Libra Hari Inagurasi - naditirawidya.kemdikbud.go.id

10
Naditira Widya Vol. 8 No. 1/2014- Balai Arkeologi Banjarmasin 9 BANGUNAN-BANGUNAN AIR MASA HINDIA BELANDA DI WILAYAH KARAWANG: DALAM KONTEKS PERTANIAN PADI Libra Hari Inagurasi Artikel masuk pada 6 Januari 2014 Abstrak. Indonesia merupakan negara agraris, oleh sebab itu pertanian padi menjadi sektor penting. Hingga saat ini bercocok tanam padi menjadi matapencaharian penduduk di Indonesia. Karawang, merupakan salah satu contoh daerah penghasil padi. Karawang, sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, posisi geografis berada di dataran rendah, berbatasan dengan pantai utara Jawa. Sebagian besar lahan tanah di Karawang difungsikan sebagai persawahan padi. Dilihat dari perkembangannya, bercocok tanam padi telah dikenal di Indonesia sejak awal Masehi. Seiring dengan dikenalnya bercocok tanam padi maka manusia dengan kemampuannya menciptakan jenis-jenis bangunan untuk pertanian padi. Dilihat dari perkembangannya, bangunan air di Indonesia terdiri atas bangunan tradisional yang dibangun oleh penduduk lokal dan bangunan air Eropa yang dibangun oleh orang-orang Belanda. Tulisan ini bertujuan mendeskripsikan jenis peninggalan bangunan air Eropa dan untuk mengetahui lebih jauh fungsi bangunan pada pertanian padi di Karawang. Data-data pada tulisan ini diperoleh melalui survei yang dilaksanakan pada tahun 2013. Penyajian pengetahuan tentang bangunan air Eropa dalam tulisan ini dilakukan pula dengan penelusuran, pendeskripsian pada dokumen yang sezaman, yakni Memorie Residen Karawang dan Batavia. Di dalam tulisan ini telah berhasil diungkap beberapa macam dan kegunaan bangunan-bangunan air Eropa Belanda untuk irigasi dan pengairan sawah di Karawang, yakni kawasan bendung, pintu air, kanal di Walahar, dan di Dawuan. Kata Kunci: Karawang, Hindia Belanda, bangunan air Eropa, pertanian padi Abstract. The Karawang Dutch Indies Waterworks in The Agriculture Context. Indonesia is an agrarian country, and rice cultivation is an important sector. Agriculture has been the main subsistence of the Indonesian up until now. Karawang is one of the rice log regions in this country. Karawang, which is a regency of Jawa Barat Province has been located at the lowland and bordered by the northern cost of Java. Most of the lands in Karawang are functioned as rice fields. The development shows that rice cultivation has been practiced in Indonesia since early century AD. Along with the knowledge of rice cultivation, people created several types of buildings related to rice cultivation, including waterworks. The waterworks in Indonesia consisted of traditional buildings made by the local inhabitants and European-type waterworks made by the Dutch people. This article is aimed at describing the types of European waterworks as well as examining more thoroughly their function in relation to rice cultivation in Karawang. The data are obtained from a survey carried out in 2013 and from documents from the same period, which is Memorie Residen Karawang dan Batavia (Memory of the Regent of Karawang and Batavia). This article reveals various types and functions of European (Dutch) waterworks for irrigation of rice fields in Karawang, which are dams, sluicegates, and canals at Walahar and Dawuan. Key Words: Karawang, Dutch-Indies, European waterworks, rice cultivation Pusat Arkeologi Nasional, Jalan Raya Condet Pejaten No. 4 Jakarta Selatan; email: [email protected] Artikel direvisi pada 21 Maret 2014 Artikel selesai disunting pada 15 April 2014 A. Pendahuluan Karawang merupakan sebuah wilayah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, memiliki batas- batas sebagai berikut: sebelah utara Laut Jawa, timur Kabupaten Subang, selatan Kabupaten Purwakarta, dan barat berbatasan dengan Kabupaten Bekasi. Secara astronomi, Karawang berada pada koordinat 107° 02"— 107°40" BT dan 5° 56" — 6°34" LS. Bentang alam Karawang berupa daerah yang memanjang orientasi utara-selatan, terutama berupa daerah pantai dan dataran rendah di bagian utara, dan sebagian kecil berupa dataran tinggi di bagian selatan. Karawang dialiri oleh 1. Latar Belakang

Transcript of Libra Hari Inagurasi - naditirawidya.kemdikbud.go.id

Page 1: Libra Hari Inagurasi - naditirawidya.kemdikbud.go.id

Naditira Widya Vol. 8 No. 1/2014- Balai Arkeologi Banjarmasin 9

BANGUNAN-BANGUNAN AIR MASA HINDIA BELANDA DI WILAYAH KARAWANG:DALAM KONTEKS PERTANIAN PADI

Libra Hari Inagurasi

Artikel masuk pada 6 Januari 2014

Abstrak. Indonesia merupakan negara agraris, oleh sebab itu pertanian padi menjadi sektor penting. Hingga saat ini bercocok tanam

padi menjadi matapencaharian penduduk di Indonesia. Karawang, merupakan salah satu contoh daerah penghasil padi. Karawang,

sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, posisi geografis berada di dataran rendah, berbatasan dengan pantai utara Jawa. Sebagian

besar lahan tanah di Karawang difungsikan sebagai persawahan padi. Dilihat dari perkembangannya, bercocok tanam padi telah

dikenal di Indonesia sejak awal Masehi. Seiring dengan dikenalnya bercocok tanam padi maka manusia dengan kemampuannya

menciptakan jenis-jenis bangunan untuk pertanian padi. Dilihat dari perkembangannya, bangunan air di Indonesia terdiri atas

bangunan tradisional yang dibangun oleh penduduk lokal dan bangunan air Eropa yang dibangun oleh orang-orang Belanda.

