Lp Eliminasi
-
Upload
dwi-marta-r -
Category
Documents
-
view
197 -
download
7
Transcript of Lp Eliminasi
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA ELIMINASI
B.A.B. DAN B.A.K.
Dosen pembimbing :
Yuyun S, SKp, Mkep
Disusun oleh:
1. Devita Dewi P. ( P. 27220009 088 )
2. Dewi Setyasari ( P. 27220009 089 )
3. Dwi Putri Handayani ( P. 27220009 090 )
4. Dwi Rekno Indarwaty ( P. 27220009 091 )
5. Enik Puji Wardani ( P. 27220009 092 )
6. Ferista Tri Wulandari ( P. 27220009 093 )
7. Ida Hening Budi.N ( P. 27220009 094 )
8. Kristina widiyastuti ( P. 27220009 095 )
9. Malik Alfatah Puruhito ( P. 27220009 096 )
10. M.Fahrudin Tri K.A. ( P. 27220009 097 )
POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
2009 / 2010
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA ELIMINASI B.A.B
A. KONSEP
Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi
tubuh yang normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyeliabkan masalah pada
gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada
keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing
orang berbeda.
Klien sering meminta, pertolongan dari perawat untuk memelihara
kebiasaan eliminasi yang normal. Keadaan sakit dapat menghindari mereka
sesuai dengan program yang teratur. Mereka menjadi tidak mempuyai
keimimpinan fisik untuk menggunakan fasilitas toilet yang normal; lingkungan
rumah bisa menghadirkan hambatan untuk klien dengan perubahan mobilitas,
perubalihan kebutuhan peralatan kamar mandi.
Untuk menangani masalah eliminasi klien, perawata harus mengerti
proses eliminasi yang normal dan faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi.
1. Pengertian
Saluran gastrointestinal adalah sebuah rentetan saluran membran
mukosa. Tujuan organ ini adalah untuk mengabsorpsi cairan dan nutrisi,
menyiapkan makanan untuk absorpsi dan digunakan oleh sel-sel tubuh, dan
merupakan tempat feses sementara. Volume dari cairan yang diabsorpsi oleh
gastrointestinal banyak, membuat keseimbangan cairan sebagai fungsi
utama dari sistem gastrointestinal. Pada pencernaan cairan dan makanan
saluran gastrointestinal juga banyak mendapat sekresi dari organ-organ
seperti kandung empedu dan pankreas.
Penyakit yang series dapat mcngganggu absorpsi dan sekresi yang
normal dari saluran gastrointestinal, disebabkan karena ketidak-seimbangan
cairan.
2
2. Anatomi Fisiologi
a. Mulut
Saluran pencernaan merubah zat-zat makanan secara mekanik
dan kimiawi. Semua organ pencernaan bekerja sama untuk memastikan
massa atau boles dari makanan dapat menjangkau daerah, penyerapan
makanan dengan aman dan efektif.
Pencernaan secara mekanik dan kimiawi dimulai dari mulut. Gigi
mengunyah makanan, mencegahnya menjadi ukuran tertentu untuk
ditelan. Sekresi saliva mengandung enzim seperti : ptialin yang memulai
mencerna elemen makanan tertentu. Saliva mencairkan dan
melembutkan bolus makanan yang ada di mulut agar lebih mudah
ditelan.
Keseimbangan cairan pada saluran pencernaan :
- Pemasukan & sekresi (ml) Absorpsi (ml)
- Makanan & minuman 1500
- Saliva 1500
- Cairan lambung 3000
- Cairan pankreas 2000
- Empedu 500
- Cairan usus halus 5850
- Kolon 2500
- Feses 150
- TOTAL 8500
b. Esophagus
Ketika makanan memasuki esophagus bagian atas ia berjalan
melewati spinkter esophagus bagian atas dimana ada sebuah otot sirkular
yang mencegah udara masuk ke esophagus dan makanan dari refluks ke
tenggorokan. Bolus dari makanan mengadakan perjalanan sepanjang 2-5
cm di esophagus. Makanan didorong oleh oleh kontraksi otot polos.
3
Sebagian dari esophagus berkontraksi di belakang bolus makanan, otot
sirkular di depan bolus. Gerakan peristaltik mendorong makanan ke
gelombang berikutnya. peristaltik menggrerakkan makanan sepanjang
saluran gastrointestinal. Dalam 15 detik bolus makanan berpindah dan
esophagus bagian bawah. Spinkter esophagus bagian bawah terletak
antara esophagus dan lambung, dan perbedaan tekanan ada di bagian
akhir esophagus. Tekanan esophagus bagian bawah 10-40 mmHg,
sedangkan tekanan lambung 5-10 mmHg. Tingginya tekanan biasanya
menyebabkan refluks dari isi lambung ke esophagus. Faktor-faktor yang
mempengaruhi tekanan spinkter bagian bawah antara lain; antasid yang
menurunkan refluks; dan makanan berlemak dan nikotin yang
meninggikan refluks.
c. Lambung
Dalam lambung, makanan disimpan sementara dan dipecahkan
secara mekanik dan kimiawi untuk pencemaan dan absorpsi. Lambung
mensekresi HCI, mukus, enzim pepsi, dan faktor intrinsik. Konsentrasi
HCI mempengaruhi keasaman lambung dan keseimbangan asam dalam
tubuh. Setiap molekul MCI yang disekresi di lambung, sebuah molekul
bicarbonat memasuki plasma darah. HCI membantu pencampuran dan
pemecahan makanan di lambung, mukus melindungi mukosa lambung
dari keasaman dan aktivitas enzim. Pepsin mencerna protein. walaupun
tidak banyak pencernaan yang terjadi di lambung. Faktor intrinsik
merupakan komponen penting yang dibutuhkan untuk penyerapan
vitamin B12 di usus dan pembentukan sel darah merah. Kekurangan
faktor intrinsik menyebabkan anemia.
Sebelum makanan meninggalkan lambung ia diubah menjadi
bahan yang semifluid yang disebut CHYME. Chyme lebih mudah
dicerna dan diabsorpsi daripada makanan yang padat klien yang
sebagian lambungnya hilang atau menderita gastritis mempunyai
masalah pencernaan yang serius karena makanan tidak diubah menjadi
chyme. Makanan memasuki usus halus sebelum dipecah menjadi
4
makanan yang benar-benar semifluid.
d. Usus halus
Selama proses pencernaan chyme meninggalkan lambung dan
memasuki usus halus. Usus halus merupakan suatu saluran yang
diameternya 2,5 cm dan panjangnya 6 m semua terdiri dari, 3 bagian :
duodenum, jejenum, ileum. Chyme tercampur dengan enzim pencernaan
(seperti empedu dan amilase) ketika berjalan melewati usus halus.
Segmentasi (berganti-gantinya kontraksi dan relaksasi dari otot polos)
mengaduk chyme untuk selanjutnya memecah makanan untuk dicerna
ketika chyme diaduk, gerakan peristaltik berhenti sementara agar
absorpsi terjadi. Chyme berjalan dengan lambat di saluran cerna untuk
doabsorpsi. Banyak makanan dan elektrolit yang diabsorpsi di usus
halus. Enzim dari pankreas (anlilase) dan empedu dari kandung empedu.
Usus memecah lemak, protein dan karbohidrat menjadi elemen-elemen
dasar. Hampir seluruh makanan diabsorpsi oleh duodenum dan jejenum.
Ileum mengabsorpsi beberapa vitamin, zat besi dan garam empedu. Jika
fungsinya terganggu, proses pencernaan berubah secara drastis. Contoh :
inflamasi, bedah caesar, atau obstruksi dapat mengganggu peristaltik,
mengurangi aras absorpsi, atau memblok jalan chyme.
e. Usus besar
Bagian bawah dari saluran gastrointestinal adalah usus besar
(kolon) karena diameternya lebih besar dari usus halus. Bagaimanapun
panjangnya antara 1,5-1,8 cm adalah lebih pendek. Usus besar terbagi
atas caceum, kolon, dan rektum. Ini adalah organ penting dari eliminasi
b.a.b.
f. Caecum
Chyme yang diabsorpsi memasuki usus besar pada caecum
melalui katup ileocecal, dimana lapisan otot sirkular mencegah
regurgitasi (makanan kembali ke usus halus).
g. Kolon
Chyme yang halus ketika memasuki kolon volume airnya
5
berkurang. Kolon terdiri dari ascending, transverse, descending, &
sigmoid.
Kolon mempunyai 4 fungsi : absorpsi, proteksi, sekresi, dan
eliminasi.
Sejumlah besar air dan sejumlah natrium dan clorida diabsorpsi
setiap hati. Ketika makanan berjalan melalui kolon, terjadi kontraksi
HAUSTRAL. Ini sama dengan kontraksi segmental dari usus halus,
tetapi lebih lama hingga mencapai 5 menit. Kontraksi menghasilkan
pundi-pundi besar di dinding kolon yang merupakan area untuk absorpsi.
Air dapat diabsorpsi oleh kolon dalam 24 jam, rata-rata 55mEq
dari natrium dan 23mEq dari klorida diabsorpsi setiap hari. Sejumah air
yang dianisorpsi dari chyme tergantung dari kecepatan pergerakan
kolon. Chyme biasanya lembut, berbentuk massa. Jika kecepatan
kontraksi peristaltik cepat (abnormal) berarti ada kekurangan waktu
untuk mengabsorpsi air dan feces menjadi encer. Jika kontraksi
peristaltik lambat, banyak air yang diabsorpsi dan terbentuk feces yang
keras sehingga menyebabkan konstipasi.
Kolon memproteksi dirinya sendiri dengan mengeluarkan
sejumlah mucous. Mucous biasanya hersih sampai buram dengan
konsistensi berserabut. Mucous melumasi kolon, mencegah trauma pada
dinding dalam. Pelumas adalah sesuatu yang penting di dekat, distal dari
kolon dimana bagiannya menjadi kering dan keras. Fungsi sekresi dari
kolon membantu dalam keseimbanan elektrolit. Bicarbonat disekresi
untuk pertukaran clorida. Sekitar 4-9 mEq natrium dikeluarkan setiap
hari oleh uses besar. Berubahnya rungsi kolon dapat menyebabkan
ketidakseimbangan elektrolit.
Akhirnya kolon memindahkan sisa produk dan gas (flatus). flatus
dihasilkan dari tertelannya udara, difusi gas dari pembuluh darah ke usus
dan kerja bakteri pada karbohidrat yang tidak bisa diserap. Fermentasi
dari karbohidrat (seperti kol dan bawang) menghasilkan gas pada usus
yang dapat merangsang peristaltik orang dewasa biasanya membentuk
6
400-700 ml flatus setiap hari.
h. Rektuni dan kanal anal
Rektum pada oranga dewasa biasanya mempunyai panjang 10-15
cm. Bagian distal yang panjangnya 2,5-5 cm adalah kanal anus. Panjang
rekum bervariasi menurut umur.
a) infant : 2,4-,8 cm
b) toddler : 4 cm
c) prasekolah : 7,6 cin
d) sekolah : 10 cm
Pada rektum terdapat 3 lapisan jaringan yang bentuknya saling
berseberangan terhadap rektum dan beberapa lipatan letaknya vertikal.
