LP-POST-SC

37
Praktik Profesi Keperawatan Maternitas Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2015 LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN POST SECTIO CAESAREA (SC) A. Konsep Dasar Penyakit 1. Pengertian Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono, 2005) Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 1998) 2. Indikasi Indikasi klasik yang dapat dikemukakan sebagai dasar section caesarea adalah : a. Prolog labour sampai neglected labour.

description

post sectio caesarean

Transcript of LP-POST-SC

Program Studi Ilmu Keperawatan_FK UNUD

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2015

LAPORAN PENDAHULUANASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGANPOST SECTIO CAESAREA (SC)A. Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian

Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono, 2005) Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 1998)

2. IndikasiIndikasi klasik yang dapat dikemukakan sebagai dasar section caesarea adalah :

a. Prolog labour sampai neglected labour.b. Ruptura uteri imminen

c. Fetal distress

d. Janin besar melebihi 4000 gr

e. Perdarahan antepartum (Manuaba, I.B, 2001)Sedangkan indikasi yang menambah tingginya angka persalinan dengan sectio adalaha. Malpersentasi janin

1) Letak lintang

Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah jalan /cara yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak lintang yang janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio caesarea walaupun tidak ada perkiraan panggul sempit. Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara lain.2) Letak belakang

Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang bila panggul sempit, primigravida, janin besar dan berharga.

b. Plasenta previa sentralis dan lateralis c. Presentasi lengkap bila reposisi tidak berhasil.

d. Gemeli menurut Eastman, sectio cesarea dianjurkan bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu, bila terjadi interior (looking of the twins), distosia karena tumor, gawat janin dan sebagainya.

e. Partus lama

f. Partus tidak maju

g. Pre-eklamsia dan hipertensih. Distosia serviks3. Tujuan Sectio Caesarea

Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah mati.4. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)

a. Abdomen (SC Abdominalis)

1) Sectio Caesarea Transperitonealis Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada corpus uteri. Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah uterus.

Gambar 1. Sectio caesarea profunda

2) Sectio caesarea ekstraperitonealis

Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)

Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :

Sayatan memanjang (longitudinal) Sayatan melintang (tranversal) Sayatan huruf T (T Insisian)

c. Sectio Caesarea Klasik (korporal)

Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm.

Kelebihan : Mengeluarkan janin lebih memanjang

Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik

Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distalKekurangan : Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonial yang baik.

Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.d. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10cm

Kelebihan : Penjahitan luka lebih mudah

Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik

Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke rongga perineum

Perdarahan kurang

Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil

Kekurangan : Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang banyak.

Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.5. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis section caesarea, antara lain :

1) Nyeri akibat luka pembedahan

2) Luka insisi pada bagian abdomen

3) Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus

4) Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan berlebihan atau banyak

5) Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml.

6) Emosi klien labil dengan mengekspresikan ketidakmampuan menghadapi situasi baru.

7) Terpasang kateter urinarius pada system eliminasi BAK

8) Dengan auskultasi bising usus tidak terdengar atau mungkin samar

9) Immobilisasi karena adanya pengaruh anestesi

10) Bunyi paru jelas dan vesikuler dengan RR 20x/menit

11) Karena kelahiran secara SC mungkin tidak direncanakan maka bisanya kurang pahami prosedur.6. Komplikasia. Infeksi PuerperalisKomplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.

b. Perdarahan

Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri

c. Komplikasi - komplikasi lain seperti :

Luka kandung kemih

Embolisme paru paru Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.

7. Prognosis

Dengan kemajuan teknik pembedahan, adanya antibiotika dan persediaan darah yang cukup, pelaksanaan sectio ceesarea sekarang jauh lebih aman dari pada dahulu.

Angka kematian di rumah sakit dengan fasilitas baik dan tenaga yang kompeten < 2/1000. Faktor - faktor yang mempengaruhi morbiditas pembedahan adalah kelainan atau gangguan yang menjadi indikasi pembedahan dan lamanya persalinan berlangsung.

