luka pada kulit
-
Upload
yusi-yukiss-finie -
Category
Documents
-
view
51 -
download
3
description
Transcript of luka pada kulit
PEMBAHASAN
1. Apa fungsi fibroblast?
Pembahasan:
Fibroblast merupakan sel yang paling sering ditemukan dan paling penting dalam jaingan
ikat yangmemiliki pseudupodia berujung runcing, sehingga bentuk selnya seperti bintang.
Fungsi fibroblast, diantaranya:
a. Untuk menjaga integritas struktural dari jaringan ikat dengan prekursor mensekresi terus
menerus dari matriks ekstraseluler. Fibroblas mengeluarkan prekursor dari semua
komponen matriks ekstraseluler, terutama substansi tanah dan berbagai serat. Komposisi
matriks ekstraseluler menentukan sifat fisik dari jaringan ikat.
b. Dapat bermigrasi perlahan-lahan selama substrat sebagai sel individu.
c. Membuat kolagen, glikosaminoglikan, serat retikuler dan elastis, dan glikoprotein
ditemukan dalam matriks ekstraseluler. Kerusakan jaringan merangsang fibrocytes dan
menginduksi mitosis fibroblas.
d. Berfungsi pada proses perbaikan untuk pembentukan protein struktural yang berperan
dalam pembentukan jaringan,serta fibroblas berfungsi memproduksi kolagen.
e. Untuk mensistesis matriks ekstraseluler seperti serabut kolagen, serabut elastis dan zat-
zat amorf.
f. Berdiferensiasi untuk mensintesis dan mensekresikan matriks ekstraseluler. Sintesis dan
sekresi tersebut mencakup kolagen, fibronektin, glikoprotein dan proteoglikan.
2. Zat-zat apa saja yang mempengaruhi fungsi fibroblast?
a. Vitamin A : proses epitelisasi, penutupan luka dan sistesa kolagen.
b. Vitamin B Kompleks : aktif sebagai kofaktor pada sistem enzim, mengatur metabolisme
protein, karbohidrat dan lemak.
c. Vitamin C : Diperlukan untuk fungsi fibroblast, mencegah infeksi, membentuk kapiler-
kapiler darah.
d. Vitamin K : Sintesa protrombia dan zat pembekuan darah II, VII, IX dan X.
1
e. Fungsi fibroblast dapat dipengaruhi oleh sinyal kimia (yaitu, sitokin, matrikines dan
faktor pertumbuhan).
3. Carilah gambar/video tentang berbagai jenis luka!
Berikut merupakan jenis luka yang digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan
luka itu dan menunjukkan derajat luka (Taylor, 1997).
1. Berdasarkan tingkat kontaminasi
a. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi
proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital
dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika
diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan
terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
b. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam
kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi
luka adalah 3% - 11%.
c. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat
kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau
kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi
nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
2
Diambil dari Blanco-Díez A, at al. 2008. Renal artery aneurysm. Laparoscopic nephrectomy, ex-vivo reconstruction and autotransplantation. Servicio Urología. Hospital Universitario Insular de Gran Canaria. *Servicio Urología. Hospital Clínic i Provincial. Barcelona. Spain.
Diambil dari http://woundcarekfu.com/clinical_diagnosis.htm
d. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme
pada luka.
2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka
a. Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada
lapisan epidermis kulit.
b. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan
epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda
klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi
kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi
tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis,
dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu
lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
d. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan
tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
3
Diambil dari http://woundcarekfu.com/clinical_diagnosis.htm
Diambil dari http://woundcarekfu.com/clinical_diagnosis.htm
Dikutip dari Lean Widya Suryanto. 2011. Luka dan Perawatannya (Wound and Its Managemen). RSUD Nguli Waluyo Wlingi. Blitar.
3. Berdasarkan waktu penyembuhan
a. Luka akut: yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.
b. Luka kronis: yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, baik
karena faktoe endogen atau eksogen.
4. Carilah trend dan issue terkini perawatan luka!
Pembahasan:
Berikut merupakan perawatan luka yang sudah dilakukan. Pemberian panas dan dingin
secara lokal di bagian tubuh yang mengalami cidera dapat berguna untuk pengobatan luka.