Setup lipatan yang vertikal terdiri dari sebuah vena dan alteri. Dipercaya
bahwa lipatan-lipatan ini membantu pergerakari feces pada rekum.
Ketika vena dilatasi dapat terjadi dengan tekanan yang berulang-ulang,
kondisi ini dikenal dengan HEMORHOID.
Kanal anal dikelilingi oleh ptpt spinkter internal dan ekstenial.
Intenial, spinkter berada di bawah kontrol syaraf involunter, dan spinkter
eksternal secara normal dipengaruhi syaraf volunter. Kerja dari spinkter
eksternal diperbesar oleh otot levator ini pada dasar pelvik. Spinkter
internal dapat dipengaruhi oleh sistem syaraf otonom, spesime syaraf
eksternal dipengaruhi oleh sistem syaraf somatik.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Defekasi :
a. Umur g. Obat-obatan ( medikasi )
b. Diet h. Prosedur diagnostik
c. Cairan ( fluid ) i. Anestesi dari pembedahan
d. Tonus otot j. Nyeri
e. Faktor psikologis k. Iritan
f. Gaya hidup l. Gangguan syaraf sensorik dan motorik
a. Umur
7
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga
pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya
sampai sistem neuromuskular berkembang, biasanya antara umur 2 - 3
tahun, Orang dewasa juga mengalami perubahan pengalaman yang dapat
mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di antaranya adalah atony
(berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot polos colon yang
dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya
(mengering) feses, dan menurunnya tonus, dari otot-otot perut yang juga
menurunkan tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa
orang dewasa juga mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus
spinkter ani yang dapat berdampak pada proses defekasi.
b. Diet
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi
feses. Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting untuk
memperbesar volume feses. Makanan tertentu pada beberapa orang sulit
atau tidak bisa dicerna. ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan
pendernaan, di beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Makin yang
tidak teratur dapat mengganggu keteraturan pada defekasi. Makan yang
tidak teratur dapat mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang
makan pada waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan
waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola
aktivitas peristaltik di colon.
c. Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika
pemasukan cairan yang adekuat ataupun pengeluaran. (cth:, urine,
muntah) yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan
untuk mereabsorbsi air dari chynie ketika ia lewat di sepanjang colon.
Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan
feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan
8
memperlambat perjalanan chyme di sepanjang intestinal, sehingga
meningkatkan reabsorbsi cairan dari chyme.
d. Tonus otot
Tonus perut, otot pelvik dan diafragma yang baik penting untuk
defekasi. Aktivitasnya juga merangsang peristaltik yang memfasilitasi
pergerakan chyme sepanjang colon. Otot-otot yang lemah sering tidak
efektif pada peningkatan tekanan intra abdominal selania proses defekasi
atau pada pengontrolan defekasi. Otot-otot yang lemah merupakan
akibat dari berkurangnya latihan (exercise), imobilitas atau gangguan
fungsi syaraf.
e. Faktor psikologi
Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi elefekasi.
Penyakit-penyakit tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada
collitis, bisa jadi mempunyai komponen psikologi. Diketahui juga bahwa
beberapa orang yang cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitas
peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang yang depresi bisa
memperlambat motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi.
f. Gaya hidup
Gaya hidup mempengaruhi eliminasi feses pada beberapa cara.
Pelatihan buang air besar pada waktu dini dapat memupuk kebiasaan
defekasi pada waktu yang teratur, seperti setiap hari setelah sarapan, atau
bisa juga digunakan pada pola defekasi yang ireguler. Ketersediaan dari
fasilitas toilet, kegelisahan tentang bau, dan kebutuhan akan privacy juga
mempengaruhi pola eliminasi feses. Klien yang berbagi situ ruangan
dengan orang lain pada suatu rumah sakit mungkin tidak ingin
menggunakan bedpan karena privacy dan kegelisahan akan baunya.
g. Obat-obatan
9
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengaruh
terhadap eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain
seperti dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti dengan
prosedur pemberian morphin dan codein, menyebabkan konstipasi.
Beberapa obat sceara langsung mempengaruhi eliminasi. Laxative
adulate obat yang merangsang aktivitas usus dan memudahkan eliminasi
feses. Obat-obatan ini melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obat-
obatan tertentu seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan
aktivitas peristaltik dan kadang-kadang digunakan untuk mengobati
diare.
h. Prosedur diagnostik
Prosedur diagnostik tertentu, seperti siginoidoscopy,
membutuhkan agar tidak ada makanan dan cairan setelah tengah malam
sebagai persiapan pada pemeriksaan, dan sering melibatkan enema
sebelum pemeriksaan. Pada tindakan ini klien biasanya tidak akan
defekasi secara normal sampai ia diizinkan makan.
Barium (digunakan pada pemeriksaan radiologi) menghasilkan
masalah yang lebih jauh. Barium mengeraskan feses jika tetap berada di
colon, akan mengakibatkan konstipasi dan kadang-kadang suatu
impaksi.
i. Anastesi dan pembedahan
Anastesi umum menyebabkan pergerakan colon yang normal
menurun dengan penghambatan stinitilus parasimpatik pada otot colon.
Klien yang mendapat Anastesi lokal akan mengalami hal seperti itu juga.
Pembedahan yang langsung melibatkan intestinal dapat
menyebabkan penghentian dari pergerakan intestinal sementara. Hal ini
disebut paralytic ileus, suatu kondisi yang biasanya berakhir 24 – 48
jain. MCIRICIlgar suara uses yang menccrininkan otilitas intestinal
adalah suatu hat yang penting pada inamijemen keperawatan pasca
10
bedah.
j. Nyeri
Klien yang mengalami ketidaknyamanan defekasi seperti pasca
bedah hemorhoid biasanya sering menekan keinginan untuk defekasi
guna mengbindari nyeri. Klien seperti ini akan mengalami konstipasi
sebagai akibatnya.
k. Iritan
Zat seperti makanan pedas, toxin bakteri dan racun dapat
mengiritasi saluran intestinal dan menyebabkan diare dan sering
menyebabkan flatus.
l. Gangguan syaraf sensorik dan motorik
Cedera pada sumsum tulang belakang dan kepala dapat
menurunkan stimulus sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas bisa
membatasi kemampuan klien untuk merespon terhadap keinginan
defekasi ketika dia tidak dapat menemukan toilet atau mendapat
bantuan. Akibatnya, klien bisa mengalami konstipasi. Atau seorang klien
bisa mengalami fecal inkontinentia karena sangat berkurangnya fungsi
dari spinkter ani.
4. Masalah-Masalah Umum Pada Eliminasi Feses :
a. Kontipasi
b. Impaksi feses
c. Diare
d. Fecal Inkontimentia
e. Flatulence
f. Hemorhoid
a. Konstipasi
11
Konstipasi berhubungan dengan jalan yang kecil, kering, kotoran
yang keras, atau tidak ada lewatnya kotoran di usus untuk beberapa
waktu. Ini terjadi ketika pergerakan feses melalui, usus besar lambat, hal
ini ditambah lagi dengan reabsorbsi cairan di usus besar. Konstipasi
berhubungan dengan pengosongan kotoran yang sulit dan meningkatnya
usaha atau tegangan dari otot-otot volunter pada proses defekasi. Ada
banyak penyebab konstipasi :
1) Kebiasaan buang air besar (b.a.b) yang tidak teratur
Salah satu penyebab yang paling sering menyebabkan
konstipasi adalah kebiasaan b.a.b yang tidak teratur. Refleks defekasi
yang normal dihambat atau diabaikan, refleks-refleks ini terkondisi
untuk menjadi semakin melemah. Ketika kebiasaan diabaikan,
keinginan untuk defekasi habis.
Anak pada masa bermain bisa mengabaikan refleks-refleks
ini. orang dewasa mengabaikannya karena tekanan waktu dan
pekerjaan.
Klien yang dirawat inap bisa menekan keinginan buang air
besar karena malu menggunakan bedpan atau karena proses defekasi
yang sangat tidak nyaman. Perubahan rutinitas dan diet juga dapat
berperan dalam konstipasi. Jalan terbaik untuk menghindari
konstipasi adalah membiasakan b.a.b teratur dalam kehidupan.
2) Penggunaan laxative yang berlebihan
Laxative sering digunakan untuk menghilangkan
ketidakteraturan buang air besar. Penggunaan laxative yang
berlebihan mempunyai efek yang sama dengan mengabaikan
keinginan b.a.b - refleks pada proses defekasi yang alami dihambat.
"Kebiasaan pengguna laxative bahkan memerlukan dosis yang lebih
besar dan kuat, sejak mereka mengalami efek yang semakin
berkurang dengan penggunaan yang terus-menerus (toleransi obat).
3) Peningkatan sires psikologi
Emosi yang kuat diperkirakan mcnyebabkan konstipasi
12
dengan menghambat gerak peristaltik usus melalui kerja dari
epinefrin dan sistem syaraf simpatis. Stres juga dapat menyebabkan
usus spastik (spastik/konstipasi hipertonik atau iritasi colon). Yang
berhubungan dengan konstipasi tipe ini adalah kram pada abdominal,
meningkatnya jumlah mukus dan periode bertukar-tukarnya antara
diare dan konstipasi.
4) Ketidaksesuaian diet
Makanan lunak dan rendah serat yang berkurang pada feses
sehingga menghasilkan produk sisa yang tidak cukup untuk
merangsang refleks pada proses defekasi. Makan rendah serat
seperti; beras, telur dan daging segar bergerak lebih lambat di
saluran cerna. Meningkatnya asupan cairan dengan makanan seperti
itu meningkatkan pergerakan makanan tersebut.
5). Obat- obatan
Banyak obat menyebabkan efek samping konstipasi.
Beberapa di antaranya seperti : morfin, codein, sama halnya dengan
obat- obatan adrenergik dan antikolinergik, melambatkan pergerakan
dari colon melalui kerja mereka pada siste saraf pusat. Kemudian,
menyebabkan konstipasi yang lainnya seperti : zat besi, mempunyai
efek menciutkan dan kerja yang lebih secara lokal pada mukosa usus
untuk menyebabkan konstipasi. Zat besi juga mempunyai efek
mengiritasi dan dapat menyebabkan diare pada sebagian orang.
6). Latihan yang tidak cukup
Pada klien yang pada waktu yang lama otot secara umum
melemah, termasuk otot abdomen, diafragma, dasar pelvik yang
digunakan pada proses defekasi. Secara tidak langsung kurangnya
latiahan di hubungkan dengan kurangnya nafsu makan dan
kemungkinan kurangnya jumlah serat, yang penting untuk
merangsang refleks pada proses defekasi.
7). Umur
13
Otot semakin melemah dan melemahnya tonus spinkter yang
terjadi pada orang tua turut berperan menyebabkan defekasi.
