LEMBAR PERSETUJUAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ...repository.ub.ac.id/5308/1/Moch Reza Zulfikar.pdfdan...

120
i LEMBAR PERSETUJUAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU OLEH DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN BANYUWANGI (Studi Kasus Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Banyuwangi Tahun 2016) S K R I P S I Disusun Oleh: Moch Reza Zulfikar NIM. 115120601111028 Telah disetujui oleh Dosen Pembimbing: Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping Restu Karlina Rahayu, S.IP., M.Si Ratnaningsih Damayanti, S.IP., M.Ec.Dev. NIK. 198308172015042002 NIK. 2013048708211001

Transcript of LEMBAR PERSETUJUAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ...repository.ub.ac.id/5308/1/Moch Reza Zulfikar.pdfdan...

i

LEMBAR PERSETUJUAN

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

OLEH DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU

SATU PINTU KABUPATEN BANYUWANGI

(Studi Kasus Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Kabupaten Banyuwangi Tahun 2016)

S K R I P S I

Disusun Oleh:

Moch Reza Zulfikar

NIM. 115120601111028

Telah disetujui oleh Dosen Pembimbing:

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Restu Karlina Rahayu, S.IP., M.Si Ratnaningsih Damayanti, S.IP., M.Ec.Dev.

NIK. 198308172015042002 NIK. 2013048708211001

ii

LEMBAR PENGESAHAN

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

OLEH DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU

SATU PINTU KABUPATEN BANYUWANGI

(Studi Kasus Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Kabupaten Banyuwangi Tahun 2016)

S K R I P S I

Disusun Oleh:

Moch Reza Zulfikar

NIM. 115120601111028

Telah diuji dan dinyatakan lulus dalam ujian Sarjana Ilmu Politik

pada tanggal 03 Agustus 2017

Tim Penguji:

Ketua Majelis Penguji Sekretaris Majelis Penguji

Irma Fitriana Ulfah, S.IP., M.Si Laode Machdani Afala, S.IP., M.A

NIK. 2013048811042001 NIK. 2016078703181001

Anggota Majelis Penguji I Anggota Majelis Penguji II

Restu Karlina Rahayu, S.IP., M.Si Ratnaningsih Damayanti, S.IP., M.Ec.Dev.

NIK. 198308172015042002 NIK. 2013048708211001

Malang, 03 Agustus 2017

Mengetahui

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Prof. Dr. Unti Ludigdo, S.E., M.Si. Ak

NIP. 196908141994021001

iii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan untuk orangtua saya Ibu Rochayati

Handayani, S.Pd serta saudara saya kakak Lely Anggreani dan Indah Dwi Utami

yang selama ini telah memberikan semangat, dukungan, serta doa khususnya

dalam proses penyelesaian skripsi ini. Mereka semua ibarat nyawa bagi saya yang

selalu memberikan pesan moril dan dukungan agar selalu bersemangat untuk

menjadi seseorang yang lebih baik kedepannya. Saya sangat berterimakasih sekali

kepada mereka karena tanpa mereka, tiada arti proses perjalanan panjang yang

selama ini saya lakukan. Semua ini semata-mata demi melihat senyum

kebahagiaan di wajah mereka. Semoga Allah swt selalu memberikan kesehatan,

keberkahan, dan kelapangan rizki bagi mereka semua, Aamin.

Moch Reza Zulfikar

NIM. 115120601111028

iv

HALAMAN MOTTO

“ ...Karena sesungguhnya jarak antara seluruh permasalahan dalam hidup

kita dengan jalan keluar, hanyalah sejauh jarak antara kening dengan

tempat sujud.”

“….Dan bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar”

– (Q.S Ar-Rum: 60)

v

LEMBAR PERNYATAAN

Moch Reza Zulfikar

NIM. 115120601111028

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

OLEH DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU

SATU PINTU KABUPATEN BANYUWANGI (Studi Kasus Dinas

Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten

Banyuwangi Tahun 2016) adalah benar-benar karya sendiri. Hal-hal yang bukan

karya saya dalam skripsi tersebut, diberi tanda citasi, dan ditunjukkan dalam

daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya

bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang

saya peroleh dari skripsi tersebut.

Malang, 04 Agustus 2017

Yang membuat pernyataan

Moch Reza Zulfikar

NIM. 115120601111028

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT dan

junjungan Nabi Muhammad SAW, atas rahmat dan hidayahnya sehingga skripsi

ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini berjudul “IMPLEMENTASI

KEBIJAKAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU OLEH DINAS

PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

KABUPATEN BANYUWANGI” Dimana dalam proses panjang penyusunan

tidak lepas dari bantuan banyak pihak sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan

sebagai persyaratan untuk menyelesaikan Pendidikan Sarjana Ilmu Politik (S1)

pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Pemerintahan

Universitas Brawijaya Malang.

Ucapan terimakasih kepada orang tua, Ibunda Rochayati Handayani S.Pd

tercinta atas segala dukungan, semangat, dorongan, motivasi serta doa yang tidak

pernah terganti selama proses menyelesaikan tulisan ini. Terutama untuk Ibu yang

selalu mendengarkan keluh-kesah penulis ketika proses menyelesaikan tulisan ini,

selalu memberikan motivasi dan dukungan kepada saya. Kakak saya Lely

Anggreani dan Indah Dwi Utami yang juga memberikan doa serta dukungan

selama proses penyelesaian skripsi ini.

Ucapan terima kasih kepada Restu Karlina Rahayu, S.IP., M.Si selaku

pembimbing utama atas segala perhatian dan bimbingannya. Dorongan dan

semangat selalu diberikan demi terselesaikannya skripsi ini tepat waktu. Tidak

lupa ucapan terima kasih kepada Ratnaningsih Damayanti, S.IP.,M.Ec.Dev.,

vii

selaku pembimbing pendamping atas segala perhatian dan bimbingan yang

diberikan kepada penulis dalam upaya penyelesaian skripsi ini. Kepada Irma

Fitriana Ulfah, S.IP., M.Si dan Laode Machdani Afala, S.IP., M.A selaku tim

penguji skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis haturkan atas segala masukan

demi perbaikan tulisan ini.

Terimakasih saya ucapkan kepada Bapak Dr. H. Abdul Kadir, M,Si selaku

Kepala DPMPTSP Banyuwangi, Bapak Supriyadi, SH., M,Si selaku Sekretaris

DPMPTSP Banyuwangi, Fatah Hidayat, SP., S.sos selaku Kepala Sub

Penyusunan Program, Trisetya Supriyanto, S.STP, M.Si selaku Kepala Bidang

Perizinan, Medi Sugiarto, S.hut selaku Kepala Sub Bidang Evaluasi dan

Penyuluhan selaku narasumber yang juga telah banyak memberikan informasi

dalam penyelesaian tulisan ini. Kepada Totok Budiantoro selaku Wakil Dekan 1

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi,

Sofyan Yazied selaku anggota Lembaga Swadaya Masyarakat KUPUNYA yang

bergerak di bidang penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten Banyuwangi dan

masyrakat Sidoarjo, terima kasih telah bersedia menyempatkan waktunya untuk

menjadi narasumber terkait penelitian ini

Terimakasih kepada sahabat saya seluruh Bajigur Crew (Tama, Robby,

Alvi, Noven, Indra, Baim, Rofik, Dhesy, Bunga, Shelly). Terima kasih atas

dorongan dan motivasi kepada penulis untuk segera menyelesaikan studi.

Perjalanan persahabatan tidak akan pernah terlupakan. Terima kasih telah

ditakdirkan bertemu, kenal dan menjadi bagian dalam kehidupan saya.

viii

Ucapan terimakasih kepada sahabat yang atas segala dorongan, motivasi

dan semangat untuk penulis selama penyelesaian tulisan ini, Fauka Perwira,

Adityas Cahya, Arga Prakoso, Doni, Aryza Firman, Latip, Mayuko, Gaffar, dan

Arta teman yang telah berbagi suka duka selama menyelesaikan studi ini. Terima

kasih atas dorongan dan motivasi kepada penulis untuk segera menyelesaikan

studi. Perjalanan persahabatan tidak akan pernah terlupakan. Terima kasih telah

ditakdirkan bertemu, kenal dan menjadi bagian dalam kehidupan saya.

Akhirnya tulisan ini sebagai tugas akhir ini telah selesai. Besar harapan

akan lahirnya manfaat dari skripsi ini sesuai dengan tujuan yang terkait. Oleh

karena itu saran dan kritik diharapkan untuk perbaikan penulisan ini.

Malang, 03 Agustus 2017

Moch Reza Zulfikar

NIM. 115120601111028

ix

ABSTRAK

Moch Reza Zulfikar, Program Sarjana, Program Studi Ilmu Pemerintahan,

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya, Malang, 2011.

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU OLEH

BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU KABUPATEN BANYUWANGI.

Tim Pembimbing : Restu Karlina Rahayu, S.IP., M.Si dan Ratnaningsih Damayanti,

S.IP., M.Ec.Dev

Permasalahan yang terjadi di lingkup perizinan umumnya merupakan

permasalahan yang klasik, yaitu ditunjukkan dengan rumitnya birokrasi yang ada,

prosedur pelayanan perizinan berbelit – belit yang memakan banyak waktu dan

biaya, serta kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat. Oleh karena itu

pemerintah daerah Kabupaten Banyuwangi telah banyak melakukan terobosan –

terobosan baru salah satunya dengan menerapkan program inovasi yaitu

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) pada Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang telah ditetapkan dalam PERPRES Nomor 97

Tahun 2014. Penelitian ini mencoba untuk menganalisis penyelenggaraan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu di DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi dengan

menggunakan teori – teori implementasi kebijakan menurut Van Meter dan Van

Horn dengan 6 indikator yang mempengaruhi implementasi kebijakan, pedoman

penyelenggaraan PTSP yang ditetapkan dalam PERPRES Nomor 97 Tahun 2014

dan Peraturan Bupati Nomor 59 Tahun 2016. Bentuk penelitian yang digunakan

adalah penelitian deskriptif – kualitatif dengan metode pengumpulan data seperti

dokumentasi, wawancara, dan observasi lapangan untuk mengetahui bagaimana

implementasi PTSP di Kabupaten Banyuwangi serta faktor – faktor yang

mempengaruhi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyelenggaraan PTSP

di DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi berjalan kurang maksimal dan kurang

sesuai dengan asas maupun prinsip yang ditetapkan dalam PERPRES Nomor 97

Tahun 2014 serta pedoman penyelenggaraan PTSP dalam Peraturan Bupati

Nomor 59 Tahun 2016. Pelimpahan wewenang sudah di berikan terhadap

DPMPTSP dengan adanya SOP yang jelas. Namun masih terkesan paradoks,

dimana DPMPTSP tidak bisa berjalan sendiri tanpa rekomendasi SKPD terkait

lainnya. Kekurangan jumlah pegawai juga merupakan faktor penghambat dalam

pengurusan permohonan izin.

Kata Kunci : Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Implementasi Kebijakan,

Pelayanan Perizinan

x

ABSTRACT

Moch Reza Zulfikar, Study Program of Government Science, Faculty of Social

Science and Political Science, Brawijaya University, Malang, 2011.

IMPLEMENTATION ONE STOP SERVICE AGENCY OF BANYUWANGI

DISTRICT. Supervicing : Restu Karlina Rahayu, S.IP., M.Si dan Ratnaningsih

Damayanti, S.IP., M.Ec.Dev

License always be related to the community both process, the cost, legal

certainty, ease, and period of completion. The problems that occurred in the

sphere of licenses are generally the problems that classic, namely indicated by the

excessive bureaucracy that there is, procedure licensing service kink

circumlocution that consuming much time and cost, and less of socialization on

the community. Therefore the government Banyuwangi districts have been doing

breakthrough one of them by applying innovation the one stop service program by

permit services agency determined in Presidential Regulation no. 97 years 2014.

This research tried to analyze the integrated one stop service in DPMPTSP of

Banyuwangi by using Van Meter and Van Horn theory policy implementation,

there are 6 indicators with which affect the implementation of policy, guidelines

PTSP set in Presidential Regulation no.97 in 2014 and Governor regulation no.

59 years 2016. The study used is research descriptive and qualitatively with the

data collection as documentation, interview, and observation the field to see how

the implementation of PTSP in Banyuwangi district and factors affect. This

research result indicates that the organizing ptsp in DPMPTSP of Banyuwangi

less in accordance with the principle which set in Presidential Regulation No. 97

years 2014 and the guidelines PTSP in the regent no 59 years 2016. Changing

authority is given to DPMPTSP with the soup clear .But it was impressed paradox

, where DPMPTSP could not work alone without recommendations from other

agency related. Shortages employees also a factor in the barrier permit

application.

Key words : One Stop Service (PTSP), Van Meter and Van Horn Policy

Implementation, License

xi

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. ii

HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... iii

HALAMAN MOTTO ........................................................................................... iv

LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. v

KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi

ABSTRAK ............................................................................................................. ix

ABSTRACT ............................................................................................................ x

DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ................................................................................................. xv

DAFTAR BAGAN ................................................................................................. xvi

DAFTAR ISTILAH .............................................................................................. vii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 11

1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 11

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 11

1.4.1 Manfaat Akademis ................................................................................... 12

1.4.2 Manfaat Praktis ........................................................................................ 12

BAB II KERANGKA TEORITIK ....................................................................... 13

2.1 Penelitian Terdahulu ......................................................................................... 13

2.2 Definisi Kebijakan Publik ................................................................................. 21

2.2.1 Tahapan Perumusan Kebijakan Publik .................................................... 23

xii

2.2.2 Implementasi Kebijakan .......................................................................... 25

2.3 Faktor Pendukung Pelayanan Publik ................................................................ 30

2.4 Faktor Penghambat Pelayanan Publik ............................................................... 31

2.5 Perizinan ............................................................................................................ 33

2.5.1 Tujuan dan Fungsi Perizinan .................................................................... 34

2.6 Alur Penelitian .................................................................................................. 36

BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................... 37

3.1 Pemilihan Metode ............................................................................................. 37

3.2 Lokasi Penelitian ............................................................................................... 39

3.3 Sumber Data ...................................................................................................... 39

3.4 Teknik Pengumpulan Data ................................................................................ 40

3.4.1 Study Kepustakaan (Library Research) ................................................... 40

3.4.2 Study Lapangan (Field Research) ............................................................ 41

3.5 Teknik Analisa Data .......................................................................................... 43

BAB IV DESKRIPSI DAN GAMBARAN UMUM PROGRAM

PTSP KABUPATEN BANYUWANGI ............................................................... 45

4.1 Latar Belakang Program PTSP ......................................................................... 45

4.2 Perkembangan PTSP di Kabupaten Banyuwangi ............................................. 49

4.3 Peluang Investasi Kabupaten Banyuwangi ...................................................... 52

4.4 Aspek Penunjang Implementasi Kebijakan PTSP ............................................ 54

4.4.1 Aspek Strategis ..................................................................................... 54

4.4.2 Aspek Teknis ......................................................................................... 54

xiii

4.5 Profil Dinas Penanaman Modal dan Pelyananan Terpadu Satu Pintu

Kabupaten Banyuwangi .................................................................................... 55

4.5.1 Struktur Organisasi DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi ........................ 56

BAB V IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PELAYANAN TERPADU SATU

PINTU OLEH DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN

TERPADU SATU PINTU KABUPATEN BANYUWANGI .............................. 57

5.1 Standar/Ukuran dan Tujuan Kebijakan .............................................................. 57

5.2 Sumber – Sumber Kebijakan .............................................................................. 69

5.2.1 Sumber Daya Manusia ............................................................................. 70

5.2.2 Biaya atau Modal ..................................................................................... 72

5.2.3 Waktu ....................................................................................................... 75

5.3 Ciri-Ciri atau Karakteristik Badan/Instansi Pelaksana .................................................... 78

5.4 Komunikasi Antar Organisasi Terkait dan Kegiatan-Kegiatan

Pelaksanaan ....................................................................................................... 81

5.5 Sikap Para Pelaksana .......................................................................................... 84

5.6 Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik .......................................................... 88

5.6.1 Kondisi lingkungan ekonomi dan sosial .................................................. 88

5.6.2 Kondisi lingkungan politik ....................................................................... 90

5.7 Faktor Pendukung implementasi PTSP DPMPTSP Kabupaten

Banyuwangi .................................................................................................... 92

5.8 Faktor Penghambat Implementasi PTSP DPMPTSP Kabupaten

Banyuwangi .................................................................................................... 96

xiv

BAB VI PENUTUP ................................................................................................ 100

6.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 100

6.2 Rekomendasi ...................................................................................................... 103

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 106

LAMPIRAN

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Analisis Prosentase Jumlah Investor dan Rasio Daya Serap Tenaga

Kerja Kabupaten Banyuwangi tahun 2011 – 2015 .................................. 9

Tabel 2.1 Perbandingan Penelitian Terdahulu ........................................................ 19

Tabel 3.1 Daftar Narasumber .................................................................................. 42

Tabel 4.1 Tabel Perbedaan Pelayanan Satu Pintu Dengan Pelayanan Satu Atap .... 47

Tabel 5.1 Tabel Indeks Kepuasan Masyarakat Terhadap PTSP ............................. 63

Tabel 5.2 Indentifikasi Jenis Izin Berdasarkan Tinjau Lokasi dan Tanpa Tinjau

Lokasi ....................................................................................................... 68

Tabel 5.3 Anggaran Perjanjian Kinerja Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Banyuwangi 2015 ................. 95

xvi

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Tahapan Perumusan Kebijakan Menurut William Dunn ....................... 24

Bagan 2.2 Model Proses Implementasi Kebijakan ................................................. 27

Bagan 2.3 Alur Pikir Penelitian .............................................................................. 36

Bagan 4.1 Struktur Organisasi DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi ...................... 56

Bagan 5.1 Mekanisme dan Prosedur Pelayanan Perizinan ..................................... 65

Bagan 5.2 Mekanisme dan Prosedur Pelayanan Perizinan ..................................... 66

xvii

DAFTAR ISTILAH

Back Office

DPMPTSP

:

:

Orang atau sekelompok orang yang bertugas mengurusi

laporan – laporan maupun masalah administrasi dan tidak

secara langsung

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Demand

Digital Society

E – Office

Field Research

Front Office

Good Governance

Hipotesis

:

:

:

:

:

:

:

Tuntutan masyarakat terhadap pelayanan perizinan

Inovasi program pemerintah dalam memajukan teknologi

dan informasi bagi masyarakat

Salah satu pengembangan tekhnologi informasi yang lebih

memberikan kemudahan khususnya dalam kegiatan

administrasi perkantoran

Penelitian yang dilakukan di lapangan

Orang atau sekelompok orang yang berurusan langsung

dengan pelanggan terkait dengan jasa yang ditawarkan

Suatu konsep pemerintahan yang menjalankan prinsip –

prinsip demokrasi, akuntabilitas, efisien, transparansi,

professional. Gambaran umum sebuah pemerintahan yang

baik dan jauh dari kata buruk.

Kesimpulan sementara, dugaan sementara

xviii

Insentif : Penambahan penghasilan

Intervensi : Campur tangan dalam perselisihan antara dua pihak (orang,

golongan, negara, dan sebagainya)

KPPTSP : Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu

Kualitatif : Penelitian yang menggunakan data berbentuk kata, skema,

dan gambar

Library Research

LPPPKB

:

:

Penelitian dengan mempelajari dari buku – buku, literatur,

ataupun website untuk mendapatkan data

Lembaga Pemantau Penyelenggara Pemerintahan Kabupaten

Banyuwangi

LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat

One Stop Service : Sistem penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

PAD : Pendapatan Asli Daerah

Permendagri : Peraturan Menteri Dalam Negeri

Paradoks

PTSP

Public oriented

Relative

:

:

:

:

Keadaan dimana DPMPTSP tidak dapat menerbitkan Surat

Keputusan Izin tanpa rekomendasi dari SKPD terkait

lainnya.

Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Kepentingan Publik

Tidak mutlak

Retribusi : Pungutan wajib yang dilakukan oleh pemerintah

xix

Sinkronisasi

Stakeholders

:

:

Penghubung, terhubung antara satu dengan yang lain

Pemangku kepentingan / Pengambil keputusan

SKPD : Satuan Kerja Perangkat Daerah

SOP

State Oriented

:

:

Standart Operating Procedure / Standar Pelayanan

Kepentingan Negara

Valid

Value

:

:

Pasti, berlaku, cara yang semestinya, kebenaran

Nilai

Verifikasi : Pemeriksaan tentang kebenaran laporan, pernyataan, dsb

xx

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perubahan dalam sistem pemerintahan sering disebut sebagai reformasi

birokrasi. Reformasi birokrasi dalam kaitannya merupakan langkah inovatif

pemerintah dalam usaha membenahi sistem birokrasi yang dianggap kurang

efisien dan cenderung kurang berpihak terhadap masyarakat. Menanggapi serius

tentang permasalahan sistem pelayanan publik di Indonesia, pemerintah

Kabupaten Banyuwangi berinisiatif melalui reformasi birokrasi diharapkan akan

memunculkan birokrasi yang berkinerja tinggi, yang diwujudkan melalui

kemampuan dalam memberikan pelayanan yang terbaik dan berkualitas kepada

masyarakat.

Pelayanan perizinan selalu menjadi sorotan masyarakat baik terkait proses,

biaya, kepastian hukum, kemudahan, dan waktu penyelesaian. Permasalahan –

permasalahan yang terjadi di lingkup perizinan pada dasarnya merupakan

permasalahan yang klasik, yaitu ditunjukkan dengan rumitnya birokrasi yang ada,

prosedur pelayanan perizinan yang cenderung berbelit – belit sehingga memakan

banyak waktu dan biaya, serta kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat

sehingga kebanyakan pada pengguna jasa perizinan tersebut kurang memahami

bagaimana prosedur pelayanan birokrasi tersebut. Terlebih lagi sering ditemui

adanya kasus korupsi terkait dengan penyelewengan kewenangan yang dimiliki

2

oleh pejabat birokrat. Pelayanan perizinan yang berbelit – belit dan menyita waktu

yang lama memicu ketidak sabaran para pengguna jasa. Dampaknya yaitu terjadi

proses suap agar proses pelayanannya cepat terselesaikan. Dalam kaitannya,

tumpang tindih kewenangan antara Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu Kabupaten Banyuwangi dengan beberapa SKPD terkait dalam

bidang perizinan menjadi permasalahan utama dan menjadi faktor penghambat

dalam melakukan proses pelayanan perizinan di Kabupaten Banyuwangi.1

Kondisi seperti itulah yang sangat memungkinkan menimbulkan praktik KKN

diantara pejabat SKPD yang berwenang. Untuk itu perlu diterapkannya program

pelayanan satu pintu agar tidak ada lagi tumpang tindih kewenangan antar SKPD

terkait.

