LUKA BAKAR.doc
-
Upload
wiky-wijaksana -
Category
Documents
-
view
48 -
download
3
description
Transcript of LUKA BAKAR.doc
1. Definisi
Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk bentuk luka lainnya karena luka tersebut
meliputi sejumlah besar jaringan mati (eskar) yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu
yang lama. Dengan cepat luka bakar akan didiami oleh bakteri patogen : mengalami eksudasi dengan
perembasan sejumlah besar air, protein serta elektrolit ; dan sering kali memerlukan pencangkokan
kulit dari bagian tubuh yang lain untuk menghasilkan penutupan luka yang permanen.
2. Etiologi
Menurut penyebabnya, luka bakar dapat dibagi dalam beberapa jenis, meliputi hal hal berikut ini.
1. Panas basah(luka bakar) yang disebabkan oleh air panas (misalnya teko atau minuman)
2. Luka bakar dari lemak panas akibat memasak lemak
3. Luka bakar akibat api ungun alat pemanggang dan api yang disebabkan oleh merokok ditempat
tidur
4. Benda panas (misalnya radiator)
5. Radiasi (misalnya terbakar sinar matahari)
6. Luka bakar listrik akibat buruknya pemeliharaan peralatan listrik. Mungkin tidak jelas adanya
kerusakan kulit, tetapi biasanya terdapat titik masuk dan keluar. Luka baka yang tersengat
listrik dapat menyebabkan aritmia jantung dan pasien ini harus mendapat pemantauan jantung
minimal selama 24 jam setelah cedera
7. Luka bakar akibat zat kimia disebabkan oleh zat asam dan basa yang sering menghasilkan
kerusakan kulit yang luas. Antidot untuk zat kimia harus diketahui dan digunakan untuk
menetralisir efeknya
8. Cedera inhalasi akibat pajanan gas panas,ledakan,dan luka bakar pada kepala dan leher atau
tertahan diruangan yang dipenui asap
3. Patofisiologi
Kulit adalah organ terbesar dari tubuh meskipun tidak aktif secara metabolik, tetapi kulit
melayani beberapa fungsi penting bagi kelangsungan hidupdimana dapat terganggu akibat suatu
cedera luka bakar. Suatu cedera luka bakar akam menggangu fungsi kulit, seperti berikut ini.
1. Gangguan proteksi terhadap invasi kuman
2. Gangguan sensasi yang memberikan informasi tentang kondisi lingkungan
3. Gangguan sebagai fungsi termoregulasi dan keseimbangan air
Jenis umum sebagian besar luka bakar adalah luka bakar akibat panas. Jaringan lunak akan
mengalami cedera bila terkena suhu diatas 115° F (46°C) luasnya kerusakan bergantung pada suhu
permukaan dan lama kontak sebagai contohpada kasus luka bakar tersiram air panas orang dewasa,
kontak selama satu detik dengan air yang panas dari shower dari suhu 68,9°C dapat menimbulkan luka
bakar yang merusak epidermis dan dermis sehingga terjadi cedera derajat 3. Sebagai manifestasi dari
cedera luka bakar panas, kulit akan melakukan pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan
pembentukan oksigen reaktif yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler. Hal ini
menyebabkan kehilangan cairan serta viskositas plasma meningkat dengan menghasilkan suatu
formasi mikrotrombus.
Cedera luka bakar dapat menyebabkan keadaan hipermetabolik dimanifestasikan dengan adanya
demam, peningkatan laju metabolisme, peningkatan ventilasi, peningkatan curah jantung,peningkatan
glukoneogenesis serata meningkatkan katabolisme otot viseral dan rangka. Pasien membutuhkan
dukungan komprehensif, yang berlanjut sampai penutupan luka selesai
4. Fase Darurat Perawatan Luka Bakar
Secara klinis klien luka bakar dapat dibagi kedalam 3 fase, yaitu : 1) Fase emergent dan
resusitasi 2) Fase acut dan 3) Fase Rehabilitasi. Berikut ini akan diuraikan sekilas tentang fase
tsb :
1) Fase Emergent (Resusitasi)
Fase emergensi dimulai pada saat terjadinya injury dan diakhiri dengan membaiknya
permeabilitas kapiler, yang biasanya terjadi pada 48-72 jam setelah injury. Tujuan utama
pemulihan selama fase ini adalah untuk mencegah shock hipovolemik dan memelihara fungsi
dari organ vital. Yang termasuk ke dalam fase emergensi adalah perawatan sebelum di
rumah sakit, penanganan di bagian emergensi dan periode resusitasi. Hal tersebut akan
dibahas berikut ini :
a. Perawatan sebelum di rumah sakit (pre-hospital care)
Perawatan sebelum klien dibawa ke rumah sakit dimulai pada tempat kejadian
luka bakar dan berakhir ketika sampai di institusi pelayanan emergensi. Pre-hospital
care dimulai dengan memindahkan/menghindarkan klien dari sumber penyebab LB dan
atau menghilangkan sumber panas
1) Jauhkan penderita dari sumber LB
a) Mematikan api
Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api misalnya dengan
menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan pasokan
oksigen bagi api yang menyala. Korban dapat mengusahakan dengan cepat
menjatuhkan diri dan berguling dan mencegah meluasnya bagian pakaian yang
terbakar. Kontak dengan bahan yang panas juga harus cepat diakhiri missal
dengan mencelupkan bagian yang terbakar atau menceburkan diri ke air dingin
atau melepaskan baju yang tersiram air panas. Jika sumber luka bakarnya adalah
arus listrik, sumber listrik harus dipadamkan.
b) Mendinginkan luka bakar
Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi
berlangsung terus setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap meluas.
Proses ini dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan
mempertahankan suhu dingin ini pada jam pertama. Oleh karena itu merendam
bagian yang terbakar selama lima belas menit pertama dalam air sangat
bermanfaat untuk menurunkan suhu jaringan sehingga kerusakan lebih dangkal
dan diperkecil. Dengan demikian luka yang sebenarnya menuju derajat II dapat
dihentikan pada derajat I atau luka yang menjadi derajat III dihentikan pada
tingkat I atau II. Pencelupan atau penyiraman dapat dilakukan dengan air apa
saja yang dingin sekurang-kurangnya 15 menit.
c) Melepaskan benda penghalang
Meskipun pakaian yang menempel pada luka bakar dapat dibiarkan,
pakaian lain dan semua barang perhiasan harus segera dilepaskan untuk
melakukan penilaian serta mencegah terjadinya kontriksi sekunder akibat edema
yang timbul dengan cepat.
d) Menutup luka bakar
Luka bakar harus ditutup secepat mungkin untuk memperkevil
kemungkinan kontaminasi bakteri dan mengurangi nyeri dengan mencegah
aliran udara agar tidak mengenai permukaan kulit yang terbakar.
e) Mengirigasi Luka bakar kimia
Luka bakar kimia akibat bahan korosif harus segera dibilas dengan air
mengalir. Jika mengenai mata harus segera dicuci dengan air bersih yang sejuk.
1) Kaji ABC (airway, breathing, circulation):
Perhatikan jalan nafas (airway)
Pastikan pernafasan (breathibg) adekwat
Kaji sirkulasi
2) Kaji trauma yang lain
3) Pertahankan panas tubuh
4) Perhatikan kebutuhan untuk pemberian cairan intravena
5) Transportasi (segera kirim klien ka rumah sakit)
b. Penanganan dibagian emergensi
Perawatan di bagian emergensi merupakan kelanjutan dari tindakan yang telah
diberikan pada waktu kejadian. Jika pengkajian dan atau penanganan yang dilakukan
tidak adekuat, maka pre hospital care di berikan di bagian emergensi. Penanganan luka
(debridemen dan pembalutan) tidaklah diutamakan bila ada masalah-masalah lain yang
mengancam kehidupan klien, maka masalah inilah yang harus diutamakan
1) Penanganan Luka Bakar Ringan
Perawatan klien dengan LB ringan seringkali diberikan dengan pasien rawat
jalan. Dalam membuat keputusan apakah klien dapat dipulangkan atau tidak adalah
dengan memperhatiakn antara lain 1) kemampuan klien untuk dapat menjalankan
atau mengikuti intruksi-instruksi dan kemampuan dalam melakukan perawatan
secara mandiri (self care), 2) lingkungan rumah. Apabila klien mampu mengikuti
instruksi dan perawatan diri serta lingkungan di rumah mendukung terjadinya
pemulihan maka klien dapat dipulangkan.