8). Proses penyakit
Beberapa penyakit pada usus dapat menyebabkan konstipasi,
beberapa di antaranya obstruksi usus, nyeri ketika defekasi
berhubungan dengan hemoroid, yang membuat orang menghindari
defekasi, paralisis yang menghambat kemampuan klien untuk buang
air besar, terjadinya peradangan pelvik yang mengahsilakn paralisis
atau atoni pada usus.
Konstipasi bisa jadi beresiko pada klien , regangan ketika
buang air besar dapat menyebabkan stress pada abdomen atau luka
pada perincum (post operasi). Ruptur merusak mereka jika tekanan
cukup besar. Ditambah lagi peregangan sering bersamaan dengan
tertahannya nafas. Gerakan ini dapat menciptakan masalah yang
serius pada orang dengan sakit jantung, trauma otak, atau penyakit
pernapasan. Tertahannya napas meningkatkan tekanan intratoraka
dan intrakranial. Pada beberapa tingkatan, tingkatan ini dapat di
kurangi jika seseorang mangeluarkan napas melalui mulut ketika
regangan terjadi. Bagaimanapun, menghindari regangan merupakan
pencegahan yang terbaik.
b. Impaksi Feses
Impaksi feses dapat di idefinisikan sebagi sutau massa atau
kumpulan yang mengeras, feses seprti dempul pada lipatan rektum.
Impaksi terjadi pada retensi yang lama dan akumulasi dari bahan- bahan
feses. Pada impaksi yang gawat feses terkumpul dan ada di dalam kolon
sigmoid. Impaksi feses di tandai dengan adanya diare dan kotoran yang
tidak normal. Cairan merembes keluar feses sekeliling dari massa yang
tertahan. Impaksi dapat juga di nilai dengan pemeriksaan digital pada
rektum, selama impaksi massa yang mengeras sering juga dapat di
palpasi.
14
Diare yang bersamaan dengan konstipasi, termasuk gejala sering
tetapi tidak ada keinginan untuk defekasi dan nyeri pada rektum.
Hadirnya tanda- tanda umum dari trjadinya pemyakit: klien menjadi
anoreksia, abdomen menjadi regang dan bisa juga terjadi muntah.
Penyebab dari impaksi feses biasanya kebiasaan buang air besar
yang jarang dan konstipasi. Obat- obat tertentu juga berperan serta pada
impaksi. Barium di gunakan pada pemeriksaan radiolosi pada saluran
gastrointestinal bagian atas dan bawah dapat menjadi faktor penyebab,
sehingga setelah pemeriksaan ini hasil pengukuran di perroleh untuk
memastikan pergerakan barium.
Pada orang yang lebih tua faktor- faktor yang beragam dapat
menyebabkan impaksi : asupan cairan yang kurang, diet yang kurang
serat, rendahnya aktivitas, melemahnya tonus otot.
c. Diare
Diare berhubungan dengan pengeluaran feses yang cair dan
meningkatnya frekuensi dari proses defekasi. Ini adalah lawan dari
konstipasi dan dampak dari cepatnya perjalanan feses melalui usus
besar. Cepatnya perjalanan chyme mengurangi waktu untuk usus besar
mereabsorpsi air dan elektrolit. Sebagian orang mengeluarkan kotoran
dengan frekuensi yang meningkat tetapi bukan diare dikatakan diare
jika kotoran tidak berbentuk dan cair sekali. Pada orang dengan diare
dijumpai kesulitan dan kitidakmungkinan untuk mengontrol keinginan
defekasi dalam waktu yang lama.
Diare dengan ancaman tidak terkontrolnya buang air besar
merupakan sumber dari perhatian dan rasa malu. Sering, spasmodik dan
kram abdomen yang sangat sakit berhubungan dengan diare. Kadang-
kadang klien mengeluarkan darah dan lendir yang banyak, mual dan
muntah juga biasa terjadi. Pada diare persisten secara umum bisa terjadi
perluasan iritasi pada daerah anus ke daerah perineum dan bokong.
15
Fatique, kelemahan, malaise dan berat badan yang berkurang merupakan
dampak dari dare yang berkepanjangan.
Ketika penyebab diare adalah iritasi pada saluran intestinal, diare
diperkirakan sebagai mekanisme pembilasan sebagai perlindungan. Itu
bisa menyebabkan hilangnya cairan dan elektrolit dala tubuh,
bagaimanapun bisa berkembang menjadi suatu yang menakutkan dala
waktu yang singkat, terutama pada bayi dan anak kecil.
Tabel : penyebab yang sering menyebabkan diare
Penyebab Respon Fisiologi
Stress psikologi
Obat- obatan
Antibiotik
Zat besi
Zat katatik
Alergi pada makanan
atau minuman
Intoleransi pada
makanan atau minuman
Penyakit pada kolon
Sindrom malabsorpsi
Penyakit chrohn
Peningkatan pergerakan intestinal dan sekresi mukus
Inflamasi dan infeksi pada mukosa mengarah pada
pertumbuhan yang berlebih dari mokroorganisme yang
normal pada intestinal
Iritasi pada mukosa intestinal
Iritasi pada mukosa intetinal
Pencernaan makanan dan minuman yang inkomplit
Peningkatan pergerakan intestinal dan sekresi mukus
Mengurangi absorpsi cairan
Inflamasi mukosa sering mengarah pada bentuk luka
d. Fecal Inkontinen
Inkontinen berhubungan dengan berkurangnya kemampuan
voluntar untuk mengonntrol feses dan keluarnya gas melalui sfingter ani.
Inkontinen bisa juga terjadi pada waktu yang spesfik, seperti setelah
makan atau bisa juga terjadi ireguler.
Fecal inkontinen secara umum berhubungan dengan
terganggunya fungsi sfingter ani atau supai sarafnya, seperti pada
16
beberapa penyakit neuromuskular, trauma sumsum tulang belakang, dan
tumor pada otot sfingter ani eksternal.
Fecal inkontinen merupakan suatu masalah distres emosional yang
akhirnya dapat mengarah pada isolasi sosial.
Orang-orang yang menderita ini menarik diri ke dalam rumah
mereka atau jika di rumah sakit, mereka menarik diri ke batas dari
ruangan mereka untuk meminimalkan rasa malu berhubungan dengan
ketidakbersihan diri. Fecal inkontinen asam mengandung enzim-enzim
pencernaan yang sangat mengiritasi kulit, sehimgga daerah disekitar
anus harus dilindungi dengan zinc oksida atau beberapa salap pelindung
lainnya. Area ini juga harus dijaga tetap bersih dan kering,
e. Flatulence
Udara atau gas di saluran gastrointestinal disebut flatus.
Ada 3 sebab utama flatus :
1. Kerja dari bakteri dalam chyme di usus besar
2. Udara yang tertelan
3. Gas yang berdifusi dari pembuluh darah ke dalam intestinal
Ketiga hal diatas normal tapi 0,6 liter dari gas ini diabsorbsi ke dalam
kapiler- kapiler intestinal.
Flatulence adanya flatus yang banyak pada intestinal mengarah
pada peregangan dan pemompaan pada intestinal. Kondisi ini disebut
juga timpanites. Jumlah udara yang besar dan gas- gas lainnya juga
dapat berkumpul di perut, dampaknya pada distensi gaster.
Pada orang dewasa biasanya 7 – 10 liter flatus pada usus besar
setiap 24 jam. Gas- gas tersebut termasuk : CO2, H2, N2. Beberapa gas
yang ditelan sebagian besar dihembuskan melalui mulut dengan
erutcation (bersendawa). Gas- gas yang terbentuk pada usus besar sangat
sedikit diabsorbsi , melalui kapiler-kapiler intestinal ke dalam sirkulasi.
Flatulence dapat terjadi pada kolon, bagaimanapun bisa juga dari
beragam penyebab yang lain seperti : pembedahan abdomen, anestesi
dan narkotika. Jika gas tidak dapat dikelurkan dari anus mungkin
17
penting untuk memasukkan sebuah rektal tube atau menyediakan suatu
enema yang dapat mengalirkan kembaliu untuk menggerakkan gas
tersebut.
Penyebab umum dari flatulence dan distensi adalah konstipasi.
Codein, barbiturat dan obat- obat lain yang dapat menurunkan motilitas
intestinal dan tingkat kecemasan sehungan dengan besarnya jumlah
udara yang tertelan. Sebagian besar orang mempunyai pengalaman
dengan flatulence dan distensi setelah memakan makanan tertentu yang
mengandung gas seperti buncis, kol, dan kacang.
Distensi post operasi setelah pembedahan abdomen sering secara
umum dijumpai di ruamah sakit. Tipe distensi ini secara umum terjadi
sekitar 3 hari posr operasi dan desebabkan oleh efek dari anastesi,
narkotika, perubahan diet, dan kurangnya aktivitas.
f. Hemorhoid
Hemorhoid sering juga disebut wasir yaitu adanya pelebarab
pembuluh darah vena di anus, dapat terjadi secara internal dan eksternal.
Internal terjadi pada canal anus dimana venanya berbeda. Eksternal
hemorhoid prolapsus melalui pembukaan anus dan dapat dilihat disana.
Hemorhoid dapat terjadi dari dampak meningkanya tekanan pada daerah
anus, sering terjadi karena konstipasi kronik, peregangan selama
difekasi, kehamilan dan oesitas.
Beberapa hemorhoid tidak mempunyai gejala pada lainnya dapat
juga menyebabkan nyeri, gatal – gatal dan kadang-kadang perdarahan.
Hemorhoid sering diobati secara konservatif dengan astringent
(menciutkan jaringan) dan anestesi lokal (mengurangi nyeri). Kotoran
yang lebih lunak bisa megurangi iritasi selam adefekasi. Pada beberapa
kasus hemorhoid dibuang dengan pembedahan.
18
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian eliminasi feses termasuk pengambilan suatu riwayat
keperawatan yang menetapkan pola defekasi dan termasuk pemeriksaan
fisik pada abdomen,dengan referensi khusus pada daerah saluran
intestinal.feses juga dikaji adanya flatus.Perawat juga harus mengulang
beberapa data yang didapat dari tes diagnosa yang relevan.
a. Riwayat Keperawatan
Suatu riwayat keperawatan untuk eliminasi feses akan membantu
perawat memastikan pola BAB pasien yang normal.
Sebagian besar riwayat ke[erawatan terdiri dari:
1) Pola defekasi
Frekuensi dan waktu klien mengalami defekasi,apakah pola BAB
berubah baru-baru ini,apakah pola BAB pernah berubah.Jika
iya,apakah klien mengetahui faktor-faktor penyebabnya.
2) Pola tingkah laku
Penggunaan laksatif,dan bahab-bahan yang sama mempertahankan
pola-pola dcefekasi yang biasa mempertahankan pola defekasi yang
biasa (contoh;segelas jus lemon panas ketika sarapan pagi atau jalan
pagi sebelum sarapan.