Pada tahun 2005 – 2010 dalam masa kepemimpinan Bupati Ratna Ani

Lestari, Badan Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyuwangi menerapkan

kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Atap (PTSA). PTSA sendiri diumpamakan

sebagai sistem dimana segala pemangku kebijakan khususnya perizinan

menyelesaikan dan mengeluarkan surat keputusan izin dalam satu gedung. Intinya

kebijakan PTSA merupakan pelayanan perizinan yang dikerjakan oleh beberapa

SKPD atau kantor Dinas terkait secara bersama. Pada dasarnya pengertian

sebenarnya tidak dalam satu atap tetapi dalam naungan satu gedung yang artinya

penandatangan masih diurus di SKPD terkait masing - masing. Pada

kenyataannya kebijakan tersebut dirasa tidak cukup efisien karena keluhan

1 Hasil pra wawancara dengan Medi Sugiarto, S.Hut selaku Kepala Sub Bidang Evaluasi dan

Penyuluhan pada hari jum’at, tanggal 23 september, pukul 09.15 di Kantor DPMPTSP Kabupaten

Banyuwangi

3

masyarakat sendiri lebih banyak ditujukan pada proses pelayanan perizinan

Kabupaten Banyuwangi yang cenderung masih banyak terdapat kerumitan

persyaratan pengurusan izin dan menyita waktu yang sangat lama. Terlalu

banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi dalam mengurus sebuah izin menjadi

penyebab banyaknya usaha – usaha di bidang perizinan banyak yang berstatus

ilegal. Seperti contoh kecilnya dalam mengurus izin penyiaran dalam hal penyedia

jasa jaringan TV kabel.

Salah satu, harus memiliki badan usaha berbentuk perseroan terbatas alias

PT. Setelah itu, pengurusan izin baru bisa dilaksanakan. Tahapnya

bertingkat dan membutuhkan waktu lama. Tidak cukup sampai

komisi penyiaran daerah tingkat Jawa Timur, melainkan harus

berlanjut hingga ke tingkat nasional. Rumitnya prosedur inilah yang

mungkin membuat beberapa operator enggan mengurus izin.2

Dalam kasus lain pengurusan pelayanan perizinan dalam mengurus izin

praktik bidan (SIPB) juga terbukti sangat rumit. Setidaknya dibutuhkan 15 item

persyaratan untuk mendapatkan yang harus dipenuhi jika ingin mendapatkan

SIPB. Jadi hampir dua kali lebih banyak dibandingkan syarat yang tertera pada

Permenkes 1464/2010. Kondisi inilah yang terjadi di Kabupaten Banyuwangi.3

Selain itu yang dianggap memberatkan bidan adalah keharusan adanya

IMB dan kalau tidak ada SIPB tidak bisa diproses karena kurang

memenuhi syarat pada administrasinya. Padahal tidak semua bidan

menempati rumahnya sendiri dan juga belum tentu memiliki IMB.4

2 http://www.kabarbanyuwangi.info/tv-berbayar-semakin-menggurita.html, diakses pada tanggal 8

Desember 2012 3 http://majalahbidan.com/rumitnya-mengurus-izin-sipb-di-banyuwangi/, diakses pada tanggal 19

Agustus 2011 4 Ibid

4

Sistem PTSA bukanlah sistem yang buruk, namun karena kebijakan PTSA

tersebut merupakan kebijakan pelayanan bersama maka kewenangan dalam

mengurus perizinan tersebut juga tersebar kemana – mana. PTSA hanyalah wadah

distribusi yang sering kali pemohon izin dihadapkan pada posisi ikut mengurus

permohonan izin secara bolak-balik ke sektoral dinas kantor, dan terkadang juga

harus kembali berada di gedung pelayanan PTSA. Pemerintah sendiri telah

banyak melakukan terobosan – terobosan baru salah satunya dengan membuat

program inovasi yaitu Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) pada Dinas

Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Banyuwangi

yang telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang

Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) mulai diterapkan di Kabupaten

Banyuwangi pada tahun 2011. PTSP diharapkan menjadi inovasi pemerintah

dalam usaha mengerucutkan sistem pelayanan publik agar menjadi lebih efisien

dibandingkan dengan sebelumnya yaitu PTSA. Medi Sugiarto menjelaskan

bahwa,

Sebelum PTSP diterapkan, dulu DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi

menerapkan yang namanya PTSA, dimana seluruh SKPD terkait bersama

– sama mengerjakan perizinan di satu tempat agar pemohon tidak kemana

– mana. Namun PTSA dirasa kurang efektif karena kewenangan

pemangku kebijakan tersebar ke beberapa SKPD terkait. Tidak

memberikan solusi menyingkat waktu namun malah memperpanjang

waktu penyelesaian permohonan izin. Oleh karena itu sekarang DPMPTSP

Kabupaten Banyuwangi menerapkan PTSP yang intinya penyederhanaan

pelayanan perizinan, dan segala bentuk permohonan izin di proses dan

5

diselesaikan di DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi yang artinya

DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi memiliki kewenangan tunggal.5

Dengan diterapkannya PTSP diharapkan pelayanan perizinan tidak lagi

diproses oleh beberapa kantor dinas untuk mengurusi perijinan dalam naungan

pemerintah, cukup hanya satu yaitu langsung pada Dinas Penanaman Modal Dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Banyuwangi.

Selain itu ada beberapa isu masalah perizinan yang melatar belakangi

penerapan program PTSP di Kabupaten Banyuwangi, yaitu :6

1. Adanya tuntutan masyarakat yang mengharapkan perbaikan pelayanan

perijinan. Secara spesifik, perbaikan atas pelayanan diharapkan

prosedurnya lebih jelas dan juga integrasi beberapa unit organisasi yang

berkaitan dengan pengurusan perijinan (masyarakat membutuhkan

pelayanan perijinan disemua bidang dilaksanakan dalam satu

atap/pintu).

2. Masih adanya beberapa peraturan perundang-undangan daerah yang

tidak sinkron dan harmonis, terutama terkait dengan beberapa perijinan

dan kegiatan strategis. Kondisi ini seringkali menimbulkan potensi

munculnya KKN.

3. Masih rendahnya integritas dan komitmen pegawai dalam memberikan

pelayanan pada stakeholders, terutama pada sektor-sektor pelayanan

dasar pemerintah.

4. Jaminan atas pelayanan kepada stakeholders masih kurang jelas karena

minimnya Standard Operating Procedure (SOP) yang baik dan jelas.

Pada dasarnya Pemerintah Kabupaten Banyuwangi sangat menyadari

pentingnya standart pelayanan publik yang baik khususnya di bidang perizinan.

Bidang perizinan merupakan salah satu bidang yang menjadi fokus utama untuk

dibenahi dengan harapan dapat mendorong peningkatan investasi guna menopang

pertumbuhan ekonomi Indonesia. Perbaikan / penyederhanaan pelayanan perijinan

5 Hasil wawancara dengan Medi Sugiarto, S.Hut selaku Kepala Sub Bidang Evaluasi dan

Penyuluhan pada tanggal 06 september 2016 pukul 10.07 di Kantor BPPT Kabupaten

Banyuwangi. 6 Dokumen Road Map Reformasi Birokrasi Pemerintah Kabupaten Banyuwangi 2014 – 2018

6

diharapkan selain meningkatkan pelayanan masyarakat di bidang perijinan juga

diharapkan dapat menarik para investor untuk berinvestasi ke Banyuwangi.7

Menurut Bupati Banyuwangi Bapak Abdullah Azwar Annas, investasi di

Banyuwangi juga terus mengalami peningkatan dan pemerintah daerah sudah

menerapkan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) untuk mempermudah

perizinan investasi. Investasi akan dipermudah dengan terus memperkuat PTSP.8

Sinkronisasi perizinan antara pusat dan daerah harus menjadi fokus utama,

pasalnya, hal itu sering kali menjadi hambatan molornya realisasi investasi yang

masuk. Hal ini dapat menghambat laju perkembangan perekonomian daerah.

Mengingat akan hal tersebut melalui Peraturan Daerah Kabupaten

Banyuwangi Nomor 6 Tahun 2011 tentang Organisasi Perangkat Daerah

Kabupaten Banyuwangi Pemerintah Kabupaten Banyuwangi membentuk Dinas

Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Kemudian Kabupaten

Banyuwangi membuat Peraturan Bupati Banyuwangi Nomor 59 tahun 2016

tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten

Banyuwangi.9 Badan Pelayanan Perizinan Terpadu yang bertugas menyusun,

melaksanakan dan menetapkan kebijakan daerah di bidang pelayanan perizinan

dan kebijakan pengembangan penanaman modal daerah dalam bentuk rencana

umum penanaman modal daerah dan rencana strategis daerah, sesuai dengan

7 Ibid

8 http://www.beritasatu.com/nasional/230903-bupati-optimistis-perekonomian-banyuwangi-

tumbuh-di-atas-pertumbuhan-ekonomi-nasional.html, diakses pada Jumat, 5 Desember 2014 9 Salinan Peraturan Bupati Nomor 59 tahun 2016, tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas

dan Fungsi Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Banyuwangi

7

program pembangunan daerah kabupaten dan berkoordinasi dengan pemerintah

provinsi. Peraturan Bupati Banyuwangi Nomor 59 tahun 2016 tersebut merupakan

petunjuk teknis tentang penyelenggaraan kebijakan pelayanan satu pintu Dinas

Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Banyuwangi.

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (One Top Service) yang di terapkan oleh

Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten

Banyuwangi merupakan upaya pemerintah dalam menangani permasalahan di

salah satu sektor pelayanan publik. Birokrasi yang merupakan ujung tombak dari

pelaksaan program pemerintahan dituntut untuk dapat bekerja secara professional

dalam merespon tuntutan atas tugas dan kewajibannya.

Kabupaten Banyuwangi menerapkan one stop service (pelayanan satu

pintu) dalam sektor pelayanan publik. Penerapan pelayanan ini berbasis

online yang merupakan salah satu implementasi dari Digital Society yang berbasis

pada e-office.10

Pelayanan satu pintu ini memungkinkan warga mengurus sejumlah surat

keterangan tanpa perlu berbelit - belit, tidak membutuhkan biaya yang

besar dan waktu yang pendek.11

Ada delapan rencana aksi dan dua inovasi

Banyuwangi yang dinilai Kemendagri sebagai upaya tindakan pencegahan

& pemberantasan korupsi. Di antaranya, pembentukan Pelayanan Terpadu

Satu Pintu (PTSP), serta pelimpahan kewenangan penerbitan perizinan dan

non perizinan di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (DPMPTSP).12

Sehubungan dengan pernyataan di atas, Pelayanan Terpadu Satu Pintu

merupakan sebuah kebijakan baru yang diterapkan oleh Pemerintah Kabupaten

10

http://sunriseofjava.com/berita-691-pemkab-banyuwangi-luncurkan-pelayanan-satu-pintu.html

diakses pada tanggal 13 april 2011 11

http://banyuwangikab.go.id/berita-daerah/pemkab-luncurkan-layanan-one-stop-service.html

diakses pada tanggal 17 Juli 2013 12

http://banyuwangikab.go.id/berita-daerah/banyuwangi-raih-jawara-rencana-aksi-daerah-

pencegahan-dan-pemberantasan-korupsi.html diakses pada 6 januari 2016

8

Banyuwangi dalam rangka memenuhi tuntutan masyarakat untuk terciptanya

sistem pelayanan publik yang sifatnya relative mudah dan tidak memakan biaya

maupun waktu.

Dengan diterapkannya Pelayanan Terpadu Satu Pintu oleh Dinas

Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Banyuwangi,

program tersebut diharapkan dapat memberikan pelayanan publik yang maksimal

kepada masyarakat. PTSP sendiri di Kabupaten Banyuwangi telah terbukti dalam

beberapa tahun (2011 – 2014) terkait peningkatan jumlah investor yang masuk ke

Banyuwangi. berikut akan dijelaskan melalui table bagaimana analisis prosentase

jumlah investor dalam meningkatkan daya serap tenaga kerja Kabupaten

Banyuwangi :

Tabel 1.1

Analisis Prosentase Jumlah Investor dan Rasio Daya Serap Tenaga Kerja

Kabupaten Banyuwangi tahun 2011 - 2015

Indikator

Sasaran

Satuan

2011 2012 2013 2014 2015

Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi

1 Jumlah

Investor

Investor 1 5 1 4 1 5 5 4 5 3

2 Jumlah

Investasi

% 50 65,50 50 62,338 50 71,50 50 95.61 50 70,56

3 Rasio

Daya

Serap

Tenaga

Kerja

% 239 235 239 240 239 238 239 248 239 230

4 Rata –

Rata

Capaian

Kinerja

% 101,83 102,11 104.83 115,87 101,18

Sumber : Olahan penulis dari LAKIP Kabupaten Banyuwangi tahun 2011 - 2015

9

Dari tabel tersebut dapat dilihat bagaimana prosentase kenaikan jumlah

investor yang masuk di Kabupaten Banyuwangi terjadi pada tahun 2011

(101,83%), tahun 2012 (102,11%), tahun 2013 (104,83), serta di tahun 2014

mengalami jumlah prosentase kenaikan yang cukup signifikan yaitu sebanyak

(115,87%), namun di tahun 2015 mengalami penurunan yakni hanya mencapai

(101,18%). Meskipun rata – rata capaian dari tahun 2011 – 2015 melebihi target

yang telah ditetapkan, namun pada tahun 2015 prosentase capaian kerja lebih

kecil daripada tahun – tahun sebelumnya dikarenakan investasi mulai melambat

seiiring dengan pengaruh kondisi ekonomi global dan meningkatnya harga tanah

di wilayah Kabupaten Banyuwangi. Dari segi rasio daya serap tenaga kerja juga

dapat disumpulkan bahwa semakin banyak jumlah investor yang masuk di

Kabupaten Banyuwangi secara otomatis memicu meningkatnya rasio daya serap

tenaga kerja pun sebaliknya.

Berdasarkan dengan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, penelitian

ini ingin dimaksutkan untuk menelaah lebih jauh bahwa program Pelayanan

Terpadu Satu Pintu DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi merupakan sebuah

kebijakan yang dirancang untuk meningkatkan standar pelayanan publik dan

bagaimana implementasi program tersebut. Setiap badan publik mempunyai

kewajiban dalam menyediakan dan melayani permohonan Informasi Publik secara

cepat, tepat waktu , biaya ringan dan cara sederhana. Dalam melakukan penelitian,

peneliti juga akan mendalami faktor – faktor apa saja yang dapat mempengaruhi

Program Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang di terapkan oleh Badan Pelayanan

Perizinan Terpadu Kabupaten Banyuwangi tersebut.

10

1.2 Rumusan Masalah

Mengacu pada latar belakang permasalahan diatas, peneliti dapat

merumuskan permasalahan dari fenomena tersebut yaitu:

1. Bagaimana implementasi program Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang

diterapkan oleh Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu Kabupaten Banyuwangi?

2. Bagaimanakah faktor pendukung dan penghambat Dinas Penanaman

Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu terhadap terselenggaranya

program Pelayanan Terpadu Satu Pintu?

1.3 Tujuan Penelitian

Peneliti merumuskan dua tujuan penelitian yang dilaksanakan di Dinas

Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Banyuwangi

yaitu yang pertama, untuk menganalisis bagaimana implementasi Program

Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang diselenggarakan oleh Dinas Penanaman

Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Banyuwangi. Kedua,

peneliti juga menganalisis faktor pendukung dan penghambat Program Pelayanan

Terpadu Satu Pintu yang diselenggarakan oleh Dinas Penanaman Modal Dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Banyuwangi.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini, yaitu diantaranya

penelitian ini memberikan dua manfaat, baik manfaat akademis dan manfaat

praktis. Berikut akan dijelaskan oleh peneliti tentang manfaat akademis dan

manfaat praktis dalam penelitian ini yaitu :

11

1.4.1 Manfaat Akademis

Manfaat Akademis yang didapat dari penelitian ini mendapatkan tiga

manfaat yaitu yang pertama, penelitian ini mendeskripsikan tentang bagaimana

implementasi serta faktor – faktor pendukung dan penghambat Pelayanan Terpadu

Satu Pintu (PTSP) Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Kabupaten Banyuwangi. Manfaat yang kedua, dapat digunakan sebagai bahan

dasar dalam melakukan perbandingan untuk penelitian yang sudah dilakukan

maupun untuk penelitian berikutnya. Manfaat yang ketiga yaitu digunakan

sebagai penyempurna kekurangan dari penelitian sebelumnya yang serupa.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis penelitian ini oleh peneliti dibagi menjadi dua yaitu

manfaat bagi peneliti dan bagi DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi. Manfaat

praktis bagi peneliti yaitu dapat mengetahui mekanisme implementasi program

Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang diterapkan oleh Dinas Penanaman Modal Dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Banyuwangi. Serta mengetahui faktor

apa saja yang menjadi penghambat maupun pendukung program tersebut.

Sedangkan manfaat praktis bagi DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi, penelitian

ini dapat dijadikan bahan masukan dalam hal mempertimbangkan hasil penelitian

untuk lebih berinovasi dan mengetahui kelemahan maupun kelebihan DPMPTSP

dalam menyelenggarakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

12

BAB II

KERANGKA TEORITIK

Dalam bab ini, peneliti akan menjelaskan mengenai tiga hal. Pertama,

studi terdahulu, yang digunakan sebagai langkah awal peneliti dalam melakukan

penelitian selanjutnya terkait fokus skripsi. Kedua, Teori Implementasi Kebijakan

Publik Van Meter dan Van Horn untuk menganalisis mekanisme penyelenggaraan

dan faktor – faktor yang mempengaruhi Program Pelayanan Terpadu Satu Pintu di

Kabupaten Banyuwangi. Ketiga, menjelaskan bagaimana alur pikir peneliti

terhadap penelitian ini.

2.1 Penelitian terdahulu

Studi terdahulu membahas penelitian – penelitian sebelumnya yang

memiliki persamaan tema namun terdapat perbedaan fokus kajian. Beberapa

penelitian mengenai Pelayanan Terpadu Satu Pintu antara lain :

Pertama, Skripsi Alfiani Ekasari yang berjudul “Implementasi Kebijakan

Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan di Kantor Pelayanan Terpadu Kabupaten

Soppeng”, yang terbit 2014.1 Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana

sistem pelayanan Izin Mendirikan Bangunan yang diselenggarakan oleh Kantor

Pelayanan Terpadu Kabupaten Soppeng serta bagaimana interaksi Kantor

Pelayanan Terpadu dengan masyarakat dalam pemberian Izin Mendirikan

Bangunan. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan tipe penelitian deskriptif kualitatf. Teknik pengumpulan data

1 Alfiani Ekasari, Implementasi Kebijakan Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan di Kantor

Pelayanan Terpadu Kabupaten Soppeng Tahun 2014, Skripsi Sarjana Ilmu Pemerintahan,

Universitas Hassanudin, Tahun 2014

13

menggunakan observasi, wawancara studi kepustakaan dengan membaca buku,

majalah, surat kabar, dokumen-dokumen, undang-undang dan media informasi

lain yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti, serta ditunjang oleh data

sekunder. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pelayanan Izin

Mendirikan Bangunan di Kantor Pelayanan Terpadu Kabupaten Soppeng yang

diterapkan telah sesuai dengan kebijakan yang diterapkan pada Kantor Pelayanan

Terpadu Kabupaten Soppeng. Terlihat dengan sistem, syarat dan mekanisme

pelayanan Izin Mendirikan Bangunan berjalan sesuai dengan aturan yang telah

diatur. Dari segi waktu pengurusan Izin Mendirikan Bangunan, sebagian besar

pemohon dilayani melebih waktu yang telah ditentukan yaitu tujuh hari kerja, dari

segi biaya, pemohon tidak mengeluarkan biaya administrasi dalam pengurusan

Izin yang ada adalah biaya retribusi.

Namun adanya kebiasaan masyarakat yang acuh dan bermasa bodoh

menimbulkan praktek pencaloan yang semakin tinggi di Kabupaten Soppeng.

Pastisipasi masyarakat yang kurang menjadi kendala tersendiri dalam pengurusan

Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten Soppeng. Interaksi antara Kantor

Pelayanan Terpadu dengan masyarakat berjalan dengan lancar, baik itu interaksi

administrasi maupun interkasi teknis. Masyarakat mendapatkan informasi yang

dibutuhkan dan aparat playanan memberikan pelayanan yang baik.

Kedua, Skipsi SAHRIFIN yang berjudul “Efektivitas Pembentukan Kantor

Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Dalam Memberikan Pelayanan Kepada

Masyarakat (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu

14

di Kabupaten Gayo Lues)”, yang terbit tahun 2010.2 Dalam penelitian ini penulis

ingin melihat efektivitas pembentukan pelayanan perizinan terpadu satu pintu

dalam memberikan pelayanan di bidang perizinan kepada masyarakat di

Kabupaten Gayo Lues, yang bertujuan untuk melihat bagaimana efektivitas

pembentukan KPPTSP tersebut dan untuk melihat bagaimana kualitas pelayanan

yang diterima oleh masyarkat di daerah tersebut. Kabupaten Gayo Lues yang

merupakan salah satu kabupaten di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

juga telah menerapkan pola pelayanan perizinan terpadu satu pintu sesuai

instruksi Pemerintah Pusat. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah dengan menggunakan tipe penelitian deskriptif kualitatf. Teknik

pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara studi kepustakaan.

Ketiga, Skripsi I Putu Agus Indra Febriyana yang berjudul

“Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pada Dinas Perijinan Kota

Denpasar”3 tahun 2008. Penyederhanaan prosedur perijinan melalui pembentukan

Dinas Perijinan merupakan salah satu upaya yang diharapkan bisa

mengakomodasi kebutuhan masyarakat sebagai lembaga yang benar-benar One

Stop Service, dimana berbagai jenis perijinan yang saat ini masih ada tersebar di

sekian banyak SKPD, dalam 105 jenis perijinan, semuanya diurus dalam satu

pintu, yaitu di Dinas Perijinan, kebijakan Pemerintah Kota Denpasar dalam

penyederhanaan perijinan dengan Sistem Paralel tersebut menimbulkan

2 SAHRIFIN “Efektivitas Pembentukan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Dalam

Memberikan Pelayanan Kepada Masyarakat (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Perizinan

Terpadu Satu Pintu di Kabupaten Gayo Lues)” Tahun 2010, Skripsi Sarjana Ilmu Administrasi

Negara, Universitas Sumatra Utara, Tahun 2010 3 I Putu Agus Indra Febryana “Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pada Dinas

Perijinan Kota Denpasar” Tahun 2008, Skripsi Sarja Ilmu Hukum, Universitas Udayana, Tahun

2008

15

permasalahan yaitu bagaimanakah penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu

dalam upaya peningkatan pelayanan pada masyarakat di Dinas Perijinan Kota

Denpasar, dan Apakah yang menjadi tolok ukur agar tercapainya penyelenggaraan

pelayanan terpadu satu pintu yang baik di Dinas Perijinan Kota Denpasar. Metode

ini merupakan jenis penelitian empiris. Dapat disimpulkan dari faktor-faktor

upaya peningkatan pelayanan dengan melalui dua prosedur Front Office dan Back

Office agar mudah dan cepat mengurus ijin. Dan masyarakat juga dalam

mengajukan permohonan ijin harus sesuai persyaratan permohonan yang dimiliki

Dinas Perijinan Kota Denpasar agar tidak adanya hambatan dan kendala dalam

Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan bisa berjalan dengan baik.

Keempat, Tugas Akhir Program Magister Yusroni yang berjudul

“Pengaruh Kualitas Pelayanan Terpadu Satu Pintu Terhadap Kepuasan

Masyarakat Dalam Rangka Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten

Bangka”4, tahun 2012. Penelitian ini dilakukan pada Kantor Pelayanan Terpadu di

Kabupaten Bangka sebagai salah satu satuan kerja yang berfungsi

menyelenggarakan pelayanan publik di bidang perizinan. Metode yang digunakan

adalah deskriptif kuantitatif dengan menggunakan data primer guna menjawab

hipotesis pengaruh kualitas pelayanan satu pintu terhadap kepuasan masyarakat

dalam rangka peningkatan PAD Kabupaten Bangka. Hasil penelitian

menunjukkan terjadi peningkatan hasil retribusi daerah semenjak berdirinya

Kantor Pelayanan Terpadu dan puasnya masyarakat terkait dengan pelayanan satu

4 Yusroni “Pengaruh Kualitas Pelayanan Terpadu Satu Pintu Terhadap Kepuasan Masyarakat

Dalam Rangka Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bangka”, Tugas Akhir Program

Magister Manajemen, Universitas Terbuka, Tahun 2012

16

pintu. Secara simultan kualitas pelayanan Kantor Pelayanan Terpadu Kabupaten

Bangka yang terdiri dari dimensi tangible, reliability, assurance, emphaty dan

equity, berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan masyarakat dan

peningkatan juga terjadi pada Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Bangka.

