Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

57
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.W DENGAN MASALAH MOBILISASI DI RS.TELOGOREJO SEMARANG DI SUSUN OLEH : 1. ANGGA LAKSANA 2. NURINI 3. NURHIKMAH 4. NYIMAS MUNIGAR 5. SETYO WIJAYANTI 6. SUPRIH HARTINI 7. SRI MULYANI 8. YENI FILA .K 1

Transcript of Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

Page 1: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Tn.W DENGAN MASALAH MOBILISASI

DI RS.TELOGOREJO SEMARANG

DI SUSUN OLEH :

1. ANGGA LAKSANA

2. NURINI

3. NURHIKMAH

4. NYIMAS MUNIGAR

5. SETYO WIJAYANTI

6. SUPRIH HARTINI

7. SRI MULYANI

8. YENI FILA .K

PROGRAM PROFESI NERS

1

Page 2: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

STIKES TELOGOREJO SEMARANG

2011

2

Page 3: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

BAB I

KONSEP DASAR

A. KONSEP DASAR

1. Pengertian

Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan

teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Setiap orang butuh untuk

bergerak. Kehilangan kemampuan untuk bergerak menyebabkan ketergantungan dan

ini membutuhkan tindakan keperawatan. Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan

kemandirian diri, meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khusunya

penyakit degenerative dan untuk aktualisasi diri (harga diri dan citra tubuh) (Tarwoto,

W, 2003 ).

Mobilisasi adalah kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah dan

teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan

kesehatannya (Alimul Hidayat, 2006).

Mobilitas adalah kemampuan bergerak dengan bebas, mudah, berirama, dan terarah di

lingkungan (Kozier, Barbara, Erb & dkk. 2010).

Sedangkan imobilitas atau imobilisasi merupakan ketidakmampuan untuk bergerak

bebas yang disebabkan oleh kondisi dimana gerakan terganggu atau dibatasi secara

terapeutik (Potter dan perry, 2006 dalam Asmadi, 2009).

2. Faktor yang mempengaruhi mobilisasi dan imobilisasi

a. Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi antara lain

1) Gaya Hidup

Mobilitas seseorang dipengaruhi oleh latar belakang budaya, nilai – nilai yang

dianut serta lingkungan tempat ia tinggal ( masyarakat ), contohnya wanita

jawa dituntut untuk berpenampilan lemah lembut dan tabu bagi mereka untuk

melakukan aktifitas yang berat.

2) Ketidakmampuan

Kelemahan fisik dan mental akan menghalangi seseorang untuk melakukan

aktifitas hidup sehari – hari. Secara umum ketidakmampuan ada dua macam

yaitu ketidakmampuan primer dan sekunder.

1

Page 4: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

Ketidakmampuan primer disebabkan oleh penyakit atau trauma (misalnya

paralisis akibat gangguan atau cedera pada medulla spinalis).

Ketidakmampuan sekunder terjadi akibat dampak dari ketidakmampuan

primer (misalnya kelemahan otot dan tirah baring), penyakit – penyakit

tertentu dan kondisi cidera akan berpengaruh terhadap mobilitas.

3) Tingkat energi

Energi dibutuhkan dalam banyak hal salah satunya adalah mobilisasi. Dalam

hal ini cadangan energi yang dimiliki masing – masing individu bervariasi.

Disamping itu ada kecenderungan seseorang untuk menghindari stressor guna

mempertahankan kesehatan fisik dan psikologis.

4) Usia

Usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan

mobilitas. Pada individu lansia, kemampuan untuk melakukan aktivitas dan

mobilisasi menurun sejalan dengan penuaan.

(Alimul Hidayat, 2006)

b. Ada beberapa alasan mengapa dilakukan imobilisasi

1) Pembatasan gerak yang ditujukan untuk pengobatan atau therapy, misalnya

pada pasien yang menjalani pembedahan atau yang mengalami cedera pada

tungkai dan lengan.

2) Keharusan yang biasanya disebabkan oleh ketidakmampuan primer seperti

pasien paralisis

3) Pembatasan otomatis sampai dengan gaya hidup

(Kozier, Barbara, Erb & dkk. 2010)

3. Jenis mobilitas dan imobilitas

a. Jenis-jenis mobilitas

1) Mobilitas penuh

Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas

sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari.

Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunter dan sensorik

untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.

2

Page 5: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

2) Mobilitas sebagian

Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasasn jelas dan

tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf

motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus

cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pasien paraplegi dapat

mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan

kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua yaitu:

a) Mobilitas sebagian temporer

Merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang

sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel

pada sistem muskuloskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi pada

sendi dan tulang.

b) Mobilitas sebagian permanen

Merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang

sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang

reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi

karena cedera tulang belakang, poliomielitis karena terganggunya sistem

saraf motorik dan sensorik.

b. Jenis-jenis imobilitas

1) Imobilitas fisik

Merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan untuk

mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien

dengan hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan di daerah

paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi

tekanan.

2) Imbilitas intelektual

Merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya pikir,

seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit.

3) Imobilitas emosional

Merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara

emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri.

Contohnya, keadaan seseorang yang mengalami stress berat yang dapat

3

Page 6: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

disebabkan karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami kehilangan

bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai.

4) Imobilitas sosial

Merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan

interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi

perannya dalam kehidupan sosial.

(Alimul Hidayat, 2006)

4. Tingkatan imobilitas

a. Imobilitas komplet

Imobilitas ini dilakukan pada individu yang mengalami gangguan tingkat

kesadaran.

b. Imobilitas parsial

Imobilitas ini dilakukan pada klien yang mengalami fraktur, misalnya fraktur

ekstremitas bawah (kaki).

c. Imobilitas karena alasan pengobatan

Imobilitas ini dilakukan pada individu yang menderita gangguan pernafasan

(misal sesak nafas), atau pada penyakit jantung.

(Wahit Iqbal, 2007)

5. Patofisiologi

Imobilisasi terjadi karena pengaruh patologis yaitu :

a. Kelainan postur

Kelainan postur membuat pembatasan gerakan pada sendi sehingga pada klien

terjadi adanya imobilisasi.

b. Ganguan perkembangan otot

Distrofi muskular adalah sekumpulan ganguan yang disebabkan oleh degenarasi

serat otot skelet. Akibat distrofi otot mengakibatkan penurunan kemampuan untuk

beraktivitas dan deformitas.

c. Kerusakan sistem saraf

Kerusakan sistem saraf yang mengatur gerakan volunter mengakibatkan ganguan

kesejajaran tubuh dan mobilisasi.

d. Trauma langsung pada sistem muskuloskletal

Trauma yang menyebabkan memar, kontusio, salah urat dan fraktur

mengakibatkan ganguan pada mobiliisasi yang mana akan menyebabkan danpak

4

Page 7: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

terjadinya atrofi, kehilangan tonus otot, dan kekakuan sendi sehingga terjadinya

imobilisasi pada klien.

