luka pada kulit

18
PEMBAHASAN 1. Apa fungsi fibroblast? Pembahasan: Fibroblast merupakan sel yang paling sering ditemukan dan paling penting dalam jaingan ikat yangmemiliki pseudupodia berujung runcing, sehingga bentuk selnya seperti bintang. Fungsi fibroblast, diantaranya: a. Untuk menjaga integritas struktural dari jaringan ikat dengan prekursor mensekresi terus menerus dari matriks ekstraseluler. Fibroblas mengeluarkan prekursor dari semua komponen matriks ekstraseluler, terutama substansi tanah dan berbagai serat. Komposisi matriks ekstraseluler menentukan sifat fisik dari jaringan ikat. b. Dapat bermigrasi perlahan-lahan selama substrat sebagai sel individu. c. Membuat kolagen, glikosaminoglikan, serat retikuler dan elastis, dan glikoprotein ditemukan dalam matriks ekstraseluler. Kerusakan jaringan merangsang fibrocytes dan menginduksi mitosis fibroblas. d. Berfungsi pada proses perbaikan untuk pembentukan protein struktural yang berperan dalam pembentukan jaringan,serta fibroblas berfungsi memproduksi kolagen. e. Untuk mensistesis matriks ekstraseluler seperti serabut kolagen, serabut elastis dan zat-zat amorf. 1

description

Fibroblast merupakan sel yang paling sering ditemukan dan paling penting dalam jaingan ikat yangmemiliki pseudupodia berujung runcing, sehingga bentuk selnya seperti bintang.

Transcript of luka pada kulit

Page 1: luka pada kulit

PEMBAHASAN

1. Apa fungsi fibroblast?

Pembahasan:

Fibroblast merupakan sel yang paling sering ditemukan dan paling penting dalam jaingan

ikat yangmemiliki pseudupodia berujung runcing, sehingga bentuk selnya seperti bintang.

Fungsi fibroblast, diantaranya:

a. Untuk menjaga integritas struktural dari jaringan ikat dengan prekursor mensekresi terus

menerus dari matriks ekstraseluler. Fibroblas mengeluarkan prekursor dari semua

komponen matriks ekstraseluler, terutama substansi tanah dan berbagai serat. Komposisi

matriks ekstraseluler menentukan sifat fisik dari jaringan ikat.

b. Dapat bermigrasi perlahan-lahan selama substrat sebagai sel individu.

c. Membuat kolagen, glikosaminoglikan, serat retikuler dan elastis, dan glikoprotein

ditemukan dalam matriks ekstraseluler. Kerusakan jaringan merangsang fibrocytes dan

menginduksi mitosis fibroblas.

d. Berfungsi pada proses perbaikan untuk pembentukan protein struktural yang berperan

dalam pembentukan jaringan,serta fibroblas berfungsi memproduksi kolagen.

e. Untuk mensistesis matriks ekstraseluler seperti serabut kolagen, serabut elastis dan zat-

zat amorf.

f. Berdiferensiasi untuk mensintesis dan mensekresikan matriks ekstraseluler. Sintesis dan

sekresi tersebut mencakup kolagen, fibronektin, glikoprotein dan proteoglikan.

2. Zat-zat apa saja yang mempengaruhi fungsi fibroblast?

a. Vitamin A : proses epitelisasi, penutupan luka dan sistesa kolagen.

b. Vitamin B Kompleks : aktif sebagai kofaktor pada sistem enzim, mengatur metabolisme

protein, karbohidrat dan lemak.

c. Vitamin C : Diperlukan untuk fungsi fibroblast, mencegah infeksi, membentuk kapiler-

kapiler darah.

d. Vitamin K : Sintesa protrombia dan zat pembekuan darah II, VII, IX dan X.

1

Page 2: luka pada kulit

e. Fungsi fibroblast dapat dipengaruhi oleh sinyal kimia (yaitu, sitokin, matrikines dan

faktor pertumbuhan).