3) Deskripsi feses
Bagaimana klien mendeskripsikan fesesnya,termasuk warna,teratur
(keras,lembut,berair ),bentuk,bau
4) Diet
Makanan apa yang dipercayai oleh klien yang dapat mempengaruhi
proses defekasi;makanan dengan jenis apa dan tipe apa?klien
makan?makanan apa yang selalu dia hindari?Apakah makanan
dimakan secara teratur.
19
5) Cairan
Berapa jumlah jenis cairan yang diasup setiap hari (contoh ; 6 gelas
air.5 cangkir kopi)
6) Latihan
Pola latihan seperti apa yang dilakukan klien setisp hari?
7) Obat-obatan
Apakah klien mengkonsumsi obat-obatan yang dapat
mempengaruhi saluran intestinal (contoh:zat besim,antibiotik)
8) Stres
Apakah klien mengalami stres dalam jangka waktu yang lama atau
singkat?terapkan stres seperti apa yang sialami klien dan bagaimana
dia menerimanya.
9) Pembedahan
Apakah klien mengalami pembedahan atau penyakit yang
berpengaruh terhadap saluran cerna?keberadan ostomi harus
diperhadikan
b. Pemeriksaan fisik pada abdomen
1) Intestinal
selama pengkajian pada abdomen,dengan rujukan khuus pada
saluran intestinal,klien dianjurkan dalam posisi supine dan diselimuti
sehingga hanya bagian abdomen yang terlihat.Perawat harus
mengidentifikasi batasan-batasan yang digunakan senagai nilai-nilai
rujukan untuk mendeskripsikan hasil yang dijumpai.
2) inspeksi
perawat mengobservasi dinding abdomen untuk gelombang
yang dapat dilihat yang mengidentifikasikan peristaltik.Kecuali pada
orang-orang khusus kadang-kadang tidak dapat diobservasi secara
normal.ketika gelombang dapat dilihat,mereka sering mulai pada
kuadran kanan atas dan bergerak kebawah dan bagian medial
20
abdomen.Peristaltik yang dap[at diobservasi dapat menunjukan
adanya suatu obstruksi intestinal.
Mengobservasi bentuk,kesimetrisan,dan tekanan
abdomen.Harusnya bentun\knya rata tanpa adanya tonjolan.tonjolan
seperti massa akan kelihatan suayi bengkak.Suatu kelainan abdomen
seharusnya dapat diukur pada daerah umbilikal dengan
menempatkan suatu tip pengukur sekeliling tubuh.pengukur berulang
menunjukan apakah teknan meningkat atau menurun.
3) Auskultrasi
Suatu usus dikaji dengan stetoskop.Suara usus mencerinkan
peristaltik usus kecil,mereka mendeskripsikan menurut intensitas,dan
frekuensi atau tingkat aktifitasnya.intensitas menunjukan kekuatan
dari suara atau rta-rata dari peristaltik.Kuat lemahnya (dentum)dari
dinding intestinal sebagai hasil dari gelombang peristaltik,pada
peniungkatan tekanan intestunal akan ada kemungkinan peningkatan
dentuman.Tingkatan aktifitas atau frekuensi dari suara usus juga
dikaji.Peningkatan atau penenurunan peristaltik dapat terjadi karena
beberapa alasan;penayangan ekstensif pada intestinal selama proses
pembedahan;ketidakseimbangan elektrolit,seperti ketidaknormalan
dai rendahnya tingkat potasium serum dan peritonitis.intestinal dan
frekuensi yang abnormal pada suara usus (borborybmi)terjadi pada
enteritis dan obstruksi usus kecil.
4) Abdomen
Daerah abdsomen diketuk untuk mendeteksi cairan pada
rongga abdomen, tekanan intestinalnya berhubungan dengan flatus
dan pembentukan massa seperti pembesaran kantung empedu dan
lever.
Daerah seluruh abdomen siperkusi pertama pada daerah
kuadran kanan atas menurut arah jarum jam. Flatus menghasilan
resonansi (tympani) sementara cairan dan massa menghasilkan bunyi
”dull” (tumpul).
21
Ketika ada cairan di abdominal, ketukan menghasilkan sura
tumpu diantara caira. Ketika klien berada pada satu sisi, cairan
ascites mengalir ke sisi tersebut. Ketukan memperlihatkan sebuah
garis damartasi di antara dulnes dan tympani: garis ini menandai
adanya tingkat cairan sebuah garis di tarik di atas abdomen sehingga
perawat dapat menukur apakah jumlahnya meningkat atau menurun,
ketika dilakukan ketukan selajutnya.
5) Palpasi
Baik palpasi ringan atau dalam keduanya di gunakan,
biasanya untuk mendeteksi dan megetahui adanya daerah lunak dan
massa. Keempat kuadran pada abdomen dipalpasi otot-otot abdomen
harus reliks untuk memperoleh palpasi yang sukses. Perawat
seharusnya melakukan palpasi ringan kemudian dalam. Daerah yang
sensitif seharusnya dipalpasi terakhir karena eratnya otot-otot
(pelindung abdomen) yang sering terjadi ketika daerah yang nyeri
tersentuh.
c. Pemeriksaan fisik pada rektum an anus
Pada pemeriksaan anorektal klien biasanya dianjurkan dalam posisi
sim ke kiri atau genupectoral. Klien wanita juga di sarankan dalam
posisi litotomi.
1). Inspeksi
Daerah perianal dikaji warnanya, peradangan, scar, lesi, fisura,
fistula atau hemorhoid. Warna, ukuran, lokasi dan kepadatan dari lesi
dicatat.
2). Palpasi
Selama pemeriksaan rektal sangat penting bahwa palpasi harus
lembut sehingga tidaj merangsang refleks dari ,ervus vagus yang
dapat menekan denyut jantung.
d. Pola Buang Air Besar
22
Waktu buang air besar dan jumlahnya serta frekuensinya sifat
individu. Sebagaian orang buang air besar secara normal 1 kali sehari
sementara lainnya juga pada 3 – 4 kali seminggu sebagian lagi buang air
besar seelah sarapan pagi yang lainnya juga pada sore hari sering pola
buang air besarindividu pada waktu yang sempat. Sebagian besar orang
membiasakan buang air besar setelah sarapan pagi ketika refleks
gasrtocolon dan duodenocolon menyebabkan massa pada usus besar.
Adanya flatus juga di kaji.
e. Pemeriksaan Feses
Dalam pemeriksaan feses, alat-alat yang perlu dipersiapkan yaitu :
1) Wadah khusus untuk sampel feses.
Sangat penting bagi perawat mengetahui mengapa spesimen
di ambil dan wadah yang di gunakan tepat.Kadang – kadang wadah
memakai zat pengawet khusus untuk menunjukkan hasil tes.
Petunjuk khusus harus di tulis dan di lampirkan ketika penyediaan
spesimen.
2) Tongue spatel kayu atau palstik
Untuk memindahkan spesimen dan sekitar 2,5 cm
ditempakan di dalam wadah. Jika kotoran berbentuk cair
dikumpulkan 15 – 30 ml. Wadah kemudian ditutup dengan aman..
Pada kenyataannya bahwa spesimen yang telah di peroleh harus di
masukkan sebagai rahasia klien.
3) Spesimen ( feses )
Klien dapat menyediakan spesimennya setelah di beri
informasi yang adekuat. Feses tidak boleh bercampur dengan urin
atau air karenanya klien klien buang air besar dibedpan.
Untuk tes tertentu di perlukan feses segar. Jika harus seperti
itu spesimen dibawa segera ke lab. Spesimen kotoran jangan di
tinggalkan pada suhu rungan dalam waktu yang lam karena bakteri
dapat mengubahnya. Wadah spesimen biasanya memiliki petunjuk
23
penyimpanan hal ini harus diikuti jika spesimen tidak dapat di kirim
segera kelab. Pada beberapa instansi digunakan pendinginan.
Untuk mengamankan spesimen dari bayi atau anak- anak
yang tidak terlatih di toilet, spesimen diambil dari feses yang baru.
Ketika feses di kultur untuk memperoleh mkroorganisme feses di
pindahkan ke wadah dengan aplikator steril.
Karakteristik feses :
1) Warna
Feses normal berwarna coklat, Hal ini berhubungan dengan
adanya bilirubin dan turunannya ( stercobilin dan urotilin ) dan kegiatan
dari bakteri normal yang terdapat pada intestinal. Bilirubin merupakan
pigmen berwarna kuning pada empedu. Feses dapat berwarna lian
khususnya ketika ada hal – hal yang abnormal.
Misalnya :
- hitam feses seperti tir, ini menunjukkan adanya perdarahan dari
lambung atau usus halus,
- warna tanah liat (acholic) menunjukkan adanya penurunnan fungsi
empedu,
- hijau atau orange menunjukkan adanya infeksi pada intestinal.
Makanan juga dapat mempengaruhi warna feses misalnya :
gula bit merubah feses menjadi warna merah, kadang – kadang hijau.
Obat – obatan juga dapat merubah warna feses misalnya zat besi dapat
membuat feses berwarna hitam.
2). Konsistensi
Secara normal feses berbentuk tetapi lembut dan mengandung air
sebanyak 75% jika seseorang mendapat intake cairan yang cukup,
sedangkan 25% lagi adalah bagian padat.
24
Feses yang biasa mengandung air lebih dari 75%. Feses bergerak
lebih cepat dari normal melalui intestinal, sehingga hanya sedikit air dan
ion yang direabsorbsi ke dalam tubuh.
Feses yang keras mengandung lebih sedikit air daripada normal
dan pada beberapa kasus mungkin sulit atau nyeri sekali saat
dikeluarkan. Beberapa orang, bayi dan anak-anak yang khusus mungkin
mengeluarkan feses yang berisi makanan yang tidak cerna.
3). Bentuk
Feses normal berbentuk rektum. Bila terlalu padat atau terlalu
cair, berarti ada indikasi abnormal.
4). Bau
Bau feses merupakan hasil kerja bakteri pada intestinal, dan
bervariasi pada seseorang dengan orang lain. Bau feses yang sangat bau
(tajam) dapat menunjukkan adanya gangguan saluran cerna.
5). Darah
Darah yang terdapat pada feses adalah abnormal. Darah dapat
berwarna terang atau merah terang, hal ini berarti darah mewarnai feses
pada proses eliminasi akhir. Feses berwarna hitam, tir berarti darah
memasuki chyme pada lambung atau usus halus. Beberapa obat-obatan
dan makanan juga dapat membuat feses berwarna hitam atau merah.
Oleh karena itu adanya darah harus dikonfirmasi melalui sebuah test.
Perdarahan pada feses kadang tidak terlihat, ini dikenal occult bleeding
(perdarahan tersembunyi). Test untuk mengetahui adanya darah pada
feses secara rutin dilakukan di klinik. Hemotest menggunakan tablet
sebagai reagen, sementara guaiac dan hemoccult tes menggunakan
regaen berbentuk solusion (larutan), setiap tes memerlukan spesimen
feses. Guaiac tes secara umum digunakan. Feses yang sedikit diletakkan
pada kertas saring atau kertas usap. Reagen selanjutnya diletakkan dan
warna dicatat, warna biru menunjukkkan adanya darah.
