LP abses otak.doc

54
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ABSES OTAK TINJAUAN TEORI I.PENGERTIAN Abses otak merupakan kumpulan dari unsur-unsur infeksius dalam jaringan otak. Abses ini dapat terjadi melalui invasi otak langsung dari trauma intracranial atau pembedahan, penyebaran infeksi dari daerah lain seperti sinus, telinga, dan gigi (infeksi sinus paranasal, otitis media, dan sepsis gigi), atau melalui penyebaran infeksi dari organ lain (abses paru-paru, endokarditis infektif) dan dapat menjadi komplikasi yang berhubungan dengan beberapa bentuk meningitis. Abses otak adalah komplikasi yang mningkat pada pasien yang system imunnya disupresi baik karena terapi atau penyakit (Brunner & Suddart, edisi 8, vol 3, 2002). Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak (cermin dunia kedokteran, 1993). Abses otak adalah kumpulan nanah yang terbungkus oleh suatu kapsul dalam jaringan otak yang disebabkan karena infeksi bakteri atau jamur. Abses otak biasanya akibat komplikasi dari suatu infeksi, trauma atau tindak pembedahan. Keadaan-keadaan ini jarang terjadi, namun demikian insidens terjadinya abses otak sangat tinggi pada penderita yang

Transcript of LP abses otak.doc

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ABSES OTAKTINJAUAN TEORII. PENGERTIAN

Abses otak merupakan kumpulan dari unsur-unsur infeksius dalam jaringan otak. Abses ini dapat terjadi melalui invasi otak langsung dari trauma intracranial atau pembedahan, penyebaran infeksi dari daerah lain seperti sinus, telinga, dan gigi (infeksi sinus paranasal, otitis media, dan sepsis gigi), atau melalui penyebaran infeksi dari organ lain (abses paru-paru, endokarditis infektif) dan dapat menjadi komplikasi yang berhubungan dengan beberapa bentuk meningitis. Abses otak adalah komplikasi yang mningkat pada pasien yang system imunnya disupresi baik karena terapi atau penyakit (Brunner & Suddart, edisi 8, vol 3, 2002).

Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak (cermin dunia kedokteran, 1993).

Abses otak adalah kumpulan nanah yang terbungkus oleh suatu kapsul dalam jaringan otak yang disebabkan karena infeksi bakteri atau jamur. Abses otak biasanya akibat komplikasi dari suatu infeksi, trauma atau tindak pembedahan. Keadaan-keadaan ini jarang terjadi, namun demikian insidens terjadinya abses otak sangat tinggi pada penderita yang mengalami gangguan kekebalan tubuh (seperti penderita HIV positif atau orang yang menerima transplantasi organ). Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :

1)stadium serebritis dini

2)stadium serebritis lanjut

3)stadium pembentukan kapsul dini

4)stadium pembentukan kapsul lanjut

II. ETIOLOGI

Infeksi otak awalnya berasal dari penyebaran langsung bibit penyakit dari sumber infeksi di daerah lain yang berdekatan dengan otak (seperti infeksi pada telinga tengah, infeksi sinus, abses pada gigi) atau melalui peredaran darah yang berasal dari sumber infeksi di seluruh tubuh. Masuknya kuman penyakit ke dalam jaringan otak dapat terjadi secara langsung akibat trauma lesakkan (misalnya peluru yang menembuk otak) sehingga terjadi pembentukkan abses. Abses otak juga dapat disebabkan karena tindakan pembedahan pada otak dan trauma di daerah wajah. AO dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi.III. PATOFISIOLOGIAbses otak terjadi karena adanya invasi bakteri ke otak langsung, penyebaran infeksi dari daerah lain, penyebaran infeksi dari organ lain. Dari faktor tersebut menyebabkan infeksi/septikemia jaringan otak sehingga terjadi proses supurasi dari meningen yang nantinya akan menyebabkan terjadinya ABSES OTAK. Manifestasi terjadinya abses otak iu sendiri yaitu terjadinya pembentukan transudat eksudat (berupa cairan) dalam serebral, sehingga menyebabkan edema serebral, cairan transudat dan eksudat jg dapat mengalir melalui pembuluh darah sampai ke saluran nafas, cairan tersebut akan menumpuk dan bergabung dengan mukosa sal. nafas, terjadilah penumpukan sekret. Selain terjadi pembentukan transudat dan eksudat dari abses otak jg terjadi peningkatan tekanan intra kranial yang dapat menekan area pengatur kesadaran (area mesensefalon), terjadi perubahan tingkat kesadaran seperti letargi, perubahan perilaku, disorientasi dan fotofobia sampai terjadi koma dan sistem motorik terganggu (kekuatan otot menurun). Disamping terjadi penumpukan transudat dan eksudat, peningkatan tekanan intra kranial jg terjadi penekanan area fokal yang akan menyebabkan kejang dan nyeri kepala.