(Potter & Perry. 2006)

6. Dampak fisik dan psikologis imobilitas

Masalah imobilitas dapat menimbulkan berbagai dampak, baik dari segi fisik maupun

psikologis. Secara psikologis imobilitas dapat menyebabkan penurunan motivasi,

kemunduran kemampuan dalam memecahkan masalah dan perubahan konsep diri.

Selain itu, kondisi ini juga disertai dengan ketidaksesuaian antara emosi dan situasi,

perasaan tidak berharga dan tidak berdaya serta kesepian yang diekspresikan dengan

perilaku menarik diri dan apatis.

Sedangkan masalah fisik dapat terjadi sebagai berikut :

a. Sistem Muskuloskeletal

1) Osteoporosis, tanpa adanya aktivitas yang memberi beban pada tulang, tulang

akan mengalami demineralisasi (osteoporosis). Proses ini akan menyebabkan

tulang kehilangan kekuatan dan kepadatannya sehingga tulang menjadi

keropos dan mudah patah.

2) Atrofi otot, Otot yang tidak dipergunakan dalam waktu lama akan kehilangan

sebagian besar kekuatan dan fungsi normalnya.

3) Kontraktur, Pada kondisi imobilisasi, serabut otot tidak mampu memndek atau

memanjang. Lama kelamaan kondisis ini akan menyebabkan kontraktur

(pemendekan otot permanen). Proses ini sering mengenai sendi, tendon dan

ligament.

4) Kekakuan dan nyeri sendi, Pada kondisi imobilisasi jaringan kolagen pada

sendi dapat mengalami ankilosa. Selain itu tulang juga akan mengalami

demineralisasi yang akan menyebabkan akumulasi kalsium pada sendi yang

dapat mengakibatkan kekakuan dan nyeri pada sendi.

b. Eliminasi Urine

1) Stasis urine, Pada individu yang mobililisasi gravitasi memainkan peran yang

penting dalam proses pengosongan ginjal dan kandung kemih. Sebaliknya

saat individu berada dalam posisi berbaring untuk waktu lama, gravitasi

justru akan menghambat proses tersebut, akibatnya pengosongan urine

menjadi terhambat, dan terjadilah stasis urine (terhentinya atau terhambatnya

aliran urine).

5

Page 8: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

2) Batu ginjal, Pada kondisi imobilisasi terjadi ketidakseimbangan antara

kalsium dan asam sitrat yang menyebabkan kelebihan kalsium. Akibatnya

urine menjadi lebih basa dan garam kalsium mempresipitasi terbentuknya

batu ginjal. Pada posisi horizontal akibat imobilisasi, pelvis ginjal yang terisi

urine basa menjadi tempat yang ideal untuk pembentukan batu ginjal.

3) Retensi Urine, Kondisi imobilisasi menyulitkan upaya seseorang untuk

melemaskan otot perineum pada saat berkemih. Selain itu penururnan tonus

otot kandung kemih juga menghambat kemampuan untuk mengosongkan

kandung kemih secara tuntas.

4) Infeksi Perkemihan, Urine yang statis merupakan media yang baik untuk

pertumbuhan bakteri. Selain itu, sifat urine yang basa akibat hiperkalsiuria

juga mendukung proses tersebut. Organisme yang umumnya menyebabkan

infeksi saluran kemih adalah Escheria coli.

c. Gastrointestinal

Kondisi imobilisasi mempengaruhi tiga system pencernaan, yaitu fungsi ingesti,

digesti, dan eliminasi. Dalam hal ini masalah yang umum ditemui salah satunya

adalah konstipasi. Konstipasi terjadi akibat penurunan peristaltic dan motilitas

usus. Jika konstipasi terus berlanjut feses akan menjadi sangat keras dan

diperlukan upaya yang kuat untuk mengeluarkannya.

d. Respirasi

1) Penurunan gerak pernafasan, Kondisi ini dapat disebabkan oleh pembatasan

gerak, hilangnya koordinasi otot atau karena jarangnya otot – otot tersebut

digunakan, obat-obatan tertentu (misal sedative dan analgesic) dapat

menyebabkan kondisi ini.

2) Penumpukan secret, Normalnya secret pada saluran pernapasan dikeluarkan

dengan perubahan posisi atau postur tubuh, serta dengan batuk. Pada kondisi

imobilisasi secret terkumpul pada saluran pernapasan akibat gravitasi sehingga

mengganggu proses difusi oksigen dan karbondioksida di alveoli. Selain itu

upaya batuk untuk mengeluarkan secret juga terhambat karena melemahnya

tonus otot – otot pernapasan.

3) Atelektasis, Pada kondisi tirah baring ( imobilisasi ), perubahan aliran darah

regional dapat menurunkan produksi surfaktan. Kondisi ini ditambah dengan

sumbatan secret pada jalan nafas, dapat menyebabkan atelektasis.

6

Page 9: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

e. Sistem kardiovaskuler

1) Hipotensi Ortostatik, Hipotensi ortostatik terjadi karena system saraf otonom

tidak dapat menjaga keseimbangan suplai darah ketubuh sewaktu individu

bangun dari posisi terbaring dalam waktu yang lama. Darah berkumpul di

ekstremitas, dan tekanan darah menurun drastis akibatnya perfusi ke otak

mengalami gangguan yang bermakna, dan individu dapat mengalami pusing,

berkunang–kunang bahkan pingsan. Hipotensi ortostatik merupakan turunnya

tekanan 15 mmHg atau lebih ketika pasien bangkit dari tidur atau pada saat

duduk untuk berdiri (Asmadi, 2009).

2) Pembentukan Thrombus, Thrombus atau masa padat darah yang terbentuk di

jantung atau pembuluh darah biasanya disebabkan oleh tiga faktor, yaitu

gangguan aliran balik vena menuju jantung, hyperkoagulabilitas darah, dan

cidera pada dinding pembuluh darah. Jika thrombus lepas dari dindnig

pembuluh darah dan masuk ke sirkulasi disebut sebagai embolus.

3) Edema dependen, Edema dependen biasa terjadi diarea – area yang

menggantung, seperti kaki dan tungkai bawah pada individu yang sering

duduk berjuntai di kursi. Lebih lanjut edema ini akan menghambat aliran balik

vena menuju jantung yang akan menimbulkan lebih banyak odema.

f. Metabolisme dan Nutrisi

1) Penurunan laju metabolisme, Laju metabolisme basal adalah jumlah energi

minimal yang digunakan untuk mempertahankan proses metabolisme. Pada

kondisi imobilisasi laju metabolisme basal, motilitas usus, serta sekresi

kelenjar digestif menurun seiring dengan penurunan kebutuhan energi tubuh.