3. Carilah gambar/video tentang berbagai jenis luka!

Berikut merupakan jenis luka yang digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan

luka itu dan menunjukkan derajat luka (Taylor, 1997).

1. Berdasarkan tingkat kontaminasi

a. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi

proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital

dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika

diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan

terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.

b. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka

pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam

kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi

luka adalah 3% - 11%.

c. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat

kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau

kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi

nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.

2

Diambil dari Blanco-Díez A, at al. 2008. Renal artery aneurysm. Laparoscopic nephrectomy, ex-vivo reconstruction and autotransplantation. Servicio Urología. Hospital Universitario Insular de Gran Canaria. *Servicio Urología. Hospital Clínic i Provincial. Barcelona. Spain.

Diambil dari http://woundcarekfu.com/clinical_diagnosis.htm

Page 3: luka pada kulit

d. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme

pada luka.

2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka

a. Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada

lapisan epidermis kulit.

b. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan

epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda

klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.

c. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi

kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi

tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis,

dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu

lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.

d. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan

tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

3

Diambil dari http://woundcarekfu.com/clinical_diagnosis.htm

Diambil dari http://woundcarekfu.com/clinical_diagnosis.htm

Dikutip dari Lean Widya Suryanto. 2011. Luka dan Perawatannya (Wound and Its Managemen). RSUD Nguli Waluyo Wlingi. Blitar.

Page 4: luka pada kulit

3. Berdasarkan waktu penyembuhan

a. Luka akut: yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep

penyembuhan yang telah disepakati.

b. Luka kronis: yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, baik

karena faktoe endogen atau eksogen.

4. Carilah trend dan issue terkini perawatan luka!

Pembahasan:

Berikut merupakan perawatan luka yang sudah dilakukan. Pemberian panas dan dingin

secara lokal di bagian tubuh yang mengalami cidera dapat berguna untuk pengobatan luka.

Namun sebelum menggunakan terapi ini, perawat harus memahami respons normal tubuh

terhadap variasi suhu dan memastikan bahwa klien dapat menggunakan peralatan dengan

tepat. Sehingga, perawat bertanggung jawab secara hukum untuk pemberian terapi panas dan

dingin secara aman.

a. Respon tubuh terhadap panas dan dingin

Panas dan dingin yang mengenai tubuh dapat menimbulkan respon lokal dan

sistemik. Respon lokal terhadap panas atau dingin terjadi melalui stimulasi ujung saraf,

yang berada di dalam kulit dan sensitive terhadap suhu. Stimulasi ini akan mengirimkan

impuls dari perifer ke hipotalamus, yang akan menyebabakan timbulnya kesadaran suhu

lokal dan memicu timbulnya respon adaptif untuk mempertahankan suhu normal tubuh.

4

Dikutip dari C. Rogers, DPM, NicholasJ. Bevilacqua, DPM, and David G. Armstrong, DPM, PhD. 2007. Chronic Wounds:Combating an “Axis of Evil” with the “Forces of Healing”. Podiatry Management.

Page 5: luka pada kulit

Jika perubahan terjadi di sepanjang jalur sensasi suhu, penerimaan dan persepsi terhadap

stimulasi akan dirubah. Sedangkan respon sistemik terjadi melalui mekanisme penghilang

panas (berkeringat dan vasodilatasi) atau mekanisme peningkatan konservasi panas

(vasokonstriksi dan piloereksi) dan produksi panas melalui menggigil.

Sebenarnya tubuh dapat mentoleransi suhu dalam rentang yang luas.Suhu normal

permukaan kulit adalah 340C, tetapi reseptor suhu biasanya dapat cepat beradaptasi

dengan suhu lokal antara 450C sampai 150C. Kemudian, nyeri akan timbul bila suhu lokal

berada di luar rentang suhu tersebut. Dimana panas yang berlebihan akan menimbulkan

rasa terbakar dan dingin yang berlebih akan menimbulkan mati rasa sebelum rasa nyeri.