IV. KOMPLIKASI

Komplikasi meliputi : retardasi mental, epilepsi, kelainan nerologik fokal yang lebih berat. Komplikasi mi terjadi bila abses otak tidak sembuh sempurna.V. MANIFESTASI KLINIS

Pada stadium awal gambaran klinik abses otak tidak khas, terdapat gejala-gejala infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dan gejala-gejala peninggian tekanan intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin besarnya abses otak gejala menjadi khas berupa trias abses otak yang terdiri dari gejala infeksi, peninggian tekanan intrakranial dan gejala neurologik fokal. Gejala sistemik : panas, malaise, menggigil, dan bradikardi

Gejala SSP non fokal : akibat kenaikan tekanan intra kranial (nyeri kepala, muntah, gangguan kesadaran)

Gejala fokal SSP : tergantung lokalisasi abses (gangguan motorik, mental, sensorik, kejang, ataksia)

VI. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinik, pemeriksaan laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya. Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan intrakranial, dapat pula menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral; tetapi dengan pemeriksaan ini tidak dapat diidentifikasi adanya abses. Pemeriksaan EEG terutama penting untuk mengetahui lokalisasi abses dalam hemisfer. EEG memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelombang lambat delta dengan frekuensi siklus/detik pada lokasi abses. Pnemoensefalografi penting terutama untuk diagnostik abses serebelum. Dengan arteriografi dapat diketahui lokasi abses di hemisfer. Saat ini, pemeriksaan angiografi mulai ditinggalkan setelah digunakan pemeriksaan yang relatif noninvasif seperti CT scan. Dan scanning otak menggunakan radioisotop tehnetium dapat diketahui lokasi abses; daerah abses memperlihatkan bayangan yang hipodens daripada daerah otak yang normal dan biasanya dikelilingi oleh lapisan hiperderns. CT scan selain mengetahui lokasi abses juga dapat membedakan suatu serebritis dengan abses. Magnetic Resonance Imaging saat ini banyak digunakan, selain memberikan diagnosis yang lebih cepat juga lebih akurat.VII. PENATALAKSANAAN MEDIS

Pada umumnya terapi Abses otak meliputi pemberian antibiotik dan tindakan operatif berupa eksisi (aspirasi), drainase dan ekstirpasi. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan pemberian antibiotik, sebagai berikut:

1). Bila gejala klinik belum berlangsung lama (kurang dan 1 minggu) atau kapsul belum terbentuk.

2). Sifat-sifat abses

a).Abses yang lokasinya jauh dalam jaringan otak merupakan kontraindikasi operasi.

b). Besar abses.

c), Soliter atau multipel; pada abses multipel tidak dilakukanOperasi. Pemilihan antibiotik didasarkan hasil pemeriksaan bakteriologik dan sensitivitas. Sebelum ada hash pemeriksaan bakteriologik dapat diberikan antibiotik secana polifragmasi ampisilin/penisilin dan kioramfenikol. Bila penyebabnya kuman anaerob dapat diberikan metronidasol. Golongan sefalosporin generasi ke tiga dapat pula digunakan. Tindakan pembedahan dapat dilakukan dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut di atas.TINJAUAN KASUSA. PENGKAJIAN

1. Anamnesis

Keluhan utama yang sering menjadi alas an klien untuk meminta bantuan pelayanan kesehatan adalah adanya gejala neorologis (kelemahan ekstermitas, penurunan penglihatan, kejang).

a. Riwayat penyakit sekarang

Faktor penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui jenis kuman penyebab.

b. Riwayan penyakit terdahulu

Pengkajian yang pernah dialami pasien yang memungkinkan adanya huungan atau menjadi presdiposisikeluhan sekarang meliputi pernahkah klien mengalami riwayat trauma langsung dari trauma intracranial atau pembedahan atau infeksi dari daerah lain.