2) Balans nitrogen negative, Pada kondisi imobilisasi terdapat

ketidakseimbangan antara proses anabolisme dan katabolisme protein. Dalam

hal ini proses katabolisme melebihi anabolisme, akibatnya jumlah nitrogen

yang di ekskresikan meningkat (akibat proses katabolisme) dan menyebabkan

balans nitrogen negative.

3) Anoreksia, Penurunan nafsu makan (anoreksia) biasanya terjadi akibat

penurunan laju metabolisme dan peningkatan katabolisme yang kerap

menyertai kondisi imobilisasi. Jika asupan protein kurang, kondisi ini bisa

menyebabkan ketidakseimbangan nitrogen yang dapat berlanjut pada

malnutrisi.

7

Page 10: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

g. Sistem Integumen

1) Turgor kulit menurun, Kulit dapat mengalami atropi akibat imobilitas yang

lama. Selain itu perpindahan cairan antar kompartemen pada area tubuh yang

menggantung dapat mengganggu keutuhan dan kesehatan dermis dan jaringan

subkutan. Pada akhirnya kondisi ini akan menyebabkan penurunan elastisitas

kulit.

2) Kerusakan Kulit, Kondisi imobilitas mengganggu sirkulasi dan suplai nutrient

menuju area tertentu. Ini mengakibatkan iskemia dan nekrosis jaringan

superficial yang dapat menimbulkan ulkus dekubitus.

h. Sistem Neurosensorik

Ketidakmampuan mengubah posisi menyebabkan terhambatnya input sensorik,

menimbulkan perasaan lelah, iritabel, persepsi tidak realistis dan mudah bingung.

(Potter & Perry. 2006)

7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan diagnostik dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dampak dari

adanya ganguan mobilisasi yaitu :

a. Analisa gas darah

b. Nilai cairan dan elektrolit dalam tubuh

c. Status nutrisi

d. Fungsi jantung dan paru-paru

(Kozier, Barbara, Erb & dkk. 2010)

8. Penatalaksanaan

a. Pengaturan posisi dengan cara mempertahankan posisi dalam postur tubuh yang

benar. Cara ini dapat dilakukan dengan membuat sebuah jadwal tentang

perubahan posisi selama kurang lebih setengah jam. Pelaksanaannya dilakukan

secara bertahap agar kemampuan kekuatan otot dan ketahanan dapat meningkat

secara berangsur-angsur.

b. Ambulasi dini merupakan saah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan

dan ketahanan otot. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di

tempat tidur, turun dari tempat tidur, berdiri di samping tempat tidur, bergerak ke

kursi roda, dan seterusnya. Kegiatan ini dapat dilakukan secara berangsur-angsur.

8

Page 11: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

c. Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri untuk melatih kekuatan dan

ketahanan serta kemampuan sendi agar mudah bergerak.

d. Latihan isotonik dan isometrik. Latihan ini juga dapat digunakan untuk melatih

kekuatan dan ketahanan otot dengan cara mengangkat beban yang ringan,

kemudian beban yang berat. Latihan isotonik (dynamic exercise) dapat dilakukan

dengan rentang gerak (ROM) secara aktif, sedangkan latihan isometrik (static

exercise) dapat dilakukan dengan meningkatkan curah jantung ringan dan nadi.

e. Latihan ROM, baik secara aktif maupun pasif. ROM merupakan tindakan untuk

mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan pada otot.

(Alimul Hidayat, 2006)

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian (Alimul Hidayat, 2006)

a. Riwayat keperawatan sekarang

Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang menyebabkan

terjadinya keluhan atau gangguan dalam mobilitas dan imobilitas, seperti adanya

nyeri, kelemahan otot, kelelahan, tingkat mobilitas dan imobilitas, daerah

terganggunya mobilitas dan imobilitas, dan lama terjadinya gangguan mobilitas.

b. Riwayat keperawatan penyakit yang pernah diderita

Pengkajian riwayat penyakit yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan

mobilitas, misalnya adanya riwayat penyakit sistem neurologis (kecelakaan

cerebrovaskuler, trauma kepala, peningkatan tekanan intrakranial, cedera medulla

spinalis, dan lain-lain). Riwayat penyakit sistem kardiovaskuler (infark miokard,

gagal jantung kongestif). Riwayat penyakit sistem muskuloskeletal (osteoporosis,

fraktur, artritis). Riwayat penyakit sistem pernafasan (penyakit paru obstruksi

menahun, pneumonia). Riwayat pemakaian obat (seperti sedative, hipnotik,

depresan sistem saraf pusat).

c. Kemampuan fungsi motorik

Pengkajian fungsi motorik antara lain pada tangan kanan dan kiri, kaki kanan dan

kaki kiri untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan atau spastis.

9

Page 12: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

d. Kemampuan mobilitas

Pengkajian kemampuan mobilitas dilakukan dengan tujuan untuk menilai

kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun dan berpindah tanpa

bantuan.

Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah sebagai berikut:

Tingkat aktivitas/mobilitas Kategori

Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh

Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat

Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain

Tingkat 3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain,dan peralatan

Tingkat 4 Sangat bergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi dalam perawatan

e. Kemampuan rentang gerak

Pengkajian rentang gerak (range of motion-ROM) dilakukan pada daerah bahu,

siku, lengan, panggul, dan kaki.

Gerak sendi Derajat rentang normal

BahuAbduksi: Gerakan lengan kelateral dari posisi samping atasKepala: Telapak tangan menghadap ke posisi yang paling jauh

180

SikuFleksi: Angkat lengan bawah ke arah depan dan ke arah atas menujubahu

150

Pergelangan tanganFleksi: Tekuk jari-jari tangan ke arah bagian dalam lengan bawahEkstensi: Luruskan pergelangan tangan dari posisi fleksiHiperekstensi: Tekukjari-jari tangan ke arah belakang sejauh mungkin.Abduksi: Tekuk pergelangan tangan ke sisi ibu jari ketika telapak tangan menghadap ke atas.Adduksi: Tekuk pergelangan tangan ke arah kelingking,

80-90

80-9070-90

0-20

30-50

10

Page 13: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

telapak tangan menghadap ke atasTangan dan jariFleksi: Buat kepalan tanganEkstensi:Luruskan jariHiperekstensi: Tekuk jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkinAbduksi: Kembangkan jari tanganAdduksi: Rapatkan jari-jari tangan

909090

2020

f. Perubahan intoleransi aktivitas

Pengkajian intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan perubahan pada sistem

pernafasan antara lain suara nafas, analisa gas darah, gerakan dinding thorak,

adanya mukus, batuk yang produktif diikuti panas, dan nyeri saat respirasi.

