dan meng-

    kaji, hingga ia bisa lebih banyak

    menulis.

    Salah satu hal yang membuat

    santri di mata orang kebanyakan

    hanya terbatas pada tiga hal tadi;

  • 8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1

    40/72

     November 2013 NUN_Q40

    kultur kesantrian, religius dan tra-

    disional, adalah karena belum ban-

     yak orang dari kalangan pesantren

     yang menggeluti dunia intelektu-

    alitas dengan menghasilkan karya-

    karya berupa tulisan.

    Seperti dikatakan bahwa tu-

    lisan merupakan media penyampai

     yang baik, maka paradigma bahwa

    intelektualitas belum beriringan

    dengan dunia santri masih tetap

    melekat dalam pikiran masyarakat.