Tulisan ini bertujuan mendeskripsikan jenis peninggalan bangunan air Eropa dan untuk mengetahui lebih jauh fungsi bangunan pada

pertanian padi di Karawang. Data-data pada tulisan ini diperoleh melalui survei yang dilaksanakan pada tahun 2013. Penyajian

pengetahuan tentang bangunan air Eropa dalam tulisan ini dilakukan pula dengan penelusuran, pendeskripsian pada dokumen yang

sezaman, yakni Memorie Residen Karawang dan Batavia. Di dalam tulisan ini telah berhasil diungkap beberapa macam dan kegunaan

bangunan-bangunan air Eropa Belanda untuk irigasi dan pengairan sawah di Karawang, yakni kawasan bendung, pintu air, kanal di

Walahar, dan di Dawuan.

Kata Kunci: Karawang, Hindia Belanda, bangunan air Eropa, pertanian padi

Abstract. The Karawang Dutch Indies Waterworks in The Agriculture Context. Indonesia is an agrarian country, and rice

cultivation is an important sector. Agriculture has been the main subsistence of the Indonesian up until now. Karawang is one of the rice

log regions in this country. Karawang, which is a regency of Jawa Barat Province has been located at the lowland and bordered by the

northern cost of Java. Most of the lands in Karawang are functioned as rice fields. The development shows that rice cultivation has

been practiced in Indonesia since early century AD. Along with the knowledge of rice cultivation, people created several types of

buildings related to rice cultivation, including waterworks. The waterworks in Indonesia consisted of traditional buildings made by the

local inhabitants and European-type waterworks made by the Dutch people. This article is aimed at describing the types of European

waterworks as well as examining more thoroughly their function in relation to rice cultivation in Karawang. The data are obtained from

a survey carried out in 2013 and from documents from the same period, which is Memorie Residen Karawang dan Batavia (Memory

of the Regent of Karawang and Batavia). This article reveals various types and functions of European (Dutch) waterworks for irrigation

of rice fields in Karawang, which are dams, sluicegates, and canals at Walahar and Dawuan.

Key Words: Karawang, Dutch-Indies, European waterworks, rice cultivation

Pusat Arkeologi Nasional, Jalan Raya Condet Pejaten No. 4 Jakarta Selatan; email: [email protected]

Artikel direvisi pada 21 Maret 2014 Artikel selesai disunting pada 15 April 2014

A. Pendahuluan

Karawang merupakan sebuah wilayahkabupaten di Provinsi Jawa Barat, memiliki batas-batas sebagai berikut: sebelah utara Laut Jawa,timur Kabupaten Subang, selatan KabupatenPurwakarta, dan barat berbatasan dengan

Kabupaten Bekasi. Secara astronomi, Karawangberada pada koordinat 107° 02"— 107°40" BT dan5° 56" — 6°34" LS. Bentang alam Karawang berupadaerah yang memanjang orientasi utara-selatan,terutama berupa daerah pantai dan dataran rendahdi bagian utara, dan sebagian kecil berupa datarantinggi di bagian selatan. Karawang dialiri oleh

1. Latar Belakang

Page 2: Libra Hari Inagurasi - naditirawidya.kemdikbud.go.id

Libra Hari Inagurasi “Bangunan-bangunan Air Masa Hindia Belanda” 9-1810

Permasalahan dalam tulisan ini menyangkutpersoalan jenis-jenis bangunan air Belanda yangterdapat di Karawang. Adalah suatu kenyataanbahwa pada masa Hindia Belanda telah banyakdidirikan bangunan-bangunan air, namun bangunan-bangunan tersebut belum diketahui. Sehubungandengan hal tersebut, permasalahan dalam tulisanini dirumuskan dalam pertanyaan: (1) jenis-jenisbangunan air zaman Belanda di wilayah Karawangterdiri atas apa saja?; (2) bagaimana pengaturanair dilakukan?; (3) mengapa Karawang dipilihsebagai lokasi pembangunan bangunan airtersebut? Tujuan dari tulisan ini adalah mengungkapkembali jenis-jenis bangunan air kuna peninggalanBelanda di wilayah Karawang yang belum banyakdiketahui.

2. Permasalahan

sungai-sungai misalnya Sungai Citarum, SungaiCibeet, dan Sungai Cilamaya. Hulu sungai beradadi daerah pegunungan di bagian selatan danbermuara di Laut Jawa di bagian utara.

Cakupan tulisan ini adalah arkeologi kolonialmasa Hindia Belanda dengan objek pengamatanpeninggalan bangunan-bangunan air. Bangunan airyang dimaksudkan di dalam tulisan ini adalah jenis-jenis bangunan yang didirikan untuk kepentinganpengairan pertanian. Topik tersebut menjadipenting untuk ditulis karena memiliki nilai strategis,sesuai dengan predikat Karawang sebagai daerahpenghasil padi (lumbung padi) di Provinsi JawaBarat. Pada umumnya penduduk Karawang hidupdari bercocok tanam padi. Hasil panen padi diKarawang didistribusikan bukan hanya di dalamwilayah Karawang, melainkan hingga luar daerahsekitar Karawang, misalnya Jakarta.

