Lecture Note on Finite Difference Modified
-
Upload
simesterious-shang-themaster -
Category
Documents
-
view
108 -
download
18
Transcript of Lecture Note on Finite Difference Modified
Modul Kuliah Modul Kuliah Modul Kuliah Modul Kuliah
METODE BEDA HINGGA
0 20 40 60 80 100 1200
20
40
60
80
100
120
-2
0
2
Oleh :
Agustinus Ribal, S.Si, M.Sc
Program Studi Matematika
Jurusan Matematika Fakultas MIPA
Universitas Hasanuddin
2008
i
HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, menerangkan bahwa :
Nama : Agustinus Ribal, S.Si, M.Sc
NIP : 132 233 790
Pangkat / Golongan : Asisten Ahli / IIIb
Unit Kerja : Jurusan Matematika FMIPA
UNHAS
adalah benar penyusun dan penulis modul ”Metode Beda Hingga”, yang
merupakan salah satu bagian materi dari mata kuliah Metode Numerik
Lanjut di Jurusan Matematika FMIPA UNHAS yang disajikan pada
Semester Akhir 2007/2008.
Demikian surat ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Makassar, 08 Agustus 2008
Mengetahui,
Dekan Fakultas MIPA UNHAS Ketua Jurusan Matematika
Prof. Dr. H. Alfian Noor, M.Sc Drs. Muhammad Zakir, M.Si.
NIP. 130 520 684 NIP. 131 959 064
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa
oleh karena berkat dan bimbingan-Nyalah sehingga penulis dapat merampungkan
materi kuliah pada mata kuliah Metode Numerik Lanjut yang disajikan pada
Jurusan Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Modul ini merupakan materi kuliah yang telah dipakai pada semester akhir
2007/ 2008 pada Jurusan Matematika, UNHAS
Modul kuliah ini terdiri dari empat Bab yaitu Pendahuluan yang meliputi
Klasifikasi persamaan differensial parsial dan masalah nilai batas, selanjutnya
akan dibahas berturut-turut Persamaan Beda Untuk Persamaan Differensial Parsial
Tipe Elliptik, Parabolik dan Hiperbolik.
Penyusunan diktat ini tidak lepas dari bantuan beberapa pihak, baik dari
pemerhati maupun mahasiswa, maka melalui kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan diktat kuliah ini baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Makassar, Agustus 2008
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
1. Pendahuluan .................................................................................................... 1
1.1 Pengantar ............................................................................................. 1
1.2 Syarat Batas dan Syarat Awal ............................................................. 3
1.3 Ekspansi Deret Taylor Untuk Turunan Parsial ................................... 3
1.4 Deret Taylor Untuk Turunan Parsial Gabungan ................................. 7
2. Persamaan Beda Untuk Persamaan Differensial Parsial Tipe Elliptik ..... 9
3. Persamaan Beda Untuk Persamaan Differensial Parsial Tipe Parabolik 17
3.1 Backward Time Centered Space ....................................................... 18
3.1.1 Kestabilan .................................................................................. 20
3.1.2 Konsistensi ................................................................................ 22
3.2 FTCS (Forward Time Centered Space)............................................. 24
3.2.1 Kestabilan .................................................................................. 26
3.2.2 Konsistensi ................................................................................ 27
4. Persamaan Beda Untuk Persamaan Differensial Parsial Tipe Hiperbolik
......................................................................................................................... 30
4.1 Persamaan Transport ......................................................................... 30
iv
4.1.1 Metode Courant Isaacson Rees ................................................. 31
4.1.1.1 Kestabilan .............................................................................. 32
4.1.1.2 Konsistensi ............................................................................ 34
4.1.2 Metode Lax ............................................................................... 35
4.1.2.1 Kestabilan .............................................................................. 36
4.1.2.2 Konsistensi ............................................................................ 37
4.1.3 Metode Leapfrog ....................................................................... 38
4.1.3.1 Kestabilan .............................................................................. 39
4.1.3.2 Konsistensi ............................................................................ 40
4.2 Persamaan Gelombang ...................................................................... 45
4.2.1 Nilai Awal ................................................................................. 48
4.2.2 Kestabilan .................................................................................. 49
4.2.3 Konsistensi ................................................................................ 51
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 57
1
BAB I
Pendahuluan
1. Pengantar
Perumusan matematika dari masalah-masalah dunia nyata dalam bidang sains
dan industri biasanya berakhir dengan sebuah masalah nilai batas, yaitu sebuah
persamaan differensial (atau sekelompok persamaan differensial) dengan syarat
batas dan syarat awal tertentu.
Sebuah persamaan differensial disebut:
a. Linier jika turunan dan fungsi dari variabel yang tidak diketahui
merupakan sebuah persamaan linier.
Contoh:
qducubuau xyyxx =+++
b. Quasi Linier jika semua suku turunan orde tertinggi adalah linier tetapi
beberapa suku dari orde yang lebih rendah adalah nonlinier.
Contoh:
),,(2uyxfbuau xxx =+
c. Nonlinier jika bukan merupakan linier atau quasi linier.
Contoh:
),(2 2yxqbuuu xyxx =++
2
Persamaan differensial parsial (PDP) yang paling sering muncul dalam masalah
dunia nyata adalah orde kedua dan secara umum dapat dituliskan sebagai berikut:
0),,,,( =+++ yxyyxyxx uuuyxhcubuau ,
yang dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori berdasarkan nilai dari acb 42 − .
a. Elliptik; jika 042 <− acb
b. Parabolik; jika 042 =− acb
c. Hiperbolik; jika 042 >− acb
Catatan:
Jika a, b, dan c merupakan fungsi dari x, y, dan u, maka persamaan mungkin
mengubah tipenya dari satu daerah ke daerah yang lainnya dalam
perhitungan domain.
Contoh:
Persamaan poisson:
),(2yxfuuu yyxx =+=∇ merupakan kategori elliptic
Persamaan difusi:
xxt uu = merupakan kategori parabolic
Persamaan gelombang:
xxtt uu2α= merupakan kategori hyperbolic
3
2. Syarat Batas dan Syarat Awal
Jika kita tidak membedakan antara waktu dan ruang sebagai variabel
bebas, maka sebuah syarat awal dapat juga dianggap sebagai syarat batas.
Untuk masalah dunia nyata, biasanya kita mengetahui nilai dari fungsi
dan/atau turunannya pada batas Ω∂ . Karena solusi harus memenuhi syarat batas,
maka kita harus menyelesaikan PDP dalam Ω dengan kendala syarat batas pada
Ω∂ .
Adapun jenis syarat batas yang biasa muncul adalah
a. Dirichlet (Syarat batas yang esensial)
e.g. uu ˆ= pada Ω∂
b. Neumann (Syarat batas alami)
e.g. σ=∂
∂
n
u pada Ω∂
c. Robin (Syarat batas gabungan (umum))
e.g. 0,0, ≠≠=+∂
∂kfku
n
uαα pada Ω∂
3. Ekspansi Deret Taylor Untuk Turunan Parsial
Diberikan sebuah fungsi f(x) yang analitik, maka )( xxf ∆+ dapat diekspansi
dalam sebuah deret Taylor disekitar x sebagai
( ) ( ) ( )+
∂
∂∆+
∂
∂∆+
∂
∂∆+
∂
∂∆+=∆+
4
44
3
33
2
22
!4!3!2)()(
x
fx
x
fx
x
fx
x
fxxfxxf
4
( )
∑∞
= ∂
∂∆+=
1 !)(
nn
nn
x
f
n
xxf (2.1)
Dari persamaan di atas, dapat diperoleh
( ) ( )+
∂
∂∆−
∂
∂∆−
∂
∂∆−
∆
−∆+=
∂
∂4
43
3
32
2
2
!4!3!2
)()(
x
fx
x
fx
x
fx
x
xfxxf
x
f (2.2)
Jika suku-suku yang memuat faktor x∆ atau yang lebih tinggi dijumlahkan dan
dinotasikan dengan O( x∆ ), maka x
f
∂
∂ dapat ditulis
( )xOx
xfxxf
x
f∆+
∆
−∆+=
∂
∂ )()( (2.3)
yang merupakan pendekatan turunan parsial orde pertama dari fungsi f terhadap x.