Perawatan di bagian emergensi terhadap luka bakar minor meliputi :
menagemen nyeri, profilaksis tetanus, perawatan luka tahap awal dan pendidikan
kesehatan.
a) Managemen nyeri
Managemen nyeri seringkali dilakukan dengan pemberian dosis ringan
morphine atau meperidine dibagian emergensi. Sedangkan analgetik oral
diberikan untuk digunakan oleh pasien rawat jalan.
b) Profilaksis tetanus
Petunjuk untuk pemberian profilaksis tetanus adalah sama pada
penderita LB baik yang ringan maupun tipe injuri lainnya. Pada klien yang
pernah mendapat imunisasi tetanus tetapi tidak dalam waktu 5 tahun terakhir
dapat diberikan boster tetanus toxoid. Untuk klien yang tidak diimunisasi
dengan tetanus human immune globulin dan karenanya harus diberikan
tetanus toxoid yang pertama dari serangkaian pemberian imunisasi aktif
dengan tetanus toxoid.
c) Perawatan luka awal
Perawatan luka untuk LB ringan terdiri dari membersihkan luka
(cleansing) yaitu debridemen jaringan yang mati; membuang zat-zat yang
merusak (zat kimia, tar, dll); dan pemberian/penggunaan krim atau salep
antimikroba topikal dan balutan secara steril. Selain itu juga perawat
bertanggung jawab memberikan pendidikan tentang perawatan luka di
rumah dan manifestasi klinis dari infeksi agar klien dapat segera mencari
pertolongan. Pendidikan lain yang diperlukan adalah tentang pentingnya
melakukan latihan ROM (range of motion) secara aktif untuk
mempertahankan fungsi sendi agar tetap normal dan untuk menurunkan
pembentukan edema dan kemungkinan terbentuknya scar. Dan perlunya
evaluasi atau penanganan follow up juga harus dibicarakan dengan klien
pada waktu itu.
d) Pendidikan / penyuluhan kesehatan
Pendidikan tentang perawatan luka, pengobatan, komplikasi,
pencegahan komplikasi, diet, berbagai fasilitas kesehatan yang ada di
masyarakat yang dapat di kunjungi jika memmerlukan bantuan dan
informasi lain yang relevan perlu dilakukan agar klien dapat menolong
dirinya sendiri.
2) Penanganan Luka Bakar Berat
Untuk klien dengan luka yang luas, maka penanganan pada bagian emergensi
akan meliputi reevaluasi ABC (jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi ) dan
trauma lain yang mungkin terjadi; resusitasi cairan (penggantian cairan yang
hilang); pemasangan kateter urine; pemasangan nasogastric tube (NGT);
pemeriksaan vital signs dan laboratorium; management nyeri; propilaksis tetanus;
pengumpulan data; dan perawatan luka.
Berikut adalah penjelasan dari tiap-tiap penanganan tersebut, yakni sebagai
berikut.
a) Reevaluasi jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi dan trauma lain yang
mungkin terjadi.
Menilai kembali keadaan jalan nafas, kondisi pernafasan, dan sirkulasi
unutk lebih memastikan ada tidaknya kegawatan dan untuk memastikan
penanganan secara dini. Selain itu melakukan pengkajian ada tidaknya
trauma lain yang menyertai cedera luka bakar seperti patah tulang, adanya
perdarahan dan lain-lain perlu dilakukan agar dapat dengan segera diketahui
dan ditangani.
b) Resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang)
Bagi klien dewasa dengan luka bakar lebih dari 15 %, maka resusitasi
cairan intravena umumnya diperlukan. Pemberian intravena perifer dapat
diberikan melaui kulit yang tidak terbakar pada bagian proximal dari
ekstremitas yang terbakar. Sedangkan untuk klien yang mengalami luka
bakar yang cukup luas atau pada klien dimana tempat-tempat untuk
pemberian intravena perifer terbatas, maka dengan pemasangan kanul
(cannulation) pada vena central (seperti subclavian, jugular internal atau
eksternal, atau femoral) oleh dokter mungkin diperlukan.
Luas atau persentasi luka bakar harus ditentukan dan kemudian
dilanjutkan dengan resusitasi cairan. Resusitasi cairan dapat menggunakan
berbagai formula yang telah dikembangkan seperti pada tabel 6 tentang
formula resusitasi cairan berikut.
Periode resuscitasi dimulai dengan tindakan resusitasi cairan dan
diakhiri bila integritas kapiler kembali mendekati keadaan normal dan
perpindahan cairan yang banyak mengalami penurunan.
Resusitasi cairan dimulai untuk meminimalkan efek yang merusak dari
perpindahan cairan. Tujuan resuscitasi cairan adalah untuk mempertahankan
ferfusi organ vital serta menghindari komlikasi terapi yang tidak adekuat
atau berlebihan. Terdapat beberapa formula yang digunakan untuk
menghitung kebutuhan cairan seperti tampak dalam tabel diatas.
Banyaknya/jumlah cairan yang pasti didasarkan pada berat badan klien
dan luasnya injury luka bakar. Faktor lain yang menjadi pertimbangan
meliputi adalah adanya inhalasi injuri, keterlambatan resusitasi awal, atau
kerusakan jaringan yang lebih dalam.
Faktor-faktor ini cenderung meningkatkan jumlah/banyaknya cairan
intravena yang dibutuhkan untuk resusitasi adekuat di atas jumlah yang telah
dihitung. Dengan pengecualian pada formula Evan dan Brooke, cairan yang
mengandung colloid tidak diberikan selama periode ini karena perubahan-
perubahan pada permeabilitas kapiler yang menyebabkan kebocoran cairan
yang banyak mengandung protein kedalam ruang interstitial, sehingga
meningkatkan pembentukan edema. Selama 24 jam kedua setelah luka
bakar, larutan yang mengandung colloid dapat diberikan, dengan dextrose
5% dan air dalam jumlah yang bervariasi.
Sangat penting untuk diingat bahwa senmua formula resusitasi yang
ada hanyalah sebagai alat bantu dan harus disesuaikan dengan respon
fisiologis klien. Keberhasilan atau keadekuatan resusitasi cairan pada orang
dewasa ditandai dengan stabilnya vital signs, adekuatnya output urine, dan
nadi perifer yang dapat diraba.
c) Pemasangan kateter urine
Pemasangan kateter harus dilakukan untuk mengukur produksi urine
setiap jam. Output urine merupakan indikator yang reliable untuk
menentukan keadekuatan dari resusitasi cairan.
d) Pemasangan nasogastric tube (NGT)
Pemasangan NGT bagi klien LB 20 % -25 % atau lebih perlu
dilakukan untuk mencegah emesis dan mengurangi resiko terjadinya
aspirasi. Disfungsi ganstrointestinal akibat dari ileus dapat terjadi umumnya
pada klien tahap dini setelah luka bakar. Oleh karena itu semua pemberian
cairan melalui oral harus dibatasi pada waktu itu.
e) Pemeriksaan vital signs dan laboratorium
Vital signs merupakan informasi yang penting sebagai data tambahan
untuk menentukan adekuat tidaknya resuscitasi.
Pemeriksaan laboratorium dasar akan meliputi pemeriksaan gula
darah, BUN (blood ures nitrogen), creatini, elektrolit serum, dan kadar
hematokrit. Kadar gas darah arteri (analisa gas darah), COHb juga harus
diperiksa, khususnya jika terdapat injuri inhalasi. Tes-tes laboratorium
lainnya adalah pemeriksaan x-ray untuk mengetahui adanya fraktur atau
trauma lainnya mungkin perlu dilakukan jika dibutuhkan. Monitoring EKG
terus menerus haruslah dilakukan pada semua klien dengan LB berat,
khususnya jika disebabkan oleh karena listrik dengan voltase tinggi, atau
pada klien yang mempunyai riwayat iskemia jantung atau dysrhythmia.
f) Propilaksis tetanus
Propilaksis tetanus pada klien LB adalah sama, baik pada luka bakar
berat maupun luka bakar yang ringan.
g) Pengumpulan data
Pengumpulan data merupakan tanggung jawab yang sangat penting
bagi team yang berada di ruang emergensi. Kepada klien atau yang lainnya
perlu ditanyakan tentang kejadian kecelakaan LB tersebut. Informasi yang
diperlukan meliputi waktu injuri, tingkat kesadaran pada waktu kejadian,
apakah ketika injuri terjadi klien berada di ruang tertutup atau terbuka,
adakah truma lainya, dan bagaimana mekanisme injurinya. Jika klien
terbakar karena zat kimia, tanyak tentang zat kimia apa yang menjadi
penyebabnya, konsentrasinya, lamanya terpapar dan apakah dilakuak irigari
segera setelah injuri. Sedangkan jika klien menderita LB karena elektrik,
maka perlu ditanyakan tentang sumbernya, tipe arus dan voltagenya yang
dapat digunakan untuk menentukan luasnya injuri. Informasi lain yang
diperlukan adalah tentang riwayat kesehatan klien masa lalu seperti
kesehatan umum klien. Informasi yang lebih khusus adalah berkaitan
dengan penyakit-penyakit jantung, pulmoner, endokrin dan penyakit ginjal
karena itu semua mempunyai implikasi terhadap treatment. Disamping itu
perlu pula diketahui tentang riwayat alergi klien, baik terhadap obat maupun
yang lainnya.
h) Perawatan luka
Luka yang mengenai sekeliling ekstremitas dan torak dapat
mengganggu sirkulasi dan respirasi, oleh karena itu harus mendapat
perhatian. Komplikasi ini lebih mudah terjadi selama resusitasi, bila cairan
berpindah ke dalam jaringan interstitial berada pada puncaknya. Pada LB
yang mengenai sekeliling ekstremitas, maka meninggikan bagian
ekstremitas diatas jantung akan membantu menurunkan edema dependen;
walaupun demikian gangguan sirkulasi masih dapat terjadi. Oleh karena
pengkajian yang sering terhadap perfusi ekstremitas bagian distal sangatlah
penting untuk dilakukan.
