LUKA BAKAR.doc

56
1. Definisi Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk bentuk luka lainnya karena luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati (eskar) yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama. Dengan cepat luka bakar akan didiami oleh bakteri patogen : mengalami eksudasi dengan perembasan sejumlah besar air, protein serta elektrolit ; dan sering kali memerlukan pencangkokan kulit dari bagian tubuh yang lain untuk menghasilkan penutupan luka yang permanen. 2. Etiologi Menurut penyebabnya, luka bakar dapat dibagi dalam beberapa jenis, meliputi hal hal berikut ini. 1. Panas basah(luka bakar) yang disebabkan oleh air panas (misalnya teko atau minuman) 2. Luka bakar dari lemak panas akibat memasak lemak 3. Luka bakar akibat api ungun alat pemanggang dan api yang disebabkan oleh merokok ditempat tidur 4. Benda panas (misalnya radiator) 5. Radiasi (misalnya terbakar sinar matahari) 6. Luka bakar listrik akibat buruknya pemeliharaan peralatan listrik. Mungkin tidak jelas adanya kerusakan kulit, tetapi biasanya terdapat titik masuk dan keluar. Luka baka yang tersengat listrik dapat menyebabkan aritmia jantung dan pasien ini harus mendapat pemantauan jantung minimal selama 24 jam setelah cedera 7. Luka bakar akibat zat kimia disebabkan oleh zat asam dan basa yang sering menghasilkan kerusakan kulit yang luas. Antidot untuk zat kimia harus diketahui dan digunakan untuk menetralisir efeknya

description

perngertian dan cara perawatan luka bakar

Transcript of LUKA BAKAR.doc

1. Definisi

Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk bentuk luka lainnya karena luka tersebut

meliputi sejumlah besar jaringan mati (eskar) yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu

yang lama. Dengan cepat luka bakar akan didiami oleh bakteri patogen : mengalami eksudasi dengan

perembasan sejumlah besar air, protein serta elektrolit ; dan sering kali memerlukan pencangkokan

kulit dari bagian tubuh yang lain untuk menghasilkan penutupan luka yang permanen.

2. Etiologi

Menurut penyebabnya, luka bakar dapat dibagi dalam beberapa jenis, meliputi hal hal berikut ini.

1. Panas basah(luka bakar) yang disebabkan oleh air panas (misalnya teko atau minuman)

2. Luka bakar dari lemak panas akibat memasak lemak

3. Luka bakar akibat api ungun alat pemanggang dan api yang disebabkan oleh merokok ditempat

tidur

4. Benda panas (misalnya radiator)

5. Radiasi (misalnya terbakar sinar matahari)

6. Luka bakar listrik akibat buruknya pemeliharaan peralatan listrik. Mungkin tidak jelas adanya

kerusakan kulit, tetapi biasanya terdapat titik masuk dan keluar. Luka baka yang tersengat

listrik dapat menyebabkan aritmia jantung dan pasien ini harus mendapat pemantauan jantung

minimal selama 24 jam setelah cedera

7. Luka bakar akibat zat kimia disebabkan oleh zat asam dan basa yang sering menghasilkan

kerusakan kulit yang luas. Antidot untuk zat kimia harus diketahui dan digunakan untuk

menetralisir efeknya

8. Cedera inhalasi akibat pajanan gas panas,ledakan,dan luka bakar pada kepala dan leher atau

tertahan diruangan yang dipenui asap

3. Patofisiologi

Kulit adalah organ terbesar dari tubuh meskipun tidak aktif secara metabolik, tetapi kulit

melayani beberapa fungsi penting bagi kelangsungan hidupdimana dapat terganggu akibat suatu

cedera luka bakar. Suatu cedera luka bakar akam menggangu fungsi kulit, seperti berikut ini.

1. Gangguan proteksi terhadap invasi kuman

2. Gangguan sensasi yang memberikan informasi tentang kondisi lingkungan

3. Gangguan sebagai fungsi termoregulasi dan keseimbangan air

Jenis umum sebagian besar luka bakar adalah luka bakar akibat panas. Jaringan lunak akan

mengalami cedera bila terkena suhu diatas 115° F (46°C) luasnya kerusakan bergantung pada suhu

permukaan dan lama kontak sebagai contohpada kasus luka bakar tersiram air panas orang dewasa,

kontak selama satu detik dengan air yang panas dari shower dari suhu 68,9°C dapat menimbulkan luka

bakar yang merusak epidermis dan dermis sehingga terjadi cedera derajat 3. Sebagai manifestasi dari

cedera luka bakar panas, kulit akan melakukan pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan

pembentukan oksigen reaktif yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler. Hal ini

menyebabkan kehilangan cairan serta viskositas plasma meningkat dengan menghasilkan suatu

formasi mikrotrombus.

Cedera luka bakar dapat menyebabkan keadaan hipermetabolik dimanifestasikan dengan adanya

demam, peningkatan laju metabolisme, peningkatan ventilasi, peningkatan curah jantung,peningkatan

glukoneogenesis serata meningkatkan katabolisme otot viseral dan rangka. Pasien membutuhkan

dukungan komprehensif, yang berlanjut sampai penutupan luka selesai

4. Fase Darurat Perawatan Luka Bakar

Secara klinis klien luka bakar dapat dibagi kedalam 3 fase, yaitu : 1) Fase emergent dan

resusitasi 2) Fase acut dan 3) Fase Rehabilitasi. Berikut ini akan diuraikan sekilas tentang fase

tsb :

1) Fase Emergent (Resusitasi)

Fase emergensi dimulai pada saat terjadinya injury dan diakhiri dengan membaiknya

permeabilitas kapiler, yang biasanya terjadi pada 48-72 jam setelah injury. Tujuan utama

pemulihan selama fase ini adalah untuk mencegah shock hipovolemik dan memelihara fungsi

dari organ vital. Yang termasuk ke dalam fase emergensi adalah perawatan sebelum di

rumah sakit, penanganan di bagian emergensi dan periode resusitasi. Hal tersebut akan

dibahas berikut ini :

a. Perawatan sebelum di rumah sakit (pre-hospital care)

Perawatan sebelum klien dibawa ke rumah sakit dimulai pada tempat kejadian

luka bakar dan berakhir ketika sampai di institusi pelayanan emergensi. Pre-hospital

care dimulai dengan memindahkan/menghindarkan klien dari sumber penyebab LB dan

atau menghilangkan sumber panas

1) Jauhkan penderita dari sumber LB

a) Mematikan api

Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api misalnya dengan

menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan pasokan

oksigen bagi api yang menyala. Korban dapat mengusahakan dengan cepat

menjatuhkan diri dan berguling dan mencegah meluasnya bagian pakaian yang

terbakar. Kontak dengan bahan yang panas juga harus cepat diakhiri missal

dengan mencelupkan bagian yang terbakar atau menceburkan diri ke air dingin

atau melepaskan baju yang tersiram air panas. Jika sumber luka bakarnya adalah

arus listrik, sumber listrik harus dipadamkan.

b) Mendinginkan luka bakar

Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi

berlangsung terus setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap meluas.

Proses ini dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan

mempertahankan suhu dingin ini pada jam pertama. Oleh karena itu merendam

bagian yang terbakar selama lima belas menit pertama dalam air sangat

bermanfaat untuk menurunkan suhu jaringan sehingga kerusakan lebih dangkal

dan diperkecil. Dengan demikian luka yang sebenarnya menuju derajat II dapat

dihentikan pada derajat I atau luka yang menjadi derajat III dihentikan pada

tingkat I atau II. Pencelupan atau penyiraman dapat dilakukan dengan air apa

saja yang dingin sekurang-kurangnya 15 menit.

c) Melepaskan benda penghalang

Meskipun pakaian yang menempel pada luka bakar dapat dibiarkan,

pakaian lain dan semua barang perhiasan harus segera dilepaskan untuk

melakukan penilaian serta mencegah terjadinya kontriksi sekunder akibat edema

yang timbul dengan cepat.

d) Menutup luka bakar

Luka bakar harus ditutup secepat mungkin untuk memperkevil

kemungkinan kontaminasi bakteri dan mengurangi nyeri dengan mencegah

aliran udara agar tidak mengenai permukaan kulit yang terbakar.

e) Mengirigasi Luka bakar kimia

Luka bakar kimia akibat bahan korosif harus segera dibilas dengan air

mengalir. Jika mengenai mata harus segera dicuci dengan air bersih yang sejuk.