Jika indeks i digunakan sebagai diskritisasi titik ke arah x, maka (2.3) menjadi
( )xOx
ff
x
f ii
i
∆+∆
−=
∂
∂ +1 (2.4)
Persamaan ini biasa disebut pendekatan beda maju orde pertama dari x
f
∂
∂ orde
x∆ . Sangat jelas kelihatan bahwa jika ukuran x∆ diperkecil, maka galat akan
berkurang akibatnya ketepatan dari pendekatan akan meningkat.
Dengan cara yang sama, )( xxf ∆− dapat diekspansi dalam deret Taylor
disekitar x sebagai berikut:
( ) ( ) ( )−
∂
∂∆+
∂
∂∆−
∂
∂∆+
∂
∂∆−=∆−
4
44
3
33
2
22
!4!3!2)()(
x
fx
x
fx
x
fx
x
fxxfxxf
( ) ( )∑
∞
= ∂
∂∆−+=
1 !1)(
nn
nnn
x
f
n
xxf (2.5)
5
Sehingga diperoleh
( )xOx
xxfxf
x
f∆+
∆
∆−−=
∂
∂ )()( (2.6)
atau
( )xOx
ff
x
f ii
i
∆+∆
−=
∂
∂ −1 (2.7)
Persamaan ini biasa disebut pendekatan beda mundur orde pertama dari x
f
∂
∂ orde
x∆ .
Selanjutnya, jika (2.1) dikurangi (2.5), maka akan diperoleh
( ) ( )+
∂
∂∆+
∂
∂∆+
∂
∂∆=∆−−∆+
5
55
3
33
!52
!322)()(
x
fx
x
fx
x
fxxxfxxf
diperoleh
( )2
2
)()(xO
x
xxfxxf
x
f∆+
∆
∆−−∆+=
∂
∂ (2.8)
Atau
( )211
2xO
x
ff
x
f ii
i
∆+∆
−=
∂
∂ −+ (2.9)
Persamaan ini biasa disebut pendekatan beda pusat orde pertama dari x
f
∂
∂ orde
( )2x∆ .
6
Selanjutnya untuk orde yang lebih tinggi, dapat diperoleh dengan cara
yang sama dengan sebelumnya yaitu jika kita mengekspansi )2( xxf ∆+ dalam
deret Taylor di sekitar x akan diperoleh
( ) ( )+
∂
∂∆+
∂
∂∆+
∂
∂∆+=∆+
3
33
2
22
!3
2
!2
22)()2(
x
fx
x
fx
x
fxxfxxf (2.10)
Jika persamaan (2.10) dikurangi 2 kali persamaan (2.1) akan diperoleh
( ) ( ) +∂
∂∆+
∂
∂∆+−=∆+−∆+
3
33
2
22
)()(2)2(x
fx
x
fxxfxxfxxf
Sehingga diperoleh
( )( )xO
x
xfxxfxxf
x
f∆+
∆
+∆+−∆+=
∂
∂22
2)()(2)2(
atau
( )( )xO
x
fff
x
f iii
i
∆+∆
+−=
∂
∂ ++
2
12
2
2 2 (2.11)
Persamaan (2.11) disebut pendekatan beda maju untuk turunan orde kedua dari f
terhadap x dan orde pertama dari x
f
∂
∂ orde x∆ .
Dengan cara yang sama dapat diperoleh untuk pendekatan beda mundur dari
2
2
x
f
∂
∂ sebagai berikut (gunakan persamaan (2.5) dan ekspansikan )2( xxf ∆− ):
( )( )xO
x
xxfxxfxf
x
f∆+
∆
∆−+∆−−=
∂
∂22
2)2()(2)(
atau
7
( )( )xO
x
fff
x
f iii
i
∆+∆
+−=
∂
∂ −−
2
21
2
2 2 (2.12)
Demikian pula untuk pendekatan beda pusat dari 2
2
x
f
∂
∂ sebagai berikut (gunakan
persamaan (2.1) dan persamaan (2.5):
( )( )2
22
2)()(2)(
xOx
xxfxfxxf
x
f∆+
∆
∆−+−∆+=
∂
∂
atau
( )( )2
2
11
2
2 2xO
x
fff
x
f iii
i
∆+∆
+−=
∂
∂ −+ (2.13)
4. Deret Taylor Untuk Turunan Parsial Gabungan
Ekspansi deret Taylor untuk dua variabel x dan y, yaitu ),( yyxxf ∆+∆+ adalah
( ) ( )+
∂
∂∆+
∂
∂∆+
∂
∂∆+
∂
∂∆+=∆+∆+
2
22
2
22
!2!2),(),(
y
fy
x
fx
y
fy
x
fxyxfyyxxf
( ) ( )[ ]332
,!2
2 yxOyx
fyx∆∆+
∂∂
∂∆∆
Dengan menggunakan indeks i dan j sebagai titik grid di x dan y, maka
persamaan di atas menjadi
yx
fyx
y
fy
x
fxff ijji
∂∂
∂∆∆+
∂
∂∆+
∂
∂∆+=++
2
1,1
( ) ( ) ( ) ( )[ ]33
2
22
2
22
,!2!2
yxOy
fy
x
fx∆∆+
∂
∂∆+
∂
∂∆+ (2.14)
8
Dengan cara yang sama, kita dapat memperoleh ekspansi deret Taylor dari
),,(),,( yyxxfyyxxf ∆−∆+∆−∆− dan ),,( yyxxf ∆+∆− yaitu sebagai berikut:
yx
fyx
y
fy
x
fxff ijji
∂∂
∂∆∆+
∂
∂∆−
∂
∂∆−=−−
2
1,1
( ) ( ) ( ) ( )[ ]33
2
22
2
22
,!2!2
yxOy
fy
x
fx∆∆+
∂
∂∆+
∂
∂∆+ (2.15)
yx
fyx
y
fy
x
fxff ijji
∂∂
∂∆∆−
∂
∂∆−
∂
∂∆+=−+
2
1,1
( ) ( ) ( ) ( )[ ]33
2
22
2
22
,!2!2
yxOy
fy
x
fx∆∆+
∂
∂∆+
∂
∂∆+ (2.16)
yx
fyx
y
fy
x
fxff ijji
∂∂
∂∆∆−
∂
∂∆+
∂
∂∆−=+−
2
1,1
( ) ( ) ( ) ( )[ ]33
2
22
2
22
,!2!2
yxOy
fy
x
fx∆∆+
∂
∂∆+
∂
∂∆+ (2.17)
Dari persamaan (2.14), (2.15), (2.16), dan (2.17) diperoleh
( ) ( )[ ]221,11,11,11,12
,4
yxOyx
ffff
yx
f jijijiji
i
∆∆+∆∆
+−−=
∂∂
∂ −−+−−+++ (2.18)
9
BAB II
Persamaan Beda Untuk Persamaan
Differensial Parsial Tipe Elliptik
Pada bagian ini kita akan menyelesaikan persamaan differensial parsial (PDP)
dalam suatu daerah R, yaitu kita mencari nilai-nilai ),( yxu yang memenuhi PDP
pada setiap titik dari R. Biasanya sebuah grid diberikan pada R sedemikian
sehingga kita membutuhkan untuk menghubungkan turunan-turunan di ),( yx
dengan nilai-nilai yang ada disekitar titik tersebut.
yk ∆=
xh ∆=
),( ji ),1( ji +),1( ji −
)1,( −ji
)1,( +ji
R∂
10
Titik ),( ji yx ditulis ),(),( jkihyjxi =∆∆ . Selanjutnya dengan menggunakan deret
taylor, kita akan menentukan nilai-nilai dari u disekitar titik-titik pada grid.