Pengetahuan bercocok tanam padi diKarawang pada masa lampau diperoleh dariberbagai sumber. Data arkeologi berupa bata padapercandian Batujaya di Karawang. Bata pada CandiJiwa Situs Batujaya diketahui mengandung sekampadi sebagai unsur campuran/tambahan pada tanahliat. Informasi tersebut setidaknya menjadi petunjukbahwa pada masa Kerajaan Tarumanagara, abadke-5 Masehi di Karawang telah mengenal tanamanpadi (Astiti 2000, 27). Ketika masa penyerbuanpasukan Mataram Islam ke Batavia pada abad ke-17 Masehi sekitar tahun 1634, pasukan Matarambermukim dan bercocok tanam padi di Karawang(de Graaf 2002, 249). Bercocok tanam paditersebut dilakukan sebagai upaya untuk mencukupikebutuhan makanan pasukan Mataram selamamenyerang kekuatan VOC di Batavia. Ketika masakolonial Belanda, pemerintah Hindia Belandamemberikan perhatian pula pada hal bercocoktanam padi. Perhatian tersebut terlihat daripembangunan bangunan-bangunan air olehBelanda di wilayah Karawang.

Karawang kaya akan peninggalan-peninggalanbaik dari masa Hindu-Buddha, Islam, dan kolonialBelanda. Tulisan ini menitikberatkan padapeninggalan bangunan-bangunan air dari masaHindia Belanda di Karawang dalam konteksnyadengan pertanian. Pembangunan bangunan-bangunan air, misalnya irigasi telah dilakukan olehpemerintah Hindia Belanda sejak akhir abad ke-

19. Pembuatan bangunan-bangunan air semakinmarak pada awal abad ke-20. Pelaksanaan PolitikEtis, merupakan sebuah kebijakan dari pemerintahHindia Belanda, yang ikut berpengaruh padapembangunan bangunan-bangunan air.

B. Lingkungan AlamWilayah Kabupaten Karawang secara geografis

berada di pesisir utara Laut Jawa bagian barat.Wilayah Karawang terbentang arah utara-selatan.Bentang alam wilayah Karawang secara umumdapat dibagi menjadi tiga bagian, yakni pantai,dataran rendah, dan dataran tinggi. Daerah pantaiberada di bagian utara membentang dari arah timurke barat berbatasan langsung dengan pantai utaraLaut Jawa. Wilayah pantai yang memiliki kandunganbatuan sedimen dibentuk oleh bahan- bahan lepasterutama dari endapan laut dan aluvium vulkanik.Dataran rendah terdapat di bagian tengah yang jugadibentuk oleh batuan sedimen. Dataran tinggiberada di bagian selatan dengan titik tertinggi padapuncak Gunung Sanggabuana yang mencapaiketinggian 1.291 meter di atas permukaan laut (BPSKarawang 2006). Dataran rendah berupa tanahalluvial yang berada di bagian tengah merupakanbagian terbesar dari wilayah Karawang. Dataranrendah alluvial tersebut merupakan daerah yangbaik untuk diusahakan pertanian padi.

Kabupaten Karawang dilalui oleh dua aliransungai besar, yaitu Sungai Citarum dan Sungai

Page 3: Libra Hari Inagurasi - naditirawidya.kemdikbud.go.id

Naditira Widya Vol. 8 No. 1/2014- Balai Arkeologi Banjarmasin 11

Cilamaya. Sungai Citarum berada di bagian baratKarawang merupakan batas wilayah KabupatenKarawang dengan Kabupaten Bekasi. Daerah disebelah barat Sungai Citarum termasuk wilayahKabupaten Bekasi, adapun di sebelah timur SungaiCitarum termasuk wilayah Kabupaten Karawang.Sungai Cilamaya berada di bagian timur Karawangyang merupakan batas wilayah KabupatenKarawang dengan Kabupaten Subang. Daerahsebelah timur Sungai Cilamaya termasuk wilayahKabupaten Subang, adapun daerah sebelah baratSungai Cilamaya termasuk wilayah KabupatenKarawang. Apabila dilihat dari keletakannya, duabuah sungai tersebut mengapit wilayah Karawangdi bagian barat dan timur.

Sungai Citarum merupakan sungai terpanjangdi Jawa Barat, panjangnya kurang lebih 300kilometer yang berawal dari lereng GunungWayang di tenggara Kota Bandung. Alirannyakemudian mengarah ke arah barat, melewatiMajalaya dan Dayeuhkolot, lalu berbelok ke arah

Foto 1. Candi Jiwa di Situs Batujaya, Karawangdengan lingkungan di sekitar candi adalah

persawahan padi.

Foto 2. Hamparan tanaman padi siap panen di tepiSungai Cilamaya di Cilamaya Wetan

Foto 3. Tanggul sebelah barat Sungai Citarum

digunakan untuk menjemur padi.

