MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas...

79
MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I) Oleh : Nur Azizah 107034002303 PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433 H/ 2011M

Transcript of MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas...

Page 1: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

i

MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS

Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)

Oleh :

Nur Azizah

107034002303

PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1433 H/ 2011M

Page 2: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

ii

MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

Untuk Mencapai Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)

Oleh :

Nur Azizah

107034002303

Di Bawah Bimbingan

PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H/2011 M.

Page 3: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS telah

diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta pada 19 Desember 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai

salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I) pada Program

Studi Tafsir-Hadis.

Jakarta, 11 Januari 2012

Page 4: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

i

ABSTRAK

Mahar atau maskawin juga dapat disebut shadaqah adalah merupakan kewajiban

suami terhadap istri sebagai pembuka faraj bagi suami dan juga sebagai pemberian yang

dapat menyenangkan istri. Syarat minimal maskawin adalah sebuah cincin besi. Pendapat

lain kadar mahar dikiaskan maskawin boleh berupa hafalan ayat-ayat Al-Qur‟an yang

diberikan kepada isteri sesudah menikah sehingga mahar tersebut boleh hutang,

maksudnya mahar tidak terbilang sesuai kemampuan dan sebaliknya maskawin itu harus

disegerakan.

Mengenai hukum mahar adalah wajib bagi suami bahkan ada yang menyatakan

sebagai rukun perkawinan. Secara tekstual bahwa semua yang disebutkan dalam matan

hadis dapat dijadikan sebagai mahar bahkan sesuatu yang tidak berbentuk materi berupa

keahlian menghapal Al-Qur‟an boleh dijadikan mahar.

Page 5: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

ii

KATA PENGANTAR

بسم الله الرحمن الرحيم

Alhamdulillâh, segala puja dan puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah

SWT. Tuhan semesta alam, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dengan

ridho dan kekuatan-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Mahar Dalam Perspektif Hadis. Semoga salawat serta salam selalu tercurahkan

kepada Nabi Muhammad Saw. Nabi akhir zaman.

Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan, rintangan dan hambatan

yang dialami oleh penulis. Namun, dengan niat, keteguhan hati dan motivasi yang

membumbung tinggi serta dorongan dan bantuan dari berbagai pihak maka

kesulitan tersebut serasa lenyap dibakar semangat, sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan. Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak

terdapat kekurangan, baik itu dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk

pemahaman yang tertuang didalamnya, karena keterbasan ilmu yang dimiliki

penulis. Bila dibandingkan dengan skripsi yang lain, skripsi ini hanyalah sebuah

lilin dari sekian banyak kilauan lampu yang bercahaya. Walaupun demikian,

setidaknya dapat memberikan cahaya bagi yang ada disekitarnya. Bila

dibandingkan dengan ilmu Allah maka skripsi bagaikan setitik debu dari seluruh

debu yang ada di alam semesta.

Dengan rasa syukur dan dengan kerendahan hati, penulis haturkan ucapan

terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian

penulisan skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan segala

rasa hormat, penulis ucapkan terima kepada :

Page 6: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

iii

1. Prof. DR. Komaruddin Hidayat, MA, selaku Rektor Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Prof. Dr. Zainun Kamaluddin, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan

Filsafat.

3. Dr. Bustamin, M. Si, selaku Ketua Jurusan Tafsir Hadis sekaligus sebagai

pembimbing penulis. Terima kasih atas bimbingan dan arahan yang telah

diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Untuk Bapak Muslim terima kasih atas jasa-jasanya. Semoga Allah SWT

memberikan balasan, rahmat, dan maghfirah-Nya

5. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat yang telah memberikan

ilmu dan pengetahuan kepada penulis, semoga ilmu yang telah diberikan

dapat bermanfaat.

6. Kedua orangtuaku, ibunda Asni dan ayahanda Yusuf Talen. Amat, yang

telah merawat dan membesarkan penulis dengan kasih dan sayangnya.

Ucapan terima kasih penulis kepada keduanya tak kunjung henti-hentinya

terucap atas segala doa dan harapan baiknya, selalu memotivasi penulis

untuk maju

7. Nita Zahra., kakakku bersama keluarga yang sudi membangunkanku dari

lena kemalasan

8. Pegawai perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Perpustakaan

Utama UIN, dan Perpustakaan Iman Jama, yang telah sudi kiranya

melayani dan membantu penulis dalam melengkapi buku-buku rujukan

yang dibutuhkan.

Page 7: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

iv

9. Teman-teman angkatan 2007, khususnya untuk mahasiswa kelas TH A,

Rizza Kurniatillah (Acil) ,Sofia Rosdanila, Dian Kusnadi, dan lainnya yang

tak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan kenangan manis

yang tak dapat untuk dilupakan bagi penulis. Semoga kita dapat menjadi

orang-orang yang sukses dan beruntung, baik di dunia maupun di akherat

kelak. Amien.

10. Kepada Hadi Yono (Buy) yang telah banyak membantu dan memberikan

dorongan, khususnya sport sampai akhir mengikuti tahap demi tahap dalam

proses penyelesaian skripsi ini

11. Serta kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah memberikan balasan yang

setimpal atas segala bantuannya.

Tentunya masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu

penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Akhirnya penulis

berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Amin.

Jakarta, 11 Januari 2012

Nur Azizah

Page 8: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK .................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. v

TRANSLITERASI ........................................................................................ vii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah ...................................... 6

C. Tujuan Penelitian .................................................................... 6

D. Kajian Pustaka ......................................................................... 7

E. Metodologi Penelitian ............................................................. 9

F. Sistematika Penulisan .............................................................. 10

BAB II MAHAR DAN PERMASALAHANNYA .................................... 11

A. Pengertian Mahar ..................................................................... 11

B. Dasar Hukum Mahar ............................................................... 14

1. Al- Qur‟an ............................................................................ 15

2. As-Sunnah ............................................................................ 19

C. Syarat Sahnya Mahar ................................................................ 22

D. Mahar Adalah Hak si Perempuan Bukan Hak Walinya .......... 25

E. Pelaksanaan Pemberian Mahar ................................................. 26

F. Hikmah Mahar ......................................................................... 30

Page 9: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

vi

BAB III HADIS- HADIS MENGENAI MAHAR ....................................... 32

A. Teks Hadis dan Terjemahannya .............................................. 32

B. Asbabul Wurud ........................................................................ 37

C. Bentuk Mahar .......................................................................... 38

D. Macam-Macam Mahar dalam Hadis ....................................... 40

BAB IV ANALISA KANDUNGAN HADIS-HADIS MAHAR ................ 43

A. Mahar Menurut Ulama Secara Umum ..................................... 43

B. Analisa ..................................................................................... 52

BAB V PENUTUP ..................................................................................... 61

A. Kesimpulan .............................................................................. 61

B. Saran-Saran .............................................................................. 61

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 63

Page 10: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

vii

PEDOMAN TRANSLITERASI

A. Padanan Aksara

Berikut ini adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

tidak dilambangkan ا

b be ب

t te ت

ts te dan es ث

j je ج

h h dengan garis dibawah ح

kh k dan h خ

d de د

dz de dan zet ذ

r er ز

z zet ش

s es ض

sy es dan ye ش

s es dengan garis di bawah ص

d de dengan garis di bawah ض

t te dengan garis di bawah ط

z zet dengan garis di bawah ظ

„ ع

koma terbalik di atas hadap

kanan

gh ge dan ha غ

f ef ف

q ki ق

k ka ك

l el ل

m em م

n en ن

w we و

h ha ه

apostrof ` ء

y ye

Page 11: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

viii

Vokal Panjang

: â

: û

: î

Vokal Tunggal

Fathah : a

Kasrah : i

Dammah : u

B. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari

vokal tunggal atau monoftong, dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal

tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

a fathah ـ

i kasrah ـ

u dammah ـ

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai

berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ai a dan i أ

au a dan u وأ

C. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Page 12: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

ix

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

â a dengan topi di atas أ أ

î I dengan topi di atas يإ

û u dengan topi di atas وأ

Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara bahasa Arab dilambangkan

dengan ال, dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyyah

maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-

dîwân.

Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda ( ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf,

yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal

ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata

sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata الضسوزةtidak

dituliskan ad-darûrah melainkan al-darûrah, demikian seterusnya.

Ta Marbûtah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata

yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat

contoh 1 dibawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti

oleh kata sifat (na‟t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut

diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/

(lihat contoh 3). Contoh:

Page 13: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

x

Nomor Kata Arab Alih Aksara

tarîqah طسقة 1

al-jâmi'ah al-islâmiyyah الجامعة الإسلامة 2

wahdat al-wujûd وحدةالىجىد 3

Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, namun

dalam alih aksara huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti

ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa

Indonesia, antara lain untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama

tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama diri

didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf

awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abû

Hâmid al-Ghazâlî bukan Abû Hâmid Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi).

Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat diterapkan

dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic)

atau cetak tebal (bold). Jika menurut EYD, judul buku ditulis dengan cetak

miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya, demikian seterusnya.

Berhubungan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

berasal dari dunia nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan, meskipun

akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-

Palimbani, tidak „Abd al-Samad al-Palimbânî. Nuruddin al-Raniri, tidak Nûr al-

Dîn al-Rânîrî.

Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kata kerja (fi‟l), kata benda (ism), maupun huruf (harf)

ditulis secara terpisah.

Page 14: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hadis adalah referensi kedua dalam ajaran Islam setelah al-Qur‟an.

Hadis yang dijadikan sebagai sumber kedua dalam Islam sering kali

dipergunakan untuk memecahkan persoalan yang muncul dalam berbagai

aspek kehidupan, oleh karena itu Hadis Nabi SAW memiliki fungsi penting

dalam kaitannya dengan Al-Qur‟an, yaitu sebagai penjelas dan penjabar Al-

Qur‟an dalam segala masalah termasuk pernikahan.1

Pernikahan merupakan salah satu dari sunah Rasul, ia diartikan sebagai

sebuah ikatan dan perjanjian antara suami isteri yang mengharuskan masing-

masing pihak mentaati semua kewajibannya, demi memenuhi hak pihak lain.

Ketika Allah SWT mewajibkan suami menyerahkan mahar kepada isteri, agar

suami menghayati kemuliaan dan kehormatan isteri, maka Allah SWT

memerintahkannya agar mahar diberikan sebagai pemberian atau hibah yang

bersifat suka rela.2

Pernikahan memerlukan materi, namun itu bukanlah segala-galanya,

karena agungnya pernikahan tidak bisa dibandingkan dengan materi.

Janganlah hanya karena materi, menjadi penghalang bagi saudara kita untuk

meraih kebaikan dengan menikah. Yang jelas ia adalah seorang calon suami

yang taat beragama, dan mampu menghidupi keluarganya kelak. Sebab

1Hasbi As-Siddiqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Jakarta: Bulan Bintang, 1998),

Cet. Ke-8, h. 179 2M. Ali al-Syabuni, Al-Jawadj al-Islami al-Mubakkir, Penerjemah: M. Nurdin, Kawinlah

Selagi Muda: Cara Sehat Menjaga Kesucian Diri, ( Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2000), Cet.

Ke-I, h. 83

Page 15: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

2

pernikahan bertujuan menyelamatkan manusia dari prilaku yang keji (zina),

dan mengembangkan keturunan yang menegangakan tauhid di atas muka

bumi ini.

Pernikahan merupakan suatu kontrak sosial antar seseorang laki-laki

dan perempuan untuk hidup bersama tanpa di batasi oleh waktu tertentu.

Dalam Islam, pemberian maskawin merupakan kewajiban yang harus dibayar

oleh seorang laki-laki yang menyatakan kesediaannya untuk menjadi suami

dari seorang perempuan.

Mahar merupakan hak murni perempuan yang disyariat‟kan untuk

memberikan kepada perempuan sebagai ungkapan keinginan pria terhadap

perempuan tersebut, dan sebagai salah satu tanda kecintaan dan kasih sayang

calon suami kepada calon istri, dan suatu pemberian wajib sebagai bentuk

penghargaan calon suami kepada calon istri yang dilamar, serta sebagai

simbol untuk memuliakan, menghormati dan membahagiakan perempuan

yang akan menjadi istrinya3 Sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur‟an

surah an-Nisa‟ (4) ayat 4:

Artinya:

“Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi)

sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. 4

Ayat di atas menjelaskan, bahwa hendaklah kalian memberikan mahar

kepada wanita yang akan kalian nikahi sebagai satu pemberian yang bersifat

3 Syeikh Shalih bin Ghanim, al-Sadlan, Seputar Pernikahan, (Jakarta: Darul Haq, 2002),

cet. I, h. 27 4 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya,(Semarang: Toha Putra,1989),

h. 115

Page 16: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

3

suka rela. Dan kalau mereka memberikan kembali sebagian dari maharnya

kepadamu, maka kalian boleh mengembilnya, tanpa kalian menanggung dosa

karenannya. Jadi, mahar disini harus ada dalam suatu pernikahan. Tujuan

pemberiannya adalah untuk melanggengkan dan memperkuat ikatan tali cinta

kasih pasangan suami istri serta membantu meringankan biaya

penyelenggaraan pernikahan.5

Dalam Ensiklopedi Islam Al-Kamil, mahar merupakan hak bagi

perempuan dan kewajiaban suami untuk membayarnya, sebagai penghalal atas

kehormatannya. Dan menjadikan menjadikan mahar sebagai kewajiban bagi

suami untuk menghormati perempuan dengan memberikan mahar tersebut.

Sebagai perintah atas eksitensi perempuan, syiar bagi kedudukannya dan

sebagai ganti atas sksual dengannya. Serta untuk menyenangkan hatinya dan

kerelaan atas tanggung jawab laki-laki (suami) kepadanya.6

Sebagian pendapat ulama mengatakan bahwa mahar dalam perkawinan

tidak termasuk dalam rukum dan bukan syarat sahnya aqad nikah karena

menghilangkan mahar dengan sengaja tidak mempengaruhi batalnya

perkawinan.7 Pendapat Islam sebagai agama yang sempurna telah mengatur

penganutnya dengan berbagai aturan di semua aspek, termasuk aspek mahar

dalam perkawinan. Ketika membicarakan masalah perkawinan, banyak hal

yang harus diperhatikan antara lain adalah mahar, karena salah satu hubungan

Islam yang timbul dari sebab perkawinan adalah kewajiabn calon suami untuk

mengeluarkan sejumlah kekayaan kepada isterinya yang disebut mahar.

5M. Ali al-Syabuni, Al- Jawadj al-Islami al-Mubakkir, h. 87-88

6Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tawaijiri, Ensiklopedia Al-Kamil, penyunting,

team Darus Sunnah, Cet. 4, Jakarta, 2008, h. 1005-1006 7Yusuf Hamid Al-Amin, Muqashid Al-A‟mmah Al-Syari‟ah Al-Islami, Khurtum: Dar Al-

Sudaniyah, t.t, h. 427

Page 17: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

4

Jadi, mahar yang dimaksud ialah merupakan syariat Islam yang

diwajibkan bagi pemuda yang hendak menikahi seorang wanita, Sebagai

pernyataan kasih sayang dan tanggung jawab suami atas kesejahteraan

keluarganya.8 Mahar juga berfungsi sebagai tanda ketulusan niat dari calon

suami untuk membina suatu kehidupan berumah tangga bersama calon

istrinya.9

Pada kenyataannya, terutama pada kalangan masyarakat awam

sebagian masih banyak yang belum mengerti hakikat dari pemberian

maskawin. Mereka beranggapan maskawin atau mahar hanyalah pelengkap

sebuah ritual akad nikah semata, kendati mereka menganggap hal ini wajib

atau harus diadakan.