Namun sebelum menggunakan terapi ini, perawat harus memahami respons normal tubuh
terhadap variasi suhu dan memastikan bahwa klien dapat menggunakan peralatan dengan
tepat. Sehingga, perawat bertanggung jawab secara hukum untuk pemberian terapi panas dan
dingin secara aman.
a. Respon tubuh terhadap panas dan dingin
Panas dan dingin yang mengenai tubuh dapat menimbulkan respon lokal dan
sistemik. Respon lokal terhadap panas atau dingin terjadi melalui stimulasi ujung saraf,
yang berada di dalam kulit dan sensitive terhadap suhu. Stimulasi ini akan mengirimkan
impuls dari perifer ke hipotalamus, yang akan menyebabakan timbulnya kesadaran suhu
lokal dan memicu timbulnya respon adaptif untuk mempertahankan suhu normal tubuh.
4
Dikutip dari C. Rogers, DPM, NicholasJ. Bevilacqua, DPM, and David G. Armstrong, DPM, PhD. 2007. Chronic Wounds:Combating an “Axis of Evil” with the “Forces of Healing”. Podiatry Management.
Jika perubahan terjadi di sepanjang jalur sensasi suhu, penerimaan dan persepsi terhadap
stimulasi akan dirubah. Sedangkan respon sistemik terjadi melalui mekanisme penghilang
panas (berkeringat dan vasodilatasi) atau mekanisme peningkatan konservasi panas
(vasokonstriksi dan piloereksi) dan produksi panas melalui menggigil.
Sebenarnya tubuh dapat mentoleransi suhu dalam rentang yang luas.Suhu normal
permukaan kulit adalah 340C, tetapi reseptor suhu biasanya dapat cepat beradaptasi
dengan suhu lokal antara 450C sampai 150C. Kemudian, nyeri akan timbul bila suhu lokal
berada di luar rentang suhu tersebut. Dimana panas yang berlebihan akan menimbulkan
rasa terbakar dan dingin yang berlebih akan menimbulkan mati rasa sebelum rasa nyeri.
Kemampuan adaptasi tubuh menimbulkan masalah yang cukup besar dalam
melindungi klien dari cidera akibat suhu yang ekstrem. Pada awalnya individu akan
merasa perubahan suhu yang ekstrem tetapi kemudian dalam waktu yang singkat akan
sulit merasakannya. Hal ini berbahaya karena individu yang tidak sensitif terhadap panas
dan dingin yang ekstrem dapat menyebabkan cidera jaringan yang serius.Dalam hal inilah
perawat harus bisa mengenali klien yang paling beresiko cidera akibat pemberian panas
dan dingin.
b. Efek lokal panas dan dingin
Stimulasi panas dan dingin tentu saja dapat menimbulkan respons fisiologis yang
berbeda, sehingga pemilihan terapi panas atau dingin bergantuing pada respon lokal
yang diinginkan terjadi dalam penyembuhan luka.Pada umunya panas cukup berguna
untuk pengobatan karena meningkatkan aliran darah ke bagian yang cidera. Apabila
panas ini digunakan selama satu jam atau lebih maka aliran darah akan menurun akibat
refleks vasokonstriksi karena tubuh berusaha untuk mengontrol kehilangan panas dari
area tersebut. Pengangkatan dan pemberian kembali panas lokal secara periodic akan
mengembalikan efek vasodilatasi. Panas yang mengenai jaringan secara terus menerus
akan merusak sel-sel epitel, menyebabkan kemerahan, rasa perih, bahkan kulit menjadi
melepuh.
Sementara itu, efek pemberian dingin dalam jangka waktu yang lama akan
menyebabkan terjadinya refleks vasodilatasi. Ketidakmampuan sel menerima aliran
darah dan nutrisi yang adekuat akan menimbulkan iskemi jaringan. Pada awalnya kulit
5
terihat kemerahan, kemudian menjadi agak ungu kebiruan disertai mati rasa dan nyeri
seperti terbakar.Jaringan kulit dapat membeku akibat dingin yang ekstrem.
c. Berbagai factor yang mempengaruhi toleransi panas dan dingin
Respon tubuh terhadap terapi panas dan dingin bergantung pada beberapa factor berikut
ini:
i. Durasi terapi, dimana individu akan lebih mampu untuk mentoleransi suhu
ekstrem dalam waktu yang singkat.
ii. Bagian tubuh, maksudnya area kulit tertentu lebih sensitif terhadap variasi suhu.