1) Kaji ABC (airway, breathing, circulation):

Perhatikan jalan nafas (airway)

Pastikan pernafasan (breathibg) adekwat

Kaji sirkulasi

2) Kaji trauma yang lain

3) Pertahankan panas tubuh

4) Perhatikan kebutuhan untuk pemberian cairan intravena

5) Transportasi (segera kirim klien ka rumah sakit)

b. Penanganan dibagian emergensi

Perawatan di bagian emergensi merupakan kelanjutan dari tindakan yang telah

diberikan pada waktu kejadian. Jika pengkajian dan atau penanganan yang dilakukan

tidak adekuat, maka pre hospital care di berikan di bagian emergensi. Penanganan luka

(debridemen dan pembalutan) tidaklah diutamakan bila ada masalah-masalah lain yang

mengancam kehidupan klien, maka masalah inilah yang harus diutamakan

1) Penanganan Luka Bakar Ringan

Perawatan klien dengan LB ringan seringkali diberikan dengan pasien rawat

jalan. Dalam membuat keputusan apakah klien dapat dipulangkan atau tidak adalah

dengan memperhatiakn antara lain 1) kemampuan klien untuk dapat menjalankan

atau mengikuti intruksi-instruksi dan kemampuan dalam melakukan perawatan

secara mandiri (self care), 2) lingkungan rumah. Apabila klien mampu mengikuti

instruksi dan perawatan diri serta lingkungan di rumah mendukung terjadinya

pemulihan maka klien dapat dipulangkan.

Perawatan di bagian emergensi terhadap luka bakar minor meliputi :

menagemen nyeri, profilaksis tetanus, perawatan luka tahap awal dan pendidikan

kesehatan.

a) Managemen nyeri

Managemen nyeri seringkali dilakukan dengan pemberian dosis ringan

morphine atau meperidine dibagian emergensi. Sedangkan analgetik oral

diberikan untuk digunakan oleh pasien rawat jalan.

b) Profilaksis tetanus

Petunjuk untuk pemberian profilaksis tetanus adalah sama pada

penderita LB baik yang ringan maupun tipe injuri lainnya. Pada klien yang

pernah mendapat imunisasi tetanus tetapi tidak dalam waktu 5 tahun terakhir

dapat diberikan boster tetanus toxoid. Untuk klien yang tidak diimunisasi

dengan tetanus human immune globulin dan karenanya harus diberikan

tetanus toxoid yang pertama dari serangkaian pemberian imunisasi aktif

dengan tetanus toxoid.

c) Perawatan luka awal

Perawatan luka untuk LB ringan terdiri dari membersihkan luka

(cleansing) yaitu debridemen jaringan yang mati; membuang zat-zat yang

merusak (zat kimia, tar, dll); dan pemberian/penggunaan krim atau salep

antimikroba topikal dan balutan secara steril. Selain itu juga perawat

bertanggung jawab memberikan pendidikan tentang perawatan luka di

rumah dan manifestasi klinis dari infeksi agar klien dapat segera mencari

pertolongan. Pendidikan lain yang diperlukan adalah tentang pentingnya

melakukan latihan ROM (range of motion) secara aktif untuk

mempertahankan fungsi sendi agar tetap normal dan untuk menurunkan

pembentukan edema dan kemungkinan terbentuknya scar. Dan perlunya

evaluasi atau penanganan follow up juga harus dibicarakan dengan klien

pada waktu itu.

d) Pendidikan / penyuluhan kesehatan

Pendidikan tentang perawatan luka, pengobatan, komplikasi,

pencegahan komplikasi, diet, berbagai fasilitas kesehatan yang ada di

masyarakat yang dapat di kunjungi jika memmerlukan bantuan dan

informasi lain yang relevan perlu dilakukan agar klien dapat menolong

dirinya sendiri.

2) Penanganan Luka Bakar Berat

Untuk klien dengan luka yang luas, maka penanganan pada bagian emergensi

akan meliputi reevaluasi ABC (jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi ) dan

trauma lain yang mungkin terjadi; resusitasi cairan (penggantian cairan yang

hilang); pemasangan kateter urine; pemasangan nasogastric tube (NGT);

pemeriksaan vital signs dan laboratorium; management nyeri; propilaksis tetanus;

pengumpulan data; dan perawatan luka.

Berikut adalah penjelasan dari tiap-tiap penanganan tersebut, yakni sebagai

berikut.

a) Reevaluasi jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi dan trauma lain yang

mungkin terjadi.

Menilai kembali keadaan jalan nafas, kondisi pernafasan, dan sirkulasi

unutk lebih memastikan ada tidaknya kegawatan dan untuk memastikan

penanganan secara dini. Selain itu melakukan pengkajian ada tidaknya

trauma lain yang menyertai cedera luka bakar seperti patah tulang, adanya

perdarahan dan lain-lain perlu dilakukan agar dapat dengan segera diketahui

dan ditangani.

b) Resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang)

Bagi klien dewasa dengan luka bakar lebih dari 15 %, maka resusitasi

cairan intravena umumnya diperlukan. Pemberian intravena perifer dapat

diberikan melaui kulit yang tidak terbakar pada bagian proximal dari

ekstremitas yang terbakar. Sedangkan untuk klien yang mengalami luka

bakar yang cukup luas atau pada klien dimana tempat-tempat untuk

pemberian intravena perifer terbatas, maka dengan pemasangan kanul

(cannulation) pada vena central (seperti subclavian, jugular internal atau

eksternal, atau femoral) oleh dokter mungkin diperlukan.

Luas atau persentasi luka bakar harus ditentukan dan kemudian

dilanjutkan dengan resusitasi cairan. Resusitasi cairan dapat menggunakan

berbagai formula yang telah dikembangkan seperti pada tabel 6 tentang

formula resusitasi cairan berikut.

Periode resuscitasi dimulai dengan tindakan resusitasi cairan dan

diakhiri bila integritas kapiler kembali mendekati keadaan normal dan

perpindahan cairan yang banyak mengalami penurunan.

Resusitasi cairan dimulai untuk meminimalkan efek yang merusak dari

perpindahan cairan. Tujuan resuscitasi cairan adalah untuk mempertahankan

ferfusi organ vital serta menghindari komlikasi terapi yang tidak adekuat

atau berlebihan. Terdapat beberapa formula yang digunakan untuk

menghitung kebutuhan cairan seperti tampak dalam tabel diatas.

Banyaknya/jumlah cairan yang pasti didasarkan pada berat badan klien

dan luasnya injury luka bakar. Faktor lain yang menjadi pertimbangan

meliputi adalah adanya inhalasi injuri, keterlambatan resusitasi awal, atau

kerusakan jaringan yang lebih dalam.

Faktor-faktor ini cenderung meningkatkan jumlah/banyaknya cairan

intravena yang dibutuhkan untuk resusitasi adekuat di atas jumlah yang telah

dihitung. Dengan pengecualian pada formula Evan dan Brooke, cairan yang

mengandung colloid tidak diberikan selama periode ini karena perubahan-

perubahan pada permeabilitas kapiler yang menyebabkan kebocoran cairan

yang banyak mengandung protein kedalam ruang interstitial, sehingga

meningkatkan pembentukan edema. Selama 24 jam kedua setelah luka

bakar, larutan yang mengandung colloid dapat diberikan, dengan dextrose

5% dan air dalam jumlah yang bervariasi.

Sangat penting untuk diingat bahwa senmua formula resusitasi yang

ada hanyalah sebagai alat bantu dan harus disesuaikan dengan respon

fisiologis klien. Keberhasilan atau keadekuatan resusitasi cairan pada orang

dewasa ditandai dengan stabilnya vital signs, adekuatnya output urine, dan

nadi perifer yang dapat diraba.

c) Pemasangan kateter urine

Pemasangan kateter harus dilakukan untuk mengukur produksi urine

setiap jam. Output urine merupakan indikator yang reliable untuk

menentukan keadekuatan dari resusitasi cairan.

d) Pemasangan nasogastric tube (NGT)

Pemasangan NGT bagi klien LB 20 % -25 % atau lebih perlu

dilakukan untuk mencegah emesis dan mengurangi resiko terjadinya

aspirasi. Disfungsi ganstrointestinal akibat dari ileus dapat terjadi umumnya

pada klien tahap dini setelah luka bakar. Oleh karena itu semua pemberian

cairan melalui oral harus dibatasi pada waktu itu.

e) Pemeriksaan vital signs dan laboratorium

Vital signs merupakan informasi yang penting sebagai data tambahan

untuk menentukan adekuat tidaknya resuscitasi.