Foto 4. Sawah berteras di daerah perbukitanGunung Sanggabuana, Karawang bagian Selatan

barat laut dan utara, yakni di daerah perbatasanantara Kabupaten Cianjur dengan KabupatenBandung Barat, lalu mengalir di KabupatenPurwakarta, Kabupaten Karawang, dan KabupatenBekasi. Sungai Cilamaya merupakan sebuahsungai yang berhulu di perbukitan di wilayahKabupaten Purwakarta. Muaranya berada diperairan Laut Jawa tepatnya di beberapa desa,yakni Desa Muara Timbul di Kecamatan CilamayaWetan, Kabupaten Karawang, dan DesaRawameneng di Kecamatan Blanakan, KabupatenSubang. Lebar Sungai Cilamaya saat ini di bagianmuara di Desa Tanah Timbul kurang lebih 50 meter(Inagurasi dkk., 2013). Aliran Sungai Citarum danCilamaya bercabang membentuk anak-anak sungai,misalnya Sungai Cibeet, Sungai Kalen Bawah, danSungai Tempuran (Sungai Ciwulan). Sungai-sungaitersebut merupakan salah satu sumber pengairansawah-sawah di Karawang. Hamparan sawahterdapat di dataran rendah di bagian utara, tengah,maupun di dataran tinggi di bagian selatan. Sebuah

Page 4: Libra Hari Inagurasi - naditirawidya.kemdikbud.go.id

Libra Hari Inagurasi “Bangunan-bangunan Air Masa Hindia Belanda” 9-1812

Jauh sebelum kedatangan bangsa Belanda,orang-orang yang tinggal di kepulauan Indonesiakhususnya Jawa telah mengenal pengerjaanbangunan air untuk sarana bercocok tanam padi.Bercocok tanam padi merupakan sebuah matapencaharian yang telah dikenal di Indonesia sejakmasa prasejarah, bahkan sebelum masehi. Haltersebut didukung oleh kondisi geografis dangeologis, serta tersedianya sumber-sumber bahanuntuk keperluan pertanian. Pembukaan lahandengan pembabatan dan pembakaran hutanmerupakan cara yang lazim dilakukan pada masaitu, dalam usaha memperoleh dan mengolah tanahpertanian (Soegondho 1990,29-47; Nastiti 1994, 91-109; Geertz 1983, 38).

Pada masa berkembangnya kerajaan-kerajaanHindu di Pulau Jawa telah dibuat bangunan air untukpertanian padi. Pada masa pemerintahan RajaPurnawarman, raja Kerajaan Tarumanegara yangberada di wilayah Karawang, Jawa Barat, abad ke-5 Masehi, telah memerintahkan untuk dilakukanpenggalian saluran air Sungai Gomati. Di JawaTimur pada masa pemerintahan Raja Airlangga abadke-11 Masehi juga telah dilakukan pembangunanbangunan air berupa waduk atau kolam besar untukpenampungan air yang dinamakan denganDawuhan (Meer 1979, 22-23). Waduk juga telahdibangun pada masa Kerajaan Majapahit di JawaTimur di antaranya Waduk Kumitir, Temon, danKedungwulan (Triwuryani 1994, 74; Arifin 1968, 169-174).

Jenis bangunan air zaman kuna masa Hindu-Budha di antaranya dapat diidentifikasi sebagaiberikut: dawuhan, wuatan/wwatan, tambak/tamwak,tameng/tamya, suwak, talang, weluran, arung.Dawuhan merupakan waduk atau kolam besartempat penampungan air. Wuatan/wwatan semacamtanggul/dinding tanah yang kuat di tepi sekelilingwaduk. Tambak/tamwak merupakan istilah yang

D. Awal Pertumbuhan Bangunan Air Belanda

C. Bangunan Air dan Pertanian Padi di JawaPraHindia Belanda

Pembuatan bangunan-bangunan air pada masakolonial Hindia Belanda merupakan sebuah halyang dianggap cukup penting. Ungkapan tersebutbukan hanya tanpa bukti. Peninggalan bangunanair dari masa Hindia Belanda masih dapat dijumpai,meskipun umurnya hampir ratusan tahunkeberadaannya masih digunakan hingga saat ini.Waduk-waduk dan irigasi sesungguhnya telahdibangun oleh pemerintah Hindia Belanda sejakzaman liberal. Zaman liberal merupakan sebuahistilah untuk menyebut sebuah kurun waktu ketikaditerapkan sistem ekonomi kolonial liberal antaratahun 1870-1900. Maksud dari zaman ekonomiliberal adalah untuk pertama kali dalam sejarah diIndonesia, modal swasta diberi peluangsepenuhnya untuk mengusahakan kegiatan diIndonesia, khususnya perkebunan-perkebunanbesar di Jawa maupun daerah di luar Jawa (Leirissa1993, 118).

lokasi tempat jual beli beras di Karawang terdapatdi sebelah timur Sungai Tempuran, dinamakandengan “Tempuran” berupa sebuah pasartradisional. Lokasi pasar Tempuran berada di DesaTempuran, Kecamatan Cilamaya Wetan.

merujuk sebuah kolam atau empang untukmenampung saat air pasang. Tameng/tamya istilahyang merujuk pada tanggul yang terdapat padasebuah saluran air. Suwak adalah tebing pada tepisekeliling kolam atau sungai. Talang, adalah jalanair/saluran air. Weluran adalah istilah yang merujukpada sebuah saluran atau terusan air. Arung adalahterowongan air. Bangunan-bangunan air zaman kunatersebut dibuat dengan menggunakan bahan-bahanberupa bambu, batu, dan batang pohon (Meer1979, 22-30).