Anak yang dilahirkan dengan sectio caesarea nasibnya tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesarea. Menurut statistik, di negara - negara dengan pengawasan antenatal dan intranatal yang baik, angka kematian perinatal sekitar 4 - 7% (Mochtar, 1998).8. PatofisiologiAdanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).

Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.

Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post operasi, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.

Pathway

9. Pemeriksaan Penunjang Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.

Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi

Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah

Urinalisis / kultur urine

Pemeriksaan elektrolit

10. Penatalaksanaan Medis Post SC

a. Pemberian cairan

Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan perintravena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya Dextrose 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.

b. Diet

Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.

c. Mobilisasi

Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :

Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi

Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar

Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.

Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler)

Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian pasien diperbolehkan pulang.

d. Kateterisasi

Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 jam tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.e. Pemberian obat-obatan

1) AntibiotikCara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat berbeda-beda setiap institusi

2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaana) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam

b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol

c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu

3) Obat-obatan lain

Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C

f. Perawatan luka

Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka dan diganti

g. Perawatan rutin

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi,dan pernafasan.

(Manuaba, 1999)B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Identitas klien dan penanggung

Keluhan utama klien saat ini

Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara

Riwayat penyakit keluarga

Keadaan klien meliputi :

a. Sirkulasi

Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL.b. Integritas ego

Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.c. Makanan dan cairan

Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).

d. Neurosensori

Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.

e. Nyeri / ketidaknyamanan

Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah, distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin ada.

f. Pernapasan

Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.

g. Keamanan

Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.

h. Seksualitas

Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik: trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea) ditandai dengan pasien mengeluh nyeri secara verbal maupun non verbal, pasien melindungi daerah yang sakit.b. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan luka bekas operasic. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi

d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan pembedahan

e. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan agens obat (tindakan anestesi) ditandai dengan keterbatasan dalam pergerakan, pergerakan lambat.

Diagnosa KeperawatanTujuan dan Kriteria HasilIntervensiRasional

Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik: trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea) ditandai dengan pasien mengeluh nyeri secara verbal maupun non verbal, pasien melindungi daerah yang sakit.

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 6 jam diharapkan nyeri klien berkurang / terkontrol dengan kriteria hasil :a. Pain level (level nyeri): Klien tidak melaporkan adanya nyeri

Klien tidak merintih ataupun menangis

Klien tidak menunjukkan ekspresi wajah terhadap nyeri

Klien tidak tampak berkeringat dingin

Klien tidak mengalami ketegangan otot

RR dalam batas normal (16-20 x/mnt)

Nadi dalam batas normal (60-100x/mnt)

Tekanan darah dalam batas normal (120/80 mmHg)b. Pain control (kontrol nyeri):

Klien dapat mengenali onset nyeri

Klien dapat mendeskripsikan faktor-faktor penyebab nyeri

Klien dapat mengontrol nyerinya dengan menggunakan teknik manajemen nyeri non farmakologis

Klien menggunakan analgesik sesuai rekomendasi.

Klien melaporkan nyeri terkontrol.

Pain Control1. Ajarkan prinsip-prinsip managemen nyeri pada klien seperti distraksi, relaksasi, guided imagery.2. Berikan lingkungan yang nyaman, misalnya tingkat kebisingan, pencahayaan, suhu ruangan.3. Kurangi atau hilangkan faktor pencetus atau yang meningkatkan nyeri pada klien.4. Delegatif dalam pemberian analgetik, kortikosteroid atau steroid baik topical maupun local.Pain Level