Pemeriksaan laboratorium dasar akan meliputi pemeriksaan gula

darah, BUN (blood ures nitrogen), creatini, elektrolit serum, dan kadar

hematokrit. Kadar gas darah arteri (analisa gas darah), COHb juga harus

diperiksa, khususnya jika terdapat injuri inhalasi. Tes-tes laboratorium

lainnya adalah pemeriksaan x-ray untuk mengetahui adanya fraktur atau

trauma lainnya mungkin perlu dilakukan jika dibutuhkan. Monitoring EKG

terus menerus haruslah dilakukan pada semua klien dengan LB berat,

khususnya jika disebabkan oleh karena listrik dengan voltase tinggi, atau

pada klien yang mempunyai riwayat iskemia jantung atau dysrhythmia.

f) Propilaksis tetanus

Propilaksis tetanus pada klien LB adalah sama, baik pada luka bakar

berat maupun luka bakar yang ringan.

g) Pengumpulan data

Pengumpulan data merupakan tanggung jawab yang sangat penting

bagi team yang berada di ruang emergensi. Kepada klien atau yang lainnya

perlu ditanyakan tentang kejadian kecelakaan LB tersebut. Informasi yang

diperlukan meliputi waktu injuri, tingkat kesadaran pada waktu kejadian,

apakah ketika injuri terjadi klien berada di ruang tertutup atau terbuka,

adakah truma lainya, dan bagaimana mekanisme injurinya. Jika klien

terbakar karena zat kimia, tanyak tentang zat kimia apa yang menjadi

penyebabnya, konsentrasinya, lamanya terpapar dan apakah dilakuak irigari

segera setelah injuri. Sedangkan jika klien menderita LB karena elektrik,

maka perlu ditanyakan tentang sumbernya, tipe arus dan voltagenya yang

dapat digunakan untuk menentukan luasnya injuri. Informasi lain yang

diperlukan adalah tentang riwayat kesehatan klien masa lalu seperti

kesehatan umum klien. Informasi yang lebih khusus adalah berkaitan

dengan penyakit-penyakit jantung, pulmoner, endokrin dan penyakit ginjal

karena itu semua mempunyai implikasi terhadap treatment. Disamping itu

perlu pula diketahui tentang riwayat alergi klien, baik terhadap obat maupun

yang lainnya.

h) Perawatan luka

Luka yang mengenai sekeliling ekstremitas dan torak dapat

mengganggu sirkulasi dan respirasi, oleh karena itu harus mendapat

perhatian. Komplikasi ini lebih mudah terjadi selama resusitasi, bila cairan

berpindah ke dalam jaringan interstitial berada pada puncaknya. Pada LB

yang mengenai sekeliling ekstremitas, maka meninggikan bagian

ekstremitas diatas jantung akan membantu menurunkan edema dependen;

walaupun demikian gangguan sirkulasi masih dapat terjadi. Oleh karena

pengkajian yang sering terhadap perfusi ekstremitas bagian distal sangatlah

penting untuk dilakukan.

Escharotomy merupakan tindakan yang tepat untuk masalah gangguan

sirkulasi karena LB yang melingkari bagian tubuh. Seorang dokter melaukan

insisi terhadap eschar yang akan mengurangi/menghilangkan konstriksi

sirkulasi. Umumnya dilakukan ditempat tidur klien dan tanpa menggunakan

anaetesi karena eschar tidak berdarah dan tidak nyeri. Namun jaringan yang

masih hidup dibawah luka dapat berdarah. Jika perfusi jaringan adekuat

tidak berhasil, maka dapat dilakukan fasciotomy. Prosedur ini adalah

menginsisi fascia, yang dilakukan di ruang operasi dengan menggunakan

anestesi. Demikian juga, escharotomy dapat dilakukan pada luka bakar yang

mengenai torak untuk memperbaiki ventilasi. Setelah dilakukan tindakan

escharotomy, maka perawat perlu melakukan monitoring terhadap perbaikan

ventilasi.

Perawatan luka dibagian emergensi terdiri-dari penutupan luka dengan

sprei kering, bersih dan baju hangat untuk memelihara panas tubuh. Klien

dengan luka bakar yang mengenai kepala dan wajah diletakan pada posisi

kepala elevasi dan semua ekstremitas yang terbakar dengan menggunakan

bantal sampai diatas permukaan jantung. Tindakan ini dapat membantu

menurunkan pembentukan edema dependent. Untuk LB ringan kompres

dingin dan steril dapat mengatasi nyeri. Kemudian dibawa menuju fasilitas

kesehatan.

2) Fase Akut

Fase akut dimulai ketika pasien secara hemodinamik telah stabil, permeabilitas

kapiler membaik dan diuresis telah mulai. Fase ini umumnya dianggap terjadi pada 48-72

jam setelah injuri.

Fokus management bagi klien pada fase akut adalah sebagai berikut : mengatasi

infeksi, perawatan luka, penutupan luka, nutrisi, managemen nyeri, dan terapi fisik.

a. Mengatasi infeksi

Sumber-sumber infeksi pada klien dengan luka bakar meliputi autocontaminasi

dari:

Oropharynx

Fecal flora

Kulit yg tidak terbakar dan

Kontaminasi silang dari staf

Kontaminasi silang dari pengunjung

Kontaminasi silang dari udara

Kegiatan khusus untuk mengatasi infeksi dan tehnik isolasi harus dilakukan pada

semua pusat-pusat perawatan LB. Kegiatan ini berbeda dan meliputi penggunaan sarung

tangan, tutp kepala, masker, penutup kaki, dan pakaian plastik. Membersihkan tangan

yang baik harus ditekankan untuk menurunkan insiden kontaminasi silang diantara klien.

Staf dan pengunjung umumnya dicegah kontak dengan klien jika ia menderita infeksi

baik pada kulit, gastrointestinal atau infeksi saluran nafas.

b. Perawatan luka

Perawatan luka diarahkan untuk meningkatkan penyembuhan luka. Perawatan

luka sehari-hari meliputi membersihkan luka, debridemen, dan pembalutan luka.

a. Hidroterapi

Membersihkan luka dapat dilakukan dengan cara hidroterapi. Hidroterapi ini

terdiri dari merendam (immersion) dan dengan shower (spray). Tindakan ini

dilakukan selama 30 menit atau kurang untuk klien dengan LB acut. Jika terlalu

lama dapat meningkatkan pengeluaran sodium (karena air adalah hipotonik) melalui

luka, pengeluaran panas, nyeri dan stress. Selama hidroterapi, luka dibersihkan

secara perlahan dan atau hati-hati dengan menggunakan berbagai macam larutan

seperti sodium hipochloride, providon iodine dan chlorohexidine. Perawatan

haruslah mempertahankan agar seminimal mungkin terjadinya pendarahan dan

untuk mempertahankan temperatur selama prosedur ini dilakukan. Klien yang tidak

dianjurkan untuk dilakukan hidroterapi umumnya adalah mereka yang secara

hemodinamik tidak stabil dan yang baru dilakukan skin graft. Jika hidroterapi tidak

dilakukan, maka luka dapat dibersihkan dan dibilas di atas tempat tidur klien dan

ditambahkan dengan penggunaan zat antimikroba.

b. Debridemen

Debridemen luka meliputi pengangkatan eschar. Tindakan ini dilakukan untuk

meningkatkan penyembuhan luka melalui pencegahan proliferasi bakteri di bagian

bawah eschar. Debridemen luka pada LB meliputi debridemen secara mekanik,

debridemen enzymatic, dan dengan tindakan pembedahan.

Debridemen mekanik

Debridemen mekanik yaitu dilakukan secara hati-hati dengan

menggunakan gunting dan forcep untuk memotong dan mengangkat eschar.

Penggantian balutan merupakan cara lain yang juga efektif dari tindakan

debridemen mekanik. Tindakan ini dapat dilakukan dengan cara menggunakan

balutan basah ke kering (wet-to-dry) dan pembalutan kering kepada balutan

kering (wet-to-wet). Debridemen mekanik pada LB dapat menimbulkan rasa

nyeri yang hebat, oleh karena itu perlu terlebih dahulu dilakukan tindakan

untuk mengatasi nyeri yang lebih efektif.

Debridemen enzymatic

Debridemen enzymatik merupakan debridemen dengan menggunakan

preparat enzym topical proteolitik dan fibrinolitik. Produk-produk ini secara

selektif mencerna jaringan yang necrotik, dan mempermudah pengangkatan

eschar. Produk-prduk ini memerlukan lingkungan yang basah agar menjadi

lebih efektif dan digunakan secara langsung terhadap luka. Nyeri dan

perdarahan merupakan masalah utama dengan penanganan ini dan harus dikaji

secara terus-menerus selama treatment dilakukan.

Debridemen pembedahan

Debridemen pembedahan luka meliputi eksisi jaringan devitalis (mati).

Terdapat 2 tehnik yang dapat digunakan : Tangential Excision dan Fascial

Excision. Pada tangential exccision adalah dengan mencukur atau menyayat

lapisan eschar yang sangat tipis sampai terlihat jaringan yang masih hidup.

sedangkan fascial excision adlaah mengangkat jaringan luka dan lemak

sampai fascia. Tehnik ini seringkali digunakan untuk LB yang sangat dalam.

c. Balutan

1) Penggunaan penutup luka khusus

Luka bakar yang dalam atau full thickness pada awalnya dilakukan dengan

menggunakan zat/obat antimikroba topikal. Obat ini digunakan 1 - 2 kali setelah

pembersihan, debridemen dan inspeksi luka. Perawat perlu melakukan kajian

terhadap adanya eschar, granulasi jaringan atau adanya reepitelisasi dan adanya

tanda-tanda infeksi. Umumnya obat-obat antimikroba yang sering digunakan

tampak pada tabel dibawah. Tidak ada satu obat yang digunakan secara umum, oleh

karena itu dibeberapa pusat pelayanan luka bakar ada yang memilih krim silfer

sulfadiazine sebagai pengobatan topikal awal untuk luka bakar.

2) Metode terbuka dan tertutup

Luka pada LB dapat ditreatmen dengan menggunakan metode/tehnik belutan

baik terbuka maupun tertutup. Untuk metode terbuka digunakan/dioleskan cream

antimikroba secara merata dan dibiarkan terbuka terhadap udara tanpa dibalut.

