Lempar Rumah DPR fileatas laporan tentang dugaan pe nyelewengan anggaran reno-vasi rumah dinas DPR...

1
TEKAD Presiden Susilo Bam- bang Yudhoyono untuk menja- dikan pemerintahannya pro growth (propertumbuhan), pro poor (prokemiskinan), dan pro job (propenciptaan lapangan kerja) masih terganjal. Salah satu rintangan yang paling susah dihilangkan hingga kini adalah rendahnya penyerapan anggaran. Pada- hal, tiga kebijakan ‘pro’ yang dipidatokan Presiden di Sidang Paripurna Luar Biasa DPR pada 3 Agustus 2009 itu membutuh- kan stimulasi dari APBN. APBN yang terserap bagus membuat roda perekonomian makin cepat bergerak. Hasil- nya, ekonomi terus tumbuh, lapangan kerja terserap, dan kemiskinan berkurang. Sayangnya, hingga 15 Okto- ber 2010, penyerapan anggaran baru mencapai Rp681,695 trili- un atau baru 60,5% dari target belanja yang ditetapkan dalam APBNP 2010 sebesar Rp1.120 triliun. Padahal, tahun anggar- an tinggal menyisakan waktu dua setengah bulan lagi. Yang lebih parah lagi, ujung tombak APBN yang diharap- kan mampu menggerakkan sektor riil, yakni belanja modal, baru terserap Rp36,089 triliun atau cuma 38% dari total. Pemerintah mengakui, ren- dahnya penyerapan belanja modal terjadi karena salah pe- rencanaan. “Perencanaan tidak bagus. Komisi-komisi di DPR, Bappenas, semua bertanggung jawab,” kata Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Agus Supriyanto, kemarin. Agus memaparkan, suatu program atau proyek butuh persiapan yang dimulai dari studi kelayakan dan tender. Artinya, butuh waktu 1-2 bulan baru masuk penganggaran. “Selama ini kan ada yang da- dakan muncul sehingga pada saat eksekusi enggak jelas,” ujar Agus terus terang. Pemerintah juga mengakui, hingga saat ini masih ada dana Rp160 triliun yang mengendap di Bank Indonesia. Dana kas tersebut menganggur dan tidak digunakan, juga karena rendah- nya penyerapan anggaran. “Itu adalah dana gabungan dari sisa anggaran lebih tahun lalu dan penerimaan pajak yang menunggu ada penarikan. Itu menunjukkan likuiditas kita naik,” kata Menteri Keuangan Agus Martowardojo di Gedung DPR, Kamis (21/10). (ST/X-7) MENURUT penelitian, orang cenderung malas membeli junk food ketika mereka berbelanja dengan menggunakan uang tu- nai. Sebaliknya, jika berbelanja dengan kartu kredit atau ATM, mereka akan mudah untuk memborong junk food. Peneliti dari Cornell University dan State University of New York menganalisis perilaku belanja dari 1.000 ibu rumah tangga selama enam bulan. Hasilnya, partisipan yang menggunakan ATM atau kartu kredit cenderung memenuhi keranjang belanja mereka dengan berbagai jenis produk junk food ketimbang me- reka yang berbelanja dengan menggunakan uang tunai. “Secara psikologis, pembayaran dengan uang tunai lebih menyakitkan daripada pembayaran dengan kartu kredit atau ATM. Rasa sakit ini bisa mencegah keinginan impulsif sese- orang untuk membeli produk-produk makanan yang tidak sehat,” tutur ketua tim peneliti Manoj Thomas. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa tipe pembayaran sangat berpengaruh terhadap perilaku berbelanja seseorang. Dengan memahami kecenderungan membeli junk food dengan kartu kredit atau ATM, mereka akan mampu mengontrol kebiasaan belanja mereka. Lebih jauh peneliti menyatakan mungkin ada hubungan antara tipe pembayaran saat belanja dan meningkatnya angka obesitas di sejumlah negara. (AP/Mps/X-5) Penyerapan APBN Rendah karena Salah Perencanaan P ROYEK renovasi ru- mah dinas DPR di Kalibata Jakarta Sela- tan belum terang ben- derang benar. Ada fakta yang belum diungkap secara tuntas. Bahkan ada nuansa saling melempar tanggung jawab. Karena itu, anggota Komi- si III DPR Martin Hutabarat dari Fraksi Gerindra meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera turun tangan. ‘’KPK perlu segera mengusut agar kasus ini cepat selesai. DPR jangan disandera oleh citra buruk se- perti ini,’’ kata- nya kemarin di Jakarta. Dalam me- nyambut ajak- an itu, Wakil Ketua KPK M Jasin mengata- kan pimpinan KPK masih me- nunggu hasil analisis Deputi PIPM (Penga- wasan Internal dan Pengaduan Masyarakat) atas