6) Lendir
25
Sama halnya seperti darah, lendir terdapat pada feses abnormal.
Lendir
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan berasal dari pengikisan data yang konkrit
dari perawat.
Diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan gangguan eliminasi BAB
adalah :
a. Konstipasi yang berhubungan dengan barium
b. Konstipasi yang berhubungan dengan immobilitas
c. Konstipasi yang berhubungan dengan trauma pada sumsum tulang
belakang
d. Diare yang berhubungan dengan stress
e. Diare yang berhubungan dengan perjalanan
f. Diare yang berhubungan dengan kelebihan mengkomsumsi kopi
3. Perencanaan Dan Implementasi
Tujuan utama klien dalam perencanaan intervensi adalah :
a. Mengerti tentang eliminasi yang normal
b. Mengerti akan makanan dan cairan yang dibutuhkan secara wajar
c. Memelihara integritas kulit
d. Mengikuti program latihan secara teratur
e. Memelihara kestabilan dalam pengeluran BAB
f. Mengerti tentang pengukuran untuk menghilangkan stress
Penerapan perencaan dan implementasi pada gangguan eliminasi :
A. Inkontinensia alvi
Yang behubungan dengan :
26
Kerusakan sfingter rektum, sekunder akibat pembedahan atau
cedera pada anus atau rektum/neuropati perifer
Kerusakan kognitif
Kerungnya kontrol sfingter volunter, sekunder akibat ganguan
neuro muskular progresif, cedera medula spinalis/klerosis
multipel
Overdistensi rektum, sekunder akibat konstipasi kronis
Ketidak mampuan mengenali, menginterpretasikan, atau
merespon isyarat defekasi, sekunder akibat depresi/kerusakan
kognitif
Kriteria Hasil Intervensi Umum Rasional
Inidividu akan
mengeluarkan
feses berbentuk
lunak setiap
dua atau tiga
hari
1. Kaji factor yang berperan
menyebabkan inkontinensia
alvi :
- Kurangnya jadwal evakuasi
rutin
- Kurangnya pengetahuan
tentang teknik defekasi
- Asupan cairan dan serat yang
tidak adekuat
- Aktivitas fisik yang tidak
adekuat
- Konstipasi
- Penggunaan bantuan
eliminasi (mis. Laksatif )
2. Kaji status neurologis dan
kemampuan fungsional
individu
3. Rencanakan waktu yang
tepat dan konsisten untuk
Untuk mempertahankan
kontinensia usus, klien harus
memiliki sensasi anorektal
yang utuh, mampu
mengeluarkan feses secara
sadar, mampu mengontraksi
otot puborektal dan sfingter
anus eksternal, serta memiliki
akses yang baik ke fasilitas
kamar mandi
Konsistensi dan jumlah feses
penting untuk mencapai
kontinensia. Feses yang
jumlahnya sedikit dan keras
tidak mampu mendistensi atau
menstimulasi rectum sehingga
tidak akan menimbulkan
keinginan untuk defekasi
Latihan dapat meningkatan
27
defekasi
4. Buat program defekasi
harian selama lima hari atau
sampai terbentuk suatu pola.
Kemudian alihkan ke
program alternative harian
(pagi dan sore)
5. Berikan privacy dan
lingkungan yang tidak
menyebabkan stress
6. Ajarkan teknik defekasi yang
efektif pada klien
7. Untuk klien yang mampu
memobilisasi ekstermitas
atasnya, ajarkan berbagai
teknik yang mempermudah
defekasi (misal : masase
abdomen, push up duduk,
latihan panggul di lantai)
8. Buat catatan eliminasi yang
berisi jadwal, waktu dan
karakteristik feses
9. Jelaskan tentang kebutuhan
cairan dan diet yang baik
untuk defekasi
10. Jelaskan tentang efek
aktivitas terhadap peristaltic
usus
11. Jelaskan tentang bahaya
penggunaan pelunak feses,
laksatif, supositoria, dan
motilitas pencernaan dan
mempercepat fungsi usus
Latihan panggul di atas lantai
dapat meningkatkan kekuatan
otot puborektal dan sfingter
anus eksterna
Stimulasi rectum dengan jari
menimbulkan refleks
peristaltis dan membantu
defekasi
Laksatif dapat menyebabkan
terjadinya defekasi yang tak
terjadwal, berkurangnya tonus
kolon, dan konsistensi feses
tidak konsisten. Enema dapat
menyebabkan regangan yang
berlebihan pada bagian-bagian
usus dan menurunkan tonus
usus. Pelunak feses tidak
diperlukan apabila asupan
cairan dan makanan adekuat
Upaya defekasi dapat dibantu
dengan teknik yang dapat
memfasilitasi gravitasi dan
meningkatkan tekanan
intraabdomen guna
mengeluarkan feses
Konstipasi atau impaksi fekal
yang berlangsung lama dapat
menyebabkan distensi yang
berlebihan pada rektum.
28
enema pada klien
12. Jelaskan tentang tanda dan
gejala impaksi fekal dan
konstipasi
13. Lakukan penkes tentang
prodram defekasi sebelum
klien pulang
Kondisi ini dapat
menyebabkan stimulasi refleks
yang berkelanjutan dan
mengakibatkan penurunan
tonus sfingter
Inkontinensia alvi kerap
menjadi masalah pada lansia
yang tinggal di panti atau
lansia yang menderita sakit
kronis. Berbagai gangguan
kognitif yang terjadi dapat
menghalangi pengenalan
isyarat defekasi. Konstipasi
yang berlangsung lama dapat
mengakibatkan kebocoran di
sekeliling impaksi. Penyebab
lain adalah ketidaknormalan
sfingter rectum
B. Konstipasi
Yang berhubungan dengan :
Defek stimulasi saraf, kelemahan otot dasar panggul, dan
immobilitas sekunder akibat cedera medulla spinalis/ penyakit
neurologist/ demensia
Nyeri saat defekasi (hemoroid, cedera punggung)
Efek samping obat (antidepresan, antisida, antikolinergik, anestetik,
zat besi dll)
Kebiasaan menggunakan laksatif
Penurunan peristaltic, sekunder akibat imobilitas/ stress/ kehamilan/
kurang olah raga)
Pola defekasi yang tidak teratur
29
Diet yang tidak adekuat (rendah serat, tiamin, roughage)
Asupan cairan yang tidak adekuat
Ketidakmampuan mempersepsikan isyarat defekasi
Kriteria Hasil Intervensi Umum Rasionalisasi
Individu akan
melaporkan
defekasi
sedikitnya sehari
2-3 sehari
1. Kaji faktor-faktor yang
menyebabkan konstipasi
(mis; jadwal defekasi yang
tidak teratur, latihan yang
tidak adekuat, efek samping
pengobatan,
ketidakseimbangan asupan
makanan, stress)
2. Kaji ulang rutinitas
harian klien
3. Anjurkan klien untuk
memasukkan defekasi ke
dalam rutinitas harian
4. Anjurkan klien untuk
mencoba defekasi sekitar
satu jam setelah makan dan
upayakan untuk tetap berada
di toilet selama waktu yang
diperlukan
5. Berikan privacy dan
suasana yang nyaman saat
defekasi (mis; menutup
pintu, menyalakan televisi)
6. Jadwalkan latihan fisik
yang sedang namun sering
(jika tidak terdapat
Pola
defekasi yang normal
harus dipertahankan
dengan asupan serat
setiap hari, konsumsi
cairan 6-8 gelas/hari,
dan latihan harian.
Selain itu klien juga
harus menyadari
perlunya defekasi
secara umum
Aktivitas
fisik yang teratur akan
meningkatkan tonus oto
yang diperlukan untuk
defekasi. Upaya ini
juga meningkatkan
sirkulasi system
disgestif yang akan
memperkuat peristaltic
dan memudahkan
defekasi
Asupan
caairan yang adekuat
(sedikitnya 2 liter
sehari) diperlukan
30
kontraindikasi)
7. Lakukan latihan rentang
gerak sendi pada klien yang
terbaring di tempat tidur
8. Miringkan dan ubah
posisi klien di tempat tidur
lalu tinggikan panggul
9. Tinjau ulang daftar
makanan tinggi bulk (mis;
padi-padian, sereal, buah-
buahan, dan sayuran segar,
kacang-kacangan dll)
10. Diskusikan mengenai diet
klien
11. Sertakan sekitar 800 g
buah dan sayuran ke dalam
diet klien untuk setiap hari
12. Anjurkan klien untuk
mengkonsumsi sedikitnya 2
liter (8-10 gelas) cairan
setiap hari
13. Anjurkan klien untuk
mengkonsumsi satu gelas air
panas setengah jam sebelum
sarapan guna membantu
menstimulus defekasi
14. Bantu klien mengambil
posisi semi jongkok untuk
memudahkan penggunaan
oto abdomen dan
menghasilkan efek gravitasi
untuk mempertahankan
pola defekasi serta
memperbaiki
konsistensi feses
Diet tinggi
serat yang seimbang
akan menstimulasi
peristaltic. Makanan
tinggi serat harus
dihindari selama diare
Refleks
gastrokolon dan
duodenukolon
menstimulasi peristaltic
massa dua atau tiga kali
sehari, paling sering
terjadi sesudah makan
Kontraksi
volunter pada otot
abdomen membantu
pengeluaran feses
Frekuensi
dan konsistensi feses
berkaitan dengan
asupan cairan dan
makanan. Makanan
yang mengandung serat
akan meningkatkan
absorbsi air ke dalam
feses. Asupan serat dan
cairan yang adekuat
31
15. Catat feses yang keluar
(warna,konstipasi,jumlah,
bau)
16. Beri tahu klien tentang
obat-obat yan menyebabkan
konstipasi (mis; antasida,
bismuth, penyekat saluran
kalsium, klonidin, levodopa,
zat besi, antiinflamasi non
steroid, opiate, sukralfat)
17. Jelaskan kerugian
penggunaan laksatif atau
pelunak feses secara
berlebihan
18. Lakukan penyuluhan
kesehatan sesuai indikasi
akan menghasilkan
feses yang padat tetapi
lunak dengan bentuk
yang normal dan akan
mengurangi resiko
feses yang keras,
kering, dan sulit
dikeluarkan. Aktifitas
fisik akan memperkuat
peristaltic, membantu
pencernaan, dan
memudahkan eliminasi
Laksatif
akan mengganggu
program defekasi
karena dapat
menyebabkan
pengosongan usus yang
berlebihan dan defekasi
yang tidak terjadwal.
Apabila digunakan
terus-menerus, laksatif
dapat menyebabkan
penurunan tonus kolon
dan retensi feses.