Cream tersebut dapat diulang penggunaannya sesuai kebutuhan, yaitu setiap 12 jam

sesuai dengan aktivitas obat tersebut. kelebihan dari metode ini adalah bahwa luka

dapat lebih mudah diobservasi, memudahkan mobilitas dan ROM sendi, dan

perawatan luka menjadi lebih sederhana/mudah. Sedangkan kelemahan dari metode

ini adalah meningkatnya kemungkinan terjadinya hipotermia, dan efeknya

psikologis pada klien karena seringnya dilihat.

Pada perawatan luka dengan metode tertutup, memerlukan bermacam-macam

tipe balutan yang digunakan. Balutan disiapkan untuk digunakan sebagai penutup

pada cream yang digunakan. Dalam menggunakan balutan hendaknya hati-hati

dimulai dari bagian distal kearah proximal untuk menjamin agar sirkulasi tidak

terganggu. Keuntungan dari metode ini adalah mengurangi evavorasi cairan dan

kehilangan panas dari permukaan luka , balutan juga membantu dalam debridemen.

Sedangkan kerugiannya adalah membatasi mobilitas menurunkan kemungkinan

efektifitas exercise ROM. Pemeriksaan luka juga menjadi terbatas, karena hanya

dapat dilakukan jika sedang mengganti balutan saja.

3) Penutupan luka

a) Penutupan Luka Sementara

Penutupan luka sementara sering digunakan sebagai pembalut luka. Pada

tabel dibawah diperlihatkan berbagai macam penutup luka baik yang biologis,

biosintetis, dan sintetis yang telah tersedia. Setiap produk penutup luka tersebut

mempunyai indikasi khusus. Karakteristik luka (kedalamannya, banyaknya

eksudat, lokasi luka pada tubuh dan fase penyembuhan/pemulihan) serta tujuan

tindakan/pengobatan perlu dipertimbangkan bila akan memilih penutup luka

yang lebih tepat.

Tabel : Penutup Luka Sementara yang digunakan pada Luka Bakar

Categori/Contoh Penjelasan Indikasi Perhatian Perawatan

Biologic

Amnion

Allograft

homograft

Xenograft

heterograft

Membran

amnion yang

dibuat dari

placenta

manusia

Diambil dari

kulit manusia

yang telah

meninggal

dunia dalam 24

jam setelah

kematiannya.

Untuk melindungi

luka bakar partial

thickness

Untuk melindungi

granulasi jaringan.

Untuk

membersihkan

exudat luka

Untuk menutupi

eksisi luka dan

untuk menguji daya

penerimaan

terhadap

penggunaan

aoutograft

Untuk

meningkatkan

penyembuhan luka

bersih dan luka

superficial-partial

thickness

Penutup luka diganti setiap

48 jam dengan amnion.

Observasi eksudat luka

dan tanda-tanda infeksi

yang mungkin

menunjukan adanya

infeksi pada

allograft/xenograft

Xenograft diatas jaringan

granulasi diganti setiap 2-5

hari.

Untuk luka superficial,

pastikan luka selalu bersih.

b) Pencangkokan kulit

Pencangkokan kulit yang berasal dari bagian kulit yang utuh dari penderita

itu sendiri (autografting) adalah pembedahan dengan mengangkat lapisan kulit

tipis yang masih utuh dan kemudian digunakan pada luka bakar yang telah

dieksisi. Prosedur ini dilakukan di ruang operasi dengan pemberian anaetesi.

Perawatan post operasi autograft meliputi: mengkaji perdarahan dari

tempat donor; memperbaiki posisi dan immobilisasi tempat donor; perawatan

tempat donor; perawatan khusus autograft (seperti : cultur epitel autograft)

Menkaji Perdarahan

Perdarahan pada autograft dapat menghalangi / mencegah /

mengganggu keberhasilan menempelnya kulit yang dicangkok (graft) pada

eksisi luka dan dapat mengakibatkan lepasnya graft. Bila terdapat sedikit

darah atau serum dapat dibersihkan dengan cara memutar ( dg menggunakan

cotton swab steril) dari arah tengah graft menuju keperifer. Jika jumlahnya

cukup banyak , maka dapat dilakukan aspirasi darah/serum dengan

menggunakan spuit dan jarum yang kecil.

Pengaturan Posisi dan Immobilisasi

Autograft harus immobilisasi setelah pembedahan, umumnya selama

3-7 hari. Periode waktu immobilisasi tersebut memungkinakan waktu

autogratt menempel dan tertanam pada dasar luka. Immobilisasi dapat

dilakukan dengan berbagai cama. Mengatur posisi yang tepat, traksi, splint,

dapat digunakan untuk mencegah pergerakan yang tidak diinginkan dan

lepasnya graft. Perawat juga harus melakukan berbagai macam tindakan

untuk mengurangi bahaya immobilisasi.

Perawatan Tempat Donor

Berbagai macam tipe balutan dapat diguakan untuk menutup tempat

donor, dan ini tergantung pada ukuran , lokasi dan kondisi batas kulit atau

jaringan. Tindakan perawatan juga tergantung pada tipe balutan yang

digunakan. Jika balutan dilakukan dengan menggunakan sutura dan staples

maka dapat diangkat pada 3-4 hari setelah pembedahan.

Meskipun terdapat perbedaan dalam tindakan perawatan , namun luka

pada tempat donor memerlukan tindakannya memerlukan ketelitian yang

sama untuk penyembuhan dan mencegah infeksi. Jika tempat donor

mengalami infeksi, maka balutan harus diangkat secara hati-hati dan

dibersihkan. Kemudian luka harus selalu dibersihkan dan digunakan obat

antibakteri. Bila tempat donor membai/sembuh maka losion lubrikasi dapat

digunakan untuk melunakan dan menghilangkan rasa gatal. Tempat donor

tersebut dapat digunakan kembali bila telah terjadi penyembuhan secara

lengkap.

Nutrisi

Mempertahankan intake nutrisi yang adekuat selama fase akut

sangatlah penting untuk meningkatkan penyembuhan luka dan pencegahan

infeksi. BMR (basal metabolik rate) mungkin 40-100% lebih tinggi dari

keadaan normal, tergantung pada luasnya luka bakar. Respon ini

diperkirakan berakibat pada hypotatamus dan adrenal yang menyebebkan

peningkatan produksi panas. Metabolik rate menurun bila luka telah ditutup.

Selain itu metabolisme glukosa berubah setelah mengalami luka bakar,

mengakibatkan hiperglikemia . Rendahnya kadar insulin selama fase

emergent menghambat aktifitas insulin dengan meningkatkan sirkuasi

catecholamine, dan meningkatkan glukoneogenesis selama fase akut yang

semuanya mempunyai implikasi terhadap terjadinya hiperglikemia pada

klien luka bakar.

Dukungan nutrisi yang agresif diperlukan untuk memenuhi kebutuhan

energi yang meningkat guna meningkatkan penyembuhan dan mencegah

efek katabolisme yang tidak diharapkan.

Formula yang digunakan untuk menghitung kebutuhan energi,

dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu berat badan, jenis kelamin, usia, luasnya

luka bakar dan aktifitas atau injuri. Formulasinya adalah sebagai berikut:

(25 kcal x berat badan (kg) + (40 kcal x % luka bakar) = kcal/hari.

Dukungan nutrisi yang agresif umumnya diindikasikan untuk klien

luka bakar dengan 30 % atau lebih, secara klinis memerlukan tindakan

operasi multiple, perlunya penggunaan ventilator mekanik, status mental dan

status nutrisi yang buruk pada saat belum mengalami luka bakar. Adapun

metode pemberian nutrisi dapat meliputi diet melalui oral, enteral tube

feeding, periperal parenteral nutrition, total parenteral nutrisi, atau

kombinasi.

Managemen nyeri

Faktor fisiologis yang yang dapat mempengaruhi nyeri meliputi

kedalaman injuri, luasnya dan tahapan penyembuhan luka. Untuk tipe luka

bakar partial thickness dan pada tempat donor akan terasa sangat nyeri

akibat stimulasi pada ujung-ujung saraf. Berlawanan halnya dengan luka

bakar full thickness yang tidak mengalami rasa nyeri karena ujung-ujung

superficial telah rusak. namun demikian ujung-ujung saraf pada yang

terletak pada bagian tepi dari luka akan sangat sensitif. Faktor-faktor

psikologis yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap nyeri

adalah kecemasan, ketakutan dan kemampuan klien untuk menggunakan

kopingnya. Sedangkan faktor-faktor sosial meliputi pengalaman masa lalu

tentang nyeri, kepribadian, latar belakang keluarga, dan perpisahan dengan

keluarga dan rumah. Dan perlu diingat bahwa persepsi nyeri dan respon

terhadap stimuli nyeri bersifat individual oleh karena itu maka rencana

penanganan perawatan dilakukan secara individual juga.