laporan tentang dugaan penyelewengan anggaran reno- vasi rumah dinas DPR itu. Proyek renovasi kompleks rumah dinas DPR menelan bia- ya Rp355 miliar. Dana itu, kata Sekjen DPR Nining Indra Saleh, digunakan untuk merenovasi 495 unit rumah, membangun 10 unit rumah baru, serta sarana dan prasarana. Pengerjaan renovasi rumah dinas dengan biaya Rp152,5 juta per unit, sedangkan pem- bangunan 10 unit rumah baru menelan dana Rp7 miliar. Tender proyek dimenangkan PT Adhi Karya. Lalu disub- kontrakkan kepada PT Pem- bangunan Perumahan (PP) dan disubkontrakkan lagi kepada sejumlah kontraktor lainnya. Sekretaris Perusahaan PT PP Betty Ariana di Jakarta kemarin mengaku meneken kontrak senilai Rp130 miliar dengan PT Adhi Karya untuk mengerjakan beberapa bagian teknis renova- si rumah dinas itu. Sekretaris Perusahaan PT Adhi Karya Kurnadi Gularso mengakui sebagai kontraktor utama, tetapi tidak mengetahui nilai kontraknya. Audit BPK Di tempat terpisah, Nining Indra Saleh mengatakan, meski sebagai penguasa anggaran proyek, pihaknya tidak meng- awasi proyek renovasi itu. Kewenangan pengerjaan proyek sepenuhnya diserah- kan kepada PT Adhi Karya, sedangkan mekanisme kontrol spesikasi diserahkan kepada perusahaan ma- najemen kon- struksi, PT In- dah Karya. Mengenai dugaan mark up proyek renovasi itu, Nining me- nyerahkannya kepada audit akhir Badan Pemeriksa Ke- uangan. Sementara itu, Dirjen Cipta Karya Kemen- terian PU Budi Yuwono mem bantah duga- an mark up proyek renovasi rumah dinas DPR. Menurut dia, harus dicermati anggaran renovasi juga menyertakan pembangunan fasilitas umum untuk kompleks tersebut. Namun, Martin beranggapan ketertutupan proyek renovasi rumah dinas itu telah merusak citra DPR. ‘’Harus diusut siapa yang bermain dengan proyek itu. Jika tidak, hanya membuat masyarakat beranggapan DPR menjadi sarang penyamun uang rakyat,’’ kata Martin. Dia juga berharap fraksi-frak- si memaksa Setjen dan BURT DPR agar menjelaskan secara terbuka proyek tersebut kepada publik. ‘’Pimpinan DPR perlu menjelaskan posisinya apakah ikut dalam permainan proyek yang memalukan ini atau ti- dak.’’ (AO/CS/X-4) [email protected] Saling Lempar Kasus Rumah DPR WAKIL rakyat kita terus rajin memproduksi kekonyolan demi kekonyolan. Dari kemalasan bersidang yang tidak kunjung sembuh, nafsu membuat rumah aspirasi yang ujung-ujungnya proyek, hingga pelesir ke luar negeri yang dibalut studi ban- ding. Demi memenuhi syahwat politik itu, miliaran rupiah pun di- siapkan. Soal apakah berbagai agenda tersebut masuk akal atau tidak, berguna atau mubazir, ada urusannya dengan rakyat atau tidak, bukan perkara penting lagi bagi anggota DPR. Kekonyolan paling mutakhir ialah kepergian 8 anggota Badan Kehormatan DPR dan 2 staf ke Yunani, mulai hari ini, untuk belajar soal etika. Total uang negara yang dikuras untuk perjalanan enam hari itu mencapai Rp1,4 miliar. Alasan mengapa Badan Kehormatan DPR perlu belajar etika ke Yunani pun menggelikan. Wakil Ketua Badan Kehormatan DPR Nudirman Munir menyatakan studi langsung ke lapangan itu penting dilakukan karena Badan Kehormatan perlu mem- pelajari aplikasi beretika untuk diterapkan di DPR. Sengaja dipilih Yunani karena negara itu dipandang memi- liki sejarah demokrasi yang tertua. “Kami bisa banyak belajar di sana karena Plato dan Aristoteles berasal dari sana,” kata Nudirman. Tapi, agenda anggota dewan se lama kunjungan di negeri yang kini dilanda kebangkrutan ekonomi itu jauh dari substansi soal etika, soal aksiologi, soal nilai-nilai. Wakil rakyat kita ha- nya ingin mengetahui bagaima- na Yunani mengatur anggota parlemen yang merokok. Juga, bagaimana anggota parlemen di sana harus berpakaian. Lebih aneh lagi, anggota de- wan jauh-jauh ke Yunani sekadar ingin mengetahui cara berin- terupsi untuk menyampaikan pendapat dalam sidang. Yang hendak dipelajari adalah apakah interupsi cukup dengan mengangkat tangan kemudian bicara, atau ada cara lain. Sangat susah bagi kita untuk membedakan agenda studi banding para wakil rakyat itu dengan study tour murid taman kanak-kanak. Dan, untuk hal