Learning Project Farrash (1)

77
HUBUNGAN DUDUK STATIS, KEBIASAAN MEROKOK, DAN AKTIVITAS OLAHRAGA DENGAN KEJADIAN LOW BACK PAIN (LBP) PADA EDITOR KORAN HARIAN RADAR LAMPUNG DI KOTA BANDAR LAMPUNG (Learning Project) Oleh LEON L . GAYA 1218011095 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2015

description

LP

Transcript of Learning Project Farrash (1)

HUBUNGAN DUDUK STATIS, KEBIASAAN MEROKOK, DAN AKTIVITAS OLAHRAGA DENGAN KEJADIAN LOW BACK PAIN (LBP) PADA EDITOR KORAN HARIAN RADAR LAMPUNG DI KOTA BANDAR LAMPUNG(Learning Project)

OlehLEON L . GAYA1218011095

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG2015

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kota Bandar Lampung merupaka salah satu kota dengan jumlah angkutan umum yang cukup banyak. Hal ini dikarenakan kota ini merupakan daerah yang strategis untuk menghubungkan kendaraan kendaraan yang berasal dari Pulau Jawa menuju Pulau Sumatera ataupun sebaliknya. Disamping itu, sebagai ibukota provinsi, kota ini merupakan daerah pusat industri dan perekonomian yang strategis karena merupakan daerah transit kegiatan perekonomian lintas pulau sehingga menguntungkan bagi industri transportasi darat yang beroperasi. Hal ini disebabkan karena masih tingginya kebutuhan masyarakat akan angkutan umum sebagai alat transportasi yang cepat, murah dan dapat ditemukan dimana saja. Beberapa angkutan darat yang tersedia untuk melayani konsumsi masyarakat dalam pemakaian jasa dan sarana transportasi antara lain; angkutan kota (mikrolet), Bus Rapid Transit (BRT), dan taksi non argo.Mikrolet atau kendaraan angkutan kota (angkot) adalah salah satu sarana transportasi pilihan masyarakat yang paling diminati. Hal ini dikarenakan banyaknya jumlah armada angkutan kota yang melayani berbagai trayek di Bandar Lampung, harga yang masih terjangkau dengan tingkat kenyamanan yang cukup baik. Berdasarkan data jumlah kendaraan Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung (2010), terdapat 1.502 armada angkutan kota yang beroperasi ke seluruh trayek di Kota Bandar Lampung dengan jumlah terbanyak yaitu pada trayek Tanjung Karang Raja Basa sebanyak 263 kendaraan.Angkutan kota yang ada di Kota Bandar Lampung memiliki rata rata waktu operasional kerja mulai pukul 06.35 s.d 18.06 yang menunjukkan lama kerja pengemudi sekitar 12 jam dengan load factor penumpang yang tinggi sehingga menyebabkan peningkatan beban kerja pengemudi angkutan kota. Peningkatan beban kerja pengemudi ini, memiliki efek kausa negatif dalam hal kesehatan terutama masalah muskuloskeletal. Permasalahan muskuloskeletal seperti nyeri otot, nyeri tulang belakang dan keram adalah salah satunya (Zuljasri Albar, 2009).Permasalahan muskuloskeletal yang dalam hal ini disebut Musculoskeletal Disorder (MSDs) merupakan sekumpulan gejala yang berkaitan dengan jaringan otot, tendon, ligamen, kartilago, sistem saraf, struktur tulang dan pembuluh darah. Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian otot otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang ringan sampai yang fatal sehingga mengurangi efisiensi kerja dan kehilangan waktu kerja sehingga produktivitas menurun (Tarwaka, 2004).Berdasarkan data International Labour Organization (ILO) (2013), satu pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja. WHO (2002) melaporkan bahwa faktor risiko secara global untuk sejumlah kesakitan dan kematian termasuk 37% back pain, 16% hearing loss, 13% chronic obstructive lung disease, 11% asma, 10% cedera, 9% kanker paru dan 2% leukemia.Salah satu penyakit yang berhubungan dengan MSDs adalah low back pain (LBP) atau yang biasa orang awam kenal dengan nyeri punggung bagian bawah. LBP adalah permasalahan kesehatan yang umum dimana 50 70% orang memiliki kemungkinan mengalami nyeri punggung bawah selama hidupnya (SZ, Nagi, et al, 1973).Low back pain adalah gangguan muskuloskeletal pada daerah punggung bawah yang disebabkan oleh berbagai penyakit dan aktivitas tubuh yang kurang baik (Widyastuti, 2009). Disebutkan ada beberapa faktor risiko penting yang terkait dengan kejadian LBP yaitu usia di atas 35 tahun, perokok, masa kerja 5 10 tahun, posisi kerja, kegemukan dan riwayat keluarga penderita musculoskeletal disorder (Rahmaniyah, 2007). Faktor lain yang dapat mempengaruhi timbulnya gangguan LBP meliputi karakteristik individu missal indeks massa tubuh (IMT), tinggi badan, kebiasaan olahraga, masa kerja (Harianto, 2010), posisi duduk statis yang lama, postur yang salah, paparan getaran yang disebut whole body vibration, mengangkat dan membawa benda dengan posisi yang salah (Pope MH,1989). Salah satu faktor individu yang dapat mengakibatkan LBP adalah peningkatan usia. Pada penelitian yang dilakukan oleh Himawan Fathoni, dkk (2009) didapatkan hasil bahwa usia berhubungan dengan kejadian LBP pada perawat RSUD Purbalingga. Hasil penelitian Perdossi (2001) pada 44 pasien penderita NPB di Jakarta diketahui bahwa kelompok umur pria yang sering menderita NPB adalah kelompok umur 30 39 tahun, sedangkan pada wanita adalah kelompok umur 50 59 tahun. Penelitian lain menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan (p = 0,003) antara umur dengan keluhan sistem muskuloskeletal dengan hubungan positif (r = 0,645) atau semakin tinggi umur maka semakin tinggi pula tingkat risiko keluhan MSDs (Nusa, Y, 2013).Faktor individu (individual factor) berupa obesitas juga berpengaruh terhadap kejadian LBP. Penelitian cross sectional yang dilakukan oleh Donna, dkk (2011) pada 135 partisipan yang berusia 25 62 tahun di Australia, diketahui bahwa semakin meningkat IMT khususnya overweight dan obesitas maka durasi timbulnya gejala nyeri punggung bawah juga semakin meningkat. Pernyataan ini juga didukung oleh penelitian case control yang dilakukan oleh Setyawati (2009) di Poli Neurologi RSPAD Gatot Subroto yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara faktor risiko IMT dengan kejadian nyeri punggung bawah. Namun, penelitian hubungan IMT dengan keluhan LBP pasien rawat jalan di RSUD dr. Soedarso Pontianak menghasilkan kesimpulan sebaliknya bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara peningkatan IMT dengan kejadian LBP (p = 0,843).Disamping faktor individu dan faktor lingkungan, kejadian LBP juga dihubungkan dengan faktor pekerjaan (work factor), salah satunya adalah waktu/lama kerja. Kondisi posisi kerja yang statis dalam waktu yang lama akan menyebabkan keluhan nyeri pada otot akibat kerusakan ligamen, sendi dan otot (Youani Nusa, et al, 2005)Berdasarkan permasalahan yang ada, maka peneliti tertarik untuk melakukan studi relationship analitik mengenai low back pain ini dengan mengangkat judul Hubungan Usia, Lama Kerja dan Indeks Massa Tubuh (IMT), dengan Kejadian Low Back Pain (LBP) pada Pengemudi Angkutan Kota di Kota Bandar Lampung.