Pendekatan yang lebih sering digunakan untuk mengatasi rasa nyeri

adalah dengan menggunakan zat-zat farmakologik. Morphine, codein,

meperidine adalah nanalgetik narkotik yang sering digunakan untuk

mengatasi nyeri yang berkaitan dengan LB dan treatmennya. Obat-obat

farmakologik lainnya yang dapat digunakan meliputi analgesik inhalasi

seperti nitrous oxide, dll. Obat antiinflamasi nonsteroid juga dianjurkan

untuk mengatasi nyeri ringan sampai sedang.

Sedangkan tindakan Nonfarmakologik yang digunakan untuk

mengatasi rasa nyeri yang berkaitan dengan luka bakar meliputi hipnotis,

guided imagery, terapi bermain, tehnik relaksasi, distraksi, dan terapi musik.

Tindakan ini efektif untuk menurunkan kecemasan dan menurunkan

persepsi terhadap rasa nyeri dan seringali digunakan bersamaan dengan

penggunaan obat-obat farmakologik..

Mengatasi Scar

Hipertropi scar sebagai akibat dari deposit kolagen pada luka bakar

yang menyembuh. Beratnya hipertropi scar tergantung pada beberapa faktor

antara lain kedalaman LB, ras, usia, dan tipe autograft. Metode nonoperasi

untuk meminimalkan hipertropi scar adalah dengan terapi tekanan (pressure

therapy). Yaitu dengan menggunakan pembungkus dan perban/pembalut

elastik (elastic wraps and bandages).

Sedangkan tindakan pembedahan untuk mengatasi kontraktur dan

hipertropi scar meliputi :

1. Split-thickness dan full-thickness skin graft

2. Skin flaps

3. Z-plasties

4. Tissue expansion.

3). Fase Rehabilitasi

Tujuan Rehabilitasi

1) Mencegah kecacatan

2) Meringankan derajat disabilitas

3) Memaksimalkan fungsi-fungsi yang masih ada

4) Mencapai kapasitas fungsional yang berdiri sendiri

Kelangsungan hidup pasien merupakan satu-satunya alat ukur keberhasilan dari penanganan

pasien luka bakar. Akhir-akhir ini inti obyektif perawatan terhadap semua spek pasien luka bakar

berintegrasi pada kehidupan rumah tangga dan bermasyarakat pasien. Inti obyektif ini telah menjadi

dasar penanganan luka bakar setelah penutupan luka bakar akut.

Rehabilitasi medik memiliki peranan yang penting sekali untuk mendapatkan fungsi organ

tubuh yang optimal. Banyak pasien menjadi waspada pada penampilannya selama tahap rehabilitasi

dan mungkin membutuhkan konsultasi psikiatrik atau pengobatan anti depresan. Setelah sembuh dari

luka, masalah berikutnya adalah akibat jaringan parut yang dapat berkembang menjadi cacat berat.

Perhatian harus diberikan pada ekstremitas yang menggunakan bidai agar tetap pada posisi

yang tepat dan memaksimalkan area pergerakan (Range Of Movement). Kontraktur kulit dapat

mengganggu fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi, atau menimbulkan cacat yang berat terutama

bila parut tersebut berupa keloid. Kekakuan sendi memerlukan program fisioterapi yang intensif dan

kontraktur memerlukan tindakan bedah.

Pada cacat yang berat mungkin diperlukan ahli jiwa untuk mengembalikan rasa percaya diri

penderita dan diperlukan pertolongan ahli bedah rekonstruksi terutama jika cacat mengenai wajah dan

tangan.

Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Luka Bakar

A. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan yang bertujuan untuk

mengumpulkan data baik data subyektif maupun data obyektif. Data subyektif diperoleh

berdasarkan hasil wawancara baik dengan klien ataupun orang lain, sedangkan data

obyektif diperoleh berdasarkan hasil observasi dan pemeriksaan fisik.

1. Data biografi

Langkah awal adalah melakukan pengkajian terhadap data biografi klien yang

meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, ras, dan lain-lain. Setelah pengkajian

data biografi selanjutnya dilakukan pengkajian antara lain pada :

2. Luas luka bakar

Untuk menentukan luas luka bakar dapat digunakan salah satu metode yang ada,

yaitu metode “rule of nine” atau metode “Lund dan Browder”, seperti telah diuraikan

dimuka.

3. Kedalaman luka bakar

Kedalaman luka bakar dapat dikelompokan menjadi 4 macam, yaitu luka bakar

derajat I, derajat II, derajat III dan IV, dengan ciri-ciri seperti telah diuraikan dimuka.

4. Lokasi/area luka

Luka bakar yang mengenai tempat-tempat tertentu memerlukan perhatian

khusus, oleh karena akibatnya yang dapat menimbulkan berbagai masalah. Seperti,

jika luka bakar mengenai derah wajah, leher dan dada dapat mengganggu jalan nafas

dan ekspansi dada yang diantaranya disebabkan karena edema pada laring .

Sedangkan jika mengenai ekstremitas maka dapat menyebabkan penurunan sirkulasi

ke daerah ekstremitas karena terbentuknya edema dan jaringan scar. Oleh karena itu

pengkajian terhadap jalan nafas (airway) dan pernafasan (breathing) serta sirkulasi

(circulation) sangat diperlukan. Luka bakar yang mengenai mata dapat menyebabkan

terjadinya laserasi kornea, kerusakan retina dan menurunnya tajam penglihatan.

Lebih lanjut data yang akan diperoleh akan sangat tergantung pada tipe luka

bakar, beratnya luka dan permukaan atau bagian tubuh yang terkena luka bakar. Data

tersebut melipuri antara lain pada aktivitas dan istirahat mungkin terjadi penurunan

kekuatan otot, kekakuan, keterbatasan rentang gerak sendi (range of motion / ROM)

yang terkena luka bakar, kerusakan massa otot. Sedangkan pada sirkulasi

kemungkinan akan terjadi shok karena hipotensi (shok hipovolemia) atau shock

neurogenik, denyut nadai perifer pada bagian distal dari ekstremitas yang terkena luka

akan menurun dan kulit disekitarnya akan terasa dingin. Dapat pula ditemukan

tachikardia bila klien mengalami kecemasan atau nyeri yang hebat. Gangguan irama

jantung dapat terjadi pada luka bakar akibat arus listrik. Selain itu terbentuk edema

hampir pada semua luka bakar. Oleh karena itu pemantauan terhadap tanda-tanda

vital (suhu, denyut nadi, pernafasan dan tekanan darah) penting dilakukan.

Data yang berkaitan dengan respirasi kemungkinan akan ditemukan tanda dan

gejala yang menunjukan adanya cidera inhalasi, seperti suara serak, batuk, terdapat

partikel karbon dalam sputum, dan kemerahan serta edema pada oropharing, lring dan

dapat terjadi sianosis. Jika luka mengenai daerah dada maka pengembangan torak

akan terganggu. Bunyi nafas tambahan lainnya yang dapat didengar melalui

auskultasi adalah cracles (pada edema pulmoner), stridor (pada edema laring) dan

ronhi karena akumulasi sekret di jalan nafas.

Data lain yang perlu dikaji adalah output urin. Output urin dapat menurun atau

bahkan tidak ada urin selama fase emergen. Warna urine mungkin tampak merah

kehitaman jika terdapat mioglobin yang menandakan adanya kerusakan otot yang

lebih dalam. sedangkan pada usus akan ditemukan bunyi usus yang menurun atau

bahkan tidak ada bunyi usus, terutama jika luka lebih dari 20 %. Oleh karena itu maka

dapat pula ditemukan keluhan tidak selera makan (anoreksia), mual dan muntah.

5. Masalah kesehatan lain

Adanya masalah kesehatan yang lain yang dialami oleh klien perlu dikaji.

Masalah kesehatan tersebut mungkin masalah yang dialami oleh klien sebelum terjadi

luka bakar seperti diabetes melitus, atau penyakit pembuluh perifer dan lainnya yang

akan memperlambat penyembuhan luka. Disamping itu perlu pula diwaspadai adanya

injuri lain yang terjadi pada saat peristiwa luka bakar terjadi seperti fraktur atau

trauma lainnya. Riwayat alergi perlu diketahui baik alergi terhadap makanan, obat-

obatan ataupun yang lainnya, serta riwayat pemberian imunisasi tetanus yang lalu.

6. Data Penunjang

a. Sel darah merah (RBC): dapat terjadi penurunan sel darah merah (Red Blood

Cell) karena kerusakan sel darah merah pada saat injuri dan juga disebabkan oleh

menurunnya produksi sel darah merah karena depresi sumsum tulang.

b. Sel darah putih (WBC): dapat terjadi leukositosis (peningkatan sel darah

putih/White Blood Cell) sebagai respon inflamasi terhadap injuri.

c. Gas darah arteri (ABG): hal yang penting pula diketahui adalah nilai gas darah

arteri terutama jika terjadi injuri inhalasi. Penurunan PaO2 atau peningkatan

PaCO2.

d. Karboksihemoglobin (COHbg) :kadar COHbg (karboksihemoglobin) dapat

meningkat lebih dari 15 % yang mengindikasikan keracunan karbon monoksida.

e. Serum elektrolit :

1) Potasium pada permulaan akan meningkat karena injuri jaringan atau

kerusakan sel darah merah dan menurunnya fungsi renal; hipokalemiadapat

terjadi ketika diuresis dimulai; magnesium mungkin mengalami penurunan.