Kelima, Thesis Damayanti yang berjudul “Evaluasi kebijakan

penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu (PPTSP) : Studi pada Unit

Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Pasaman”5, yang

terbit tahun 2010. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kebijakan

Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) di Kabupaten Pasaman

yang dilaksanakan sejak tahun anggaran 2007 - 2009, dengan cara menganalisis

efektifitas kebijakan dalam meningkatkan kualitas layanan publik serta faktor-

faktor yang mempengaruhinya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode kualitatif deskriptif. Data primer dan data sekunder diperoleh dari

sumber data yang dibagi dalam tiga sumber yakni, Persons, Place, dan Paper. Data

tersebut diambil melalui Observasi, wawancara dan dokumentasi di lapangan

terhadap pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan dan masyarakat sebagai

pengguna jasa pada pelayanan terpadu satu pintu.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan penyelenggaraan

pelayanan terpadu satu pintu yang dilaksanakan di Kabupaten Pasaman belum

efektif dalam meningkatkan kualitas layanan publik. Hal ini dilihat dari hasil

analisis terhadap lima indikator pelayanan (kesederhanaan pelayanan, kejelasan

5 Damayanti, Evaluasi Kebijakan Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) : Studi

pada Unit Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Pasaman, Thesis Magister

Administrasi Publik, Universitas Gajah Mada, Tahun 2010

17

dan kepastian, keterbukaan, biaya yang ekonomis, serta ketepatan waktu

pelayanan), menunjukkan bahwa tiga diantaranya yaitu indikator kesederhanaan

pelayanan, biaya pelayanan dan ketepatan waktu pelayanan ternyata tidak lebih

baik dibandingkan dengan sebelum diterapkannya kebijakan pelayanan terpadu

satu pintu. Faktor-faktor yang menyebabkan kurang efektifnya kinerja kebijakan

dalam meningkatkan kualitas layanan publik adalah struktur organiasiasi UPPTSP

yang memiliki kewenangan terbatas, SOP yang kurang lengkap, ketersediaan

sumber daya (sumberdaya manusia, dana, serta sarana dan prasarana) belum

memadai, kurangnya koordinasi dan sosialisasi, tidak didukungnya kebijakan oleh

semua pejabat pelaksana serta kurang tegasnya pimpinan dalam penyelenggaraan

kebijakan.

Untuk lebih meningkatkan efektifitas kebijakan Penyelenggaraan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Kabupaten Pasaman kedepannya, disarankan

untuk dilakukan pembenahan struktur organisasi dengan meningkatkan status

organisasi menjadi Badan/Kantor agar mempunyai kewenangan yang lebih luas

dalam penyelenggaraan pelayanan, membuat SOP pelayanan yang lebih jelas dan

lengkap, melengkapi kebutuhan sumber daya, mengadakan kegiatan sosialisasi

secara terus menerus serta melaksanakan rapat koordinasi secara rutin dan

kontinu. Disamping itu perlu ada upaya menyamakan presepsi para pelaksana

kebijakan melalui pemberian insentif dan sangsi tegas agar mendukung kebijakan

sesuai yang diharapkan sehingga peningkatan kualitas layanan publik di

Kabupaten Pasaman dapat dicapai.

18

Tabel 2.1

Perbandingan Penelitian Terdahulu

NO JUDUL PENELITIAN PEMBEDA

1 Implementasi Kebijakan Pelayanan

Izin Mendirikan Bangunan di Kantor

Pelayanan Terpadu Kabupaten

Soppeng

Alfiani Ekasari

Jurnal ini menggunakan variable

yang menunjang implementasi

kebijakan pelayanan izin Kantor

Pelayanan Terpadu yaitu :

- Interaksi administrasi

- Interaksi teknis

- Mekanisme pelayanan

- Partisipasi masyarakat

Sedangkan peneliti menggunakan

variable berbeda yaitu:

- Demand (tuntutan)

- Value (manfaat)

- Evaluation (evaluasi)

Persamaan dari kedua penelitian

ini sama – sama menggunakan

metode penelitian kualitatif.

2 Efektivitas Pembentukan Kantor

Pelayanan Perizinan Terpadu Satu

Pintu Dalam Memberikan Pelayanan

Kepada Masyarakat (Studi Kasus Pada

Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu

Satu Pintu di Kabupaten Gayo Lues)

SAHRIFIN

Masalah yang dikaji yaitu

efektivitas pembentukan

pelayanan perizinan terpadu satu

pintu dalam memberikan

pelayanan di bidang perizinan

kepada masyarakat.

Sedangkan penulis mengkaji

bagaimana implementasi serta

mengevaluasi pelayanan terpadu

satu pintu di Kabupaten

Banyuwangi.

Persamaan dari kedua penelitian

ini sama – sama menggunakan

metode penelitian kualitatif.

3 Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu

Satu Pintu Pada Dinas Perijinan Kota

Denpasar

I Putut Agus Indra Febryana

Tujuan penelitian ini adalah

bagaimanakah penyelenggaraan

pelayanan terpadu satu pintu

dalam upaya peningkatan

pelayanan pada masyarakat di

Dinas Perijinan Kota Denpasar,

dan Apakah yang menjadi tolok

ukur agar tercapainya

19

penyelenggaraan pelayanan

terpadu satu pintu yang baik

Sedangkan peneliti juga

membahas bagaimana

implementasi PTSP namun

disertai dengan evaluasi selama

diterapkannya PTSP tersebut

Persamaan dari kedua penelitian

ini dipaparkan secara deskriptif

menggunakan metode kualitatif

empiris

4 Pengaruh Kualitas Pelayanan Terpadu

Satu Pintu Terhadap Kepuasan

Masyarakat Dalam Rangka

Peningkatan Pendapatan Asli Daerah

Kabupaten Bangka

Yusroni

Jurnal ini menggunakan variable

penunjang Pealayan Satu Pintu

untuk mendapatkan kepuasan

masyarakat yaitu:

- tangible

- reliability

- assurance

- emphaty

- equity

Sedangkan peneliti menggunakan

variable berbeda yaitu:

- Demand (tuntutan)

- Value (manfaat)

- Evaluation (evaluasi)

Persamaan dari kedua penelitian

ini sama – sama menggunakan

metode penelitian kualitatif

deskriptif.

5 Evaluasi Kebijakan Penyelenggaraan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP)

: Studi pada Unit Penyelenggaraan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Kabupaten Pasaman

Damayanti

Jurnal ini fokus pada evaluasi

sitem pelayanan satu pintu dengan

cara menganalisis efektifitas

kebijakan dalam meningkatkan

kualitas layanan publik serta

faktor-faktor yang

mempengaruhinya. Variabel yang

digunakan yaitu evaluation,

indicator, dan suggest.

Sedangkan penulis fokus pada

bagaimana implementasi

Pelayanan Satu Pintu yang

disertai evaluasi menggunakan

20

variable demand, value, dan

evaluation.

Persamaan dari kedua penelitian

ini sama – sama menggunakan

metode penelitian kualitatif. Sumber: Olahan Penulis, 2017

2.2 Definisi Kebijakan Publik

Menurut Wahab dalam bidang apapun dan untuk merealisasikan tujuan

apapun akan di beri makna “ kebijakan publik” jika sebagian atau seluruhnya

digagas, dikembangkan, dirumuskan, atau dibuat oleh instansi – instansi, serta

melibatkan (langsung atau tak langsung) pejabat – pejabat pemerintah.6 Dalam

arti sempit kebijakan publik merupakan sebuah peraturan yang dibuat oleh

pemerintah yang sifatnya memaksa. Memaksa dalam artian masyarakat harus

mentaati segala macam kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Setiap kebijakan

publik dapat mempengaruhi baik atau buruknya sistem pemerintahan. Oleh

karenanya, kebijakan publik juga bersifat fleksibel karena keberhasilan kebijakan

itu sendiri baru bisa di lihat jika sudah dijalankan. Maka dari itu Wahab

merumuskan bahwa kebijakan publik perlu untuk digagas, dikembangkan, dan

dirumuskan oleh pejabat – pejabat publik mengingat tuntutan masyarakat akan

kebijakan yang dirumuskan oleh pemerintah berbeda – beda. Definisi kebijakan

publik yang lain dikemukakan oleh Anderson bahwa kebijakan publik adalah

6 Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijakan (Dari Formulasi ke Penyusunan Model – Model

Implementasi Kebijakan Publik), Bumi Aksara, 2012, Hal 16

21

sebagai kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan badan dan pejabat-pejabat

pemerintah, dimana implikasi dari kebijakan tersebut adalah :7

1. Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai

tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan.

2. Kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah.

3. Kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh

pemerintah jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk

dilakukan.

4. Kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti

merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah

tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan

pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu.

5. Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif

didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan

memaksa.

Kebijakan publik yang di rumuskan oleh Anderson menyebutkan bahwa

kebijakan publik selalu memiliki tujuan tertentu yang sudah di rancang oleh

pemerintah untuk mengatur segala macam peraturan yang harus ditaati oleh

masyarakat. Sedangkan menurut Chandler dan Plano kebijkan publik adalah

pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdayasumberdaya yang ada untuk

memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah.8 Kebijakan publik

merupakan suatu bentuk kewajiban yang dilakukan secara terus menerus oleh

pemerintah demi sebuah tujuan kelompok atau masyarakat. Dalam hal ini

pemerintah mendayagunakan berbagai instrumen yang dimiliki untuk mengatasi

persoalan publik. Artinya kebijakan publik tidak melulu menjadi urusan pribadi

pemerintah, melainkan melibatkan banyak aktor lain seperti masyarakat, Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM) dan aktor – aktor lain yang ikut andil dalam

mempengaruhi keberhasilan sebuah kebijakan publik itu sendiri.

7 Hessel Nogi S. Tangkilisan, MSi, “Teori dan Konsep Kebijakan Publik” dalam Kebijakan Publik

yang Membumi, konsep, strategi dan kasus, Yogyakarta : Lukman Offset dan YPAPI, 2003, hal 2. 8 Ibid, hal 1

22

2.2.1 Tahapan Perumusan Kebijakan Publik

Perumusan kebijakan publik merupakan langkah vital pemerintah dalam

membuat dan mengimplementasikan kebijakan. Perumusan tersebut banyak

melibatkan variabel dan proses yang dapat mempengaruhi keberhasilan sebuah

kebijakan. Dalam kaitannya, sebuah kebijakan terdiri dari beberapa variabel

indikator yang menjadi bumbu untuk merumuskan sebuah kebijakan. Indikator –

indikator tersebut dapat mempengaruhi layak atau tidaknya kebijakan tersebut

untuk diimplementasikan serta dapat menganalisis kekuatan dan kelemahan

kebijakan tersebut.

Dalam mengkaji tahapan perumusan kebijakan publik, William N Dunn

membagi dan mengurutkan tahapan – tahapan dalam perumusan sebuah kebijakan

sebagai berikut :9

1. Tahap penyusunan agenda

2. Merupakan tahap pengumpulan masalah dan tuntutan apa saja yang

muncul dalam lingkup kebijakan yang nantinya menjadi fokus utama

dalam pokok bahasan.

3. Tahap Formulasi kebijakan

4. Formulasi kebijakan merupakan tahapan para perumus kebijakan

dalam mengidentifikasi masalah yang muncul dan untuk kemudian

mencari solusi alternatif terbaik dalam mengatasi masalah tersebut.

5. Tahap adopsi kebijakan

6. Pada dasarnya tahapan ini merupakan penentuan dan pengambilan

keputusan para perumus kebijakan dalam mengadopsi solusi

kebijakan terbaik menurut dukungan mayoritas.

7. Tahap implementasi kebijakan

8. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh para pelaksana

(implementors) yaitu badan – badan administrasi ataupun birokrat

tingkat bawah.

9. Tahap evaluasi kebijakan

10. Dalam tahap evaluasi, kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai

dan dievaluasi kembali untuk dapat dilihat sejauh mana kebijakan

yang dibuat meraih dampak yang diinginkan.

9 Budi Winarno, MA, Kebijakan Publik, Teori dan Proses, Jakarta : Media Pressindo, 2007, hal

32-34.

23

Bagan 2.1

Tahapan Perumusan Kebijakan Publik Menurut William Dunn

Sumber : Tahapan Perumusan Kebijakan Publik Menurut William Dunn

(dalam Budi Winarno 2007 : 32-34)

Penyusunan Agenda

formulasi Kebijakan

Adopsi Kebijakan

Implementasi Kebijakan

Evaluasi Kebijakan

24

2.2.2 Implementasi Kebijakan

Menurut Wahab dalam arti yang luas, implementasi sering dianggap

sebagai bentuk pengoperasionalisasian atau penyelenggaraan aktivitas yang telah

ditetapkan berdasarkan undang-undang dan menjadi kesepakatan bersama diantara

beragam pemangku kepentingan (stakeholders), aktor, organisasi (publik atau

privat), prosedur, dan teknik secara sinergistis yang digerakkan untuk bekerja

sama guna menerapkan kebijakan kearah tertentu yang dikehendaki.10

Teori ini

cukup lengkap dalam mendeskripsikan implementasi kebijakan. Teori ini pada

dasarnya mencakup segala inti sari dari implementasi kebijakan. Para pemangku

kepentingan merupakan pihak utama dalam menentukan sebuah implementasi

kebijakan dapat berjalan sesuai tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Sebuah

program atau kebijakan tidak akan berjalan dengan baik tanpa aktor

penyelenggara yang baik. Oleh karena itu, teori ini menekankan agar sikap,

perilaku, dan pikiran para pemangku kepentingan lebih terkontrol pada aspek

yang ingin dicapai. Karena pada dasarnya implementasi merupakan proses

terlaksananya suatu kebijakan serta pelaksana kebijakan yang diarahkan tetap

terkontrol pada keputusan yang telah diambil.

Menurut Van Meter dan Van Horn merumuskan proses implementasi

sebagai tindakan – tindakan yang dilakukan baik oleh individual atau pejabat –

pejabat atau kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya

tujuan – tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan.11

Sedikit mirip

10

Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijakan (Dari Formulasi ke Penyusunan Model – Model

Implementasi Kebijakan Publik, Bumi Aksara, 2012, Hal 133 11

Ibid, Hal 135

25

dengan teori yang di gagas oleh Wahab, pada dasarnya teori ini lebih menekankan

para pelaku kebijakan dalam menjalankan sebuah kebijakan yang telah ditetapkan

dengan tetap memperhatikan arahan dalam menjalankan kebijakan. Implementasi

kebijakan dilakukan dalam merealisasikan program kebijakan yang sudah

dirumuskan terlebih dahulu yang dalam perumusannya juga telah disusun

bagaimana rencana pelaksanaan demi tercapainya sebuah tujuan yang telah

disepakati. Karena dalam sebuah rencana terdapat fokus – fokus kegiatan yang

akan digunakan dan dilaksanakan dalam merealisasikan kebijakan.

Hal lain yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn ialah jalan yang

menghubungkan antara kebijakan dan kinerja dipisahkan oleh sejumlah variabel

bebas (Independent Variabel) yang saling berkaitan. Variabel – variabel yang

bebas yang dimaksut ialah :12

1. Standar/ukuran dan tujuan kebijakan

2. Sumber – sumber kebijakan

3. Ciri – ciri atau karakteristik badan/instansi pelaksana

4. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan – kegiatan

pelaksanaan

5. Sikap para pelaksana

6. Lingkungan ekonomi, sosial, dan politik

Dari kedua pemahaman diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

implementasi merupakan jelas mengarah pada proses pelaksanaan suatu kebijakan

yang telah di buat dan disepakati oleh para perumus kebijakan. Tujuannya adalah

sebagai solusi pemecahan sebuah masalah yang timbul di masyarakat yang

disusun secara sistematis dan terstruktur. Dalam penerapannya, aktor

penyelenggara kebijakan merupakan sebuah komponen utama yang ditunjang

12

Ibid, Hal 165

26

dengan beberapa variabel baik individual maupun organisasi yang saling

berkaitan antar keduanya.

Bagan 2.2

Model Proses Implementasi Kebijakan

Sumber: Model proses implementasi kebijakan menurut Donald Van

Meter dan Carl Van Horn13

Model ini mengumpamakan implementasi kebijakan berjalan secara

terstruktur dari keputusan politik yang tersedia, pelaksana, dan kinerja kebijakan

publik. Pertama, ukuran dan tujuan kebijakan diperlukan untuk mengarahkan

dalam melaksanakan kebijakan, hal tersebut dilakukan agar sesuai dengan

13

Ibid, Hal 166

Komunikasi antar-

organisasi dan kegiatan

pelaksanaan

Sumber-sumber

kebijakan

Ciri-ciri

badan

pelaksana

Sikap para

pelaksana

Kinerja

Standar dan

tujuan kebijakan

Lingkungan: ekonomi,

sosial, dan politik

27

program yang sudah direncanakan. Ukuran kebijakan program PTSP yang

menjadi sasaran adanya perubahan pelayanan yang dirasakan oleh masyarakat dan

adanya kemudahan dalam menguruh pembuatan surat – surat izin. Kebijakan

PTSP bertujuan untuk mengatasi permasalahan perizinan yang ada di Kota

Banyuwangi, serta melakukan perubahan dalam hal melayani pengurusan surat –

surat izin dan kebijakan diimplementasikan harus secara jelas sesuai dengan

tujuannya, kebijakan apa yang akan ditetapkan sebagai sistem yang akan

dilaksanakan oleh unit-unit pelayanan masyarakat.

Kedua, menurut Van Meter dan Vanhorn, sumber daya kebijakan

merupakan keberhasilan proses implementasi kebijakan yang dipengaruhi dengan

pemanfaatan sumber daya manusia, biaya, dan waktu.14

Sumber-sumber kebijakan

tersebut sangat diperlukan untuk keberhasilan suatu kebijakan yang dibuat oleh

pemerintah. Sumber daya manusia sangat penting karena sebagai sumber

penggerak dan pelaksana kebijakan, modal diperlukan untuk kelancaran

pembiayaan kebijakan agar tidak menghambat proses kebijakan. Waktu

merupakan bagian yang penting dalam pelaksanaan kebijakan, karena waktu

sebagai pendukung keberhasilan kebijakan. Sumber daya waktu merupakan

penentu pemerintah dalam merencanakan dan melaksanakan kebijakan.

Ketiga, keberhasilan kebijakan bisa dilihat dari sifat atau ciri-ciri

badan/instansi pelaksana kebijakan. Hal ini sangat penting karena kinerja

implementasi kebijakan publik akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang

14

Van Meter, D.S dan Van Horn, C.E, The Policy Implementation Process: A Conceptual

Framework. Admisitration and Society, 1975, Hal 465

28

tepat serta cocok dengan para badan atau instansi pelaksananya. Komponen dari

model ini terdiri dari stuktur-struktur formal dari organisasi-organisasi dan pihak

stakeholder yang tidak formal dari personil mereka, disamping itu perhatian juga

perlu ditujukan kepada ikatan-ikatan badan pelaksana dengan pameran-pameran

serta dalam penyampaian kebijakan.

Keempat, dampak kondisi-kondisi ekonomi, sosial dan politik pada

kebijakan publik merupakan pusat perhatian yang besar. Variabel ini mencakup

sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan

implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan

memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan, karakteristik para partisipan,

yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada di

lingkungan dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan.

Sedangkan menurut Leo Agustino studi implementasi merupakan suatu

kajian mengenai studi kebijakan yang mengarah pada proses pelaksanaan suatu

kebijakan. Dalam pelaksanaan, implementasi kebijakan merupakan proses yang

sangat kompleks yang terkadang menyangkut politisasi dengan adanya intervensi

berbagai kepentingan.15

Dengan demikian implementasi kebijakan tidak hanya

merupakan sebuah proses realisasi sebuah kebijakan, namun melibatkan beberapa

interaksi dari para pelaku atau aktor pelaku kebijakan yang memiliki pengaruh

besar dalam pencapaian sebuah program kebijakan.

15

Leo Agustino, Dasar-dasar Kebijakan Publlik, Bandung : Alfabeta, 2008, Hal 138

29

Hal ini dipertegas oleh pendapat Udoji dalam Abdul Wahab yang

mengatakan pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan mungkin

lebih penting dari pembuatan kebijaksanaan. Kebijakan-kebijakan hanya akan

berupa impian atau rencana yang bagus, yang tersimpan rapi dalam arsip kalau

tidak diimplementasikan.16

Dari pendapat Udoji tersebut dapat dikatakan bahwa

implementasi merupakan unsur yang sangat penting dalam mencapai sebuah

tujuan. Tidak telepas dari itu, menurut Riant Nugroho rencana ada 20%

keberhasilan, implementasi adalah 60% sisanya, 20% sisanya adalah bagaimana

kita mengendalikan implementasi.17

Implementasi kebijakan adalah hal yang

paling berat, karena disini masalah – masalah yang kadang tidak kita jumpai

dalam konsep, muncul dilapangan. Selain itu, ancaman utama adalah konsistensi

implementasi.

2.3 Faktor Pendukung Pelayanan Publik

Pada hakikatnya, pelayanan publik dapat diibaratkan fungsi utama sebuah

birokrasi dalam melakukan kewajibannya. Demi terselenggaranya pelayanan yang

baik dibutuhkan beberapa indikator dalam mencapai keberhasilan program.

Faktor-faktor pendukung pelayanan tersebut sangat penting peranannya guna

memenuhi kepentingan publik. Menurut Moenir disebutkan dalam bukunya yang

16

Abdul Wahab, Solichin, Evaluasi kebijakan Publik, Malang : Penerbit FIA UNIBRAW dan

IKIP Malang, 1997, Hal 59 17

Riant Nugroho, Public Policy: Teori Kebijakan – Analisis Kebijakan – Proses, Jakarta: Elex

Media Komputindo, 2008, Hal 501

30

berjudul Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia ada enam faktor yang dapat

mendukung pelayanan umum, yaitu:18

1. Faktor kesadaran, yaitu kesadaran para pejabat serta petugas yang

berkecimpung dalam pelayanan umum

2. Faktor aturan, yaitu aturan yang menjadi landasan kerja pelayanan

3. Faktor organisasi, yaitu organisasi yang merupakan alat serta sistem

yang memungkinkan berjalannya mekanisme kegiatan pelayanan

4. Faktor pendapatan, yaitu pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan

hidup minimum

5. Faktor keterampilan petugas

6. Faktor sarana dalam peaksanaan tugas pelayanan.

Keenam faktor tersebut menjelaskan peranan birokrat yang berdeda –

beda. Tetapi pada dasarnya komponen – komponen tersebut membentuk sebuah

hubungan yang berkaitan antara satu dengan yang lain. Untuk itu dalam

penerapan pelayanan publik dibutuhkan adanya korelasi yang baik antara keenam

faktor tersebut. Mengingat buruknya budaya dalam sebuah birokrasi di Indonesia

memang sedikit sulit merubah apa yang sudah menjadi budaya. Tetapi bukan

tidak mungkin merubah sistem birokrasi yang ada menuju kearah yang lebih baik

dengan didasari kesadaran diri pejabat birokrat sebagai “Abdi Masyarakat”.