Escharotomy merupakan tindakan yang tepat untuk masalah gangguan
sirkulasi karena LB yang melingkari bagian tubuh. Seorang dokter melaukan
insisi terhadap eschar yang akan mengurangi/menghilangkan konstriksi
sirkulasi. Umumnya dilakukan ditempat tidur klien dan tanpa menggunakan
anaetesi karena eschar tidak berdarah dan tidak nyeri. Namun jaringan yang
masih hidup dibawah luka dapat berdarah. Jika perfusi jaringan adekuat
tidak berhasil, maka dapat dilakukan fasciotomy. Prosedur ini adalah
menginsisi fascia, yang dilakukan di ruang operasi dengan menggunakan
anestesi. Demikian juga, escharotomy dapat dilakukan pada luka bakar yang
mengenai torak untuk memperbaiki ventilasi. Setelah dilakukan tindakan
escharotomy, maka perawat perlu melakukan monitoring terhadap perbaikan
ventilasi.
Perawatan luka dibagian emergensi terdiri-dari penutupan luka dengan
sprei kering, bersih dan baju hangat untuk memelihara panas tubuh. Klien
dengan luka bakar yang mengenai kepala dan wajah diletakan pada posisi
kepala elevasi dan semua ekstremitas yang terbakar dengan menggunakan
bantal sampai diatas permukaan jantung. Tindakan ini dapat membantu
menurunkan pembentukan edema dependent. Untuk LB ringan kompres
dingin dan steril dapat mengatasi nyeri. Kemudian dibawa menuju fasilitas
kesehatan.
2) Fase Akut
Fase akut dimulai ketika pasien secara hemodinamik telah stabil, permeabilitas
kapiler membaik dan diuresis telah mulai. Fase ini umumnya dianggap terjadi pada 48-72
jam setelah injuri.
Fokus management bagi klien pada fase akut adalah sebagai berikut : mengatasi
infeksi, perawatan luka, penutupan luka, nutrisi, managemen nyeri, dan terapi fisik.
a. Mengatasi infeksi
Sumber-sumber infeksi pada klien dengan luka bakar meliputi autocontaminasi
dari:
Oropharynx
Fecal flora
Kulit yg tidak terbakar dan
Kontaminasi silang dari staf
Kontaminasi silang dari pengunjung
Kontaminasi silang dari udara
Kegiatan khusus untuk mengatasi infeksi dan tehnik isolasi harus dilakukan pada
semua pusat-pusat perawatan LB. Kegiatan ini berbeda dan meliputi penggunaan sarung
tangan, tutp kepala, masker, penutup kaki, dan pakaian plastik. Membersihkan tangan
yang baik harus ditekankan untuk menurunkan insiden kontaminasi silang diantara klien.
Staf dan pengunjung umumnya dicegah kontak dengan klien jika ia menderita infeksi
baik pada kulit, gastrointestinal atau infeksi saluran nafas.
b. Perawatan luka
Perawatan luka diarahkan untuk meningkatkan penyembuhan luka. Perawatan
luka sehari-hari meliputi membersihkan luka, debridemen, dan pembalutan luka.
a. Hidroterapi
Membersihkan luka dapat dilakukan dengan cara hidroterapi. Hidroterapi ini
terdiri dari merendam (immersion) dan dengan shower (spray). Tindakan ini
dilakukan selama 30 menit atau kurang untuk klien dengan LB acut. Jika terlalu
lama dapat meningkatkan pengeluaran sodium (karena air adalah hipotonik) melalui
luka, pengeluaran panas, nyeri dan stress. Selama hidroterapi, luka dibersihkan
secara perlahan dan atau hati-hati dengan menggunakan berbagai macam larutan
seperti sodium hipochloride, providon iodine dan chlorohexidine. Perawatan
haruslah mempertahankan agar seminimal mungkin terjadinya pendarahan dan
untuk mempertahankan temperatur selama prosedur ini dilakukan. Klien yang tidak
dianjurkan untuk dilakukan hidroterapi umumnya adalah mereka yang secara
hemodinamik tidak stabil dan yang baru dilakukan skin graft. Jika hidroterapi tidak
dilakukan, maka luka dapat dibersihkan dan dibilas di atas tempat tidur klien dan
ditambahkan dengan penggunaan zat antimikroba.
b. Debridemen
Debridemen luka meliputi pengangkatan eschar. Tindakan ini dilakukan untuk
meningkatkan penyembuhan luka melalui pencegahan proliferasi bakteri di bagian
bawah eschar. Debridemen luka pada LB meliputi debridemen secara mekanik,
debridemen enzymatic, dan dengan tindakan pembedahan.
Debridemen mekanik
Debridemen mekanik yaitu dilakukan secara hati-hati dengan
menggunakan gunting dan forcep untuk memotong dan mengangkat eschar.
Penggantian balutan merupakan cara lain yang juga efektif dari tindakan
debridemen mekanik. Tindakan ini dapat dilakukan dengan cara menggunakan
balutan basah ke kering (wet-to-dry) dan pembalutan kering kepada balutan
kering (wet-to-wet). Debridemen mekanik pada LB dapat menimbulkan rasa
nyeri yang hebat, oleh karena itu perlu terlebih dahulu dilakukan tindakan
untuk mengatasi nyeri yang lebih efektif.
Debridemen enzymatic
Debridemen enzymatik merupakan debridemen dengan menggunakan
preparat enzym topical proteolitik dan fibrinolitik. Produk-produk ini secara
selektif mencerna jaringan yang necrotik, dan mempermudah pengangkatan
eschar. Produk-prduk ini memerlukan lingkungan yang basah agar menjadi
lebih efektif dan digunakan secara langsung terhadap luka. Nyeri dan
perdarahan merupakan masalah utama dengan penanganan ini dan harus dikaji
secara terus-menerus selama treatment dilakukan.
Debridemen pembedahan
Debridemen pembedahan luka meliputi eksisi jaringan devitalis (mati).
Terdapat 2 tehnik yang dapat digunakan : Tangential Excision dan Fascial
Excision. Pada tangential exccision adalah dengan mencukur atau menyayat
lapisan eschar yang sangat tipis sampai terlihat jaringan yang masih hidup.
sedangkan fascial excision adlaah mengangkat jaringan luka dan lemak
sampai fascia. Tehnik ini seringkali digunakan untuk LB yang sangat dalam.
c. Balutan
1) Penggunaan penutup luka khusus
Luka bakar yang dalam atau full thickness pada awalnya dilakukan dengan
menggunakan zat/obat antimikroba topikal. Obat ini digunakan 1 - 2 kali setelah
pembersihan, debridemen dan inspeksi luka. Perawat perlu melakukan kajian
terhadap adanya eschar, granulasi jaringan atau adanya reepitelisasi dan adanya
tanda-tanda infeksi. Umumnya obat-obat antimikroba yang sering digunakan
tampak pada tabel dibawah. Tidak ada satu obat yang digunakan secara umum, oleh
karena itu dibeberapa pusat pelayanan luka bakar ada yang memilih krim silfer
sulfadiazine sebagai pengobatan topikal awal untuk luka bakar.
2) Metode terbuka dan tertutup
Luka pada LB dapat ditreatmen dengan menggunakan metode/tehnik belutan
baik terbuka maupun tertutup. Untuk metode terbuka digunakan/dioleskan cream
antimikroba secara merata dan dibiarkan terbuka terhadap udara tanpa dibalut.
Cream tersebut dapat diulang penggunaannya sesuai kebutuhan, yaitu setiap 12 jam
sesuai dengan aktivitas obat tersebut. kelebihan dari metode ini adalah bahwa luka
dapat lebih mudah diobservasi, memudahkan mobilitas dan ROM sendi, dan
perawatan luka menjadi lebih sederhana/mudah. Sedangkan kelemahan dari metode
ini adalah meningkatnya kemungkinan terjadinya hipotermia, dan efeknya
psikologis pada klien karena seringnya dilihat.