Dengan demikian, tak sedikit orang membedakan antara maskawin

atau mahar dengan bawaan (gawan, istilah jawa). Jika maskawin diberikan

oleh seorang laki-laki kepada seorang perempuan yang akan di nikahinya,

maka gawan juga diberikan sebagaimana halnya maskawin, tetapi sudah

menjadi kebiasaan atau tradisi bahwa gawan bisa kembali atau selayaknya,

jika dikemudian hari terpaksa harus berpisah atau bercerai.

Dari dua jenis pemberian ini menjadikan mahar seolah tidak begitu

penting, karena mahar ini menjadi hak penuh istri, yang tidak ada harapan

untuk diambil kembali oleh laki-laki yang menikahinya. Sehingga dengan

adanya pemahaman seperti ini, tak jarang mahar diberikan hanya bentuk dan

rupa sedikit saja dari harta yang ia punya, sebagai kebiasaan yang perlu

8Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam, suatu Studi Perbandingan dalam Kalangan

Ahlus-Sunnah dan Negara-negara Islam, (Jakarta: Bulan Bintang), cet Ke-I, h. 219 9Syamsuddin Muhammad bin Abi Abbas, Nihyah Al-Muhtaj, (Mesir: Musthafa Al-Baby

Al-Halaby, 1938), Juz 6 h. 238

Page 18: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

5

dikritisi, mayoritas mereka menjadikan seperangkat peralatan shalat bagi

perempuan untuk menjadi mahar, semestinya untuk gawan, ia lebih besar dari

mahar, misalnya emas 10 gram.

Hal ini yang harus diluruskan untuk lebih bisa menjadikan arti sebuah

pernikahan yang bertanggungjawab bisa tercapai, jadi bukan sekedar kontrak

sosial tanpa makna, karena hakikat pernikahan adalah untuk bisa hidup

bersama sebagai satu kesatuan yang utuh, yang di dalamnya harus saling

melengkapi, saling memberi dan menerima.

Mahar disini sangatlah penting, karena mahar bisa menjadikan

keluarga berceraiberainya sebuah pernikahan. Memberikan mahar juga harus

adil, agar keluarga tidak hancur berantakan, sebagaimana sabda Nabi

Muhammad saw dalam hadisnya:

Artinya:

“Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim telah mengabarkan

kepada kami Abdul Aziz bin Muhammad telah menceritakan kepadaku Yazid

bin Abdullah bin Usamah bin Mahdi. Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah

menceritakan kepadaku Muhammad bin Abi Umar Al-Makki sedangkan

lafazhnyadari dia, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz Abdurrahman

bahwa dia berkata; Saya pernah bertanya kepada „Aisyah, shallallahu „alaihi

wasallam; Berapakah maskawin Rasulallah shallallahu „alaihi wasalam? Dia

menjawab; mahar beliau terhadap para istrinya adalah dua belas uqiyah dan

satu nasy.Tahukah kamu, berapakah satu nasy itu?Abu Salamah berkata; Saya

menjawab; Tidak. „Aisyah berkata ; setengah uqiyah, jumlahnya sama dengan

lima ratus dirham. Demikianlah maskawin Rasulallah shallallahu „alaihi

Page 19: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

6

wasallam untuk masing-masing istri beliau.10

Persoalan maskawin atau mahar jauh berbeda dengan keadaan atau

tradisi yang berlaku di luar ajaran Islam.Mahar dalam Islam merupakan

pemberian dari mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan dalam

perkawinan.Kemudian mahar menjadi milik mempelai itu sendiri, bukan milik

siapa pun selain istri. Islam telah mengangkat derajat perempuan, karena

mahar itu diberikan sebagai tanda penghormatan kepada kaum hawa.11

Keadaan dan kondisi tersebut menurut hemat penulis sangatlah

menarik untuk diangkat kepermukaan dalam bentuk tulisan atas pertimbangan

dan alasan diatas mengilhami penulis untuk menyusun skripsi ini dengan

judul:“Mahar Dalam Perspektif Hadis”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini penulis menjelaskan penelitian terhadap kajian

tentang tinjauan hukum Islam tentang mahar.

2. Perumusan Masalah

Bagaimana pemahaman masyarakat tentang pelaksanaan mahar yang

disyariatkan agama Muslim?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Subjek aktivitas yang ditulis oleh seseorang pasti memiliki tujuan

tersendiri, demikian juga halnya dalam pembahasan judul ini di mana penulis

mempunyai tujuan yang tertentu pula. Berdasarkan uraian di atas, penulisan

10

Muslim ibn al-Hajaj Abu al-Husain al- Naisyabūri al-Qusyairi, Shahih Muslim, Tahqiq:

Muhammad Fuad‟ Abd al-Bâqi, (Birut: Dar Ihya al-Turast al-„Arabi, tth.), hadis no. 2555. 11

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Terj. Moh. Thalib), Jilid 7, (Bandung: Al-Ma‟arif, 1996),

Cet 12, h. 52.

Page 20: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

7

ini bertujuan untuk:

1. Memotret dan mengkaji permasalahan yang timbul dalam kehidupan

masyarakat.

2. Untuk memperoleh pemahaman pribadi yang lebih mendalam tentang

mahar dalam hadis.

3. Dapat memiliki kegunaan yang bersifat teoritis dan praktis.

4. Menciptakan kehidupan harmonis dalam rumah tangga, di samping itu

juga dapat menambah khazanah kepustakaan, khususnya hadis mengenai

mahar.

5. Akhirnya yang tak kalah pentingnya, penelitian ini juga memiliki tujuan

formal, yaitu untuk memenuhi sebagian persyaratan guna meraih gelar

kesarjanaan SI dalam bidang Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

D. Kajian Pustaka

Dalam penelusuran pustaka, penulis menemukan adanya kajian sebagai

berikut:

1. Transformasi Pemahaman Masyarakat Tentang Mahar dalam Adat Jambi.

Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

2010.Oleh: Al- Faroby NIM 106044201455.Skripsi ini memaparkan

tentang pemahaman masyarakat Jambi terhadap perubahan bentuk mahar

dalam tradisinya. Transformasi yang terjadi di masyarakat Jambi

dilakukan dengan pendekatan adat mereka. Akan tetapi, skripsi ini tidak

menjelaskan secara detail mengapa sebagian besar masyarakat Jambi

masih enggan mempraktekkan mahar sesuai dengan anjuran hadis Nabi

Muhammad SAW.

Page 21: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

8

2. Mahar Suami Meninggal Qobla Al-Dukhul (Analisis Terhadap Perbedaan

Mazhab & Kompilasi Hukum Islam di Indonesia). Skripsi Fakultas Syariah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010. Oleh: Surina

Mohammad Napiah. NIM 107044103853. Skripsi ini memaparkan

tentang pandangan para ulama fiqh dengan Kompilasi Hukum Islam di

Indonesia. Akan tetapi, pada skripsi ini lebih banyak mengupas maharnya

suami yang meninggal sebelum bersetubuh bukan fokus pada hadis Nabi

Muhammad saw yang memberikan pedoman tentang mahar tersebut

secara luas.

3. Kadar Suami Meninggal Sebelum Dukhul (Analisis Terhadap Pemikiran

Mazhab Maliki). Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2010. Oleh: Juwariyah. NIM 107044103855.

Skripsi ini memaparkan tentang kadarnya suami meninggal sebelum

dukhulatas pandangan ulama mazhab Maliki saja. Akan tetapi, pada skripsi

ini fokus mengupas pendapat ulama Maliki tentang kadar maharnya suami

yang meninggal sebelum bersetubuh bukan fokus pada hadis Nabi

Muhammad saw yang memberikan pedoman tentang mahar tersebut

secara luas.

4. Telaah Atas Hadis Anjuran Memberi Kemudahan dalam Memberi Mahar.

Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

2003 Oleh:Iin Rif’aini. NIM 199034016676. Skripsi ini memaparkan

tentang anjuran dalam memberikan kemudahan mahar. Skripsi ini fokus

pada hadis yang membahas memberi kemudahan tentang mahar tersebut.

Akan tetapi, pada skripsi ini fokus mengupas pendapat ulama Maliki

Page 22: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

9

tentang kadar maharnya suami yang meninggal sebelum bersetubuh bukan

fokus pada hadis Nabi Muhammad saw yang memberikan pedoman

tentang mahar tersebut secara luas.

Dari keempat skripsi di atas, penulis masih menemukan ruang untuk

membahas tentang mahar dalam perspektif hadis yang banyak memberikan

alternatif tentang mahar yang akan diberikan suami kepada calon istrinya.

E. Metodologi Penelitian

Dalam pengumpulan data, sering digunakan dua macam penelitian,

yaitu penelitian kepustakaan (Library research) dan penelitian lapangan (Field

Research). Untuk permasalah tersebut di atas, metode yang penulis gunakan

adalah metode penelitian kepustakaan (Library Research), artinya data-data

berasal dari sumber-sumber kepustakaan baik berupa buku-buku, jurnal,

ensklopedia dan sebagainya, yang termasuk dalam data primer, seperti kitab-

kitab hadis, kitab rijal al-Hadis maupun skunder, seperti buku-buku yang

berkaitan dengan permasalahan yang di kaji dalam skripsi ini. Hal ini

dimaksudkan untuk mendapatkan informasi secara lengkap serta untuk

menentukan kesimpulan yang akan diambil sebagai langkah penting.

F. Sistematika Penulisan

Dengan melihat tujuan untuk membuat dan mempertahankan karya ilmiah yang

sistematis serta memudahkan dan enak untuk dibaca, kajian ini disusun dengan

sistematika penulisan sebagai berikut:

Page 23: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

10

Bab I, Pendahuluan. Didalamnya bab ini berisi uraian tentang Latar Belakang

Masalah, Pembatasan dan Perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

Kajian Pustaka, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan

Bab II, Mahar dan Permasalahannya. Berisi pemahaman tentang pengertian

mahar, macam dan syarat-syaratnya, Eksistensi Mahar Dalam Perkawinan yang

mengupas tentang Pengertian Mahar dan Dasar Hukumnya, Syarat Sah Mahar,

Pelaksanaan Pemberian Mahar, dan Hikmah Mahar

Bab III, Hadis- hadis mengenai mahar yang berkenaan dengan mahar, diikuti teks

dan terjemahannya, asbabul wurud, Bentuk Mahar, Macam-macam Mahar dalam

Hadis

Bab IV , Pembahasan ini penulis mengupas tentang Mahar Menurut Ulama Secara

Umum disertai Analis

Bab V, Penutup. Berisi kesimpulan, usul dan saran. Kesimpulan merupakan poin-

poin penting hasil penelitian yang sekaligus merupakan jawaban terhadap

masalah.

Page 24: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

11

BAB II

MAHAR DAN PERMASALAHANNYA

A. Pengertian Mahar

Secara etimologi mahar adalah masdar dari kata مهس - مهس- مهس yang

berarti maskawin.12

Mahar yang dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan

sebutan maskawin, dalam Al-Qur‟an disebut dengan beberapa istilah, yaitu:

1. Ujr, jamak dari kata ajrum, yang artinya ganjaran atau hadiah, terdapat

dalam Al-Qur‟an

Artinya:

Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali

budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu)

sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan Dihalalkan bagi kamu selain yang

demikian(yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan

untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di

antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna),

sebagai suatu kewajiban; dan Tiadalah mengapa bagi kamu terhadap

sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar

itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

12

Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1989), Cet.

Ke-I, h. 431 13

An-Nisa Ayat 24

Page 25: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

12

Artinya:

Pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik.makanan (sembelihan)

orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu

halal (pula) bagi mereka. (dan Dihalalkan mangawini) wanita yang

menjaga kehormatan, diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-

wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al

kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan

maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula)

menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman

(tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia

di hari kiamat Termasuk orang-orang merugi.

2. Saduqat, jamak dari kata Saduqah,yang artinya pemberian yang tulis,

terdapat dalam Al-Qur‟an surat an-Nisa: 4

Artinya:

Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai

pemberian dengan penuh kerelaan.Kemudian jika mereka menyerahkan

kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka

makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi

baik akibatnya.

Dan sebagaimana yang telah dilakukan oleh Nabi SAW yang selalu

membeikan mahar kepada istri-istri beliau saat menikah15

3. Faridah, yang artinya sesuatu yang di wajibkan atau suatu bagian yang

ditetapkan, terdapat dalam al-Qur‟an surat al-baqarah: 236.16

14

Qs. Al- Maidah: 5 15

Saleh al-Fauzan, Al-Mulakhkhasul Fiqhi, (Jakarta: Gema Insani, 2006), Cet ke-I, h.

672 16

Humaidi Tatapangarsa, Hak dan Kewajiab Suami Istri Menurut Islam, (Jakarta:

Kalam Mulia, 1993), Cet ke-I, h. 12

Page 26: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

13

Artinya:

Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu

menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka

dan sebelum kamu menentukan maharnya.dan hendaklah kamu berikan

suatu pemberian kepada mereka. orang yang mampu menurut

kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula),

Yaitu pemberian menurut yang patut. yang demikian itu merupakan

ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan.

Berdasarkan keterangan yang terdapat dalam Al-Qur‟an, dapat

dirumuskan bahwa mahar itu ialah suatu pemberian wajib dari suami kepada

istri sebagai hadiah yang tulus berkenaan dengan pernikahan antar keduanya,

yang sudah ditetapkan melalui al-Qur‟an, as-Sunah dan I‟jma,17

diberlakukan

dalam praktik dan suadah dikenal di kalangan khusus maupun umum dari

putra-putra muslim, sehingga mahar termasuk sesuatu yang sudah diketahui

pasti sebagai ajaran agama.

Pemberian mahar adalah salah satu yang disyariatkan oleh ajaran

agama Islam. Sebagaimana lamaran, maka mahar pun diberikan oleh pihak

laki-laki kepada pihak perempuan, pihak laki-lakilah yang datang ke wanita

untuk meminangnya dan mengungkapkan rasa cintanya, serta untuk

menegaskan ketulusan, dan menarik perhatiannya, maka laki-laki perlu

memberikan sesuatu sebagai bukti ketulusan hati, inilah yang dikenal dengan

sebutan mahar.

17

Humaidi Tatapangsara, h. 13

Page 27: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

14

Nihlah yang berasal dari rumpun kata an-Nahl mempunyai arti yang

sama dengan mahar, dalam Tafsir Al-Azhar dimaknai sebagai lebah. Lebah

diibaratkan sebagai seorang laki-laki yang mencari harta yang halal, laksana

seekor lebah mencari kembang, yang kelak akan menjadi madu (manisan

lebah),‟ dari hasil jerih payah itulah, yang nantinya akan di berikan kepada

calon istri sebagi pertanda ketulusan.18

Mahar bukan hanya sejumlah uang, harta dan barang-barang lainnya,

sebagaimana lahirnya, tetapi mahar adalah suatu pertanda kebenaran dan

kesungguhan cinta seorang laki-laki, kerena itulah mahar juga dinamakan

dengan shidaq (kebenaran). Wanita tidak menjual dirinya dengan mahar,

tetapi dengan sarana ini ia dapat mengetahui ketulusan hati seorang laki-laki,

yang mampu menciptakan sebuah sarana yang sesuai bagi wanita agara wanita

tersebut dapat melaksanakan kewajiban-kewajibannya. Inilah salah satu

falsafah mahar.19

Jadi makna mahar dalam sebuah pernikahan, lebih dekat kepada

syariat agama dalam rangka menjaga kemuliaan peristiwa nan suci, pemberian

mahar merupakan ungkapan tanggung jawab kepada Allah SWT sebagai Asy-

Syari‟ (pembuat aturan), dan kepada wanita yang akan dinikahi, sebagai teman

hidup dalam meniti kehidupan rumah tangga.20

B. Dasar Hukum Mahar

18

Hamka, Tafsir sl-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas. 1982), Cet. Ke I, Juz III, h

260 19

Ibrahim Amini, kiat Memilih Jodoh: Menurut al-Qur‟an dan Sunnah, Penerjemah:

Muhammad Taqi, (Jakarta: Lentera, 1994), Cet. Ke-I, h. 157 20

M. Fandzil Adhim, Kupinang Kau dengan Hamdallah, (Yogyakarta ,Mitra

Pustaka, 1998), Cet. Ke-4, h. 195

Page 28: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

15

Para ulama Fiqh‟ telah menyepakati bahwa hukum memberi mahar

atau maskawin itu adalah wajib. Hal ini berdasarkan pada dalil-dalil sebagai

berikut:

1. Al-Qur’an

Dalam surat An-Nisa‟ ayat 4 di sebutkan:

Artinya:

“Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi)

sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.kemudian jika mereka

menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang

hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang

sedap lagi baik akibatnya”.21

Dilihat dilalah dari ayat di atas bahwa Allah Swt telah

memerintahkan, pada suami-suami untuk membayar mahar pada istrinya.