Area kulit yang sensitif, antara lain leher, pergelangan tangan dan lengan bawah
bagian dalam, dan daerah perineum. Sedangkan kaki dan tangan merupakan
daerah yang kesensitifannya kurang.
iii. Kerusakan permukaan tubuh, dimana lapisan kulit yang terbuka lebih sensitif
terdapat rangsangan suhu.
iv. Suhu kulit sebelumnya, dimana tubuh dapat merespon dengan baik terdapat
penyesuaian suhu yang rendah dibandingkan dengan suhu yang cukup tinggi. Jika
bagian tubuh berada dalam suhu yang dingin, kemudian diberi stimulasi yang
panas, maka respon yang muncul akan lebih besar daripada jika kulit sebelumnya
berada dalam kondisi yang hangat.
v. Area permukaan tubuh, dimana seseorang yang terkena stimulasi suhu pada
permukaan yang luas akan memiliki toleransi yang rendah.
vi. Usia dan kondisi fisik, dimana anak kecil dan lansia merupakan klien yang paling
sensitif terhadap stimulasi panas atau dingin. Apabila kondisi fisik klien
menurunkan penerimaan atau persepsi stimulus sensorik, maka toleransi terhadap
suhu yang ekstrem adalah tinggi, tetapi memiliki resiko yang tinggi untuk
mengalami cidera.
d. Pengkajian toleransi suhu
Sebelum memberikan terapi panas atau dingin, perawat harus mengkaji adanya
tanda potensial adanya intoleransi terhadap panas dan dingin pada kondisi fisik klien.
Pertama-tama perawat mengobservasi area yang akan diberi terapi. Hal-hal yang dapat
6
meningkatkan resiko cidera pada klien, antara lain perubahan integritas kulit, seperti
abrasi, luka terbuka, edema, memar, pendarahan, atau area inflamasi lokal. Karena pada
umumnya dokter meminta pemberina terapi panas dan dingin ini diberikan pada area
yang mengaalmi cidera atau trauma, pengkajian dasar akan memberikan pedoman bagi
perawat untuk mengevaluasi perubahan kulit yang mungkin terjadi selama terapi.
Pengkajian yang dilakukan meliputi identifikasi kondisi yang menjadi
kontraindikasi terhadap panas dan dingin, area pendarahan yang aktif tidak boleh
diberikan terapi hangat karena pendarahan akan berlanjut. Jadi, terapi hangat merupakan
kontraindikasi jika klien mengalami inflamasi lokal yang akut, seperti apendisitis Karena
terapi panas akan menyebabkan apendiks menjadi rupture. Dan jika klien mempunyai
masalah kardiovaskuler, maka tidak bijaksana menggunakan terapi panas pada sebagian
besar bagian tubuh karena hal ini akan mengakibatkan vasodilatasi massif yang dapat
menggangu suplai darah ke berbagai organ vital.
Sedangkan terapi dingin menjadi kontraindikasi jika tempat cidera telah
mengalami edema, karena dingin akan mengganggu sirkulasi ke area tersebut dan
mencegah absorbsi cairan interstisial. Apabila klien mengalami gangguan sirkulasi,
misalnya arteriosclerosis maka terapi dingin akan mengurangi suplai darah ke area
tersebut. Di damping itu, kontraindikasi terapi dingin adalah menggigil, karena terapi
dingin dapat memperberat kondisi menggigil dan meningkatkan suhu tubuh yang
berbahaya.
Hal lain yang perlu dikaji adalah respons klien terhadap stimulus, dimana sensasi
terhadap sentuhan ringan atau variasi suhu yang ringan menunjukkan kemampuan klien
untuk mengenali saat panas atau dingin berlebihan. Seperti yang kita tahu, tingkat
kesadaran mempengaruhi kemampuan untuk mempersepsikan panas, dingin, dan
nyeri.Apabila klien bingung dan tidak responsive, maka perawat harus sering melakukan
observasi integritas kulit. Di samping itu, perawat juga harus mengkaji kondisi
perlengkapan yang akan digunakan.
e. Pemberian terapi panas dan dingin
Program pemberian panas atau dingin merupakan tindakan delegatif oleh dokter,
yang meliputi bagian tubuh mana yang akan diberi terapi, jenis, frekuensi, dan durasi
7
terapi, dengan catatan dalam menentukan suhu yang akan digunakan, perawat harus
berpedoman pada manual prosedur lembaga. Terapi panas dan dingin dapat diberikan
dalam bentuk terapi lembab atau kering, dengan mempertimbangkan jenis luka atau
cidera, lokasi luka pada bagian tubuh, dan adanya drainase atau inflamasi.