Memasuki masa berkembangnya kerajaan-kerajaan bercorak Islam di kepulauan Indonesiapada abad ke-16 Masehi, pembuatan bangunanair terus berlangsung. Kesultanan Banten padamasa Sultan Ageng Tirtayasa (Sultan Abdulfatah)pertengahan abad ke-17, telah membuat bangunanair. Bangunan air tersebut adalah saluran air(terusan) antara Pontang dan Tanara, serta bak-bakuntuk pengontrol air. Tujuannya untuk dapat dilayarikapal, dan mengairi daerah sekitarnya hinggatumbuh menjadi daerah penghasil pangan (padi)bagi Banten (Untoro 2007, 39-40). Bangunan airpeninggalan Sultan Ageng Tirtayasa di daerahPontang dan Tirtayasa berupa bak kontrol,sedangkan terowongan air dibuat dari bahan batatidak berlepa.

Page 5: Libra Hari Inagurasi - naditirawidya.kemdikbud.go.id

Naditira Widya Vol. 8 No. 1/2014- Balai Arkeologi Banjarmasin 13

Pemerintah Hindia Belanda membangunbanyak prasarana untuk menunjang produksitanaman perdagangan. Salah satu prasarana yangterpenting adalah waduk-waduk dan irigasi.Walaupun waduk dan irigasi ini terutama untukkepentingan perkebunan-perkebunan besar,namun penduduk Jawa turut serta memperolehmanfaatnya, khususnya di daerah perkebunan gulayang menyewa tanah dari para petani. Perencanaandan pembangunan sarana irigasi dilakukan oleh“Brigade Irigasi”, yakni sebuah lembaga/komisiyang didirikan oleh Departemen Pekerjaan Umumpemerintah Hindia Belanda yang dibentuk setelahtahun 1885. Tugas lembaga tersebut adalahmerencanakan dan melaksanakan programpembangunan irigasi. Selain membangun saranairigasi, juga bertugas memperbaiki sarana irigasiyang sudah tua. Selain pembangunan sarana-sarana irigasi juga membangun jalan raya, jaringankereta api, dan jembatan-jembatan (Leirissa1993,105; Gonggrijp 1957).

Situasi politik di Hindia Belanda awal abad ke-20 mengalami perubahan. Politik etis muncul awaltahun 1900-an dari pemikiran kalangan liberalmisalnya Van Deventer. Ketika itu eksploitasipemerintah Hindia Belanda terhadap Indonesiamulai berkurang dan digantikan denganpernyataan-pernyataan keprihatinan ataskesejahteraan bangsa Indonesia. Kalangan liberalmemberikan rasa keprihatinan pada penderitaanrakyat Jawa yang tertindas. Menurut kalanganliberal, pemerintah Belanda mempunyai panggilanmoral dan tanggung jawab hutang budi terhadapbangsa pribumi di Hindia Belanda yang menderitadan tertindas. Oleh karena itu, muncul kebijakanpolitik etis yang terangkum dalam tiga programmeliputi: (1) irigasi (pengairan), yakni membangundan memperbaiki pengairan-pengairan danbendungan untuk keperluan pertanian; (2) emigrasi,yakni mengajak penduduk untuk bertransmigrasi;dan (3) edukasi ,yakni memperluas dalam bidangpengajaran dan pendidikan (Leirissa 1993, 105;Ricklefs 2009, 327). A pabila dilihat dari kurun waktupembangunannya, tampaknya bangunan-bangunanair di Karawang didirikan bersamaan dengankemunculan politik etis.

Wilayah administratif Karawang awal abad ke-20 berubah-ubah. Antara tahun 1925-1929 Karawangmerupakan bagian dari Afdeeling Batavia, wilayahProvinsi Jawa Barat. Tahun 1929-1934, wilayahadministratif Karawang berubah menjadi AfdeelingKarawang yang termasuk wilayah Provinsi JawaBarat. Pusat pemerintahan Afdeeling Karawangberada di Purwakarta. Tahun 1934, wilayahadministrasi berubah lagi menjadi wilayahkabupaten/regentschap, yakni KabupatenKarawang yang termasuk Karesidenan Batavia,Provinsi Jawa Barat (Lohanda 2007, 205-207).Afdeeling Karawang terdiri atas delapan distrik, yaituDistrik Purwakarta, Cikampek, Krawang,Rengasdengklok, Subang, Segalaherang,Pegaden, dan Pamanukan. Luas wilayah AfdeelingKarawang pada tahun 1929-1934 tersebut lebih luasdaripada wilayah Kabupaten Karawang saat ini.Ketika itu, wilayah Afdeeling Karawang meliputiKabupaten Purwakarta dan Subang. Luas tanahsawah 230.485 bouws (bau)1. Luas tersebut terdiriatas Distrik Purwakarta 18.316 bau, Distrik Cikampek51.426 bau, Distrik Krawang 14.258 bau,Rengasdengklok 61.548 bau, Distrik Subang 9.316bau, Distrik Sagalaherang 11.767 bau, DistrikPegaden 37.939 bau, dan Distrik Pamanukan 25.815bau (Memorie Residen Krawang 1976, XXXIV-XXXVI, 46).

Bangunan-bangunan air peninggalan Belandadi Karawang dapat diidentifikasi sebagai berikut.

E. Strategi Pengairan Tanah Persawahan diWilayah Karawang Masa Hindia Belanda AwalAbad Ke-20

1 Bau/bahu artinya adalah tenaga manusia untuk mengerjakan sawah. Luas tanah satu bau 7.096 meter. Tanah 1 bau umumnya dikerjakan oleh4-6 orang dalam satu keluarga.