Kerena perintah tersebut tidak disertai dengan qarinah yang menunjukkan

kepada hukum sunat atau mubah, maka ia menghendaki kepada makna

wajib. Jadi mahar wajib bagi suami untuk dberikan kepada istrinya, karena

tidak ada qarniah yang menyimpang dari makna wajib kepada makna yang

lain.

Dari segi lain, nihlah dalam ayat di atas juga bermakna Al-

Faridhah Al-Wajibah (ketentuan yang wajib). Dengan begitu, makna ayat

adalah: “Dan berikanlah kepada wanita (istri-mu) mahar sebagai sebuah

ketentuan yang wajib”.

Pemberian tersebut juga sebagai tanda eratnya hubungan dan cinta

yang mendalam, disamping jalinan yang seharusnya menaungi rumah

21

Departemen Agama RI, 1989

Page 29: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

16

tangga yang mereka bina. Namun demikian, seandainya istri merasa suka

atau rela memberikan kepada suaminya sesuatu dari maharnya tanpa

merasa dirugikan dan tanpa unsur paksaan atau tipuan, maka suami boleh

mengambil atau meggunakan pemberian itu dengan senang hati dan tidak

ada dosa bagi suami untuk mengambil serta menerimannya.

Dalam hal ini, dapat dilihat bahwa Islam sangat memperhatikan

dan menghargai kedudukan seorang wanita dengan memberikan hak

kepadanya, di antaranya kedudukan seorang wanita dengan memberikan

hak kepadanya, di antaranya yaitu hak untuk menerima maskawin. Mahar

hanya diberikan oleh calon suami kepada calon istri, bukan kepada wanita

lainnya atau siapa saja, meskipun sangat dekat hubung dengannya. Orang

lain tidak boleh menjamah apalagi menggunakannya, bahkan oleh

suaminya sendiri, kecuali dengan ridha dan kerelaan istri sendiri.

Di kalangan masyarakat, telah menjadi suatu tradisi yang

dijalankan secara turun menurun yaitu, bahwa mereka tidak cukup hanya

dengan pemberian makhar saja tetapi diberengi pula dengan anekaragam

hantaran (hadiah) lainnya, baik berupa makanan, pakaian, peralatan rumah

tangga dan lain-lain sebagai penghargaan dari calon suami kepada calon

istri tercinta yang bakal mendampingi hidupnya.

Allah SWT berfirman dalam Surat An-Nisa‟ ayat 20:

Page 30: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

17

“Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain22

,

sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta

yang banyak, Maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya

barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan

jalan tuduhan yang Dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata.

Firman-Nya lagi dalam surat An-Nisa ayat 21

.

“Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, Padahal sebagian kamu

telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. dan

mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat.

Dalam ayat di atas disebutkan, bahwa mahar ini wajib diberikan

kepada istri sebagaimana dinyatakan sendiri oleh kata “mahar”.Ia

merupakan jalan yang menjadikan istri senang hatinya dan ridha menerima

kekuasaan suaminya kepada dirinya, seperti firman Allah SWT seperti

berikut:

22

Maksudnya Ialah: menceraikan isteri yang tidak disenangi dan kawin dengan isteri

yang baru. Sekalipun ia menceraikan isteri yang lama itu bukan tujuan untuk kawin, Namun

meminta kembali pemberian-pemberian itu tidak dibolehkan.

Page 31: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

18

“Artinya

Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali

budak-budak yang kamu miliki23

(Allah telah menetapkan hukum itu)

sebagai ketetapan-Nya atas kamu.dan Dihalalkan bagi kamu selain yang

demikian24

(yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini

bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri)

di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna),

sebagai suatu kewajiban; dan Tiadalah mengapa bagi kamu terhadap

sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar

itu25

. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Al-istimta‟ dalam ayat di atas artinya bersenang-senang dan Al-ita‟

mencangkup pengertian memberikan dan mengharuskan. Sedang Al-ujur

bisa diartikan dengan mahar26

Mahar dinamakan dengan ajr (upah), karena ia merupakan upah atau

imbalan dari kesediaan berenang-senang. Manfaat dan kesenangan yang

diperoleh seorang laki-laki dari seorang wanita (istrinya) ketika melakukan

hubungan suami istri yang disahkan melalui jalur pernikahan dan

memberikannya dalam bentuk mahar.

Jihad dilalah dari ayat ini sangat jelas, yaitu ketika Allah SWT

berfirman: Perintah di sini cukup tegas menunjukkan

kepada hukum wajib, sebab tidak ada sekali qarinah yang memalingkan

kepada makna lain seperti mubah atau sunat

23

Maksudnya: budak-budak yang dimiliki yang suaminya tidak ikut tertawan

bersama-samanya.

24Ialah: Selain dari macam-macam wanita yang tersebut dalam surat An Nisaa' ayat

23 dan 24. 25

Ialah: menambah, mengurangi atau tidak membayar sama sekali maskawin yang

telah ditetapkan 26

Syamsuddin Muhammad bin Abi Abbas, Nihayah Al-Muhtaj,(Mesir: Mushthafa

Al-Baby Al-Halaby, 1938), Juz 6 h. 238.

Page 32: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

19

Dari ayat tersebut, jelaslah bahwa Allah SWT mengatakan, wanita

maupun di antara wanita-wanita yang dihalalkan bagi kalian (kaum laki-

laki) untuk kalian nikahi, maka berikanlah imbalannya, yaitu maskawin

yang telah kalian wajibkan sebagai imbalan dari kenikmatan yang kalian

rasakan itu.

Hikmah yang terkandung di dalamnya adalah, bahwa ketika Allah

SWT memberikan kepada kaum laki-laki hak untuk mengatur wanita, hak

untuk memimpin rumah yang mereka tempati, dan hak menggauli istrinya.

Sebagai konsekuensinya, Allah SWT mewajibkan kepada laki-laki untuk

memberikan hak istrinya sebagai bentuk balasan atau penghargaan yang

akan menyenangkan dirinya dan menjamin terwujudnya keadilan antara

istri dan suami.

Mahar itu wajib dibayar suami kepada istrinya. Namun setelah

pasti ketentuan pembayarannya, tidak tertutup kemungkinan bagi

pasangan suami istri yang saling cinta-mencintai, ridha-meridhai menjadi

patri mesra dalam sebuah rumah tangga untuk meghadiahkan kembali

mahar itu kepada suaminya, demi kepentingan dan kesenangan bersama

karena harta telah menjadi harta istri.27

Hal ini dapat kita melihat contoh yang diberikan oleh Khadijah

selama masa perkawinannya dengan Nabi Muhammad SAW lima belas

tahun sebelum ia menjadi Rasulallah SAW. Mahar Khadijah dibayar

penuh oleh Nabi Muhammad SAW. setelah maskawin tersebut menjadi

27

Sayyid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah, Jilid 2, h. 144

Page 33: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

20

miliknya dan telah bergabung dengan harta yang lain, demi cinta kepada

Rasulallah SAW dan untuk membantu perjuangannya, bukan hanya jiwa

dan raganya saja yang diserahkan kepada suaminya, bahkan hartanya pun

turut diserahkan semua. Sehingga pembelanjaan Rasulallah SAW dalam

melakukan penyebaran Islam di zaman perjuangan pertama tersebut,

sebagian besar adalah harta Khadijah. Demikianlah suri telada yang patut

diikuti dari kehidupan perkawinan Khadijah dengan Rasulallah SAW dari

sisi mahar.

2. As-Sunnah

Terdapat banyak hadis Rasulallah SAW sebagai dalil yang menyatakan

bahwa mahar adalah suatu kewajiban yang harus dipikul setiap calon

suami yang akan menikahi calon isterinya. Di antaranya ialah:

Page 34: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

21

Artinya:

“Dari Sahl bin Sa‟idi, sesungguhnya Rasulallah SAW kedatangan tamu

seorang wanita yang mengatakan: “Ya Rasulallah, sesungguhnya aku

serahkan diriku kepadamu”. Lalu wanita itu berdiri cukup lama sekali.

Kemudian tampil seorang laki-laki dan berkata: “Ya Rasulallah SAW

nikahlah aku dengannya jika memang engkau tidak ada minat kepadanya”.

Rasulallah SAW lalu bertanya: Apakah kamu mempunyai sesuatu yang

bisa diberikan sebagai maskawin kepadanya?” Lali-laki itu menjawab:

“Saya tidak membpuyai apa-apa kecuali kain sarung yang saya pakai ini”.

Nabi berkata lagi: “Jika sarung tersebut engkau berikan kepdanya, maka

engkau akan duduk dengan tidak mengenakan kain sarung lagi. Kerena itu

carilah yang lain”. Lalu ia mencari tidak mendapatkan sesuatu. Nabi

bersabda lagi kepadanya: “Carilah meskipun hanya sebentuk cincin dari

besi”. Lelaki itu pun mencoba menyarinya namun tidak mendapatkan apa-

apa. Lalu rasulallah SAW bertanya lagi kepada laki-laki tadi: “Apakah

kamu hafal sedikit saja dari ayat-ayat Al-Qur‟an”, Lelaki tadi menjawab:

“Tentu saja, aku hafal surah ini dan surah ini”. Ada beberapa surat yang ia

sebutkan. lalu Rasulallah SAW bersabda kepadanya: “Kalau begitu aku

nikahkan kamu dengannya dengan maskawin surat Al-Qur‟an yang kamu

hafal”. (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi).

Wajah dilalah dari hadis ini adalah perintah Rasulalah SAW sendiri

pada laki-laki tersebut untuk mencari seuatu yang dapat dijadikan mahar.

Perintah itu menunjukkan kepada wajib Nabi SAW tetap menyuruhnya

untuk mencari sampai beberapa kali, sampai beliau mengatakan: Meskipun

sebentuk cincin dari besi”. Dalam hadis tersebut, pertama Nabi SAW

menyuruh mencari sesuatau untuk dijadikan mahar.Kata “sesuatu” pada

dasarnya mencangkup segala sesuatu yang baik bernilai atau yang tidak

bernilai. Namun ketika Rasulallah SAW mengatakan “meskipun sebentar

cincin dari besi” dapatlah dipahami bahwa yang di maksud dengan

28

Abu Isa Muhammad, Sunan At-Tirmidzi, (Muhammad Jamil Al-A‟thar), (Beirut-

Lebanon: Dar Al-Fikr) Juz2, h. 360-361.

Page 35: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

22

“sesuatu” sebagai mahar dalam hadis di atad adalah sesuatu yang bernilai.

Maka tidak bisa dijadikan mahar yang tidak bernilai seperti sebiji padi.29

Berdasarkan hadis di atas dan juga hadis-hadis yang lain, jelaslah

bahwa mahar adalah seuatu kewajiban yang harus ditunaikan oleh calon

suami yang akan menikahi calon istrinya. Oleh karena itu tidak mungkin

diadakan persetujuan untuk meniadakannya. Namun masih perlu dikaji

apakah mahar merupakn salah satu rukun atau syarat sahnya nikah.Jumhur

ulama tetap berpendirian bahwa mahar tidak bisa dikatakan sebagi rukun

nikah atau syarat sahnya nikah, tetapi hanya sebagai konsekuensi logis dari

pelaksanaan „aqad nikah.

Jelaslah mahar adalah wajib, ia boleh berupa barang (harta

kekayaan) dan boleh juga berupa jasa atau manfaat. Jika berupa barang,

disyaratkan haruslah barang tersebut berupa sesuatu yang berupa sesuatu

yang mempunyai nilai atau harga, halal lagi suci. Sedangkan kalau berupa

jasa atau mahar haruslah berupa jasa atau manfaat dalam arti yang baik.30

3. Ijma’

Para Ulama sepakat (ijma‟) bahwa mahar itu wajib hukumnya

dalam pernikahan dan mahar juga merupakan bagian dari syarat-syaratnya

nikah, yang harus dipikul oleh setiap calon suami terhadap calon istrinya.31

C. Syarat Sahnya Mahar

Mahar yang diberikan oleh seorang laki-laki (suami) terdapat seorang

29

Abu Isa Muhammad, Sunan At-Tirmidzi,., h. 362 30

Abu Isa Muhammad, Sunan At-Tirmidzi, h. 363 31

Syamsuddin Muhammad bin Abi Abbas., h. 328.

Page 36: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

23

calon istri adalah suatu kewajiban yang tidak dapat ditinggalkan atau di

hilangkan, bahkan tidak dapat pula kurang dari syarat-syarat yang telah

ditentukannnya. Para fuqaha dalam hal ini menetapkan bahwa syarat-syarat

mahar tersebut adalah:

1. Benda halal yang suci

Suatu benda yang akan dijadikan mahar harus terhindar dari unsur-

unsur haram, karena itu mahar harus boleh dimiliki atau diperjual belikan

atau dimanfaatkan. Dalam kitab Al-Fiqhu „ala Mazahib Al-Arba‟ah

disebutkan:

Artinya:

Bahwa keadaan suci, sah dimanfaatkan dengannya, maka tidak sah mahar

dengan minuman keras, babi, darah dan bangkai karena yang demikian itu

tidak ada harganya menurut pendapat syariat Islam.

Tidak dibenarkan benda-benda yang disebut di atas seperti minuman

keras, babi, darah dan bangkai sesuai menurut penjelasan Al-Qur‟an surat

Al-Maidah ayat 3, yang berbunyi:

Artinya:

“Diharamkan bagimu memakan bangkai, darah daging babi, dan sesuatu

(binatang) yang disembelih atas nama selain Allah SWT

Dari pengertian ayat di atas dan hubungannya dengan kutipan yang

mengharamkannya mahar dengan benda yang tidak bermanfaat dalam

Islam, Maka dapat diambil perhatian bahwa segala benda yang haram

32

Abdurrahman Al-Jaziriy, Al-Fiqh „ala Mazahib Al-Arba‟ah, (Mesir: Al-Tijiriya,

1996), Jilid 4, h. 97.

Page 37: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

24

untuk dipergunakan atau dimanfaatkan haram pula dijadikan mahar.

2. Benda Yang Berharga

Disamping tidak bolehkannya mahar beda-benda yang telah

diharamkan dalam Islam, mahar juga tidak dibenarkan dengan benda-

benda atau sesuatau yang tidak ada harganya, seumpama sampah, biji

buah-buahan, buah-buahan yang busuk dan sebagainya. Hal ini dijelaskan

dalam kitab Al-Fiqhu „ala Mazahib Al-Arba‟ah sebagai berikut :

Artinya:

Mahar adalah sesuatu harta benda yang mempunyai harga, maka tidak sah

mahar dengan harganya murah yang tidak mempunyaiharga seperti biji

gandum.