Pelunak feses mungkin
tidak diperlukan jika
asupan makanan dan
cairan adekuat
Tekanan
intraabdomen dapat
32
ditingkatkan dengan
meninggikan kedua
kaki
33
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA ELIMINASI B.A.K
A. KONSEP
1. Pengertian
Miksi (berkemih)
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi.
Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu :
Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya
meningkat di atas nilai ambang yang kemudian mencetuskan langkah kedua
Timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang
berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-
tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih.
Meskipun refleks miksi adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks
ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau
batang otak.
2. Anatomi Fisiologik & Hubungan Saraf Pada Kandung Kemih
Kandung kemih adalah ruangan berdinding otot polos yang terdiri dari dua
bagian besar:
Badan (corpus), merupakan bagian utama kandung kemih dimana urin
berkumpul dan
Leher (kollum), merupakan lanjutan dari badan yang berbentuk corong,
berjalan secara inferior dan anterior ke dalam daerah segitiga urogenital
dan berhubungan dengan uretra. Bagian yang lebih rendah dari leher
kandung kemih disebut uretra posterior karena hubungannya dengan
uretra.
34
Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor. Serat-serat ototnya
meluas ke segala arah dan bila berkontraksi, dapat meningkatkan tekanan
dalam kandung kemih menjadi 40 sampai 60 mmHg. Dengan demikian,
kontraksi otot detrusor adalah langkah terpenting untuk mengosongkan
kandung kemih. Sel-sel otot polos dari otot detrusor terangkai satu sama lain
sehingga timbul aliranlistrik berhambatan rendah dari satu sel otot ke sel
otot lainnya. Oleh karena itu, potensial aksi dapat menyebar ke seluruh otot
detrusor, dari satu sel otot ke sel otot berikutnya, sehingga terjadi kontraksi
seluruh kandung kemih dengan segera.
Pola dinding posterior kandung kemih, tepat di atas bagian leher dari
kandung kemih, terdapat daerah segitiga kecil yang disebut Trigonum.
Bagian terendah dari apeks trigonum adalah bagian kandung kemih yang
membuka menuju leher masuk ke dalam uretra posterior, dan kedua ureter
memasuki kandung kemih pada sudut tertinggi trigonum. Trigonum dapat
dikenali dengan melihat mukosa kandung kemih bagian lainnya, yang
berlipat-lipat membentuk rugae. Masing-masing ureter, pada saat memasuki
kandung kemih, berjalan secara oblique melalui otot detrusor dan kemudian
melewati 1 sampai 2 cm lagi di bawah mukosa kandung kemih sebelum
mengosongkan diri ke dalam kandung kemih.
Leher kandung kemih (uretra posterior) panjangnya 2-3 cm, dan
dindingnya terdiri dari otot detrusur yang bersilangan dengan sejumlah besar
jaringan elastik. Otot pada daerah ini disebut sfinter internal. Sifat tonusnya
secara normal mempertahankan leher kandung kemih dan uretra posterior
agar kosong dari urin dan oleh karena itu, mencegah pengosongan kandung
kemih sampai tekanan pada daerah utama kandung kemih meningkat di atas
ambang kritis.
Setelah uretra posterior, uretra berjalan melewati diafragma urogenital,
yang mengandung lapisan otot yang disebut sfingter eksterna kandung
kemih. Otot ini merupakan otot lurik yang berbed dengan otot pada badan
dan leher kandung kemih, yang hanya terdiri dari otot polos. Otot sfingter
35
eksterna bekerja dibawah kendali system saraf volunter dan dapat digunakan
secara sadar untuk menahan miksi bahkan bila pengendali involunter
berusaha untuk mengosongkan kandung kemih.
Persarafan Kandung Kemih
Persarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus, yang
berhubungan dengan medulla spinalis melalui pleksus sakralis, terutama
berhubungan dengan medulla spinalis segmen S-2 dan S-3. Berjalan melalui
nervus pelvikus adalah serat saraf sensorikdan serat saraf motorik. Serat
sensorik mendeteksi derajat renganagan pada dinding kandung kemih.
Tanda-tanda regangan dari uretra posterior bersifat sangat kuat dan terutama
bertanggung jawab untuk mencetuskan refleks yang menyebabakan
pengosongan kandung kemih.
Saraf motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus adalah serat
parasimpatis. Serat ini berakhi pada saraf ganglion yang terletak pada
dinding kandung kemih. Saraf psot ganglion pendek kemudian
mempersarafi otot detrusor.
Selain nervus pelvikus, terdapat dua tipe persarafan lain yang
penting untuk fungsi kandung kemih.Yang terpenting adalah serat otot lurik
yang berjalan melalui nervus pudendal menuju sfingter eksternus kandung
kemih. Ini adalah serat saraf somatic yang mempersarafi dan mengontrol
otot lurik sfingter. Juga, kandung kemih menerima saraf simpatis dari
rangkaian simpatis melalui nervus hipogastrikus, terutama berhubungan
dengan segmen L-2 medula spinalis. Serat simpatis ini mungkin terutama
merangsang pembuluh darah dan sedikit mempengaruhi kontraksi kandung
kemih. Beberapa serat saraf sensorik juga berjalan melalui saraf simpatis
dan mungkin penting dalam menimbulkan sensasi rasa penuh dan pada
beberapa keadaan, rasa nyeri.
Tranpor Urin dari Ginjal Melalui Ureter dan Masuk ke dalam
Kandung Kemih
36
Urin yang keluar melalui kandung kemih mempunyai komposisi
utama yang sama dengan cairan yang keluar dari duktus koligentes, tidak
ada perubahan yang berarti pada komposisi urin tersebut sejak mengalir
melalui kaliks renalis dan ureter sampai kandung kemih.
Urin mengalir dari duktus koligentes masuk ke kaliks renalis.
Meregangkan kaliks renalis dan meningkatkan pacemakernya, yang
kemudian mencetuskan kontraksi peristaltic yang menyebar ke pelvis renalis
dan kemudian turun sepanjang ureter, dengan demikian mendorong urin dari
pelvis renalis kearah kandung kemih. Dinding ureter terdiri dari otot polos
dan dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis seperti juga neuron-
neuron pada pleksus intramural dan serat saraf yang meluas di seluruh
panjang ureter.
Seperti halnya otot polos pada organ viscera yang lain, kontraksi
peristaltik pada ureter ditingkatkan oleh perangsangan parasimpatis dan
dihambat oleh perangsangan simpatis.
Ureter memasuki kandung kemih menembus otot detrusor di daerah
trigonum kandung kemih. Normalnya, ureter berjalan secara oblique
sepanjang beberapa cm menembus dinding kandung kemih. Tonus normal
dari otot detrusor pada dinding kandung kemih cenderung menekan ureter,
dengan demikian mencegah aliran balik urin dari kandung kemih waktu
tekanan di kandung kemih meningkat selama berkemih atau sewaktu terjadi
kompresi kandung kemih. Setiap gelombang peristaltic yang terjadi di
sepanjang ureter akan meningkatkan tekanan dalam ureter sehingga bagian
yang menembus dinding kandumg kemih membuka dan memberi
kesempatan urin mengalir ke dalam kandung kemih.
Pada beberapa orang, panjang ureter yang menembus dinding
kandung kemih kurang dari normal, sehingga kontraksi kandung kemih
selama berkemih tidak selalu menimbulkan penutupan ureter secara
sempuna. Akibatnya sejumlah urin dalam kandung kemih terdorong kembali
ke dalam ureter, keadaan ini disebut refluks vesikoureteral. Refluks
semacam ini dapat menyebabkan pembesaran ureter, dan jika parah, dapat
37
meningkatkan tekanan di kaliks renalis dan struktur-struktur di medulla
spinalis, mengakibatkan kerusakan daerah ini.
Sensasi Rasa Nyeri pada Ureter dan Refleks Ureterorenal.
Ureter dipersrafi secara sempurna oleh serat saraf nyeri. Bila ureter
tersumbat ( contoh : oleh batu ureter ), timbul reflek konstriksi yang kuat
sehubungan dengan rasa nyeri yang hebat. Impuls rasa nyeri juga
menyebabkan reflek simpatis kembali ke ginjal untuk mengkonstriksikan
arteriol-arteriol ginjal, dengan demikijan menurunkan pengeluaran urin dari
ginjal. Efek ini disebut refleks ureterorenal dan bersifat penting untuk
mencegah aliran cairan yang berlebihan ke dalam pelvis ginjal yang
ureternya tersumbat.
Refleks Berkemih
Merujuk kembali pada gambar, kita dapat melihat bahwa selama
kandung kemih terisi, banyak yang menyertai kontraksi berkemih mulai
tampak, seperti diperlihatkan oleh gelombang tajam dengan garis putus-
putus. Keadaan ini diebabkan oleh refleks peregangan yang dimulai oleh
reseptor regang sensorik pada dinding kandung kemih, khususnya oleh
reseptor pada uretra posterior ketika daerah ini mulai terisi urin pada
tekanan kandung kemih yang lebih tinggi. Sinyal sensorik dari reseptor
regang kandung kemih dihantarkan ke segmen sacral medulla spinalis
melalui nervus pelvikus dan kemudian secara refleks kembali lagi ke
kandung kemih melalui serat saraf parasimpatis ,elalui saraf yang sama ini.
Ketika kandung kemih hanya terisi sebagian, kontraksi berkemih ini
biasanya secara spontan berelaksasi setelah beberapa detik, otot detrusor
berhenti berkontraksi, dan tekanan turunkembali ke garis basal. Karena
kandung kemih terus terisi, refleks berkemih menjadi nertamabah sering dan
menyebabkan kontraksi otot detrusor lebih kuat.
38
Sekali refleks berkemih mulai timbul, refleks ini akan menghilang
sendiri. Artinya, kontraksi awal kandung kemih selanjunya akan
mengaktifkan reseptor regang untuk menyebabkan peningkatan selanjutnya
pada impuls sensorik ke kandung kemih dan uretra posterior, yang
menimbulkan peningkatan refleks kontraksi kandung kemih lebih lanjut.
Jadi siklus ini berulang dan berulang lagi sampai kandug kemih mencapai
kontraksi yang kuat. Kemudian, setelah beberapa detik sampai lebih dari
semenit, refleks yang menghilang sendiri ini mulai melemah dan siklus
regeneratif dari refleks miksi ini berhenti, menyebabkan kandung kemih
berelaksasi
Jadi refleks berkemih adalah suatu siklus tunggal lengkap dari :
Peningkatan tekanan yang cepat dan progesif. Periode tekanan
dipertahankan dan kembalinya tekanan ke tonus basal kandung kemih.
Sekali reflaks berkemih terjadi tetapi tidak berhasil mengosongkan
kandung kemih, eleman saraf dari refleks ini biasanya tetap dalam keadaan
terinhibisi selama beberapa menit sampai satu jam atau lebih sebelum
refleks berkemih lainnya terjadi. Karena kandung kemih menjadi semakin
terisi, refleks berkemih menjadi semakin sering dan semakin kuat.