Pengkajian intoleransi aktivitas terhadap perubahan sistm kardiovaskuler seperti

nadi dan tekanan darah, gangguan sirkulasi perifer, adanya trombus, serta

perubahan tanda vital setelah melakukan aktivitas atau perubahan posisi.

g. Kekuatan otot dan gangguan koordinasi

Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral atau tidak.

Derajat kekuatan otot dapat ditentukan dengan:

Skala PresentasiKekuatan Normal

Karakteristik

0 0 Paralisis sempurna.

1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat dipalpasi atau dilihat.

2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan topangan.

3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi

4 75 Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan melawan tahanan minimal.

5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan tahanan penuh.

h. Perubahan psikologis

Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan

mobilitas dan imobilitas antara lain perubahan perilaku, peningkatan emosi,

perubahan dalam mekanisme koping dan lain-lain.

11

Page 14: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

a. Hambatan mobilisasi fisik b.d penurunan rentang gerak, tirah baring, dan penurunan

kekuatan otot.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 5x24 jam klien dapat menunjukan

peningkatan mobilitas dan kekuatan otot.

Kriteria hasil :

1) Peningkatan kekuatan otot

2) Klien mengatakan mampu melakukan mobilitas sesuai dengan kemampuannya

Intervensi

a) Pertahankan body aligment dan posisi yang nyaman

Rasional : mencegah iritrasi dan mencegah komplikasi

b) Cegah pasien jatuh dan berikan pagar pengaman pada temapt tidur

Rasional : mempertahankan keamanan pasien

c) Lakukan latihan aktif dan pasif

Rasional : Meningkatkan sirkulasi dan mecegah kontraktur

d) Tingkatkan aktivitas sesuai batas toleransi

Rasional : mempertahankan tonus otot

e) Pertahankan nutrisi yang adekuat dengan kolaborasi ahli diet

Rasional : nutrisi diperlukan untuk energi

f) Kolaborasi dengan fisioterapi dalam prorgam latihan

Rasional : untuk meningkatkan terapi yang optimal

g) Lakukan kerja sama dengan keluarga dalam perawatan klien

Rasional : meningkatkan pereawatn yang opitmal bagi klien

b. Ganguan integritas kulit b.d keterbatasan mobilisasi, tekanan permukaan kulit, gaya

gesek

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 5x24 jam tidak terjadinya luka

dekubitus

Kriteria hasil :

1) Tidak ada dekubitus

2) Kulit tetap utuh

12

Page 15: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

Intervensi Keperawatan :

a) Lakukan alih baring pada pasien imobilisasi

Rasional : menghindari penekanan yang terlalu lama pada bagian tubuh dan

melancarkan peredaran darah

b) Lakukan perawatan luka

Rasional : menghindari luka bertambah luas dan menyerap drainase dari

permukaan luka

c) Lakukan kolaborasi untuk pemberian kasur udara

Rasional : mendistribusikan tekanan pada area yang lebih luas dan tidak tekanan

pada tulang

d) Lakukan perawatan kulit

Rasional : mencegah kulit kering yang memudahkan terjadinya luka.

(Potter & Perry. 2006)

13

Page 16: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

BAB II

LAPORAN KASUS

Nama Pasien : Tn W Tanggal pengkajian : 28 September 2011

Ruang/kamar : C2 kiri/202-2 Waktu pengkajian : Jam 21.45 WIB

Tgl masuk : 4 September 2011 Auto anamneses : -

Allo anamneses : √

A. PENGKAJIAN

1. IDENTIFIKASI

PASIEN

Nama : Tn.W

Umur : 88 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Status perkawainan : Kawin

Agama/suku : Islam/Jawa

Warga Negara : WNI

Bahasa yang digunakan : Jawa dan Indonesia

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Pensiunan BI

Alamat Rumah : Jl Abimanyu Semarang.

Diagnosa Medik : DM tipe II, Gangguan kesadaran, IHD, Febris.

PENANGGUNG JAWAB

Nama : Tn. S.W

Alamat : Perum Griya Lestari, Semarang

Hubungan dengan pasien : Adik Pasien

14

Page 17: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

2. RIWAYAT KESEHATAN

1. Keluhan Utama :

DS : tidak bisa kaji, pasien tidak kooperatif

DO : KU pasien sadar lemah, Pasien tampak mengalami kelemahan pada kedua

ektremitas bawah.

2. Riwayat Kesehatan sekarang :

Keluarga pasien mengatakan 1 minggu sebelum masuk RS, pasien terjatuh di rumah

dan kepala membentur jendela kaca. Sejak saat itu pasien tidak bisa berjalan, hanya

berbaring di tempat tidur dan walaupun keadaan pasien seperti itu pasien tetap

mengikuti puasa ramadhan selama 3 hari, dan pada hari ke 3 pasien menjadi lemas

dan kesadarannya mulai menurun sehingga oleh keluarga pasien dibawa ke RS

Telogorejo. Di UGD pasien mendapat tindakan pengukuran TTV : TD 110/70 mmHg,

suhu 37⁰C, nadi 100x/mnt, RR 26x/mnt, saturasi O2 93%, pasien menggunakan O2

MNR 8/mnt setelah diobservasi selama 2 jam pasien kemudian dipindahkan di ruang

HND, setelah 1 minggu di HND pasien mengalami perbaikan kesadaran sehingga

pasien dipindah diruang Cempaka 2 Kiri Bed 202-2.

3. Riwayat Penyakit dahulu :

Menurut keluarga pasien pernah dirawat karena sakit malaria pada tahun 1998, dan

pasien belum pernah sakit seperti yang diderita sekarang.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga

Menurut keluarga tidak ada keluarga yang menderita sakit menurun seperti DM dan

HT.

3. PEMERIKSAAN FISIK

a. Tanda-tanda vital

- Kesadaran : Sadar lemah, GCS: M:6, V:1, E:4

- Tekanan darah : 130/80 mmHg

- Suhu : 36 ⁰C (Axila)

- Pernafasan : 16 x/menit

- Nadi : 84 x/menit

- Saturasi O2 : 98 %

15

Page 18: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

b. Pemeriksaan fisik Head To Toe

1) Rambut : Besih, rontok, tidak terdapat luka, tidak be bau

2) Kepala : Bentuk mesosephal, tidak ada kelainan

3) Mata : Conjungtiva tidak anemi, daerah sekitar mata cekung, kornea tampak

Keruh

4) Hidung : Terpasang O2 kanul 3 L/menit, terpasang selang NGT H+2, pada

lubang hidung sebelah kanan, tidak ada tanda infeksi sinusistis, tidak

terdapat lendir

5) Mulut : Mukosa bibir lembab, lidah bersih, tidak ada stomatitis, semua gigi

sudah tanggal, bibir tidak simetris.