2) Sodium pada tahap permulaan menurun seiring dengan kehilangan air dari

tubuh; selanjutnya dapat terjadi hipernatremia.

f. Sodium urine :jika lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan

resusitasi cairan, sedangkan jika kurang dari 10 mEq/L menunjukan tidak

adekuatnya resusitasi cairan.

g. Alkaline pospatase : meningkat akibat berpindahnya cairan interstitial/kerusakan

pompa sodium

h. Glukosa serum : meningkat sebagai refleksi respon terhadap stres.

i. BUN/Creatinin : meningkat yang merefleksikan menurunnya perfusi/fungsi renal,

namun demikian creatinin mungkin meningkat karena injuri jaringan.

j. Urin : adanya albumin, Hb, dan mioglobin dalam urin mengindikasikan kerusakan

jaringan yang dalam dan kehilangan/pengeluaran protein. Warna urine merah

kehitaman menunjukan adanya mioglobin

k. Rontgen dada: Untuk mengetahui gambaran paru terutama pada injuri inhalasi.

l. Bronhoskopi: untuk mendiagnosa luasnya injuri inhalasi. Mungkin dapat

ditemukan adanya edema, perdarahan dan atau ulserasi pada saluran nafas bagian

atas

m. ECG: untuk mengetahui adanya gangguan irama jantung pada luka bakar karena

elektrik.

n. Foto Luka: sebagai dokumentasi untuk membandingkan perkembangan

penyembuhan luka bakar.

Diagnosa dan Intervensi Keperawatan:

Diagnosa/masalah kolaborasi Tujuan & criteria hasil Intervensi Rasionalisasi

Fase Eemergensi (E)

1. Defisit volume cairan b.d.

pe- ningkatan permeabi-

litas kapiler dan perpin-

dahan cairan dari ruang

intravaskuler ke ruang

interstitial

Klien akan memperli-

hatkan perbaikan

keseimbangan cairan,

yang ditandai oleh :

· Tidak kehausan

· Mukosa mulut/bibir

lembab

· Output urine : 30-50

cc/jam

· Sensori baik

· Denyut nadi : <>

· Kaji terjadinya hi-

povolemia tiap 1

jam selama 36 jam

· Ukur/timbang berat

badan setiap hari.

· Monitor dan doku-

mentasikan intake

dan output setiap

jam

· Berikan replace-

ment cairan dan

· Perpindahan cair-

an dapat menye-

babkan hipovo-

lemia

· Berat badan me-

rupakan indek yg

akurat keseim-

bangan cairan.

· Output urine me-

rupakan pengu-

kuran yg efektif

elektrolit melalui

intra vena sesuai

program.

· Monitor serum

elektrolit dan

hematokrit.

terhadap keber-

hasilan resusitasi

cairan.

· Cairan intravena

dipergunakan un

tuk memperbaiki

volume cairan.

· Hiperkalemia dan

peningkatan

hematokrit

merupakan hal

yang sering

terjadi.

Diagnosa/masalah kolaborasi Tujuan & criteria hasil Intervensi Rasionalisasi

Masalah Kolaborasi

(Fase Emergensi)

2. Potensial illeus paralitik

b.d. stress akibat injury.

Masalah Kolaborasi

(Fase Emergensi)

3. Potensial gagal ginjal b.d.

adanya hemachromagen

dalam urine karena luka

bakar yang dalam

Perawat akan

memoni-tor bunyi

usus normal aktif,

adanya distensi

abdomen, produksi

flatus dan gerakan

usus normal.

Perawat akan

memoni-tor adanya

hemachro-magen

dalam urine & output

urine adekuat : 75-100

cc/hari

· Kaji kebutuhan

untuk pemasangan

NGT.

· Kaji fungsi usus :

Ø Auskultasi bu-

nyi usus tiap 4

jam

Ø Observasi dis-

tensi abdomen

· Monitor output

gaster, jumlah,

warna dan ada-nya

darah serta pH.

· Monitor dan doku-

mentasikan output

urine setiap jam &

warna urine.

· Pastikan aliran ka-

teter urine dalam

keadaan baik.

· Berikan cairan

intravena sesuai

· Illeus umumnya

terjadi pada luka

bakar > 20 - 25%

· Bunyi usus

mengindikasikan

adanya peristal-

tik.

· Distensi abdomen

menunjukan ter-

jadinya illeus

· Pengeluaran cair-

an dari gaster

memerlukan re-

placement cair-

an. Ulkus pada

gaster sering ter-

jadi pada luka

bakar berat.

· Urine akan

berwarna merah

atau coklat gelap

jika terdapat

program

· Siapkan sampel

urine untuk peme-

riksaan kadar myo-

globin/hemoglobin

sesuai program

hemachromagen

· Kateter dapat

tersumbat oleh

hemachromagen.

· Hemachromagen

akan terbilas atau

keluar dari tubuh.

· Memberikan

informasi tentang

resiko gagal

ginjal.

Diagnosa/masalah kolaborasi Tujuan & kriteria hasil Intervensi Rasionalisasi

(Fase Akut) & (Emergensi)

4. Gangguan pertukaran gas

b.d. keracunan carbonmo-

noxida, kerusakan paru

akibat pabas.

Klien akan

menunjukan perbaikan

pertukaran gas, yang

ditandai oleh :

· Respirasi 16-24

kali/menit tanpa

upaya

· PaO2 > 90 mmHg

· PaCO2 : 35-45 mm-

Hg

· SaO2 > 95%

· Suara nafas kedua

paru bersih.

· Kaji tanda-tanda

respiratori distres

yang ditandai oleh:

Ø Gelisah, bing-

ung (confuse)

Ø Terdapat upaya

nafas,

Ø Tachypnea,

Ø Dyspnea,

Ø Tachicardia,

Ø Kadar PaO2 dan

SaO2 menurun

Ø Cyanosis

· Monitor kadar gas

darah arteri dan

COHb sesuai

permintaan dokter

· Monitor kadar

SaO2 secara

kontinu

· Berikan oksigen

seuai program

· Ajarkan pasien

penggunaan

· Gangguan pertu-

karan gas dapat

megakibatkan

respiratori distres

karena hypokse-

mia.

· Memberikan data

tentang efektifi-

tas respirasi/

oksigenasi.

· Memberikan data

oksigenasi non-

invasif.

· Menurunkan hi-

poksemia

· Mendorong untuk

bernafas dalam.

· Mempermudah

ekspansi paru

· Intubasi mungkin

diperlukan untuk

memelihara oksi-

genasi

spirometri.

· Tinggikan tempat

tidur bagian

kepala.

· Monitor kebutuhan

untuk pema-sangan

intubasi

endotraheal.

Diagnosa/masalah

kolaborasi

Tujuan & kriteria

hasil

Intervensi Rasionalisasi

(E, A)

5. Bersihan jalan nafas

tidak efektif b.d.

edema trahea,

menurunnya fungsi

ciliar paru akibat

injuri inhalasi

(E, A)

6. Perubahan perfusi

jaringan perifer b.d.

konstriksi akibat luka

bakar.

Bersihan jalan

nafas klien akan

efektif, yang

ditandai oleh:

· Suara nafas bersih

· Sekresi pulmoner

bersih sampai

putih

· Monbilisasi

sekreai pulmoner

efektif

· Respirasi tanpa

upa-ya

· Respirasi rate:16-

24 kali/mnt

· Tidak ada ronchi,

whezing, stridor

· Tidak ada dispnea

· Tidak ada

sianosis.

Perfusi perifer

klien akan menjadi

adekuat, yang

ditandai oleh:

· Denyut nadai

dapat diraba

· Ajarkan klien

un-tuk batuk

dan ber-nafas

dalam setiap 1-2

jam selama 24

jam, kemudian

se-tiap 2-4 jam,

saat terjaga.

· Letakan

peralatan

suction oral

dalam jangkaun

klien un-tuk

digunakan sen-

diri oleh klien.

· Lakukan

endotra-cheal

suction jika

diperlukan, dan

monitor serta

doku-

mentasikan

karak-teristik

sputumnya.

· Lepaskan semua

perhiasan &

· Mempermudah dalam

member-sihkan saluran

nafas bagian atas.

· mendorong klien untuk

member-sihkan sendiri

sekresi oral dan sputum.

· Menghilangkan sekresi

dari sa-luran nafas bagi-

an atas. Warna,

konsistensi, bau dan

banyaknya dapat

mengindi-kasikan

adanya infeksi.

· Dapat membaha-yakan

sirkulasi sebagai akibat

terjadinya edema.

· Dapat menurun-kan

aliran arteri dan venous

return.

