LP Mobilisasi
-
Upload
luzi-jasmi-indriana-zahroh -
Category
Documents
-
view
97 -
download
5
Transcript of LP Mobilisasi
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Mobilisasi tubuh merupakan aktivitas yang memegang peranan
penting dalam kesehatan tubuh. Mobilisasi mempunyai tujuan, seperti
mengekspresikan emosi dengan gerakan nonverbal, pertahanan diri,
pemenuhan kebutuhan dasar, aktivitas sehari-hari, kebutuhan sosialisasi
dan kegiatan rekreasi. Dalam melaksanakan mobilisasi fisik secara
optimal maka sistem saraf, otot dan skeletal harus tetap utuh dan
berfungsi baik. Beberapa pasien mengalami kemunduran dan berada
dalam rentang mobilisasi-immobilisasi, tetapi pada pasien lain berada
pada kondisi immobilisasi mutlak dan berlanjut sampai jangka waktu
tidak terbatas (Saryono dan Kamaluddin, 2008).
Keperawatan klinik menghendaki perawat untuk menggabungkan
ilmu pengetahuan dan keterampilan ke dalam praktik. Salah satu
komponen keterampilan adalah mekanika tubuh. Salah satu istilah untuk
menggambarkan usaha untuk mengkoordinasikan sistem muskuloskeletal.
Mekanika tubuh meliputi pengetahuan tentang mengapa dan
bagaimana otot tertentu digunakan untuk mengasilkan dan
mempertahankan pergerakan secara aman. Dalam memperguanakan
mekanika tubuh yang tepat, perawat perlu mengerti mengenai konsep
pergerakan, termasuk bagaimana mengkoordinasikan gerakan tubuh yang
meliputi fungsi integrasi dari sistem muskuloskeletal (otak, otot, skelet dan
syaraf yang berperan).
Pada kondisi tertentu, klien dapat kehilangan kemampuan untuk
melakukan pergerakan atau aktivitas. Kondisi seperti ini dapat terjadi
karena gangguanpada sistem muskuloskeletal. Baik itu otak, otot, skelet
maupun syaraf sistem tersebut.klien dapat kehilangan kemampuan dalam
menggerakkan ekstrimitasnya dan anggota gerak lainnya. Ekstrimitas yang
tidak digerakan dalam kurun waktu yang lama dapat mengakibatkan atrofi
otot atau pengecilan massa otot karena otot tidak pernah dipergunakan
untuk beraktivitas. Klien dengan gangguan mobilisasi harus menjadi
perhatian perawat untuk mencegah atrofi otot atau merawat jika telah
terjadi atrofi pada klien dengan gangguan mobilisasi.
2. Tujuan
a. Mengetahui dan memahami tentang gangguan mobilisasi
b. Memberikan intervensi keperawatan pada pasien dengan gangguan
mobilisasi
c. Mampu mengaplikasikan intervensi keperawatan tentang gangguan
mobilisasi
B. TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
Mobolisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk bergerak
bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi aktivitas guna
mempertahankan kesehatannya. Sedangkan gangguan mobilisasi fisik
(immobilisasi) didefinisikan sebagai suatu keadaan ketika individu
mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik (Kim et al,
1995 dalam Fundamental Keperawatan Potter dan Perry). Mobilisasi dan
immobilisasi berada pada suatu rentang dengan banyak tingkatan,
beberapa pasien mengalami kemunduran dan berada dalam rentang
mobilisasi-immobilisasi, tetapi pada pasien lain berada pada kondisi
immobilisasi mutlak dan berlanjut sampai jangka waktu tidak terbatas.
Perubahan dalam tingkat mobilisasi fisik dapat mengakibatkan instruksi
pembatasan gerak dalam bentuk tirah baring, pembatasan gerak fisik
selama penggunaan alat bantu eksternal (misalnya gips atau traksi
rangka), pembatasan gerak volunter, atau kehilangan fungsi motorik.
Mobilisasi atau bergerak adalah kemampuan seseorang untuk
bergerak secara bebas dengan menggunakan koordinasi sistim saraf dan
muskuloskeletal. Kemampuan bergerak bebas di dalam lingkungan
merupakan dasar kehidupan normal. Kemandirian biasanya didefinisikan
sebagai seseorang mampu menunjukkan aktivitas sehari-hari (ADL),
aktivitas terkait kerja, dan aktivitas terkait peranya. Keterbatasan
kemampuan bergerak secara normal dan spontan dapat mempengaruhi
semua area baik fisik, psikologis, maupun sosial.