Kompres panas-lembab.Untuk luka terbuka, kompres panas dan lembab yang steril
dapat meningkatkan sirkulasi, menghilangkan edema, dan meningkatkan penggabungan
pus dengan drainase.
i. Rendam hangat. Merendam bagian tubuh ke dalam air yang hangat dengan suhu
antara 40,50C - 430C dapat meningkatkan sirkulasi, mengurangi edema,
meningkatkan relaksasi otot, dan menjadi suatu cara untuk mendebridemen luka,
serta memperbaiki larutan obat.
ii. Rendam duduk. Klien yang baru menjalani pembedahan rectum, episotomi selama
proses persalinan, nyeri akibat hemoroid, atau inflamasi vagina dapat memperoleh
keuntungan dari melakukan rendam duduk, yaitu mandi yang hanya merendam area
pelvis di dalam air hangat.
iii. Kompres Akuatermi (air mengalir). Digunakan untuk mengatasi otot yang
keseleo dan area yang menderita inflamasi ringan atau edema dengan selang waktu
20-30 menit.
iv. Penghembus udara panas. Jika luka memerlukan pengeringan, maka perawat
dapat menggunakan alat pengering rambut. Alat tersebut diatur pada kehangatan
yang sedang dan dipegang sekitar 20-25 cm dari daerah luka dengan durasi sekitar 5
menit.
v. Tempos panas. Tampos panas sekali pakai dapat memberikan panas kering yang
hangat pada area yang cidera.
vi. Bantalan pemanas elektrik, adalah gulungan listrik yang dimasukan ke dalam
bantalan kedap air dan ditutupi oleh kain katun atau flannel. Bantalan tersebut
disambungkan dengan kawat listrik yang mempunyai unit regulator untuk mengatur
suhu tinggi, medium, atau rendah.
Kompres Dingin, Lembab, dan Kering. Kompres dingin diberikan selama 20 menit
dengan suhu 150C untuk menurunkan inflamasi dan pembengkakan, yang dilakukan
secara bersih dan steril.Saat menggunakan kompres dingin, perawat harus mengobservasi
8
adanya reaksi yang merugikan, seperti luka bakar atau mati rasa, bercak-bercak paad
kulit, kemerahan, sangat pucat, atau adanya warna kebiruan.
i. Rendam dingin. Suhu yang digunakan untuk rendam dingin adalah 150C selama
20 menit. Perawat perlu mengontrol aliran udara dan menutup bagian luar untuk
menjaga klien agar tidak kedinginan. Air dingin mungkin perlu untuk
mempertahankan suhu yang konstan.
ii. Kantong es atau Collar. Untuk klien yang mengalami keseleo otot, pendarahan
lokal, atau hematoma, atau setelah menjalani operasi gigi, kantong es adalah alat
yang ideal untuk mencegah edema, mengontrol pendarahan, dan menganestesi
bagian tubuh.
Trend perawatan luka yang digunakan saat ini adalah menjaga kelembaban area luka. Luka
yang lembab akan dapat mengaktivasi berbagai growt factor yang berperan dalam proses
penutupan luka, antara lain TGF beta 1-3, PDGF, TNF, FGF dan lain sebagainya. Yang perlu
diperhatikan adalah durasi waktu dalam memberikan kelembapan pada luka sehingga resiko
terjadinya infeksi dapat diminimalkan. Selain itu prinsip ini juga tidak menghambat aliran
oksigen, nitrogen dan unsur-unsur penting lainnya serta merupakan wadah terbaik untuk sel-
sel tubuh tetap hidup dan melakukan replikasi secara optimal, sehingga dianggap prinsip ini
sangat efektif untuk penyembuhan luka. Hal ini akan berdampak pada layanan keperawatan,
meningkatkan kepuasan pasien serta memperpendek lama hari perawatan. Namun demikian,
prinsip ini belum diterapkan di semua rumah sakit di seluruh Indonesia.