2. Pengkajian psiko-sosio-spiritual

Pengkajian psikologis klien dengan abses otak meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Malakuakn pengkajian secara menyeluruh dengan klien,member pertanyaan dan pengawasan untuk menentukan kelayakan emosi dan pikiran. Sedangkan pengkajian dalam mekanisme koping yang secara sadar biasa digunakan klien selama masa stress meliputi kemampuan klien untuk mendiskusikan masalah kesehatan saat ini yang tela diketahui dan perubahan perilaku akibat stress. Karena klien harus dirawat inap maka keadaan ini juga bisa mempengruhi status ekonomi klien. 3. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan sebaiknya sebaiknya dilakuakn persistem (B1-B6) dengan focus pada pemeriksaan b3 (Brain) yang terarah dihubungkan dengan keluhan dari klien dimulai dari TTV. Peningkatan suhu pada klien abses otak 38-41 derajat celcius. Keadaan ini karena terjadinya inflamasi dan proses supurasi di jaringan otak. Penurunan denyut nadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Apabila disertai peningkatan frekuensi pernafasan seing berhubungan dengan peningkatan laju metabolism dan terjadi infeksi pada system pernfasansebelum mengalami abses otak. TD normal atau meningkat berhubungan dengan peningkatan TIK. B1 (Braething)

Inspeksi kemampuan klien batuk, produksi sputum , sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernapasan dan gangguan pada system pernapasan. Palpasi thoraks untuk menilai taktil primitus, pada efusi pleura atau abses paru taktil premitus akan menurun pada sisi yang sakit. auskultasi bunyi napas tambahan. B2 (Blood)Pengkajian pada system kardiovaskuler terutama dilakuakn pada klien abses otak pada tahap lanjut apabila klien sudah mengalami syok.

B3 (Brain)

Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan focus dan lengkap dibandingkan system ang lain.

Tingkat kesadaran

Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan paling penting yang membutuhkan pengkajian. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien abses otak biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesdaran.Fungsi serebral

Status mental: observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara, dan observasi ekspresi wajah serta aktivitas motorik yang pada klien bses otak tahap lanjut mengalami perubahan pada status mental.

Pemeriksaan system cranial

Saraf I, tidak ada klien dan fungsi penciuman

Saraf II, pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama pada abses otak supuratif disertai dengan abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK.

Saraf III, IV, VI, pada tahap lanjut abses otak yang mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan ,tanpa alas an yang tidak diketahui klien biasanya mengalami fotofobia. Saraf V, VII, VII, IX, X, XI, XII, tida mengalami kelainan ataupun perubahan.

Sistem motorik

Kekuatan menurun, control keseimbangan dan koordinasi pada abses otak tahap lanjut mengalami perubahan sehingga klien mengalami kelemahan ekstermitas dan mengganggu aktivitas sehari-hari.

Pemeriksaan refleks

Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, periosteum derajat refleks respon normal.

Gerakan involunter

Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum terutama pada anak dengan abses otak disertai dengan peningkatan suhu,dan peningkatan TIK.System sensorik

Pada system sensorik tidak pengalami perubahan.

4. Pemerikasaan Diagnostik

Menggunakan CT scan sangat baik dalam menentukan letak abses, setelah evolusi dan resolusi lesi-lesi supuratif, dan dalam menetukan waktu yng optimal untuk dilaksanakan intervensi pembedahan.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN1. Infeksi b/d invasi bakteri ke otak, penyabaran infeksi dari daerah lain dan organ lain.2. Peningkatan tekanan intra kranial b/d desakan otak oleh karena adanya nanah pada jaringan otak.3. Perubahan perfusi jaringan otak b/d edema serebral.4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d akumulasi secret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan kesadaran.

5. Nyeri kepala b/d penekanan area fokal6. Hipertermi b/d proses imflamasi pada otak, dan proses supurasi dari meningen.7. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik.

8. Resiko cedera b/d kejang, perubahan status mental, dan penurunan tingkat kesadaran.

9. Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuskular 10. Gangguan pemenuhan ADL b/d kelemahan otot11. Gangguan persepsi sensori b/d penurunan kesadaran (koma)12. Resiko Gangguan integritas kulit b/d bedrest total dalam keadan koma

13. Ansietas pada keluarga b/d kondisi pasien yang memburukC. INTERVENSIDx 1Tujuan IntervensiRasional

infeksi b/d invasi bakteri ke otak, penyabaran infeksi dari daerah lain dan organ lain.Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan infeksi teratasi dengan kriteria hasil :

1. TTV dlm batas normal (S=360-37,40C, N= 60-100x/menit, TD= 120/80x/menit, RR=16-20x/menit2. Tanda-tanda infeksi dapat tertasi, seperti kalor, rubor, dolor, tumor dan functilaesa.

3. Sel darah putih 4000-10000/mm

1. Pantau suhu tubuh @ 4jam, hasil pemeriksaan leukosit.

2. Berikan nutrisi yang adekuat3. Berikan antibiotic sesuai anjuran dan evaluasi keefektifannya4. Kolaborasi dalam pemeriksaan darah lengkap

1. Mengidentifikasi kemajuan yang dapat dicapai dan penyimpanan dari sasaran yang diharapkan

2. Malnutrisai dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan ketahanan terhadap infeksi

3. Sebagai pencegahan dan pengobatan infeksi dan mempercepat proses penyembuhan

4. Mengetahui peningkatan leukosit

Dx 2Tujuan IntervensiRasional

Peningkatan tekanan intra kranial b/d desakan otak oleh adanya nanah pada jaringan otak.