Dari kutipan diatas dapat dipahami bahwasannya mahar tidak

dibenarkan dengan sesuatu benda yang tidak ada harga atau nilai,

meskipun benda tersebut halal. Karena dengan demikian itu terlalu

mempermudah, seharusnya mahar tersebut hendaklah yang dipandang

baik, sebagaimana menurut pemahaman yang dapat diambil dari surat Al-

Baqarah ayat 267 yang berbunyi:

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah SWT)

sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik”

33

Abdurrahman Al-Jaziriy, Al-Fiqh „ala Mazahib Al-Arba‟ah., h. 98. 34

Al-Baqarah 267

Page 38: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

25

Hal ini juga dapat dilihat hadis Nabi SAW:

Artinya:

Dari Abi Salamah bin Abdurrahman berkata: Saya bertanya kepada

Aisyah Istri Rasulallah SAW, berapa mas kawin Rasulallah SAW ?

Aisyah Menjawab: mas kawin kepada istri-istrinya adalah dua belas

uqiyah dan nash. Aisyah bertanya: tahukah engkau akan nash itu? Saya

menjawab : tidak tahu. Aisyah berkata: setengah uqiyah, maka yang

demikian itu lima ratus dirham . Inilah maskawin Rasulallah bagi istri-

istrinya (H.R. Muslim)

Hadis di atas menunjukan benda yang berharga seperti mata uang,

karena itu (mata uang) dapat dijadikan mahar. Hal seperti ini terdapat

dalam masyarakat sekarang, di mana pihak pengantin pria menyerahkan

sejumlah uang kepada pihak pengantin wanita pada saat „aqad nikah

sebagai maskawin.

3. Benda Yang di Miliki

Disamping mahar tersebut sesuatu (benda) yang halal dan berharga, mahar

juga harus benda yang dimiliki oleh seseorang dan dapat diserah kepada

pengantin perempuan tersebut, dengan demikian mahar tidak boleh seperti

35

Imam Nawawy, Shahih Muslim Bi Syarhi Al-Nawawy, (Mesir Al-Mathba‟ah Al-

Misriyah Wa Maktabuha), Juz 3, h.585

Page 39: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

26

burung yang terbang di udara atau ikan yang di laut yang belum dimiliki.

Hal ini juga di jelaskan dalam kitab Al-Fiqhu IslamiyWa Adillatuhu

sebagai berikut:

Artinya:

“Bahwa benar mahar itu terhindar dari tipuan, maka tidak boleh mahar itu

seorang hamba sahaya yang lari (hamba sahaya tersebut tidak ada di depan

mata) unta yang sesat (unta yang tidak ada di depan mata) atau sesuatu

yang serupa keduanya.

Kutipan diatas menunjukkan tidak sah dijadikan mahar benda yang

bukan miliknya, seperti barang titipan orang kepadanya dan tidak sah juga

menjadikan mahar kalau tidak sanggup menyerahkannya, seperti miliknya

yang telah dirampas orang dan tidak sangup mengambilnya kembali.

D. Mahar Adalah Hak Si Perempuan Bukan Hak Walinya

Mahar atau mas kawin dalam ajaran Islam merupakan hak calon

mempelai wanita dan bukan hak wali. Oleh karena itu, besar kecilnya mahar

ditentukan oleh wanita bukan oleh walinya. Namun, tidak mengapa apabila si

wanita tersebut berunding dengan walinya untuk menentukan berapa besarnya

mas kawin. Meski demikian, keputusan terakhir tetap di tangan si wanita.

Apabila si wanita menentukan jumlah mahar terntentu kemudian si wali juga

menentukan jumlah tertentu, maka yang diambil adalah ucapan si wanita.

Oleh karena mahar adalah hak si wanita, maka si wali ataupun yang lainnya

36

Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqih Islamiy Wa Adillatuhu, (Beirut-Lebanon: Dar Al-Fikr),

Juz 7, h. 259

Page 40: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

27

tidak boleh mengambil seluruh atau sebagian jumlah mahar tersebut tanpa ada

izin dari si wanita. Oleh karena itu, ulama Syafi'iyyah dan Hambali

berpendapat bahwa seorang suami tidak boleh membayar mahar kecuali

kepada isterinya atau kepada orang yang diwakilkan oleh isterinya. 37

E. Pelaksanaan Pemberian Mahar

Berikut ini ada beberapa kondisi di mana apabila kondisi ini terjadi, maka

si suami boleh tidak membayar sisa maharnya atau semua maharnya, bahkan

boleh meminta sebagian atau seluruh mahar yang telah diberikannya. Kondisi-

kondisi dimaksud adalah:

1. Apabila si isteri meminta untuk bercerai dari si suaminya sebelum

keduanya melakukanhubungan badan.

Misalnya, apabila si isteri masuk Islam sementara suaminya masih

non muslim dan keduanya belum melakukan hubungan badan, maka

menurut Syafi'iyyah dan Hanabilah, si suami boleh tidak membayar

mahar. Atau si isteri meminta dicerai lantaran suaminya impotent atau ada

penyakit menular yang tidak bisa disembuhkan, atau karena si suaminya

ternyata adalah saudara sesusu wanita tersebut dan keduanya belum

melakukan hubungan badan, maka si suami tidak mesti membayar mahar

kepada si wanita tadi. Bahkan menurut ulama Malikiyyah dan Hanafiyyah,

mereka tidak mengkhususkan perceraian itu harus datang dari pihak isteri.

Menurut mereka baik permintaan cerai itu datangnya dari pihak suami

ataupun isteri selama belum hubungan badan, maka hal demikian tidak

mengharuskan membayar Mahar Musamma atau Mahar Mitsil. Namun,

37

Qs. An-Nisa: 4

Page 41: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

28

hemat penulis, yang lebih rajih adalah pendapat Syafi'iyyah dan Hanabilah

yang mensyaratkan bahwa perceraian tersebut datang dari pihak isteri

bukan dari pihak suami.

2. Apabila terjadi khulu' baik si isteri tersebut telah disetubuhi ataupun

belum.

Khulu' adalah permintaan cerai dari pihak isteri. Khulu berbeda

dengan talak. Apabila talak berupa permohonan cerai dari pihak laki-laki,

maka Khulu' perceraian akan tetapi datangnya daripihak isteri. Misalnya,

apabila si suaminya sangat kikir, atau impotent atau tidak pernah shalat

wajib, suka berjudi, mabuk dan lainnya, maka si isteri boleh meminta agar

si suami menceraikannya dengan catatan si isteri harus membayar 'iwad,

berupa sejumlah uang yang kira-kira cukup untuk dijadikan maskawin

baik besar maupun kecil untuk pembahasan lebih lanjut seputar Khulu' ini,

akan dibahas dalam makalah khusus.'Iwad atau uang ganti dalam Khulu'

tidak mesti sama dengan jumlah mas kawin yangditerimanya. Ia boleh

membayar berapa saja selama hal itu layak dijadikan mas kawin. Dalam

prakteknya Khulu' ini terjadi seperti ini: Si wanita meminta suaminya agar

menceraikannya karenasi isteri merasa tidak kuat dengan kelakuan si

suaminya yang sering mabuk-mabuk dan tidakpernah shalat. Lalu si

suaminya setuju. Kedua suami isteri tersebut lalu pergi ke pengadilan, dan

didepan pengadilan si suami mengatakan: "Saya telah mengkhulu' kamu

dengan uang ganti sebesar500 ribu rupiah, misalnya". Setelah itu, si isteri

memberikan uang sebesar 500 ribu rupiah sebagai iwad dari khulu

tersebut. Apabila shigat khulu telah diucapkan, maka ia dipandang telah

Page 42: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

29

bercerai.

Dalam peraturan perkawinan yang berlaku untuk ummat Islam di

Indonesia, yaitu Kompilasi Hukum Islam, khulu ini diistilahkan dengan

Cerai Gugat. Cerai gugat adalah perceraian atas permohonan si isteri

dengan syarat si isteri harus membayarkan ganti rugi ('iwad) baik dengan

mengembalikan mas kawin yang pernah diterimanya dahulu maupun

berapa saja jumlahnya menurut kesepakatan dengan suaminya. Sedangkan

perceraian atas keinginan si suami disebut dengan Cerai Talak.

Apabila, si isteri meminta khulu kepada suaminya, baik si isteri

tersebut telah disetubuhi maupun belum, maka si suami tidak

berkewajiban membayar mas kawin. Sisa mas kawin yang belum

dibayarnya dapat dijadikan iwad khulu oleh si isteri sehingga dengan

demikian hutang sisa maskawin si laki-laki tersebut menjadi lunas, gugur

dan jatuh. Apabila mahar dari si suaminya sudah dibayar penuh, lalu si

isteri berkehendak untuk khulu, maka sebaiknya ia mengembalikan mas

kawin suaminya itu. Apabila si isteri tidak mempunyai cukup uang untuk

mengembalikan maskawin yang dahulu diterimanya, maka ia boleh

dengan jumlah yang lebih kecil, selama ada kerelaan dan keridhaan antara

kedua belah pihak.

3. Ibra' (tanazul) dari semua mahar baik sebelum dukhul maupun

setelah dukhul.

Ibra' secara bahasa berarti bebas atau berlepas. Sedangkan secara

Page 43: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

30

istilah, Ibra' mempunyai beberapa bentuk dan istilah. Di antaranya, Ibra'

terjadi apabila seorang bapak berkata kepadasuami anak perempuannya:

"Talaklah anak saya dan kamubebas dari mahar kamu yang belumkamu

bayar", lalu si suami mentalaknya, maka ia bebas (bari') dari mas kawin

tersebut. Praktek seperti ini disebut dengan Ibra'. Oleh karena itu, apabila

seorang isteri atau walinya meminta sisuami untuk mentalaknya atau

mengkhulu'nya dengan catatan apabila ia melakukannya makamaharnya

akan gugur dan tidak mesti dibayar, lalu si suami tersebut melakukannya

(menceraikannya), baik ia telah mendukhulnya maupun belum, maka

mahar si suami jatuh dan tidak mesti dibayar.

4. Si isteri menghibahkan atau membebaskan si suami dari pembayaran

mahar.

Apabila seorang laki-laki menikah dengan seorang wanita dengan

mahar dibayar setengahnya dan setengahnya lagi di bayar setelah menikah,

atau maharnya belum dibayar samasekali (hutang), lalu setelah menikah si

isteri menghadiahkan atau menghibahkan atau membebaskan maskawin

tersebut karena, misalnya, merasa kasihan kepada suaminya, dan si

suaminya menerima pembebasan mahar tersebut, maka kewajiban mahar

bagi si suami menjadi gugur. Si suami tidak harus membayar mahar.

Dengan catatan si isteri menghibahkannya itu dalam keadaan normal,

sehat, dewasa, tidak dipaksa dan betul-betul berdasarkan keinginannya

sendiri.

F. Hikmah Mahar

Salah satu usaha islam ialah memperhatikan dan menghargai

kedudukan wanita, yang memberinya hak untuk memegang urusannya, seperti

Page 44: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

31

hak menerima hak mahar mengurusnya. Suami wajib memberi mahar kepada

istrinya bukan kepada ayahnya

Pensyari‟atan mahar dalam perkawinan mengandung arti yang sangat

mendalam, antara lain: sebagai penghormatan terhadap yang dicintai,

mengikat jalinan kasih sayang kepada istri serta mempererat hubungan antara

keduannya, bukan pula dianggap pemberian atau ganti rugi. Pemberian mahar

merupakan salah satu jalan yang dapat menjadikan istri berhati senang dan

ridha menerima kekuasaan suami tehadap dirinya.

Pemberian mahar itu kepada istri bukanlah harga dari wanita itu, dan

bukan pula sebagai pembelian wanita itu dari orang tuannya, akan tetapi

pensyari‟atan mahar tersebut merupakan salah satu syarat yang dapat

menghalalkan hubungan suami istri antara keduanya, yaitu hubungan timbal

balik dengan senang hati dan penuh kasih sayang dengan melakukan status

kepimpinan dalam rumah tangga secara tepat lagi ialah bertanggung jawab.

Dengan adanya kewajiban memberi mahar kepada istri terentanglah

tanggng jawab yang besar dari suami untuk memberikan mahar di dalam

kehidupan rumah tangga secara layak.

Adapun hikmah mahar menurut penulis adalah sebagai berikut:

1. Sebagai suatu motivasi dan tanggung jawab moral bagi setiap laki-laki

yang ingin melangsung perkawinan.

2. Sebagai suatu kebebasan dari larangan hukum yang mutlaq kepada yang

membenarkan di dalam perkawinan.

3. Sebagai suatu bukti balasan penyerahan diri terhadap suami dari pihak

Page 45: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

32

istri, sehingga terwujud rasa kebersamaan dengan pengertian yang sangat

luas.

4. Terjalinnya hubungan kasih sayang yang pantas dikenang oleh kedua

belah pihak (suami-istri)

5. Sebagai penetapan status dan martabat wanita yang sudah dijunjung

tinggi.

Demikianlah hikmah disyariatkannya mahar sehingga wanita tidak

dizalimi serta mendorong terciptanya keluarga-keluarga Islami dengan

mematuhi syariat agama.

Page 46: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

33

BAB III

HADIS-HADIS MENGENAI MAHAR

A. Teks Hadis dan Terjemahannya

Dalam bab ini hadis-hadis mengenai mahar akan dibahas. Seluruh hadis

dari kitab-kitab asli yang memeuat hadis-hadis sahih, seperti al-jami‟ al-sahih

al-Bukhari, al-jami‟ al-sahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan Nasa‟I Sunan

Ibnu Majah, Musnad Imam Ahmad dan lain- lain. Di antara hadis-hadis

tersebut adalah:

Artinya:

Dari Ibnu „Abbas, dia berkata: Ketika „Ali ra menikah dengan Fatimah ra putri

dari Rasulallah SAW, beliau berkata kepada „Ali ra, “Berilah sesuatu (sebagai

mahar) kepadanya.” Dia menjawab, “saya tidak punya apa-apa. “ Beliau

bertanya. “Mana baju besi hutamiyahmu? “ Dia menjawab, “Dia ada padaku.

Beliau bersabda, “Berikanlah dia padanya.”

38

(HR. Nasa‟i ) Lihat, Abu Abdullah al-Rahman Ibn Syu‟aib al-Nasa‟I, Sunan an-

Nasa‟I, Kitab an-Nikah, , (Beirut: Dar al-Fikr, 1995), Cet. ke-I, Jilid III, h.

123

Page 47: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

34

Artinya:

Dari Abu Salamah Ibn „Abdur Rahman ra sesungguhnya dia berkata: “Saya

bertanya kepada „Aisyah istri Nabi SAW: Berapa banyak maskawin yang

diberikan Rasulallah SAW? „Aisyah menjawab: Maskawin yang beliau

berikan kepada istri-istrinya ialah dua belas setengah uqiyah”. Ketika dianya

oleh „Aisyah berapa itu kira-kira, aku menjawab lima ratus dirham. Inilah

maskawin yang diberikan oleh Rasulallah SAW kepada istri-istrinya”.

Artinya:

Dari Sabit dari anas ra berkata: Ketika Abu Talhah melamar Ummu Sulaim,

maka jawab Ummu Sulaim: “Demi Allah, wahai Abu Talhah tidaklah pantas

jika lamarmu ditolak, akan tetapi kamu seorang kafir sedangkan aku wanita

muslim, maka tidak dihalalkan bagiku menikah denganmu, tetapi jika kamu

bersedia masuk Islam, maka itulah maskawinku dan aku tidak meminta yang

lain darimu.” Oleh sebab itu Abu Talhah masuk Islam dan Islamnya itulah

sebagai maskawinnya untuk Ummu Sulaim. Kata Sabit: Sama sekali aku

benlum pernah mendengar wanita yang maskawinnya lebih mulia dari pada

maskawin Ummu Sulaim, yaitu masuk Islam. Maka Talhah menikah

dengannya dan ia sempat memberi anak baginya.