Isu terkini yang berkait dengan manajemen perawatan luka berkaitan dengan perubahan
profil pasien, dimana pasien dengan kondisi penyakit degeneratif dan kelainan metabolic
semakin banyak ditemukan. Kondisi tersebut biasanya sering menyertai kekompleksan suatu
luka dimana perawatan yang tepat diperlukan agar proses penyembuhan bisa tercapai dengan
optimal. Manajemen perawatan luka modern sangat mengedepankan isu tersebut. Hal ini
ditunjangd engan semakin banyaknya inovasi terbaru dalam perkembangan produk-produk
yang bias dipakai dalam merawat luka. Dalam hal ini, perawat dituntut untuk memahami
produk- produk tersebut dengan baik sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan yang
sesuai dengan kebutuhan pasien. Pada dasarnya, pemilihan produk yang tepat harus
berdasarkan pertimbangan biaya (cost), kenyamanan (comfort), keamanan (safety).
9
Perawatan lukadapat dijadikan sebagai template (cetakan) praktik keperawatan yang lain.
Perawatan luka sangat spesifik, dan mempunyai komunitas baik global, nasional maupun
local.
Pemakaian tap water (air keran) dan betadine yang diencerkan pada luka.
Beberapa klinisi menganjurkan pemakaian tap water untuk mencuci awal tepi luka sebelum
diberikan NaCl 0,9 %. Hal ini dilakukan agar kotoran-kotoran yang menempel pada luka
dapat terbawa oleh aliran air. Kemudian dibilas dengan larutan povidoneiodine yang telah
diencerkan dan dilanjutkan irigasi dengan NaCl 0,9%. Akan tetapi pemakaian prosedur ini
masih menimbulkan beberapa kontroversi karena kualitas tap water yang berbeda di
beberapa tempat dan keefektifan dalam pengenceran betadine.
10
PENUTUP
Kesimpulan
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. Luka adalah kerusakan kontinyuitas
kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain. Ketika luka timbul, beberapa efek akan
muncul :. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stres simpatis, perdarahan dan
pembekuan darah, kontaminasi bakteri, kematian sel. Perawatan luka dilakukan untuk mencegah
trauma (injury) pada kulit, membran mukosa atau jaringan lain yang disebabkan oleh adanya
trauma, fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit serta bertujuan : mencegah
infeksi dari masuknya mikroorganisme ke dalam kulit dan membran mukosa, bertambahnya
kerusakan jaringan, mempercepat penyembuhan, membersihkan luka dari benda asing atau
debris, drainase untuk memudahkan pengeluaran eksudat, mencegah perdarahan, mencegah
excoriasi kulit sekitar drain.
Saran
Hal yang penting dilakukan oleh perawat dalam perawatan luka adalah mencatat penggantian
balutan, mengkaji keadaan luka dan respon klien, serta memahami jenis luka, fase atau tahap
penyembuhan luka sebelum melakukan perawatan luka. Kemudian, seluruh perawat agar
meningkatkan pemahamannya terhadap berbagai trend dan isu keperawatan luka di Indonesia
sehingga dapat dikembangkan dalam tatanan layanan keperawatan dan diharapkan agar perawat
bisa menindaklanjuti trend dan isu tersebut melalui kegiatan riset sebagai dasar untuk
pengembangan Evidence Based Nursing Practice di Lingkungan Rumah Sakit.
11
DAFTAR PUSTAKA
Blanco-Díez A, at al. 2008. Renal artery aneurysm. Laparoscopic nephrectomy, ex-vivo
reconstruction and autotransplantation. Servicio Urología. Hospital Universitario Insular de Gran
Canaria. *Servicio Urología. Hospital Clínic i Provincial. Barcelona. Spain.
C. Rogers, DPM, NicholasJ. Bevilacqua, DPM, and David G. Armstrong, DPM, PhD. 2007.
Chronic Wounds: Combating an “Axis of Evil” with the “Forces of Healing”. Podiatry
Management.
http://woundcarekfu.com/clinical_diagnosis.htm
Lean Widya Suryanto. 2011. Luka dan Perawatannya (Wound and Its Management). RSUD
Nguli Waluyo Wlingi. Blitar.
Potter, P.A., dan Perry, A.G. 2005. Fundamental Keperawatan.Edisi 4.Volume 2. Jakarta: EGC.
12