1. Kawasan Bendung KalaharLokasi berada di Desa Walahar, Kecamatan

Klari. Kawasan Bendung Walahar merupakansebuah kawasan irigasi yang terdiri atasbendungan, saluran air induk (primer), sekunder,dan tertier. Bendungan dalam bahasa Belandadinamakan stuwdam. Bendung Walahar disebutdengan De Walahar stuwdam (stuwdam =bendungan). Dalam sistem pembagian wilayahadministrasi tersebut, Afdeelling Karawangtermasuk wilayah Karesidenan Batavia. Irigasi yangmenjadi kewenangan oleh pemerintah provinsi

Page 6: Libra Hari Inagurasi - naditirawidya.kemdikbud.go.id

Libra Hari Inagurasi “Bangunan-bangunan Air Masa Hindia Belanda” 9-1814

hanya sebagian. Irigasi yang penting tetap menjadikewenangan dari pemerintah pusat di bawahkepemimpinan gubernur jenderal. Di antara irigasipenting tersebut, irigasi di Sungai Citarum termasukbangunan yang didirikan oleh pemerintah pusat.Bangunan-bangunan air di aliran Sungai Citarum,misalnya saluran induk, saluran sekunder, tanggul-tanggul sepanjang saluran, dan juga bendungan.Bendung Walahar dibangun bertahap mulai tahun1919, tahun 1921, hingga tahun 1930. BendungWalahar dan irigasi (kanal/saluran) di SungaiCitarum, diresmikan penggunaannya padaNovember tahun 1925 oleh gubernur jenderal. Biayapembangunan bendung dan irigasi tersebutmencapai 20 juta gulden. Sungai Citarum memberipasokan air untuk tanah persawahan seluas 75.000hektar. Irigasi teknis berupa saluran induk dansaluran sekunder serta tertier mampu mengairisawah seluas 25 hektar (Memorie ResidenKrawang 1976, XLI; Memorie Residen Batavia1980, CXXXI).

Foto 5. Bendung Walahar (De Walahar stuwdam)pada tahun 1928 (Sumber: KITLV).

Foto 6. Bendung Walahar tahun 1930 (Sumber:KITLV).

Foto 7. Bendung Walahar kondisi pada tahun 2011. Foto 8. Ruangan pada bagian atas bangunanbendungan di antaranya untuk menyimpan mesin-

mesin.

Saluran air dinamakan juga dengan terusan ataukanal. Fungsi Bendung Walahar tersebut adalahuntuk mengatur aliran Sungai Citarum dengan caramembendung arus air di Sungai Citarum yangmengalir dari arah selatan menuju arah utara.Bendung Walahar menjadi pengendali bencanabanjir yang mungkin timbul di daerah dataran rendahdan mengairi persawahan di daerah Karawang.Bendung tersebut berupa bangunan permanenyang kokoh, dan megah dibuat dari bahan susunanbatu, berlepa, diberi atap, membentang di atasSungai Citarum. Secara vertikal (dari bagian bawahhingga bagian atas), bangunan terdiri atas tigabagian, yakni paling bawah adalah pintu-pintu air,bagian tengah di atas pintu air adalah jalan yangbisa dilalui kendaraan, bagian atas di atas jalanadalah ruang terbuka untuk menyimpan mesin-mesin penggerak untuk membuka dan menutuppintu air, pada bagian kemuncak adalah atap.

Pintu-pintu air membendung aliran SungaiCitarum, terdiri atas empat lubang, masing-masing

Page 7: Libra Hari Inagurasi - naditirawidya.kemdikbud.go.id

Naditira Widya Vol. 8 No. 1/2014- Balai Arkeologi Banjarmasin 15

2. Pintu Air DawuanLokasi pintu air Dawuan berada di Desa Dawuan

Tengah, Kecamatan Cikampek, sebelah utaraStasiun Kereta Api Dawuan berjarak sekitar 1kilometer. Pintu air ini dibangun pada masa HindiaBelanda. Pintu air Dawuan melintas di atas aliranSungai Karang Gelem. Berbeda dengan BendungWalahar, pintu air Dawuan lebih sederhana.Bangunan pintu air Dawuan terdiri atas dua bagian,bawah dan atas. Bagian bawah adalah pintu-pintuair yang terdiri atas tujuh pintu masing-masingberupa lubang yang dipisahkan oleh tembok-tembok dibuat dari bahan batu. Bagian atas berupajembatan yang bisa dilalui untuk menyeberangsungai. Sebelah kanan dan kiri jembatan diberipengaman dibuat dari bahan kayu. Fungsi pintu airDawuan adalah membendung Sungai Karang

lubang dibatasi oleh dinding tembok dibuat daribahan susunan batu. Tebing atau tanggul tepiSungai Citarum diperkuat dengan memberi batu-batu kali utuh yang ditata sedemikian rupa sehinggamenutupi permukaan tanggul atau tebing sungai.Penggunaan batu-batu kali yang disusun tersebutmerupakan salah satu ciri khas dari bangunanBelanda. Posisi pintu air dibuat lebih tinggi daripada aliran sungai sehingga berteras. Pengaturanpintu air menggunakan mesin-mesin teknis yangditempatkan pada bagian atas. Berdasarkaninskripsi yang terdapat pada mesin-mesinpenggerak Bendung Walahar, mesin-mesintersebut didatangkan dari Cekoslovakia. Karenamembentang di atas aliran sungai, maka bendungWalahar juga sekaligus menjadi jalan atau jembatanyang dapat dilalui oleh kendaraan bermotor. Atapbangunan bendungan berbentuk limas ditutupdengan genteng.