Misalkan
),(),( jiij yxujkihuu ==
Maka dengan menggunakan deret taylor yang telah dipelajari pada bagian
sebelumnya, akan diperoleh:
),(,1 jiji yhxuu +=+
+++++= xxxxxxxxxxij uh
uh
uh
huu!4!3!2
432
(1)
),(,1 jiji yhxuu −=−
−+−+−= xxxxxxxxxxij uh
uh
uh
huu!4!3!2
432
(2)
Dari persamaan (1) dapat diperoleh:
)(,1
hOh
uu
x
u ijji
ij
+−
=
∂
∂ + (Beda Maju)
Dengan cara yang sama dari (2) diperoleh:
)(,1
hOh
uu
x
u jiij
ij
+−
=
∂
∂ − (Beda Mundur)
Demikian juga dari (1) dan (2) diperoleh
)(2
2,1,1hO
h
uu
x
u jiji
ij
+−
=
∂
∂ −+ (Beda pusat)
11
Latihan: Gunakan deret Taylor untuk menentukan y
u
∂
∂.
Hint: +++++=+=+ yyyyyyyyyyijjiji uk
uk
uk
kuukyxuu!4!3!2
),(432
1,
Juga dari (1) dan (2), dapat diperoleh
)(2
2
2
,1,1
2
2
hOh
uuu
x
u jiijji
ij
++−
=
∂
∂ −+ (3)
Dengan cara yang sama diperoleh:
)(2
2
2
1,1,
2
2
kOk
uuu
y
u jiijji
ij
++−
=
∂
∂ −+ (4)
Latihan:.
Tunjukkan bahwa )(4
221,11,11,11,12
khOhk
uuuu
yx
u jijijiji
ij
+++−−
=
∂∂
∂ −−−++−++
Untuk menyelesaikan masalah nilai batas dengan menggunakan metode beda
hingga, maka akan dilakukan prosedur sebagai berikut:
5. Mendiskritisasi daerah R dalam sebuah grid dari titik-titik yang disebut
node.
6. Approksimasi semua turunan dengan menggunakan nilai-nilai dari fungsi
yang belum diketahui dari setiap node. Akibatnya persamaan differensial
12
akan diaproksimasi dengan sebuah sistem persamaan aljabar dengan nilai-
nilai node dari variabel yang belum diketahui sebagai basis.
7. Menyelesaikan sistem persamaan linier.
Contoh:
Perhatikan persamaan poisson sebagai berikut:
),(2
2
2
2
2
yxfuy
u
x
u=∇=
∂
∂+
∂
∂
Dengan menggunakan (3) dan (4), kita akan memperoleh persamaan sebagai
berikut (dengan asumsi h=k):
( ) ijjijiijjijiij fuuuuuh
u =++−+=∇ −+−+ 1,1,,1,12
2 41
Atau secara singkat ruas kiri dapat ditulis:
ijij uh
u
−=∇
1
141
11
2
2
Persamaan ini biasa disebut persamaan beda dengan 5 titik.
Secara khusus, jika 1),( =yxf , maka akan diperoleh
12 =∇ u dalam domain R dengan
with h=1
dengan menggunakan persamaan beda dengan 5 titik
akan diperoleh:
14 1111 =++−+ −+−+ ijijijjiji uuuuu
u=2
u=2
u=2
ux
u−=
∂
∂1
1 2 0
1
2
3
x
y
P1 P2
P3 P4
13
untuk j=1 ⇒ 14 0211111 =++−+ −+ iiiii uuuuu
141 1012110121 =++−+⇒= uuuuui
1242 121121 =++−+⇒ uuu
34 121121 −=+−⇒ uuu ………………(1)
142 2022211131 =++−+⇒= uuuuui
124 22211131 =++−+⇒ uuuu
14 22211131 −=+−+⇒ uuuu ………………(2)
Dari syarat batas diperoleh:
j
jj
i
uuu
x
uu
x
u2
13
2
12
1 −=−
=∂
∂⇒−=
∂
∂
=
⇒ ( )jjj uuu 123 12 +−=
⇒ ( ) 112131112131 2212 uuuuuu +−=⇒+−= ………(2*)
juga,
122232 22 uuu +−= ……………(2**)
masukkan (2*) ke (2) akan diperoleh
1422 2221111121 −=+−++−⇒ uuuuu
362 222111 −=+−⇒ uuu ……………..(3)
untuk j=2 ⇒ 14 1321212 =++−+ −+ iiiii uuuuu
141 1113120222 =++−+⇒= uuuuui
14
1242 111222 =++−+⇒ uuu
34 111222 −=+−⇒ uuu ………………(4)
142 2123221232 =++−+⇒= uuuuui
124 21221232 =++−+⇒ uuuu
14 21221232 −=+−+⇒ uuuu ………………(5)
Masukkan (2**) ke (5) akan diperoleh
1422 2122121222 −=+−++−⇒ uuuuu
326 211222 −=++−⇒ uuu ………………(6)
Dari (1),(3),(4), dan (6) diperoleh:
−
−
−
−
=
−
−
−
−
3
3
3
3
6210
1401
1062
0114
22
12
21
11
u
u
u
u
dimana 422312,221111 ,, PuPuPuPu ====
Jadi,
−
−
−
−
=
−
−
−
−
3
3
3
3
6210
1401
1062
0114
4
3
2
1
P
P
P
P
atau
15
=
13/15
13/18
13/15
13/18
4
3
2
1
P
P
P
P
Secara umum, disarankan untuk menggunakan metode langsung seperti metode
eliminasi gauss, aturan Crammer jika system yang akan diselesaikan berukuran
kecil. Untuk ukuran system yang sangat besar, disarankan untuk menggunakan
metode iterasi. Metode iterasi yang paling baik untuk kasus dimana matriks
diperbesarnya adalah simetri dan definit positif adalah metode SOR (Successive
Over Relaxation).
Latihan:
Gunakan persamaan beda dengan 5 titik untuk menentukan distribusi panas
steady state dalam sebuah lempengan logam yang tipis dan berbentuk
bujursangkar dengan ukuran 0.5 meter x 0.5 meter dengan menggunakan
persamaan Laplace:
02 =∇ u
Dengan syarat batas
0),0( =yu
0)0,( =xu
yyu 200),5.0( =
xxu 200)5.0,( =
P1 P2 P3
P4 P5 P6
P7 P8 P9
16
Gunakan m (banyaknya partisi terhadap sumbu x) sama dengan n (banyaknya
partisi terhadap sumbu y)=4.
Solusi:
−
−
−
−
−
−
−
−
−
=
410100000
141010000
014001000
100410100
010141010
001014001
000100410
000010141
000001014
A ;
=
75.18
5.12
25.6
50.37
00.25
50.12
50.56
50.37
75.18
P
Tugas 1
Gunakan Persamaan beda dengan 5 titik untuk menentukan solusi dari
persamaan poisson berikut
yxy
u
x
u2
2
2
2
2
−=∂
∂+
∂
∂
Pada domain seperti pada gambar
=
4
1hgunakan
0=u
0=u 0=u
uy
u2=
∂
∂
1
1
0
17
BAB III
Persamaan Beda Untuk Persamaan
Differensial Parsial Tipe Parabolik
Pada bagian ini kita akan menyelesaikan PDP bertipe parabolik menggunakan
metode beda hingga.