Sedangkan imobilisasi adalah ketidakmampuan untuk bergerak
secara aktif akibat berbagai penyakit atau impairment (gangguan pada
alat/ organ tubuh) yang bersifat fisik atau mental. Imobilisasi merupakan
ketidakmampuan seseorang untuk menggerakkan tubuhnya sendiri.
Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja
kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami
penurunan aktifitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008).
Immobilisasi dapat berbentuk tirah baring yang bertujuan mengurangi
aktivitas fisik dan kebutuhan oksigen tubuh, mengurangi nyeri, dan untuk
mengembalikan kekuatan. Individu normal yang mengalami tirah baring
akan kehilangan kekuatan otot rata-rata 3% sehari (atropi disuse).
2. Etiologi
Kerusakan mobolitas fisik dapat disebabkan oleh berbagai hal, baik
karena kerusakan otot maupun tulang, seperti fraktur, osteomilitis,
osteoartritis, dan lain lain dapat diakibatkan oleh trauma atau infeksi.
Gangguan pada salah satu faktor penyusun anggota gerak dapat
mengakibatkan berbagai keterbatasan sehingga mobilitas fisik akan
terganggu.
a. Gangguan sendi dan tulang, penyakit reumatik seperti pengapuran
tulang atau patah tulang tentu akan menghambat pergerakan
(mobilisasi)
b. Gangguan Kesadaran
Kemampuan melakukan mobiliotas fisik juga dipengaruhi oleh
koordinasi otak dan muskuloskeletal. Berbagai gangguan dapat
mempengaruhi kemampuan otak dalam melakukan koordinasi dengan
sistem muskuloskeletal yaitu cedera kepala, stroke, dan tumor otak.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian
menyatakan bahwa cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik
pada kulit kepala, yulang tengkorak dan otak dengan pembuluh darah
danselaput otaknya. Cedera kepala adalah cedera yang terjadi akibat
benturan baik langsung atau tidak langsung pada kepala. Benturan
dapat dibedakan dari macam kekuatannya yaitu kompres akselerasi
dan deselerasi (perlambatan).
c. Penyakit saraf. Adanya strok, penyakit Parkinson, dan gangguan saraf
tepi juga menimbulkan gangguan pergerakan dan mengakibatkan
imobilisasi.
d. Penyakit jantung atau pernapasan. Penyakit jantung dan/atau
pernapasan akan menimbulkan kelelahan dan sesak napas ketika
beraktivitas. Akibatnya, pasien dengan gangguan pada organ-organ
tersebut akan mengurangi mobilitasnya. Ia cenderung lebih banyak
duduk atau berbaring.
e. Gangguan penglihatan. Rasa percaya diri untuk bergerak akan
terganggu bila ada gangguan penglihatan karena ada kekhawatiran
terpeleset, terbentur, atau tersandung.
f. Masa penyembuhan. Pasien yang masih lemah setelah menjalani
operasi atau penyakit berat tentu memerlukan bantuan untuk berjalan.
3. Faktor Predisposisi
Beberapa hal yang mempengaruhi mobilitas fisik antara lain:
1. Gaya hidup dan kebiasaan
Mobilitas fisik semakin tinggi pada seseorang yang mempunyai gaya
hidup tinggi. Gaya hidup sehat akan mempengaruhi terhadap
kemampuan mobilitas fisik, dengan makan yang bergizi dan olahraga
yang teratur maka keutuhan sistem musculoskeletal dan saraf menjadi
bagian penting dalam melakukan pergerakan.
2. Keutuhan sistem musculoskeletal
Sistem musculoskeletal yang utuh lebih mudah memfasilitasi
kebebasan dalam melakukan mobilisasi, sedangkan kecacatan akan
dapat membatasi ruang gerak.
3. Kontrol sistem saraf
Sistem saraf digunakan untuk mengontrol sistem otot dan tulang.
Semakin kuat dan normal sistem saraf dalam mengontrol gerakan
maka mobilitas akan berjalan dengan baik.
4. Sirkulasi dan oksigenasi
Vaskularisasi digunakan untuk mengirim nutrisi dan oksigen yang
dibutuhkan oleh sel untuk melakukan metabolisme. Aliran darah
dalam sirkulasi yang normal memungkinkan metabolism berjalan
normal dan efektif.