Pada perawatan luka dengan metode tertutup, memerlukan bermacam-macam
tipe balutan yang digunakan. Balutan disiapkan untuk digunakan sebagai penutup
pada cream yang digunakan. Dalam menggunakan balutan hendaknya hati-hati
dimulai dari bagian distal kearah proximal untuk menjamin agar sirkulasi tidak
terganggu. Keuntungan dari metode ini adalah mengurangi evavorasi cairan dan
kehilangan panas dari permukaan luka , balutan juga membantu dalam debridemen.
Sedangkan kerugiannya adalah membatasi mobilitas menurunkan kemungkinan
efektifitas exercise ROM. Pemeriksaan luka juga menjadi terbatas, karena hanya
dapat dilakukan jika sedang mengganti balutan saja.
3) Penutupan luka
a) Penutupan Luka Sementara
Penutupan luka sementara sering digunakan sebagai pembalut luka. Pada
tabel dibawah diperlihatkan berbagai macam penutup luka baik yang biologis,
biosintetis, dan sintetis yang telah tersedia. Setiap produk penutup luka tersebut
mempunyai indikasi khusus. Karakteristik luka (kedalamannya, banyaknya
eksudat, lokasi luka pada tubuh dan fase penyembuhan/pemulihan) serta tujuan
tindakan/pengobatan perlu dipertimbangkan bila akan memilih penutup luka
yang lebih tepat.
Tabel : Penutup Luka Sementara yang digunakan pada Luka Bakar
Categori/Contoh Penjelasan Indikasi Perhatian Perawatan
Biologic
Amnion
Allograft
homograft
Xenograft
heterograft
Membran
amnion yang
dibuat dari
placenta
manusia
Diambil dari
kulit manusia
yang telah
meninggal
dunia dalam 24
jam setelah
kematiannya.
Untuk melindungi
luka bakar partial
thickness
Untuk melindungi
granulasi jaringan.
Untuk
membersihkan
exudat luka
Untuk menutupi
eksisi luka dan
untuk menguji daya
penerimaan
terhadap
penggunaan
aoutograft
Untuk
meningkatkan
penyembuhan luka
bersih dan luka
superficial-partial
thickness
Penutup luka diganti setiap
48 jam dengan amnion.
Observasi eksudat luka
dan tanda-tanda infeksi
yang mungkin
menunjukan adanya
infeksi pada
allograft/xenograft
Xenograft diatas jaringan
granulasi diganti setiap 2-5
hari.
Untuk luka superficial,
pastikan luka selalu bersih.
b) Pencangkokan kulit
Pencangkokan kulit yang berasal dari bagian kulit yang utuh dari penderita
itu sendiri (autografting) adalah pembedahan dengan mengangkat lapisan kulit
tipis yang masih utuh dan kemudian digunakan pada luka bakar yang telah
dieksisi. Prosedur ini dilakukan di ruang operasi dengan pemberian anaetesi.
Perawatan post operasi autograft meliputi: mengkaji perdarahan dari
tempat donor; memperbaiki posisi dan immobilisasi tempat donor; perawatan
tempat donor; perawatan khusus autograft (seperti : cultur epitel autograft)
Menkaji Perdarahan
Perdarahan pada autograft dapat menghalangi / mencegah /
mengganggu keberhasilan menempelnya kulit yang dicangkok (graft) pada
eksisi luka dan dapat mengakibatkan lepasnya graft. Bila terdapat sedikit
darah atau serum dapat dibersihkan dengan cara memutar ( dg menggunakan
cotton swab steril) dari arah tengah graft menuju keperifer. Jika jumlahnya
cukup banyak , maka dapat dilakukan aspirasi darah/serum dengan
menggunakan spuit dan jarum yang kecil.
Pengaturan Posisi dan Immobilisasi
Autograft harus immobilisasi setelah pembedahan, umumnya selama
3-7 hari. Periode waktu immobilisasi tersebut memungkinakan waktu
autogratt menempel dan tertanam pada dasar luka. Immobilisasi dapat
dilakukan dengan berbagai cama. Mengatur posisi yang tepat, traksi, splint,
dapat digunakan untuk mencegah pergerakan yang tidak diinginkan dan
lepasnya graft. Perawat juga harus melakukan berbagai macam tindakan
untuk mengurangi bahaya immobilisasi.
Perawatan Tempat Donor
Berbagai macam tipe balutan dapat diguakan untuk menutup tempat
donor, dan ini tergantung pada ukuran , lokasi dan kondisi batas kulit atau
jaringan. Tindakan perawatan juga tergantung pada tipe balutan yang
digunakan. Jika balutan dilakukan dengan menggunakan sutura dan staples
maka dapat diangkat pada 3-4 hari setelah pembedahan.
Meskipun terdapat perbedaan dalam tindakan perawatan , namun luka
pada tempat donor memerlukan tindakannya memerlukan ketelitian yang
sama untuk penyembuhan dan mencegah infeksi. Jika tempat donor
mengalami infeksi, maka balutan harus diangkat secara hati-hati dan
dibersihkan. Kemudian luka harus selalu dibersihkan dan digunakan obat
antibakteri. Bila tempat donor membai/sembuh maka losion lubrikasi dapat
digunakan untuk melunakan dan menghilangkan rasa gatal. Tempat donor
tersebut dapat digunakan kembali bila telah terjadi penyembuhan secara
lengkap.
Nutrisi
Mempertahankan intake nutrisi yang adekuat selama fase akut
sangatlah penting untuk meningkatkan penyembuhan luka dan pencegahan
infeksi. BMR (basal metabolik rate) mungkin 40-100% lebih tinggi dari
keadaan normal, tergantung pada luasnya luka bakar. Respon ini
diperkirakan berakibat pada hypotatamus dan adrenal yang menyebebkan
peningkatan produksi panas. Metabolik rate menurun bila luka telah ditutup.
Selain itu metabolisme glukosa berubah setelah mengalami luka bakar,
mengakibatkan hiperglikemia . Rendahnya kadar insulin selama fase
emergent menghambat aktifitas insulin dengan meningkatkan sirkuasi
catecholamine, dan meningkatkan glukoneogenesis selama fase akut yang
semuanya mempunyai implikasi terhadap terjadinya hiperglikemia pada
klien luka bakar.
Dukungan nutrisi yang agresif diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
energi yang meningkat guna meningkatkan penyembuhan dan mencegah
efek katabolisme yang tidak diharapkan.
Formula yang digunakan untuk menghitung kebutuhan energi,
dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu berat badan, jenis kelamin, usia, luasnya
luka bakar dan aktifitas atau injuri. Formulasinya adalah sebagai berikut:
(25 kcal x berat badan (kg) + (40 kcal x % luka bakar) = kcal/hari.
Dukungan nutrisi yang agresif umumnya diindikasikan untuk klien
luka bakar dengan 30 % atau lebih, secara klinis memerlukan tindakan
operasi multiple, perlunya penggunaan ventilator mekanik, status mental dan
status nutrisi yang buruk pada saat belum mengalami luka bakar. Adapun
metode pemberian nutrisi dapat meliputi diet melalui oral, enteral tube
feeding, periperal parenteral nutrition, total parenteral nutrisi, atau
kombinasi.
Managemen nyeri
Faktor fisiologis yang yang dapat mempengaruhi nyeri meliputi
kedalaman injuri, luasnya dan tahapan penyembuhan luka. Untuk tipe luka
bakar partial thickness dan pada tempat donor akan terasa sangat nyeri
akibat stimulasi pada ujung-ujung saraf. Berlawanan halnya dengan luka
bakar full thickness yang tidak mengalami rasa nyeri karena ujung-ujung
superficial telah rusak. namun demikian ujung-ujung saraf pada yang
terletak pada bagian tepi dari luka akan sangat sensitif. Faktor-faktor
psikologis yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap nyeri
adalah kecemasan, ketakutan dan kemampuan klien untuk menggunakan
kopingnya. Sedangkan faktor-faktor sosial meliputi pengalaman masa lalu
tentang nyeri, kepribadian, latar belakang keluarga, dan perpisahan dengan
keluarga dan rumah. Dan perlu diingat bahwa persepsi nyeri dan respon
terhadap stimuli nyeri bersifat individual oleh karena itu maka rencana
penanganan perawatan dilakukan secara individual juga.
Pendekatan yang lebih sering digunakan untuk mengatasi rasa nyeri
adalah dengan menggunakan zat-zat farmakologik. Morphine, codein,
meperidine adalah nanalgetik narkotik yang sering digunakan untuk
mengatasi nyeri yang berkaitan dengan LB dan treatmennya. Obat-obat
farmakologik lainnya yang dapat digunakan meliputi analgesik inhalasi
seperti nitrous oxide, dll. Obat antiinflamasi nonsteroid juga dianjurkan
untuk mengatasi nyeri ringan sampai sedang.
Sedangkan tindakan Nonfarmakologik yang digunakan untuk
mengatasi rasa nyeri yang berkaitan dengan luka bakar meliputi hipnotis,
guided imagery, terapi bermain, tehnik relaksasi, distraksi, dan terapi musik.