Sebelah barat Bendung Walahar terdapatirigasi teknis berupa saluran induk (primer) atauterusan Tarum Tengah. Saluran induk dinamakan

Foto 9 (atas) dan 10 (bawah). Mesin-mesin yangterdapat pada Bendung Walahar, yang didatangkan

dari Cekoslovakia

dengan de primaire kanalen. Saluran induk/primerdigali dari Sungai Citarum sepanjang 6 kilometer.Saluran induk tersebut berbentuk lurus dialirkan kedua arah, yakni ke timur dan ke barat. Saluran kearah timur akan mengairi persawahan di DistrikCikampek, sedangkan saluran arah barat mengairipersawahan Distrik Krawang dan Rengasdengklok(Memorie Residen Krawang 1976, XLI). Ketika arusair di Sungai Citarum naik, maka pintu air padaBendung Walahar ditutup. Pintu air memiliki fungsiuntuk mengalirkan air. Air dari Sungai Citarumdibendung selanjutnya dialirkan menuju saluran ataukanal induk (primer). Karena fungsinya mengalirkanair dari Sungai Citarum ke saluran induk (primer)tersebut, maka pintu air disebut dengan inlaatsluis(inlet).

Foto 11. Saluran induk (de primaire kanalen) denganpintu air (inlaatsluis, lihat tanda panah)

Page 8: Libra Hari Inagurasi - naditirawidya.kemdikbud.go.id

Libra Hari Inagurasi “Bangunan-bangunan Air Masa Hindia Belanda” 9-1816

Gelem. Sungai Karang Gelem merupakan saluranair bagian hilir dari Situ Kamojing. Sungai KarangGelem berbentuk lurus tidak berkelok-kelok.Bangunan inspeksi atau pengawasan sungai danpintu air Dawuan yang berada di tepi Sungai KarangGelem berupa bangunan permanen berdenahpersegi panjang. Dinding bangunan tembokdengan seluruh permukaannya diberi susunan batukali utuh.

Nama “dawuan” telah dikenal pada zaman kunamasa Hindu-Budha yakni salah satu jenis bangunanair berupa waduk atau kolam besar untukpenampungan air. Dilihat dari nama ‘‘dawuan”tersebut mestinya memberi petunjuk tentangterdapatnya waduk kuna di sekitar daerah tersebut.Namun demikian tidak dijumpai waduk kuna disekitar wilayah Cikampek, yang ada adalah situ atauKamojing.

Foto 12. Pintu Air Dawuan. Foto 13. Bangunan inspeksi Sungai Karang Gelem danpintu air Dawuan.

Foto 14. Situ Kamojing saat surut. Foto 15. Pintu Air Situ Kamojing.

3. Situ KamojingSitu Kamojing berada di Desa Cikampek

Pusaka, Kecamatan Cikampek. Nama ‘situ’

merupakan bahasa yang dikenal di daerah JawaBarat, yakni berupa danau untuk penampungan air.Situ Kamojing memiliki pintu air untuk mengaturdistribusi air, baik yang menuju ke situ maupun keluar. Situ Kamojing merupakan danau buatan yangdibangun oleh Aki Sajiyem pada masa AdipatiPangeran Adiyaksa (suatu masa pemerintahan diKarawang dipimpin para adipati, sebelum HindiaBelanda). Sumber air Situ Kamojing berasal dariSungai Kalen Honje. Hulu Sungai Kalen Honjeberada di daerah di Pondok Salam, di daerahPurwakarta, berada di sebelah tenggara dari daerahCikampek. Situ Kamojing memiliki pintu-pintu airuntuk mengalirkan air dari situ menuju ke saluranair yakni Sungai Karang Gelem, selanjutnyadialirkan ke sawah-sawah. Situ atau DanauKamojing dibangun untuk mengairi lahan sawah disekitarnya seluas sekitar 50 hektar. Meskipun SituKamojing bukan dibangun dari masa HindiaBelanda, namun memiliki konteks denganbangunan air lainnya dari zaman Hindia Belanda,yakni pintu air Dawuan.

Page 9: Libra Hari Inagurasi - naditirawidya.kemdikbud.go.id

Naditira Widya Vol. 8 No. 1/2014- Balai Arkeologi Banjarmasin 17

Referensi

Astiti, Ni Komang Ayu. 2000. Teknologi pembuatanbatu bata Candi Jiwa Situs Batujaya(berdasarkan analisis laboratorium).Kalpataru 15.

Arifin, Karina. 1986. Sisa-sisa bangunan air zamanKerajaan Majapahit di Trowulan. DalamPertemuan Ilmiah Arkeologi (PIA) IV.Jakarta: Pusat Penelitian ArkeologiNasional.

Geerz, Clifford. 1983. Involusi pertanian: prosesperubahan ekologi di Indonesia. Jakarta:Bhratara Karya Aksara.

Gonggrijp, G. 1957. Schets ener econamischegeshiedenis van Indonesie. Harleem.

Graaf, H. J. de. 2002. Puncak kekuasaan Matarampolitik ekspansi Sultan Agung. Jakarta:Grafitipers dan KITLV.

Inagurasi, Libra Hari dkk. 2013. Jaringan perniagaandi Pantai Utara Karawang, Jawa Barat.Laporan Penelitian Arkeologi. Jakarta: PusatPengembangan dan Penelitian ArkeologiNasional. Belum terbit.