5. Kaji skala nyeri serta faktor yang memperberat nyeri klien.6. Kaji tanda tanda vital klien, seperti : nadi, RR, dan tekanan darah.7. Bantu klien untuk menilai nyeri dengan membandingkan dengan pengalaman lain.1. Mengalihkan nyeri yang dialami klien2. Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensivitas pada cahaya dan meningkatkan istirahat/relaksasi.3. Untuk mengurangi perasaan nyeri yang dialami klien.4. Analgetik dapat mengurangi pengikatan mediator kimiawi nyeri pada reseptor nyeri sehingga dapat mengurangi rasa nyeri

5. Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan kontrol dan meningkatkan harga diri dan kemampuan koping6. Nyeri sebagai pengalaman subjektif dan harus digambarkan oleh klien. 7. Peningkatan nilai nadi, RR, dan tekanan darah mengindikasikan nyeri.

Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka bekas operasi (SC)Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 6 jam diharapkan klien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil :Risk Control : Infection process

Tidak ada kemerahan (Skala 5 = None)

Tidak terjadi hipertermia (Skala 5 = None)

Tidak ada nyeri (Skala 5 = None)

Tidak ada pembengkakan (Skala 5 = None)

Suhu dalam batas normal (36,5o 37oC) (skala 5 = no deviation from normal range)

Tekanan darah dalam batas normal (120/80 mmHg) (skala 5 = no deviation from normal range)

Nadi dalam batas normal (60-100 x/mnt) (skala 5 = no deviation from normal range)

RR dalam batas normal (12-20 x/mnt) (skala 5 = no deviation from normal range)

WBC dalam batas normal (4,6 10,2 k/ul) (skala 5 = no deviation from normal range)

Klien mampu menyebutkan factor-faktor resiko penyebab infeksi ( Skala 5 = Consistenly demonstrated)

Klien mampu memonitor lingkungan penyebab infeksi (Skala 5 = Consistenly demonstrated)

Klien mampu memonitor tingkah laku penyebab infeksi (Skala 5 = Consistenly demonstrated)

Tidak terjadi paparan saat tindakan keperawatan (Skala 5 = Consistenly demonstrated)Wound care:1. Luka dibersihkan dan diganti dressingnya minimal 1 x sehari.2. Monitor karakteristik luka meliputi (ada tidaknya cairan, ukuran, warna, bau).3. Pertahkan teknik steril dalam membersihkan luka.4. Catat kondisi luka secara teratur setiap melakukan rawat luka.5. Ajarkan kepada klien tanda dan gejala infeksi.

a. Infection control:6. Pertahankan kebersihan lingkungan sekitar klien.7. Batasi pengunjung.8. Ajarkan klien cara mencuci tangan dengan baik dan benar.

9. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.10. Cek tanda-tanda vital klien seperti (temperatur).11. Monitor hitung granulosit, WBC, tes sensitivitas.1. lingkungan luka yang bersih menurunkan risiko invasi bakteri.2. Perubahan karakteristik luka menandakan ada tidaknya infeksi misalnya, luka terdapat pus, berbau, ukuran meluas, warna sekitar luka menjadi kemerahan tanda-tanda tersebut menyatakan adanya infeksi.3. Teknik steril dalam perawatan luka mencegah transmisi kuman dari tangan perawat ke area luka.4. Mengevaluasi kondisi luka untuk mengetahui tanda-tanda infeksi sehingga dapat memberikan intervensi yang tepat.5. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda infeksi sehingga dapat melaporkan dengan segera kepada perawat.6. Lingkungan bersih mengurangi risiko invasi bakteri penyebab infeksi.7. mengurangi transmisi mikroorganisme dari pengunjung ke klien.8. Menghindari transmisi kuman dari tangan ke daerah luka yang menempel di tangan.9. Antibiotik yang tepat dapat mengurangi replikasi bakteri.10. Peningkatan suhu tubuh klien menandakan terjadinya infeksi11. Dapat sebagai indikator ada tidaknya infeksi dan menentukan sensitivitas pada obat tertentu.

Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 6 jam diharapkan ansietas klien berkurang dengan kriteria hasil :Anciety Control

Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas

Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas

Vital sign dalam batas normal

Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan

Anxiety Reduction

1. Kaji respon psikologis terhadap kejadian dan ketersediaan sistem pendukung

2. Tetap bersama klien, bersikap tenang dan menunjukkan rasa empati

3. Observasi respon nonverbal klien (misalnya: gelisah) berkaitan dengan ansietas yang dirasakan

4. Dukung dan arahkan kembali mekanisme koping

5. Berikan informasi yang benar mengenai prosedur pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi

6. Diskusikan pengalaman / harapan kelahiran anak pada masa lalu

7. Evaluasi perubahan ansietas yang dialami klien secara verbal

1. Keberadaan sistem pendukung klien (misalnya pasangan) dapat memberikan dukungan secara psikologis dan membantu klien dalam mengungkapkan masalahnya

2. Keberadaan perawat dapat memberikan dukungan dan perhatian pada klien sehingga klien merasa nyaman dan mengurangi ansietas yang dirasakannya

3. Ansietas seringkali tidak dilaporkan secara verbal namun tampak pada pola perilaku klien secara nonverbal

4. Mendukung mekanisme koping dasar, meningkatkan rasa percaya diri klien sehingga menurunkan ansietas

5. Kurangnya informasi dan misinterpretasi klien terhadap informasi yang dimiliki sebelumnya dapat mempengaruhi ansietas yang dirasakan

6. Klien dapat mengalami penyimpangan memori dari melahirkan. Masa lalu / persepsi yang tidak realistis dan abnormalitas mengenai proses persalinan SC akan meningkatkan ansietas.

7. Identifikasi keefektifan intervensi yang telah diberikan

Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan agens obat (tindakan anestesi) ditandai dengan keterbatasan dalam pergerakan, pergerakan lambatSetelah diberikan asuhan keperawatan selama x 6 jam diharapkan tidak terjadi hambatan mobilitas fisik dengan kriteria hasil :Mobilisasi Pergerakan otot ( 5 = not compromised ) Bergerak lebih mudah ( 5 = not compromised ) Perubahan penampilan ( 5 = not compromised ) Mobilisasi :1. Kaji kesiapan klien dalam melakukan aktivitas

2. Monitor ketidakmampuan klien saat melakukan aktivitas3. Memantau kemampuan klien untuk melakukan perubahan posisi.4. Bantu klien dalam perawatan diri mandi dan berpakaian5. Berikan kesempatan klien berpartisipasi dalam perawatan diri6. Berikan feedback positif terhadap perubahan klien dalam melakukan aktifitas7. Menjelaskan pada anggota keluarga rasional dari prosedur yang akan dilakukan

Mobilisasi: 1. Kesiapan klien dalam melakukan aktivitas mempermudah intervensi yang akan diberikan2. Untuk mengetahui sejauh mana aktivitas perawatan diri yang bisa dan tidak bisa dilakukan klien sehingga memudahkan memberi intervensi selanjutnya3. Mengetahui perkembangan kemampuan klien4. Membantu membersihkan tubuh klien walau klien dalam keadaan lumpuh5. Membantu memandirikan kien sejauh kemampuan yang dimiliki6. Membantu meningkatkan keinginan klien untuk melakukan latihan rentang gerak7. Pihak keluarga dapat membantu meyakinkan klien dalam prosedur tindakan keperawatan yang dilakukan

3. ImplementasiImplementasi disesuaikan dengan intervensi keperawatan yang telah disusun4. Evaluasi

NoDiagnosaEvaluasi

1Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik: trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea) ditandai dengan pasien mengeluh nyeri secara verbal maupun non verbal, pasien melindungi daerah yang sakit.