39

(HR. Muslim), Abu Husain Muslim Ibn Hajjaj al-Qusyairi, Al-Jami‟ al-Sahih

Muslim Kitab an-Nikah, ,Beirut: Dar al- Fikr) ,باب ورب الىظس إل وجه المسأة ومفها لمه بسد تصوجه

1993), Cet. Ke-I, Juz V, h. 229. Juga terdapat di Sunan Abu Daud, Kitab an-Nikah, باب الصداق,

Juz III, hadis no. 2105, h. 199, dan Sunan Ibnu Majah, Kitab an-Nikah, باب سداق الىساء, Juz I,

hadis no. 1886, h. 592 40

(HR. Nasa‟i),, h. 124

Page 48: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

35

Artinya:

Dari „Urwah dari Ummu Habibah, sesungguhnya Rasulallah SAW telah

mengawininya sedang ia berada di Habasyah yang dinikahkan oleh Najasyi

(Raja Habasyah), dan ia memberi mahar empat ribu dirham serta memberi

perbekalan dari dirinya, ia mengirimnya bersama Syurahbil Ibn Hasanah dan

Rasulullah SAW tidak mengirim apapun kepadanya, sedang mahar untuk istri-

istrinya (yang lain) adalah empat ratus dirham

Artinya:

Dari „Aisyah bahwa Nabi SAW bersabda SAW bersabda: “Sesungguhnya

perkawinan yang paling besar berkahnya adalah yang paling murah mahar-

nya”

41

(HR. Nasa‟i), Lihat, Ibid., h. 118. Juga terdapat pada Musnad Imam Ahmad Ibn

Hanbal, Kitab an-Nikah, Jilid VI, h. 467, dan Sunan Abu Daud, kitab an-Nikah, ,

Jilid II, hadis no. 2107, 2108, h. 200 42

(HR. Ahmad Ibn Hanbal), Abu Abdullah Ahmad Ibn Hanbal, Musnad Imam

Ahmad Ibn Hanbal, Kitab an-Nikah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), Cet, ke-I, jilid III, h. 39

Page 49: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

36

Artinya:

Dari Abi „Ajfa ia berkata: Aku pernah mendengar „Umar Berkata: Janganlah

kamu berlebih-lebihan dalam memberi mahar kepada wanita, karena wanita

apabila ia seorang yang mulia di dunia atau orang yang terpelihara di akhirat,

maka orang yang paling utama (dalam menghormati wanita) di antara kamu

adalah Rasulallah SAW. Padahal berapakah Rasulallah SAW memberikan

mahar kepada istri-istrinya, tidaklah seorangpun istrinya yang memberi mahar lebih dari 12 uqiyah

43

(HR. Nasa‟i), Lihat, Ibid., 117/118. Juga terdapat pada Sunan Ibnu Majah, Kitab

an-Nikah, باب صداق الىساء, Jilid I, hadis no. 1887, h. 592

Page 50: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

37

Artinya:

Dari Sahl Sa‟ad as-Sa‟idi, dia berkata Seorang perempuan suatu hari datang

kepada Rasulallah SAW dan berkata: “Ya Rasulallah SAW, aku datang untuk

menyerahkan diriku kepada Anda.” Sejenak Rasulallah SAW memperhatikan

perempuan itu dengan teliti. Kemudian Beliau mengangguk-nganggukan

keplanya. Lama sekali Rasulallah SAW tidak memutuskan apa-apa

terhadapnya, perempuan itu lalu duduk. Sesaat kemudian datang salah seorang

sahabat beliau dan berkata: “Ya Rasulallah SAW, seandainya Anda tidak

berkenan padanya, kawinkan saja aku padanya.” Rasulallah SAW bertanya

“Apakah kamu punya sesuatu?” Sahabat itu menjawab:”Tidak ya Rasulallah

SAW.” Beliau bersabda: Kalau begitu pulanglah kamu kepada keluargamu.

Lihat apakah kamu nanti akan bisa menemukan sesuatu. Maka pulanglah

sahabat itu, kemudian kembali lagi dan berkata: “Tidak, aku tidak menemukan

apa-apa.” Raulallah SAW masih mensaknya: “Kamu pulanglah lagi kepada

keluargamu, carilah sesuatu walaupun itu hanya berupa cincin dari besi.”

Untuk kedua kalinya sahabat itu pulang, lalu kembali lagi lalu bekata:” Tidak

ya Rasulallah SAW, aku tidak menemukan sesuatu pun sekalipun itu hanya

cincin dari besi. Cuma aku punya kain sarung ini. Aku akan berikan

seprohnya.” Rasulallah SAW bertanya: Lantas apa yang bisa kamu lakukan

terhadap kain sarungmu ini? Jika kamu memakainya, maka wanita itu tidak

bisa berbuat apa-apa. Demikaianlah juga bila ia dipakai olehnya, maka kamu

juga tidak bisa berbuat apa-apa. Sejenak sahabat itu hanya duduk cukup lama

sekali. Setelah itu dia bangkit berdiri. Tiba-tiba saja pandangan matanya

tertunduk pada Rasulallah SAW yang memandang sedang memperhatikannya.

Dia lalu pergi. Namun sasaat kemudian Rasulallah SAW bertanya: Apakah

kamu tahu tentang al-Qur‟an ? Sahabat itu menjawab: Ya. Ada beberapa surat.

Rasulallah SAW bertanya: Kamu dapat membacanya di luar kepala? Sahabat

itu menjawab: Ya Rasulallah SAW bersabda: Jika begitu pergilah. Wanita itu

menjadi istrinya dengan maskawin hapalan al-Qur‟an yang kamu punyai.

B. Asbabul Wurud

Dalam kitab Al-Bayan-Ta‟rif Fi Asbabul Wurud al-Hadis asy-Syarif,

mengatakan bahwa sebab turunnya hadis tersebut, sebagaimana yang

44

(HR. Bukhari), Lihat, Abu „Abdillah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim al-

Bukhari, Al-Jami‟ al-Sahih al-Bukhari, Kitab an-Nikah,. شوجىا .: م.لقىل الى ص. باب السلطان ول

. مها بما معل مه القسآن , (Beirut: Dar al-Fikr, 1993), Cet. ke-I, jilid III, H. 164. Juga terdapat pada

Sahih Muslim, Kitab an-Nikah, باب ورب الىظس إل وجه المسأة ومفها لمه بسد تصوجه, Juz V, hadis no.

1425, h. 228

Page 51: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

38

tercantum dalam bab sebelumnya adalah mengenai kisah tentang mahar, yang

hadisnya berbunyi:

“Maskawin yang lebih baik ialah yang paling mudah”

Periwayat:

Al-Baihaqi dari „Uqbah Ibn „Amr, menurut al-Hakim hadis ini sahih

memenuhi persyaratan Bukhari dan Muslim diakui oleh adz-Zahabi.

Diriwayatkan dari „Uqbah, bahwa Rasulallah SAW telah bertanya

kepada seorang laki-laki, “apakah kau rela menikahi si dia? Jawabnya: Ya,

kemudian Rasulallah SAW bertanya kepada si wanita: apa kau suka? Ya,

Akhirnya menikahlah mereka tanpa mahar, Lalu orang tersebut ikut serta

dalam perang khaibar dan ia memesankan pada saat menjelang kematiannya

antara wanita yang di kawininya mengambil anak panahnya sebagi pemberian

(mahar). Lalu wanita tersebut mengambilnya dan menjualnya seharga seratus

dirham, kemudian Rasulallah SAW bersabda: Maskawin yang lebih baik ialah

yang paling mudah, sedangkan maskawin paling sedikit dapat memberikan

kesaksian dan diharapkan berkahnya, oleh sebab itu „Umar Ibn Khatab telah

melarang maskawin yang berlebih-lebihan, lalu katanya: Rasulallah SAW dan

juga putri-putrinya menikah dengan maskawin yang tidak lebih dari 12

uqiyah.45

C. Bentuk Mahar

Pada umumnya mahar dalam bentuk uang atau barang berharga

45

Ibnu Hamzah al-Husaini al-Hanafi ad-Damsyiqi, Asbabul Wurud: Latar Belakang

Histaris Tibulnya Hadis-hadis Rasul,(Jakarta: Kalam Mulia, 1997), Cet. ke-2, Jilid II, h. 337

Page 52: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

39

lainnya, namun Islam memungkinkan mahar itu dalam bentuk jasa melakukan

sesuatu. Mahar dalam bentuk jasa ini ada landasannya dalam al-Qur‟an dan

demikian hadis Nabi SAW.46

Contoh dalam hadis Nabi adalah menjadikan mengajarkan al-Qur‟an

sebagai mahar sebagaiman terdapat dalam hadis dari Sahl bin Sa‟adi‟ dalam

bentuk munttafaq „alaih, ujung dari hadis panjang yang dikutip di atas:

Artinya:

Nabi berkata: “Apakah kamu memiliki hafalan ayat-ayat al-Qur‟an?” ia

menjawab: “ya. Surat ini, sambil menghitungnya?”. Nabi berkata: “Kamu hafal

surat-surat itu di luar kepala? “dia menjawab: “ya”. Nabi berkata: “pergilah,

saya kawinkan engkau dengan perempuan itu dengan mahar mengajarkan al-

Qur‟an

Contoh lain adalah Nabi sendiri waktu menikahi Sofiyah yang waktu itu

masih berstatus hamba dengan maharnya memerdekakan Sofiya tersebut.

Kemudian ia menjadi Ummu al-Mukminin. Hal ini terdapat dalam hadis

dari Anas ra. Yang muttafaq‟ alaih ucapan Anas:

Artinya:

Qutaibah bin Said dari Hamad dari Sabiq dan Syu‟eb Bahwa sesungguhnya

Nabi Muhammad SAW. telah memerdekakan Sofiyah dan menjadikan

kemerdekaan itu sebagai maharnya (waktu kemudian mengawininya)

46

Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2003), h. 100 47

Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Mukhtashar Sahih Muslim, (Jakarta:Pustaka

Azzam, 2003), Cet. Ke-I h. 572 48

Maktabah Syamila, Al-Bukhari: Sahih Bukhari, (Mesir, Al-Misykat), h. 1956,

Maktabh Syamila, Al-Muslim: Sahih Muslim, Mesir,Al-Misykat), h.146

Page 53: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

40

Mengenai besar mahar, para fuqaha telah sepakat bahwa bagi mahar itu

tidak batas tertinggi. Kemudian mereka berselisih pendapat tentang batas

terendahnya. Imam Sayafi‟I, Ishaq, Abu Tsaur dan fuqaha Madinah dari

kalangan tabi‟in berendapat bahwa bagi mahar tidak ada batas terendahnya.

Segala sesuatu yang dapat menjadikan harga bagi sesuatu yang lain dapat

dijadikan mahar. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Ibnu Wahab dari

kalangan pengikut Imam Malik. Sebagian Fuqaha yang lain berpendapat

bahwa mahar itu ada batas terendahnya. Imam Malik dan para pengikutnya

mengatakan bahwa mahar itu paling sedikit seperempat dinar emas murni, atau

perak seberat tiga dirham, atau bisa dengan barang yang sebanding berat emas

dan perak.49

Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa paling sedikit mahar itu adalah

sepuluh dirham. Riwayat lain ada yang mengatakan lima dirham, ada lagi yang

mengetakan empat puluh dirham.

Pangkal silang pendapat ini, kata Ibnu Rusyd, ada dua hal, yaitu:

1. Ketidakjelasan akad nikah itu sendiri antara kedudukannya sebagai salah

satu jenis pertukaran, karena yang dijadikan adalah kerelaan menerima

ganti, baik sedikit maupun banyak, seperti halnya dan jual-beli dan

kedudukannya sebagai ibdah yang sudah ada ketentuannya. Demikian itu

karena ditinjau dari segi bahwa dengan mahar itu laki-laki dapat memiliki

jasa wanita untuk selamanya. Maka perkawinan itu mirip dengan

pertukaran. Tetapi ditinjau dari segi adanya larangan mengedakan

persetujuan untuk meniadakan mahar, maka mahar itu mirip dengan

49

Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid Fi Nihayah al-Muqtashid, (Beirut, Dar al-Fikr),

Juz 2, h. 386

Page 54: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

41

ibadah.

2. Adanya pertentangan anatar qiyas yang menghendaki adanya pembatasan

mahar dengan mafhum hadis yang tidak menghendaki adanya pembatasan.

Qiyas yang menghendaki adanya pembatasan adalah seperti pernikahan itu

ibadah, sedangkan ibadah itu sudah ada ketentuannya.

Mereka berpendapat bahwa sabda Nabi SAW, “carilah walaupun hanya

cincin dari besi”, merupakan dalil bahwa mahar itu tidak mempunyai batasan

terendahnya. Karena jika memang ada batas terendahnya tentu beliau

menjelaskannya.50

Akan tetapi, mereka berpendapat tentang batas

minimalnya. Syafi‟i. Hambali dan Imamiyah berpendapat bahwa tidak ada

batas minimal mahar.

D. Macam-macam Mahar dalam Hadis

1. Mahar al-Musamma, yaitu mahar yang disebutkan di dalam akad atau

selepas akad dengan keredhaan kedua pihak. Sama ada mahar itu

disepakati dengan jelas di dalam akad atau ditetapkan bagi isteri selepas

akad dengan keredhaan atau ditetapkan mahar itu oleh hakim.

Hal ini di tegaskan dalam surat al-Baqarah ayat 237:

Artinya:

Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan

mereka, Padahal Sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, Maka

bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika

50

Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid Fi Nihyah al-Muqtashid, juz 2, h. 386

Page 55: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

42

isteri-isterimu itu mema'afkan atau dima'afkan oleh orang yang memegang

ikatan nikah, dan pema'afan kamu itu lebih dekat kepada takwa. dan

janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya

Allah Maha melihat segala apa yang kamu kerjakan.

2. Mahar al-Mistil.51

Dalam menentukan mahar jenis ini terdapat perbedaan

pendapat di kalangan pakar fiqih. Ulama madzhab Hanafi mengemukakan

bahwa mahar tersebut adalah sejumlah mahar yang sama nilainya dengan

mahar yang diterima oleh perempuan yang menikah dari pihak ayahnya

(seperti adik/ kakak perempuan dan keponakan perempuan ayah). Karena

itu, setiap daerah mempunyai ketentuan mahar yang sudah pasti, maka

ukuran yang diambil adalah kebiasaan yang berlaku dalam perkawinan

keluarga ayah wanita tersebut. Ulama madzhab Hanbali menyatakan

bahwa mahar al-Mistil itu adalah sejumlah mahar yang berlaku bagi

keluarga wanita tersebut dari pihak ayah dan ibu (seperti adik/ kakak

perembuan ayah/ ibu). Hal ini didasarkan pada sebuah hadis yang

diriwayatkan Ahmad bin Hanbal. Ulama Madzhab Maliki dan Syafi‟I

menyatakan bahwa mahar al-mistil itu dikembalikan kepada kebiasaan

yang berlaku dlaam keluarga tersebut ketika melangsungkan perkawinan

seorang wanita.