Tindakan ini efektif untuk menurunkan kecemasan dan menurunkan
persepsi terhadap rasa nyeri dan seringali digunakan bersamaan dengan
penggunaan obat-obat farmakologik..
Mengatasi Scar
Hipertropi scar sebagai akibat dari deposit kolagen pada luka bakar
yang menyembuh. Beratnya hipertropi scar tergantung pada beberapa faktor
antara lain kedalaman LB, ras, usia, dan tipe autograft. Metode nonoperasi
untuk meminimalkan hipertropi scar adalah dengan terapi tekanan (pressure
therapy). Yaitu dengan menggunakan pembungkus dan perban/pembalut
elastik (elastic wraps and bandages).
Sedangkan tindakan pembedahan untuk mengatasi kontraktur dan
hipertropi scar meliputi :
1. Split-thickness dan full-thickness skin graft
2. Skin flaps
3. Z-plasties
4. Tissue expansion.
3). Fase Rehabilitasi
Tujuan Rehabilitasi
1) Mencegah kecacatan
2) Meringankan derajat disabilitas
3) Memaksimalkan fungsi-fungsi yang masih ada
4) Mencapai kapasitas fungsional yang berdiri sendiri
Kelangsungan hidup pasien merupakan satu-satunya alat ukur keberhasilan dari penanganan
pasien luka bakar. Akhir-akhir ini inti obyektif perawatan terhadap semua spek pasien luka bakar
berintegrasi pada kehidupan rumah tangga dan bermasyarakat pasien. Inti obyektif ini telah menjadi
dasar penanganan luka bakar setelah penutupan luka bakar akut.
Rehabilitasi medik memiliki peranan yang penting sekali untuk mendapatkan fungsi organ
tubuh yang optimal. Banyak pasien menjadi waspada pada penampilannya selama tahap rehabilitasi
dan mungkin membutuhkan konsultasi psikiatrik atau pengobatan anti depresan. Setelah sembuh dari
luka, masalah berikutnya adalah akibat jaringan parut yang dapat berkembang menjadi cacat berat.
Perhatian harus diberikan pada ekstremitas yang menggunakan bidai agar tetap pada posisi
yang tepat dan memaksimalkan area pergerakan (Range Of Movement). Kontraktur kulit dapat
mengganggu fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi, atau menimbulkan cacat yang berat terutama
bila parut tersebut berupa keloid. Kekakuan sendi memerlukan program fisioterapi yang intensif dan
kontraktur memerlukan tindakan bedah.
Pada cacat yang berat mungkin diperlukan ahli jiwa untuk mengembalikan rasa percaya diri
penderita dan diperlukan pertolongan ahli bedah rekonstruksi terutama jika cacat mengenai wajah dan
tangan.
Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Luka Bakar
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan data baik data subyektif maupun data obyektif. Data subyektif diperoleh
berdasarkan hasil wawancara baik dengan klien ataupun orang lain, sedangkan data
obyektif diperoleh berdasarkan hasil observasi dan pemeriksaan fisik.
1. Data biografi
Langkah awal adalah melakukan pengkajian terhadap data biografi klien yang
meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, ras, dan lain-lain. Setelah pengkajian
data biografi selanjutnya dilakukan pengkajian antara lain pada :
2. Luas luka bakar
Untuk menentukan luas luka bakar dapat digunakan salah satu metode yang ada,
yaitu metode “rule of nine” atau metode “Lund dan Browder”, seperti telah diuraikan
dimuka.
3. Kedalaman luka bakar
Kedalaman luka bakar dapat dikelompokan menjadi 4 macam, yaitu luka bakar
derajat I, derajat II, derajat III dan IV, dengan ciri-ciri seperti telah diuraikan dimuka.
4. Lokasi/area luka
Luka bakar yang mengenai tempat-tempat tertentu memerlukan perhatian
khusus, oleh karena akibatnya yang dapat menimbulkan berbagai masalah. Seperti,
jika luka bakar mengenai derah wajah, leher dan dada dapat mengganggu jalan nafas
dan ekspansi dada yang diantaranya disebabkan karena edema pada laring .
Sedangkan jika mengenai ekstremitas maka dapat menyebabkan penurunan sirkulasi
ke daerah ekstremitas karena terbentuknya edema dan jaringan scar. Oleh karena itu
pengkajian terhadap jalan nafas (airway) dan pernafasan (breathing) serta sirkulasi
(circulation) sangat diperlukan. Luka bakar yang mengenai mata dapat menyebabkan
terjadinya laserasi kornea, kerusakan retina dan menurunnya tajam penglihatan.
Lebih lanjut data yang akan diperoleh akan sangat tergantung pada tipe luka
bakar, beratnya luka dan permukaan atau bagian tubuh yang terkena luka bakar. Data
tersebut melipuri antara lain pada aktivitas dan istirahat mungkin terjadi penurunan
kekuatan otot, kekakuan, keterbatasan rentang gerak sendi (range of motion / ROM)
yang terkena luka bakar, kerusakan massa otot. Sedangkan pada sirkulasi
kemungkinan akan terjadi shok karena hipotensi (shok hipovolemia) atau shock
neurogenik, denyut nadai perifer pada bagian distal dari ekstremitas yang terkena luka
akan menurun dan kulit disekitarnya akan terasa dingin. Dapat pula ditemukan
tachikardia bila klien mengalami kecemasan atau nyeri yang hebat. Gangguan irama
jantung dapat terjadi pada luka bakar akibat arus listrik. Selain itu terbentuk edema
hampir pada semua luka bakar. Oleh karena itu pemantauan terhadap tanda-tanda
vital (suhu, denyut nadi, pernafasan dan tekanan darah) penting dilakukan.
Data yang berkaitan dengan respirasi kemungkinan akan ditemukan tanda dan
gejala yang menunjukan adanya cidera inhalasi, seperti suara serak, batuk, terdapat
partikel karbon dalam sputum, dan kemerahan serta edema pada oropharing, lring dan
dapat terjadi sianosis. Jika luka mengenai daerah dada maka pengembangan torak
akan terganggu. Bunyi nafas tambahan lainnya yang dapat didengar melalui
auskultasi adalah cracles (pada edema pulmoner), stridor (pada edema laring) dan
ronhi karena akumulasi sekret di jalan nafas.
Data lain yang perlu dikaji adalah output urin. Output urin dapat menurun atau
bahkan tidak ada urin selama fase emergen. Warna urine mungkin tampak merah
kehitaman jika terdapat mioglobin yang menandakan adanya kerusakan otot yang
lebih dalam. sedangkan pada usus akan ditemukan bunyi usus yang menurun atau
bahkan tidak ada bunyi usus, terutama jika luka lebih dari 20 %. Oleh karena itu maka
dapat pula ditemukan keluhan tidak selera makan (anoreksia), mual dan muntah.
5. Masalah kesehatan lain
Adanya masalah kesehatan yang lain yang dialami oleh klien perlu dikaji.
Masalah kesehatan tersebut mungkin masalah yang dialami oleh klien sebelum terjadi
luka bakar seperti diabetes melitus, atau penyakit pembuluh perifer dan lainnya yang
akan memperlambat penyembuhan luka. Disamping itu perlu pula diwaspadai adanya
injuri lain yang terjadi pada saat peristiwa luka bakar terjadi seperti fraktur atau
trauma lainnya. Riwayat alergi perlu diketahui baik alergi terhadap makanan, obat-
obatan ataupun yang lainnya, serta riwayat pemberian imunisasi tetanus yang lalu.
6. Data Penunjang
a. Sel darah merah (RBC): dapat terjadi penurunan sel darah merah (Red Blood
Cell) karena kerusakan sel darah merah pada saat injuri dan juga disebabkan oleh
menurunnya produksi sel darah merah karena depresi sumsum tulang.
b. Sel darah putih (WBC): dapat terjadi leukositosis (peningkatan sel darah
putih/White Blood Cell) sebagai respon inflamasi terhadap injuri.
c. Gas darah arteri (ABG): hal yang penting pula diketahui adalah nilai gas darah
arteri terutama jika terjadi injuri inhalasi. Penurunan PaO2 atau peningkatan
PaCO2.
d. Karboksihemoglobin (COHbg) :kadar COHbg (karboksihemoglobin) dapat
meningkat lebih dari 15 % yang mengindikasikan keracunan karbon monoksida.
e. Serum elektrolit :
1) Potasium pada permulaan akan meningkat karena injuri jaringan atau
kerusakan sel darah merah dan menurunnya fungsi renal; hipokalemiadapat
terjadi ketika diuresis dimulai; magnesium mungkin mengalami penurunan.