6) Gigi : Semua gigi sudah tanggal

7) Telinga : Bersih, tidak terdapat nyeri tekan dibawah/dibelakang telinga,

pendengaran berkurang

8) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, trakea simetris

9) Kulit : Pitting oedema 1 pada ekstremitas bawah, kulit keriput, ada luka di

daerah pedis sinistra diameter 1,5cm, ada bekas luka di daerah sacrum

sudah kering

10) Dada

- I : Simetris, Tidak ada keloid

- P : Vokal Fremitus getarannya sama

- P : Redup

- A : Vesikuler

11) Abdomen

- I : Bentuk datar, tidak tampak pembuluh darah vena dan keloid

- A : Bising usus 19 x/menit

- P : Tidak ada nyeri tekan pada semua kuadran, tidak teraba skibala

- P : Tympani

12) Ekstremitas

- Atas kiri : Kekuatan otot 5, tidak ada kontraktur.

- Atas kanan : Terpasang infuse, kekuatan otot 5, dan tidak ada kontraktur

- Bawah kiri : Terjadi odem pada kaki (pergelangan kaki kebawah),

kekuatan otot 1 dan tidak ada kontarktur.

16

Page 19: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

- Bawah kanan : Terjadi oedem pada kaki (pergelangan kaki kebawah),

kekuatan otot 1, dan tidak ada kontraktur.

- Kekuatan otot :

13) Genetalia : Terpasang kateter H+2, ada hemoroid kecil di rectum

4. ANTROPOMETRI

- Lingkar Lengan Atas : 25 cm

- Tinggi Badan : Tidak teridentifikasi

- I.M.T : Tidak teridentifikasi

5. PENGKAJIAN POLA GORDON

a. Pola Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan

Di Rumah : Keluarga mengatakan pasien pernah sakit malaria dan di rawat di RS,

bila sakit pasien periksa ke dr, pasien dan kelurga sebelum dirawat tidak

mengetahui bahwa pasien sakit DM

Di RS ; Keluarga berharap sakitnya dapat membaik, tetapi keluarga tetap pasrah

pada Tuhan.

b. Pola nutrisi dan metabolik

Di Rumah : Menurut keluarga pasien makan 3x sehari tidak ada pantangan.

Di RS : Keluarga mengatakan pasien tidak bisa makan karena sakitnya

Pasien makan menggunakan NGT, diet yang diberikan sonde DM 1700

kalori, 1,5 gr/kg BB/HR, diberikan 6x150 CC.

c. Pola Eleminasi

Di Rumah : Keluarga mengatakan sebelum sakit pasien tidak ada kesulitan dalam

BAB dan BAK.

Di RS : Pasien terpasang kateter H+ 2 urine keluar kuning jernih +1300 cc/24 jam,

pasien bisa BAB.

17

5 5 5 5 5 5 5 5

1 1 1 1 1 1 1 1

Page 20: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

d. Pola aktifitas dan latihan

Di Rumah :Menurut keluarga sebelum sakit pasien dapat beraktifitas sendiri tanpa di

bantu.

Di RS : Aktifitas pasien dibantu penuh penuh oleh keluarga dan perawat, pasien

hanya dapat berbaring saja di tempat tidur, dengan kekuatan otot :

5 5 5 5 5 5 5 5

1 1 1 1 1 1 1 1

Observasi ket :

- Makan : 4 0 : mandiri

- Mandi : 4 1 : bantuan alat

- Berpakaian : 4 2 : bantuan orang

- BAK : 4 3 : bantuan orang dan alat

- BAB : 4 4 : bantuan penuh

e. Pola Isirahat dan tidur

Di Rumah : Keluarga mengatakan dirumah pasien tidak mengalami masalah dalam

isirahat dan tidur.

Di RS

DO : Pasien banyak tidur

f. Pola persepsi Kognitif

Di Rumah : Menurut keluarga pasien belum/tidak mengalami penurunan

pendengaran maupun penciuman, penglihatan pasien sudah

menggunakan kaca mata.

Di RS : Menurut keluarga saat ada yang datang pasien dapat memandang/melihat.

Pasien dapat memandang petugas/keluarga saat dipanggil.

g. Pola persepsi dan konsep diri

Di rumah : Menurut keluarga sebagai kepala RT dan pensiunan tidak ada masalah

Di RS : -

h. Pola peran dan hubungan dengan sesama

Di Rumah : Menurut keluarga pasien memiliki hubungan sosial yang baik dengan

tetangga maupun dengan saudara/family dan kelurga.

Di RS : Banyak pengunjung baik keluarga, kerabat maupun tetangga, keluarga

bergantian menjaga dan menunggu pasien.

18

Page 21: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

i. Pola Reproduksi seksual

Di Rumah : Menurut keluarga pasien tidak memiliki anak kandung.

Di RS : -

j. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress

Di Rumah : Menurut keluarga pasien sering berdiskusi dengan keluarga.

Di Rs :-

k. Pola sistem nilai dan kepercayaan

Di Rumah : Menurut keluarga pasien rajin melaksanakan sholat.

Di RS : Pasien tidak dapat menjalankan ibadah karena kondisi/sakitnya.

6. DATA PENUNJANG

a. Tgl 4-9-2011 Hasil CT Scan : Gambaran atropi serebri (aging atrophy) demylinisasi,

tampak infark di medulla dextra.

b. Terapi per Ijeksi : 3x500 mg Neulin

1 amp sohobion/kolf.

Terapi per oral : 1x1 tb aspilet.

B. ANALISA DATA

NO DATA MASALAH ETIOLOGI

1 DS :-DO : Aktifitas pasien dibantu penuh penuh oleh keluarga dan perawat, pasien hanya dapat berbaring saja di tempat tidur, dengan kekuatan otot 5 5 5 5 5 5 5 5 1 1 1 1 1 1 1 1- Hasil CT Scan : Gambaran atropi

serebri (aging atrophy) demylinisasi, tampak infark di medulla dextra.

Hambatan mobilitas fisik

Kelemahan fisik

sekunder kerusakan

neuromuskuler

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan fisik sekunder kerusakan neuromuskuler

19

Page 22: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

D. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Tanggal DiagnosaKeperawatan

Tujuan Rencana Tindakan Keperawatan

TTD

28 September 2011

Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan fisik sekunder kerusakan neuro muskuler

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 5x24 jam klien dapat menunjukan peningkatan mobilitas dan kekuatan otot, di tandai denga kriteria :Peningkatan kekuatan otot pada ektremitas bawah menjadi 2-3

1. Monitor tanda-tanda vital.2. Lakukan alih baring tiap 2 jam

sekali.3. Lakukan masage punggung4. Monitor kekuatan otot5. Lakukan latihan ROM aktif

dan pasif 6. Berikan nutrisi yang adekuat

sesuai diet .7. Berikan terapi sesuai medis8. Kolaborasi dengan fisioterapi

dalam prorgam latihan9. Lakukan kerja sama dengan

keluarga dalam perawatan klien.