2.4 Faktor Penghambat Pelayanan Publik

Buramnya pelayanan publik di Indonesia menjadi sebuah permalahan

Negara yang berkepanjangan. Fokus pelayanan cenderung mementingkan

kepentingan kelompok sepihak namun tidak untuk warga dan masyarakat.

Masyarakat seringkali di permainkan dalam mengurus pelayanan. Kebanyakan

dari mereka bahkan tidak mengetahui bentuk prosedur pelayanan yang baku.

18

Moenir A.S, 1992. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta:Bumi Aksara halaman

85

31

Dalam bukunya, Hesti Puspitosari merumuskan ada tiga faktor

penghambat pelayanan publik yaitu:19

1. Kebijakan atau keputusan politik yang diambil Pemerintah

Kebijakan yang diambil sering kali tidak memihak kepada

kepentingan masyarakat, dan cenderung merugikan rakyat, para

pengambil kebijakan lebih memikirkan kepentingan orang – orang

terdekat serta golongan mereka yang sering kali menimbulkan koalisi

busuk.

2. Manajemen dari pelaksana pelayanan publik

Pelaksanaan pelayanan publik lebih bersifat state oriented tidak public

oriented. Dimana kepentingan Negara lebih menjadi prioritas, segala

yang menyangkut kepentingan Negara mendapatkan porsi yang lebih

dibandingkan dengan kepentingan masyarakat.

3. Latar belakang kultur layanan

Kultur layanan di Indonesia masing bersifat feodal, yaitu dimana

pemberi layanan masih mementingkan kepentingan pribadi dan

Negara. Contohnya ada masa kerajaan rakyatlah yang mengabdi

kepada kerajaan dengan membayar upeti. Sistem yang sudah tidak

relevan tersebut membudaya sampai sekarang.

Ketiga faktor tersebut ditunjang dengan buruknya citra Birokrasi di

Indonesia. Buruknya citra akan budaya birokrasi di Indonesia menjadi sebuah

hambatan besar bagi sistem pelayanan publik. Dikutip dari buku Hesti Puspitosari,

Ratminto dan Atik Septi Winarsih dalam bukunya Manajemen Pelayanan

Membangun Konseptual, Penerapan Citizen’s Charter dan standar Pelayanan

Minimal merumuskan Ciri – ciri birokrasi di Indonesia:20

a. Lebih mementingkan kepentingan pimpinan daripada kepentingan klien

atau pengguna jasa.

b. Lebih merasa sebagai Abdi Negara daripada Abdi Masyarakat.

c. Meminimalkan resiko dengan cara menghindari inisiatif.

d. Menghindari tanggungjawab.

e. Menolak tantangan.

f. Tidak suka berkreasi dan berinovasi dalam melaksanakan tugas –

tugasnya.

19

Hesti Puspitosari, Filosofi Pelayanan Publik, Malang: SETARA Press, 2011, hlm 131 20

Ibid, hlm 133

32

Dari ciri – ciri birokrasi tersebut dapat diketahui bahwa mayoritas

pelayanan publik di Indonesia masih jauh dari apa yang diharapkan. Tetapi dalam

hal perhatian sesama pemilik kepentingan sangatlah tinggi. Ini dibuktikan dengan

loyalnya birokrat terhadap kepentingan pribadi atau perorangan tetapi kurang

tanggap terhadap kepentingan publik.

2.5 Perizinan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, perizinan merupakan pernyataan

mengabulkan (tidak melarang dan sebagainya) atau persetujuan mengabulkan.21

Secara teknis dalam salinan peraturan Bupati Banyuwangi Nomer 29 tahun 2012

tentang standar pelayanan publik pelayanan perizinan pada Badan Pelayanan

Perizinan Terpadu Kabupaten Banyuwangi, perizinan dan izin merupakan dua

makna yang berbeda. Perizinan adalah dokumen dan bukti legalitas yang

memperbolehkan perbuatan hukum oleh seseorang atau sekelompok orang dalam

ranah hukum administrasi Negara atas suatu perbuatan yang dilarang berdasarkan

peraturan perundang – undangan.22

Sedangkan izin adalah dokumen yang

dikeluarkan oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan daerah atau peraturan

lainnya yang merupakan bukti legalitas, menyatakan sah atau diperbolehkannya

seseorang atau badan untuk melakukan usaha atau kegiatan tertentu.23

Menurut Utrecth dalam mendeskripsikan izin adalah Izin adalah bilamana

perbuatan tidak pada umumnya melarang suatu perbuatan tetapi masih juga

memperkenankan asal saja diadakan secara masing-masing hal secara kongkrit

21

http://kbbi.web.id/izin diakses pada tanggal 16 Februari 2016 22

Dokumen Salinan Peraturan Bupati Banyuwangi Nomer 29 Tahun 2012 23

Ibid

33

maka perbuatan administrasi Negara yang memperkenankan perbuatan tersebut

bersifat suatu izin.24

Sedangkan M. Hadjon merumuskan izin ialah suatu

persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah

untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan

perundangan.25

Kedua pendapat tersebut mendeskripsikan bahwa izin hakikatnya

adalah persetujuan dari para penguasa dalam melegalkan suatu kepentingan

seseorang ataupun kelompok, dengan menimbang beberapa peraturan pemerintah

ataupun peraturan lain yang ada.

2.5.1 Tujuan dan Fungsi Perizinan

Perizinan memiliki tujuan dan fungsi tersendiri layaknya peraturan

pemerintah. Perizinan dapat dijadikan sebuah pengelendalian oleh pemerintah.

Segala sesuatunya diatur oleh peraturan, oleh karenanya perizinan menjadi satu -

satunya jalan dalam melegalkan peraturan tersebut. Pada dasarnya perizinan

merupakan bentuk konkret dari sebuah kepastian hukum yang jelas dari yang

mulanya dilarang menjadi di perbolehkan. Dalam kaitannya, perizinan memiliki

dasar tujuan sebagai pengendalian yang dimiliki oleh pemerintah dalam

membatasi kegiatan – kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Adapun tujuan

perizinan, hal ini tergantung pada kenyataan konkret yang dihadapi. Meskipun

demikian, secara umum dapatlah disebutkan sebagai berikut:26

24

E. Utrecht. Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia. Cet VI, PT. Penerbit dan Balai

Buku Ichtiar, Jakarta, 1963, hlm. 152. 25

M. Hadjon Philipus, Pengantar Hukum Perizinan, Penerbit Yunidika, Surabaya, 1993, hlm. 2 26

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Cetakan Kedua, Yogyakarta, 2003,

hlm. 161 - 162

34

Tujuan Perizinan Menurut Ridwan HR dibagi menjadi 5 variabel yaitu :

1. Keinginan mengarahkan (mengendalikan) aktivitas-aktivitas tertentu.

2. Mencegah bahaya bagi lingkungan.

3. Keinginan melindungi objek-objek tertentu.

4. Hendak membagi benda-benda yang sedikit.

5. Pengarahan, dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas, dimana

pengurus harus memenuhi syarat tertentu.

Kelima variabel tersebut merupakan tolak ukur adanya perizinan. Perizinan

pada dasarnya digunakan untuk mengendalikan aktivitas tertentu demi mencegah

potensi bahaya yang atau hal yang tidak diinginkan. Perizinan juga digunakan

dalam menjaga obyek yang dilindungi, maupun sebagai alat legalitas dalam

menyeleksi atau pemberian kewenangan terhadap orang atau organisasi yang

berkepentingan dalam menjalankan aktivitas tertentu.

35

2.6 Alur Pikir Penelitian

Untuk mengetahui mekanisme implementasi kebijakan PTSP Dinas

Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Banyuwangi

peneliti membuat alur pikir penelitian sebagai berikut :

Bagan 2.3

Alur Pikir Penelitian

Implementasi Kebijakan PTSP Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Banyuwangi

Menurut PERMENDAGRI Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan

Pelayanan Satu Pintu

Konteks Implementasi menurut Van

Meter dan Van Horn

HASIL PENELITIAN

1. Standar/ukuran dan tujuan kebijakan PTSP di Kabupaten Banyuwangi memiliki SOP

yang sudah jelas, tetapi dalam implementasinya, pelimpahan wewenang cenderung

paradoks, DPMPTSP masih tidak dapat mengurus sendiri dari mulai pengajuan izin

sampai diterbitkannya izin tanpa rekomendasi dari SKPD lain.

2. Dari aspek sumber kebijakan, DPMPTSP memiliki SDM yang kompetitif, Biaya

perizinan yang sudah ditetapkan dalam SOP, Ketepatan waktu pelayanan perizinan

cenderung lambat

3. Karakteristik BPPT Banyuwangi masih kaku, cenderung patuh terhadap peraturan yang

ada dan kurang inisiatif untuk berinovasi.

4. Rendahnya sosialisasi penyuluhan PTSP terhadap masyarakat.

Faktor Pendukung PTSP

1. Adanya dukungan dari Bupati Kabupaten

Banyuwangi

2. Adanya dasar hukum Perpres No 97 Tahun

2014, Perda Nomer 6 Tahun 2011, dan

Perbub Nomer 59 Tahun 2016,

3. Sarana dan Prasarana cukup memadai, sudah

tersedianya Sistem Informasi Online (SIPO)

4. Adanya System Reward and Punishment

Faktor Penghambat PTSP

1. Kurangnya jumlah SDM

yang dimiliki

2. Masih adanya budaya efek

bureaucratism

3. Masih adanya intervensi

politik

Sumber : Olahan Penulis Tahun 2017

36

BAB III

METODE PENELITIAN

1.1 Pemilihan Metode

Menurut Arikunto, metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh

peneliti dalam pengumpulan data penelitiannya.1 Berdasarkan teori tersebut dapat

dikatakan bahwa metode penelitian adalah cara yang digunakan untuk

mengumpulkan data yang di perlukan dalam penelitian. Penelitian diperlukan

dalam mengkaji sebuah permasalahan dengan menggunakan beberapa variabel

pendukung untuk lebih memudahkan dalam fase pengumpulan data. Adapun

kegunaan penelitian dalam menganalisis masalah, dimaksutkan dapat memicu

munculnya ide – ide baru atau gagasan baru yang dapat digunakan untuk

memperbaiki serta memberikan solusi yang rasional.

Menurut Sugiyono, metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk

mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan dan

dikembangkan suatu pengetahuan sehingga gilirannya dapat digunakan untuk

memahami, memecahkan dan mengantisifikasi masalah.2 Secara sederhana

penelitian merupakan sebuah prosedur penyelidikan yang sistematis dalam

mencari sebuah permasalahan tertentu sebagai upaya untuk mencari sebuah

jawaban. Mengacu pada kedua teori diatas, pada dasarnya penelitian merupakan

sebuah prosedur yang sistematis untuk mendapatakan dan mengumpulkan

sejumlah data serta informasi yang valid yang diolah kembali dan digunakan

1 Arikunto Suharsimi, 2006, Metodelogi penelitian, Yogyakarta, Bina Aksara, hal 136

2 Sugiyono, (2009), (Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D),

Bandung, Alfabeta, hal 2

37

untuk mengidentifikasi masalah. Pengolahan data dan informasi memunculkan

sebuah hipotesis untuk dikaji lebih lanjut dalam menemukan sebuah jawaban

permasalahan.

Fokus penelitian ini menjelasakan implementasi program Pelayanan

Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu

Satu Pintu Kabupaten Banyuwangi, serta mengidentifikasi permasalahan apa saja

yang menjadi faktor penunjang maupun penghambat dari program tersebut dalam

meningkatkan pelayanan publik terhadap para pengguna jasa perizinan. Untuk

melakukan penelitian tersebut maka peneliti menggunakan penelitian secara

kualitatif yang dipaparkan secara deskriptif.

Penelitian kualitatif, data kualitatif adalah data yang berbentuk kata,

skema, dan gambar.3 Penelitian diskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk

mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen)

tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel yang lain.4

Penelitian kualitatif deskriptif digunakan sebagai metode penelitian dalam

mengumpulkan data untuk mengkaji sebuah studi kasus mengenai Program

Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Kabupaten Banyuwangi melalui perspektif

informan dan variabel penunjang lainnya dalam mencari, mengolah, dan

mengidentifikasi sebuah masalah yang dapat mempengaruhi baik buruknya

program PTSP tersebut.

3 Ibid, hlm 14

4 Ibid, hlm 11

38

Setelah melakukan penelitian, peneliti menyudahi penelitian apabila

seluruh informasi fakta dan data yang ditemukan pada saat di lapangan sudah bisa

dideskripsikan secara jelas. Kesimpulan yang diambil peneliti merupakan proses

melakukan penarikan kesimpulan dan keseluruhan hasil penelitian, yang

kemudian akan diolah lebih lanjut untuk mendapatkan hasil yang valid.

1.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan suatu tempat atau wilayah dimana penelitian

tersebut akan dilakukan. Lokasi penelitian sangat menentukan dimana peneliti

dapat mengumpulkan dan memperoleh data maupun informasi yang valid dan

akurat terkait dengan masalah penelitian yang telah disebutkan. Penentuan lokasi

penelitian ini bertempat di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu Kabupaten Banyuwangi selaku penyelenggara dari program Pelayanan

Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang nantinya menjadi fokus bahasan peneliti.

3.3 Sumber Data

Sumber data merupakan aspek penting dalam menentukan teknik

penelitian yang digunakan. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan

data kualitatif deskriptif yaitu data yang disajikan berbentuk olahan kata, skema,

dan gambar. Data Primer Definisi data primer dan data sekunder menurut

Sugiyono sebagai berikut :5

1. Sumber primer merupakan sumber data yang langsung memberikan

data kepada pengumpul data. Data primer dalam penelitian ini yaitu

berupa kuesioner dan hasil wawancara.

5 Ibid, Hlm 137

39

2. Sumber sekunder merupakan sumber data yang diperoleh dengan cara

membaca, mempelajari dan memahami melalui media lain yang

bersumber dari literatur, buku-buku, serta dokumen perusahaan.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan faktor yang paling menentukan

dalam sebuah penelitian. Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan

dua metode teknik pengumpulan data studi kepustakaan (Library Research), dan

studi lapangan (Field Research). Berikut akan dijelaskan mengenai kedua teknik

pengumpulan data tersebut yaitu :

3.4.1 Studi Kepustakaan (Library Research)

Yaitu mengumpulkan data melalui mempelajari buku – buku, literatur,

ataupun dari website untuk mendapatkan data – data yang terkait. Teori yang

digunakan merupakan teori implementasi kebijakan menurut Van Meter dan Van

Horn yang dikutip dari buku Profesor Solichin Abdul Wahab yang berjudul

Analisis Kebijakan (Dari Formulasi ke Penyusunan Model – Model Implementasi

Kebijakan Publik), serta website resmi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu Kabupaten Banyuwangi, dan jurnal umum terkait dengan

PTSP. Pada dasarnya data yang diperoleh merupakan data penunjang dalam

melakukan analisis dengan mempertimbangan teori – teori ataupun pendapat ahli

dalam mengkaji sebuah permasalahan secara teoritik.

40

3.4.2 Studi Lapangan (Field Research)

Ada tiga teknik dalam melakukan penelitian lapangan yaitu :

a. Observasi

Observasi bisa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara

sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.6 Dalam

kasus ini peneliti mengobservasi dan mengamati kegiatan, situasi, dan

kondisi di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Kabupaten Banyuwangi dalam implementasi program PTSP.

b. Wawancara

Dalam teori komunikasi ada 5 tahapan dalam berkomunikasi. Satu

(dalam diri sendiri), Dua komunikasi interpersonal (orang per orang),

Tiga, komunikasi grup atau kelompok, Keempat, komunikasi

organisasi /birokrasi/institusi, Kelima, komunikasi massa. Wawancara

merupakan sebuah interaksi antara perorangan ataupun kelompok.

Untuk itu peneliti melakukan interview atau wawancara mengenai

mekanisme program Pelayanan Terpadu Satu Pintu di DPMPTSP

Kabupaten Banyuwangi. Lebih jelasnya dalam memperoleh fakta-fakta

tersebut, penulis melakukan proses wawancara terhadap pegawai

DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi dan segenap responden dari

masyarakat terkait perkembangan sektor perizinan Kabupaten

Banyuwangi.

6 H. Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press. 2005. hlm. 118.

41

Tabel 3.1

Daftar Narasumber

No Nama Jabatan

1 Dr. H. Abdul Kadir. M, S.i Kepala DPMPTSP Kabupaten

Banyuwangi

2 Fatah Hidayat, SP., S.sos Kepala Sub Penyusunan Program

3 Trisetia Supriyanto, S.STP, M.Si Kepala Bidang Perizinan

4 Ika Herdiana Frierista, S.STP,

M.Si

Kepala Sub Bidang Penetapan

Pelayanan

5 Meidi Sugiarto, S.Hut. Kepala Sub Bidang Evaluasi dan

Penyuluhan

6 Sofyan Yazied Anggota LSM KUPUNYA yang

menyoroti sistem pemerintahan

Kab. Banyuwangi

7 Totok Budiantoro Dekan Fakultas Fisip Untag

Banyuwangi

(Pemohon izin IMB)

8 Rendi Dwi A.S S.H Pemohon Izin Usaha Perdagangan

9 Alfyan Firdaus Jurnalis Radio Pemerintahan

Banyuwangi

10 Mia Octavia S.H Pemohon Jasa Izin Tempat Usaha

11 Anton Humaidi S.H, Kasi Pengawasan dan Penegakan

Hukum Lingkungan, Badan

Lingkungan Hidup Banyuwangi

Sumber : Olahan Penulis 2017

c. Dokumentasi

Peneliti mengumpulkan data – data dokumen ataupun arsip seperti

LAKIP Kabupaten Banyuwangi, Standar Operasional Prosedur

pelayanan perizinan DPMPTSP Banyuwangi, Peraturan Presiden

Nomor 97 Tahun 2014, Peraturan Bupati Nomor 59 Tahun 2016,

Berita KOMPAS Banyuwangi, serta publikasi foto atau gambar yang

berkaitan dengan implementasi PTSP yang diperoleh dari DPMPTSP

Kabupaten Banyuwangi sebagai informasi data sekunder.

42

3.5 Teknik Analisa Data

Analisis data digunakan dalam mengolah data secara sistematis sehingga

dapat lebih mudah untuk dipahami. Data – data yang dikumpulkan di olah dengan

klasifikasi dan urutan sesuai dengan uraian diatas secara sistematis, sehingga

memunculkan sebuah dugaan sementara atau hipotesis yang dihasilkan dari

olahan data. Tujuan analisis data yaitu untuk mendeskripsikan semua data yang

diperoleh untuk di olah lebih lanjut dan menentukan kesimpulan, dalam prosesnya

peneliti mengidentifikasi, untuk menjelaskan, ataupun untuk memprediksi dalam

pengambilan kesimpulan hasil.

Menurut Sugiyono, analisis telah mulai sejak merumuskan dan

menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus sampai

penulisan hasil penelitian.7 Dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih

difokuskan selama proses di lapangan bersama dengan pengumpulan data.

Diungkapkan menurut Sugiyono, proses analisa data dalam metode kualitatif

dilakukan sejak awal dan sepanjang proses penelitian berlangsung, dengan

prosedur:8

1. Reduksi Data. Data di lapangan dituangkan dalam uraian atau

laporan yang lengkap dan terinci. Laporan lapangan akan

direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada

hal-hal yang penting kemudian dicari tema atau polanya dan

membuang yang tidak perlu.

2. Penyajian Data. Dimaksudkan untuk memudahkan bagi peneliti

guna melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian

tertentu dari penelitian. Oleh karena itu, dalam penelitian ini

menyajikan data dalam bentuk uraian yang naratif.

3. Menarik Kesimpulan atau Verifikasi. Peneliti berusaha untuk

menggambarkan dari data yang dikumpulkan dan dituangkan

7 Opcit, Hlm 136

8 Opcit, Hlm 336-337

43

dalam kesimpulan yang masih bersifat tentatif. Akan tetapi dengan

bertambahnya data melalui proses verifikasi secara terus menerus

akan ditarik kesimpulan. Dan dalam analisis data ini menggunakan

model Interactive Model.

44

BAB IV

DESKRIPSI DAN GAMBARAN UMUM PROGRAM PTSP KABUPATEN

BANYUWANGI

Pada laporan penelitian ini, bab IV akan dijelaskan tentang deskripsi

umum tentang program Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Kemudian akan

dijelaskan tentang proses lahirnya Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Kabupaten

Banyuwangi dimana penelitian ini dilakukan. Gambaran umum meliputi sekilas

perkembangan sejarah Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu Kabupaten Banyuwangi yang juga memiliki pengaruh dalam jalannya

pemerintahan Kabupaten Banyuwangi, selain itu juga akan dijelaskan mengenai

faktor – faktor yang melatarbelakangi lahirnya program PTSP yang menjadi titik

fokus dalam penelitian ini.

4.1 Latar Belakang Program PTSP

Istilah Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) pertama kali muncul tahun

2006 dalam kebijakan/peraturan pemerintah melalui Peraturan Menteri Dalam

Negeri (Permendagri) Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Permendagri itu sendiri merupakan tindak lanjut

Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Kebijakan Percepatan Perbaikan

Iklim Usaha yang sekarang sudah direvisi kembali melalui PERPRES NOMOR

97 TAHUN 2014. Pada awalnya di Kabupaten Banyuwangi masih menggunakan

model kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Atap atau (PTSA). Model PTSA

merupakan model yang dijalankan pemerintah sebelum dikeluarkannya

Permendagri No. 24 tahun 2006. Masyarakat hanya perlu mendatangi satu tempat

untuk mengurus berbagai izin yang mereka perlukan. Hanya saja, dalam sistem

45

PTSA pemrosesan dokumen perizinan masih dilakukan di masing-masing instansi

teknis (sesuai dengan wewenangnya), sehingga dampaknya terhadap percepatan

proses pengurusan izin tidak terlalu besar.

Berbeda dengan PTSA, PTSP bersifat “paripurna.” Seluruh proses

pengurusan izin (pendaftaran, pemrosesan dan penerbitan) dilakukan di instansi

penyelenggara PTSP. Oleh karena itu, adanya pelimpahan wewenang pelayanan

perizinan dari instansi teknis kepada instansi penyelenggara PTSP merupakan

salah satu syarat pokok bagi efektivitas PTSP. Sebagai bagian dari proses

reformasi birokrasi, PTSP dikembangkan untuk memperbaiki birokrasi perizinan,

khususnya di daerah, agar menjadi lebih mudah, lebih murah, lebih cepat, lebih

transparan dan lebih akuntabel. Dalam PTSA pemprosesan izin dilakukan di

SKPD masing-masing sesuai kewenangan pengelolaan izin, sedangkan dalam

PTSP pemrosesan izin dilakukan di PTSP. Koordinasi dengan SKPD

Teknis(untuk izin-izin yang memerlukan rekomendasi teknis dilakukan melalui

Tim Teknis. Tim Teknis itu sendiri terdiri dari utusan dari SKPD yang relevan,

tetapi bekerja di bawah koordinasi Kepala PTSP. Oleh karena itu, PTSP yang

efektif memerlukan dua hal kunci, yaitu yang pertama pendelegasian kewenangan

pelayanan perizinan oleh kepala daerah kepada PTSP, dan yang kedua kinerja tim

teknis yang bekerja dan berfungsi sebagaimana mestinya. Berikut dijelaskan tabel

perbedaan antara PTSA dengan PTSP :

46

Tabel 4.1

Tabel Perbedaan Pelayanan Satu Pintu dengan Pelayanan Satu Atap

Aspek Pelayanan Terpadu Satu

Pintu

(PTSP)

Pelayanan Terpadu Satu

Atap

(PTSA)

Wewenang dan

Penandatanganan

Wewenang dan

penandatanganan berada di

satu pihak

Wewenang dan

penandatanganan di banyak

instansi

Koordinasi Koordinasi lebih mudah

dilakukan

Kepala penyelenggara

PTSP berperan sebagai

koordinator semua

instansi terkait

Koordinasi lebih sulit karena

kewenangan masih tersebar di

beberapa instansi

Prosedur Pelayanan Penyederhanaan prosedur

lebih mudah karena

dilimpahkan kepada kepala

PTSP

Prosedur sulit disederhanakan

karena ego sectoral di banyak

SKPD Teknis.