Sekali reflaks berkemih menjadi cukup kuat, hal ini juga
menimbulkan refeleks lain, yang berjalan melalui nervus pudendal ke
sfingter eksternus untuk menghambatnya. Jika inhibisi ini lebih kuat dalam
otak darip[ada sinyal konstriktor volunter ke sfingter eksterna, berkemih pun
akan terjadi. Jika tidak, berkemih tidak akan terjadi sampai kandung kemih
terisi lagi dan refleks berkemih menjadi semakin kuat.
Perangsangan Atau Penghambatan Berkemih oleh Otak
Refleks berkemih adalah refleks medula spinalis yng seluruhnya
bersifat autonomic, tetapi dapat dihambat atau dirangsang oleh pusat dalam
otak.
39
Pusat-pusat ini antara lain: Pusat perangsang dan penghambat kuat
dalam batang otak, terutama terletak di pons dan beberapa pusat yang
terletak di korteks serebral yang terutama bekerja sebagai penghambat tetapi
dapat juga menjadi perangsang.
Refleks berkemih merupakan dasar terjadinya berkemih, tetapi pusat
yang lebih tinggi normalnya memegang peranan sebagai pengendali akhir
dari berkemih, sebagai berikut :
Pusat yang lebih tinggi menjaga secara parsial penghambatan refleks
berkemih kecuali jika peristiwa berkemih dikehendaki. Pusat yang lebih
tinggi dapat mencegah berkemih, bahkan jika refleks berkemih timbul,
dengan membuat kontraksi tonik terus menerus pada sfingter eksternus
kandung kemih sampai mendapatkan waktu yang baik untuk berkemih. Jika
tiba waktu untuk berkemih, pusat kortikal dapat merangsang pusat berkemih
sacral untuk membantu mencetuskan refleks berkemih dan dalam waktu
bersamaan menghambat sfingter eksternus kandung kemih sehingga
peristiwa berkemih dapat terjadi.
Berkemih dibawah keinginan biasanya tercetus demgam cara berikut
:
Pertama seseorang secara sadar mengkontraksikan otot-otot abdomennya,
yang meningkatkan tekanan dalam kandung kemih dan mengakibatkan urin
ekstra memasuki leher kandung kemih dan uretraposterior dibawah tekanan,
sehingga meregangkan dindingnya. Hal ini menstimulasikan reseptor
regang, yang merangsang refleks berkemih dan mennghambat sfingter
eksternus uretra secara stimulant. Biasanya, seluruh urin akan keluar,
terkadang lebih dari 5 sampai 10 ml urin tertinggal di kandung kemih.
3. Faktor Yang Mempengaruhi Kebiasaan Berkemih.
a. Diet dan intake
Jumlah dan type makanan merupakan factor utama yangmempengaruhi out
put urin, seperti protein dan sodium mempegaruhi jumlah urin yang keluar,
40
kopi meningkatkan pembentukan urin intake cairan dari kebutuhan,
akibatnya out put urin lebih banyak.
b. Respon keinginan awal untuk berkemih
Beberapa masyarakat mempunyai kebiasaan mengabaikan respon awal
untuk berkemih dan hanya pada akhir keinginan berkemih menjadi lebih
kuat. Aakibatnya urin banyak tertahan di kandung kemih. Masyarakat ini
mempunyai kapasitas kandung kemih yang lebih dari normal.
c. Gaya hidup
Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam eliminasi urin.
Tersedianya fasilitas toilet atau kamar mandi dapat mempengaruhi frekuensi
eliminasi. Praktek eliminasi keluarga dapat mempengaruhi tingkh laku.
d. Stress psikologi
Meningkatnya stress seseorang dapat mengakibatkan meningkatnya
frekuensi keinginan berkemih, hal ini karena meningkatnya sensitive untuk
keinginan berkemih dan atau meningkatnya jumlah urin yang diproduksi.
e. Tingkat aktifitas
Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot. Eliminasi
urin membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonu sfingter
internal dan eksternal. Hilangnya tonus otot kandung kemih terjadi pada
klien yang menggunakan kateter untuk periode yang lama. Karena urin
secara terus menerus dialirkan keluar kandung kemih, otot-otot itu tidak
pernah meregang dan dapat menjadi tidak berfungsi. Aktifitas yang lebih
berat akan mempengaruhi jumlah urin yang diproduksi, hal ini disebabkan
karena lebih besarnya metabolisme tubuh .
f. Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga akan mempengaruhi pola
berkemih. Pada wanita hamil kapasitas kandung kemihnya menurun karena
adanya tekanan dari fetus atau adanya lebih sering berkemih.
g. kondisi patologis
Demam dapat menurunkan produksi urin ( jumlah dan karakter ).
Obat diuretic dapat meningkatkan out put urin
41
Analgetik dapat terjadi retensi urin.
4. Masalah-Masalah Dalam Eliminasi B.A.K.
Masalah-masalahnya adalah : retensi, inkontinensia urine, enuresis,
perubahan pola urin ( frekuensi, keinginan/urgensi, poliurin dan urin
suppression ).
Penyebab umum masalah ini adalah :
-obstruksi
-pertumbuhan jaringan abnormal
-batu
-infeksi
-masalah-masalah lain
a. Retensi
a. Adanya penumpukan urin dalam kandung kemih dan
ketidaksanggupan kandung kemih untuk mengosongkan diri.
b. Menyebabkan distensi kandung kemih.
c. Normal urin berada di kandung kemih 250-450 ml.
d. Urin ini merangsang refleks untuk berkemih.
e. Dalam keadaan distensi, kandung kemih dapat menampung urin
sebanyak 3000-4000 ml urin.
Tanda-tanda klinis retensi :
Ketidaknyamanan daerah pubis
Distensi kandung kemih
Ketidak sanggupan untuk berkemih
Sering berkemih dalam kandung kemih yang sedikit ( 25-50 )
Ketidakseimbangan jumlah urin yang dikeluarkan dengan
intakenya
Meningkatnya keresahan dan keinginan berkemih
42
Penyebab :
Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih, uretra
Pembesaran kelenjar prostat
Structure uretra
Trauma sumsum tulang belakang
b. Inkontinensi urin
a. Ketidak sanggupan sementara atau permanent otot sfingter eksterna
untuk mengontrol keluarnya urin dari kandung kemih
b. Jika kandung kemih dikosongkan secara totl selama inkontinensi
disebut inkontinensi komplit
c. Jika kandung kemih tidak secara total dikosongkan disebut
inkontinensi sebagian
Penyebab ;
Proses ketuaan
Pembesaran kelenjar prostate
Spasme kandung kemih
Menurunnya kesadaran
Menggunakan obat narkotik sedative
c. Enuresis
a. Sering terjadi pada anak-anak
b. Umumnya terjadi pada malam hari ( noctural enuresis )
c. Dapat terjadi satu kali atau lebih dalam semalam
Penyebab enuresis :
Kapasitas kandung kemih lebih besar dari normalnya
43
Anak-anak yag tidurnya bersuara dan tanda-tanda dari indikasi
keinginan berkemih tidak diketahui, yang mengakibatkan terlambatnya
bangun tidur untuk ke kamar mandi.
Kandung kemih irritable dan seterusnya tidak dapat menampung urin
dalam jumlah besar.
Suasan emosional yang tidak menyenangkan di rumah
Infeksi saluran kemih atau perubahan fisik atau neurology system
perkemihan
Makanan yag banyak mengandung garam dan mineral atau makanan
pemedas
Anak yang takut jalan pada gang gelap untuk ke kamar mandi.
d. Perubahan pola kemih
Frekuensi :
a. Normal, meningkatnya frekuensi berkemih karena meningkatnya
cairan
b. Frekuensi tinggi tanpa suatu tekanan intake cairan dpat diakibatkan
karena cystitis
5. Urgency
a. Adalah perasaan seseorang untuk berkemih
b. Sering seseorangf tergesa-gesa ke toilet takut mengalami inkontinensi
jika tidak berkemih.
c. Pada umumnya anak kecil masih buruk kemampuan mengontrol
sfingter eksternal.
6. Dysuria
a. Adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih
b. Dapat terjadi karena : striktura uretra, infeksi perkemihan, trauma pada
kandung kemih dan uretra
44
7. Polyuria
a. Produksi urin abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, seperti 2500
ml/hari, tanpa adanya peningkatan intake cairan
b. Dapat terjadi karena : DM, defidiensi ADH, penyakit ginjal kronik
c. Tanda-tanda lain adalah : polydipsi, dehidrasi dan hilangnya berat
badan.
8. urinari suppresi
a. Adalah berhenti mendadak produksi urin
b. Secara normal urin diproduksi oleh ginjal secara terus menerus pada
kecepatan 60-120 ml/jam ( 720-1440 ml/hari ) dewasa
c. Keadaan dimana ginjal tidak memproduksi uin kurang dari 100 ml/hari
(disanuria)
d. Produksi urin abnormal dalam jumlah sedikit oleh ginjal, disebut
oliguria misalnya 100-500 ml/hari
e. Penyebab anuria dan oliguria : penyakit ginjal, kegagalan jantung, luka
baker dan shock.
45
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pola berkemih
Pada orang-orang untuk berkemih sangat individual
b. frekuensi
frekuensi untuk berkemih tergantung kebiasaan dan kesempatan.
Banyak orang-orang berkemih kira-kira 70 % dari urine setiap hari pad
waktu tidur dan tidak memerlukan waktu untuk berkemih pada malam
hari.
Orang-orang biasanya berkemih : pertama kali pada waktu bangun tidur,
sebelum tidur dan berkisar waktu makan.
c. Volume
Volume urine yang dikeluarkan sangat bervariasi.
Usia Jumlah / hari
1. Hari pertama & kedua dari kehidupan 15 – 60 ml
2. Hari ketiga – kesepuluh dari kehidupan 100 – 300 ml
3. Hari kesepuluh – 2 bulan kehidupan 250 – 400 ml
4. Dua bulan – 1 tahun kehidupan 400 – 500 ml
5. 1 – 3 tahun 500 – 600 ml
6. 3 – 5 tahun 600 – 700 ml
7. 5 – 8 tahun 700 – 1000 ml
8. 8 – 14 tahun 800 – 1400 ml
9. 14 tahun – dewasa 1500 ml
10. Dewasa tua 1500 ml / kurang
Jika volume dibawah 500 ml atau diatas 300 ml dalam periode 24 jam pada
orang dewasa, maka perlu lapor.
46
2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan dalam eliminasi urine b.d retensi urine, inkontinensia dan
enuresis
b. Gangguan integritas kulit b.d adanya inkontinensi urine
c. Perubahan dalam rasa nyaman b.d dysuria
d. Resiko infeksi b.d retensi urine, pemasangan kateter
e. Perubahan konsep diri b.d inkontinensi
f. Isolasi sosial b.d inkontinensi
g. Self care defisit : toileting b.d inkontinensi
h. Potensial defisit volume cairan b.d gangguan fungsi saluran urinary akibat
proses penyakit.
i. Gangguan body image b.d pemasangan urinary diversi ostomy
j. Kurang pengetahuan berhubungan dengan ketrampilan pemasangan
diversi urinary ostomy.