Kemampuan adaptasi tubuh menimbulkan masalah yang cukup besar dalam

melindungi klien dari cidera akibat suhu yang ekstrem. Pada awalnya individu akan

merasa perubahan suhu yang ekstrem tetapi kemudian dalam waktu yang singkat akan

sulit merasakannya. Hal ini berbahaya karena individu yang tidak sensitif terhadap panas

dan dingin yang ekstrem dapat menyebabkan cidera jaringan yang serius.Dalam hal inilah

perawat harus bisa mengenali klien yang paling beresiko cidera akibat pemberian panas

dan dingin.

b. Efek lokal panas dan dingin

Stimulasi panas dan dingin tentu saja dapat menimbulkan respons fisiologis yang

berbeda, sehingga pemilihan terapi panas atau dingin bergantuing pada respon lokal

yang diinginkan terjadi dalam penyembuhan luka.Pada umunya panas cukup berguna

untuk pengobatan karena meningkatkan aliran darah ke bagian yang cidera. Apabila

panas ini digunakan selama satu jam atau lebih maka aliran darah akan menurun akibat

refleks vasokonstriksi karena tubuh berusaha untuk mengontrol kehilangan panas dari

area tersebut. Pengangkatan dan pemberian kembali panas lokal secara periodic akan

mengembalikan efek vasodilatasi. Panas yang mengenai jaringan secara terus menerus

akan merusak sel-sel epitel, menyebabkan kemerahan, rasa perih, bahkan kulit menjadi

melepuh.

Sementara itu, efek pemberian dingin dalam jangka waktu yang lama akan

menyebabkan terjadinya refleks vasodilatasi. Ketidakmampuan sel menerima aliran

darah dan nutrisi yang adekuat akan menimbulkan iskemi jaringan. Pada awalnya kulit

5

Page 6: luka pada kulit

terihat kemerahan, kemudian menjadi agak ungu kebiruan disertai mati rasa dan nyeri

seperti terbakar.Jaringan kulit dapat membeku akibat dingin yang ekstrem.

c. Berbagai factor yang mempengaruhi toleransi panas dan dingin

Respon tubuh terhadap terapi panas dan dingin bergantung pada beberapa factor berikut

ini:

i. Durasi terapi, dimana individu akan lebih mampu untuk mentoleransi suhu

ekstrem dalam waktu yang singkat.

ii. Bagian tubuh, maksudnya area kulit tertentu lebih sensitif terhadap variasi suhu.

Area kulit yang sensitif, antara lain leher, pergelangan tangan dan lengan bawah

bagian dalam, dan daerah perineum. Sedangkan kaki dan tangan merupakan

daerah yang kesensitifannya kurang.

iii. Kerusakan permukaan tubuh, dimana lapisan kulit yang terbuka lebih sensitif

terdapat rangsangan suhu.

iv. Suhu kulit sebelumnya, dimana tubuh dapat merespon dengan baik terdapat

penyesuaian suhu yang rendah dibandingkan dengan suhu yang cukup tinggi. Jika

bagian tubuh berada dalam suhu yang dingin, kemudian diberi stimulasi yang

panas, maka respon yang muncul akan lebih besar daripada jika kulit sebelumnya

berada dalam kondisi yang hangat.

v. Area permukaan tubuh, dimana seseorang yang terkena stimulasi suhu pada

permukaan yang luas akan memiliki toleransi yang rendah.

vi. Usia dan kondisi fisik, dimana anak kecil dan lansia merupakan klien yang paling

sensitif terhadap stimulasi panas atau dingin. Apabila kondisi fisik klien

menurunkan penerimaan atau persepsi stimulus sensorik, maka toleransi terhadap

suhu yang ekstrem adalah tinggi, tetapi memiliki resiko yang tinggi untuk

mengalami cidera.

d. Pengkajian toleransi suhu

Sebelum memberikan terapi panas atau dingin, perawat harus mengkaji adanya

tanda potensial adanya intoleransi terhadap panas dan dingin pada kondisi fisik klien.