Perhatikan persamaan panas atau persamaan difusi sebagai berikut:
0),,0(,),(),(
2
22 >∈
∂
∂=
∂
∂tlx
x
txu
t
txuα
Dengan syarat batas
0),(),0( == tlutu
],0[),()0,( lxxfxu ∈=
Hal ini dapat diillustrasikan sebagai berikut:
α adalah konduktivitas panas.
x
x=l x=0
Suhu =0 Suhu =0 Suhu awal
=f(x)
18
3.1 Backward Time Centered Space
Pada ( ) ( )jkihyxji ii ,,),( == kita mempunyai
k
uu
t
u jiji
ij
1,, −−=
∂
∂
2
,1,,1
2
2 2
h
uuu
x
u jijiji
ij
+− +−=
∂
∂
Masukkan persamaan-persamaan ini ke dalam persamaan panas (difusi)
yang diberikan, maka akan diperoleh:
2
,1,,121,, 2
h
uuu
k
uu jijijijiji +−− +−=
−α
( )jijijijiji uuu
h
kuu ,1,,12
2
1,, 2 +−− +−=−⇒α
x
t
0 l
)()0,( xfxu =
0),0( =tu 0),( =tlujiu , jiu ,1+jiu ,1−
1, +jiu
1, −jiu
tk ∆=
m
lh =
Stencil
19
misalkan 2
2
h
kαλ = , maka persamaan di atas menjadi
( )jijijijiji uuuuu ,1,,11,, 2 +−− +−=− λ
jijijijiji uuuuu ,1,,11,, 2 +−− +−=−⇒ λλλ
( ) jijijiji uuuu ,1,,11, 21 +−− −++−=⇒ λλλ
untuk ( ) 1,1,2,1,0 211 −=−++−⇒= jjjj uuuui λλλ
karena 0,0 =ju , persamaan sebelumnya menjadi
( ) 1,1,2,121 −=−+ jjj uuu λλ (1)
untuk ( ) 1,2,3,2,1 212 −=−++−⇒= jjjj uuuui λλλ (2)
untuk ( ) 1,2,1,2,3 212 −−−−− =−++−⇒−= jmjmjmjm uuuumi λλλ (3)
untuk ( ) 1,1,,1,2 211 −−−− =−++−⇒−= jmjmjmjm uuuumi λλλ
karena 0, =jmu , maka persamaan sebelumnya menjadi
( ) 1,1,1,2 21 −−−− =++− jmjmjm uuu λλ (4)
Persamaan-persamaan (1), (2), (3), dan (4) dapat ditulis dalam notasi matriks
sebagai berikut:
20
=
+−
−+−
−+−
−+
−−
−−
−
−
−
−
−
1,1
1,2
1,3
1,2
1,1
,1
,2
,3
,2
,1
21000
2100
00
00
0021
00021
jm
jm
j
j
j
jm
jm
j
j
j
u
u
u
u
u
u
u
u
u
u
λλ
λλλ
λλλ
λλ
Matriks ini biasa disebut matriks tridiagonal.
Secara singkat dapat ditulis
,2,1;)1()( == −jA
jj ww
dimana
=
−
−
jm
jm
j
j
j
j
u
u
u
u
u
,1
,2
,3
,2
,1
)(
w dan
=
−
−
)(
)(
)(
)(
)(
1
1
3
2
1
)0(
m
m
xf
xf
xf
xf
xf
w
3.1.1 Kestabilan
Pengantar
Secara sederhana masalah PDP dapat diillustrasikan sebagai
berikut:
PDP Persamaan Beda
iju ),( txu
konsisten
kestabilan
konvergen
Well-posed
21
Persamaan beda dikatakan stabil jika persamaan beda menghasilkan solusi iju
yang berhingga.
Persamaan beda dikatakan konsisten terhadap PDPnya jika selisih antara
persamaan beda dengan PDPnya (suku-suku truncation error) menuju nol jika
lebar gridnya menuju nol, 0,0 →∆→∆ tx .
Persamaan beda dikatakan konvergen jika solusi persamaan beda mendekati
solusi PDPnya jika lebar grid menuju nol, 0,0 →∆→∆ tx .
Teorema equivalensi Lax:
Untuk suatu masalah nilai awal yang properly posed, jika suatu
persamaan beda konsisten dan stabil, maka pastilah konvergen.
Ada beberapa cara untuk menguji kestabilan suatu metode dalam metode
beda hingga, namun dalam kuliah ini hanya akan dibahas analisa kestabilan Von
Neumann.
Dari BTCS di atas diperoleh persamaan beda sebagai berikut:
( ) jijijiji uuuu ,1,,11, 21 +−− −++−= λλλ
Persamaan ini dapat ditulis
( ) n
j
n
j
n
j
n
j uuuu 11
1 21 +−− −++−= λλλ
22
Untuk menentukan kestabilannya, maka kita akan mensubtitusikan
xjiann
j eu∆= ρ , dimana 1−=i , nρ adalah amplitude pada saat waktu =n,
sedangkan a bilangan gelombang (wave number) pada arah x, sehingga diperoleh:
( ) ( )xiaxia ee ∆−∆ +−+= λλρ
211
( ) )cos(2211
xa∆−+=⇒ λλρ
( ))cos(1211
xa∆−+=⇒ λρ
( ))cos(121
1
xa∆−+=⇒
λρ
Karena dari penyebut dapat diperoleh
λλ ∀+≤≤ ,411 penyebut
Jadi,
1≤ρ
Oleh karena itu kita bisa menyimpulkan bahwa skema di atas akan stabil
untuk setiap λ .
3.1.2 Konsistensi
Sebuah persamaan beda hingga dari sebuah PDP dikatakan konsisten
jika persamaan beda tersebut dapat di ubah menjadi PDP awal jika lebar
23
partisinya (gridnya) menuju nol. Maka dari persamaan beda hingga di atas
diperoleh
2
,1,,121,, 2
h
uuu
k
uu jijijijiji +−− +−=
−α (4.1.2)
Jika setiap u diekspansi dalam sebuah deret Taylor disekitar uij maka
diperoleh
)(!2
),( 32
1, kOuk
kuuktxuu tttijjiji ++−=−=−
)(!3!2
),( 432
,1 hOuh
uh
huuyhxuu xxxxxxijjiji ++++=+=+
)(!3!2
),( 432
,1 hOuh
uh
huuyhxuu xxxxxxijjiji +−+−=−=−
Jika persamaan-persamaan di atas dimasukkan ke persamaan (4.1.2),
maka diperoleh
−+−+−=
+−+− ijxxxxxxijtttijij uhOu
hu
hhuu
hkOu
kkuuu
k2)(
!3!2)(
!2
1 432
2
23
2 α
+++++ )(!3!2
432
hOuh
uh
huu xxxxxxij
Sehingga diperoleh
)()(!2
222 hOukOuk
u xxttt +=+− α
Atau
( )222 ,!2
hkOuk
uu ttxxt ++= α
24
Jadi jelas kelihatan bahwa jika k dan h menuju nol, maka persamaan di atas
akan menjadi PDP semula. Jadi kita menyimpulkan bahwa persamaan beda untuk
BTCS adalah konsisten.