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 6 jam diharapkan nyeri klien berkurang / terkontrol dengan kriteria hasil :

a. Pain level (level nyeri):

Klien tidak melaporkan adanya nyeri

Klien tidak merintih ataupun menangis

Klien tidak menunjukkan ekspresi wajah terhadap nyeri

Klien tidak tampak berkeringat dingin

Klien tidak mengalami ketegangan otot

RR dalam batas normal (16-20 x/mnt)

Nadi dalam batas normal (60-100x/mnt)

Tekanan darah dalam batas normal (120/80 mmHg)

b. Pain control (kontrol nyeri):

Klien dapat mengenali onset nyeri

Klien dapat mendeskripsikan faktor-faktor penyebab nyeri

Klien dapat mengontrol nyerinya dengan menggunakan teknik manajemen nyeri non farmakologis

Klien menggunakan analgesik sesuai rekomendasi.

Klien melaporkan nyeri terkontrol.

2Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka bekas operasi (SC)Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 6 jam diharapkan klien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil :Risk Control : Infection process Tidak ada kemerahan (Skala 5 = None)

Tidak terjadi hipertermia (Skala 5 = None)

Tidak ada nyeri (Skala 5 = None)

Tidak ada pembengkakan (Skala 5 = None)

Suhu dalam batas normal (36,5o 37oC) (skala 5 = no deviation from normal range)

Tekanan darah dalam batas normal (120/80 mmHg) (skala 5 = no deviation from normal range)

Nadi dalam batas normal (60-100 x/mnt) (skala 5 = no deviation from normal range)

RR dalam batas normal (12-20 x/mnt) (skala 5 = no deviation from normal range)

WBC dalam batas normal (4,6 10,2 k/ul) (skala 5 = no deviation from normal range)

Klien mampu menyebutkan factor-faktor resiko penyebab infeksi ( Skala 5 = Consistenly demonstrated)

Klien mampu memonitor lingkungan penyebab infeksi (Skala 5 = Consistenly demonstrated)

Klien mampu memonitor tingkah laku penyebab infeksi (Skala 5 = Consistenly demonstrated)

Tidak terjadi paparan saat tindakan keperawatan (Skala 5 = Consistenly demonstrated)

3Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 6 jam diharapkan ansietas klien berkurang dengan kriteria hasil :Anciety Control

Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas

Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas

Vital sign dalam batas normal

Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan

5Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan agens obat (tindakan anestesi) ditandai dengan keterbatasan dalam pergerakan, pergerakan lambatSetelah diberikan asuhan keperawatan selama x 6 jam diharapkan tidak terjadi defisit perawatan diri dengan kriteria hasil :Mobilisasi Pergerakan otot ( 5 = not compromised ) Bergerak lebih mudah ( 5 = not compromised ) Perubahan penampilan ( 5 = not compromised )

DAFTAR PUSTAKACarpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC.

Dochterman, Joanne M. & Bulecheck, Gloria N. 2004. Nursing Interventions Classification : Fourth Edition. United States of America : Mosby. Doengoes, Marylinn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi. Jakarta : EGC.

Hadijono, Soerjo. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta:Bina PustakaManuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk Dokter Umum. Jakarta : EGC.

Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta : EGC.

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC.

Moorhead, Sue et al. 2008. Nursing Outcomes Classification : Fourth Edition. United States of America : Mosby.NANDA International. 2011. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta : EGC.Sarwono, Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT Gramedia

Kelainan / hambatan selama hamil dan proses persalinan

Misalnya : plasenta previa sentralis / lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, ruptur uteri mengancam, partus lama / tidak maju, preeklamsia, distonia serviks, malpresentasi janin

Insisi dinding abdomen

Risiko Infeksi

Luka post op. SC

Ansietas

Kurang Informasi

Sectio Caesarea (SC)

Nyeri Akut

Merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin

Terputusnya inkonuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi

Tindakan anastesi

Imobilisasi

Kurangnya kemampuan pasien untuk melakukan ADL

Hambatan mobilitas fisik

Defisit Perawatan Diri