Pertama-tama perawat mengobservasi area yang akan diberi terapi. Hal-hal yang dapat

6

Page 7: luka pada kulit

meningkatkan resiko cidera pada klien, antara lain perubahan integritas kulit, seperti

abrasi, luka terbuka, edema, memar, pendarahan, atau area inflamasi lokal. Karena pada

umumnya dokter meminta pemberina terapi panas dan dingin ini diberikan pada area

yang mengaalmi cidera atau trauma, pengkajian dasar akan memberikan pedoman bagi

perawat untuk mengevaluasi perubahan kulit yang mungkin terjadi selama terapi.

Pengkajian yang dilakukan meliputi identifikasi kondisi yang menjadi

kontraindikasi terhadap panas dan dingin, area pendarahan yang aktif tidak boleh

diberikan terapi hangat karena pendarahan akan berlanjut. Jadi, terapi hangat merupakan

kontraindikasi jika klien mengalami inflamasi lokal yang akut, seperti apendisitis Karena

terapi panas akan menyebabkan apendiks menjadi rupture. Dan jika klien mempunyai

masalah kardiovaskuler, maka tidak bijaksana menggunakan terapi panas pada sebagian

besar bagian tubuh karena hal ini akan mengakibatkan vasodilatasi massif yang dapat

menggangu suplai darah ke berbagai organ vital.

Sedangkan terapi dingin menjadi kontraindikasi jika tempat cidera telah

mengalami edema, karena dingin akan mengganggu sirkulasi ke area tersebut dan

mencegah absorbsi cairan interstisial. Apabila klien mengalami gangguan sirkulasi,

misalnya arteriosclerosis maka terapi dingin akan mengurangi suplai darah ke area

tersebut. Di damping itu, kontraindikasi terapi dingin adalah menggigil, karena terapi

dingin dapat memperberat kondisi menggigil dan meningkatkan suhu tubuh yang

berbahaya.

Hal lain yang perlu dikaji adalah respons klien terhadap stimulus, dimana sensasi

terhadap sentuhan ringan atau variasi suhu yang ringan menunjukkan kemampuan klien

untuk mengenali saat panas atau dingin berlebihan. Seperti yang kita tahu, tingkat

kesadaran mempengaruhi kemampuan untuk mempersepsikan panas, dingin, dan

nyeri.Apabila klien bingung dan tidak responsive, maka perawat harus sering melakukan

observasi integritas kulit. Di samping itu, perawat juga harus mengkaji kondisi

perlengkapan yang akan digunakan.

e. Pemberian terapi panas dan dingin

Program pemberian panas atau dingin merupakan tindakan delegatif oleh dokter,

yang meliputi bagian tubuh mana yang akan diberi terapi, jenis, frekuensi, dan durasi

7

Page 8: luka pada kulit

terapi, dengan catatan dalam menentukan suhu yang akan digunakan, perawat harus

berpedoman pada manual prosedur lembaga. Terapi panas dan dingin dapat diberikan

dalam bentuk terapi lembab atau kering, dengan mempertimbangkan jenis luka atau

cidera, lokasi luka pada bagian tubuh, dan adanya drainase atau inflamasi.