3.2 FTCS (Forward Time Centered Space)
Dari persamaan-persamaan sebelumnya (beda maju dan beda pusat),
diperoleh
k
uu
t
u jiji
ij
,1, −=
∂
∂ +
2
,1,,1
2
2 2
h
uuu
x
u jijiji
ij
+− +−=
∂
∂
Masukkan persamaan-persamaan ini ke dalam persamaan panas (difusi)
yang diberikan, maka akan diperoleh:
2
,1,,12,1, 2
h
uuu
k
uu jijijijiji +−+ +−=
−α
( )jijijijiji uuu
h
kuu ,1,,12
2
,1, 2 +−+ +−=−⇒α
misalkan 2
2
h
kαλ = , maka persamaan di atas menjadi
( )jijijijiji uuuuu ,1,,1,1, 2 +−+ +−=− λ
jijijijiji uuuuu ,1,,1,1, 2 +−+ +−=−⇒ λλλ
( ) jijijiji uuuu ,1,,11, 21 +−+ +−+=⇒ λλλ
Stencil
25
untuk ( ) 1,1,2,1,0 211 +=+−+⇒= jjjj uuuui λλλ
karena 0,0 =ju , persamaan ini menjadi
( ) 1,1,2,121 +=+− jjj uuu λλ (5)
untuk ( ) 1,2,3,2,1 212 +=+−+⇒= jjjj uuuui λλλ (6)
untuk ( ) 1,2,1,2,3 212 +−−−− =+−+⇒−= jmjmjmjm uuuumi λλλ (7)
untuk ( ) 1,1,,1,2 211 +−−− =+−+⇒−= jmjmjmjm uuuumi λλλ
karena 0, =jmu , maka diperoleh
( ) 1,1,1,2 21 +−−− =−+ jmjmjm uuu λλ (8)
Persamaan-persamaan (5),(6),(7), dan (8) dapat ditulis dalam notasi matriks
sebagai berikut:
=
−
−
−
−
+−
+−
+
+
+
−
−
1,1
1,2
1,3
1,2
1,1
,1
,2
,3
,2
,1
21000
2100
00
00
0021
00021
jm
jm
j
j
j
jm
jm
j
j
j
u
u
u
u
u
u
u
u
u
u
λλ
λλλ
λλλ
λλ
Matriks ini biasa disebut matriks tridiagonal.
Secara singkat dapat ditulis
,2,1;)1()( == −jA
jj ww
dimana
26
=
−
−
jm
jm
j
j
j
j
u
u
u
u
u
,1
,2
,3
,2
,1
)(
w dan
=
−
−
)(
)(
)(
)(
)(
1
1
3
2
1
)0(
m
m
xf
xf
xf
xf
xf
w
3.2.1 Kestabilan
Dari persamaan beda FTCS diperoleh
( ) jijijiji uuuu ,1,,11, 21 +−+ +−+= λλλ
Dengan alasan indeks, maka persamaan tersebut akan diubah menjadi
( ) n
j
n
j
n
j
n
j uuuu 11
1 21 +−+ +−+= λλλ
Seperti pada metode sebelumnya, untuk menguji kestabilan dari FTCS,
maka kita akan memasukkan xjiann
j eu∆= ρ ke dalam persamaan bedanya.
Sehingga diperoleh
( )xiaxia ee ∆−∆ ++−= λλρ 21
)cos(221 xa∆+−= λλ
[ ]1)cos(21 −∆+=⇒ xaλρ
[ ] 11)cos(21 ≤−∆+=⇒ xaλρ
[ ] 11)cos(211 ≤−∆+≤−⇒ xaλ
Atau
27
[ ] 01)cos(1 ≤−∆≤−⇒ xaλ
[ ] axa ∀≤∆−≤⇒ ,1)cos(10 λ ,
Jadi, jika 12 ≤λ atau 2
12
2
≤=h
kαλ , maka persamaan beda untuk FTCS, stabil.
3.2.2 Konsistensi
Dari FTCS diperoleh
2
,1,,12,1, 2
h
uuu
k
uu jijijijiji +−+ +−=
−α (4.2.1)
Jika setiap u diekspansi dalam sebuah deret Taylor disekitar uij maka
diperoleh
)(!2
),( 32
1, kOuk
kuuktxuu tttijjiji +++=+=+
)(!3!2
),( 432
,1 hOuh
uh
huuyhxuu xxxxxxijjiji ++++=+=+
)(!3!2
),( 432
,1 hOuh
uh
huuyhxuu xxxxxxijjiji +−+−=−=−
Jika persamaan-persamaan di atas dimasukkan ke persamaan (4.2.1), maka
diperoleh
−+−+−=
−+++ ijxxxxxxijijtttij uhOu
hu
hhuu
hukOu
kkuu
k2)(
!3!2)(
!2
1 432
2
23
2 α
+++++ )(!3!2
432
hOuh
uh
huu xxxxxxij
Sehingga diperoleh
28
)()(!2
222hOukOu
ku xxttt +=++ α
Atau
( )222 ,!2
hkOuk
uu ttxxt +−= α
Jadi jelas kelihatan bahwa jika k dan h menuju nol, maka persamaan di atas akan
menjadi PDP semula. Jadi kita menyimpulkan bahwa persamaan beda untuk
FTCS adalah konsisten.
Contoh:
n n∆t
6 3 1 0.6875 0.45313 0.21875 0.14063 0.0625 0.14063 0.21875 0.45313 0.6875 1
5 2.5 1 0.6875 0.375 0.21875 0.0625 0.0625 0.0625 0.21875 0.375 0.6875 1
4 2 1 0.625 0.375 0.125 0.0625 0 0.0625 0.125 0.375 0.625 1
3 1.5 1 0.625 0.25 0.125 0 0 0 0.125 0.25 0.625 1
2 1 1 0.5 0.25 0 0 0 0 0 0.25 0.5 1
1 0.5 1 0.5 0 0 0 0 0 0 0 0.5 1
0 0.0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
lambda= 0.5
alpha^2= 0.01
delta t= 0.5
delta x= 0.1
Untuk
lambda= 1
alpha^2= 0.01
delta t= 1
delta x= 0.1
29
n n∆t
6 6 1 -14 22 -18 12 -8 12 -18 22 -14 1
5 5 1 7 -8 7 -3 2 -3 7 -8 7 1
4 4 1 -2 4 -2 1 0 1 -2 4 -2 1
3 3 1 2 -1 1 0 0 0 1 -1 2 1
2 2 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1
1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1
0 0.0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
0.
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Latihan:
Gunakan BTCS untuk masalah di atas
Contoh Lain: Lihat buku Hoffmann yang berjudul”Computational Fluid
Dynamics for Engineers Volume 1” halaman 68.
30
BAB IV
Persamaan Beda Untuk Persamaan
Differensial Parsial Tipe Hiperbolik
Pada bagian ini kita akan mempelajari persamaan transport dan persamaan
gelombang. Persamaan transport akan diselesaikan dengan paling sedikit tiga cara
yaitu, Metode Courant Isaacson Rees, Metode Lax, dan metode Leapfrog.
Kemudian akan dilanjutkan dengan persamaan gelombang.
4.1 Persamaan Transport
Misalkan suatu fluida, katakanlah air, mengalir dengan kecepatan konstan d
sepanjang horizontal searah sumbu x. Misalkan pula suatu zat, katakanlah polutan
yang mengapung dalam air. Misalkan ),( txu adalah konsentrasi polutan pada saat
t. Maka persamaan pembangunnya adalah
0=+ xt duu (5.1)
Dalam hal ini diasumsikan bahwa tidak terjadi proses difusi.
Penurunan
Misalkan banyaknya polutan pada suatu interval [0,b] pada saat t adalah
31
∫=b
dxtxuM0
),( (misalkan dalam satuan gram).
Maka pada saat t+h, polutan yang sama telah berpindah ke kanan sejauh hd ⋅
sentimeter. Oleh karena itu
∫∫+
+==dhb
dh
b
dxhtxudxtxuM ),(),(0
Jika persamaan in diturunkan terhadap b, maka diperoleh
),(),( htdhbutbu ++=
Jika persamaan in diturunkan terhadap h dan serta nilai h=0, maka diperoleh
),(),(0 tbutbdu tx +=
atau
0=+ xt duu
Dapat ditunjukkan bahwa solusi analitik dari persamaan transport adalah
)(),( dtxftxu −=
4.1.1 Metode Courant Isaacson Rees
Metode ini adalah Forward time backward space (FTBS) atau first order
up wind method.