3. Mahar sir dimaksudkan mahar yang tidak diucapkan pada akad nikah,

namun telah disepakati jumlahnya sebelum akad nikah dilangsungkan.52

51

Mahar ini adalah mahar yang berlaku menurut kebiasaan yang berlaku dengan

dasar QS. 4:24, yang berbunyi: “Dan istri-istrimu yang telah kamu nikmati itu, berilah

mereka mahar. Hal senada, yaitu di qiayaskan dengan ijma para ulama yang menyatakan

bahwa perempuan yang sudah dicampuri karena syubhat, tetap berhak mendapatkan mahar

mistily. Lihat: Muhammad Ali as-Sabuni, Tafsir Ayat al-Ahkam Juz I (Cet. II; Damsyiq-

Suriyah: Maktat al-Gazali, 1977 M/ 1397, h. 379 52

Syamsuddin Aby „Abdillah Muhammad bin Aby Bakar al-Ma‟ruf biibni Qayyim

al-Jauziyyah, I‟laam al-Muwaqq‟in „an al‟-Alamiin, Juz III (Beirut: al-Maktabat al-

„Ashriyyat, 1987 M/ 1307 H), h.100

Page 56: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

43

Adapun mahar al-musamma wajib dibayarkan suami sesuai dengan

jumlah yang disepakati dalam akad. Mengenai mahar al-mistil, ulama

menyatakan bahwa kewajiban membayar mahar tersebut muncul dalam

keadaan-keadaan:

1. Apabila suami dan istri sepakat untuk tidak memakai mahar dalam

perkawinan

2. Apabila dalam perkawinan tidak disebutkan jumlah dan jenis mahar oleh

suami

3. Benda yang disajikan mahar tidak bernilai harta dalam Islam, miaslnya:

minuman keras, narkoba, dan babi.

Jadi mahar yang sah adalah mahar yang dapat dibayar secara tunai ketika

akad dan dapat ditunda pembayarannya. Selain itu, ada beberapa hal

menjadikan gugurnya mahar, yaitu:

4. Terjadi perpisahan antara suami dan istri selain dengan talak sebelum

terjadi hubungan seksual

5. Terjadi khuluk sebelum dan sesudah hubungan seksual dang anti ruginya

adalah mahar

6. Istri menghibahkan mahar seluruhnya kepada suami, dengan syarat si istri

intelek dalam hal hukum syara‟.53

53

Alhamdani, Risalah al-Nikah, (Pekalongan: Raja Murah, 1980),h. 20-21

Page 57: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

44

BAB IV

ANALISA KANDUNGAN HADIS-HADIS MAHAR

G. Mahar Menurut Pendapat Ulama Secara Umum

Mahar disebutkan dalam Al-Qur‟an:

Artinya:

Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai

pemberian dengan penuh kerelaan.kemudian jika mereka menyerahkan

kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah

(ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya

Mahar merupakan pemberian seorang suami kepada istrinya yang

dilakukan pada waktu akad nikah. Dikatakan yag pertam karena sesudah itu

akan timbul beberapa kewajiban materiil yang harus dilaksanakan oleh suami

selama masa perkawinan untuk kelangsungan hidup perkawinan itu. Dengan

pemberian mahar itu suami di persiapkan dan di biasakan untuk menghadapi

kewajiaban materil berikutnya.55

Dalam Islam, persoalan maskawin atau mahar jauh berbeda dengan

keadaan atau tradisi yang berlaku di luar ajaran Islam. Mahar dalam Islam

54

Qs: An-Nisa: 4 55

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta, Prenada

Media, 2007), Cet. Ke-II, h. 87.

Page 58: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

45

merupakan pemberian dari mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan

dalam perkawinan. Islam telah mengaangkat derajat kaum perempua,karena

mahar itu diberikan sebagai tanda penghormatan kepada kaum hawa.

Bilamana pernikahan itu berakhir dengan perceraian, maka perkawinan itu

tetap menjadi hak milik istri dan suami tidak berhak mengambil kembali

maharnya kecuali dalam kasus khulu (perceraian yang terjadi lantaran

permintaan dari pihak istri). Dalam hal ini istri yang minta cerai, hendaknya

mengembalikan semua mahar yang telah diberikan kepadanya. Dengan kata

lain, maskawin itu adalah sejumlah uang atau harta benda lainnya yang

dijanjikan suami kepada istrinya karena ikatan pernikahan

Namun yang menjadi permasalahan dalam Islam dikalangan pakar fikih

adalah batas minimal mahar, sehingga mereka berbeda pendapat yaitu:

Pendapat pertama: Menurut madzhab Hanafi batas minimal mahar

adalah 10 (sepuluh) dirham,56

, dengan mengemukakkan dalil sebagi berikut.

1. Dari apa yang diriwayatkan oleh ad-Daruquthni dan al-Baihaqi dari Jabir

ibn Abdullah, bahwa Rasulallah SAW. bersabda:

Artinya:

Jangan menikahkan wanita kecuali sekufu‟ dan jangan mengawinkan

wanita kecuali oleh para walinya, dan tidak ada mahar yang kurang dari

56

Al-Kamal bin al-Hammam al-Hanafi, Fathur Qadir‟alal Hidayah Syarah Bidayatil

Mubtadi, (Mesir Mathabil al-Halabi, 1938), h. 435 57

Ahmad bin al-Husain bin „Ali Musa Abu Bakr al-Baihaqiy, Sunan al-Baihaqiy al-

Kubray Juz VII (Mekkah al-Mukarramah: Maktabah Dar al-Baz, 1994), h.240

Page 59: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

46

sepuluh dirham.

Dalil ini mendapat sanggahan dengan dinyatakan bahwa hadis di

atas dha‟if (lemah), sehingga tidak bisa dijadikan dasar hujjah, karena

dalam sanad hadis tersebut terdapat nama Mubasyar bin Ubai, dia adalah

dha‟if dari al-Hujjaj bin Arta‟ah, sementara dia adalah mudalis.

2. Dikeluarkan oleh al-Baihaqi melalui jalan Syuraik dari Daud al-Audy dari

Sya‟by dari Ali ra., ia berkata:

Artinya:

Serendah-rendahnya apa yang menghalalkan faraj adalah sepuluh dirham.

Hadis ini pun mendapat sanggahan dengan dinyatakan bahwa Daud al-

Audy adalah tsiqah(tidak dapat dipercaya).

3. Perlu adanya pembatasan mahar secara jelas sebagai bukti sucinya

kemaluan seorang perempuan, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam

Islam, bahwa batas minimal untuk ditetapkan dibolehkannya

melaksanakan hukuman potong tangan bagi pencuri adalah sepuluh

dirham, maka logikanya pada penghalalan (kemaluan) juga selayaknya

seniali sepuluh dirham.59

Pendapat kedua: Batas minimal mahar adalah tiga dirham atau

seperempat dinar, atau senilai kadar itu dari benda selain emas dan perak atau

suatu yang suci dan tidak mengandung najis, bermanfaat, berfaidah secara

syar‟i baik berupa modal, gandum atau lahan, tidak berupa suatau alat untuk

58

Ahmad bin Husain bin „Ali bin Musa Abu Bakr al-Baihaqiy, h. 241 59

Al-Kalwadzani al-Hanafi, Al- Hidayah bi Syarh Bidayatil Mubtadi, Jilid II. Cet. ke-

I, h. 36

Page 60: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

47

permainan yang sia-sia dan benda tersebut mampu untuk diberikan kepada

istri serta diketahui ukuran, sifat dan waktunya. Pendapat ini adalah pendapat

Madzhab Maliki.60

Adapun surah an-Nisa‟ (4) ayat 25:

Artinya:

Dan Barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup

perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh

mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki.61

Segi pembuktian dalil secara normative, bahwa Allah SWT, ketika

menghalalkan untuk menikahi budak-budak wanita mensyaratkan tidak cukup

thaul (pembelanjaan), disini dapat diketahui bahwa tidak semua orang

memiliki pembelanjaan, dan telah diketahui bahwa pembelanjaan dalam ayat

ini adalah harta, dan sesuatu tidak dinamakan harta bila nilai sesuatu itu

kurang dari tiga dirham, maka faraj (kemaluan) belum dihalalkan dengan

mahar yang kurang nilainya dari tiga dirham.62

Pendapat disanggah, bahwa thaul (pembelanjaan) yang dimaksud ayat

tersebut di atas tidak harus berupa harta saja bahkan lebih luas dari

sebelumnya, karena yang dimaksud dalam thaul dalam ayat ini adalh

kelebihan dan kelapangan yang bersifat immaterial atau material, karena

terkadang seorang pria tidak dapat menikahi seorang perempuan yang

merdeka, sedangkan pria memiliki harta yang dapat dijadikan mahar,

60

Ad-Dardir Abdul Barakat, Asy- Syarhush Shaqir „ala Aqrabil Musalik Lid Dardir,

Jilid II (Mesir: Darul Ma‟rifah, 1992), h.28 61

Departemen Agama RI, Al-Qr‟an dan Terjemahnya, (Madinah Munawawarah,

Mujamma‟ al-Haramain asy-Syarifain al-Malik Fahd li thiba‟at al-Mushhaf asy-Syarif), h. 121 62

Ibnu Rusydi al-Maliki, Al-Muqaddimat al-Mumahhidat, Jilid II (Mesir: Dar as-

Sa‟adah), h. 357-358

Page 61: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

48

sementara perempuan itu tidak mau menikahi dengan pria tersebut lantaran

memiliki aib pada prilakunya

Adanya hadis yang diriwayatkan oleh Anas, bahwa Nabi SAW melihat

bekas warna kuning pada Abdurrahman bin Auf, maka beliau bertanya:

“Apakah ini”? Ia menjawab: Aku menikahi seorang wanita dengan emas

seukuran nawat (biji kurma)”, Beliau bersabda:

Artinya:

Semoga Allah memberikan keberkahan kepadamu, lakukanlah walimah

walaupun dengan seekor domba.

Mereka berpendapat bahwa nawat menurut ulama Madinah sebesar

sepermpat dinar.64

Bahwa hadis tersebut tidak bisa di jadikan hujjah untuk menetapakan batas

minimal mahar sebesar seperempat dinar, sebab kadar sepermpat dinar dalam

hadis di atas tidak menunjukkan batas minimal mahar, kecuali bila dalam

hadis tersebut terdapat lafadz yang jelas sebagai ungkapan batas minimal

mahar, sementara ungkapan semacam itu tidak dikemukakkan dalam hadis di

atas.

Pendapat ketiga: Mahar bisa berupa materi atau apa saja memiliki nilai

material, selama benda itu bisa disetujui kedua pihak, yaitu sumi-istri.

Pendapat ini adalah pendapat Madzhab Hambali, ibnu Wahab dan madzhab

Maliki, Ishak bin Rahawai, Abu Tsaur, para ahli fikih Madinah dari golongan

tabi‟in, al-Hasan al-Basri, at-Tsauri, al-Auzai dan Said bin al-Musayyab.65

63

Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Juz 3,

(Beirut: Dar al-Ma‟rifah), h. 253 64

Muhammad Asy-Syaukani bin Ali, Nailul Autsar, Jilid VI, h. 178 65

Mahyiddin Syarifuddin an-Nawawi, Al-Majmu‟ Syarth al-Mubazzab, Jilid. Xv

(Kairo: al-Ashimah), h. 428

Page 62: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

49

1. Hadis yang diriwayatkan oleh Asy Syafi‟i:

Artinya:

Kami diriwayatkan dari sebagian Sahabat Nabi SAW: Tidak ada mahar

yang lebih sedikit dari sepuluh dirham.

Segi pembuktian dali: bahwa Rasulullah SAW. dalam hadis ini

memperbolehkan pria untuk memberikan cincin yang terbuat dari besi

sebagai mahar sah dengan segala sesuatu yang disebut dengan harta.67

Pendapat tersebut tidak dapat diterima, karena Nabi SAW. hanya

memerintakan pria untuk segera mendahulukan pemberian sesuatu kepada

perempuan yang akan menjadi istrinya, dan itulah yang bisa difahami dari

sabda Rasulullah SAW tersebut, jika Rasulullah SAW menghendaki

bentuk mahar yang dapat mensahkan akad nikah, maka Raulullah saw

cukup dengan menetapkan bahwa mahar dalam tangguannya, sehingga

dibolehkan untuk melaksanakan akad nikah dan tidak perlu bagi

Rasulullah SAW untuk meminta pria bergegas dalam mendapatkan

seauatu. Dengan demikian, hadis ini menunjukkna bahwa Rasulullah SAW

tidak menginginkan dengan ucapan itu seseuatu yang bisa mensahkan

akad.68

Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan al-Tirmidzi dari

Abdullah bin Amir bin Rabi‟ah, yang mengatakan:

66

Muhammad bin Idris al-Syafi‟I Abu Abdillah, al-Umm. Juz V (Beirut: Dar al-

Ma‟rifah), Cet. II h. 160 67

Ibnu Hazm azh-Zahiri, Al- Muhallah Syarh al-Muhalla, (Mesir: Dar al-Ittihad al-

„Arabi. 1387H)Jilid XI., h. 104-105 68

Abu Bakar al-Jashshash, Ahkamul Qur‟an, (Mesir: Syirkah Mathba‟ah wa

Maktabah Abdurrahman Muhammad), Jilid III, h. 86

Page 63: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

50

Artinya:

Abdullah bin „Amir bin Rabi‟ah, dari bapaknya, bahwa ada seorang wanita

dari Bani Fazarah yang menikah dengan mahar sepasang sandal.

Rasulullah SAW bersabda: Apakah engkau merelakan diri dan hartamu

dengan sepasang sandal? Wanita itu menjawab: Ya. Maka Rasulullah

SAW, menikahkannya.

2. Hadis yang diriwayatkan oleh ad-Daruquthni dari Jabir ra. Bahwa ia

berkata

Artinya:

Dari Jabir bin „Abdillah berkata: “Pada zaman Rasulallah SAW, kami

menikah dengan (mahar) berupa segenggam makanan.

Mereka yang berpendapat bahwa mahar akan menjadi sah dengan

apa yang disebut sesuatu, walaupun berupa sebiji gandum, ini merupakan

pendapat Sahl bin Sa‟ad sebagaimana di sebutkan dalam hadis:

69

Ahmad Utsman, Atsar „Aqdiz Zawaj fisy-Syari‟ah al-Islamiyyah, (Universitas al-

Imam, Idaratut Thiba‟ah wan Nusyr, 1981), Jilid I h,.132 70

Ali bin Umar Abu al-Hasan al-Daraqutniy al-Baghdadiy, Sunan al-Daraquthniy

(Beirut: Dar al-Ma‟rifah, 1966), Juz III h. 243.

Page 64: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

51

Artinya:

Dari Sahl Sa‟ad bahwasannya seorang wanita menyerahkan dirinya kepada

Nabi SAW,. Kemudian tampil seorang laki-laki dan barkata: Ya

Rasulallah, Kawinlah saya dengan wanita ini. Maka Rasulullah bersabda

apa yang ada disisimu? Laki-laki tersebut menjawab: “saya tidak memiliki

sesuatu” Rasulullah bersabda: pergilah mencari sekalipun sebentuk cincin

yang terbuat dari besi. Maka laki-laki tersebut pergi kemudian kembali,

lalu berkata: “demi Allah saya tidak mendapatkan sesuatu, dan tidak

memiliki cincin besi, akan tetapi inilah sarung saya dan baginya separuh.

Sahal berkata: maka tidak ada baginya yang di kembalikan dengan

sarungmu, jika kau memakianya maka dia tidak dapat apa-apa dan jika dia

memakainya maka kaupun tidak memakai apa-apa. Maka laki-laki itupun

duduk dalam waktu yang lama dan ketika dia berdiri Rasulullah SAW

amelihatnya dan memanggilnya. Maka Rasulullah SAW berkata

kepadanya: Apa yang ada padamu dari (hafalan) Al-Qur‟an? Dia

menjawab: Saya menghafal surah begini dan surah begini hingga beberapa

surah. maka Nabi SAW berkata: Saya menjadikannya milikmu

(menikahkanmi) dengan hafalan Al-Qur‟an yang ada padamu.