Pengawasan Pengawasan menjadi

tanggung jawab bersama

antara lembaga

penyelenggara PTSP dengan

instansi terkait

Pengawasan menjadi tanggung

jawab SKPD Teknis

Standar Pelayanan Kualitas pelayananan akan

terjaga sedikitnya pada

standar minimal

Kualitas layananan sulit

dipertahankan karena sangat

tergantung kebijakan SKPD

teknis

Kelembagaan Berbentuk Kantor atau

Badan

Biasanya hanya perperan

sebagai loket penerima, yang

berbentuk unit

Sumber : Olahan Penulis 2017

Tujuan reformasi birokrasi perizinan itu sendiri adalah adalah

mewujudkan pengurusan izin yang murah, mudah, cepat dan transparan tanpa

kehilangan fungsi izin sebagai instrumen pengendalian. Oleh karena itu,

keberhasilan PTSP harus dilihat dan diukur dari kemampuannya mewujudkan

tujuan reformasi birokrasi perizinan tersebut.

47

Adanya perbedaan perkembangan antara satu daerah dengan daerah lain

ini menyebabkan manfaat PTSP yang dirasakan masyarakat juga berbeda-beda.

Secara hipotetis, masyarakat di daerah yang PTSP-nya sudah berjalan efektif akan

merasakan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan mereka yang berada di

daerah yang PTSP-nya belum sampai ke tahap itu. Indikasi di lapangan

menunjukkan bahwa pelimpahan wewenang salah satu aspek paling krusial dalam

pembentukan PTSP dari instansi teknis kepada PTSP merupakan tantangan

terberat yang dihadapi daerah. Di atas kertas, hal itu tidak sulit dilakukan, karena

sesungguhnya yang memiliki wewenang adalah kepala daerah, instansi teknis

sekadar membantu atau bekerja atas nama kepala daerah. Akan tetapi, dalam

praktek, proses itu tidak selalu mudah.

Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi, khususnya hubungan antara

kepala daerah dengan instansi teknis yang merupakan bawahannya. Akibatnya, di

beberapa daerah terjadi dualisme. Masyarakat bisa datang ke PTSP untuk

mengurus izin, tetapi instansi teknis juga masih dapat melayani jika ada

permohonan dari masyarakat. Banyak yang menyebut, situasi itu seperti “satu

pintu, banyak jendela”. Dengan latar belakang situasi mempengaruhi manfaat

keberadaan PTSP pada aspek yang lebih luas, yaitu manfaat pengurusan izin bagi

perkembangan usaha maupun investasi daerah guna mensejahterakan masyarakat.

Manfaat dari pengurusan izin usaha sendiri sampai pada terbukanya

kesempatan yang lebih luas bagi pengusaha untuk mengembangkan usahanya.

Tentunya dalam implementasi kebijakan PTSP, Badan Pelayanan Terpadu

Kabupaten Banyuwangi selaku pelaku kebijakan harus memaksimalkan segala

48

aspek yang mendukung seperti dari aspek strategis dan aspek teknis sebagai usaha

dalam menyederhanakan dan memudahkan pengurusan izin.

4.2 Perkembangan PTSP di Kabupaten Banyuwangi

Salah satu fungsi (birokrasi) perizinan sebenarnya adalah sebagai

instrumen pengendalian. Sayangnya, semangat yang berlebihan untuk melakukan

pengendalian seringkali berujung pada proses pengurusan izin yang menyulitkan

dan memberatkan pengusaha. Sebaliknya, jika terlalu ‘bersemangat’ dalam

mempermudah –antara lain didorong oleh motivasi ekonomi, yaitu memperoleh

pendapatan-- fungsi izin sebagai instrumen pengendalian dapat hilang. Izin

Reklame dapat menjadi ilustrasi menarik bagi kasus tersebut. Semua orang

sepakat, bahwa kegiatan usaha membutuhkan promosi, di antaranya melalui

pemasangan papan reklame. Akan tetapi papan reklame yang berlebihan akan

merusak keindahan kota. Salah satu yang dianggap sebagai berlebihan atau paling

mengganggu keindahan adalah papan reklame berukuran besar atau yang dipasang

melintang di atas jalan atau biasa disebut bando jalan. Trisetia Supriyanto, S.STP,

M.Si selaku Kepala Bidang Perizinan menjelaskan bahwa:

Melalui ketentuan tentang Izin Reklame, pemerintah daerah sebenarnya

mempunyai alat dan kesempatan untuk mengatur itu semua. Di satu sisi

pengusaha tetap dapat mempromosikan produknya melalui papan reklame,

tetapi di sisi lain keindahan dan kerapihan kota tidak terabaikan. 1

Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu contoh bagaimana

instrumen tersebut digunakan dengan baik dan efektif. Untuk itu disusun

Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 6 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan

1 Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Perizinan BPPT Kabupaten Banyuwangi pada tanggal

27 oktober 2016 pukul 10.11 di Kantor BPPT

49

Penyelenggaraan Reklame. Keberadaan Perbup seperti itu sebenarnya tidak

istimewa, karena banyak daerah lain yang juga memilikinya. Yang membuat

Banyuwangi berbeda adalah karena pemerintah daerah setempat melaksanakannya

secara konsisten (sejauh ini). Dalam Perbup tersebut secara eksplisit disebutkan

apa saja yang tidak diperbolehkan dalam pemasangan reklame, yaitu:2

1. Reklame yang menyatu dengan papan nama instansi pemerintah,

sekolah dan tempat ibadah,

2. Penempatan reklame di jarak kurang dari 25 meter dari tempat

pendidikan atau tempat ibadah,

3. Reklame permanen di berbagai fasilitas umum seperti trotoar jalan,

tiang penerangan, tiang telepon, pagar pembatas jalan dan sebagainya,

4. Reklame di Ruang Terbuka Hijau (RTH), kecuali media informasi

milik Pemda,

5. Penempatan penyangga reklame di dua sisi pembatas jembatan,

6. Reklame yang melintang di atas jalan arteri atau kolektor, serta

7. Reklame di beberapa jalan protokol.

Berbagai larangan tersebut ditegakkan secara konsisten. Reklame yang

sebenarnya tidak sejalan dengan Perbup tetapi sudah telanjur diizinkan, sebelum

adanya Perbup tidak diberi izin perpanjangan. Dengan demikian, setelah masa

berlaku reklame tersebut berakhir, Pemda dapat mengambil tindakan tegas dengan

membongkarnya. Selain berbagai larangan tersebut, Pemda Kabupaten

Banyuwangi juga mempunyai kebijakan khusus terkait izin dan pajak reklame.

Pajak reklame berlaku untuk 12 bulan, tetapi izin reklame hanya berlaku untuk 10

bulan. Dengan kata lain, Pemda menerapkan tarif pajak reklame yang secara

efektif lebih mahal dibandingkan daerah lain. Pada masa awal penerapan

kebijakan tersebut ada keberatan dari kalangan pengusaha, tetapi Pemda tetap

memberlakukan peraturan tersebut sambil terus mencoba menjelaskan latar

2 Perubahan Atas Peraturan Bupati Banyuwangi Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Pedoman

Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 10 Tahun 2012 Tentang

Penyelenggaraan Reklame

50

belakang dan tujuan peraturan. Dengan konsistensi pemerintah daerah, mau tidak

mau kalangan pengusaha mengikuti ketentuan tersebut. Hasilnya, tidak ada lagi

bando jalan di wilayah Kabupaten Banyuwangi. Papan reklame tetap ada, tetapi

tidak ada yang berukuran sangat besar. Kalau pun ada, reklame dalam ukuran

besar tersebut adalah milik Pemda yang sedang mempromosikan berbagai

kegiatan untuk menarik investor atau reklame Pemda yang berisi seruan atau

ajakan tertentu. Suasana kota menjadi lebih tertata dan tidak terlalu ramai oleh

kehadiran papan reklame.

Terkait dengan tingginya tarif pajak reklame, ternyata pendapatan Pemda

dari pajak tersebut tidak berkurang. Apa yang dipaparkan tersebut merupakan

sebuah contoh bagaimana izin dapat secara efektif digunakan sebagai instrumen

pengendalian. Hal seperti itu tidak hanya dapat diterapkan dalam reklame, tetapi

juga untuk bidang-bidang lain seperti pertambangan, perdagangan, tempat wisata

dan sebagainya. Kemudahan izin memang diperlukan, karena dengan cara itu

diharapkan tidak banyak hambatan yang dihadapi oleh para pengusaha, tetapi di

sisi lain pengendalian kegiatan usaha tetap perlu dilakukan untuk tujuan lain yang

tidak kalah pentingnya.

Selain dari terpenuhinya syarat usaha, izin yang mereka punyai, dirasakan

sebagai pemberi kemudahan seandainya mereka memerlukan tambahan modal

berupa pinjaman dari bank. Izin juga bermanfaat bagi pengembangan pasar, baik

untuk jasa maupun barang produksi yang dihasilkan. Selain itu, izin juga

bermanfaat buat menghilangkan rintangan usaha. Keamanan berusaha pun

dirasakan kalau izin dimiliki.

51

4.3 Peluang Investasi Kabupaten Banyuwangi

Di era persaingan global saat ini menjaga dan meningkatkan image

positif dimata calon investor sangat penting. Image yang positif akan

mempengaruhi investor untuk datang dan melakukan investasi. Terjadinya

perbaikan kualitas penyelenggaraan pelayanan penanaman modal melalui

kebijakan PTSP bidang penanaman modal akan mampu memberikan image yang

positif dan menghapus imige negatif tentang buruknya pelayanan perizinan daerah

dimata investor. Terbentuknya image positif memberikan nilai (value) bagi daerah

karena kemampuannya memproses izin dengan cepat membuka kesempatan yang

lebih luas bagi daerah menjual peluang investasinya. Nilai investasi di Kabupaten

Banyuwangi terus meningkat, pada tahun 2012 nilai investasi sebesar Rp. 1,19

triliun, meningkat 280 % pada tahun 2013 menjadi sebesar Rp. 3,38 triliun. Di

Tahun 2014 hanya naik sebesar 1,7 % senilai Rp. 3,44 triliun. Dan hingga bulan

Maret Tahun 2015 investasi yang sudah masuk di Kabupaten Banyuwangi baru

sebesar Rp. 586,57 miliar.3

Langkah pemerintah Kabupaten Banyuwangi telah menyiapkan regulasi

lewat Perda tentang Pemberian Insentif Penanaman Modal di Banyuwangi mampu

mendongkrak nilai investasi. Peningkatan nilai investasi, mampu mendorong

kesejahteraan masyarakat. Terbukti pendapatan per kapita masyarakat

Banyuwangi naik tajam sebesar 70 %, dari Rp. 14,97 juta pada Tahun 2010

menjadi Rp. 25,5 Juta tahun 2014, sedangkan untuk Pendapatan Domestik

Regional Bruto (PDRB) naik sebesar 71 %, dari Rp. 23,56 pada tahun 2010

3 http://infobanyuwangi.com/kepercayaan-investasi-tinggi-banyuwangi-makin-dihati.html diakses

pada tanggal 21 Oktober 2015

52

menjadi Rp. 40,48 di tahun 2014.4 Hampir sebagian besar potensi asset Kabupaten

Banyuwangi didominasi dari segi potensi bisnis dan pariwisata.

Untuk membentuk image positif penting bagi pemerintah daerah

menerapkan sistem pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) penanaman modal

didaerahnya. Fungsi PTSP bukan hanya menyelenggarakan pelayanan perizinan

dan non perizinan tetapi juga berfungsi menyusun peta investasi. Peta investasi

merupakan sumber informasi untuk untuk mengetahui potensi dan peluang

investasi pada suatu daerah. Data yang dihimpun dalam peta investasi harus

akurat dan benar. Karena akurasi data dalam data base peluang investasi selama

ini memang masih lemah, sehingga para investor yang awalnya merespon data

investasi dengan antusias pada akhirnya dihadapkan kenyataan dilapangan jauh

berbeda. Dalam teori disebutkan bahwa informasi yang disampaikan melalui

kegiatan promosi dan publikasi pada akhirnya akan sampai pada moment of truth

yaitu apakah informasi yang disebarkan sesuai dengan kenyataan, semakin lebar

perbedaaan atau deviasi dilapangan maka semakin menurun kredibilitas suatu

daerah dimata calon investor.

Pada akhirnya kemampuan daerah mengimplemetasikan kebijakan

pelayanan terpadu satu pintu dibidang penanaman modal secara konsisten benar-

benar akan menjawab permasalahan pelayanan perizinan disuatu daerah sehingga

menimbulkan image positif yang mampu membuka lebar pintu peluang investasi

bagi investor yang potensial.

4 Ibid

53

4.4 Aspek Penunjang Implementasi Kebijakan PTSP

Pada dasarnya aspek penunjang implementasi Pelayanan Terpadu Satu

Pintu di Kabupaten Banyuwangi di bagi menjadi dua aspek yaitu dari segi aspek

strategis dan aspek teknis. Kedua aspek tersebut diklasifikasikan praktik

implementasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu sesuai dengan ketentuan yang telah

ditetapkan. Berikut klasifikasi aspek strategis dan aspek teknis dalam praktik

kebijakan pelayanan perizinan yang baik:5

4.4.1 Aspek Strategis

1. Pemilihan sosok pemimpin yang ideal

2. Pelimpahan kewenangan pelayanan perizinan

3. Penyederhanaan jenis izin

4. Izin sebagai instrumen pengendalian

5. Menarik investor dari luar daerah

6. Forum seminar PTSP dengan Kabupaten lain sebagai evaluasi berkala

4.1.2 Aspek Teknis

1. Membentuk tim teknis yang efektif

2. Membuat SOP dan standar pelayanan yang baik

3. Pengembangan Sumber Daya Manusia terkait PTSP

4. Menjalin relasi dan membangun dukungan dari luar (stakeholder)

5. Memberikan penyuluhan terhadap masyarakat dalam memahami PTSP

6. Mencari feedback dari masyarakat

7. Mengoptimalkan sarana dan prasarana yang ada

Kedua aspek tersebut menjadi acuan dalam menyelenggarakan PTSP di

Kabupaten Banyuwangi. Aspek strategis dan teknis dinilai sangat mempengaruhi

setiap lingkup bidang perizinan. Sub – sub aspek tersebut memberikan tolak ukur

5 KINERJA – USAID, 2015, KUMPULAN PRAKTIK YANG BAIK DALAM

PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP)

54

keberhasilan kebijakan dalam penerapannya yang tentunya juga di landasi oleh

dasar hukum yang sudah ditetapkan.

4.5 Profil Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Kabupaten Banyuwangi

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu mempunyai

tugas menyusun, melaksanakan dan menetapkan kebijakan daerah di bidang

pelayanan perizinan dan kebijakan pengembangan penanaman modal daerah

dalam bentuk rencana umum penanaman modal daerah dan rencana strategis

daerah, sesuai dengan program pembangunan daerah kabupaten dan berkoordinasi

dengan pemerintah provinsi. Adapun Visi dan Misi Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Banyuwangi yaitu :

Visi DPMPT Kabupaten Banyuwangi :

Profesionalisme dan Kualitas Dalam Pelayanan Publik

Profesionalisme dalam hal ini mengandung maksud meningkatkan Sumber

Daya Manusia (SDM) dibidang pelayanan Perizinan dengan berbasis teknologi

informasi yang handal, transparasi, cepat, tepat waktu (punctuality), ramah dan

pasti dalam biaya. Kualitas terselenggaranya pelayanan yang baik dengan

Pembakuan system manajemen mutu untuk mendapatkan system administrasi

yang akurat, akuntable, transparan dan standart, Komputerisasi Perizinan yang

berbasis web, sehingga mudah untuk diakses, Percepatan waktu penyelesaian

Perizinan sesuai standart yang telah ditetapkan.

55

Misi DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi :

Meningkatkan Kompentensi dan profesionalisme Sumber Daya Manusia

(SDM) yang berkualitas dibidang pelayanan Perizinan;

Meningkatakan Kwalitas Pelayanan Perizinan Kepada Masyarakat;

Melaksanakan Pengembangan dan Penerapan Teknologi Informasi;

Melaksanakan Penyelesaian Perizinan dengan mudah, cepat, aman,

transparan, nyaman dan ramah.

4.5.1 Struktur Organisasi DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi

Bagan 4.1

Struktur Organisasi DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi

Sumber : Website resmi dpmptspbwi.banyuwangikab.go.id

58

BAB V

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

OLEH DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU

SATU PINTU KABUPATEN BANYUWANGI

5.1 Standar/Ukuran dan Tujuan Kebijakan

PTSP merupakan kebijakan yang di implementasikan oleh pemerintah

dengan maksud memberikan pelayanan perizinan yang lebih mudah, cepat,

murah, transparan dan akuntabel bagi masyarakat, khususnya untuk para pelaku

usaha. Bila sebelumnya pemohon cenderung berurusan dengan banyak instansi

sebelum bisa memperoleh izin yang diperlukan, dalam PTSP pemohon cukup

mengurus permohonan kepada satu instansi. Melalui PTSP semuanya akan diurus

sekaligus memberikan persetujuan oleh satu instansi. Adapun instansi teknis

hanya berfungsi memberikan rekomendasi. Persetujuan dari instansi teknis

dipersyaratkan sejauh diperlukan, tetapi itu pun PTSP yang akan menguruskannya

bagi pemohon. Dengan kata lain, PTSP sejak awal didesain untuk menjalankan

kewenangan pemberian izin yang dahulu berada di instansi teknis. PTSP yang

berfungsi baik mensyaratkan adanya pelimpahan kewenangan dari instansi teknis.

Ketika kewenangan ini terbatas, bahkan lemah, maka keberadaan PTSP relatif

tidak akan berdampak terhadap pelayanan perizinan.

Dalam rangka peningkatan pelayanan publik dan memangkas birokrasi

pelayanan perizinan dan non perizinan dan sebagai upaya mencapai good

governance/kepemerintahan yang baik, PTSP dicanangkan sejak Tahun 2006

sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun

59

2006 dan telah direvisi dengan PERPRES NOMOR 97 TAHUN 2014 tentang

pedoman penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 6 Tahun

2011 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Banyuwangi dan Peraturan

Bupati Banyuwangi Nomor 59 Tahun 2016 tentang Rincian Tugas, Fungsi dan

Tata Kerja Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Kabupaten Banyuwangi, maka tugas dan fungsi Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Banyuwangi adalah sebagai berikut :

a. Perumusan dan penetapan, pembinaan dan pengawasan terhadap

kebijakan teknis bidang perizinan dan perencanaan pengembangan

penanaman modal

b. Pengkoordinasian, perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan

di bidang penanaman modal dan perizinan

c. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan

tugas pokok dan fungsinya

Menurut Van Meter dan Van Horn dalam Subarsono, standar dan sasaran

kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir. Apabila standar dan

sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterpretasi dan mudah

menimbulkan konflik di antara para agen implementasi.1 Pemahaman tentang

maksud umum dari suatu standar dan tujuan kebijakan sangat penting.

Implementasi kebijakan yang berhasil, bisa jadi gagal ketika para pelaksana tidak

1 Subarsono, Analisis Kebijakan Publik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hlm 99

60

sepenuhnya menyadari terhadap standar dan tujuan kebijakan. Standar dan tujuan

kebijakan memiliki hubungan erat dengan disposisi para pelaksana.

Edwards III menyatakan bahwa dua sub variabel yang memberikan

pengaruh besar pada birokrasi adalah Standard Operating Procedures (SOP) dan

fragmentasi.2 menjelaskannya sebagai “The former develop as internal responses

to the limited time and resources of implementors and the desire for uniformity in

the operation of complex and widely dispersed organizations; they often remain in

force due to bureaucratic inertia”.3 SOP atau yang biasa disebut Standart

Operating Procedures yang dibuat oleh pemerintah ataupun birokrasi merupakan

sebuah pedoman bagi intansti terkait dalam mengimplementasikan program

kebijakan dalam mengatasi permasalahan operasi yang kompleks.

Dengan adanya SOP sistem dan mekanisme penyelenggaraan

pemerintahan dapat tercipta untuk lebih terukur dan akuntabel sesuai asas-asas

umum penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan agar terpenuhi hak-hak

masyarakat dalam memperoleh pelayanan secara maksimal serta mewujudkan

partisipasi dan ketaatan masyarakat.

Dalam rangka memberikan jaminan dan kepastian penyelenggaraan

program PTSP sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan, maka perlu

adanya standar operasional pelayanan publik ( SOP ) yang jelas. Dengan melalui

PERDA Kabupaten Banyuwangi Nomor Banyuwangi Nomor 6 Tahun 2011

2 George C Edward III, 1980, Implementing Public Policy. Washington DC : Congressional

Quarterly Press. Hlm 125 3 Ibid, hlm 225

61

tentang Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Banyuwangi, dan Peraturan

Bupati Banyuwangi Nomor : 59 Tahun 2016 tentang Rincian Tugas, Fungsi dan

Tata Kerja Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Banyuwangi tugas dan

fungsi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Banyuwangi.

Guna melaksanakan tugas pokok dan fungsi tersebut, perlu diciptakan

sebuah sistem yang memungkinkan dan dapat menjadi jembatan dalam

mensinergikan tugas dan fungsi pokok serta kewenangan yang dijalankan di

lingkungan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Kabupaten Banyuwangi. Selanjutnya untuk menciptakan tertib administrasi dan

meningkatkan kinerja dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Sebagaimana keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:

PER/21/M.PAN/11/2008 tentang pedoman Penyusunan Standar Operasional

Prosedur (SOP), secara eksplisit dinyatakan bahwa SOP adalah pedoman yang

menunjukkan apa yang harus dilakukan, kapan hal tersebut harus dilakukan, dan

siapa yang melakukan, sehingga dalam pelaksanaan tugas tidak ada

keterlambatan, tidak ada saling menunggu, tidak ada tumpang tindih, tidak ada

saling serobot, dan sebagainya.4

Diharapkan dengan adanya SOP ini akan tercipta standarisasi dan

singkronisasi dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dari segenap jajaran staf

dan pejabat di lingkungan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu Kabupaten Banyuwangi di dalam memberikan pelayanan kepada

4 Dokumen SOP AP BPPT Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

62

masyarakat. Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat

terealisasi dengan baik. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan

terjadi multiinterpretasi dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen

implementasi.5

Sedangkan dari segi fragmentasi menurut Edward III dengan bahasa yang

lebih singkat, mendefinisikan fragmentasi sebagai “the dispersion of

responsibility for a policy area among several organizational units”.6 Dengan

kata lain, fragmentasi merupakan penyebaran tanggung jawab dari suatu

kebijakan pada beberapa unit organisasi. Fragmentasi birokrasi merupakan

sebuah fenomena yang terjadi di ranah pemerintahan. Dalam kasus ini

fragmentasi di fokuskan pada bagaimana tanggung jawab Dinas Penanaman

Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Banyuwangi dalam

mengimplementasikan program Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

Fragmentasi menjadi sangat penting karena akses perizinan merupakan

sebuah bidang yang sangat rentan terhadap kasus korupsi terkait dengan

penyelewengan kewenangan. Implikasi dari fragmentasi birokrasi tersebut

mencakup koordinasi, kebijakan, kewenangan, dan implementasi kebijakan. Dr.