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi peningkatan TIK pada klien dengan kriteria hasil :

1. Klien tidak gelisah. 2. Klien tidak mengeluh nyeri kepala, muntah proyektil, papiledema.3. GCS : 4, 5, 6. 4. TTV dlm batas normal (S=360-37,40C, N= 60-100x/menit, TD= 120/80x/menit, RR=16-20x/menit

1. Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab koma/penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK. 2. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam. 3. Evaluasi pupil. 4. Monitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan. 5. Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman seperti masase punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana/pembicaraan yang tidak gaduh. 6. Bantu pasien jika batuk, muntah. 7. Berikan penjelasan pada klien (jika sadar) dan keluarga tentang sebab-akibat TIK meningkat.8. Observasi tingkat kesadaran dengan GCS. Kolaborasi : 9. Pemberian O2 sesuai indikasi10. Berikan cairan intravena sesuai dengan yang diindikasikan.1. Deteksi dini u/ memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologi/ tanda-tanda kegagalan u/ menentukan perawatan kegawatan pembedahan.2. Mengetahui adanya peningkatan tekanan darah darah, bradikardi, disritmia, dispnea, yang merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK.

3. Reaksi pupil dan pergerakan kembali bola mata merupakan tanda dari gangguan saraf jika batang otak tergoyak.

4. Panas merupakan reflek daari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan O2 akan menunjang peningkatan TIK

5. Memberikan suasana yg tenang dpt mengurangi respons psikologi dan memberikan istirahat u/ mempertahankan TIK yg rendah.

6. Aktivitas ini dapat meningkatkan intratorakal dan intraabdominal yg dpt meningkatkan TIK.

7. Meningkatkan kerja sama dlm meningkatkan perawatan dan mengurangi kecemasan pasien.

8. Perubahan kesadaran menunjukan peningkatan TIK dan berguna menentukan perkembangan penyakit.

9. Menurunkan hipoksemia dpt meningkatkan vasodilatasi serebri, volume darah dan menurunkan TIK10. Pemberian intravena dpt menurunkan TIK

Dx 3TujuanIntervensi Rasional

Gangguan perfusi jaringan b/d edema serebral.

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan perfusi jaringan otak secara optimal dengan kriteria hasil:

1. Tingkat kesadaran meningkat menjadi sadar.

2. Disorientasi negatif.

3. Konsentrasi baik.

4. Perfusi jaringan dan oksigenasi baik.

5. Tanda-tanda vital dalam batas normal (Suhu= 36,5-37,40C, Nadi =60-100 x/menit, RR=16-20 x/menit, TD=80/120mmHg).6. Syok dapat dihindari.1. Monitor klien dengan ketat terutama setelah lumbal pungsi. Anjurkan klien berbaring minimal 4-6 jam setelah lumbal pungsi.

2. Monitor tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial selama perjalanan penyakit (nadi lambat, tekanan darah meningkat, kesadaran menurun, napas irreguler, refleks pupil menurun, kelemahan).

3. Monitor tanda-tanda vital dan neurologis tiap 5-30 menit. Catat dan laporkan segera perubahan-perubahan tekanan intrakranial ke dokter.

4. Hindari posisi tungkai ditekuk atau gerakan-gerakan klien, anjurkan untuk tirah baring.

5. Tinggikan sedikit kepala klien dengan hati-hati, cegah gerakan yang tiba-tiba dan tidak perlu dari kepala dan leher, hindari fleksi leher.

6. Bantu seluruh aktivitas dan gerakan-gerakan klien. Beri petunjuk untuk BAB (jangan enema). Anjurkan klien untuk menghembuskan napas dalam bila miring dan bergerak di tempat tidur. Cegah posisi fleksi pada lutut.

7. Waktu prosedur perawatan disesuaikan dan diatur tepat waktu dengan periode relaksasi; hindari rangsangan lingkungan yang tidak perlu.

8. Beri penjelasan tentang keadaan lingkungan pada klien.

9. Evaluasi selama masa penyembuhan terhadap gangguan motorik, sensorik, dan intelektual.

10. Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab peningkatan TIK dan akibatnya.

Kolaborasi :

Berikan cairan perinfus dengan perhatian ketat.

Monitor AGD bila diperlukan pemberian oksigen.