Kompres panas-lembab.Untuk luka terbuka, kompres panas dan lembab yang steril

dapat meningkatkan sirkulasi, menghilangkan edema, dan meningkatkan penggabungan

pus dengan drainase.

i. Rendam hangat. Merendam bagian tubuh ke dalam air yang hangat dengan suhu

antara 40,50C - 430C dapat meningkatkan sirkulasi, mengurangi edema,

meningkatkan relaksasi otot, dan menjadi suatu cara untuk mendebridemen luka,

serta memperbaiki larutan obat.

ii. Rendam duduk. Klien yang baru menjalani pembedahan rectum, episotomi selama

proses persalinan, nyeri akibat hemoroid, atau inflamasi vagina dapat memperoleh

keuntungan dari melakukan rendam duduk, yaitu mandi yang hanya merendam area

pelvis di dalam air hangat.

iii. Kompres Akuatermi (air mengalir). Digunakan untuk mengatasi otot yang

keseleo dan area yang menderita inflamasi ringan atau edema dengan selang waktu

20-30 menit.

iv. Penghembus udara panas. Jika luka memerlukan pengeringan, maka perawat

dapat menggunakan alat pengering rambut. Alat tersebut diatur pada kehangatan

yang sedang dan dipegang sekitar 20-25 cm dari daerah luka dengan durasi sekitar 5

menit.

v. Tempos panas. Tampos panas sekali pakai dapat memberikan panas kering yang

hangat pada area yang cidera.

vi. Bantalan pemanas elektrik, adalah gulungan listrik yang dimasukan ke dalam

bantalan kedap air dan ditutupi oleh kain katun atau flannel. Bantalan tersebut

disambungkan dengan kawat listrik yang mempunyai unit regulator untuk mengatur

suhu tinggi, medium, atau rendah.

Kompres Dingin, Lembab, dan Kering. Kompres dingin diberikan selama 20 menit

dengan suhu 150C untuk menurunkan inflamasi dan pembengkakan, yang dilakukan

secara bersih dan steril.Saat menggunakan kompres dingin, perawat harus mengobservasi

8

Page 9: luka pada kulit

adanya reaksi yang merugikan, seperti luka bakar atau mati rasa, bercak-bercak paad

kulit, kemerahan, sangat pucat, atau adanya warna kebiruan.

i. Rendam dingin. Suhu yang digunakan untuk rendam dingin adalah 150C selama

20 menit. Perawat perlu mengontrol aliran udara dan menutup bagian luar untuk

menjaga klien agar tidak kedinginan. Air dingin mungkin perlu untuk

mempertahankan suhu yang konstan.

ii. Kantong es atau Collar. Untuk klien yang mengalami keseleo otot, pendarahan

lokal, atau hematoma, atau setelah menjalani operasi gigi, kantong es adalah alat

yang ideal untuk mencegah edema, mengontrol pendarahan, dan menganestesi

bagian tubuh.

Trend perawatan luka yang digunakan saat ini adalah menjaga kelembaban area luka. Luka

yang lembab akan dapat mengaktivasi berbagai growt factor yang berperan dalam proses

penutupan luka, antara lain TGF beta 1-3, PDGF, TNF, FGF dan lain sebagainya. Yang perlu

diperhatikan adalah durasi waktu dalam memberikan kelembapan pada luka sehingga resiko

terjadinya infeksi dapat diminimalkan. Selain itu prinsip ini juga tidak menghambat aliran

oksigen, nitrogen dan unsur-unsur penting lainnya serta merupakan wadah terbaik untuk sel-

sel tubuh tetap hidup dan melakukan replikasi secara optimal, sehingga dianggap prinsip ini

sangat efektif untuk penyembuhan luka. Hal ini akan berdampak pada layanan keperawatan,

meningkatkan kepuasan pasien serta memperpendek lama hari perawatan. Namun demikian,

prinsip ini belum diterapkan di semua rumah sakit di seluruh Indonesia.

Isu terkini yang berkait dengan manajemen perawatan luka berkaitan dengan perubahan

profil pasien, dimana pasien dengan kondisi penyakit degeneratif dan kelainan metabolic

semakin banyak ditemukan. Kondisi tersebut biasanya sering menyertai kekompleksan suatu

luka dimana perawatan yang tepat diperlukan agar proses penyembuhan bisa tercapai dengan

optimal. Manajemen perawatan luka modern sangat mengedepankan isu tersebut. Hal ini

ditunjangd engan semakin banyaknya inovasi terbaru dalam perkembangan produk-produk

yang bias dipakai dalam merawat luka. Dalam hal ini, perawat dituntut untuk memahami

produk- produk tersebut dengan baik sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan yang

sesuai dengan kebutuhan pasien. Pada dasarnya, pemilihan produk yang tepat harus

berdasarkan pertimbangan biaya (cost), kenyamanan (comfort), keamanan (safety).