H. Abdul Kadir, M,Si selaku Kepala DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi

menjelaskan bahwa DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi telah memiliki standard

dan prosedur tersendiri dengan stakeholder yang lain yang bersifat koordinatif dan

5 Goerge. C, Op.Cit. hlm 134

6 Dokumen SOP AP DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012, Loc. Cit

63

rekomendatif.7 Penjelasan tersebut berkaitan dengan peraturan Bupati

Banyuwangi Nomor 1 Tahun 2006 tentang standar pelayanan perizinan pada

Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Banyuwangi (Rekomendatif), dan

Surat Keputusan Bupati Banyuwangi Nomor : 188/609/429.011/2014 tentang tim

pertimbangan teknis perizinan di Kabupaten Banyuwangi (Koordinatif). Tetapi

pendapat lain diungkapkan oleh Meidi Sugiarto bahwa:

Dalam konteks aturan penyelenggaraan program PTSP memang sudah ada

peraturan yang sudah jelas. Tetapi, dalam kenyataan dilapangan

sebenarnya BPPT Banyuwangi belum memiliki kewenangan yang jelas

sebagai implementor PTSP. Ini dibuktikan dengan masih perlunya

rekomendasi – rekomendasi dari SKPD terkait lain dalam pengurusan izin

di BPPT Kabupaten Banyuwangi. Jadi belum punya kewenangan yang

jelas untuk bisa dikatakan pelayanan satu pintu.8

Dengan kata lain, fragmentasi birokrasi di DPMPTSP Kabupaten

Banyuwangi belum bisa dikatakan terstruktur dan terorganisir dengan baik.

Intisari daripada program PTSP merupakan semua atau seluruh pengurusan izin

dapat dilakukan secara satu pintu atau hanya di satu tempat yaitu di DPMPTSP

Kabupaten Banyuwangi. Standar dan ukuran kebijakan diperlukan untuk menjadi

pedoman dalam menjalankan kebijakan, hal tersebut dilakukan agar sesuai dengan

program yang sudah direncanakan.

Ukuran kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu adalah sebagai jawaban

dari tuntutan masyarakat akan rumitnya proses perizinan di Banyuwangi. Oleh

7 Hasil wawancara dengan Kepala DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi pada tanggal 23 Oktober

2016 pukul 09.00 di Ruang Kepala DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi 8 Hasil wawancara dengan Kepala Sub Bidang Evaluasi dan Penyuluhan DPMPTSP Kabupaten

Banyuwangi pada tanggal 28 oktober 2016 pukul 21.16 di rumah narasumber

64

sebab tersebut, kepuasan masyarakat menjadi patokan untuk ukuran kebijakan

PTSP. Berikut dijelaskan tabel analisis survey tingkat kepuasan masyarakat yaitu :

Tabel 5.1

Tabel Indeks Kepuasan Masyarakat Terhadap Pelayanan Perizinan

DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi

NO ASPEK 2011 2012 2013 2014 2015 2016

1 Prosedur pelayanan 5,63 5,76 5,78 5,82 5,82 6,02

2 Persyaratan Pelayanan 5,60 5,66 5,64 5,80 5,80 5,95

3 Kejelasan Petugas Pelayanan 5,77 5,79 5,83 5,83 5,83 6,03

4 Kedisiplinan Petugas

Pelayanan

4,73 4,75 4,75 4,84 4,84 5,98

5 Tanggung Jawab Petugas

Pelayanan

5,76 5,82 5,83 5,72 5,72 5,93

6 Kemampuan Petugas

Pelayanan

6,91 6,93 6,95 7,18 7,18 6,16

7 Kecepatan Pelayanan 5,80 5,82 5,85 5,92 5,92 6,10

8 Keadilan Mendapat Pelayanan 5,86 5,88 5,96 5,97 5,97 6,19

9 Kesopanan dan Keramahan

Petugas

6,74 6,80 6,82 6,64 6,64 6,41

10 Kewajaran Biaya 6,34 6,34 6,46 6,46 6,46 6,42

11 Kepastian Biaya 5,62 5,62 5,75 5,97 6,30 6,31

12 Kepastian Jadwal 5,78 5,78 5,89 5,89 6,43 6,30

13 Kenyamanan Lingkungan 5,83 5,88 6,01 6,09 6,09 6,23

14 Keamanan Pelayanan 5.89 5.89 5,97 6,04 6,04 6,31

Jumlah 80,28 82,72 83,49 84,17 85, 04 86,36

Sumber : Olahan Penulis Tahun 2017 Berdasarkan LAKIP DPMPTSP Kabupaten

Banyuwangi Tahun 2011, 2012, 2013, 2014, 2015, 2016

Dari tabel tersebut dijelaskan bahwa tingkat kepuasan masyarakat

Banyuwangi dari tahun 2011 sampai 2016 terus meningkat setiap tahunnya. Tabel

tersebut secara tidak langsung juga menjelaskan bahwa DPMPTSP terus berbenah

setiap tahunnya dalam meningkatkan kepuasan masyarakat terhadap pelayanan

perizinan terpadu satu pintu yang diselenggarakan oleh DPMPTSP Kabupaten

Banyuwangi.

65

Kepuasan masyarakat muncul ketika adanya proses kemudahan dalam

mengurus perizinan. Alfyan Firdaus selaku jurnalis radio pemerintahan

Kabupaten Banyuwangi berpendapat bahwa:

SOP yang dimiliki DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi sudah sangat jelas,

dari prosedur pelayanan, waktu permohonan izin sampai diterbitkannya

izin sudah ditetapkan, dan biaya yang sudah jelas dicantumkan didalam

SOP. Ini merupakan upaya transparansi kepada masyarakat. Kalaupun

seringkali waktu penyelesaiannya melebihi batas, setidaknya SOP-nya

sudah sangat jelas.9

PTSP bersifat mewujudkan peningkatan kualitas pelayanan perizinan

terhadap masyarakat dengan waktu, biaya, dan proses yang sudah ditetapkan yang

dilaksanakan satu atap atau hanya di kantor Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu saja. Terkait dengan kepuasan masyarakat, Medi

Sugiarto, S.hut selaku kepala sub bidang evaluasi dan penyuluhan menerangkan

bahwa Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten

Banyuwangi selalu melakukan survey kepuasan masyarakat terhadap program

PTSP setiap jangka waktu 6 bulan sekali, angka kepuasan masyarakat selalu naik

setiap tahunnya.10

SOP merupakan sebuah paradigma bagi penyelenggara PTSP. Segala

macam bentuk prosedur pelayanan, waktu yang dibutuhkan dalam menerbitkan

izin, serta biaya yang di tetapkan sudah diatur di dalam SOP. SOP sendiri

merupakan bentuk kewenangan yang diberikan kepada DPMPTSP dalam

menyelenggarakan PTSP. Masyarakat dapat mengakses melaui website ataupun

9 Hasil wawancara dengan jurnalis Radio Pemerintahan Kabupaten Banyuwangi pada tanggal 04

November 2016 pukul 15.25 di Kantor Radio Blambangan Banyuwangi 10

Hasil wawancara dengan Kepala Sub Bidang Evaluasi dan Penyuluhan BPPT Kabupaten

Banyuwangi pada tanggal 28 oktober 2016 pukul 21.16 di rumah narasumber

66

dating langsung ke kantor DPMPTSP untuk mengetahui bagaimana prosedur

pengurusan izin, berapa lama waktunya dan biaya yang harus dibayarkan. Berikut

mekanisme pelayanan perizinan yang dibedakan menjadi dua yaitu dengan cara

tinjau lokasi dan tanpa tinjau lokasi:11

Bagan 5.1

Mekanisme dan Prosedur Pelayanan Perizinan

Sumber : dpmptspbwi.banyuwangikab.go.id, diakses pada tanggal 18 november

2016

Mekanisme pelayanan perizinan tanpa tinjau lokasi dimaksutkan seluruh

proses pengarsipan dilakukan di kantor DPMPTSP kabupaten Banyuwangi.

Pertama pemohon izin menyerahkan arsip dan persyaratan perizinan kepada

11

http://dpmptspbwi.banyuwangikab.go.id

67

petugas front office untuk di tinjau kelengkapan persyaratannya. Selanjutnya jika

sudah diterima dan diagendakan, berkas perizinan diolah lebih lanjut oleh petugas

back office dalam waktu paling lama 7 hari dimulai dari hari penerimaan berkas

pengajuan izin. Jika berkas pengajuan izin sudah selesai, maka dilanjutkan dengan

pengarsipan atau penerbitan surat keterangan izin oleh petugas back office, dan

pemohon sudah dapat mengambil surat keterangan izin yang sudah diajukan.

Bagan 5.2

Mekanisme dan Prosedur Pelayanan Perizinan

Sumber : dpmptspbwi.banyuwangikab.go.id, diakses pada tanggal 18 november

2016

68

Pada dasarnya mekanisme pelayanan perizinan dengan tinjau lokasi

hampir sama dengan pelayanan perizinan tanpa tinjau lokasi. Seluruh proses

pengarsipan dilakukan di kantor DPMPTSP kabupaten Banyuwangi, langkah

pertama pemohon izin menyerahkan arsip dan persyaratan perizinan kepada

petugas front office untuk di tinjau kelengkapan persyaratannya. Dalam tahap ini,

petugas pejabat fungsional melakukan survey lebih lanjut pada lokasi yang akan

diterbitkan izinnya sebelum berkas pengajuan izin diagendakan lebih lanjut oleh

petugas back office. Selanjutnya jika sudah diterima dan diagendakan, pemohon

izin diharuskan membayar tarif retribusi yang sudah ditetapkan sesuai dengan

SOP dengan cara langsung datang ke kantor DPMPTSP, atau dapat juga

dilakukan dengan cara membayar melalui Bank Jatim. Tahap berikutnya berkas

perizinan diolah lebih lanjut oleh petugas back office dalam waktu paling lama 7

hari dimulai dari hari penerimaan berkas pengajuan izin. Jika berkas pengajuan

izin sudah selesai, maka dilanjutkan dengan pengarsipan atau penerbitan surat

keterangan izin oleh petugas back office, dan pemohon sudah dapat mengambil

surat keterangan izin yang sudah diajukan.

Dengan mengetahui alur prosedur pelayanan yang diberikan oleh

DPMPTSP, masyarakat lebih dimudahkan dalam mengurus permohonan izin.

Pemohon izin tidak perlu bingung harus bagaimana apabila berkas di tolak dan

selain itu pemohon izin juga dapat memantau secara langsung proses pengurusan

izin yang mereka ajukan. Dalam proses mekanisme pelayanan perizinan tersebut

dibagi menjadi 2 yaitu jenis izin yang membutuhkan tinjau lokasi dan tan perlu

69

tinjau lokasi. Berikut akan dilampirkan klasifikasi pembagian jenis – jenis izin

yang menjadi wewenang DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi yaitu :

Tabel 5.2

Indentifikasi Jenis Izin Berdasarkan Tinjau Lokasi dan Tanpa Tinjau Lokasi

Sumber : dpmptspbwi.banyuwangikab.go.id, diakses pada tanggal 18 november

2017

70

Secara konkrit, adanya SOP dan standar pelayanan juga membantu

kelancaran pelaksanaan tupoksi PTSP maupun instansi teknis. Bagi PTSP, SOP

membuat sistem dapat berjalan, pun ketika terjadi pergeseran staf atau pejabat.

Secara umum pergantian staf tidak menjadi masalah karena SOP sudah

memberikan kepastian dan kejelasan prosedur dan mekanisme. Sudah diatur

peraturan yang jelas dan tupoksi badan atau instansi perizinan. Dengan SOP dan

standar pelayanan, siapapun yang melayani atau mengerjakan tugas hasilnya

diharapkan sama.

5.2 Sumber – Sumber Kebijakan

Sejatinya pelaksanaan implementasi kebijakan sangat bergantung oleh

sumber daya kebijakan itu sendiri. Sumber daya kebijakan mempengaruhi proses

keberhasilan dari implementasi kebijakan, dengan kata lain adanya beberapa

faktor dalam sumber kebijakan yang sangat mempengaruhi keberhasilan

kebijakan yang akan diimplementasikan yaitu, pemanfaatan sumber daya

manusia, waktu dan biaya.

Sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat penting mengingat

manusia ataupun birokrat berperan sebagai implementor penggerak dan pelaksana

kebijakan. biaya atau modal menjadi faktor pendukung dalam pembiayaan proses

kebijakan, sedangkan waktu merupakan faktor penentu pemerintah dalam

merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan.

71

5.2.1 Sumber Daya Manusia

Dalam mengimplementasikan kebijakan, sebenarnya terdapat cukup ruang

yang luas bagi mereka para implementor kebijakan untuk menggunakan beberapa

instrument dalam merumuskan suatu standar hukum dengan baik sesuai dengan

keinginan pemerintah dan mencakup sebagai jawaban atas tuntutan yang muncul

dari masyarakat. Kemampuan dan keahlian sumber daya manusia para pegawai

DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi sangat diperlukan mengingat jika

implementor dari kebijakan tersebut kekurangan sumber daya maka implementasi

tidak akan berjalan dengan efektif. Menurut Solichin Abdul Wahab, dalam teknik

– teknik implementasi kebijakan terdapat suatu pendekatan tertentu yaitu dengan

cara pendekatan perintah kendali (Command and Control). Pendekatan perintah

kendali dapat disebut sebagai bureaucratic approach lantaran secara kental

bertumpu pada mekanisme birokrasi, melibatkan penerapan yang agak memaksa

misalnya dengan penerapan standar tertentu, inspeksi ketat dan pemberian reward

and punishment.12

Terkait dengan peningkatan SDM untuk memaksimalkan

kinerja staff, Dr. H. Abdul Kadir, M,Si selaku Kepala DPMPTSP Kabupaten

Banyuwangi menjelaskan bahwa :

Dalam meningkatkan kualitas kinerja staff, DPMPTSP Kabupaten

Banyuwangi mengadakan diklat atau pelatihan khusus selama satu minggu

dengan mengundang ahli – ahli kebijakan PTSP serta tenaga ahli dari

Dinas ataupun BPPT Kota lain demi mewujudkan sistem kebijakan PTSP

yang sempurna sesuai dengan Permendagri no 24 tahun 2006. Selain itu

12

Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijakan (Dari Formulasi ke Penyusunan Model – Model

Implementasi Kebijakan Publik, Bumi Aksara, 2012, Hal 149

72

kami mengoptimalkan pengawasan internal dan menggunakan pendekatan

reward and punishment.13

Medi sugiarto, S.Hut juga menambahkan bahwa:

Ketersediaan sumber daya manusia pada setiap bagian dalam proses

pelayanan perizinan / non perizinan DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi

telah memenuhi syarat / klasifikasi / kecakapan baik dari petugas front

office, back office, pengadministrasian, dan bagian lain terkait pelayanan

masyarakat.14

Pada dasarnya SDM pegawai DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi sudah

diisi dengan para pegawai dengan SDM yang mumpuni dan berkompeten

meskipun ada beberapa yang berlawanan dengan gelar yang dimiliki. Hal tersebut

dapat diatasi dengan adanya pengadaan pelatihan khusus dari pihak DPMPTSP

ataupun pemerintah sebagai pendukung keberhasilan PTSP.

Praktik di lapangan memperlihatkan cara berelasi dan belajar yang berbeda

- beda. Ada instansi yang mengirimkan stafnya untuk menjalani magang di

kabupaten lain terkait PTSP yang sudah baik, ada pula PTSP yang

mendatangkankan ahli PTSP untuk mendampingi dan memberikan pelatihan

sebagai upaya pengembangan di kabupaten tersebut seperti yang sering dilakukan

oleh DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi setiap tahunnya. Namun selalu terdapat

13

Hasil wawancara dengan Kepala DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi pada tanggal 23 Oktober

2016 pukul 09.00 di Ruang Kepala DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi 14

Hasil wawancara dengan Medi Sugiarto, S.Hut selaku Kepala Sub Bidang Evaluasi dan

Penyuluhan DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi pada tanggal 28 oktober 2016 pukul 21.16 di

rumah narasumber

73

perbedaan akan keadaan dan tuntutan masyarakat terkait perizinan. Fatah

Hidayat menjelaskan bahwa:15

Kami mengambil paparan praktik baik dari daerah-daerah. Bagus di kami

belum tentu di daerah lain. Begitu juga bagus di daerah lain belum tentu di

kami. Tetapi meskipun begitu pasti selalu ada pembelajaran baru yang

kami dapatkan.

Salah satu masalah yang sangat jelas adalah jumlah pelaksana atau

pegawai di DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi masih jauh dari jumlah yang

diharapkan dibandingkan dengan volume pekerjaan yang dilaksanakan. Masalah

tersebut sudah ada semenjak 5 tahun sejak tahun 2011. Ini menyebabkan kurang

cepatnya pengurusan izin karena tidak seimbanganya jumlah pegawai yang ada

dengan volume pekerjaan yang masuk seiring bertambahnya jumlah investor yang

masuk di Kabupaten Banyuwangi. Seharusnya pimpinan maupun staff harus lebih

bisa menyikapi masalah tersebut secepatnya.

5.2.2 Biaya atau Modal

Biaya atau modal bisa dikatakan sebagai faktor pendukung kelancaran

pembiayaan kebijakan yang dimaksutkan agar tidak menjadi penghambat proses

kebijakan. Sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Dalam Negeri Nomer 24

Tahun 2006 pada bab V pasal 12 nomer (1) dikatakan bahwa besaran biaya

perizinan dan non perizinan dihitung sesuai dengan tarif yang ditetapkan

berdasarkan peraturan daerah. Terdapat 23 jenis izin yang proses oleh Badan

Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Banyuwangi, namun tidak semua jenis

15

Hasil wawancara dengan Fatah Hidayat, SP., S.Sos selaku sekretaris DPMPTSP Kabupaten

Banyuwangi pada tanggal 01 November 2016 pukul 10.50 di Kantor DPMPTSP Kabupaten

Banyuwangi

74

izin dipungut biaya atau retribusi. Dari 23 jenis izin yang ada, hanya ada 3 jenis

izin yang di kenakan retribusi diantaranya Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Izin

Gangguan (HO), dan Izin Trayek.

Perincian tentang biaya dari ketiga izin tersebut sudah ditetapkan dengan

jelas pada undang – undang peraturan daerah Kabupaten Banyuwangi nomor 14

tahun 2011 tentang retribusi perizinan tertentu. Segala peraturan terkait retribusi

jenis izin sudah dicantumkan secara rinci dalam peraturan daerah Kabupaten

Banyuwangi. Pada kenyataannya hal tersebut tidak dicantumkan pada SOP AP

yang dimiliki oleh BPPT Kabupaten Banyuwangi sehingga terkadang dari pihak

pemohon pengajuan izin tidak mengerti akan berapa besaran tarif retribusi yang

harus mereka bayarkan.

Mia Octavia selaku pemohon izin usaha pada tahun 2011 menjelaskan bahwa:

Dulu waktu baru ada PTSP, pengurusan izin masih dilakukan di instansi

yang berbeda-beda, biaya yang ditetapkan tidak jelas dan lebih mahal.

Hampir di setiap Kantor Dinas ada retribusinya. Waktu itu petugas yang

melayani bertindak sebagai calo, karena saya pikir pengurusan izin sangat

ribet, maka saya pakai saja jasa calo agar lebih cepat.16

Seharusnya segala sesuatu terkait pengajuan perizinan disebutkan dalam

SOP AP DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi, sehingga pemohon ataupun

masyarakat mendapati kejelasan prosedur, persyaratan pengajuan izin, tarif

retribusi yang jelas, dan ketepatan waktu proses pelayanan perizinan.

16

Hasil wawancara dengan Mia Octavia, S.H selaku pemohon izin usaha pada tanggal 15

November 2016 pukul 15.25 di rumah narasumber

75

Terkait dengan belum jelasnya kewenangan yang dimiliki DPMPTSP

Kabupaten Banyuwangi dalam menyelenggarakan program PTSP, ada sedikit

kendala yang seharusnya dapat diatasi oleh DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi.

masalah tersebut berkaitan dengan dalam pengurusan izin, masih butuhnya

rekomendasi dari SKPD lain tentunya lebih membingungkan dan menyulitkan

masyarakat atau pemohon izin. Di DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi sudah

dijelaskan secara rinci besaran biaya pengurusan izin yang dikenai retribusi.

Faktanya pengurusan surat rekomendasi dari SKPD yang lain seperti contoh

membutuhkan surat keterangan dari Badan Lingkungan Hidup (BLH), Anton

Humaidi S.H selaku Kepala Seksi Pengawasan dan Penegakan Hukum

Lingkungan, Badan Lingkungan Hidup bahwa:

Memang dalam mengurus proses perizinan terkait lingkuhan hidup harus

mendapatkan izin rekomendasi dari BLH dahulu. Dalam pengurusan

rekomendasi tersebut memang pemohon dikenakan pajak retribusi sebagai

ganti petugas survey lapangan. Namun tidak semua pengurusan surat

rekomendasi di kenakan retribusi.17

Dari penjelasan tersebut sudah jelas bahwa pemohon izin tidak serta merta

menanggung retribusi yang sudah ditetapkan oleh DPMPTSP Kabupaten

Banyuwangi, tetapi masih banyak pengeluaran lain yang tidak masuk dalam

rincian pada undang – undang peraturan daerah Kabupaten Banyuwangi nomor 14

tahun 2011 tentang retribusi perizinan tertentu. Memang DPMPTSP Kabupaten

Banyuwangi sudah transparan dengan berpedoman dari UU PERDA Kabupaten

Banyuwangi no 14 tahun 2011, tetapi tidak dapat dipungkuri juga bila adanya

penyelewengan kewenangan yang dimiliki dalam memperoleh keuntungan pribadi

17

Hasil wawancara dengan Anton Humaidi, S.H., M.T selaku Kepala Seksi Pengawasan dan

Penegakan Hukum Lingkungan, Badan Lingkungan Hidup Banyuwangi pada tanggal 4 November

2016 pukul 17.55 di rumah narasumber

76

karena kurang jelasnya kewenangan DPMPTSP sebagai implementor kebijakan

PTSP.

5.2.3 Waktu

Waktu merupakan bagian yang tidak kalah pentingnya, sumber daya

waktu adalah penentu pemerintah dalam merencanakan dan melaksanakan

kebijakan. Keberhasilan sebuah kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah dapat

dilihat dari ketepatan pemerintah dalam menjalankan kebijakannya. Sumber daya

waktu merupakan sebuah faktor yang dapat dikatakan menjadi masalah yang

klasik. Proses pengurusan jasa ataupun pelayanan publik yang cenderung berbelit

– belit menjadi kendala birokrasi tersendiri yang ujung – ujungnya dapat

merugikan masyarakat karena prosesnya yang berbelit – belit dan akhirnya

memakan waktu yang lama. Dalam dokumen Standar Operasional Prosedur

sebenarnya dari 20 jenis perizinan yang di naungi oleh DPMPTSP Kabupaten

Banyuwangi sudah dicantumkan dan diklasifikasikan tersendiri berapa lama

waktu proses pelayanan perizinan dari masing – masing jenis perizinan. Waktu

yang ditetapkan oleh DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi sendiri mengacu pada

Keputusan MENPAN Nomor : 81 tahun 1993 ayat 2 yaitu tentang:

(2) Pelayanan Perizinan yang Cepat dan Tepat, yaitu :

a. Cepat dalam waktu penyelesaian izin mulai dari permohonan

masuk sampai terbitnya surat izin terukur dalam Standar Pelayanan

Publik (SPP).