Berikan terapi sesuai instruksi dokter, seperti :

1. Steroid osmotik.

2. Aminofel.

3. Antibiotika.1. Untuk mencegah nyeri kepala yang menyertai perubahan tekanan intrakranial.

2. Untuk mendeteksi tanda-tanda syok, yang harus dilaporkan ke dokter untuk intervensi awal.

3. Perubahan-perubahan ini menandakan ada perubahan tekanan intrakranial dan penting untuk intervensi awal.

4. Untuk mencegah peningkatan tekanan intrakranial.5. Untuk mengurangi tekanan intrakranial.

6. Untuk mencegah keregangan otot yang dapat menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial.

7. Untuk mencegah eksitasi yang merangsang otak yang sudah iritasi dan dapat menimbulkan kejang.

8. Untuk mengurangi disorientasi dan untuk klarifikasi persepsi sensorik yang terganggu.

9. Untuk merujuk ke rehabilitasi.

10. Keluarga lebih berpartispasi dalam proses penyembuhan.

Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskuler dan tekanan intrakranial, retriksi cairan dan cairan dapat menurunkan edema serebral.

Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya iskhemik serebral.

Terapi yang diberikan dengan tujuan :

1. Untuk menurunkan tekanan intrakranial.

2. Menurunkan edema serebri.

3. Menurunkan metabolik sel/konsumsi dan kejang.

Dx 4TujuanIntervensi Rasional

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret meningkat.

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan saluran napas pasien bersih, dengan kriteria hasil:

1. Pasien dapat mengeluarkan sekret.

2. Secara subjektif sesak napas (-)

3. Frekuensi napas 16-20 x/menit.

4. Tidak menggunakan otot bantu napas.

5. Tidak terdengar suara napas tambahan ronchi, mengi.

6. Batuk pada pasien berkurang, dan pasien dapat mendemonstrasikan cara batuk efektif.1. Monitor fungsi paru, adanya bunyi napas tambahan, perubahan irama dan kedalaman, penggunaan otot-otot aksesori, warna, dan kekentalan sputum.

2. Atur posisi fowler dan semifowler.

3. Ajarkan cara batuk efektif.

4. Penuhi hidrasi cairan via oral seperti minum air putih dan pertahankan asupan cairan 2500 ml/hari.

5. Lakukan fisioterapi dada; vibrasi dada.

6. Lakukan pengisapan lendir di jalan napas.

7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian mukolitik.1. Memantau dan mengatasi komplikasi potensial. Pengkajian fungsi pernapasan dengan interval yang teratur adalah penting karena pernapasan yang tidak efektif dan adanya kegagalan, akibat adanya kelemahan atau paralisis pada otot-otot interkostal dan diafragma berkembang dengan cepat.

2. Peninggian kepala tempat tidur memudahkan pernapasan, meningkatkan ekspansi dada, dan meningkatkan batuk lebih efektif.

3. Klien berada pada risiko tinggi bila tidak dapat batuk dengan efektif untuk membersihkan jalan napas dan mengalami kesulitan dalam menelan, sehingga menyebabkan aspirasi saliva dan mencetuskan gagal napas akut.

4. Pemenuhan cairan dapat mengencerkan mukus yang kental dan dapat membantu pemenuhan cairan yang banyak keluar dari tubuh.

5. Terapi fisik dada membantu meningkatkan batuk lebih efektif.

6. Pengisapan mungkin diperlukan untuk mempertahankan kepatenan jalan napas menjadi bersih.

7. Mukolitik dapat membantu memecah mukus yang berlebih.

Dx 5TujuanIntervensi Rasional

Nyeri kepala b/d iritasi selaput dan jaringan otak

Dalam waktu 3x24 jam keluhan nyeri berkurang /rasa sakit terkendali dengan kriteria hasil :

Klien dapat tidur dengan tenang wajah rileks klien memverbalisasikan rasa sakit.1. Usahakan membuat lingkungan yang aman dan tenang.2. Kompres dingin (es) pada kepala.3. Lakukan penatalaksanaan nyeri dengan metode distraksi dan relaksasi nafas dalam. 4. Lakukan latihan gerak aktif /pasif sesuai kondisi dengan lembut dan hati-hati. 5. Kolaborasi pemberian analgetik.1. Menurunkan reaksi terhadap rangsangan eksternal atau kesensitifan terhadap cahaya dan menganjurkan klien untuk beristirahat.2. Dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah otak.3. Membantu menurunkan (memutuskan) stimulasi sensasi nyeri.4. Dapat membantu relaksasi otot-otot yang tegang dan menurunkan nyeri/rasa tidak nyaman.5. Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa sakit. Catatan: Narkotika merupakan kontraindikasi karena berdampak pada status neurologis sehingga sukar untuk dikaji