remeh-temeh itu, negara harus mengisi kocek anggota DPR yang berangkat sekitar Rp165 juta per orang. Se- buah parade kekonyolan yang sempurna. Padahal, belajar etika tak perlu jauh-jauh ke Yunani. Masih banyak guru besar etika di berbagai universitas di dalam negeri yang bisa diundang untuk memberi ceramah langsung. Yang jelas, Yunani kuno yang dahulu melahirkan Aristo- teles bukanlah Yunani yang sekarang. Yunani hari ini adalah negara yang sekarat ekonominya, yang terancam bangkrut, yang menjadi persoalan bagi Uni Eropa, yang harus disela- matkan dengan suntikan IMF. Salah satu penyebabnya ialah karena Yunani justru ditengarai tak etis, yaitu memoles kinerja ekonominya sampai mengilap agar dapat diterima menjadi negara bermata uang euro. Dengan ngotot berangkat ke Yunani untuk belajar etika, ang- gota dewan dengan sendirinya sudah kehilangan etika. Bahkan tergolong kurang ajar, sangat kurang ajar, karena dilakukan Badan Kehormatan yang telah kehilangan kehormatan. MEDIAINDONESIA.COM JUJUR BERSUARA SABTU, 23 OKTOBER 2010 | NO.10833 | TAHUN XLI | 24 HALAMAN PATA AREADI PAUSE Uang Tunai dan Junk Food EDITORIAL Belajar Etika ke Negeri Bangkrut Anda ingin menanggapi ”Editorial” ini, silakan kunjungi: mediaindonesia.com Bahkan tergolong kurang ajar, sangat kurang ajar, karena dilakukan Badan Kehormatan yang telah kehilangan kehormatan.’’ Sebagai penguasa anggaran, Setjen DPR ternyata tidak mengawasi proyek renovasi rumah dinas DPR. SETELAH enam bulan menyan- dang status tersangka, Guber- nur Sumatra Utara Syamsul Ari n baru diperiksa kemarin dan langsung ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tadi malam. Mantan Bupati Langkat itu diperiksa 10 jam dalam kasus korupsi APBD 2000-2007. “Risiko seorang pemimpin,” ujar Syamsul kepada wartawan sesaat sebelum masuk mobil tahanan. Ia dibawa ke Rutan Salemba. “Untuk kepentingan penyidikan, KPK melakukan penahanan selama 20 hari ter- hitung 22 Oktober,” kata juru bicara KPK Johan Budi. Syamsul ditetapkan sebagai tersangka pada 20 April 2010. Setelah sempat tidak hadir pa- da pemeriksaan sebelumnya, ia mendatangi KPK pada pukul 10.40 WIB. Dengan berkemeja putih garis-garis, Syamsul ber- jalan santai dari tempat parkir memasuki Gedung KPK. Tiba-tiba nada suaranya me- ninggi ketika wartawan berta- nya ihwal kasusnya. Dia mem- bantah sudah mempergunakan dana APBD Kabupaten Lang- kat untuk kepentingan pribadi. “Siapa yang pakai dana APBD, kamu mungkin yang pakai.” KPK menaksir kerugian ne- g a ra Rp99 miliar dalam ka- sus korupsi yang melibatkan Syamsul. Akan tetapi, di tengah pengusutan kasus itu, Syamsul mengembalikan Rp60 miliar. Sejauh ini KPK sudah meme- riksa 268 saksi termasuk artis. KPK juga telah menyita aset milik Syamsul yang diduga dibeli dengan uang APBD. Syamsul adalah kepala dae- rah yang ke-15 berurusan de- ngan KPK (lihat gras). Sejak reformasi, sudah 150 bupati/ wali kota dan 17 gubernur men- dekam di bui. Para kepala daerah itu terge- lincir korupsi, antara lain untuk membiayai pemilu kada yang mencapai miliaran rupiah. Sebagai gambaran, menurut Mendagri Gamawan Fau zi yang mantan Bupati So lok dan Gubernur Sumatra Barat, gaji seorang bupati/wali kota hanya Rp6,2 juta per bulan, se- dangkan gaji seorang gubernur berkisar Rp8,7 juta per bulan. “Misalnya, jika total gaji di- tambah tunjangan gubernur mencapai Rp20 juta per bu- lan, selama lima tahun hanya Rp1,2 miliar. Anehnya, biaya pencalonan gubernur bisa men- capai puluhan miliar,” kata Gamawan. (CC/X-3) KPK perlu segera mengusut agar kasus ini cepat selesai. DPR jangan disandera oleh citra buruk seperti ini.’’ Martin Hutabarat Anggota Komisi III DPR Syamsul Kepala Daerah Ke-15 Dibui Setyawati FREDY Layanan Berlangganan & Customer Service SMS: 08121128899 T: (021) 5821303 No Bebas Pulsa: 08001990990 e-mail: [email protected] Rp2.900/eks (di luar P. Jawa Rp3.100/eks) Rp67.000/bulan (di luar P.Jawa + ongkos kirim) Padi dalam Kebudayaan Agraris Tak tercukupinya kebutuhan pangan nasional tahun ini lebih disebabkan ulah manusia yang tidak menghargai alamnya . Local Wisdom, Hlm 11