Kel.5

E. TINDAKAN KEPERAWATAN

Pasien : Tn.WDiagnosa Medik : DM tipe II, Gangguan kesadaran, IHD, Febris.Ruang Rawat : Cempaka 2 Kiri

Hari/Tgl Waktu Diagnosa Keperawatan

Tindakan Respon Pasien Paraf

Rabu, 28/9/2011

21.00

21 00

21.15

22.00

Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan fisik sekunder kerusakan neuromuskuler.

Mengontrol tanda-tanda vital

Menyuntik 1 amp neulin 500 mg

Memberikan sonde via NGT

Memposisikan pasien miring kiri

DS:-DO:T:140/80 mmHg,N:90x/mnt,RR:20x/mnt,S:36,80C, ku sadar lemah.

DS:-DO: Injeksi masuk tidak bengkak.

DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah.

DS :-DO : Pasien terbangun saat di

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

20

Page 23: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

00.00

02.00

04.00

05.00

05.00

06.00

06.15

Memposisikan pasien miring telentang

Memposisikan pasien miring kanan

Memposisikan pasien miring kiri

Memposisikan pasien terlentang

Mengukur tanda-tanda vital

Menyuntik 1 amp neulin 500 mg

Memberikan sonde via NGT

posisikan miring, pasien tidur miring.

DS :-DO: Pasien tidur, posisi telentang dan tampak nyaman

DS : -DO: Pasien tidur miring kanan

DS : -DO: Pasien tidur miring kiri, pasien kesakitan saat dimiringkan.

DS :-DO: Pasien tidur, posisi telentang dan tampak nyaman

DS:-DO:T:150/80mmHg, S:37,20C,RR:20x/mnt, N:90x/mnt, pasien sadar lemah, tidak sesek.

DS:-DO: Injeksi masuk tidak bengkak.

DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah.

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kamis29/9/2011

07.00 Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan fisik sekunder kerusakan neuromuskuler.

Mengkaji kekuatan otot pasien

DS:-DO: kekuatan otot5555 55551111 1111

Kel.5

21

Page 24: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

07.30

08.00

08.30

09.00

10.00

11.00

12.00

13.00

13.10

Melakukan massage punggung

Memberikan sonde via NGT

Memberikan obat 1 tb aspilet

Melakukan ROM

Mengatur posisi tidur miring kekanan

Mengukur tanda-tanda vital

Mengatur posisi tidur terlentang

Memberikan sonde via NGT

Menyuntik 1 amp neulin 500 mg

DS:-DO: Pasien tidak kesakitan, tampak nyaman dengan pijatan yang dilakukan.

DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah.

DS:-DO: obat masuk via NGT . tidak muntah.

DS:-DO: Pasien kesakitan saat dilakukan latihan pada daerah kaki.

DS:-DO: Pasien tampak nyaman.

DS:-DO:T:140/80 mmHg, suhu 37 , N: 96x/mnt, RR: 18x/mnt. qKU sadar lemah

DS :-DO: Pasien tidur, posisi telentang dan tampak nyaman

DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah.

DS:-DO: Injeksi masuk

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

22

Page 25: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

13.30

14.00

16.00

16.00

17.00

17.15

18.00

19.00

Memberikan 1 tb aspilet

Mengatur posisi tidur miring kananMelakukan massage punggung

Memberikan sonde via NGT

Mengatur posisi terlentang

Mengukur tanda-tanda vitalMelakukan ROM

Menyuntik 1 amp neulin 500 mg

Mengatur posisi terlentang

Memberikan sonde via NGT

tidak bengkak.

DS:-DO: Obat masuk via NGT tidak muntah.

DS:-DO: Pasien tampak lebih nyaman.

DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah.

DS:-DO:Pasien tampak nyaman

DS:-DO:T:140/90mmHg, suhu:36,70C ,N:94x/mnt, RR: 20x/mnt,KU sadar lemah, Pasien kesakitan saat dilakukan latihan pada daerah kaki

DS:-DO: Injeksi masuk tidak bengkak.

DS:-DO:Pasien tampak nyaman

DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah.

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

23

Page 26: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

20.00

21.00

22.00

00.00

02.00

04.00

05.00

05.10

Mengatur posisi kanan

Menyuntik 1 amp neulin 500 mg

Memberikan sonde via NGT

Mengatur posisi terlentang

Mengatur posisi miring kanan

Mengatur posisi miring kiri

Mengukur tanda-tanda vital

Menyuntik 1 amp neulin 500 mg

DS:-DO: Pasien tampak lebih nyaman.

DS:-DO: Injeksi masuk tidak bengkak.

DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah

DS:-DO:Pasien tampak nyaman

DS:-DO:Pasien tampak nyaman

DS:-DO:Pasien tampak nyaman

DS:-DO:T:130/70 mmHg, suhu:370C ,N:88x/mnt, RR:20x/mnt, KU sadar lemah.

DS:-DO: Injeksi masuk tidak bengkak.

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Jum’at30/9/2011

07.00

07.30

Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan fisik sekunder kerusakan neuromuskuler.

Mengkaji kekuatan otot pasien

Melakukan massage punggung

DS:-DO: kekuatan otot5555 55551111 1111

DS:-DO: Pasien tidak kesakitan, tampak

Kel.5

Kel.5

24

Page 27: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

08.00

08.30

09.00

10.00

11.00

12.00

13.00

13.10

Memberikan sonde via NGT

Memberikan obat 1 tb aspilet

Melakukan ROM

Mengatur posisi tidur miring kekanan

Mengukur tanda-tanda vital

Mengatur posisi tidur terlentang

Memberikan sonde via NGT

Menyuntik 1 amp neulin 500 mg

nyaman dengan pijatan yang dilakukan.

DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah.

DS:-DO: obat masuk via NGT . tidak muntah.

DS:-DO: Pasien kesakitan saat dilakukan latihan pada daerah kaki.

DS:-DO: Pasien tampak nyaman.

DS:-DO:T:140/80mmHg, suhu:360C, N:78x/mnt,RR:20x/mnt KU sadar lemah

DS :-DO: Pasien tidur, posisi telentang dan tampak nyaman

DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah.

DS:-DO: Injeksi masuk tidak bengkak.

DS:-DO: Obat masuk via

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

25

Page 28: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

13.30

14.00

16.00

16.00

17.00

17.15

18.00

19.00

20.00

Memberikan 1 tb aspilet

Mengatur posisi tidur miring kananMelakukan massage punggung

Memberikan sonde via NGT

Mengatur posisi terlentang

Mengukur tanda-tanda vitalMelakukan ROM

Menyuntik 1 amp neulin 500 mg

Mengatur posisi terlentang

Memberikan sonde via NGT

Mengatur posisi kanan

Menyuntik 1 amp neulin

NGT tidak muntah.