Leirissa, R. Z (editor). 1993. Sejarah NasionalIndonesia IV. Jakarta: Balai Pustaka.

Lohanda, Mona. 2007. Sejarah para pembesarmengatur Batavia. Jakarta: Masup.

Meer, N. C. van Setten van der. 1979. Sawahcultivation in ancient Java aspect ofdevelopment during the Indo-Javaneseperiod, sth to 15th century. Canberra:Faculty of Asian Studies in Association withAustralia National University.

Nastiti, Titi Surti, dkk. 2011. Eksplorasi Arkeologidi Kabupaten Karawang dan Bekasi.Laporan Penelitian Arkeologi. Jakarta: Pusat

F. PenutupMelalui pernyataan-pernyataan yang telah

diuraikan sebelumnya telah diungkap hal-halberkaitan dengan bangunan-bangunan air dankeberadaannya dengan pertanian di wilayahKarawang, sebagai berikut. Wilayah Karawang yangdimaksud pada masa Hindia Belanda awal abadke-20 lebih luas daripada wilayah kabupaten,karena ketika itu Karawang adalah sebuah afdeeling.Purwakarta dan Subang termasuk wilayah AfdeelingKarawang. Pembangunan bangunan-bangunan airdi wilayah Karawang tidak terlepas dari munculnyakebijakan Politik Etis oleh pemerintah HindiaBelanda, di antaranya adalah pembangunan disektor irigasi atau pengairan.

Bangunan-bangunan air merupakan bagiandari sistem irigasi teknis di Karawang. Daerah irigasidi Karawang berpusat di wilayah Walahar danCikampek. Daerah-daerah tersebut merupakanlokasi aliran sungai dan waduk besar, yakni SungaiCitarum dan Situ Kamojing. Irigasi teknismerupakan salah satu strategi penyediaan air bagitanah persawahan padi. Karawang sejak sebelummasa Hindia Belanda merupakan daerah penghasil

padi. Persawahan padi yang dilakukan adalahsawah tadah hujan. Bangunan-bangunan air yangdibangun Belanda merupakan sebuah cara untukmeningkatkan pertanian padi selain dengan carasawah tadah hujan. Pendistribusian air untukpersawahan adalah dengan menampung sumber-sumber air dari Sungai Citarum dan Sungai KalenHonje. Air dari sungai dialirkan ke saluran air ataukanal-kanal secara hierarkis melalui saluran indukdan saluran sekunder. Selain itu, air sungai jugaditampung pada danau atau situ, selanjutnyadialirkan ke saluran atau kanal dan dialirkan ke tanahpersawahan. Jenis-jenis bangunan air yangdibangun oleh Belanda yang dapat dikenali diantaranya adalah bendungan (stuwdam), saluran air(kanaal) baik saluran utama (hoofdkanaal) maupunsekunder (secundairekanaal), dan pintu air(inlaatsluis). Dilihat konstruksinya, bangunan airBelanda berbeda dengan bangunan air tradisionalyang dikenal sebelum masa Hindia Belanda.Bangunan air yang didirikan masa Hindia Belandamerupakan dasar-dasar bangunan air modern,berupa bangunan permanen dan kokoh.

Page 10: Libra Hari Inagurasi - naditirawidya.kemdikbud.go.id

Libra Hari Inagurasi “Bangunan-bangunan Air Masa Hindia Belanda” 9-1818

Pengembangan dan Penelitian ArkeologiNasional. Belum terbit.

Nastiti, Titi Surti. 1994. Pertanian masa Jawa Kuna:usaha komersial atau usaha pelengkap.Dalam Proceedings Analisis HasilPenelitian Arkeologi Analisis Sumber TertulisMasa Klasik. Jakarta: Pusat ArkeologiNasional.

Ricklefs, M. C. 2009. Sejarah Indonesia modern1200-2008. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.

Soegondho, Santoso. 1990. Awal pertanian DiIndonesia: sebuah analisis ekologibudaya. Dalam Proceedings Analisis HasilPenelitian Arkeologi III Bali, 7-13 Oktober1989. Jakarta: Pusat Penelitian ArkeologiNasional.

Triwuryani, Rr. 1994. Proses pembangunan waduk

pada masa Jawa Kuna: berdasarkan dataprasasti. Dalam Proceedings Analisis HasilPenelitian Arkeologi Analisis Sumber TertulisMasa Klasik. Jakarta: Pusat ArkeologiNasional.

Untoro, Heriyanti Ongkodharma. 2007. Kapitalismepribumi awal Kesultanan Banten 1522-1684kajian arkeologi ekonomi. Depok: FakultasIlmu Pengetahuan Budaya (FIB) UiversitasIndonesia (UI).

Memorie Residen Krawang (Povelier, Oktober1929). 1976. Memori Serah Jabatan 1921-1930, Jawa Barat. Dalam PenerbitanSumber-Sumber Sejarah No.8.Jakarta: ArsipNasional republik Indonesia.

Memorie Residen Batavia (L.G.C.A. van der Hoek,20 Agustus 1934). 1980. Memori SerahJabatan 1931-1940 Jawa Barat I. DalamPenerbitan Sumber-Sumber Sejarah No.11.Jakarta: Arsip Nasional republik Indonesia.

Memorie Residen Batavia (P.H. Willemse 26Oktober 1931). 1980. Memori SerahJabatan 1931—1940 Jawa Barat I. DalamPenerbitan Sumber-Sumber Sejarah No.11.Jakarta: Arsip Nasional republik Indonesia.