2) Sodium pada tahap permulaan menurun seiring dengan kehilangan air dari
tubuh; selanjutnya dapat terjadi hipernatremia.
f. Sodium urine :jika lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan
resusitasi cairan, sedangkan jika kurang dari 10 mEq/L menunjukan tidak
adekuatnya resusitasi cairan.
g. Alkaline pospatase : meningkat akibat berpindahnya cairan interstitial/kerusakan
pompa sodium
h. Glukosa serum : meningkat sebagai refleksi respon terhadap stres.
i. BUN/Creatinin : meningkat yang merefleksikan menurunnya perfusi/fungsi renal,
namun demikian creatinin mungkin meningkat karena injuri jaringan.
j. Urin : adanya albumin, Hb, dan mioglobin dalam urin mengindikasikan kerusakan
jaringan yang dalam dan kehilangan/pengeluaran protein. Warna urine merah
kehitaman menunjukan adanya mioglobin
k. Rontgen dada: Untuk mengetahui gambaran paru terutama pada injuri inhalasi.
l. Bronhoskopi: untuk mendiagnosa luasnya injuri inhalasi. Mungkin dapat
ditemukan adanya edema, perdarahan dan atau ulserasi pada saluran nafas bagian
atas
m. ECG: untuk mengetahui adanya gangguan irama jantung pada luka bakar karena
elektrik.
n. Foto Luka: sebagai dokumentasi untuk membandingkan perkembangan
penyembuhan luka bakar.
Diagnosa dan Intervensi Keperawatan:
Diagnosa/masalah kolaborasi Tujuan & criteria hasil Intervensi Rasionalisasi
Fase Eemergensi (E)
1. Defisit volume cairan b.d.
pe- ningkatan permeabi-
litas kapiler dan perpin-
dahan cairan dari ruang
intravaskuler ke ruang
interstitial
Klien akan memperli-
hatkan perbaikan
keseimbangan cairan,
yang ditandai oleh :
· Tidak kehausan
· Mukosa mulut/bibir
lembab
· Output urine : 30-50
cc/jam
· Sensori baik
· Denyut nadi : <>
· Kaji terjadinya hi-
povolemia tiap 1
jam selama 36 jam
· Ukur/timbang berat
badan setiap hari.
· Monitor dan doku-
mentasikan intake
dan output setiap
jam
· Berikan replace-
ment cairan dan
· Perpindahan cair-
an dapat menye-
babkan hipovo-
lemia
· Berat badan me-
rupakan indek yg
akurat keseim-
bangan cairan.
· Output urine me-
rupakan pengu-
kuran yg efektif
elektrolit melalui
intra vena sesuai
program.
· Monitor serum
elektrolit dan
hematokrit.
terhadap keber-
hasilan resusitasi
cairan.
· Cairan intravena
dipergunakan un
tuk memperbaiki
volume cairan.
· Hiperkalemia dan
peningkatan
hematokrit
merupakan hal
yang sering
terjadi.
Diagnosa/masalah kolaborasi Tujuan & criteria hasil Intervensi Rasionalisasi
Masalah Kolaborasi
(Fase Emergensi)
2. Potensial illeus paralitik
b.d. stress akibat injury.
Masalah Kolaborasi
(Fase Emergensi)
3. Potensial gagal ginjal b.d.
adanya hemachromagen
dalam urine karena luka
bakar yang dalam
Perawat akan
memoni-tor bunyi
usus normal aktif,
adanya distensi
abdomen, produksi
flatus dan gerakan
usus normal.
Perawat akan
memoni-tor adanya
hemachro-magen
dalam urine & output
urine adekuat : 75-100
cc/hari
· Kaji kebutuhan
untuk pemasangan
NGT.
· Kaji fungsi usus :
Ø Auskultasi bu-
nyi usus tiap 4
jam
Ø Observasi dis-
tensi abdomen
· Monitor output
gaster, jumlah,
warna dan ada-nya
darah serta pH.
· Monitor dan doku-
mentasikan output
urine setiap jam &
warna urine.
· Pastikan aliran ka-
teter urine dalam
keadaan baik.
· Berikan cairan
intravena sesuai
· Illeus umumnya
terjadi pada luka
bakar > 20 - 25%
· Bunyi usus
mengindikasikan
adanya peristal-
tik.
· Distensi abdomen
menunjukan ter-
jadinya illeus
· Pengeluaran cair-
an dari gaster
memerlukan re-
placement cair-
an. Ulkus pada
gaster sering ter-
jadi pada luka
bakar berat.
· Urine akan
berwarna merah
atau coklat gelap
jika terdapat
program
· Siapkan sampel
urine untuk peme-
riksaan kadar myo-
globin/hemoglobin
sesuai program
hemachromagen
· Kateter dapat
tersumbat oleh
hemachromagen.
· Hemachromagen
akan terbilas atau
keluar dari tubuh.
· Memberikan
informasi tentang
resiko gagal
ginjal.
Diagnosa/masalah kolaborasi Tujuan & kriteria hasil Intervensi Rasionalisasi
(Fase Akut) & (Emergensi)
4. Gangguan pertukaran gas
b.d. keracunan carbonmo-
noxida, kerusakan paru
akibat pabas.
Klien akan
menunjukan perbaikan
pertukaran gas, yang
ditandai oleh :
· Respirasi 16-24
kali/menit tanpa
upaya
· PaO2 > 90 mmHg
· PaCO2 : 35-45 mm-
Hg
· SaO2 > 95%
· Suara nafas kedua
paru bersih.
· Kaji tanda-tanda
respiratori distres
yang ditandai oleh:
Ø Gelisah, bing-
ung (confuse)
Ø Terdapat upaya
nafas,
Ø Tachypnea,
Ø Dyspnea,
Ø Tachicardia,
Ø Kadar PaO2 dan
SaO2 menurun
Ø Cyanosis
· Monitor kadar gas
darah arteri dan
COHb sesuai
permintaan dokter
· Monitor kadar
SaO2 secara
kontinu
· Berikan oksigen
seuai program
· Ajarkan pasien
penggunaan
· Gangguan pertu-
karan gas dapat
megakibatkan
respiratori distres
karena hypokse-
mia.
· Memberikan data
tentang efektifi-
tas respirasi/
oksigenasi.
· Memberikan data
oksigenasi non-
invasif.
· Menurunkan hi-
poksemia
· Mendorong untuk
bernafas dalam.
· Mempermudah
ekspansi paru
· Intubasi mungkin
diperlukan untuk
memelihara oksi-
genasi
spirometri.
· Tinggikan tempat
tidur bagian
kepala.
· Monitor kebutuhan
untuk pema-sangan
intubasi
endotraheal.
Diagnosa/masalah
kolaborasi
Tujuan & kriteria
hasil
Intervensi Rasionalisasi
(E, A)
5. Bersihan jalan nafas
tidak efektif b.d.
edema trahea,
menurunnya fungsi
ciliar paru akibat
injuri inhalasi
(E, A)
6. Perubahan perfusi
jaringan perifer b.d.
konstriksi akibat luka
bakar.
Bersihan jalan
nafas klien akan
efektif, yang
ditandai oleh:
· Suara nafas bersih
· Sekresi pulmoner
bersih sampai
putih
· Monbilisasi
sekreai pulmoner
efektif
· Respirasi tanpa
upa-ya
· Respirasi rate:16-
24 kali/mnt
· Tidak ada ronchi,
whezing, stridor
· Tidak ada dispnea
· Tidak ada
sianosis.
Perfusi perifer
klien akan menjadi
adekuat, yang
ditandai oleh:
· Denyut nadai
dapat diraba
· Ajarkan klien
un-tuk batuk
dan ber-nafas
dalam setiap 1-2
jam selama 24
jam, kemudian
se-tiap 2-4 jam,
saat terjaga.
· Letakan
peralatan
suction oral
dalam jangkaun
klien un-tuk
digunakan sen-
diri oleh klien.
· Lakukan
endotra-cheal
suction jika
diperlukan, dan
monitor serta
doku-
mentasikan
karak-teristik
sputumnya.
· Lepaskan semua
perhiasan &
· Mempermudah dalam
member-sihkan saluran
nafas bagian atas.
· mendorong klien untuk
member-sihkan sendiri
sekresi oral dan sputum.
· Menghilangkan sekresi
dari sa-luran nafas bagi-
an atas. Warna,
konsistensi, bau dan
banyaknya dapat
mengindi-kasikan
adanya infeksi.
· Dapat membaha-yakan
sirkulasi sebagai akibat
terjadinya edema.
· Dapat menurun-kan
aliran arteri dan venous
return.
·
Menurnkan/menghilangk
an hipok-semia
· Capilary refil menjadi
meman-jang & gangguan
sirkulasi.
melalui palpa-
si/Dopler
· Capilari refill
pada kulit yang
tidak ter-bakar
<>
· Tidak ada kebal
· Tidak terjadi
pening-katan rasa
nyeri pada waktu
melakukan
latihan ROM
pakai-an yg
kencang/ sempit
· Batasi
penggunaan
cuff tekanan
darah yang
dapat menye-
babkan
konstriksi pada
ekstremitas.