Transcript of Lempar Rumah DPR fileatas laporan tentang dugaan pe nyelewengan anggaran reno-vasi rumah dinas DPR...

TEKAD Presiden Susilo Bam-bang Yudhoyono untuk menja-dikan pemerintahannya pro growth (propertumbuhan), pro poor (prokemiskinan), dan pro job (propenciptaan lapangan ker ja) masih terganjal.

Salah satu rintangan yang pa l ing susah dihilangkan hing ga ki ni adalah rendahnya penye rapan anggaran. Pada-hal, tiga kebijakan ‘pro’ yang dipidatokan Presiden di Sidang Paripurna Luar Biasa DPR pada 3 Agustus 2009 itu membutuh-kan stimulasi dari APBN.

APBN yang terserap bagus membuat roda perekonomian makin cepat bergerak. Hasil-nya, ekonomi terus tumbuh, la pangan kerja terserap, dan ke miskinan berkurang.

Sayangnya, hingga 15 Okto-ber 2010, penyerapan anggaran

baru mencapai Rp681,695 trili-un atau baru 60,5% dari target belanja yang ditetapkan dalam APBNP 2010 sebesar Rp1.120 triliun. Padahal, tahun anggar-an tinggal menyisakan waktu dua setengah bulan lagi.

Yang lebih parah lagi, ujung tombak APBN yang diharap-kan mampu menggerakkan sek tor riil, yakni belanja modal, baru terserap Rp36,089 triliun atau cuma 38% dari total.

Pemerintah mengakui, ren-dah nya penyerapan belanja mo dal terjadi karena salah pe-ren canaan. “Perencanaan tidak bagus. Komisi-komisi di DPR, Bappenas, semua bertanggung jawab,” kata Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Agus Supriyanto, ke marin.

Agus memaparkan, suatu

prog ram atau proyek butuh per siapan yang dimulai dari stu di kelayakan dan tender. Artinya, butuh waktu 1-2 bulan baru masuk penganggaran.

“Selama ini kan ada yang da-dakan muncul sehingga pada saat eksekusi enggak jelas,” ujar Agus terus terang.

Pemerintah juga mengakui, hingga saat ini masih ada dana Rp160 triliun yang mengendap di Bank Indonesia. Dana kas tersebut menganggur dan tidak digunakan, juga karena rendah-nya penyerapan anggaran.