Dari bagian sebelumnya diperoleh
t
uu
t
u ijji
ij ∆
−=
∂
∂ +1, Stencil
32
x
uu
x
u jiij
ij ∆
−=
∂
∂ − ,1
Jika kedua persamaan di atas disubtitusikan ke persamaan (5.1), akan
diperoleh
0,11,
=∆
−+
∆
− −+
x
uud
t
uu jiijijji
( )jiijijji uux
tduu ,11, −+ −
∆
∆−=−⇒
Sehingga diperoleh
jiijji ux
tdu
x
tdu ,11, 1 −+
∆
∆+
∆
∆−=
Jadi, Persamaan bedanya adalah
jiijji ux
tdu
x
tdu ,11, 1 −+
∆
∆+
∆
∆−= (5.1.1)
4.1.1.1 Kestabilan
Untuk menguji apakah persamaan (5.1.1) di atas, maka kita akan
mengikuti metode sebelumnya yaitu sebagai berikut
Dari (5.1.1) diperoleh
jiijji ux
tdu
x
tdu ,11, 1 −+
∆
∆+
∆
∆−=
Indeks persamaan ini dapat diubah menjadi
n
j
n
j
n
j ux
tdu
x
tdu 1
1 1 −+
∆
∆+
∆
∆−=
33
Selanjutnya kita akan memasukkan xjiann
j eu∆= ρ ke persamaan
tersebut dan diperoleh
( )11 1 −∆∆∆+
∆
∆+
∆
∆−= jxianxjianxjian
ex
tde
x
tde ρρρ
atau
)1(1 xiaex
td ∆−−∆
∆−=ρ
atau
)1(1 xiaeC
∆−−−=ρ
dimana Cx
td=
∆
∆adalah bilangan Courent.
Sehingga
xaiCxaC ∆+∆−−= sin)cos1(1ρ
( ) 1sin2
sin212
2
22≤∆+
∆−=⇒ xaC
xaCρ
12
cos2
sin42
sin42
sin41 222422 ≤
∆
∆+
∆+
∆−⇔
xaxaC
xaC
xaC
02
cos2
sin12
sin4 222 ≤
∆+
∆+−
∆⇔
xaC
xaC
xaC
atau
( ) 012
sin42 ≤−
∆CC
xa
10 ≤≤⇔ C
Yang merupakan syarat kestabilan metode FTBS.
34
4.1.1.2 Konsistensi
Pada bagian 5.1.1 diperoleh
0,11,
=∆
−+
∆
− −+
x
uud
t
uu jiijijji (5.1.1.2)
Jika setiap u diekspansi dalam sebuah deret Taylor disekitar uij maka
diperoleh
32
1, )(!2
),( tOut
tuuttxuu tttijjiji ∆+∆
+∆+=∆+=+
)(!3!2
),( 432
,1 xOux
ux
xuuyxxuu xxxxxxijjiji ∆+∆
−∆
+∆−=∆−=−
Jika persamaan-persamaan di atas dimasukkan ke persamaan (5.1.1.2),
maka diperoleh
0
)(!3!2
)(!2
432
32
=∆
∆+∆
+∆
−∆+
∆
∆+∆
+∆
x
xOux
ux
xu
dt
tOut
tu xxxxxxttt
atau
0)(!3!2
)(!2
32
2 =
∆+
∆+
∆−+∆+
∆+ xOu
xu
xudtOu
tu xxxxxxttt
atau
0))(,)((!3!2!2
232
=∆∆+∆
+∆
−∆
++ txOuxd
uxd
ut
duu xxxxxttxt
Jadi jelas kelihatan bahwa jika ∆t dan ∆x menuju nol, maka persamaan di
atas akan menjadi PDP semula. Jadi kita menyimpulkan bahwa persamaan
beda untuk FTBS adalah konsisten.
35
Lebih jauh dapat dibuktikan bahwa jika C=1, maka FTBS akan
menghasilkan solusi analitik.
4.1.2 Metode Lax
Metode ini merupakan pengembangan dari FTCS yaitu suku iju dalam
forward time diganti dengan rata-rata dari titik yang ada disekitarnya,
sehingga diperoleh
( )t
uuu
t
u jijiji
ij ∆
+−=
∂
∂ −++ ,1,121
1,
x
uu
x
u jiji
ij ∆
−=
∂
∂ −+
2
,1,1
Jika kedua persamaan di atas disubtitusikan ke persamaan (5.1), akan
diperoleh
( )0
2
,1,1,1,121
1,=
∆
−+
∆
+− −+−++
x
uud
t
uuu jijijijiji
( ) ( ) 02
,1,1,1,121
1, =−∆
∆++− −+−++ jijijijiji uu
x
tduuu
atau
( ) ( )jijijijiji uux
tduuu ,1,1,1,12
11,
2−+−++ −
∆
∆−+=
Jadi persamaan bedanya adalah
( ) ( )jijijijiji uux
tduuu ,1,1,1,12
11,
2−+−++ −
∆
∆−+=
Stencil
36
4.1.2.1 Kestabilan
Dari bagian (5.1.2) diperoleh
( ) ( )jijijijiji uu
x
tduuu ,1,1,1,12
11,
2−+−++ −
∆
∆−+=
Indeks persamaan ini dapat diubah menjadi
( ) ( )n
j
n
j
n
j
n
j
n
j uuc
uuu 1111211
2−+−+
+ −−+= dimana x
tdc
∆
∆=
Selanjutnya kita akan memasukkan xjiann
j eu∆= ρ ke persamaan tersebut
dan diperoleh
( ) ( ))1()1()1()1(1
22
1 −∆+∆−∆+∆∆+ −−+= jxianjxianjxianjxianxjian eec
eee ρρρρρ
( ) ( )xiaxiaxiaxiaee
cee
∆−∆∆−∆ −−+=22
1ρ
xaicxa ∆−∆= sincosρ
Maka
xacxa ∆+∆= 222sincosρ
Sehingga diperoleh
11 ≤⇔≤ cρ
Jadi jika 1≤∆
∆=
x
tdc , maka metode Lax akan stabil.
37
4.1.2.2 Konsistensi
Pada bagian (5.1.2) diperoleh
( )0
2
,1,1,1,121
1,=
∆
−+
∆
+− −+−++
x
uud
t
uuu jijijijiji (5.1.2.2)
Jika setiap u diekspansi dalam sebuah deret Taylor disekitar uij maka
diperoleh
432
1, )(!3!2
),( tOut
ut
tuuttxuu ttttttijjiji ∆+∆
+∆
+∆+=∆+=+
)(!3!2
),( 432
,1 xOux
ux
xuuyxxuu xxxxxxijjiji ∆+∆
+∆
+∆+=∆+=+
)(!3!2
),( 432
,1 xOux
ux
xuuyxxuu xxxxxxijjiji ∆+∆
−∆
+∆−=∆−=−
Jika persamaan-persamaan di atas dimasukkan ke persamaan (5.1.2.2),
maka diperoleh
t
xOux
utOut
ut
tuu xxijttttttij
∆
∆+
∆+−∆+
∆+
∆+∆+ )(
!2
22
2
1)(
!3!2
42
432
02
)(!3
22 4
3
=∆
∆+∆
+∆+
x
xOux
xu
dxxxx
atau
)(!2
)(!3!2
42
432
xOux
tOut
ut
tu xxtttttt ∆+∆
−∆+∆
+∆
+∆
0)(!3
43
=
∆+
∆+∆
∆
∆+ xOu
xxu
x
tdxxxx
38
Karena 0=+ xt duu , maka diperoleh
0)(!3
)(!2
)(!3!2
32
42
432
=
∆+
∆∆+∆+
∆−∆+
∆+
∆xOu
xtdxOu
xtOu
tu
txxxxxttttt
atau
0!3!3!2!2
2322
=+∆
∆+∆
+∆
−∆
xxxtttxxtt ux
tdut
ux
ut
Karena xxtt udu
2= , maka truncation error untuk orde kedua dapat ditulis:
( ) ( ) xxxx uCxuxdt 12
1
2
1 22222 −∆=∆−∆
Jadi truncation error orde kedua akan bernilai nol jika 1=C . Dengan cara
yang sama dapat dibuktikan untuk orde yang lebih tinggi.