Dx 6TujuanIntervensi Rasional

Hipertermi b/d proses inflamasi pada otak. Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan suhu tubuh pasien menurun dengan kriteria hasil :1. Suhu tubuh dalam batas normal (36,5oC-37,5oC)2. pasien tidak mengeluh panas

1. Monitor tanda vital tiap 6 jam.2. Ajarkan klien pentingnya mempertahankan cairan yang adekuat (sedikitnya 2000 liter/hari) untuk mencegah dehidrasi, misalnya sari buah 2,5-3 liter/hari.3. Berikan kompres hangat pada lipatan ketiak dan dahi.4. Anjurkan klien untuk memakai pakaian tipis yang menyerap keringat.5. Buka jendela, jika ada AC, nyalakan AC6. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik.1. Indikator untuk mengetahui status hypertermi.2. Dalam kondisi demam terjadi peningkatan evaporasi yang memicu timbulnya dehidrasi.3. Menghambat pusat simpatis di hipotalamus sehingga terjadi vasodilatasi kulit dengan merangsang kelenjar keringat untuk mengurangi panas tubuh melalui penguapan.4. Kondisi kulit yang mengalami lembab memicu timbulnya pertumbuhan jamur. Juga akan mengurangi kenyamanan klien, mencegah timbulnya ruam kulit.5. Proses evaporasi, radiasi, konversi dan konduksi6. Mempercepat penurunan suhu tubuh.

Dx 7TujuanIntervensi Rasional

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidakmampuan menelan dan keadaan hipermetabolik

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nutrisi klien terpenuhi dengan kriteria hasil: 1. Turgor kulit baik.

2. Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan.

3. Keinginan makan klien meningkat.4. Klien dapat menghabiskan setengah porsi dari makanan yang disiapkan.5. Asupan dapat masuk sesuai kebutuhan.6. Kemampuan makan klien meningkat.7. Terdapat kemampuan menelan.8. Hb dan albumin dalam batas normal.1. Observasi tekstur dan turgor kulit.2. Observasi asupan dan keluaran.3. Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan, dan refleks batuk.4. Kaji kemampuan klien dalam menelan, batuk, dan adanya sekret.5. Auskultasi bising usus, amati penurunan atau hiperaktivitas bising usus.6. Lakukan oral higiene.7. Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan.

8. Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan .

9. Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu.10. Berikan makan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang.

11. Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan.

12. Ajarkan manajemen mencapai kemampuan menelan.13. Anjurkan klien untuk berpartisipasi dalam program latihan/kegiatan.

14. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet.15. Kolaborasi dalam pemasangan NGT bila diperlukan.1. Mengetahui status nutrisi klien.2. Mengetahui keseimbangan nutrisi klien.3. Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien.4. Dengan mengkaji faktor-faktor tersebut dapat menentukan kemampuan menelan klien dan mencegah risiko aspirasi.5. Fungsi gastrointestinal bergantung pada kerusakan otak. Bising usus menentukan respons pemberian makan atau terjadinya komplikasi misalnya pada ileus.6. Kebersihan mulut merangsang nafsu makan.7. Menurunkan risiko regurgitasi atau aspirasi.

8. Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler.

9. Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan.

10. Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar.

11. Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya tersedak.

12. Meningkatkan kemampuan menelan dan membantu pemenuhan nutrisi klien secara oral.13. Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu makan.14. Memberikan makanan yang sesuai dengan kondisi klien.15. Memenuhi kebutuhan nutrisi klien secara enteral apabila klien tidak mampu menelan.

Dx 8TujuanIntervensiRasional

Risiko tinggi cedera b/d kesadaran menurun

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan diharapkan risiko cidera tidak terjadi dengan kriteria hasil:

1. Pasien tidak mengalami cedera selama perawatan.2. Pasien tidak mengalami cedera ap[abila ada kejang berulang.

3. Pasien terhindar dari barang barang yang membuat risiko cedera.1. Monitor kejang pada tangan, kaki, mulut, dan otot-otot muka lainnya.

2. Tinggikan pinggiran tempat tidur pasien.

3. Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman, dan alat suction selalu berada dekat klien.

4. Jauhkan alat alat yang berpotensi menimbulkan bahaya misalnya : gunting, pisau, barang pecah belah.

5. Pertahankan bedrest total selama fase akut.6. Meminta keluarga untuk mengawasi pasien.7. Kolaborasi pemberian terapi; diazepam, fenobarbital.1. Gambaran iritabilitas sistem saraf pusat memerlukan evaluasi yang sesuai dengan intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi.2. Mencegah pasien jatuh dari tempat tidur.3. Melindungi klien bila kejang terjadi.