5. Energi
Kelangsungan suatu mobilisasi sangat dipengaruhi oleh ketersediaan
energy. Cadangan energi semakin menipis pada otot menyebabkan
kelelahan otot hingga tidak mampu melakukan pergerakan.
6. Kelainan kongenital
Masalah kongenital seperti serebral palsi, spina bifida, osteogenesis
imperfecta dapat menybabkan mobilisasi berjalan tidak normal atau
tidak sempurna. Pembentukan tulang dan otot yang tidak normal dapat
mengganggu keseimbangan tubuh, sehingga pergerakan menjadi
terbatas.
7. Gangguan Kejiwaan
Proses gangguan kejiwaan seperti depresi dan katatonik dapat
berpengaruh terhadap keinginan untuk melakukan pergerakan.
8. Mobilits terapi
Mobilitas terapi seperti traksi, gips dan pengikatan bertujuan untuk
mengurangi pergerakan. Pemasangan gips pada bagian lengan hanya
membatasi gerak pada tangan yang dipasang gips saja.
4. Patofisiologi
Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke
substansi atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan
komponen intracranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan
komponen intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan
menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut akan menyebabkan
herniasi otak sehingga timbul kematian. Di samping itu, darah yang
mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan
edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada daerah tersebut
menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi
nekrosis jaringan otak dan kerusakan sel syaraf.
Syaraf berperan penting dalam menyampaikan impuls dari dan ke
otak. Impuls tersebut merupakan perintah dan koordinasi antara otak dan
anggota gerak. Jadi, jika syaraf tergganggu maka akan terjadi gangguan
penyampaian impuls dari dan ke organ target. Dengan tidak sampainya
impuls maka akan mengakibatkan gangguan mobilisasi.
5. Tanda dan Gejala
a. Metabolisme : penyembuhan luka yang lambat, data pemeriksaan
laboratorium yang tidak normal, atrofi otot, dan penurunan lemak
subkutan, pada umumnya edema
b. Respirasi : gerakan dinding dada yang asimetris, dispnoe, crakles,
wheezing, peningkatan kecepatan pernapasan
c. Kardiovaskuler : hipotensi ortostatik, peningkatan nadi, suara jantung
III, nadi perifer melemah, edema perifer
d. Muskuloskeletal : eritema, peningkatan diameter batis atau paha,
penurunan rentang gerak, kontraktur sendi, intoleransi aktivitas, atrofi
otot, kontraksi sendi
e. Integumen : kerusakan integritas kulit
f. Eliminasi : penurunan haluaran urine, urine pekata atau berawan,
penurunan frekuensi defekasi, distensi kandung kemih dan perut,
penurunan dinding usus.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan dalam gangguan mobilitas
fisik adalah :
a. Foto rontgen : menentukan densitas tulang, mengevaluasi perubahan
struktur dan fungsi tulang dan sendi.
b. CT Scan : mengidentifikasi abnormalitas jaringan lunak, tulang dan
berbagai trauma muskuloskeletal
c. MRI : diagnosis nekrosis avaskuler, penyakit sendi, tumor,
osteomielitis, robekan ligamen, dan kartilago
d. Arthroskopi : bedah eksplorasi dan diagnosis sendi
e. Pemeriksaan alkaline phosfatase, kalsium, phospor, CRP, dan
kreatinin kinase.
7. Pathway
Pembuluh darah otak pecah
Darah mengalir ke ruangan sub arachnoid
edema Spasme pemb darah penekanan
Aliran darah berkurang
Nekrosis jar otak Dan kerusakan sel saraf
Gangguan penyampaian impuls
Hambatan mobilitas fisik
L. parietalis L. Temporalis L. Parietalis cerebellum
Sulit menyusun kata
Rangsang bicara terhambat
hambatan komunikasi verbal
Hambatan gerak/lumpuh
fungsional
Defisit perawatan diri : eliminasi
Kondisi gerak
8. Pengkajian
a. Pengkajian Umum
1. Identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat,
dan lain-lain)
2. Riwayat kesehatan meliputi :
a.
3. Pola kesehatan fungsional
4. Pemeriksaan fisik
5. Pemeriksaan penunjang
b. Pengkajian Khusus
9. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
10. Rencana Asuhan Keperawatan