Jadi persamaan beda untuk metode Lax akan konsisten jika 1=C .
4.1.3 Metode Leapfrog
Metode ini adalah Centered Time Centered Space (CTCS). Maka dari
bagian sebelumnya diperoleh
t
uu
t
u jiji
ij ∆
−=
∂
∂ −+
2
1,1,
x
uu
x
u jiji
ij ∆
−=
∂
∂ −+
2
,1,1
Jika kedua persamaan di atas disubtitusikan ke persamaan (5.1), akan
diperoleh
Stencil
39
022
,1,11,1,=
∆
−+
∆
− −+−+
x
uud
t
uu jijijiji
( ) 0,1,11,1, =−∆
∆+− −+−+ jijijiji uu
x
tduu
atau
( )jijijiji uu
x
tduu ,1,11,1, −+−+ −
∆
∆−=
Jadi persamaan bedanya adalah
( )jijijiji uuCuu ,1,11,1, −+−+ −−=
dimana x
tdC
∆
∆= .
4.1.3.1 Kestabilan
Dari bagian (5.1.3) diperoleh
( )jijijiji uuCuu ,1,11,1, −+−+ −−=
Indeks persamaan ini dapat diubah menjadi
( )n
j
n
j
n
j
n
j uuCuu 11
11
−+−+ −−= dimana
x
tdC
∆
∆=
Selanjutnya kita akan memasukkan xjiann
j eu∆= ρ ke persamaan tersebut
dan diperoleh
( ))1()1(11 −∆+∆∆−∆+ −−= jxianjxianxjianxjian eeCee ρρρρ
( )xiaxia eeC ∆−∆− −−= 1ρρ
40
xaiC ∆−= − sin21ρρ
Misalkan xaiCp ∆= sin , maka
0122 =−+ ρρ p
dan diperoleh
xaiCxac ∆−∆−±= sinsin122
2,1ρ
Jika 1sin >∆xaC , maka salah satu nilai mutlaknya akan lebih besar
dari 1 (tidak stabil).
Jika 1sin ≤∆xaC , maka kedua nilai mutlak akarnya akan lebih kecil
atau sama dengan 1 (stabil).
Jadi metode ini akan stabil jika 1sin ≤∆xaC atau 1≤∆
∆=
x
tdC
4.1.3.2 Konsistensi
Pada bagian (5.1.3) diperoleh
022
,1,11,1,=
∆
−+
∆
− −+−+
x
uud
t
uu jijijiji (5.1.3.2)
Jika setiap u diekspansi dalam sebuah deret Taylor disekitar uij maka
diperoleh
432
1, )(!3!2
),( tOut
ut
tuuttxuu ttttttijjiji ∆+∆
+∆
+∆+=∆+=+
432
1, )(!3!2
),( tOut
ut
tuuttxuu ttttttijjiji ∆+∆
−∆
+∆−=∆−=−
41
)(!3!2
),( 432
,1 xOux
ux
xuuyxxuu xxxxxxijjiji ∆+∆
+∆
+∆+=∆+=+
)(!3!2
),( 432
,1 xOux
ux
xuuyxxuu xxxxxxijjiji ∆+∆
−∆
+∆−=∆−=−
Jika persamaan-persamaan di atas dimasukkan ke persamaan (5.1.3.2),
maka diperoleh
02
!3
22
2
!3
22
33
=∆
+
∆−∆
+∆
+∆
+∆
x
ux
xud
t
ut
tu xxxxtttt
0!3!3
22
=
+
∆+++
∆+ xxxxtttt u
xudu
tu
atau
0!3!3
22
=+∆
+∆
++ tttxxxxt ut
ux
dduu
Jadi jelas kelihatan bahwa jika ∆t dan ∆x menuju nol, maka persamaan di
atas akan menjadi PDP semula. Jadi kita menyimpulkan bahwa persamaan
beda untuk leapfrog adalah konsisten.
Contoh:
Perhatikan persamaan transport 02 =− xt uu , untuk 100 << x , dengan
syarat awal
42
>−
≤≤−
<
=
8);10(200
86;)6(200
6;0
)0,(
xx
xx
x
xu
Dan syarat batas
0),10(),0( == tutu
Maka dengan menggunakan metode leapfrog, akan diperoleh hasil sebagai
berikut:
Plot untuk t=0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 100
50
100
150
200
250
300
350
400
Plot untuk t=1 dt
43
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 100
50
100
150
200
250
300
350
400
Plot untuk t=4
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 100
50
100
150
200
250
300
350
400
Plot untuk t = 4.5 dt
44
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 100
50
100
150
200
250
Plot untuk t=5 dt
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 100
0.5
1
1.5x 10
-12
Untuk waktu t=0 sampai t= 5, diperoleh
45
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 100
50
100
150
200
250
300
350
400
4.2 Persamaan Gelombang
Pada bagian ini kita akan mencari solusi numerik dari persamaan gelombang
satu dimensi dengan menggunakan metode beda hingga. Telah diketahui
bahwa persamaan pembangun untuk gelombang satu dimensi adalah
xxtt ucu2= ; 0,0 ≥≤≤ tlx (5.2)
Dengan dua syarat awal adalah
)()0,( xxu φ= dan )()0,( xxut ψ=
Dan dua syarat batas adalah
)(),0( 0 tgtu = dan )(),( 1 tgtlu =
46
Dengan menerapkan Centered Time Centered Space (CTCS) maka
)(2
2
2
1,1,
2
2
tOt
uuu
t
u jiijji
ij
∆+∆
+−=
∂
∂ −+
)(2
2
2
,1,1
2
2
xOx
uuu
x
u jiijji
ij
∆+∆
+−=
∂
∂ −+
Dengan memasukkan kedua persamaan ini ke persamaan (5.2) maka akan
diperoleh
2
,1,12
2
1,1, 22
x
uuuc
t
uuu jiijjijiijji
∆
+−=
∆
+− −+−+
atau
( )jiijjijiijji uuu
x
tcuuu ,1,12
22
1,1, 22 −+−+ +−∆
∆=+−
Sehingga diperoleh
( ) 1,,1,11, )1(2 −−++ −−++= jiijjijiji uusuusu dimana 2
22
x
tcs
∆
∆=
Jadi persamaan bedanya adalah
( ) 1,,1,11, )1(2 −−++ −−++= jiijjijiji uusuusu (5.2a)
Perlu diketahui bahwa nilai pada saat j+1 bergantung pada dua langkah
sebelumnya karena persamaan gelombang mempunyai turunan waktu orde
kedua. Oleh karena itu dua baris yaitu 0iu dan 1iu harus diberikan sebagai
syarat awal.
Stencil
s
2 – 2s
s
–1
47
Sebelum kita mempelajari cara menangani masalah nilai awal, ada baiknya
kita melihat dua contoh berikut
a. Jika kita mengambil s = 2, maka persamaan (5.2a) berubah menjadi
( ) 1,,1,11, 2 −−++ −−+= jiijjijiji uuuuu
Maka perhatikan data berikut
0 -12 4 13 -22 13 4 -12 0
0 4 -2 -3 6 -3 -2 4 0
0 0 2 1 -2 1 2 0 0
0 0 0 1 2 1 0 0 0
0 0 0 1 2 1 0 0 0
Jadi, jelas kelihatan bahwa untuk s=2, maka persamaan (5.2a) tidak
stabil.
b. Jika kita mengambil s = 1, maka persamaan (5.2a) berubah menjadi
1,,1,11, −−++ −+= jijijiji uuuu
Maka perhatikan data berikut
0 1 0 0 0 0 0 1 0
0 1 1 0 0 0 1 1 0
0 0 1 1 0 1 1 0 0
0 0 0 1 2 1 0 0 0
0 0 0 1 2 1 0 0 0
48
Jadi, untuk s=1 merupakan pendekatan terbaik untuk solusi yang
sebenarnya.