4. Menghindarkan pasien dari luka tusuk/ gores.5. Mengurangi risiko jatuh/cedera jika terjadi vertigo dan ataksia.

6. Mengawasi pasien bila memerlukan bantuan.7. Untuk mencegah atau mengurangi kejang.

Dx 9TujuanIntervensi Rasional

Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskular.

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya dengan kriteria hasil: 1. Tidak terjadi kontraktur sendi.

2. Bertambahnya kekuatan otot.

3. Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas dan kemampuan fisik.1. Monitor tingkat kemampuan klien dalam melakukan mobilitas fisik.

2. Monitor tingkat imobilisasi, gunakan skala tingkat ketergantungan.

3. Ubah posisi klien tiap 2 jam.

4. Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit.

5. Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit.

6. Hindari faktor yang memungkinkan terjadinya trauma pada saat klien melakukan mobilisasi.7. Sokong ekstremitas yang mengalami paralisis.8. Monitor komplikasi gangguan mobilitas fisik.9. Kolaborasi dengan tim fisioterapis.1. Merupakan data dasar untuk melakukan intervensi selanjutnya.

2. Tingkat ketergantungan minimal care (hanya memerlukan bantuan minimal), partial care (memerlukan bantuan sebagian), dan total care (memerlukan bantuan komplit dari perawat dan klien yang memerlukan pengawasan khusus karena risiko cedera yang tinggi).

3. Menurunkan resiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan.

4. Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.

5. Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan.

6. Individu paralisis mempunyai kemungkinan mengalami kompresi neuropati, paling sering saraf ulnar dan peritoneal. Bantalan dapat di tempatkan di siku dan kepala fibula untuk mencegah terjadi masalah ini.7. Ekstremitas paralisis disokong dengan posisi fungsional dan memberikan latihan rentang gerak secara pasif paling sedikit dua kali sehari.8. Deteksi awal trombosis vena profunda dan dekubitus sehingga dengan penemuan yang cepat penanganan lebih mudah dilaksanakan.9. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik untuk mencegah deformitas kontraktur dengan menggunakan pengubahan posisi yang hati-hati dan latihan rentang gerak.

Dx 10TujuanIntervensi Rasional

Gangguan pemenuhan ADL b/d kelemahan otot.

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi dengan kriteria hasil: 1. Klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri.

2. Klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan.3. Mengidentifikasi personal/masyarakat yang dapat membantu.1. Monitor kemampuan aktivitas perawatan diri klien.2. Hindarkan apa yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu.3. Beri kesempatan untuk menolong diri seperti menggunakan kombinasi pisau garpu, sikat dengan pegangan panjang, ekstensi untuk berpijak pada lantai atau ke toilet, kursi untuk mandi.4. Monitor kemampuan komunikasi untuk BAK. Kemampuan menggunakan urinal, pispot. Antarkan ke kamar mandi bila kondisi memungkinkan.5. Identifikasi kebiasaan BAB. Anjurkn minum dan meningkatkan aktivitas.Kolaborasi :

1. Pemberian supositoria dan pelumas feses/pencahar.2. Konsul ke dokter terapi okupasi.1. Mengetahui kemampuan klien sehingga dapat membantu perawatan diri klien yang tidak dapat dilakukan secara mandiri.2. Menghindari klien dari keadaan cemas dan ketergantungan untuk mencegah frustasi dan harga diri klien rendah.3. Mengurangi ketergantungan.

4. Ketidakmampuan berkomunikasi dengan perawat dapat menimbulkan masalah pengosongan kandung kemih oleh karena masalah neurogenik.5. Meningkatkan latihan dan membantu mencegah konstipasi.

1. Pertolongan utama terhadap fungsi usus atau defekasi.2. Untuk mengembangkan terapi dan melengkapi kebutuhan khusus.

Dx 11TujuanIntervensiRasional

Gangguan persepsi sensori b/d kerusakan penerima rangsangan sensorik.

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan gangguan sensori tidak terjadi dengan kriteria hasil: 1. Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi persepsi.

2. Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba merasa dan melihat.

3. Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi terhadap perubahan sensori.

4. Klien dapat mempertahankan mental/orientasi umum.5. Komplikasi sensori dapat diminimalkan.1. Tentukan kondisi patologis klien.

2. Kaji kesadaran sensori, seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul, posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian.

3. Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti memberikan klien suatu benda untuk menyentuh, meraba. Biarkan klien menyentuh dinding atau batas-batas lainnya.

4. Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lindungan yang berbahaya. Anjurkan pada klien dan keluarga untuk melakukan pemeriksaan terhadap suhu air dengan tangan yang normal.

5. Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan tangannya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh yang sakit. Buatlah klien sadar akan semua bagian tubuh yang terabaikan seperti stimulasi sensorik pada daerah yang sakit, latihan yang membawa area yang sakit melewati garis tengah, ingatkan individu untuk merawat sisi yang sakit.

6. Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan.

7. Lakukan validasi terhadap persepsi klien.1. Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan, sebagai penetapan rencana tindakan.

2. Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan perasaan kinetik berpengaruh terhadap keseimbangan/posisi dan kesesuaian dari gerakan yang mengganggu ambulasi, meningkatkan resiko terjadinya trauma.

3. Melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan intepretasi diri. Membantu klien untuk mengorientasikan bagian dirinya dan kekuatan dari daerah yang terpengaruh.

4. Meningkatkan keamanan klien dan menurunkan resiko terjadinya trauma.

5. Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalan mengintegrasikan sisi yang sakit.

6. Menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan/kebingungan yang berhubungan dengan sensori berlebih.

7. Membantu klien untuk mengidentifikasi ketidak konsistenan dari persepsi dan integrasi stimulus.

Dx 12TujuanIntervensi Rasional

Resiko Gangguan integritas kulit b/d bedrest total dalam keadan koma

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan klien dapat sembuh tanpa komplikasi dengan kriteria hasil:

1. Kulit bersih dan kelembaban cukup

2. Kulit tidak berwarna merah3. Kulit pada bokong tidak terasa ngilu

1. Kerjasama dengn keluarga untuk sabun mandi saat mandi dan masase sesudah mandi.2. Pelihara kebersihan dan kerapian linen setiap hari.3. Merubah posisi pasien setiap 3-4 jam sekali (mika miki)1. Sabun mengandung antiseptic yang dapat menghilangkan kuman dan kotoran pada kulit sehingga kulit bersih dan tetap lembab.2. Linen yang bersih dan rapi mengurangi resiko kerusakan kulit dan mencegah masuknya mikroorganisme

3. Mencegah penekanan yang terlalu lama yang dapat menyebabkan iritasi.

Dx 13TujuanIntervensi Rasional

Ansietas b/d prognosis penyakit yang buruk.

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan kecemasan pasien berkurang dengan kriteria hasil: 1. Mengenal perasaannya.

2. Dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang mempengaruhinya

1. Bantu klien mengekspresikan perasaan marah, kehilangan, dan takut.

2. Kaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan, dampingi klien, dan lakukan tindakan bila menunjukan perilaku merusak.3. Hindari konfrontasi.

4. Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat.

5. Tingkatkan kontrol sensasi klien.

6. Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.

7. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan kecemasannya.

8. Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat.

1. Cemas berkelanjutan memberikan dampak serangan jantung selanjutnya.2. Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukan rasa agitasi, marah, dan gelisah.

3. Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sama, dan mungkin memperlambat penyembuhan.

4. Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu.

5. Kontrol sensasi klien (dan dalam menurunkan ketakutan) dengan cara memberikan informasi tentang keadaan klien, menekankan pada penghargaan terhadap sumber-sumber koping (pertahanan diri), yang positif, membantu latihan relaksasi, dan teknik-teknik pengalihan dan memberikan respons balik yang positif.

6. Orientasi dapat menurunkan kecemasan.

7. Dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan.

8. Memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan cemas, dan membentuk perilaku adaptasi. Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilh klien melayani aktivitas dan pengalihan (misalnya membaca) akan menurunkan perasaan terisolasi.

D. IMPLEMENTASIImplementasi keperawatan adalah langkah ke empat dalam proses keperawatan dengan melaksanakan tindakan keperawatan yang disesuaikan dengan rencana tindakan yang mencakup tindakan mandiri, kolaborasi dan delegasi.

E. EVALUASIEvaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi pada pasien dengan abses otak adalah :1. Infeksi teratasi 2. Peningkatan TIK tidak terjadi3. Perfusi jaringan otak klien kembali normal.4. Saluran napas klien bersih.

5. Nyeri klien berkurang atau rasa sakit terkendali.6. Suhu tubuh pasien dalam batas normal.7. Nutrisi klien terpenuhi.

8. Klien tidak mengalami cedera.

9. Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya10. Gangguan sensori tidak terjadi.11. Perawatan diri klien terpenuhi.12. Tidak terjadi gangguan integritas kulit (dekubitus)13. Ansietas klien berkurang atau hilang.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J. 1999. Rencana Asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan, Diagnosis Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, ed. 2. EGC : Jakarta

Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.