“Itu adalah dana gabungan dari sisa anggaran lebih tahun lalu dan penerimaan pajak yang menunggu ada penarikan. Itu menunjukkan likuiditas kita naik,” kata Menteri Keuangan Agus Martowardojo di Gedung DPR, Kamis (21/10). (ST/X-7)

MENURUT penelitian, orang cenderung malas membeli junk food ketika mereka berbelanja dengan menggunakan uang tu-nai. Sebaliknya, jika berbelanja dengan kartu kre dit atau ATM, mereka akan mudah untuk memborong junk food.

Peneliti dari Cornell University dan State University of New York menganalisis perilaku belanja dari 1.000 ibu rumah tangga selama enam bulan. Hasilnya, partisipan yang menggunakan ATM atau kartu kredit cenderung memenuhi keranjang belanja mereka dengan berbagai jenis produk junk food ketimbang me-reka yang berbelanja dengan menggunakan uang tunai.

“Secara psikologis, pembayaran dengan uang tunai lebih menyakitkan daripada pembayaran dengan kartu kredit atau ATM. Rasa sakit ini bisa mencegah keinginan impulsif sese-orang untuk membeli produk-produk makanan yang tidak sehat,” tutur ketua tim peneliti Manoj Thomas.

Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa tipe pembayaran sangat berpengaruh terhadap perilaku berbelanja seseorang. Dengan memahami kecenderungan membeli junk food dengan kartu kredit atau ATM, mereka akan mampu mengontrol kebiasaan belanja mereka.

Lebih jauh peneliti menyatakan mungkin ada hubungan antara tipe pembayaran saat belanja dan meningkatnya angka obesitas di sejumlah negara. (AP/Mps/X-5)

Penyerapan APBN Rendah karena Salah Perencanaan

PROYEK renovasi ru-mah dinas DPR di Kalibata Jakarta Sela-tan belum terang ben-

derang benar. Ada fakta yang belum diungkap secara tuntas.

Bahkan ada nuansa saling melempar tanggung jawab.

Karena itu, anggota Komi-si III DPR Martin Hutabarat dari Fraksi Gerindra meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera turun tangan.

‘’KPK perlu segera mengusut agar kasus ini cepat selesai. DPR jangan disandera oleh ci tra buruk se-perti ini,’’ kata-nya kemarin di Jakarta.

Dalam me-nyambut ajak-an itu, Wakil Ketua KPK M Jasin mengata-kan pimpinan KPK masih me-nunggu hasil analisis Deputi PIPM (Penga-wasan Internal dan Pengaduan M a s y a r a k a t ) atas laporan tentang dugaan pe nyelewengan anggaran reno-vasi rumah dinas DPR itu.

Proyek renovasi kompleks ru mah dinas DPR menelan bia-ya Rp355 miliar. Dana itu, kata Sekjen DPR Ni ning Indra Saleh, digunakan untuk merenovasi 495 unit ru mah, membangun 10 unit ru mah baru, serta sarana dan pra sarana.

Pengerjaan renovasi rumah di nas dengan biaya Rp152,5 ju ta per unit, sedangkan pem-bangunan 10 unit rumah baru menelan dana Rp7 miliar.

Tender proyek di me nangkan PT Adhi Karya. Lalu disub-kontrakkan kepada PT Pem-bangunan Perumahan (PP) dan disubkontrakkan lagi kepada sejumlah kontraktor lainnya.

Sekretaris Perusahaan PT PP Betty Ariana di Jakarta kemarin mengaku meneken kontrak senilai Rp130 miliar dengan PT Adhi Karya untuk mengerjakan

beberapa bagian teknis renova-si rumah dinas itu.

Sekretaris Perusahaan PT Adhi Karya Kurnadi Gularso mengakui sebagai kontraktor utama, tetapi tidak mengetahui nilai kontraknya.

Audit BPKDi tempat terpisah, Nining

Indra Saleh mengatakan, meski sebagai penguasa anggaran proyek, pihaknya tidak meng-awasi proyek renovasi itu.

Kewenangan pengerjaan pro yek sepenuhnya diserah-kan kepada PT Adhi Karya, se dang kan mekanisme kontrol spesifi kasi diserahkan kepada

perusahaan ma-najemen kon-struksi, PT In-dah Kar ya.

M e n g e n a i du gaan mark up proyek renovasi itu, Nining me-nyerahkannya kepada audit a k h i r B a d a n Pe meriksa Ke-uangan.