4.2.1 Nilai Awal
Diberikan syarat awal seperti sebelumya, yaitu
)()0,( xxu φ= dan )()0,( xxut ψ=
Masalahnya sekarang adalah bagaimana menggunakan syarat awal
tersebut pada persamaan beda (5.2a) yang membutuhkan dua baris 0iu dan
1iu ?
Untuk menyelesaikan masalah ini, maka kita akan menerapkan
beda pusat pada tu karena lokal truncation error dari beda pusat sama
dengan lokal truncation error dari persamaan beda (5.2a). Jika kita
menggunakan pendekatan yang paling sederhana yaitu dengan error
)( xO ∆ , maka nilai awal akan mempengaruhi solusi dengan error yang
sangat besar.
Jadi, untuk j=0, maka diperoleh
t
uu ii
i∆
−=
−
2
1,1,ψ dan iiu φ=0 (5.2.1)
Dengan menggunakan persamaan (5.2a), maka akan diperoleh untuk 1iu ,
yaitu
( ) 1,00,10,11, )1(2 −−+ −−++= iiiii uusuusu (5.2.1a)
49
Dari (5.2.1) diperoleh
iii tuu ψ∆−=− 21,1,
Dengan memasukkan nilai 1,−iu ke persamaan (5.2.1a), maka akan
diperoleh
( ) iiiii tss
u ψφφφ ∆+−++= −+ )1(2
111,
Jadi dua baris nilai awal yang dibutuhkan akan ditentukan oleh persamaan
berikut:
iiu φ=0 dan
( ) iiiii tss
u ψφφφ ∆+−++= −+ )1(2
111, (5.2.1b)
Contoh:
Misalkan data awal adalah
000000121000000)( =xφ
dan 0)( =xψ . Misalkan s =1, maka dengan menngunakan (5.2.1b) akan
diperoleh dua baris pertama untuk nilai awal yaitu
000000121000000
000001110000021
21
4.2.2 Kestabilan
Dari (5.2a) diperoleh
( ) 1,,1,11, )1(2 −−++ −−++= jiijjijiji uusuusu
50
Indeks persamaan ini dapat diubah menjadi
( ) 1
11
1 )1(2 −−+
+ −−++= n
j
n
j
n
j
n
j
n
j uusuusu
Selanjutnya kita akan memasukkan xjiann
j eu∆= ρ ke persamaan tersebut
dan diperoleh
( ) xjianxjianjxianjxianxjian eeseese ∆−∆−∆+∆∆+ −−++= 1)1()1(1 )1(2 ρρρρρ
( ) 1)1(2 −∆−∆ −−++=⇒ ρρ sees xiaxia
ρρ
1)1(2cos2 −−+∆=⇒ sxas
( )1cos21
2 −∆=+−⇒ xasρ
ρ
Misalkan ( )1cos −∆= xasp , maka persamaan di atas menjadi
01)1(22 =++− ρρ p
Maka akar-akarnya adalah
ppp 2)1(2
2,1 +±+=ρ , dengan 0≤p
Kasus-kasus:
1. Jika 02,2 2 >+−< ppp , maka 2,1ρ bernilai real dan salah satu
diantaranya 1−< . Akibatnya persamaan (5.2a) tidak stabil.
2. Jika 02,02 2 <+≤<− ppp , maka ppip 2)1(2
2,1 −−±+=ρ ,
yaitu bilangan kompleks dengan 12,1 =ρ (stabil).
3. Jika ,2−=p maka 1=ρ (Stabil).
51
Jadi persamaan beda (5.2a) stabil jika ap ∀−∈ ],0,2[ . Akibatnya
( )1cos2 −∆≤− xas
( )a
xas ∀
∆−≤⇔ ;
cos1
2
Jadi syarat kestabilannya adalah
12
22
≤∆
∆=
x
tcs
4.2.3 Konsistensi
Pada bagian (5.2) diperoleh
2
,1,12
2
1,1, 22
x
uuuc
t
uuu jiijjijiijji
∆
+−=
∆
+− −+−+ (5.2.3)
Jika setiap u diekspansi dalam sebuah deret Taylor disekitar uij maka
diperoleh
432
1, )(!3!2
),( tOut
ut
tuuttxuu ttttttijjiji ∆+∆
+∆
+∆+=∆+=+
432
1, )(!3!2
),( tOut
ut
tuuttxuu ttttttijjiji ∆+∆
−∆
+∆−=∆−=−
)(!3!2
),( 432
,1 xOux
ux
xuuyxxuu xxxxxxijjiji ∆+∆
+∆
+∆+=∆+=+
)(!3!2
),( 432
,1 xOux
ux
xuuyxxuu xxxxxxijjiji ∆+∆
−∆
+∆−=∆−=−
Jika persamaan-persamaan di atas dimasukkan ke persamaan (5.2.3), maka
diperoleh
52
=∆
∆+∆
−∆
+∆+∆
+∆
2
432
432
)(!3!2
)(!3!2
t
tOut
ut
tOut
ut
tttttttttt
2
432
432
2
)(!3!2
)(!3!2
x
xOux
ux
xOux
ux
cxxxxxxxxxx
∆
∆+∆
−∆
+∆+∆
+∆
Atau
)()( 222xOuctOu xxtt ∆+=∆+
Jadi jelas kelihatan bahwa jika ∆t dan ∆x menuju nol, maka persamaan di
atas akan menjadi PDP semula. Jadi kita menyimpulkan bahwa persamaan
beda (5.2a) konsisten.
Contoh:
Diberikan persamaan gelombang xxtt uu = , untuk 100 ≤≤ x , dengan
syarat batas 0=xu pada kedua ujungnya, dan syarat awal
≤≤−−
=lainyangx
xxxxu
,0
64,)6()4(2)0,(
22
dan 0)0,( =xut . Gunakan s=1 dan persamaan (5.2a) untuk mensimulasik-
an perpecahan gundukan awal sampai gelombang pecahannya menabrak
batas kiri dan kanan.
53
Plot untuk t =0,
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 100
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.8
2
Plot untuk t =1,
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 100
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
54
Plot untuk t =3,
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10-0.2
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Plot untuk t =5,
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10-0.02
0
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
0.14
0.16
55
Plot untuk t =7,
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10-1.2
-1
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2
0
0.2
Plot untuk t =7,
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10-1.2
-1
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2
0
0.2
56
0 20 40 60 80 100 1200
20
40
60
80
100
120
-2
0
2
57
Daftar Pustaka
Bleistein, N 1984, Mathematical Methods for Wave Phenomena, Academic Press
INC., San Diego.
Burden, RL & Faires, JD 2001, Numerical Analysis, 7 edn, Brooks/Cole,
Australia, UK, USA.
Debnath, L 1997, Nonlinear Partial Differential Equations For Scientists and
Engineers, Birkhauser, Boston.
Ferziger, JH & Peric, M 1999, Computational Methods for Fluid Dynamics, 2
edn, Springer-Verlag, Berlin.
Holman, TP 1986, Heat Transfer, McGraw-Hill Book Company, New York.
Incropera, FP & Dewitt, DP 1996, Introduction to Heat Transfer, 3 edn, John
Wiley & son.
Mathews, JH & Fink, KD 1999, Numerical Methods Using MATLAB, 3 edn,
Prentice-Hall Inc.
Pain, HJ 2005, The Physics of Vibrations and Waves, 6 edn, John Wiley & Sons
Ltd., West Sussex.
Smith, GD 1985, Numerical Solution of Partial Differential Equations: Finite
Difference Methods, 3 edn, Oxford University Press, New York.
Wesseling, P 1991, Principles of Computational Fluid Dynamics, Springer-
Verlag, New York.