Dalam hadis tersebut Nabi SAW bersabda: “Carilah sesuatu” pria

itu menjawab: “Aku tidak menemukan sesuatu apapun. Beliau bersabda:

“Carilah (sesuatu), walau cincin yang terbuat dari besi”

71

Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, h. 246

Page 65: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

52

Dengan demikian, sabda Rasulullah SAW: “Carilah sesuatu,

mencangkup makna segala sesuatu walaupun sesuatu itu berupa sebiji

gandum.72

Pendapat keempat: Mahar bisa dengan apa yang mungkin disebut

sesuatu, walaupun berupa suatu biji gandum, ini adalah pendapat Ibnu

Hazm. Berdasarkan hadis Sahl bin Sa‟ad: “Carilah sesuatu, sekalipun

cincin yang terbuat dari besi.”73

Cara berdalih semacam ini bisa disanggah disebabkan Nabi SAW

setelah itu meneruskan sabdanya: “Carilah sesuatu walaupuncincin

terbuat dari besi” Dalam hadis tersebut beliau menyebutkan sesuatu yang

lebih tinggi nilainya, sebab cincin dari besi lebih berharga dari pada biji

gandum.74

Pendapat kelima: Sesungguhnya mahar sah dengan sesuatu yang

dimiliki nilai baik berupa nilai materi atau immateri.75

Artinya:

72

Ibnu Hazm azh-Zahiri, h.97, terdapat juga di Asy-Syaukani, Nailul Authar, Jilid,

VI, p. 167. 73

Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Sahih al-Bukhari Juz 3 74

Ibnu Hazm azh-Zahiri, h. 97. Terdapat juga di Asy-Syaukhani, h. 167 75

Sayikh Shalih bin Gahanim as-Sadlan, Fiqhuz Zawaj fi „Dhau‟il Kitab was

Sunnah, diterjemahkan oelh Abu Ahmad Zaenal Abidin Syamsuddin, dengan judul “Seputar

Pernikahan” Cet. I (Jakarta: Bulan Bintang 1983) h. 16 76

Ahmad bin Syua‟ib Abu Abdirrahman al-Nasa‟i, Sunan al-Nasa‟I, Juz VI, (Halb:

Maktabah al-Mathbu‟at al-Islamiyah, 1986) Cet. II h. 114

Page 66: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

53

Dari Anas berkata: Abu Thalhah melamar Ummu Sulaim maka dia

berkata: Demi Allah, tidak ada (lelaki) yang sama sepertimu. Akan tetapi,

kau adalah seorang yang kafir sedang saya ini seorang wanita musllimah,

dan tidak halal bagiku untuk menikah denganmu. Jika kau muslim (masuk

Islam), maka itu adalah maharku, dan saya tidak meminta kepadamu selain

hal itu. Maka diapun (Abul Talhah) masuk Islam dan itu adalah maharnya.

Mengkritisi kelima pendapat tersebut, maka menurut hemat

penulis, bahwa pendapat yang kelima inilah yang peling benar, di tinjau

dari segi landasan dan dalil, sebab pendapat ini memadukan seluruh dalil

yang shalih, baik yang bersumber dari al-qur‟an maupun dari hadis,

disamping itu pendapat ini juga sangat sesuai dengan maksud dan tujuan

serta hikmah disyari‟atkannya mahar, karena pemberian mahar tidak hanya

sekedar memberi ganti rugi berupa harta belaka, aka tetapi maksud

daripada mahar yang lebih utama adalah symbol untuk mengungkapkan

kasih sayang serta bukti akan benarnya niat untuk hidup bersama, maka

mahar pada umumnya adalah berupa meteri atau immateri asal sang istri

rela dan puas dengan mahar tersebut.

H. Analisa

Dari hadis-hadis di atas, penulis memperoleh gambaran tentang

kesederhanaan. Dengan mahar yang sederhana dan ringan membawa

keberuntungan bagi umat di antaranya umat terhindar dari kerusakan akhlak

antara kaum laki-laki dan kaum perempuan akibat tidak bisa menikah karena

mahar yang mahal, dengan mahar yang ringan umat terhindar dari banyaknya

perawan tua dan jejaka yang tua sehingga memudahkan membentuk keluarga

yang Islami.

Setiap ajaran Islam yang disyariatkan, pasti didasarkan pada

kemudahan, tidak memberatkan dan tidak pula, menyulitkan. Pernikahan

Page 67: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

54

dilaksnakan tidak lain hanyalah untuk melaksanakan sunatullah dan

melaksanakan perintah yang telah ditetapkan Allah SWT sejak zaman azali.

Oleh karena itu unsur mempersulit yang berkaitan dengan urusan pembayaran

mahar yang mahal adalah sesuatu yang sangat bertentangan dengan ajaran

Islam.77

Bukankah Allah SWT telah menegaskan dalam al-Qur‟an bahwa

“Dan Allah SWT sekali-kali tidak menjadikan untukmu dalam agama Islam

atau kesempitan.78

Dari pengertian di atas , maka segala pelaksanaan pernikahan harus

dilaksanakan secara sederhana lagi ekonomis, termasuk dalam hal

pembayaran mahar maupun biaya resepsi. Dalam hal ini Rasul SAW telah

menegaskan: “Sesungguhnya pernikahan yang paling besar berkahnya adalah

yang mudah dan sederhana pembiyayaannya. (HR. Ahmad)

Bukti anjuran untuk memberikan mahar sederhana adalah dengan

diperolehkannya memberikan cincin yang terbuat dari besi untuk dijadikan

sebagi mahar, namun saat ini di mana kemampuan ekonomi yang makin baik

untuk memperoleh cincin yang terbuat dari emas meskipun dengan kadar

yang rendah dapat mudah diperoleh sehingga tujuan dari disyariatkannya

mahar terealisasi. Daerah-daerah tertentu yang kemampuan ekonominya

rendah atau minus seperti Negara miskin Ethiopia, dan daerah gunung kidul

manusia mengalami kesulitan dari segi ekonomi, namun mereka tidak

mengalami kesulitan dalam menjalankan syariat Islam tentang mahar karena

masih relevan untuk diaktualisasikan dalam kehidupan.

Dalam sebuah riwayat ditemukan tentang kisah seorang wanita

77

A. mudjab Mahalli, Menikahlah Engkau Menjadi Kaya: Kado Untuk Pasangan

Muda, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2001), Cet. ke-I,h. 139-140 78

QS. Al-Hajj: (22) 78

Page 68: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

55

fuzarah yang maneikah dengan mahar berupa sepasang terompah.Lalu Rasul

SAW menanyai kerelaan wanita itu. “Apakah kamu mau menerima

pernikahanmu dengan mahar sepasang terompah, ia menjawab: Ya, saya

terima”. Kemudian Rasul SAW menyetujui pernikaha itu. (HR. Abu Daud

&Tirmidzi)79

Sebagai bukti bahwa Rasulullah SAW menganjurkan agar mahar

dibayat dengan sederhana, sesuai dengan kemampuan ekonomi seseorang

adalah dengan diberikannya kesempatan kepada orang mikin untuk menikah

dengan wanita yang dicintainya, sekalipun hanya dengan mahar sebuah ayat

Al-Qur‟an. Hal ini akan meningkatkan minat untuk mempelajari Al-Qur‟an,

memudahkan seseorang yang ingin menikah untuk membentuk keluarga

sakinah, mawaddah, warohmah sehingga akan terbentuk umat beriman dan

bertaqwa kepada Allah SWT. Keimanan dan ketaqwaan umat akan terus

meningkat karena minat belajar yang tinggi terhadap Al-Qur‟an dan mareka

terhindar dari kekufuran.

Pemberian mahar merupakan lambing yang nilainya tidak terletak

pada besar kecilnya, melainkan terletak di dalam perasaan orang yang

membiarkannya dan keinginannya untuk memuliakan teman hidupnya (istri).

Dan orang yang dermawan adalah orang yang mau memberikan sebagian dari

apa yang dimilikinya, oleh karena itu sama saja nilai spiritual sebentuk cincin

besi yang diberikan oleh orang miskin dengan satu kereta emas atau perak

yang di berikan oleh orang yang mampu

Dengan demikian dalam memberikan mahar sangatlah relative, hal ini

79

M. Faudzil Adhim, Kupinang kau dengan Hamdallah, (Yogyakarta: Mitra Pustaka,

1998), Cet. ke-IV, h. 209-210

Page 69: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

56

dapat ditunjukan dengan apa yang dilakukan Nabi SAW, beliau

membolehkan seorang fakir membayar maskawin meskipun cincin dari besi,

dan ketika sang fakir menanyakannya: Apakah kamu hafal ayat Al-Qur‟an: Ia

menjawab: Iya saya hafal surat ini dan yang lainya, Rasul SAW bersabda:

Telah ku nikahkan kamu berdua dengan mahar apa yang kau miliki dari Al-

Qur‟an.80

Adapun mahar yang Nabi SAW berikan untuk istri dann putrinya

tidak lebih dari 12 uqiyah dan satu nasy. Jika ukuran ini dihitung menurut

standar internasional adalah 500 dirham, dengan rincian sebagia berikut:

Spesifikasi uang dirham.

Bentuk : Bulat bergambar ka‟bah

Berat : 3 gram

Diameter : 25 Milimeter

Bahan : Perak murni

1 dirham : Rp. 50.000,-81

1 Uqiyah : 40 dirham

½ Uqiyah : 20 dirham

12,5 Uqiyah : 40 dirham dikalikan 12,5= 500 dirham82

500 dirham : 3 gram dikalikan 500= 1500 gram perak murni

500 dirham : Rp. 50.000,- dikalikan 500 = Rp. 25.000.000,-

Jadi untuk berat keseluruhan dirham adalah 1500 gram perak murni,

80

Thariq Ismail Kakhiya, Perkawinan dalam Islam: Petunjuk Praktis Membina

Keluarga Muslim, (Jakarta: Yasabuna, 1989), Cet. ke-I, h. 69 81

Majalah Wanita Ummi, Merawat Cinta dalam Nuansa Ibadah, no-12/XIII,

(Jakarta: April-Juni, 2002), h. 28 82

Syekh Hasan Ayyub, Fiqih Keluarga, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001), Cet. ke-

I, h. 67

Page 70: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

57

sedangkan untuk kurs rupiah adalah Rp. 25.000.000,-

Spesifikasi uang dinar.

Bentuk : Bulat bergambar masjid Nabawi

Berat : 4,25 gram

Diameter : 23 milimeter

Bahan : Emas 22 karat

1 dinar : 4,25 gram emas 22 karat

1 dinar : Rp. 400.000,-83

12,5 Uqiyah : 500 dirham

12,5 Uqiyah :62,5 keping dinar

Jadi total berat emas 62,5 keping dinar = 4,25 gram dikali 62,5 = 265,625

gram emas 22 karat

Jadi total harga emas 1 gram = Rp. 400.000,- dibagi 4,25 gram = Rp.

94.117.64.706,-

Jadi total harga emas 265,625 gram (6,25 keping dinar) = Rp.

94.117.64.706,- dikali 265,625 = Rp. 25.000.000,-

Jadi untuk krus rupiahnya = Rp. 400.000,- dikali 62,5 = Rp. 25.000.000,-

Perlu diingat bahwa 500 dirham pada masa Nabi SAW nilainya besar

dari pada nilai mata uang zaman sekarang, dikarenakan 500 dirham itu

seharga dengan baju besi pada zaman Nabi SAW, yang merupakan senjata

termahal apada saat itu.84

Inilah mahar yang diberikan oleh „Ali ibn Abi Talib,

83

Majalah Wanita Ummi, h. 28 84

Para ulama hadis berbeda pendapat mengenai harga baju besi.Sebagian beasr dari

mereka ada yang menyebutkan bahwa baju besi tersebut adalah 500 dirham, dan sebagian dari

mereka ada yang beranggapan bahwa baju besi tersebut seharga 400 dirham. Ibrahim Amini,

Page 71: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

58

untuk putrid Nabi SAW yang bernama Fatimah az-Zahra.

Sejarah menceritakan bahwa „Ali ibn Abi Talib menjual baju besinya

tersebut kepada Usman ibn Affan.hasil dari penjualan aju besi itu untuk

membayar mahar kepada Fatimah Az-Zahra. „Ali ibn Abi Talib menyerahkan

mahar melalui Nabi SAW, lalu Nabi SAW memberikan sebagian uang mahar

untuk membeli wewangian, sebagian kepada Ummu Salamah untuk membeli

makanan, sebagian lagi kepada tiga orang sahabat yaitu: Ammar, Abu Bakar,

dan Bilal. Ketiga sahabat ini membelanjakan uang tersebut untuk membeli

perlengkapan dan perabotan rumah tangga Fatimah Az-Zahra.85

Inilah mahar pernikahan Fatimah Az-Zahra yang penuh berkah,

darinya lahir keturunan yang penuh berkah sampai hari ini. Dengan mahar

yangsederhana pula biaya walimah di ambil, karena itu termasuk memurahkan

mahar adalah memurahkan beban biaya lain dalam proses pernikahan.

Kalaupun memurahkan mahar, maka ia termasuk dalam kategori memudahkan

pernikahan, dan ini termasuk dalam sunah Rasul SAW.

Adapun Sa‟id bin Al-Musayyab ra, seorang ulama besar madinah di

kalangan tabi‟in yang patuh terhadap perintah Allah SWT dan mengikuti

sunah Rasulullah SAW dalam memilih calon suami untuk putrinya tidak

memandang dari segi materi dan kedudukan, tetapi beliau memandang dari

segi akhlak dan agamanya, pilihannyajatuh kepada „Abdullah Ibn Abi

Wada‟ah seorang yang alim tetapi miskin.86

Beliau menikahkan putrinya

Ikhtiar az-Zauj, Kiat Memilih Jodoh: Menurut al-Qur‟an dan Sunnah, (Jkt: Lentera, 1994),

Cet. ke-I, h. 162 85

M. Faudzil Adhim, Memasuki Pernikahan Agung, Yogyakarta: Mitra Pustaka,

1999), Cet. ke-II, h. 28 86

Abdullah Nasikh Ulwan, Rintangan-rintangan Pernikahan dan Pemecahannya,

Penerjemah: Moh. Nurhakim, (Jakarta: Studio Press, 1997), Cet ke-I, h. 56

Page 72: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

59

dengan Abdullah Ibn Abi Wada‟ah dengan mahar dua dirham, yang nilainya

sangat ringan bagi ukuran seorang bangsawan. Tetapi tidak ada seorang

sahabat pun yang menegurnya, bahkan para sahabat menganggapnya sebagai

perbuatan luhur dan kemurahan hati.Begitu pula dengan „Abdur Rahman Ibn

Auf yang menikah dengan mahar sebanyak lima dirham, dan pernikahan ini

disetujui oleh Nabi SAW87

yang kedua pemberian mahar ini sangat jauh jika

dibandingkan dengan mahar yang Nabi SAW berikan kepada isri dan putrinya.