DS:-DO: Pasien tampak lebih nyaman.

DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah.

DS:-DO:Pasien tampak nyaman

DS:-DO:T:140/80 mmHg, suhu:36,80C,N:86x/mntRR:20x/mnt, KU sadar lemah, Pasien kesakitan saat dilakukan latihan pada daerah kaki

DS:-DO: Injeksi masuk tidak bengkak.

DS:-DO:Pasien tampak nyaman

DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah.

DS:-DO: Pasien tampak lebih nyaman.

DS:-DO: Injeksi masuk tidak bengkak.

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

26

Page 29: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

21.00

22.00

00.00

02.00

04.00

05.00

05.10

500 mg

Memberikan sonde via NGT

Mengatur posisi terlentang

Mengatur posisi miring kanan

Mengatur posisi miring kiri

Mengukur tanda-tanda vital

Menyuntik 1 amp neulin 500 mg

DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah

DS:-DO:Pasien tampak nyaman

DS:-DO:Pasien tampak nyaman

DS:-DO:Pasien tampak nyaman

DS:-DO:T :160/90mmHg, suhu:36,20C , N:104x/mnt,RR: 20x/mnt, KU sadar lemah.

DS:-DO: Injeksi masuk tidak bengkak.

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

SABTU

1/10/2011

07.30

07.30

08.00

Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan fisik sekunder kerusakan neuromuskuler.

Mengkaji kekuatan otot pasien

Melakukan massage punggung

Memberikan sonde via NGT

DS:-DO: kekuatan otot5555 55551111 1111

DS:-DO: Pasien tidak kesakitan, tampak nyaman dengan pijatan yang dilakukan.

DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah.

Kel.5

Kel.5

Kel.5

27

Page 30: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

08.30

10.00

11.00

11.30

12.00

13.00

13.10

13.30

14.00

Memberikan obat 1 tb aspilet

Mengatur posisi tidur miring kekanan

Mengukur tanda-tanda vital

Melakukan ROM

Mengatur posisi tidur terlentang

Memberikan sonde via NGT

Menyuntik 1 amp neulin 500 mg

Memberikan 1 tb aspilet

Mengatur posisi tidur miring kananMelakukan massage punggung

DS:-DO: obat masuk via NGT . tidak muntah.

DS:-DO: Pasien tampak nyaman.

DS:-DO:T:150/80 mmHg, suhu:37,30C,N:108x/mnt, RR:18 x/mnt,KU sadar lemah

DS:-DO: Pasien kesakitan saat dilakukan latihan pada daerah kaki.

DS :-DO: Pasien tidur, posisi telentang dan tampak nyaman

DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah.

DS:-DO: Injeksi masuk tidak bengkak.

DS:-DO: Obat masuk via NGT tidak muntah.

DS:-DO: Pasien tampak lebih nyaman.

DS:-DO: Sonde masuk

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

28

Page 31: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

16.00

16.00

17.00

17.15

18.00

19.00

20.00

21.00

22.00

Memberikan sonde via NGT

Mengatur posisi terlentang

Mengukur tanda-tanda vitalMelakukan ROM

Menyuntik 1 amp neulin 500 mg

Mengatur posisi terlentang

Memberikan sonde via NGT

Mengatur posisi kanan

Menyuntik 1 amp neulin 500 mg

Memberikan sonde via NGT

Mengatur posisi

150cc tidak muntah.

DS:-DO:Pasien tampak nyaman

DS:-DO:T:150/80 mmHg, suhu:37,30C,N:108x/mnt,RR:20 x/mnt, KU sadar lemah, Pasien kesakitan saat dilakukan latihan pada daerah kaki

DS:-DO: Injeksi masuk tidak bengkak.

DS:-DO:Pasien tampak nyaman

DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah.

DS:-DO: Pasien tampak lebih nyaman.

DS:-DO: Injeksi masuk tidak bengkak.

DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah

DS:-DO:Pasien tampak nyaman

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

29

Page 32: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

00.00

02.00

04.00

05.00

05.10

terlentang

Mengatur posisi miring kanan

Mengatur posisi miring kiri

Mengukur tanda-tanda vital

Menyuntik 1 amp neulin 500 mg

DS:-DO:Pasien tampak nyaman

DS:-DO:Pasien tampak nyaman

DS:-DO:T:160/90 mmHg, suhu:37, N:92x/mnt, RR:18 x/mnt,. KU sadar lemah.

DS:-DO: Injeksi masuk tidak bengkak.

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

MINGGU

2/10/2011

07.00

07.30

08.00

08.30

Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan fisik sekunder kerusakan neuromuskuler.

Mengkaji kekuatan otot pasien

Melakukan massage punggung

Memberikan sonde via NGT

Memberikan obat 1 tb aspilet

DS:-DO: Pasien masih lemah, berbaring ditempat tidur kekuatan otot:5555 55551111 1111

DS:-DO: Pasien tidak kesakitan, tampak nyaman dengan pijatan yang dilakukan.

DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah.

DS:-DO: obat masuk via

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

30

Page 33: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

10.00

10.30

11.00

12.00

13.00

13.10

13.30

14.00

16.00

Mengatur posisi tidur miring kekanan

Mengukur tanda-tanda vital

Melakukan ROM

Mengatur posisi tidur terlentang

Memberikan sonde via NGT

Menyuntik 1 amp neulin 500 mg

Memberikan 1 tb aspilet

Mengatur posisi tidur miring kananMelakukan massage punggung

Memberikan sonde via

NGT . tidak muntah.

DS:-DO: Pasien tampak nyaman.

DS:-DO:T 150/90mmHg, suhu:36,20C, N:96x/mnt,RR:18x/mnt. KU sadar lemah

DS:-DO: Pasien kesakitan saat dilakukan latihan pada daerah kaki.

DS :-DO: Pasien tidur, posisi telentang dan tampak nyaman

DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah.

DS:-DO: Injeksi masuk tidak bengkak.

DS:-DO: Obat masuk via NGT tidak muntah.

DS:-DO: Pasien tampak lebih nyaman.

DS:-

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

31

Page 34: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

16.00

17.00

17.15

18.30

19.00

20.30

21.00

NGT

Mengatur posisi terlentang

Mengukur tanda-tanda vitalMelakukan ROM

Menyuntik 1 amp neulin 500 mg

Mengatur posisi terlentang

Memberikan sonde via NGT

Mengatur posisi miring kanan

Menyuntik 1 amp neulin 500 mg

DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah.