S e m e n t a r a itu, Dirjen Cipta Karya Kemen-terian PU Budi

Yuwono mem bantah duga-an mark up proyek renovasi ru mah dinas DPR. Menurut dia, harus dicermati anggaran renovasi juga menyertakan pem bangunan fasilitas umum untuk kompleks tersebut.

Namun, Martin beranggapan ketertutupan proyek renovasi rumah dinas itu telah merusak citra DPR. ‘’Harus diusut siapa yang bermain dengan proyek itu. Jika tidak, hanya membuat masyarakat beranggapan DPR menjadi sarang penyamun uang rakyat,’’ kata Martin.

Dia juga berharap fraksi-frak-si memaksa Setjen dan BURT DPR agar menjelaskan secara terbuka proyek tersebut kepada publik. ‘’Pimpinan DPR perlu menje laskan posisinya apakah ikut dalam permainan proyek yang memalukan ini atau ti-dak.’’ (AO/CS/X-4)

[email protected]

SalingLemparKasusRumah DPR

WAKIL rakyat kita terus rajin memproduksi kekonyolan demi kekonyolan. Dari kemalasan bersidang yang tidak kunjung sembuh, nafsu membuat rumah aspirasi yang ujung-ujungnya proyek, hingga pelesir ke luar negeri yang dibalut studi ban-ding.

Demi memenuhi syahwat politik itu, miliaran rupiah pun di-siapkan. Soal apakah berbagai agenda tersebut masuk akal atau tidak, berguna atau mubazir, ada urusannya dengan rakyat atau tidak, bukan perkara penting lagi bagi anggota DPR.

Kekonyolan paling mutakhir ialah kepergian 8 anggota Ba dan Kehormatan DPR dan 2 staf ke Yunani, mulai hari ini, un tuk belajar soal etika. Total uang negara yang dikuras untuk perjalanan enam hari itu mencapai Rp1,4 miliar.

Alasan mengapa Badan Kehormatan DPR perlu belajar etika ke Yunani pun menggelikan. Wakil Ketua Badan Kehormatan DPR Nudirman Munir menyatakan studi langsung ke lapangan itu penting dilakukan karena Badan Kehormatan perlu mem-pelajari aplikasi beretika untuk diterapkan di DPR.

Sengaja dipilih Yunani karena negara itu dipandang memi-liki sejarah demokrasi yang tertua. “Kami bisa banyak belajar di sana karena Plato dan Aristoteles berasal dari sana,” kata Nudirman.

Tapi, agenda anggota dewan se lama kunjungan di negeri yang kini dilanda kebangkrutan ekonomi itu jauh dari substansi soal etika, soal aksiologi, soal ni lai-nilai. Wakil rakyat kita ha-nya ingin mengetahui bagaima-na Yunani mengatur anggota par lemen yang merokok. Juga, bagaimana anggota parlemen di sana harus berpakaian.

Lebih aneh lagi, anggota de-wan jauh-jauh ke Yunani sekadar ingin mengetahui cara berin-te rupsi untuk menyampaikan pen dapat dalam sidang. Yang hen dak dipelajari adalah apakah interupsi cukup dengan meng angkat tangan kemudian bicara, atau ada cara lain.

Sangat susah bagi kita untuk membedakan agenda studi ban ding para wakil rakyat itu dengan study tour murid taman kanak-kanak.

Dan, untuk hal remeh-temeh itu, negara harus mengisi kocek anggota DPR yang berangkat sekitar Rp165 juta per orang. Se-buah parade kekonyolan yang sempurna.

Padahal, belajar etika tak perlu jauh-jauh ke Yunani. Masih banyak guru besar etika di berbagai universitas di dalam negeri yang bisa diundang untuk memberi ceramah langsung.

Yang jelas, Yunani kuno yang dahulu melahirkan Aristo-teles bukanlah Yunani yang sekarang. Yunani hari ini adalah negara yang sekarat ekonominya, yang terancam bangkrut, yang menjadi persoalan bagi Uni Eropa, yang harus disela-matkan dengan suntikan IMF. Salah satu penyebabnya ialah karena Yunani justru ditengarai tak etis, yaitu memoles kinerja ekonominya sampai mengilap agar dapat diterima menjadi negara bermata uang euro.