9

Page 10: luka pada kulit

Perawatan lukadapat dijadikan sebagai template (cetakan) praktik keperawatan yang lain.

Perawatan luka sangat spesifik, dan mempunyai komunitas baik global, nasional maupun

local.

Pemakaian tap water (air keran) dan betadine yang diencerkan pada luka.

Beberapa klinisi menganjurkan pemakaian tap water untuk mencuci awal tepi luka sebelum

diberikan NaCl 0,9 %. Hal ini dilakukan agar kotoran-kotoran yang menempel pada luka

dapat terbawa oleh aliran air. Kemudian dibilas dengan larutan povidoneiodine yang telah

diencerkan dan dilanjutkan irigasi dengan NaCl 0,9%. Akan tetapi pemakaian prosedur ini

masih menimbulkan beberapa kontroversi karena kualitas tap water yang berbeda di

beberapa tempat dan keefektifan dalam pengenceran betadine.

10

Page 11: luka pada kulit

PENUTUP

Kesimpulan

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. Luka adalah kerusakan kontinyuitas

kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain. Ketika luka timbul, beberapa efek akan

muncul :. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stres simpatis, perdarahan dan

pembekuan darah, kontaminasi bakteri, kematian sel. Perawatan luka dilakukan untuk mencegah

trauma (injury) pada kulit, membran mukosa atau jaringan lain yang disebabkan oleh adanya

trauma, fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit serta bertujuan : mencegah

infeksi dari masuknya mikroorganisme ke dalam kulit dan membran mukosa, bertambahnya

kerusakan jaringan, mempercepat penyembuhan, membersihkan luka dari benda asing atau

debris, drainase untuk memudahkan pengeluaran eksudat, mencegah perdarahan, mencegah

excoriasi kulit sekitar drain.

Saran

Hal yang penting dilakukan oleh perawat dalam perawatan luka adalah mencatat penggantian

balutan, mengkaji keadaan luka dan respon klien, serta memahami jenis luka, fase atau tahap

penyembuhan luka sebelum melakukan perawatan luka. Kemudian, seluruh perawat agar

meningkatkan pemahamannya terhadap berbagai trend dan isu keperawatan luka di Indonesia

sehingga dapat dikembangkan dalam tatanan layanan keperawatan dan diharapkan agar perawat

bisa menindaklanjuti trend dan isu tersebut melalui kegiatan riset sebagai dasar untuk

pengembangan Evidence Based Nursing Practice di Lingkungan Rumah Sakit.

11

Page 12: luka pada kulit

DAFTAR PUSTAKA

Blanco-Díez A, at al. 2008. Renal artery aneurysm. Laparoscopic nephrectomy, ex-vivo

reconstruction and autotransplantation. Servicio Urología. Hospital Universitario Insular de Gran

Canaria. *Servicio Urología. Hospital Clínic i Provincial. Barcelona. Spain.

C. Rogers, DPM, NicholasJ. Bevilacqua, DPM, and David G. Armstrong, DPM, PhD. 2007.

Chronic Wounds: Combating an “Axis of Evil” with the “Forces of Healing”. Podiatry

Management.

http://woundcarekfu.com/clinical_diagnosis.htm

Lean Widya Suryanto. 2011. Luka dan Perawatannya (Wound and Its Management). RSUD

Nguli Waluyo Wlingi. Blitar.

Potter, P.A., dan Perry, A.G. 2005. Fundamental Keperawatan.Edisi 4.Volume 2. Jakarta: EGC.

12