77

b. Cepat dan mudah dalam memperoleh informasi persyaratan,

prosedur dan segala hal yang berhubungan dengan pelayanan

perizinan.

c. Tepat dalam pemrosesan pelayanan perizinan baik yang

dilaksanakan oleh Badan Pelayanan Perizinan Terpadu maupun

yang melibatkan instansi terkait dengan berperan aktif.

Dasar hukum tersebut telah disempurnakan dengan Peraturan Presiden

Nomor 97 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Satu Pintu.

oleh karena itu DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi menetapkan Standar

Operasional Prosedur (SOP) pelayanan perizinan yang didalamnya telah diatur

segala sesuatunya menyangkut proses pelayanan perizinan. Dalam Peraturan

Presiden Nomor 97 Tahun 2014 BAB IV pasal 15 tentang proses, waktu dan biaya

penyelenggaraan pelayanan, pada pasal 15 dijelaskan bahwa Jangka waktu

penyelesaian pelayanan perizinan dan non perizinan ditetapkan paling lama 7

(tujuh) hari kerja terhitung mulai sejak diterimanya berkas permohonan beserta

seluruh kelengkapannya. Dalam SOP DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi sendiri

menetapkan rata – rata waktu penyelesaian pelayanan perizinan yaitu dari 5 – 14

hari. Ini menunjukkan bahwa DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi kurang mampu

melaksanakan pelayanan satu pintu dengan proses pelayanan perizinan yang tidak

lebih dari standar ketentuan PERPRES Nomor 97 Tahun 2014.

Pada kenyataannya fakta di lapangan pengurusan izin dari awal proses

pendaftaran sampai diterbitkannya izin lebih sering melebihi waktu yang sudah

ditetapkan dalam SOP DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi. peneliti menemukan

adanya dua faktor yang mempengaruhi lambatnya kinerja DPMPTSP Kabupaten

78

Banyuwangi dalam pengurusan izin. Faktor pertama yaitu kurangnya sumber

daya manusia ataupun pegawai yang dimiliki oleh DPMPTSP Kabupaten

Banyuwangi, hal ini dibuktikan dengan tidak seimbangnya prosentase jumlah

tenaga kerja dengan masuknya berkas perizinan setiap harinya. Menurut Trisetya

Supriyanto, S.STP, M,Si selaku Kepala Bidang Perizinan DPMPTSP Kabupaten

Banyuwangi:

Kurang lebih ada sekitar 20 – 30 berkas permohonan izin yang masuk di

DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi, sedangkan jumlah sumber daya

manusia yang dimiliki DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi hanya

sebanyak 33 orang (termasuk tenaga honorer) itupun juga petugas tinjau

lapangan hanya 5 orang, belum lagi kalau posisi tinjau lapangnya saling

berjauhan. Bisa dibayangkan bagaimana kewalahannya kami karena

kurangnya tenaga kerja yang ada.18

Faktor kedua adalah dari kesalahan atau kurangnya kelengkapan

persyaratan izin pemohon. Jika persyaratannya kurang maka otomatis tidak akan

di proses. Hal ini dialami oleh Bapak Totok Budiantoro selaku pemohon izin IMB

(Izin Mendirikan Bangunan) menyampaikan bahwa:

Pengurusan izin IMB saya cenderung lama, hampir sekitar 2 bulan. Tetapi

bukan karena leletnya kinerja DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi namun

murni karena kesalahan gambar denah rumah dari saya. Dan terpaksa

harus dibenahi dahulu sehingga membutuhkan waktu yang lama dari mulai

permohonan izin sampai diterbitkannya izin IMB tersebut.19

Dari kedua faktor tersebut peneliti menyimpulkan bahwa program

Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu yang diimplementasikan oleh DPMPTSP

18

Hasil diskusi langsung dengan Trisetya Supriyanto, S.STP, M,Si selaku Kepala Bidang

Perizinan pada saat pra penelitian di kantor DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi, hari jum’at

tanggal 23 september, pukul 09.15 19

Hasil wawancara dengan Bapak Totok Budiantoro selaku pemohon izin IMB dan Wakil Dekan I

FISIP Universitas 17 Agustus Banyuwangi pada tanggal 28 oktober 2016 pukul 11.08 di ruang

prodi FISIP Universitas 17 Agustus Banyuwangi

79

Kabupaten Banyuwangi masih belum maksimal terkait dengan penerbitan izin

yang masih membutuhkan waktu yang lama dan tidak sesuai dengan waktu yang

telah ditetapkan dalam SOP DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi. Waktu

merupakan tolak ukur utama untuk indeks kepuasan masyarakat, seharusnya

dengan program PTSP yang di canangkan oleh DPMPTSP Kabupaten

Banyuwangi semakin cepat pula proses penerbitan izin untuk konsumen. Tetapi

dari ekspektasi PTSP yang diharapkan justru berbanding terbalik dengan fakta

yang terjadi dilapangan.

5.3 Ciri-Ciri atau Karakteristik Badan/Instansi Pelaksana

Menurut Van Meter dan Van Horn salah satu variabel penentu

keberhasilan kebijakan bisa dilihat dari sifat atau ciri-ciri badan/instansi pelaksana

(Birokrasi) kebijakan. Dari variabel tersebut dijelaskan bahwa komponen dari

variabel tersebut terdiri dari stuktur-struktur formal dari organisasi-organisasi dan

pihak stakeholder yang tidak formal dari personil mereka, disamping itu perhatian

juga perlu ditujukan kepada ikatan-ikatan badan pelaksana. Seperti yang telah

diketahui, sesungguhnya dimaksudkan sebagai sarana bagi pemerintah untuk

memenuhi tuntutan masyarakat ataupun aspirasi masyarakat. Kebijakan –

kebijakan publik akan menjadi sangat bermanfaat bagi masyarakat maupun negara

jika pemerintah memiliki birokrasi yang tanggap, sistematis dan efisien. Ciri – ciri

birokrasi pokok birokrasi menurut Max Webber yaitu :

1. Birokrasi Bersifat Kedinasan

Birokrasi melaksanakan kegiatan – kegiatan regular yang dibutuhkan

untuk mencapai tujuan – tujuan organisasi, didistribusikan melalui

cara tertentu, dan dianggap sebagai tugas – tugas resmi.

80

2. Adanya Hierarki

Yaitu bahwa unit yang lebih rendah dalam sebuah kantor berada di

bawah pengawasan dan pembinaan unit yang lebih tinggi. Adanya

wewenang untuk atasan untuk memberikan perintah terhadap

bawahannya untuk dipatuhi.

3. Adanya Pembagian Kerja

Pelaksanaan tugas diatur oleh suatu sistem peraturan abstrak yang

konsisten dan mencakup juga penerapan aturan – aturan itu dalam

kasus tertentu untuk menjamin keseragaman dalam pelaksanaan dan

pengkoordinasian tugas kedinasan.

4. Adanya Tanggung Jawab

Pejabat yang ideal melaksanakan tugas – tugasnya dengan semangat

formal dan tidak bersifat pribadi. Pelaksanaan tugas tanpa dicampuri

hal – hal yang bersifat kepentingan pribadi, atau dengan kata lain

bekerja secara professional.

5. Adanya Sistem Penghargaan (Reward) dan Sistem Pengendalian

Pekerjaan dalam birokrasi mencakup sebuah jenjang karir atau “sistem

kenaikan pangkat” yang berdasarkan senioritas ataupun prestasi yang

diraih.

6. Memiliki Keahlian Dalam Mengatasi Masalah

Birokrasi mengatasi masalah – masalah yang menonjol dalam

organisasi, yakni bagaimana memaksimalkan efisiensi dalam

organisasi, bukan hanya mengatasi masalah – masalah individu saja.20

Dengan demikian, keenam variabel yang dikemukakan oleh Webber

tersebut diharapkan menjadi sebuah acuan dan tertanam paten menjadi

karakteristik sebuah birokrasi agar dapat dapat menjalankan tugasnya dengan

maksimal dan mampu bekerja secara profesional. Perubahan pola pikir juga pada

akhirnya berkaitan dengan sejauh mana staf bersedia melayani masyarakat tanpa

mengharapkan imbal balik. Tidak dapat dipungkiri di tingkat kabupaten,

merupakan lahan yang basah bagi peluang terjadinya pungutan liar. Sebelumnya,

ada semacam biaya tidak resmi untuk setiap permohonan pengajuan izin ataupun

penerbitan izin tertentu. Bersamaan dengan itu, PTSP berupaya mengatasi dengan

menerbitkan ketentuan mengenai biaya pengurusan izin yang ditampilkan secara

20

Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013,

hlm. 75 - 77

81

jelas didalam SOP dan pada tempat-tempat yang mudah dilihat pemohon seperti

blanko pendaftaran ataupun di website DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi.

Menurut Medi Sugiarto, S.Hut mengatakan bahwa:

Kualitas SDM yang dimiliki oleh DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi

sudah sangat memadai, pada posisi Kepala Bidang ditempati oleh lulusan

– lulusan sekolah pemerintahan terbaik seperti STPDN yang tentunya

sudah sangat paham betul akan bentuk dan struktur birokrasi yang baik.

Para staff DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi juga merupakan orang –

orang dengan SDM yang baik yang telah diseleksi berdasarkan kualifikasi

teknis yang objektif ”.21

Dengan kata lain rata – rata SDM yang dimiliki DPMPTSP Kabupaten

Banyuwangi merupakan SDM pilihan yang telah memenuhi syarat dan klasifikasi

kecakapan terkait pelayanan masyarakat. Terlepas dari SDM, DPMPTSP

Kabupaten Banyuwangi juga menerapkan adanya sistem reward and punishment

untuk setiap para pegawai dalam menjalankan tugasnya.

5.4 Komunikasi Antar Organisasi Terkait dan Kegiatan-Kegiatan

Pelaksanaan

Sistem dan prosedur adalah tata urutan pelaksanaan pekerjaan dalam suatu

kegiatan, serta hubungannya dengan kegiatan lain dalam suatu proses

berkesinambungan dalam suatu fungsi, untuk menghasilkan sesuatu yang akan

menjadi masukan bagi pelaksanaan pekerjaan atau kegiatan pada fungsi lain

sebagai suatu kelanjutan dalam proses. Hubungan antar organisasi yang saling

terkait menjadi salah satu terobosan bagi pemerintah dalam mengatasi masalah

21

Hasil wawancara dengan Medi Sugiarto, S.Hut selaku Kepala Sub Bidang Evaluasi dan

Penyuluhan DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi pada tanggal 28 oktober 2016 pukul 21.16 di

rumah narasumber

82

tumpang tindih kewenangan yang biasa terjadi di ranah birokrasi. Dalam

menjalakankan program Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), DPMPTSP

Kabupaten Banyuwangi juga menjalin kerja sama dengan beberapa stakeholder.

Pada hubungan ini DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi menggunakan pendekatan

bahwa pihak perusahaan perlu memiliki hubungan berkelanjutan seperti saling

menghormati, saling percaya dan saling terbuka dengan para stakeholder.

Hubungan yang dimiliki oleh DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi dengan

para stakeholders dapat diharapkan bersifat Interaktif. Jadi interaksi tersebut dapat

membantu DPMPTSP Kabupaten Banyuwngi dalam mempelajari ekspektasi

masyarakat banyak, mengembangkan solusi dan mendapatkan dukungan dari para

stakeholders untuk menerapkan solusi yang sudah dimiliki oleh perusahaan.

Sehingga dengan adanya hubungan yang baik dengan para stakeholder diharapkan

prosentase keberhasilan program PTSP lebih terjamin. Sofyan Yazid selaku

pengurus LSM KUPUNYA yang membidangi pengawasan sistem pemerintahan

Banyuwangi mengatakan bahwa:

Dalam melaksanakan program PTSP, DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi

dibantu oleh beberapa LSM yang telah menjalin kerjasama. Seperti ketika

ada pameran, ataupun kegiatan lainnya sering kali dilimpahkan kepada

saya atau LSM lain untuk mengurus acaranya. Bentuk kerjasama lain

contohnya membantu DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi dalam

pengurusan berkas yang masih membutuhkan rekomendasi dari SKPD

lain.22

22

Hasil wawancara dengan Sofyan Yazid anggota LSM KUPUNYA pada tanggal 02 November

2016 pukul 20.01 di rumah narasumber

83

Faktanya dalam melaksanakan program PTSP tersebut DPMPTSP

Kabupaten Banyuwangi juga menjalin kerjasama yang baik antar SKPD terkait.

Dikarenakan beberapa pengurusan izin masih membutuhkan rekomendasi dari

SKPD lain. Fatah Hidayat, SP., S.Sos menjelaskan bahwa:

Komunikasi DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi dengan SKPD lain

terjalin dengan sangat baik terkait dengan dalam mengurus perizinan

tertentu kami masih membutuhkan rekomendasi dari SKPD terkait. Selain

itu kami juga memberikan akses kepada Bank Jatim, fungsinya agar proses

administrasi pengurusan izin dapat di bayarkan secara online.23

Dalam hal ini justru membuktikan bahwa implementasi PTSP yang

dilaksanakan oleh DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi belum maksimal atau

sempurna. Roh dari PTSP tersebut merupakan segala sesuatu yang berkaitan

dengan pengurusan izin dilaksanakan dan diselesaikan di satu tempat yaitu di

kantor DPMPTSP. Dengan demikian sebenarnya DPMPTSP harus memiliki

wewenang sendiri untuk memutuskan dan memberikan akses sesuai peraturan

tanpa harus membutuhkan rekomendasi dari SKPD lain yang nantikan akan

memperlambat proses pengurusan perizinan.

Bentuk komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan – kegiatan

pelaksanaan program yang dimaksut seperti yang dicontohkan dengan kerjasama

bersama LSM atau Bank Jatim dan para stakeholder lainnya yang fungsinya dapat

mempengaruhi keberhasilan kebijakan tanpa merubah literatur kebijakan. pada

hakikatnya dalam mengimplementasikan program PTSP, DPMPTSP Kabupaten

Banyuwangi menjalin kerjasama antar organisasi terkait dengan maksut program

23

Hasil wawancara dengan Fatah Hidayat, SP., S.Sos selaku sekretaris DPMPTSP Kabupaten

Banyuwangi pada tanggal 01 November 2016 pukul 10.50 di Kantor DPMPTSP Kabupaten

Banyuwangi

84

PTSP tersebut berjalan lebih transparan, lebih memudahkan masyarakat, dan tidak

berbelit – belit.

Sebenarnya kerja sama para pihak pemangku kebijakan juga menjadi

tempat yang baik untuk menyampaikan perkembangan perbaikan pelayanan

perizinan kepada masyarakat. Adanya anggota forum dari unsur pers membantu

PTSP untuk mensosialisasikan informasi terbaru. Di sisi lain, dari pers dan LSM,

juga anggota forum lainnya, PTSP dapat mendengarkan isu yang berkembang

untuk lebih cepat dan tanggap akan keluhan dari masyarakat ataupun pemohon

izin. Pers merupakan media yang paling efektif dalam membantu DPMPTSP

mensosialisasikan penyuluhan tentang PTSP terhadap masyarakat. Tapi

sayangnya DPMPTSP kurang maksimal dalam memanfaatkan media massa.

Penyuluhan seringkali dilakukan hanya sepihak oleh DPMPTSP Kabupaten

Banyuwangi. hal ini diperjelas oleh Alfyan Firdaus bahwa:24

Kekurangan dari program PTSP di Banyuwangi adalah dari segi

sosialisasi, masyarakat dan investor sering kali kurang tahu bahwa di

Banyuwangi itu ada PTSP. Seharusnya DPMPTSP lebih bisa merangkul

seperti LSM, Pers, dan pihak terkait seperti yang dikakukan oleh Bupati

Abdullah Azwar Anas yang sering kali mensosialisasikan kemudahan

PTSP di Banyuwangi kepada investor – investor ketika beliau keluar kota.

Dalam hal itu, PTSP akan sangat sulit untuk berhasil jika bekerja

sendirian. PTSP membutuhkan dukungan dari pihak luar. Dukungan pihak luar

tersebut terutama berupa dukungan informasi. Pihak luar membantu memberikan

tekanan kepada pemerintah untuk melaksanakan agenda perubahan. Pihak luar

24

Hasil wawancara dengan Alfyan Firdaus selaku jurnalis Radio Pemerintahan Kabupaten

Banyuwangi pada tanggal 04 November 2016 pukul 15.25 di Kantor Radio Blambangan

Banyuwangi

85

juga menyediakan informasi mengenai berbagai hal yang membantu PTSP

berevaluasi dengan pihak terkait. Temuan di lapangan menjelaskan bahwa adanya

keadaan yang paradoks. DPMPTSP menerima pelimpahan kewenangan dari

instansi teknis, tetapi pada saat yang sama tidak dapat berfungsi tanpa keterlibatan

instansi teknis. Pada sebagian besar jenis izin, dibutuhkan rekomendasi teknis dari

instansi lain. Dalam prosesnya, instansi lain juga perlu memenuhi standar

pelayanan perizinan agar apa yang baik dari konsep PTSP, yaitu pelayanan

perizinan yang mudah, cepat, murah, akuntabel dan transparan dapat tercapai.

Tanpa instansi terkait di luar PTSP, akan sangat sulit menghadirkan pelayanan

yang secara signifikan yang lebih baik bagi pelaku usaha dan masyarakat.

5.5 Sikap Para Pelaksana

Masalah etika dan moral para pelaku kebijakan memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap jalannya proses administrasi birokrasi. Sikap para pelaksana

kebijakan diharapkan berwatak dan bermoral yang baik guna mendapatkan bentuk

interaksi yang ideal antara pelaksana kebijakan dengan masyarakat. Permasalahan

penyelewengan kewenangan merupakan masalah yang sangat mengakar dalam

birokrasi Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan masih banyaknya praktek korupsi

yang dilakukan atas dasar kepentingan pribadi dengan pegangan kewenangan

yang dimiliki. Kebijakan publik yang diselewengkan merupakan masalah –

masalah etika dan moral yang salah dari sikap para pelaksana. Efek bureaucratism

merupakan sisi buruk pelaksana kebijakan yang senantiasa dikeluhkan

masyarakat. Tak dapat dibayangkan betapa kesalnya orang yang menjadi bulan –

bulanan petugas dari meja satu ke meja yang lain untuk urusan administrasi dalam

86

organisasi – organisasi publik.25

Mereka juga haru menunggu berhari – hari untuk

urusan tersebut, belum lagi apabila ada kesalahan berkas seperti kesalahan

penulisan kata ( typo ). Hal inilah yang sering kali terjadi dalam pengurusan izin

di DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi.

Tidak maksimalnya PTSP yang diterapkan oleh DPMPTSP Kabupaten

Banyuwangi berdampak pada masih susahnya mengurus perizinan di

Banyuwangi. Dalam wawancara yang peneliti lakukan terhadap beberapa

masyarakat pemohon izin, peneliti masih menemukan banyak keluhan yang

dirasakan oleh pemohon izin. Terutama dalam hal mendapatkan rekomendasi

yang harus diurus di SKPD lain. Pelaksana kebijakan PTSP yaitu para pegawai

DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi tidak membantu menguruskan surat

rekomendasi tersebut, melainkan pemohon sendirilah yang harus mengurus surat

rekomendasi tersebut. Akibatnya pemohon izin harus mondar – mandir dari meja

satu ke meja yang lain untuk mendapatkan surat rekomendasi, belum termasuk

jarak antara kedua SKPD tersebut yang saling berjauhan. Menurut Totok

Budiantoro selaku pemohon izin IMB bahwa:

Memang kesalahan berasal dari kami sendiri, tetapi asas dari PTSP

tersebut adalah segala hal yang mencakup tentang perizinan diurus dan

diselesaikan di satu tempat yaitu di kantor DPMPTSP. Tetapi faktanya

kami harus kesana kemari untuk membenahi kesalahan berkas kami.

Seharusnya harus ada tenaga fungsional dan konsultan yang ditempatkan

di DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi agar lebih memudahkan

masyarakat.

25

Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013,

hlm. 273 - 274

87

Sangat disayangkan apabila sistem yang diterapkan sudah bagus dan pro

terhadap masyarakat namun pada fakta yang terjadi justru masih menyulitkan

masyarakat. Seharusnya sikap para pelaksana harus lebih inovatif dalam

mengatasi masalah, dan cepat tanggap dengan berbagai keluhan masyarakat yang

muncul. Sofyan Yazid menambahkan bahwa :

SDM yang dimiliki oleh pegawai DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi

sangat tinggi. Namun ada sedikit kecenderungan mengitkuti tradisi

terdahulu mereka yang masih sulit dihilangkan. Antara lain bawahan patuh

terhadap senior. Pimpinan DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi cenderung

kurang inovatif, akhirnya bawahannyapun menjadi kurang mau

berinovatif.26

Di tengah banyaknya kesulitan dan besarnya tuntutan perubahan itu, PTSP

yang sukses adalah yang memiliki pemimpin yang baik dan mampu. Mereka

(pemimpin PTSP) harus dekat dengan masyarakat, mengetahui apa yang

diharapkan warga. Pemimpin juga perlu punya kemampuan manajemen SDM.

Mereka tidak harus orang teknis, tetapi harus punya komitmen melayani.

Melayani adalah seni. Di sini perlu inovasi karena terbatasnya kewenangan sering

kali terbentur dengan aturan. Dalam memimpin, mengkoordinasi saja tidak cukup,

tetapi harus menjiwai. Dengan kata lain, pemimpin PTSP harus mampu

menggerakkan timnya untuk melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya. Dalam

menggerakkan tim, pemimpin menyiasati kekurangan kualitas maupun kuantitas

SDM yang ada serta berupaya menggalang dukungan pihak luar yang strategis.

Tim diarahkan kepada perbaikan terus-menerus sambil menjadikan suara

masyarakat sebagai indikator pencapaian. Ketika tim mengalami kesulitan atau

26

Hasil wawancara dengan Sofyan Yazid anggota LSM KUPUNYA pada tanggal 02 November

2016 pukul 20.01 di rumah narasumber

88

penurunan semangat, sosok pemimpin diharapkan mampu memberikan motivasi

kepada bawahannya.

Dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti menemukan bahwa pimpinan

DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi sendiri masih cenderung patuh terhadap

peraturan yang berlaku dan kurang berani dalam berinovasi. Masalah tersebut

menimbulkan efek kecenderungan para pegawainya kurang memiliki kepercayaan

diri akibat adanya sistem peraturan yang kaku. Mereka takut dicap orang yang

ingin dilihat, ataupun ingin menjadi yang utama karena berinovatif. Hal ini juga

disampaikan oleh Medi Sugiarto bahwa :

Susah untuk menyampaikan aspirasi dalam sebuah oragnisasi yang kaku.

ketika ingin berinovasi, banyak pegawai lain yang membicarakan dari

belakang, dicap ingin dilihat lah, atau ngatok (dalam bahasa daerah berarti

dianak emaskan oleh pimpinan). Daripada dicap seperti itu mending kita

mengikuti alur yang ada saja.27

Sikap kepatuhan pegawai yang sangat tinggi terhadap keadaan tersebut

merupakan bentuk pertahanan diri untuk mengantisipasi hal – hal yang tidak

diinginkan. Keadaan tersebut dimana pegawai dengan tingkat yang lebih bawah

tidak mampu menciptakan sistem yang lebih baik karena aspirasinya yang susah

untuk di sampaikan bisa menjadi sumber penyebab pelayananan perizinan

cenderung berbelit – belit. Lambat laun, keadaan seperti ini akan menimbulkan

disfungsi birokrasi karena tidak jelasnya tujuan yang akan dicapai, penetapan

aturan yang kaku cenderung berorientasi terhadap otoritas kekuasaan, ataupun

terciptanya hierarki yang mengekang maksa bawahan tidak dapat berkembang.