· Monitor denyut
arteri melalui
pal-pasi atau
dengan Dopler
setiap jam
selama 27 jam.
· Kaji Capilary
refill pada kulit
yang tak
terbakar pada
bagi-an
ekstremitas yg
terkena.
Diagnosa/masalah kolaborasi Tujuan & kriteria hasil Intervensi Rasionalisasi
(E, A)
7. Hypotermia b.d. kehi-
langan jaringan epitel dan
fluktuasi suhu udara.
Klien akan memperta-
hankan suhu tubuh
yang normal, yang
ditandai oleh core
body temperature
antara 99,6 - 101,0
derajat F.
· Kaji tingkatan nye-
ri dengan latihan
ROM aktif
· Tinggikan ekstre-
mitas yang terkena
di atas permukaan
jantung.
· Dorong klien untuk
melakukan latihan
ROM aktif
· Antisipasi & siap-
kan klien untuk
· Iskemia jaringan
menyebabkan
timbulnya rasa
nyeri.
· Menurunkan
pembentukan
edema dependen.
· Meningkatkan
venous return dan
menurunkan
atropi otot.
· Escharotomi dila-
escharotomy
· Perawatan Post
Escharotomy :
Kaji keadekuatan
sirkulasi :
Ø Cek nadi
Ø Catat warna,
pergerakan &
sensasi ekstre-
mitas yang
terkena.
· Atasi perdarahan
post operasi
escharotomy dgn
penekanan, elek-
trocautery, menja-
hit pembuluh yang
mengalami perda-
rahan.
· Monitor suhu rec-
tal sesuai indikasi
(setiap jam selama
fase emergensi dan
setelah dilakukan
pembedahan
kukan untuk
memperbaiki
sirkulasi dan
jaringan.
· Data-data tsb
mengindikasikan
perfusi yg adek-
wat.
· Jaringan yang
masih hidup di-
bawahnya akan
berdarah.
· Hipotermia dapat
terjadi setelah
kehilangan kulit
karena rusaknya
regulator panas.
Diagnosa/masalah kolaborasi Tujuan & kriteria hasil Intervensi Rasionalisasi
Masalah Kolaborasi
(E, A)
8. Resiko tinggi terjadi stres
ulcer b.d. respon stres
neurohormonal akibat
luka bakar
(A)
9. Perubahan nutrisi: kurang
dari kebutuhan tubuh b.d.
meningkatnya kebutuhan
Perawat akan memo-
nitor perdarahan gas-
trointestin dan akan
mempertahankan pH
gaster > 5
Nutrisi klien adekuat,
ditandadi oleh dapat
mempertahankan pada
85-90% berat badan
· Batasi bagian tu-
buh yang terpapar
selama melakukan
perawatan luka
· Batasi lama pengo-
batan hidroterapi
semapai dengan 30
menit atau kurang
dengan suhu air
antara 98 - 102,0
· Bagian yang ter-
buka (terekspos)
dapat menyebab-
kan hipotermia.
Panas keluar dari
luka yang terbu-
ka dan setelah
hidroterapi mela-
lui evaporasi.
· Sumber panas
metabolik untuk
penyembuhan luka.
sebelum luka bakar. derajat F
· Gunakan pemanas
luar / radiasi lampu
pemanas.
· Pertahankan/peli-
hara ruangan pro-
sedur tetap hangat.
· Monitor dan doku-
mentasikan nilai
pH gaster dan ada-
nya darah setiap 2
jam pada saat NGT
terpasang.
· Berikan antacida
dan/atau H2 resep-
tor antagonis sesu-
ai program dokter.
· Monitor feses akan
adanya darah.
· Kaji berat badan
sebelum luka bakar
· Konsulkan pada
ahli diet
eksternal
· Sekresi asam
gaster dapat
menyebabkan
perdarahan
· Menurunkan isi
asam lambung
· Stres ulcer me-
nyebabkan per-
darahan, dan
mungkin dapat
dieksresi keda-
lam feses.
· Kebutuhan kalori
didasarkan pada
berat badan pre
luka bakar
· Untuk melakukan
kajian nutrisi.
Diagnosa/masalah kolaborasi Tujuan & kriteria hasil Intervensi Rasionalisasi
· Kaji pola makan,
kesukaan, alergi
makanan dalam 72
jam setelah makan.
· Catat intake kalori
(jumlah kalori)
· Ukur berat badan
setiap hari untuk
mengikuti
kecende-rungan be
at badan (kecuali:
jika pro-sedur
· Sebagai data
dasar
· Data kuantitatif
intake kalori
· Berat badan akan
stabil jika intake
kaloti terpenuhi
· Mencegah stoma-
titis & meningkat
kan selera makan
· Jika jadwal ma-
kan terganggu
operasi me-
merlukan pemba-
tasan pergerakan).
· Lakukan oral higi-
ene setiap shift/jika
dibutuhkan.
· Atur jadwal treat-
men yang diberi-
kan agar tak meng-
ganggu jadwal ma-
kan.
· Sediakan waktu
istirahat sebelum
jam makan jika
klien mengalami
nyeri karena prose-
dur atau treatmen.
· Sediakan alat bantu
utk mempermudah
makan.
· Dorong klien/kelu-
arga unttk memba-
wa makanan kesu-
kaan dari rumah.
· Berikan nutrisi
suplemen diantara
jam makan.
· Berikan reinforce-
men positif untuk
makan.
dapat menurun-
kan intake kalori
· Nyeri menurun-
kan selera makan
· Mempermudah
perawatan diri
· Klien akan selera
dengan makanan
yang disukai.
· Kebutuhan kalori
seringkali perlu
ditingkatkan.
· Klien anoreksia
meyakini bahwa
makan tidaklah
bermanfaat
Diagnosa/masalah kolaborasi Tujuan & kriteria hasil Intervensi Rasionalisasi
(E, A)
10. Resiko tinggi terjadinya
infeksi b.d. hilangnya
pertahanan kulit, ganggu-
an respon imune, adanya
Klien tak akan menga-
lami invasi mikroba
pada luka, yg ditandai
oleh :
· Berikan propilaksis
tetanus jika perlu.
· Pertahankan tehnik
untuk mengontrol
· Lingkungan es-
char yang anae-
robic memung-
kinkan pertum-
buhan organisme
pemasangan kateter
(indweling urinary cateter
dan intravenous cateter),
dan prosedur invasif
(pengambilan sampel
darah baik arteri maupun
vena dan bronchoscopy)
· Hasil kultur luka <>
· Suhu : 36-37°C.
· Tidak ada pembeng-
kakan, kemerahan,
atau sekret purulen
pada tempat-tempat
penusukan (kateter,
vena)
· Kultur darah, urine
dan sputum negatif.
infeksi
· Instruksikan kelua-
rga atau lainya ten-
tang tindakan-tin-
dakan mengontrol
infeksi.
· Lakukan cuci
tangan dengan baik
· Kaji tanda-tanda
klinik infeksi:
perubahan warna
luka atau drainage,
bau, penyembuhan
yang lama; nyeri
kepala, menggigil,
anoreksia, mual;
perubahan tanda-
tanda vital; hiper-
glikemia dan gliko-
suria; paralitic
ileus, bingung,
gelisah, halusinasi.
· Sebelum diberikan
obat topikal ulang,
cuci dan bersihkan
luka lebih dahulu.
· Buang jaringan yg
telah mati.
· Potong rambut ba-
dan di sekitar tepi-
an luka (kecuali
bulu dan alis mata)
penyebab tetanus.
· Mencegah konta-
minasi silang
· Meningkatkan
kesadaran/kepa-
tuhan.
· Menurunkan
insiden kontami-
nasi silang
· Luka terbuka dan
klien imunokom-
promi sehingga
infeksi luka baik
lokal maupun sis-
temik adalah
suatu resiko.
· Untuk membuang
kotoran.
· Jaringan tersebut
medium yg baik
bagi pertumbuh-
an bakteri
· Rambut dapat
terkontaminasi &
menganggu me-
nempelnya krim
Diagnosa/masalah kolaborasi Tujuan & kriteria hasil Intervensi Rasionalisasi
(E, Rehabilitasi/R)
11. Nyeri b.d. injury luka
bakar, stimulasi ujung-
Klien akan lebih
nyaman ditandai oleh:
· Menyatakan rasa
· Kaji respon klien
terhadap nyeri saat
perawatan luka dan
· Sebagai data
dasar
· Waktu yang
ujung saraf, treatmen dan
kecemasan.
nyeri/tak nyaman
berkurang.
· Klien dapat menge-
nali faktor-faktor yg
mempengaruhi nyeri
saat istirahat.
· Berikan obat
penghilang nyeri:
- 45 menit sebe-
lumnya jika me-
lalui mulut.