·

Menurnkan/menghilangk

an hipok-semia

· Capilary refil menjadi

meman-jang & gangguan

sirkulasi.

melalui palpa-

si/Dopler

· Capilari refill

pada kulit yang

tidak ter-bakar

<>

· Tidak ada kebal

· Tidak terjadi

pening-katan rasa

nyeri pada waktu

melakukan

latihan ROM

pakai-an yg

kencang/ sempit

· Batasi

penggunaan

cuff tekanan

darah yang

dapat menye-

babkan

konstriksi pada

ekstremitas.

· Monitor denyut

arteri melalui

pal-pasi atau

dengan Dopler

setiap jam

selama 27 jam.

· Kaji Capilary

refill pada kulit

yang tak

terbakar pada

bagi-an

ekstremitas yg

terkena.

Diagnosa/masalah kolaborasi Tujuan & kriteria hasil Intervensi Rasionalisasi

(E, A)

7. Hypotermia b.d. kehi-

langan jaringan epitel dan

fluktuasi suhu udara.

Klien akan memperta-

hankan suhu tubuh

yang normal, yang

ditandai oleh core

body temperature

antara 99,6 - 101,0

derajat F.

· Kaji tingkatan nye-

ri dengan latihan

ROM aktif

· Tinggikan ekstre-

mitas yang terkena

di atas permukaan

jantung.

· Dorong klien untuk

melakukan latihan

ROM aktif

· Antisipasi & siap-

kan klien untuk

· Iskemia jaringan

menyebabkan

timbulnya rasa

nyeri.

· Menurunkan

pembentukan

edema dependen.

· Meningkatkan

venous return dan

menurunkan

atropi otot.

· Escharotomi dila-

escharotomy

· Perawatan Post

Escharotomy :

Kaji keadekuatan

sirkulasi :

Ø Cek nadi

Ø Catat warna,

pergerakan &

sensasi ekstre-

mitas yang

terkena.

· Atasi perdarahan

post operasi

escharotomy dgn

penekanan, elek-

trocautery, menja-

hit pembuluh yang

mengalami perda-

rahan.

· Monitor suhu rec-

tal sesuai indikasi

(setiap jam selama

fase emergensi dan

setelah dilakukan

pembedahan

kukan untuk

memperbaiki

sirkulasi dan

jaringan.

· Data-data tsb

mengindikasikan

perfusi yg adek-

wat.

· Jaringan yang

masih hidup di-

bawahnya akan

berdarah.

· Hipotermia dapat

terjadi setelah

kehilangan kulit

karena rusaknya

regulator panas.

Diagnosa/masalah kolaborasi Tujuan & kriteria hasil Intervensi Rasionalisasi

Masalah Kolaborasi

(E, A)

8. Resiko tinggi terjadi stres

ulcer b.d. respon stres

neurohormonal akibat

luka bakar

(A)

9. Perubahan nutrisi: kurang

dari kebutuhan tubuh b.d.

meningkatnya kebutuhan

Perawat akan memo-

nitor perdarahan gas-

trointestin dan akan

mempertahankan pH

gaster > 5

Nutrisi klien adekuat,

ditandadi oleh dapat

mempertahankan pada

85-90% berat badan

· Batasi bagian tu-

buh yang terpapar

selama melakukan

perawatan luka

· Batasi lama pengo-

batan hidroterapi

semapai dengan 30

menit atau kurang

dengan suhu air

antara 98 - 102,0

· Bagian yang ter-

buka (terekspos)

dapat menyebab-

kan hipotermia.

Panas keluar dari

luka yang terbu-

ka dan setelah

hidroterapi mela-

lui evaporasi.

· Sumber panas

metabolik untuk

penyembuhan luka.

sebelum luka bakar. derajat F

· Gunakan pemanas

luar / radiasi lampu

pemanas.

· Pertahankan/peli-

hara ruangan pro-

sedur tetap hangat.

· Monitor dan doku-

mentasikan nilai

pH gaster dan ada-

nya darah setiap 2

jam pada saat NGT

terpasang.

· Berikan antacida

dan/atau H2 resep-

tor antagonis sesu-

ai program dokter.

· Monitor feses akan

adanya darah.

· Kaji berat badan

sebelum luka bakar

· Konsulkan pada

ahli diet

eksternal

· Sekresi asam

gaster dapat

menyebabkan

perdarahan

· Menurunkan isi

asam lambung

· Stres ulcer me-

nyebabkan per-

darahan, dan

mungkin dapat

dieksresi keda-

lam feses.

· Kebutuhan kalori

didasarkan pada

berat badan pre

luka bakar

· Untuk melakukan

kajian nutrisi.

Diagnosa/masalah kolaborasi Tujuan & kriteria hasil Intervensi Rasionalisasi

· Kaji pola makan,

kesukaan, alergi

makanan dalam 72

jam setelah makan.

· Catat intake kalori

(jumlah kalori)

· Ukur berat badan

setiap hari untuk

mengikuti

kecende-rungan be

at badan (kecuali:

jika pro-sedur

· Sebagai data

dasar

· Data kuantitatif

intake kalori

· Berat badan akan

stabil jika intake

kaloti terpenuhi

· Mencegah stoma-

titis & meningkat

kan selera makan

· Jika jadwal ma-

kan terganggu

operasi me-

merlukan pemba-

tasan pergerakan).

· Lakukan oral higi-

ene setiap shift/jika

dibutuhkan.

· Atur jadwal treat-

men yang diberi-

kan agar tak meng-

ganggu jadwal ma-

kan.

· Sediakan waktu

istirahat sebelum

jam makan jika

klien mengalami

nyeri karena prose-

dur atau treatmen.

· Sediakan alat bantu

utk mempermudah

makan.

· Dorong klien/kelu-

arga unttk memba-

wa makanan kesu-

kaan dari rumah.

· Berikan nutrisi

suplemen diantara

jam makan.

· Berikan reinforce-

men positif untuk

makan.

dapat menurun-

kan intake kalori

· Nyeri menurun-

kan selera makan

· Mempermudah

perawatan diri

· Klien akan selera

dengan makanan

yang disukai.

· Kebutuhan kalori

seringkali perlu

ditingkatkan.

· Klien anoreksia

meyakini bahwa

makan tidaklah

bermanfaat

Diagnosa/masalah kolaborasi Tujuan & kriteria hasil Intervensi Rasionalisasi

(E, A)

10. Resiko tinggi terjadinya

infeksi b.d. hilangnya

pertahanan kulit, ganggu-

an respon imune, adanya

Klien tak akan menga-

lami invasi mikroba

pada luka, yg ditandai

oleh :

· Berikan propilaksis

tetanus jika perlu.

· Pertahankan tehnik

untuk mengontrol

· Lingkungan es-

char yang anae-

robic memung-

kinkan pertum-

buhan organisme

pemasangan kateter

(indweling urinary cateter

dan intravenous cateter),

dan prosedur invasif

(pengambilan sampel

darah baik arteri maupun

vena dan bronchoscopy)

· Hasil kultur luka <>

· Suhu : 36-37°C.

· Tidak ada pembeng-

kakan, kemerahan,

atau sekret purulen

pada tempat-tempat

penusukan (kateter,

vena)

· Kultur darah, urine

dan sputum negatif.

infeksi

· Instruksikan kelua-

rga atau lainya ten-

tang tindakan-tin-

dakan mengontrol

infeksi.

· Lakukan cuci

tangan dengan baik

· Kaji tanda-tanda

klinik infeksi:

perubahan warna

luka atau drainage,

bau, penyembuhan

yang lama; nyeri

kepala, menggigil,

anoreksia, mual;

perubahan tanda-

tanda vital; hiper-

glikemia dan gliko-

suria; paralitic

ileus, bingung,

gelisah, halusinasi.

· Sebelum diberikan

obat topikal ulang,

cuci dan bersihkan

luka lebih dahulu.

· Buang jaringan yg

telah mati.

· Potong rambut ba-

dan di sekitar tepi-

an luka (kecuali

bulu dan alis mata)

penyebab tetanus.

· Mencegah konta-

minasi silang

· Meningkatkan

kesadaran/kepa-

tuhan.

· Menurunkan

insiden kontami-

nasi silang

· Luka terbuka dan

klien imunokom-

promi sehingga

infeksi luka baik

lokal maupun sis-

temik adalah

suatu resiko.

· Untuk membuang

kotoran.

· Jaringan tersebut

medium yg baik

bagi pertumbuh-

an bakteri

· Rambut dapat

terkontaminasi &

menganggu me-

nempelnya krim

Diagnosa/masalah kolaborasi Tujuan & kriteria hasil Intervensi Rasionalisasi

(E, Rehabilitasi/R)

11. Nyeri b.d. injury luka

bakar, stimulasi ujung-

Klien akan lebih

nyaman ditandai oleh:

· Menyatakan rasa

· Kaji respon klien

terhadap nyeri saat

perawatan luka dan

· Sebagai data

dasar

· Waktu yang

ujung saraf, treatmen dan

kecemasan.

nyeri/tak nyaman

berkurang.

· Klien dapat menge-

nali faktor-faktor yg

mempengaruhi nyeri

saat istirahat.

· Berikan obat

penghilang nyeri:

- 45 menit sebe-

lumnya jika me-

lalui mulut.