27

Hasil wawancara dengan Medi Sugiarto, S.Hut selaku Kepala Sub Bidang Evaluasi dan

Penyuluhan DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi pada tanggal 28 oktober 2016 pukul 21.16 di

rumah narasumber

89

5.6 Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik

Implementasi kebijakan dapat dipengaruhi oleh dampak kondisi ekonomi,

sosial, maupun politik. Beberapa variabel tersebut mencakup tentang bagaimana

ekonomi lingkungan mendukung implementasi kebijakan, bagaimana kondisi

kelompok – kelompok pemangku kebijakan dalam memberikan dukungan, dan

bagaimana sifat publik atau masyarakat yaitu mendukung atau menolak kebijakan

tersebut. Lantas bagaimana lingkungan ekonomi, sosial, dan politk di DPMPTSP

Kabupaten Banyuwangi, berikut akan dijelaskan oleh peneliti.

5.6.1 Kondisi lingkungan ekonomi dan sosial

Secara umum terdapat beberapa tugas pemerintah dalam sisi

perekonomian, dua diantaranya yang paling utama yaitu meningkatkan

pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan lapangan kerja dalam mengurangi

jumlah pengangguran yang nantinya akan berdampak pada kesejahteraan sosial

masyarakat.

Dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi sangat bergantung terhadap

jumlah investasi yang masuk baik dari asing maupun domestik. Disini bagaimana

tugas pemerintah dalam memberikan fasilitas terhadap investor sangat

diutamakan. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi memberikan wewenang

terhadap DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi menerapkan kebijakan PTSP yaitu

Pelayanan Terpadu Satu Pintu guna memfasilitasi para investor dalam pengurusan

masalah perizinan maupun penanaman modal.

90

Pemerintah sendiri mengeluarkan kebijakan bahwa setiap perusahaan yang

masuk dan menanamkan modal di Banyuwangi diwajibkan untuk merekrut SDM

daerah dan membuka lapangan kerja untuk masyarakat Banyuwangi. Tersedianya

fasilitas untuk para wisatawan lokal maupun domestik otomatis meningkatkan

jumlah wisatawan di Kabupaten Banyuwangi tentunya dengan dukungan

pemasaran pariwisata oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten

Banyuwangi. Di sisi lain dengan meningkatnya jumlah wisatawan memicu

munculnya ekonomi kreatif yang dapat mensejahterakan masyarakat Kabupaten

Banyuwangi.

Rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi Banyuwangi dalam lima tahun

tahun terakhir tercatat lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan Jawa Timur. Data

Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Banyuwangi menunjukkan, rata-rata

pertumbuhan Banyuwangi 2010-2014 sebesar 6,59 persen, sedangkan Jatim 6,27

persen.28

Dukungan dari Bupati Banyuwangi sendiri merupakan perihal yang

sangat penting dalam memberikan akses mudah terhadap para investor, ini

dibuktikan dengan ungkapan pribadi Bupati Banyuwangi dalam wawancara

terbuka dengan mengatakan bahwa "Kami akan memberi karpet merah kepada

investor yang ingin masuk ke Banyuwangi untuk berkembang dan tumbuh

bersama, sebab kehadiran investor akan membuka lapangan pekerjaan dan

meningkatkan taraf hidup sosial-ekonomi masyarakat Banyuwangi."29

Karpet

merah yang dimaksut tidak lain adalah kebijakan PTSP yang telah diterapkan

28

http://www.banyuwangikab.go.id/berita-daerah/pertumbuhan-ekonomi-banyuwangi-lampaui-

rata-rata-provinsi-jawa-timur.html 29

http://regional.kompas.com/read/2013/04/09/17460283/Banyuwangi.Kian.Dilirik.Investor

91

mulai tahun 2011 lalu. diterapkannya PTSP di Kabupaten Banyuwangi,

diharapkan investor – investor lebih tertarik melakukan investasi di Kabupaten

Banyuwangi terkait kemudahan pengurusan izin.

5.6.2 Kondisi lingkungan politik

Dalam menganalisis bagaimana implementasi sebuah kebijakan

pemerintah, aspek politik perlu dikaji untuk untuk memperkirakan bahwa situasi

politk tidak mempengaruhi faktor keberhasilan saat kebijakan pemerintah

diimplementasikan. Kelemahan lain tatakerja birokrasi di Indonesia adalah kurang

terlibatnya birokrasi dalam pembuatan kebijakan. hal tersebut mengindikasikan

bahwa adanya pemisahan antara linkup administrasi dan lingkup politik. Lingkup

politik memberikan gambaran akan kekuasaan yang lebih tinggi. Jika elit politik

dalam kondisi mendukung, dunia investasi akan sangat menguntungkan bagi

masyarakat, membuka lapangan pekerjaan, dan menimbulkan ekonomi kreatif

yang mengarah pada kesejahteraan hidup masyarakat. Di sisi lain jika tidak

adanya dukungan dari elit politik, hal ini menimbulkan potensi mendatangkan

kerugian bagi dunia investasi.

Dampaknya juga sudah sangat jelas yaitu merugikan dan mengancam

dunia investasi. Prakteknya menyelewengkan dan menyalah gunakan kekuasaan

yang di lakukan oleh oknum pemerintah dalam menjalankan tugas mereka sangat

mengancam keamanan modal dan usaha masyarakat. Kekacauan politik juga

dapat mendorong lahirnya kondisi politik juga dapat mendorong lahirnya kondisi

social yang tidak aman.

92

Dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti di DPMPTSP Kabupaten

Banyuwangi, pengaruh kondisi politik dalam perizinan DPMPTSP Kabupaten

Banyuwangi sendiri terhadap kebijakan PTSP yang digadang – gadang dapat

mengatasi permasalahan perizinan terkait waktu, biaya, dan cenderung berbelit –

belit masih bersifat abstrak. Peneliti menyimpulkan bahwa dalam kasus

mengimplementasikan kebijakan PTSP, sikap pemerintah maupun elit politik

terlihat mendukung dengan mengadakan pelatihan khusus terhadap pejabat dan

staff DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi dengan mendatangkan ahli PTSP dari

pusat. Pelatihan tersebut terkesan hanya formalitas belaka tanpa adanya perubahan

yang signifikan dalam mengimplementasikan kebijakan PTSP. Tetap saja dalam

mengurus perizinan dirasakan masih sulit oleh masyarakat. temuan lainnya yaitu

adanya beberapa izin yang harus ditanda tangani oleh Bupati langsung tanpa perlu

melewati Kepala Dinas.

Hal tersebut menimbulkan kecurigaan masih adanya praktek

penyelewengan wewenang demi kepentingan pribadi, karena ketika peneliti

mewawancarai beberapa staff ahli DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi tentang

beberapa izin tersebut hampir semuanya menjawab tidak tahu. Tidak dapat

dipungkiri bahwa kondisi politik memang sangat mempengaruhi perizinan di

Kabupaten Banyuwangi khususnya dalam dunia bisnis, karena berdasarkan fakta

tersebut dapat difahami bahwa sedikit banyaknya kondisi lingkungan politik

berperan terhadap kondisi bisnis.

93

5.7 Faktor Pendukung implementasi PTSP DPMPTSP Kabupaten

Banyuwangi

Dalam proses berlangsungnya organisasi birokrasi DPMPTSP Kabupaten

Banyuwangi tentunya terdapat beberapa faktor yang menjadikan sebuah dukungan

atau hal yang dapat melancarkan kinerja dalam menjalankan tugas dan fungsinya

untuk berperan implementasi kebijakan PTSP di Kabupaten Banyuwangi. Berikut

ini merupakan faktor pendunkung yang telah terjadi di lingkungan DPMPTSP

Kabupaten Banyuwangi :

a. Adanya dukungan dari Bupati Kabupaten Banyuwangi terhadap

DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi untuk melaksanakan tugas pokok

dan fungsi tiap-tiap bagian dilingkup perizinan. Bentuk dukungannya

berupa diadakannya pelatihan khusus bagi seluruh karyawan BPPT

Kabupaten Banyuwangi dua kali dalam setahun.

b. Adanya dasar hukum PERPRES NOMOR 97 TAHUN 2014 Tentang

Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Serta

lahirnya PERDA Kabupaten Banyuwangi Nomor 6 Tahun 2011

Tentang Organisasi Perangkat Daerah dengan penjabaran tupoksi

melalui PERBUB Nomor 59 Tahun 2016 Tentang Rincian Tugas,

Fungsi dan Tata Kerja DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi, yang

memberikan kejelasan sebagai payung hukum dalam menjalankan

tugasnya.

94

c. Adanya System Reward and Punishment (Penghargaan dan hukuman)

di lingkungan DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi memberikan efek

untuk para pegawai untuk bekerja secara maksimal demi mencapai

hasil yang diharapkan.

d. Sarana dan Prasarana yang cukup memadai. Setiap meja para pegawai

dilengkapi dengan teknologi komputer guna mendukung

perkembangan IT yang diharapkan mampu meringankan beban kerja

para pegawai dan membantu masyarakat dalam mengurus perizinan.

Terpenuhinya akses kendaraan, dan ruangan sebagai faktor penunjang

dalam mengimplementasikan kebijakan PTSP.

e. Tersedianya aksesibilitas jalur darat, laut dan udara menuju

Kabupaten Banyuwangi yang lebih memudahkan para investor

ataupun wisatawan untuk mempersingkat waktu menuju Kabupaten

Banyuwangi.

f. Tersedianya Sistem Informasi Perizinan Online (SIPO) DPMPTSP

Kabupaten Banyuwangi sebagai informasi, dan pendaftaran pemohon

izin secara online. Bahkan ada tim khusus dari Pemkab Banyuwangi

yang melayani antar jemput calon investor tentang proses pengurusan

perizinannya.

g. Adanya sosialisasi proses dan prosedur pengurusan izin yang

dilakukan oleh DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi. Hal ini bertujuan

agar semua masyarakat tahu bagaimana proses dan prosedur mengurus

perijinan.

95

Dengan adanya dukungan dari Bupati Kabupaten Banyuwangi sendiri

selaku kepala daerah, otomatis DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi dapat

menjalankan kebijakan PTSP dengan baik. Karena jika dari pihak Bupati sendiri

tidak mendukung dan mempercayakan kebijakan PTSP tersebut kepada

DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi selaku implementor kebijakan tersebut, maka

proses pelaksanaan kebijakan dan lingkup kerja akan lebih sering mengalami

kendala dan permsalahan baik internal maupun eksternal.

Sebagai SKPD dan implementor kebijakan PTSP di lingkup pemerintahan

daerah, DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi butuh adanya dukungan dan

koordinasi antar SKPD dan elemen lain untuk lebih memudahkan implementasi

kebijakan dan tercapainya tujuan untuk memberikan pelayanan yang terbaik

kepada masyarakat khususnya para pemohon izin. Sofyan Yazid anggota LSM yang

memperhatikan jalannya kebijakan PTSP tersebut menuturkan bahwa:

DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi memang sudah sering melakukan

sosialisasi terkait pengurusan izin sampai ke desa – desa agar tidak hanya

msyarakat kota saja yang mengerti mekanisme pengurusan izin tersebut.

Hal ini bertujuan untuk pemohon izin yang mungkin dari daerah pelosok

Kabupaten Banyuwangi lebih siap dan mengerti apa saja persyaratan dan

prosedur saat mengurus izin agar tidak terjadi preoses pengurusan yang

lama.30

Dengan adanya komunikasi yang baik antara DPMPTSP Kabupaten

Banyuwangi dengan masyarakat yang memunculkan legitimasi masyarakat

kepada pemerintah tentunya mendukung proses pelaksanaan kebijakan yang

dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Terkait dengan dukungan untuk menjadikan

DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi sebagai implementor PTSP juga mendapatkan

30

Hasil wawancara dengan Sofyan Yazid anggota LSM KUPUNYA pada tanggal 02

November 2016 pukul 20.01 di rumah narasumber

96

dukungan dari segi pendanaan dari APBD Kabupaten Banyuwangi. Kebijakan

yang telah dibuat dan ditetapkan tidak akan berjalan baik tanpa adanya perbaikan

fasilitas kerja SKPD, dan pembiayaan untuk kegiatan – kegiatan yang

mempengaruhi keberhasilan sebuah program. Berikut dijelaskan tabel Anggaran

Perjanjian Kinerja Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Kabupaten Banyuwangi 2015 :

Tabel 5.3

Anggaran Perjanjian Kinerja Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu Kabupaten Banyuwangi 2015

No Program Anggaran (Rp) Keterangan

1 Peningkatan Promosi dan

Kerjasama Investasi

Rp. 400.000.000,00- APBD

2 Peningkatan Iklim Investasi dan

Realisasi Investasi

Rp. 50.000.000,00- APBD

3 Pelayanan Administrasi

Perkantoran

Rp. 1.398.000.000,00- APBD

4 Peningkatan Sarana dan

Prasarana

Rp. 145.000.000,00- APBD

5 Pelayanan Publik Rp. 50.000.000,00- APBD

Sumber : Anggaran Perjanjian Kinerja DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi 2015

Adapun rinciannya sebagai berikut, pertama peningkatan promosi dan

kerjasama investasi dibagi menjadi 2 yaitu indikator jumlah investor mencapai

target 1.400 dan nilai realisasi investasi dengan target 2,5 Triliyun. Kedua

peningkatan iklim investasi dan realisasi dengan indikator jumlah kenaikan nilai

investasi mencapai target (1,7%). Ketiga pelayanan administrasi perkantoran

dengan indikator jumlah dan jenis komponen administrasi perkantoran yang dapat

dipenuhi mencapai (90%). Keempat peningkatan sarana dan prasarana yang dapat

97

dipenuhi mencapai (85%). Dan yang kelima pelayanan publik terbagi menjadi 3

indikator yaitu, (1) presentase waktu penyelesaian izin sesuai SOP dalam satu

tahun dengan target (80%), (2) presentase jumlah izin yang diterbitkan dalam satu

tahun naik sebanyak (20%), dan (3) meningkatnya kualitas dan kuantitas

pelayanan perizinan ditandai dengan jumlah kegiatan monitoring, evaluasi, dan

pekerjaan yang dilaksanakan mencapai target (12 kegiatan).

5.8 Faktor Penghambat Implementasi PTSP DPMPTSP Kabupaten

Banyuwangi

DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi sebagai organisasi perangkat daerah

pada lingkungan pemerintahan pastinya memiliki berbagai kendala dalam

menjalankan tugas dan peranannya yaitu mengimplementasikan kebijakan PTSP.

Peneliti menemukan beberapa faktor penghambat yang menjadi kendala

DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi tidak dapat menjalankan tugas dengan lancar.

Berikut ini peneliti akan menjelaskan beberapa faktor yang menjadi penghambat

DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi dalam mengimplementasikan kebijakan

PTSP:

a. Lingkungan Kebijakan

Regulasi yang mengatur tentang prosedur dan mekanisme PTSP bersifat

abstrak lantaran masih terdapat tumpang tindih kewenangan antara beberapa

SKPD. Dijelaskan dalam kebijakan PTSP bahwa segala macam urusan perizinan

dilaksanakan di satu tempat yaitu di kantor DPMPTSP. Namun faktanya pemohon

harus mondar mandir kesana kemari dalam pengurusan izin dikarenakan masih

98

harus mengurus rekomendasi dari SKPD terkait. DPMPTSP Kabupaten

Banyuwangi masih tidak memiliki wewenang untuk langsung memberikan akses

izin tanpa adanya rekomendasi dari dinas terkait. Hal tersebut yang menjadi

pokok masalah mengapa PTSP di Kabupaten Banyuwangi tidak dapat di

implementasikan secara maksimal. Akibatnya pemohon izin di pusingkan dengan

aturan yang berbelit – belit yang dapat menyita waktu dan tenaga. Mia Octavia

S.H selaku pemohon izin usaha perdagangan (SIUP) menuturkan bahwa:

Saya sendiri kurang faham tentang PTSP, namun yang jelas PTSP adalah

kebijakan yang dibuat pemerintah untuk memudahkan proses pengurusan

izin. Namun ketika saya mengurus izin SIUP, diwajibkan untuk memiliki

izin mendirikan bangunan (IMB) dan tanda daftar perusahaan (TDP)

terlebih dahulu. Belum lagi harus ke BPOM untuk uji layak konsumsi.

Pokoknya ribet dan butuh waktu yang lama untuk mengurus satu perizinan

saja.

Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa kebijakan PTSP yang

diterapkan DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi tidak berjalan maksimal karena

masih cenderung berbelit – belit dan menyita waktu yang lama. Hal tersebut

dikarenakan terkendalanya oleh regulasi yang kurang memberikan kewenangan

penuh kepada DPMPTSP untuk memproses dan merealisasikan perizinan.

Padahal sudah jelas bahwa dalam PERPRES NOMOR 97 TAHUN 2014 bab I

pasal 1 tentang pengolahan dokumen persyaratan perizinan dan non perizinan

mulai dari tahap permohonan sampai dengan terbitnya dokumen dilakukan secara

terpadu satu pintu yang artinya diproses di satu tempat. Fakta yang terjadi

dilapangan ternyata tidak relevan dengan rumusan kebijakan PTSP yang

dimaksutkan untuk upaya penyederhanaan pelayanan dalam penyingkatan

terhadap waktu, prosedur, dan biaya pemberian perizinan dan non perizinan.

99

b. Masih adanya intervensi politik yang tidak dapat dihindari.

Bupati sebagai kepala daerah yang memiliki jabatan politik tertinggi pastinya

terlibat langsung dalam suatu kegiatan dan didalamnya. Tidak dapat dihindari

masuknya kepentingan politik baik dalam pengambilan keputusan ataupun

pada agenda lainnya mengingat aspek perizinan sangat rentan terhadap

permainan politik dalam memberikan akses izin terhadap investor. Hal

tersebut ditandai dengan adanya beberapa jenis izin yang perlu ditandatangani

langsung oleh Bupati.

c. Masih adanya budaya efek bureaucratism yang mengakar, dan kurangnya

kesadaran diri untuk berinovasi para pegawai dalam menyikapi masalah yang

muncul. Mereka lebih memilih mengikuti arus yang salah daripada harus

terkena sanksi. Hal tersebut dikarenakan kakunya sistem birokrasi yang

membudaya ditambah dengan pimpinan yang kurang inovatif.

d. Masih adanya budaya menunda pekerjaan oleh para pegawai yang

menjadikan suatu tugas ataupun agenda membutuhkan waktu lebih lama

dalam penyelesaiannya.

e. Kurangnya jumlah SDM yang dimiliki DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi

Tidak sebandingnya volume permohonan izin dengan jumlah pegawai yang

dimiliki DPMPTSP kabupaten Banyuwangi menyebabkan seringnya realisasi

perizinan membutuhkan waktu yang melebihi batas penentuan sesuai dengan

SOP dan menjadi masalah internal DPMPTSP Kabupaten Banyuwangi.

107

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab, Solichin, 2012, Analisis Kebijakan (Dari Formulasi ke

Penyusunan Model – Model Implementasi Kebijakan Publik, Bumi Aksara

Abdul Wahab, Solichin, 1997, Evaluasi kebijakan Publik, Malang : Penerbit FIA

UNIBRAW dan IKIP Malang

Agustino Leo, 2008, Dasar-dasar Kebijakan Publik, Bandung : Alfabeta

Alfiani Ekasari, 2014, “Implementasi Kebijakan Pelayanan Izin Mendirikan

Bangunan di Kantor Pelayanan Terpadu Kabupaten Soppeng”

Arikunto, Suharsimi, 2006, Metodelogi penelitian, Yogyakarta, Bina Aksara

Damayanti dkk, 2010, Evaluasi kebijakan penyelenggaraan pelayanan terpadu

satu pintu (PPTSP) : Studi pada Unit Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu

Satu Pintu Kabupaten Pasaman

Dokumen Road Map Reformasi Birokrasi Pemerintah Kabupaten Banyuwangi

2014 – 2018

Dokumen Salinan Peraturan Bupati Banyuwangi Nomer 29 Tahun 2012

Drs. Hessel Nogi S. Tangkilisan, MSi, 2003, “Teori dan Konsep Kebijakan

Publik” dalam Kebijakan Publik yang Membumi, konsep, strategi dan kasus,

Yogyakarta : Lukman Offset dan YPAPI

E. Utrecht, 1963, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Jakarta, Cet

VI, PT. Penerbit dan Balai Buku Ichtiar

Hesti Puspitosari, 2011, Filosofi Pelayanan Publik, Malang: SETARA Press

108

http://banyuwangikab.go.id/berita-daerah/banyuwangi-raih-jawara-rencana-aksi-

daerah-pencegahan-dan-pemberantasan-korupsi.html

http://banyuwangikab.go.id/berita-daerah/pemkab-luncurkan-layanan-one-stop-

service.html

http://www.kabarbanyuwangi.info/tv-berbayar-semakin-menggurita.html

http://kbbi.web.id/izin

http://Kompasiana.com/post/read/492171/1/dasar-dasar-wawancara.html

http://majalahbidan.com/rumitnya-mengurus-izin-sipb-di-banyuwangi/

http://sunriseofjava.com/berita-691-pemkab-banyuwangi-luncurkan-pelayanan-

satu-pintu.html

http://www.beritasatu.com/nasional/230903-bupati-optimistis-perekonomian-

banyuwangi-tumbuh-di-atas-pertumbuhan-ekonomi-nasional.html

I Putu Agus Indra Febryana, 2008, “Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu Pada Dinas Perijinan Kota Denpasar”

Nawawi, H. Hadari, 2005, Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press

Nugroho, Riant, 2008, Public Policy: Teori Kebijakan – Analisis Kebijakan –

Proses, Jakarta: Elex Media Komputindo

Ridwan HR, 2003, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Cetakan Kedua,

Yogyakarta

SAHRIFIN, 2010, “Efektivitas Pembentukan Kantor Pelayanan Perizinan

Terpadu Satu Pintu Dalam Memberikan Pelayanan Kepada Masyarakat (Studi

109

Kasus Pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Kabupaten

Gayo Lues)”

Sugiyono, (2009), Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,

dan R&D), Bandung, Alfabeta, hal 2

Yusroni, 2012, “Pengaruh Kualitas Pelayanan Terpadu Satu Pintu Terhadap

Kepuasan Masyarakat Dalam Rangka Peningkatan Pendapatan Asli Daerah

Kabupaten Bangka”

Sri Susanti, 2014, Kualitas Pelayanan Publik Bidang Administrasi Kependudukan

di Kecamatan Gamping

Peraturan Bupati Nomor 59 Tahun 2016

Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2011

Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014

Philiphus M. Hadjon, 1993, Pengantar Hukum Perizinan, Penerbit Yunidika,

Surabaya

Prof. Dr. Budi Winarno, MA, 2007, Kebijakan Publik, teori dan proses, Jakarta :

Media Pressindo

Van Meter, D.S dan Van Horn, C.E, 1975, The Policy Implementation Process: A

Conceptual Framework. Admisitration and Society

Wahyudi Kumorotomo, 2013, Etika Administrasi Negara, PT RajaGrafindo

Persada, Jakarta

wordpress.com/2009/12/28/konsep-pelayanan-umum