- 30 menit
sebelumnya jika
melalui intra
muskular
- 5-10 menit
sebelumnya jika
melalui intravena
Jangan diberikan
melalui intramus-
kular pada klien
dengan luka bakar
berat fase emergent
· Ajarkan tehnik re-
laksasi , terapi mu-
sik, guided image-
ry, distraksi dan
hypnosis
· Jelaskan semua pro
sedur pada klien &
sediakan waktu utk
persiapan.
· Bicaralah dengan
klien ketika mela-
kukan perawatan
dan melakukan
prosedur.
· Kaji kemungkinan
kebutuhan untuk
pemberian anxioli-
tik
· Catat respon klien
adekuat bagi
onset analgetik.
· Injeksi i.m. tidak
dianjurkan kare-
na keterba-tasan
sirkulasi meng-
ganggu absorpsi
· Merupakan anal-
getik nonfarma-
kologik
· Untuk menurun-
kan kecemasan
· Meningkatkan
rasa percaya
klien
· Kecemasan
menurunkan
ambang nyeri.
· Menilai efekti-
vitas intervensi.
terhadap medikasi
dan pengobatan
nonfarmakologik
Diagnosa/masalah kolaborasi Tujuan & kriteria hasil Intervensi Rasionalisasi
(A, R)
12. Kurang mampu merawat
diri (grooming, bathing,
eating, elimination) b.d.
deficit fungsional akibat
dari injuri luka bakar,
nyeri, balutan, dan anjur-
an immobilisasi
(E, A, R)
13. Gangguan mobilitas fisik
b.d. edema, nyeri, balut-
an, prosedur pembedah-
an, dan kontraktur luka.
Klien akan mengalami
penurunan berkurang-
nya kemampuan
dalam perawatan diri
& akan
memperlihatkan pe-
ningkatan partisipasi
dalam perawatan diri.
Klien akan mengalami
peningkatan mobilits
fisik ditandai dengan
kembali secara maksi-
mal melakukan aktivi-
tas sehari-hari dengan
kecacatan dan ganggu-
an figur yang minimal.
· Kaji kemampuan
klien dalam pera-
watan diri.
· Konsulkan dengan
terapi okupasi
tentang perlunya
penggunaan alat
bantu.
· Dorong klien untuk
berpartisipasi
dalam melakukan
tugas-tugas
perawatan diri.
· Yakinkan pada
klien bahwa ia
memerlukan waktu
yang cukup untuk
menyelesaikan
tugas-tugasnya.
· Berikan reinforce-
ment positif apabi-
la tugas-tugas klien
dapat dicapai.
· Kaji ROM dan
kekuatan otot pada
area luka yg mung-
kin mengalami
kontraktur setiap
hari atau jika
diperlukan.
· Pertahankan area
luka dalam posisi
· Sebagai data dasar
· Meningkatkan
perawatan diri.
· Membantu
memotivasi klien
dan menghilang-
kan rasa takut/
khawatir dan
ketergantungan
· Membantu meng-
ontrol dirinya.
· Meningkatkan
kemandirian dan
motivasi.
· Sebagai data dasar
· Mencegah/menu-
runkan terjadinya
kontraktur.
· Meningkatkan
kepatuhan.
fungsi fisiologis.
· Jelaskan alasan
perlunya aktivitas
dan pengaturan po-
sisi klien dan kelu-
arga.
Lanjutan
Diagnosa/masalah kolaborasi Tujuan & kriteria hasil Intervensi Rasionalisasi
(A, R)
14. Resiko tinggi gangguan
harga diri b.d. ancaman
perubahan/actual perubah
an pada body image,
kehilangan fisik dan
kehilangan akan peran
dan tanggungjawab.
Klien akan
mengembangkan
perbaikan slef esteem
ditandai oleh:
· Membuat kontak
sosial dengan orang
lain selain anggota
keluarga.
· Mengembangkan
mekanisme koping
yang efektiv selama
tahap pemulihan.
· Mengemukakan
keluhannya tentang
konsep diri.
· Konsultasi untuk
terapi fisik dan
okupasi serta atur
jadwalnya sesuai
kebutuhan.
· Dorong melakukan
ROM aktif setiap
2-4 jam saat
terjaga jika tidak
ada kon-traindikasi
sebab prosedur
graf yang sedang
dilakukan.
· Ambulasi klien ke
kursi atau berjalan
(jika tidak ada kon-
traindikasi oleh
prosedur graf atau
injuri lainnya)
· Lakukan latihan
pasif jika klien tak
mampu berparti-
sipasi aktif.
· Tentukan gaya ko-
ping sebelumnya.
· Jelaskan proyeksi
penampilan luka
ba kar & graft
selama fase-fase
· Untuk diberikan
alat yang dibu-
tuhan.
· Mengontrol ede-
ma post-resusitasi
dan mencegah
atropi otot, per-
lengketan tendon,
kekakuan sendi
dan pemendekan
capsular.
· Ambulasi
meningkatkan
kekuatan otot dan
fungsi cardiopul-
moner.
· ROM pasif
mempertahankan
gerak sendi dan
tonus otot.
· Sebagai data da-
sar tentang ko-
ping sebelumnya
dan mungkin kli-
en akan mencoba
lagi gaya koping
tersebut.
· Memberikan
informasi; dapat
penyem-buhan
luka
· Pastikan klien
melalui perkem-
bangan tahapan
denial, berduka
dan menerima
injuri dan recoveri
menurunkan
miskonsepsi.
· Perkembangan
klien bervariasi
tergantung pada
tingkatan injuri,
persepsi terhadap
injuri, sistem pe-
nyokong & gaya
koping sebelum-
nya.
Lanjutan
Diagnosa/masalah kolaborasi Tujuan & kriteria hasil Intervensi Rasionalisasi
(E, A, R)
15. Resiko tinggi akan tidak
efektifnya coping keluar-
ga b.d. sifat yang emer-
gensi dan kritis dari luka
bakar dan perpisahan/
jauh dari rumah dan
teman.
Keluarga akan menga-
lami perbaikan strategi
koping ditandai oleh:
· Mengungkapkan
tujuan pengobatan,
mengungkapan stres
emosional.
· Memahami pelaya-
nan pendukung yang
tersedia.
· Kaji perilaku mal-
adaptif
· Tingkatkan rasa
percaya diri klien:
- Pastikan kontinu-
itas pemberian
perawatan
- Diskusikan se-
mua aktivitas dan
prosedur sebelum
dimulai.
- Dukung peran
klien dalam pera-
watan dan pengo-
batan.
- Sampaikan infor-
masi perkem-
bangan klien.
- Beri informasi
yang jujur, dan
reinforcement
positif.
- Bantu anggota
keluarga/orang
· Perilaku maladap
tif adalah berba-
haya.
· Meningkatkan
kepercayaan
· Menurnkan
kecemasan
· Memotivasi klien;
menurunkan rasa
takut
· Jangan membe-
rikan harapan
palsu tentang per
baikan fungsi jika
kerusakan irrever
sibel.
· Keluarga mung-
kin takut dan
membutuhkan
bimbingan.
· Memfasilitasi
reinteraksi sosial
· Persiapan untuk
menurunkan rasa
lain untuk berin-
teraksi dengan
klien.
· Dorong agar berin-
teraksi dengan
orang lain diluar
rumah.
· Bagi informasi
pada keluarga atau
orang lain yang
berkunjung untuk
pertama kalinya
tentang:
- Luasnya luka dan
perubahan penam
pilan klien.
- Prosedur dan per-
alatan yang digu-
nakan.
takut
Diagnosa/masalah
kolaborasi
Tujuan & kriteria
hasil
Intervensi Rasionalisasi
· Tentukan bagaima-na
cara klien dan
keluarga mengatasi
stres dimasa lalu.
· Bantu klien meng-atasi
stres dengan
memberikan stra-tegi
koping seperti diversi
dan tehnik relaksasi
· Informasikan kelu-
arga tentang per-
kembangan/perubahan
klien tiap hari.
· Konsulkan pada
psikolog, psikiater,
· Sebagai data
dasas
· Memberikan
strategi baru
pada klien
· Mempertahankan
persepsi yang re-
alistik tentang
perkembangan
klien
· Para profesional
tersebut dapat
membantu
memperbaiki
strategi koping
pekerja sosial, pe-
rawat spesialis psi-
kiatri jika diperlu-kan
klien
Kesimpulan
Perawatan LB merupakan hal yang komplek dan menantang. Trauma fisik dan psikologis
yang dialami setelah injuri dapat menimbulkan penderitaan baik bagi penderita sendiri maupn
keluarga dan orang lain yang dianggap penting. Anggota yang menjadi kunci dari tim
perawatan luka bakar adalah perawat yang bertanggung jawab untuk membuat perencanaan
perawatan yang bersifat individual yang merefleksikan kondisi klien secara keseluruhan.