Dengan ngotot berangkat ke Yunani untuk belajar etika, ang-gota dewan dengan sendirinya sudah kehilangan etika. Bahkan tergolong kurang ajar, sangat kurang ajar, karena dilakukan Badan Kehormatan yang telah kehilangan kehormatan.

M E D I A I N D O N E S I A . C O M JUJUR BERSUARA SABTU, 23 OKTOBER 2010 | NO.10833 | TAHUN XLI | 24 HALAMANPATA AREADI

PAUSE

Uang Tunai dan Junk Food

EDITORIAL

Belajar Etikake Negeri Bangkrut

Anda ingin menanggapi ”Editorial” ini, silakan kunjungi:mediaindonesia.com

Bahkan tergolong kurang ajar, sangat kurang ajar, karena dilakukan Badan Kehormatan yang telah kehilangan kehormatan.’’

Sebagai penguasa anggaran, Setjen DPR ternyata tidak mengawasi proyek renovasi rumah dinas DPR.

SETELAH enam bulan menyan-dang status tersangka, Guber-nur Sumatra Utara Syamsul Ari fi n baru diperiksa kemarin dan langsung ditahan Ko misi Pemberantasan Korupsi (KPK) tadi malam. Mantan Bupati Lang kat itu diperiksa 10 jam da lam kasus korupsi APBD 2000-2007.

“Risiko seorang pemimpin,” ujar Syamsul kepada wartawan sesaat sebelum masuk mobil ta hanan. Ia dibawa ke Ruta n Salemba. “Untuk kepentingan penyidikan, KPK melakukan penahanan selama 20 hari ter-hitung 22 Oktober,” kata juru bicara KPK Johan Budi.

Syamsul ditetapkan sebagai tersangka pada 20 April 2010. Setelah sempat tidak hadir pa-da pemeriksaan sebelumnya, ia mendatangi KPK pada pukul 10.40 WIB. Dengan berkemeja putih garis-garis, Syamsul ber-jalan santai dari tempat parkir memasuki Gedung KPK.

Tiba-tiba nada suaranya me-ninggi ketika wartawan berta-nya ihwal kasusnya. Dia mem-bantah sudah mempergunakan dana APBD Kabupaten Lang-kat untuk kepentingan pribadi. “Siapa yang pakai dana APBD, kamu mungkin yang pakai.”

KPK menaksir kerugian ne-g a ra Rp99 miliar dalam ka-sus korupsi yang melibatkan Syamsul. Akan tetapi, di tengah pengusutan kasus itu, Syamsul mengembalikan Rp60 miliar.

Sejauh ini KPK sudah meme-riksa 268 saksi termasuk artis. KPK juga telah menyita aset milik Syamsul yang diduga dibeli dengan uang APBD.

Syamsul adalah kepala dae-rah yang ke-15 berurusan de-ngan KPK (lihat grafi s). Se jak re formasi, sudah 150 bupati/wa li kota dan 17 gubernur men-dekam di bui.

Para kepala daerah itu ter ge -lin cir korupsi, antara lain untuk membiayai pemilu kada yang mencapai miliaran rupiah. Sebagai gambaran, menurut Mendagri Gamawan Fau zi yang mantan Bupati So lok dan Gubernur Sumatra Ba rat, gaji seorang bupati/wa li kota hanya Rp6,2 juta per bulan, se-dangkan gaji seorang gubernur berkisar Rp8,7 juta per bulan.

“Misalnya, jika total gaji di-tam bah tunjangan gubernur mencapai Rp20 juta per bu-lan, selama lima tahun hanya Rp1,2 miliar. Anehnya, biaya pencalonan gubernur bisa men-capai puluhan miliar,” kata Gamawan. (CC/X-3)

KPK perlu segera mengusut agar kasus ini cepat selesai. DPR jangan disandera oleh citra buruk seperti ini.’’Martin HutabaratAnggota Komisi III DPR

SyamsulKepalaDaerahKe-15Dibui

Setyawati

FREDY

Layanan Berlangganan & Customer Service

SMS: 08121128899T: (021) 5821303

No Bebas Pulsa: 08001990990 e-mail: [email protected]

Rp2.900/eks(di luar P. Jawa Rp3.100/eks)

Rp67.000/bulan(di luar P.Jawa + ongkos kirim)

Padi dalamKebudayaan AgrarisTak tercukupinya kebutuhan pangan nasional tahun ini lebih disebabkan ulah manusia yang tidak menghargai alamnya. Local Wisdom, Hlm 11