DS:-DO:Pasien tampak nyaman

DS:-DO:T:130/80mmHg, suhu:36,50C, N:88x/mnt, RR:18x/mnt, KU sadar lemah, Pasien kesakitan saat dilakukan latihan pada daerah kakiDS:-DO: Injeksi masuk tidak bengkak.

DS:-DO:Pasien tampak nyaman

DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah.

DS:-DO: Pasien tampak lebih nyaman.

DS:-DO: Injeksi masuk tidak bengkak.

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

Kel.5

32

Page 35: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

F. CATATAN PERKEMBANGAN PASIENPasien : Tn.WDiagnosa Medik : DM tipe II, Gangguan kesadaran, IHD, Febris.Ruang Rawat : Cempaka 2 KiriHari/

TanggalWaktu Diagnosa Evaluasi Keperawatan Paraf

Rabu28/9/2011

Jumat30/9/2011

Sabtu1/10/2011

07.00

07.00

06.00

Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan fisik sekunder kerusakan neuromuskuler.

Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan fisik sekunder kerusakan neuromuskuler.

Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan fisik sekunder kerusakan neuromuskuler.

S: -O:T:150/80mmHg,S:37,20C,RR:20x/mnt,

N:90x/mnt, pasien sadar lemah, tidak sesek. kekuatan otot 5555 5555

11 11 1111A: Masalah hambatan mobilisasi fisik belum

teratasiP: Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,6,7,8,9

Data fokusDS:-DO: T:150/80mmHg, S:37,20C,RR:20x/mnt,

N:90x/mnt, pasien sadar lemah, kekuatan otot 5555 5555

1111 1111

S: -O: T:150/80mmHg, S:37,20C,RR:20x/mnt,

N:90x/mnt, pasien sadar lemah, kekuatan otot 5555 5555

1111 1111

A: Masalah hambatan mobilisasi fisik belum teratasi

P: Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,6,7,8,9

S: - O: T:130/70 mmHg, suhu:370C ,N:88x/mnt,

RR:20x/mnt, KU sadar lemah, aktifitas pasien masih dibantu penuh oleh perawat.

A: Masalah hambatan mobilisasi fisik belum

Kel.5

Kel.5

Kel.5

33

Page 36: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

Minggu2/10/2011

21.00

teratasiP: Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,6,7,8,9

S: -O:T:160/90 mmHg, suhu:37, N:92x/mnt, RR:18

x/mnt,. KU sadar lemahPasien masih lemah, berbaring ditempat tidur kekuatan otot: 5555 5555

1111 1111A: Masalah hambatan mobilitas fisik belumP: Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,6,7,8,9

Kel.5

34

Page 37: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

BAB III

PEMBAHASAN

Tn.W 1 minggu sebelum masuk RS, pasien terjatuh di rumah dan kepala membentur jendela

kaca. Sejak saat itu pasien tidak bisa berjalan, hanya berbaring di tempat tidur dan walaupun

keadaan pasien seperti itu pasien tetap mengikuti puasa ramadhan selama 3 hari, dan pada

hari ke 3 pasien menjadi lemas dan kesadarannya mulai menurun sehingga oleh keluarga

pasien dibawa ke RS Telogorejo. Di UGD pasien mendapat tindakan pengukuran TTV : TD

110/70 mmHg, suhu 37⁰C, nadi 100x/mnt, RR 26x/mnt, saturasi O2 93%, pasien

menggunakan O2 MNR 8/mnt setelah diobservasi selama 2 jam pasien kemudian

dipindahkan di ruang HND, setelah 1 mggu di HND pasien mengalami perbaikan kesadaran

sehingga pasien dipindah diruang Cempaka 2 Kiri Bed 202-2. Selama di kaji pasien

mengalami gangguan aktivitas dan latihan, dengan didapatkan hasil pengkajian kekuatan otot

pada ektremitas atas kiri 5, kanan 3 dan bawah kiri dan kanan 5.Berdasarkan data tersebut

dapat dibuat diagnose keperawatan “Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan fisik sekunder

kerusakan neuromuskuler”. Imobilitas merupakan suatu kondisi yang relative, maksudnya

individu tidak saja kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami

penurunan aktifitas dari kebiasaan normalnya. Untuk mengatasi kondisi imobilisasi pada

Tn.W dapat dilakuakn tindakan keperawatan antara lain: Monitor tanda-tanda vital, lakukan

alih barinng tiap 2 jam sekali, lakukan latihan aktif dan pasif, pertahankan nutrisi yang

adekuat dengan kolaborasi ahli diet, kolaborasi dengan fisioterapi dalam prorgam latihan, dan

lakukan kerja sama dengan keluarga dalam perawatan klien. Setelah dilakukan tindakan

keperawatan 5X24 jam diharapkan klien mampu menunjukan peningkatan mobilitas dan

kekuatan otot, dengan kriteria hasil: Peningkatan kekuatan otot pada ektremitas bawah

menjadi 2-3. Dan berdasarkan evaluasi selama 5 hari dilakukan tindakan keperawatan pasien

mengalami DS :-, DO : KU sadar, Suhu 36oC, N 100, TD 160/70 mmHg, dengan masalah

yang belum teratasi sehingga harus dilanjutan tindakan keperawatan selanjutnya dan lainnya.

35

Page 38: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

TN.W dengan diagnose keperawatan hambatan mobilisasi fisik b.d penurunan rentang

gerak, tirah baring, dan penurunan kekuatan otot. Setelah dilakukan tindakan

keperawatan 5X24 Jam kondisi pasien setelah dievaluasi didapatkan pasien mengalami

DS :- , DO : KU sadar, Suhu 36oC, N 100, TD 160/70 mmHg, dengan masalah yang

belum teratasi sehingga harus dilanjutan tindakan keperawatan lainnya.

B. SARAN

Pada pasien dengan penurunan kesadarn sebaikknya tetap sesering mungkin dilatih

mobilisasi untuk melatih rentang gerak dan kekuatan otot klien. Karena masih banyak

pasien-pasien yang mengalami kelemahan belum mendapatkan tindakan keperawatan

untuk mengatasi imobilisasi secara maksimal.

36

Page 39: Lp Mobilisasi Kelompok 5 2

DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat, Aziz. 2006. Pengantar kebutuhan dasar manusia; aplikasi konsep dan

proses keperawatan. Jakarta: Salemba medika.

Asmadi, 2009. Teknik prosedural keperawatan; konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien.

Jakarta: Salemba medika.

Kozier, Barbara, Erb & dkk. 2010. Fundamental keperawatan. EGC : Jakarta

Roper, N. ( 2002 ), Prinsip – mprinsip Keperawatan. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica

Tarwoto, W. ( 2003 ). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba

Medika

Wahit, Iqbal M. 2007. Buku ajar kebutuhan dasar manusia; teori dan aplikasi. Jakarta: EGC.

37