- 30 menit

sebelumnya jika

melalui intra

muskular

- 5-10 menit

sebelumnya jika

melalui intravena

Jangan diberikan

melalui intramus-

kular pada klien

dengan luka bakar

berat fase emergent

· Ajarkan tehnik re-

laksasi , terapi mu-

sik, guided image-

ry, distraksi dan

hypnosis

· Jelaskan semua pro

sedur pada klien &

sediakan waktu utk

persiapan.

· Bicaralah dengan

klien ketika mela-

kukan perawatan

dan melakukan

prosedur.

· Kaji kemungkinan

kebutuhan untuk

pemberian anxioli-

tik

· Catat respon klien

adekuat bagi

onset analgetik.

· Injeksi i.m. tidak

dianjurkan kare-

na keterba-tasan

sirkulasi meng-

ganggu absorpsi

· Merupakan anal-

getik nonfarma-

kologik

· Untuk menurun-

kan kecemasan

· Meningkatkan

rasa percaya

klien

· Kecemasan

menurunkan

ambang nyeri.

· Menilai efekti-

vitas intervensi.

terhadap medikasi

dan pengobatan

nonfarmakologik

Diagnosa/masalah kolaborasi Tujuan & kriteria hasil Intervensi Rasionalisasi

(A, R)

12. Kurang mampu merawat

diri (grooming, bathing,

eating, elimination) b.d.

deficit fungsional akibat

dari injuri luka bakar,

nyeri, balutan, dan anjur-

an immobilisasi

(E, A, R)

13. Gangguan mobilitas fisik

b.d. edema, nyeri, balut-

an, prosedur pembedah-

an, dan kontraktur luka.

Klien akan mengalami

penurunan berkurang-

nya kemampuan

dalam perawatan diri

& akan

memperlihatkan pe-

ningkatan partisipasi

dalam perawatan diri.

Klien akan mengalami

peningkatan mobilits

fisik ditandai dengan

kembali secara maksi-

mal melakukan aktivi-

tas sehari-hari dengan

kecacatan dan ganggu-

an figur yang minimal.

· Kaji kemampuan

klien dalam pera-

watan diri.

· Konsulkan dengan

terapi okupasi

tentang perlunya

penggunaan alat

bantu.

· Dorong klien untuk

berpartisipasi

dalam melakukan

tugas-tugas

perawatan diri.

· Yakinkan pada

klien bahwa ia

memerlukan waktu

yang cukup untuk

menyelesaikan

tugas-tugasnya.

· Berikan reinforce-

ment positif apabi-

la tugas-tugas klien

dapat dicapai.

· Kaji ROM dan

kekuatan otot pada

area luka yg mung-

kin mengalami

kontraktur setiap

hari atau jika

diperlukan.

· Pertahankan area

luka dalam posisi

· Sebagai data dasar

· Meningkatkan

perawatan diri.

· Membantu

memotivasi klien

dan menghilang-

kan rasa takut/

khawatir dan

ketergantungan

· Membantu meng-

ontrol dirinya.

· Meningkatkan

kemandirian dan

motivasi.

· Sebagai data dasar

· Mencegah/menu-

runkan terjadinya

kontraktur.

· Meningkatkan

kepatuhan.

fungsi fisiologis.

· Jelaskan alasan

perlunya aktivitas

dan pengaturan po-

sisi klien dan kelu-

arga.

Lanjutan

Diagnosa/masalah kolaborasi Tujuan & kriteria hasil Intervensi Rasionalisasi

(A, R)

14. Resiko tinggi gangguan

harga diri b.d. ancaman

perubahan/actual perubah

an pada body image,

kehilangan fisik dan

kehilangan akan peran

dan tanggungjawab.

Klien akan

mengembangkan

perbaikan slef esteem

ditandai oleh:

· Membuat kontak

sosial dengan orang

lain selain anggota

keluarga.

· Mengembangkan

mekanisme koping

yang efektiv selama

tahap pemulihan.

· Mengemukakan

keluhannya tentang

konsep diri.

· Konsultasi untuk

terapi fisik dan

okupasi serta atur

jadwalnya sesuai

kebutuhan.

· Dorong melakukan

ROM aktif setiap

2-4 jam saat

terjaga jika tidak

ada kon-traindikasi

sebab prosedur

graf yang sedang

dilakukan.

· Ambulasi klien ke

kursi atau berjalan

(jika tidak ada kon-

traindikasi oleh

prosedur graf atau

injuri lainnya)

· Lakukan latihan

pasif jika klien tak

mampu berparti-

sipasi aktif.

· Tentukan gaya ko-

ping sebelumnya.

· Jelaskan proyeksi

penampilan luka

ba kar & graft

selama fase-fase

· Untuk diberikan

alat yang dibu-

tuhan.

· Mengontrol ede-

ma post-resusitasi

dan mencegah

atropi otot, per-

lengketan tendon,

kekakuan sendi

dan pemendekan

capsular.

· Ambulasi

meningkatkan

kekuatan otot dan

fungsi cardiopul-

moner.

· ROM pasif

mempertahankan

gerak sendi dan

tonus otot.

· Sebagai data da-

sar tentang ko-

ping sebelumnya

dan mungkin kli-

en akan mencoba

lagi gaya koping

tersebut.

· Memberikan

informasi; dapat

penyem-buhan

luka

· Pastikan klien

melalui perkem-

bangan tahapan

denial, berduka

dan menerima

injuri dan recoveri

menurunkan

miskonsepsi.

· Perkembangan

klien bervariasi

tergantung pada

tingkatan injuri,

persepsi terhadap

injuri, sistem pe-

nyokong & gaya

koping sebelum-

nya.

Lanjutan

Diagnosa/masalah kolaborasi Tujuan & kriteria hasil Intervensi Rasionalisasi

(E, A, R)

15. Resiko tinggi akan tidak

efektifnya coping keluar-

ga b.d. sifat yang emer-

gensi dan kritis dari luka

bakar dan perpisahan/

jauh dari rumah dan

teman.

Keluarga akan menga-

lami perbaikan strategi

koping ditandai oleh:

· Mengungkapkan

tujuan pengobatan,

mengungkapan stres

emosional.

· Memahami pelaya-

nan pendukung yang

tersedia.

· Kaji perilaku mal-

adaptif

· Tingkatkan rasa

percaya diri klien:

- Pastikan kontinu-

itas pemberian

perawatan

- Diskusikan se-

mua aktivitas dan

prosedur sebelum

dimulai.

- Dukung peran

klien dalam pera-

watan dan pengo-

batan.

- Sampaikan infor-

masi perkem-

bangan klien.

- Beri informasi

yang jujur, dan

reinforcement

positif.

- Bantu anggota

keluarga/orang

· Perilaku maladap

tif adalah berba-

haya.

· Meningkatkan

kepercayaan

· Menurnkan

kecemasan

· Memotivasi klien;

menurunkan rasa

takut

· Jangan membe-

rikan harapan

palsu tentang per

baikan fungsi jika

kerusakan irrever

sibel.

· Keluarga mung-

kin takut dan

membutuhkan

bimbingan.

· Memfasilitasi

reinteraksi sosial

· Persiapan untuk

menurunkan rasa

lain untuk berin-

teraksi dengan

klien.

· Dorong agar berin-

teraksi dengan

orang lain diluar

rumah.

· Bagi informasi

pada keluarga atau

orang lain yang

berkunjung untuk

pertama kalinya

tentang:

- Luasnya luka dan

perubahan penam

pilan klien.

- Prosedur dan per-

alatan yang digu-

nakan.

takut

Diagnosa/masalah

kolaborasi

Tujuan & kriteria

hasil

Intervensi Rasionalisasi

· Tentukan bagaima-na

cara klien dan

keluarga mengatasi

stres dimasa lalu.

· Bantu klien meng-atasi

stres dengan

memberikan stra-tegi

koping seperti diversi

dan tehnik relaksasi

· Informasikan kelu-

arga tentang per-

kembangan/perubahan

klien tiap hari.

· Konsulkan pada

psikolog, psikiater,

· Sebagai data

dasas

· Memberikan

strategi baru

pada klien

· Mempertahankan

persepsi yang re-

alistik tentang

perkembangan

klien

· Para profesional

tersebut dapat

membantu

memperbaiki

strategi koping

pekerja sosial, pe-

rawat spesialis psi-

kiatri jika diperlu-kan

klien

Kesimpulan

Perawatan LB merupakan hal yang komplek dan menantang. Trauma fisik dan psikologis

yang dialami setelah injuri dapat menimbulkan penderitaan baik bagi penderita sendiri maupn

keluarga dan orang lain yang dianggap penting. Anggota yang menjadi kunci dari tim

perawatan luka bakar adalah perawat yang bertanggung jawab untuk membuat perencanaan

perawatan yang bersifat individual yang merefleksikan kondisi klien secara keseluruhan.

Daftar pustaka

Muttaqin arif. Asuhan keperawatan gangguan system integument. 2010. Jakarta. Salemba medika

Syaifudin noer. Penanganan luka bakar. 2006. Surabaya. Airlangga university