Pernah ada seorang laki-laki bertanya kepada Hasan ra, tentang criteria

laki-laki yang pantas untuk dinikahkan dengan anak gadisnya.Hasan ra

menjawab, nikahlah anak gadismu dengan laki-laki yang beragama. Jika

mencintai anak gadismu, ia akan memuliakannya, tetapi jika ia membencinya,

ia tidak akan malecehkannya.88

Berdasarkan pada sebuah hadis di atas yang mengungkapkan tentang

pernikahan Nabi Muhammad SAW dengan Ummu Habibah, yang pada

mulanya Ummu Habibah merupakan istri dari Ubaidillah ibn Jahsy, namun

beliau meninggal dunia di Habasyah. Kemudian raja Najasyi menikahkan

Ummu Habibah dengan Nabi SAW dan memberikan mahar sebesar 4000

dirham, yakni dengan 400 dinar. Mahar yang Nabi SAW berikan ini

menunjukan akan mahalnya mahar. Namun hal ini bukanlah pedoman bagi

umatnya untuk bermahal-mahalan dalam mahar, karena mahar tersebut adalah

pemberian dari raja Nadjasyi, sebagai ungkapan rasa hormat raja Najasyi

kepada Nabi Muhammad SAW.

87

Muhammad. Thalib, 40 Petunjuk Menuju Perkawinan Islami, (Bandung: Irsyad

Baitus Salam, 1995), Cet. Ke-I, h. 101 88

Ahmad Faiz, Citra Keluarga Islam (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 1992), Cet.

ke-IV, h. 152

Page 73: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

60

Nabi SAW tidak memandang mahar itu sebagai sesuatu yang dan

besar, sebab bagi ukuran seorang raja tersebut relatif tidak memberatkan.

Tetapi lain halnya dengan hadis di bawah ini:

Artinya:

Dari Abu Hurairah ra, dia berkata: pernah ada seorang laki-laki yang datang

kepada Rasulullah SAW dan berkata: Seungguhnya aku telah mengawini

seorang perempuan dari Anshar, kemudian Nabi SAW bertanya kepadanya:

Apakah engkau pernah melihatnya, sebab para mata orang-orang Anshar itu

ada sesuatu: Ia menjawab: Aku telah melihatnya. Nabi SAW bertanya lagi:

Dengan mahar berapa engkau mengawininya: Ia menjawab empat uqiyah,

kemudian Nabi SAW bersabda kepadnya, emapat uqiyah? Seolah-olah engkau

memahat perak dari luasnya gunung ini, akau tidak memiliki sesuatu yang

sekiranya bisa kuberikan kepadamu, tetapi aku akan mengiringimu dalam satu

kelompok orang (utusan) yang barang kali engkau dapat memperoleh bantuan

dari padanya. Ia berkata: Lalu Nabi SAW mengutus sekelompok orang ke

Bani Abs di mana Nabi SAW mengutus laki-laki itu bersama mereka

Hadis ini merupakan ungkapan dari besarnya mahar yang diberikan oleh

seorang fakir. Padahal Rasul SAW menghendaki agar mahar yang diberikan

kepada wanita yang akan dinikahi sederhana saja , sesuai dengan kemampuan

ekonominya.

89

(HR. Muslim), Abu Husain Muslim bin Hajjaj al-Qusyairi, Al-Jami‟ al- Sahih

Muslim, Kitab an-Nikah, , (Beirut: Dar al-Fikr, 1993),

Cet. ke-I, Juz V, h. 226-227

Page 74: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

61

Shalih Ibn Ghanim yang mengutip ungkapan Ibnu al-Qayyim berpendapat

bahwa bermahal-mahalan dalam perakara mahar dalam suatu pernikahan

adalah makruh hukumnya, sebab dengan mahalnya mahar membuktikan

bahwa mahar itu sedikit berkahnya dan menyulitkan.90

Dalam memberikan mahar tidak harus senilai dengan mahar yang

diberikan Nabi SAW untuk istri dan putrinya, hendaklah dalam memberikan

mahar disesuaikan dengan kondisi dan lingkungan yang berlaku di tengah-

tengah masyarakat. Hadis-hadis ini hanyalah sebagai gambaran mengenai

kesederhanaan dalam memberikan mahar, karena berkebih-lebihan dalam

memberikan mahar adalah makruh,91

jika hal ini memberatkan pihak laki-laki

Penulis kemudian menyimpulkan bahwa yang menjadi tolek ukur mahar

adalah besarnya nilai dan manfaat yang tinggi serta kondisi yang ada pada saat

itu, bukan besar kecilnya materi yang di berikan, sehingga dalam waktu

pelaksanaannya dapat berjalan lancar dan mendapatkan kemudahan, karena

kemudahan seringkali mendatangkan kebaikan, dan setiap kebaikan sering

kali mendatangkan manfaatan dan keberkahan.

90

Shalih bin Ahmad al-Ghazali, Ensklopedia Pengantin, (Jakarta: Pustaka Azzam,

2001), Cet. ke-I, h. 85 91

Salih Ibn Ahmad al-Ghazali, h. 84

Page 75: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

62

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebagai bab terakhir dalam pembahasan skripsi ini, penulis akan

memberikan Kesimpulan dari hasil analisa di bawah sebagai berikut:

Mahar adalah masalah yang dilematis, dimana diperlukan pemahaman

antara dua keluarga yang hendak menikahkan putra dan putrinya, oleh karena itu

dengan adanya pemahaman mengenai hadis-hadis tentang mahar dapat

membantu terbentuknya sebuah masyarakat yang lebih Islami.

Mahar adalah suatu pemberian wajib bagi calon suami Kepada calon

istri yang telah disyariatkan dalam ajaran Islam. Berkaitan dengan hal itu

Rasulullah SAW mengajarkan untuk meringankan dan memudahkan dalam

urusan mahar, serta tidak berlomba-lomba dalam hal mahar. Setiap Ketidak

wajaran dan berlebihan dalam mahar adalah makhruh hukumnya, berlebih-

lebihan dalam mahar akan menyebabkan sedikitnya pernikahan yang terjadi dan

menimbulkan permusuhan, sedangkan mahar yang terlalu sedikit akan

menyebabkan wanita tidak mempunyai harga diri dan bias disalahgunakan oleh

sebagian laki-laki, oleh karena itu sebaik-baik jalan adalah bersikap imbang dan

memperhatikan keadaan ekonomi keluarga serta status sosialnya

B. Saran-saran

Adapun saran-saran yang dapat penulis berikan dalam kaitannya

dengan pembahasan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi para pemuda dan pemudi yang hendak melangsungkan pernikahan,

Page 76: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

63

janganlah ukuran mahar dijadikan sebagai patokan dalam sebuah

pernikahan.

2. Hendaklah hadis-hadis mengenai mahar lebih disosialisasikan Kepada

umat muslim, sehingga sendi-sendi pernikahan secara Islami terbangun.

3. Hendaklah bagi orang tua dalam menikahkan putrinya tidak memandang

dari segi materi, pangkat dan jabatan saja, tetapi hendaklah melihat dari

segi akhlaknya.

4. Bagipara orang tua yang hendak menikahkan putrinya, sebaiknya

memberikan Kelonggaran dan Kemudahan dalam hal yang berkaitan

dengan urusan mahar.

Page 77: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

64

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Barakat, Ad-DardirSyarhushShaqir „alaAqrabilMusalik Lid Dardir, Jilid II

(Mesir: DarulMa‟rifah, 1992)

Abi Abbas, bin Syamsuddin Muhammad Nihyah Al-Muhtaj (Mesir: Musthafa Al-

Baby Al-Halaby, 1938) Juz 6

Abu Abdillah, Muhammad bin Idris al-Syafi‟I (Beirut: Dar al-Ma‟rifah) Cet. II

Adhim, M. FandzilKupinangKaudenganHamdallah, (Yogyakarta ,MitraPustaka,

1998), Cet. Ke-4

……., KupinangkaudenganHamdallah, (Yogyakarta: MitraPustaka, 1998)

Ahmad IbnHanbal, Abu Abdullah Musnad Imam Ahmad IbnHanbal, Kitab an-

Nikah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), Cet, ke-I

Albani, Muhammad NashiruddinMukhtasharSahih Muslim,

(Jakarta:PustakaAzzam, 2003), Cet. Ke-I

Alhamdani, Risalah al-Nikah, (Pekalongan: Raja Murah, 1980)

Amin, Yusuf Hamid, Muqashid Al-A‟mmah Al-Syari‟ah Al-Islami, Khurtum(Dar

Al-Sudaniyah, t.t)

Amini, Ibrahim kiatMemilihJodoh: Menurut al-Qur‟an danSunnah, (Jakarta:

Lentera, 1994), Cet. Ke-I

Ayyub, SyekhHasanFiqihKeluarga, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001), Cet. ke-I Baghdadiy, Ali bin Umar Abu al-Hasan al-DaraqutniySunan al-

Daraquthniy(Beirut: Dar al-Ma‟rifah, 1966) Juz III

Baihaqiy, Ahmad bin al-Husain bin „Ali Musa Abu Sunan al-Baihaqiy al-

Kubray(Mekkah al-Mukarramah: Maktabah Dar al-Baz, 1994) Juz 3

Bukhari, Abdillah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim, ,Al-Jami‟ al-Sahih al-

Bukhari, Kitab an-Nikah (Beirut: Dar al-Fikr, 1993) Cet. ke-I

……., ,Al-Jami‟ al-Sahih al-Bukhari, Kitab an-Nikah., Beirut: Dar al-Ma‟rifah.

Daly, PeunohHukumPerkawinan Islam,

suatuStudiPerbandingandalamKalanganAhlus-Sunnahdan Negara-negara

Islam, Jakarta: BulanBintang), CetKe-I

Damsyiqi, IbnuHamzah al-Husaini al- AsbabulWurud:

LatarBelakangHistarisTibulnyaHadis-hadisRasul,(Jakarta: KalamMulia,

1997), Cet. ke-2

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya,1989.

Faiz, Ahmad Citra Keluarga Islam (Jakarta: SerambiIlmuSemesta, 1992), Cet. ke-

IV

Fauzan, SalehAl-MulakhkhasulFiqhi, (Jakarta: GemaInsani, 2006),

CetKe-I

Ghazali, Shalih bin Ahmad EnsklopediaPengantin, (Jakarta: PustakaAzzam,

2001), Cet. ke-I

Hamka, Tafsirsl-Azhar, (Jakarta: PustakaPanjimas. 1982), Cet. Ke I

Hanafi, Al-Kamal bin al-

HammamFathurQadir‟alalHidayahSyarahBidayatilMubtadi,

Page 78: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

65

(MesirMathabil al-Halabi, 1938)

Hanafi, Al-KalwadzaniAl- Hidayah bi SyarhBidayatilMubtadiJilid II. Cet. ke-I Jashshash, Abu BakarAhkamul Qur‟an (Mesir: SyirkahMathba‟ahwaMaktabah

Abdurrahman Muhammad) Jilid III

Jauziyyah, SyamsuddinAby „Abdillah Muhammad bin AbyBakar al-

Ma‟rufbiibniQayyim, I‟laam al-Muwaqq‟in „an al‟-Alamiin, Beirut: al-

Maktabat al-„Ashriyyat, 1987)

Jaziriy, Abdurrahman ,Al-Fiqh „alaMazahib Al-Arba‟ah, (Mesir: Al-Tijiriya,

1996), Jilid 4

Kakhiya, Thariq Ismail Perkawinandalam Islam:

PetunjukPraktisMembinaKeluarga Muslim, (Jakarta: Yasabuna, 1989),

Cet. ke-I Mahalli, A. mudjabKadoUntukPasanganMuda, (Yogyakarta: MitraPustaka,

2001), Cet. ke-I Muhammad, Abu Isa, (Muhammad Jamil Al-A‟thar), (Beirut-Lebanon: Dar Al-

Fikr) Juz2

Maliki, IbnuRusydiAl-Muqaddimat al-Mumahhidat, Jilid II (Mesir: Dar as-

Sa‟adah)

Mughniyah, Muhammad Jawad, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta: Lentera, 2001),

Cet- Ke 1

Muhammad , bin Abi Abbas Syamsuddin,( Mesir: Mushthafa Al-Baby Al-Halaby,

1938), Juz 6

Naisyabūri, Muslim ibn al-Hajaj Abu al-Husain al-Qusyairi (Birut: Dar Ihya al-

Turast al-„Arabi, tth.), hadis no. 2555

Nasa‟i, Abu Abdullah al-RahmanIbnSyu‟aib,Sunan an-Nasa‟IKitab an-

Nikah(Beirut: Dar al-Fikr, 1995), Cet. ke-I

Nasa‟i, Ahmad bin Syua‟ib Abu AbdirrahmanSunan al-Nasa‟I, Halb: Maktabah

al-Mathbu‟at al-Islamiyah, 1986) Cet-Ke 2

Nawawi, MahyiddinSyarifuddinAl-Majmu‟ Syarth al-Mubazzab(Kairo: al-

Ashimah) Jilid. Xv (Kairo: al-Ashimah), h. 428

Nawawi Imam, Shahih Muslim Bi Syarhi Al-Nawawy, (Mesir Al-Mathba‟ah Al-

MisriyahWaMaktabuha), Juz 3

QardhawiYusuf Fatwa-fatwa Kontemporer, (Jakarta: GemaInsani Press, 2001),

Cet. Ke-I

Qusyairi, Abu Husain Muslim IbnHajjajAl-Jami‟ al-Sahih Muslim Kitab an-

Nikah(Beirut: Dar al- Fikr, 1993), Cet. Ke-I, Juz V

Rusyd, IbnuBidayah al-Mujtahid Fi Nihayah al-Muqtashid, (Beirut, Dar al-Fikr),

Juz 2

Sabiq, SayyidFiqihSunnah(Bandung: Al-Ma‟arif, 1996), CetKe-12

Page 79: MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS · MAHAR DALAM PERSPEKTIF HADIS. Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

66

Sadlan, SayikhShalih bin GahanimSeputarPernikahan(Jakarta: BulanBintang

1983) Cetke- I

SiddiqiHasbiSejarahdanPengantarImuHadis, (Jakarta: BulanBintang, 1998), Cet

Ke-8

Syabuni As-, Muhammad Ali, Al-Jawadj al-Islami al-Mubakkir,Penerjemah: M.

Nurdin, KawinlahSelagiMuda: Cara SehatMenjagaKesucianDiri, (

Jakarta: SerambiIlmuSemesta, 2000), CetKe-1

Syarifuddin, Amir HukumPerkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta, Prenada

Media, 2007), Cet. Ke-2

……., Garis-GarisBesarFiqh, (Jakarta: Kencana, 2003)

Tawaijiri Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah, Ensiklopedia Al-Kamil(Jakarta:

Darus- Sunnah, 2008

Tatapangarsa, HumaidiHakdanKewajiabSuamiIstriMenurut Islam, (Jakarta:

KalamMulia, 1993), CetKe-I

Thalib, Muhammad 40 PetunjukMenujuPerkawinanIslami, (Bandung:

IrsyadBaitus Salam, 1995), Cet. Ke-I

Ulwan, Abdullah NasikhRintangan-rintanganPernikahandanPemecahannya,

Penerjemah: Moh. Nurhakim, (Jakarta: Studio Press, 1997), Cetke-I

Ummi, MajalahWanitaMerawatCintadalamNuansaIbadah, no-12/XIII, (Jakarta:

April-Juni, 2002)

Utsman, Ahmad Atsar „AqdizZawajfisy-Syari‟ah al-Islamiyyah(Universitas al-

Imam, IdaratutThiba‟ah wan Nusyr, 1981) Jilid I

Yunus, Mahmud Kamus Arab Indonesia (Jakarta: HidakaryaAgung, 1989), Cet.

Ke-I

Zahiri, IbnuHazmAl- MuhallahSyarh al-Muhalla, (Mesir: Dar al-Ittihad al-„Arabi.

1387H) Jilid XI.

Zauj, Ibrahim Amini, IkhtiarKiatMemilihJodoh: Menurut al-Qur‟an danSunnah,

(Jkt: Lentera, 1994), Cet. ke-I

ZuhailyWahbah, Al-FiqihIslamiyWaAdillatuhu, (Beirut-Lebanon: Dar Al-Fikr),

Juz 7