3. Perencanaan & Intervensi
Tujuan :
Memberikan intake cairan secara tepat
Memastikan keseimbangan intake dan output cairan
Mencegah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Mencegah kerusakan kulit
Mencegah infeksi saluran kemih
Memulihkan self esteem atau mencegah tekanan emosional
Untuk anak kecil meningkatkan kontrol berkemih dan self esteem
Penerapan perencaan dan implementasi pada gangguan eliminasi :
A. Inkontinensia Urine
Yang berhubungan dengan :
1. Saluran keluar (outlet) kandung kemih yang tidak kompeten, skunder
akibat anomali saluran kemih kongenital.
47
2. Perubahan degenaratif pada oto-oto panggul, sekunder akibat
defisiensi estrogen.
3. Tekanan intra abdomen yang tinggi dan otot panggul yang lemah,
sekunder akibat obesitas/kehamilan/jenis kelamin/personal hygiene
yang buruk.
4. Kelelahan otot panggul dan struktur pendukung, sekunder akibat
persalinan.
5. Penurunan tonus otot.
a. Inkontinensia fungsional
Kriteria Hasil Intervensi Rasionalisasi
Individu dapat:
1. Menghilangkan
atau
meminimalkan
berbagai hambatan
di lingkungan
rumah.
2. Menggunakan
peralatan yang
sesuai untuk
berkemih,
berpindah, dan
berpakaian.
3. Menggambarkan
faktor penyebab
pada inkontinensia
1. Kaji faktor-faktor
penyebab atau
penunjang misal:
adanya halangan
untuk mencapai
toilet, defisit
sensori.
2. Turunkan atau
kurangi faktor-
faktor yang
menunjang
terjadinya
inkontinensia jika
memungkinkan.
3. Pertahankan
hidrasi optimal :
a. Berikan asupan
cairan 200-300
ml/ hari,
1. Mengetahui penyebab
ketidak mampuna
mencapai toilet dan
mengerti penggulangan
2. Mempercepat proses
penyembuhan dan
mengurangi resiko
terjadinya infeksi
susulan.
3. mengurangi resiko
dehidrasi dan
mempertahankan hidrasi
cairan dalam tubuh
4. Makanan yang mudah
cerna menurunkan
aktifitas iritasi dan
membantu
mempertahankan
keseimbangan nutrisi.
48
kecuali bila ada
kontraindikasi.
b. Atur cara
minum
sebaiknya
setiap 2 jam
c. Kurangi asupan
cairan pada
malam hari
d. Kurangi
minuman
seperti: kopi,
jus, anggur,
teh, atau
minuman lain
yang berakibat
deuretik.
e. Hindarkan
untuk
memakan
tomat dan jus
jeruk dalam
jumlah banyak
karena dapat
menyebabkan
sifat basa.
4. Pertahankan nutrisi
adekuat
5. Tingkatkan
Integritas kulit
a. Membersihkan
5. Urine dapat membuat
kulit mengalami iritasi
jika terkena terus
menerus, dengan
pemberian salep dapat
mengurangi resiko
terjadinya iritasi kulit.
6. Meningkatkan
kesegaran pada klien dan
mencegah infeksi pada
saluran kemih.
7. Memberikan
pemahaman tentanng
proses, gejala dan
penyebab penyakit.
49
dan
mengeringkan
daerah yang
terkena urine
b. Memberikan
salep
6. tingkatkan
Personal Hygiene
klien dengan
mandi pada air
yang mengalir dan
membersihkan
perineum dan
uretra dari depan
ke belakang
7. Ajarkan pada klien
terhadap tanda-
tanda perubahan
urine yang normal
seperti peningkatan
mukosa dan
sediman, adanya
darah dalam urine.
8. Ajarkan pada klien
tanda2 atau gejala
ISK;
a. peningkatan
suhu tubuh,
kedinginan,
menggigil
b. perubahan
50
keadaan urine
c. rasa sakit di
daerah pubis
d. nyeri saat
berkemih
e. berkemih
sering tapi
sedikit
f. meningkatnya
pH urine
g. mual/ muntah
b. Inkontinensia Stres
Kriteria hasil Intervensi Rasionalisasi
Individu dapat :
1. Melaporkan
pengurangan atau
hilangnya
inkonten stres.
2. Mampu
mengungkapkan
penyebab
inkontinensia dan
alasan untuk
perawatan.
1. Kaji faktor-faktor
yang
menyebabkan
terjadinya
inkontinensia
stress misal:
kehamilan,
distensi kandung
kemih, obesitas.
2. Tingkatkan hidrasi
optimal.
3. Kaji pola
berkemih.
4. Anjurkan individu
untuk menghindari
minuman bersifat
1. Kondisi emosional
yang tidak stabil,
seperti pada ibu
hamil
menimbulkan
dorongan
berkemih.
2. Mengurangi resiko
dehidrasi dan
mempertahankan
hidrasi cairan
dalam tubuh.
3. Memudahkan
dalam memonitor
pengeluaran urine.
4. Zat deuretik
51
deuretik. membuat orang
jadi sering
berkemih.
c. Inkontinensia Urge (dorongan)
Kriteria Hasil Intervensi Rasionalisasi
Individu dapat :
1. Melaporkan
hilang/berkurangn
ya riwayat
inkontinensia
2. Menjelaskan
penyebab
inkontinensia
1. Kaji Faktor2
penyebab
inkontinensia
urine.
Adanya iritasi
kandung
kemih
Distensi
kandung
kemih
Penurunan
kapasitas
kandung
kemih
2. Kaji pola
perkemihan
3. Pertahanan hidrasi
optimal
4. Kurangi faktor
penyebab
Rujuk ke
dokter untuk
menentukan
diagnosa atau
1. Menget
ahui faktor
penyebab
timbulnya
penyakit
2. Memudahkan
memonitor pola
perkemihan
3. Mengurangi
resiko dehidrasi
dan
mempertahankan
hidrasi cairan
dalam tubuh.
4. Mempercepat
proses
penyembuhan
52
pengobatan
bila terjadi
iritasi
kandunng
kemih
Ajarkan pada
klien latihan
untuk
meningkatkan
kapasitas
kandung
kemih.
d. Inkontinensia campuran/ total
Kriteria Hasil Intervensi Rasionalisasi
Individu dapat :
Melaporkan status
kekeringan yang
secara pribadi
memuaskan
Mempunyai residu
urine <50 ml
Menggunakan
mekanisme pemicu
untuk memulai
refleks berkemih
1. Kaji faktor2
penyebab
2. Kaji pola berkemih
Pantau dan catat
pemasukan dan
pengeluaran
Catat jumlah
dan waktu
masukan
Catat jumlah
residu, retensi
urine yang di
picu
3.Jadwalkan masukan
cairan dan waktu
berkemih
1. Mengetahui faktor
penyebab timbulnya
penyakit
2. Mengetahui jumlah
intake dan output
urine dan
memudahkan dalam
memonitornya
3. Untuk membantu
pengeluaran pada
pasien immobilisasi.
4. Agar pemasukan
dan pengeluaran
dapat diatur
53
4. Jadwalkan program
katerisasi intermiten
bila ada indikasi
e. Inkontinesia Refleks
Kriteria Hasil Intervensi Rasionalisasi
Individu dapat :
1. Melaporkan
status kekeringan
yang secara
pribadi
memuaskan
2. Mempunyai
residu urine <50
ml.
3. Menggunakan
mekanisme
pemicu untuk
memulai refleks
berkemih
1. Kaji faktor-
faktor penyebab
dan penunjanng
2. Kembanngan
ulang pada
kandung kemih
atau program
rekondisi.
3. Ajarkan teknik
merangsang
refleks
berkemih.
4. Lakukan
pendidikan
kesehatan jika
diperlukan.
1. Mengetahui
faktor penyebab
timbulnya
penyakit.
2. Mengembalikan
fungsi kandung
kemih agar
optimal.
3. Mengontrol
refleks berkemih.
4. Memberikan
dasar
pengetahuan
dimana pasien
dapat membuat
pilihan informasi.
B. Retensi Urine
Kriteria hasil Intervensi Rasionalisasi
Individu dapat :
Mengosongkan
kandung kemih
dengan
1. Kaji
faktor penyebab atau
penunjang retensi urine
1. Mengetahui faktor
penyebab timbulnya
penyakit.
54
menggunakan
metode crede atau
menuver valsalva
dengan jumlah residu
<50 ml bila
diindikasikan.
Berkemih secara
volunter
Mencapai keadaan
kering yang secara
pribadi memuaskan
2. Jelask
an alasan tindakan atau
prosedur
3. Instru
ksikan pada metode
untuk mengosongkan
kandung kemih
Teknik valsava
manuver
( meregangkan
abdomen)
Teknik manuver
crede
Teknik manuver
anal
2. Memberi informasi
pada klien akan
tindakan yang
dilakukan dan
fungsinya
3. Memberikan
informasi tentang
metode terapi yang
dilakukan terhadap
klien agar klien dapat
bekerja sama dalam
program terapi.
Intervensi secara Umum
a. Intake cairan secara tepat, pasien dengan masalah perkemihan yang sering
intake jumlah cairan setiap hari ditentukan dokter. Pasien dengan infeksi
perkemihan, cairannya sering ditingkatkan. Pasien dengan edema cairannya
dibatasi.
b. Mengukur intake dan output cairan. Jumlah cairan yang masuk dan keluar
dalam setiap hari harus diukur, untuk mengetahui keseimbangan cairan.
c. Membantu mempertahankan secara normal berkemih.
d. Membantu pasiien mempertahankan posisi normal untuk berkemih.
e. Memberikan kebebasan untuk pasien.
f. Memberikan bantuan pada saat pasien pertama kali merasa ingin buang air
kecil.
g. Jika menggunakan bedpan atau urinal yakin itu dalam keadaan hangat.
h. Bila pasien menggunakan bedpan, tinggikan bagian kepala tempat tidur
dengan fowler dan letakkan bantal kecil dibawah leher untuk meningkatkan
support dan kenyamanan fisik (prosedur membantu memberi pispot/urinal).
55
i. Tuangkan air hangat dalam perineum.
j. Mengalirkan air keran dalam jarak yang kedengaran pasien.
k. Memberikan obat-obatan yang diperlukan untuk menngurangi nyeri dan
membantu releks otot.
l. Letakkan secara hati-hati tekan kebawah diatas kandunng kemih pada waktu
berkemih.
m. Menenangkan pasien dan menghilangkan sesuatu yang dapat menimbulkan
kecemasan.
56
DAFTAR PUSTAKA
Mubarak, Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin. 2008. Kebutuhan Dasar Manusia Teori
dan Aplikasi dalam Praktik. Jakarta: EGC.
Peace, Evelyn c. 1992. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka utama.
Potter dan Perry. 2003. Fundamental of Nursing. Australia: Mosby.
57