1.2 Rumusan Permasalahan

1. Bagaimana hubungan antara lama kerja dengan kejadian low back pain (LBP) pada pengemudi angkutan kota di Kota Bandar Lampung?2. Bagaimana hubungan antara usia dengan kejadian low back pain (LBP) pada pengemudi angkutan kota di Kota Bandar Lampung?3. Bagaimana hubungan antara antara indeks massa tubuh (IMT) dengan kejadian low back pain (LBP) pada pengemudi angkutan kota di Kota Bandar Lampung?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan usia, lama kerja dan indeks massa tubuh (IMT) dengan kejadian low back pain (LBP) pada pengemudi angkutan kota di Kota Bandar Lampung.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui tentang indeks massa tubuh (IMT) yang paling berisiko terkena low back pain pada pengemudi angkutan kota di Kota Bandar Lampung.2. Mengetahui rata rata lama kerja pengemudi angkutan kota di Kota Bandar Lampung.3. Mengetahui rentang usia yang berisiko terhadap kejadian low back pain pada pengemudi angkutan kota di Kota Bandar Lampung.4. Mengetahui prevalensi low back pain pada pengemudi angkutan kota di Kota Bandar Lampung.5. Mengetahui faktor yang paling berpengaruh antara variabel usia, indeks massa tubuh (IMT) dan lama kerja terhadap kejadian low back pain pada pengemudi angkutan kota di Kota Bandar Lampung.1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung sebagai bahan referensi mengenai data epidemiologi terhadap insidensi low back pain pada pengemudi angkutan kota serta hubungan dengan faktor faktor risikonya.2. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai sumber referensi dalam pengambilan data untuk penelitian berikutnya mengenai kejadian low back pain.3. Bagi peneliti sendiri untuk menambah wawasan mengenai faktor faktor risiko low back pain dan tindakan preventif apa saja yang dapat dilakukan sebagai agen kesehatan layanan primer.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi masyarakat umum yang berada di Kota Bandar Lampung dapat digunakan sebagai informasi tambahan mengenai insidensi kejadian low back pain sebagai penyakit akibat kerja pada suatu komunitas tertentu.2. Bagi masyarakat khusus dalam hal ini pengemudi angkutan kota, sebagai pengetahuan kesehatan mengenai low back pain yang selanjutnya dapat menghindari faktor - faktor risiko tersebut dengan mematuhi standar keselamatan kerja baik dari segi keamanan alat transportasi dan perlindungan diri selama bekerja.3. Bagi pembaca, dapat menjadi sumber referensi mengenai etiologi, patogenesis, patofisiologi, penegakkan diagnosis, gejala klinis, tata laksana termasuk pencegahan penyakit low back pain.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesehatan KerjaKesehatan berasal dari bahasa inggris health yang dewasa ini tidak hanya berarti terbebasnya seseorang dari penyakit, tetapi pengertian sehat mempunyai makna sehat secara fisik,mental dan juga sehat secara sosial. Dengan demikian pengertian sehat secara utuh menunjukkan pengertian sejahtera (well being). Kesehatan sebagai suatu pendekatan keilmuan maupun pendekatan praktis yang berupaya mempelajari faktor faktor yang menyebabkan manusia menderita sakit dan sekaligus berupaya untuk mengembangkan berbagai cara atau pendekatan untuk mencegah agar manusia tidak menderita sakit, bahkan menjadi lebih sehat (Mily, 2009).Definisi sehat sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan keadaan seluruh badan serta bagian bagiannya bebas dari sakit. Menurut UU Kesehatan No. 23 tahun 1992, sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Sedangkan berdasarkan definisi WHO, sehat adalah keadaan sejahtera secara fisik, mental dan sosial bukan hanya sekadar tidak adanya penyakit maupun cacat.Pada dasarnya kesehatan itu meliputi empat aspek, antara lain :a. Kesehatan fisik yang terwujud apabila seseorang tidak merasakan dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.b. Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni pikiran, emosional dan spiritual.a) Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.b) Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dan sebagainya.c) Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu.c. Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayaan, status sosial, ekonomi, politik dan sebagainya serta saling toleran dan menghargai.2.2 Penyakit Akibat KerjaPenyakit akibat kerja (PAK) adalah penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerjanya, dan diperoleh pada waktu melakukan pekerjaan dan masyarakat umum biasanya tidak akan terkena. Berat ringannya penyakit dan cacat tergantung dari jenis dan tingkat sakit (Depkes RI, 2008). Terdapat beberapa penyebab PAK yang umum terjadi di tempat kerja. Berikut merupakan beberapa jenis penyakit yang digolongkan berdasarkan penyebab yang ada di tempat kerja :a. Golongan Fisik : bising, radiasi, suhu ekstrem, tekanan udara, vibrasi dan penerangan.b. Golongan Kimiawi : semua bahan kimia dalam bentuk debu, uap, gas, larutan dan kabut.c. Golongan Biologik : bakteri, virus, jamur dan lain lain.d. Golongan Fisiologik/Ergonomik : desain tempat kerja dan beban tempat kerja.e. Golongan Psikososial : stress psikis, tuntutan pekerjaan, dan lain lain.2.3 Musculoskeletal Disorders (MSDs)MSDs atau gangguan muskuloskeletal adalah cedera dan gangguan pada jaringan lunak (otot, tendon, ligamen, sendi dan tulang rawan) dan sistem saraf. MSDs dapat mempengaruhi hampir semua jaringan, termasuk saraf dan selubung tendon dan paling sering melibatkan lengan dan punggung (OSHA, 2000).MSDs terjadi dalam kurun waktu yang panjang, mingguan, bulanan dan tahunan. MSDs biasanya dihasilkan dari paparan berbagai faktor risiko yang dapat menyebabkan atau memperburuk gangguan, bukan dari satu aktivitas atau trauma seperti jatuh, terkena benturan, atau terkilir. MSDs dapat menyebabkan sejumlah kondisi, termasuk nyeri, mati rasa, kesemutan, sendi kaku, sulit bergerak, kehilangan otot, dan kadang kadang kelumpuhan.Seringkali pekerja harus kehilangan waktu kerja untuk pulih, bahkan beberapa pekerja tidak pernah mendapatkan kembali kesehatan penuh. Gangguan ini termasuk carpal tunnel syndrome, tendinitis, linu panggul, penonjolan tulang dan nyeri pinggang MSDs tidak termasuk cedera akibat slip, perjalanan, jatuh atau kecelakaan serupa (OSHA, 2000. Martha. J, 2004)2.4 Low Back Pain (LBP)2.4.1 Definisi Low Back Pain (LBP)Keluhan nyeri punggung bawah (low back pain) masih tetap menjadi keluhan yang banyak dijumpai pada setiap orang (Tsang, I.K.Y, 1993). Hanya 2 dari 10 orang yang bebas dari keluhan nyeri di area ini (Borenstein, 1991). Keluhan ini juga banyak dijumpai di kalangan pekerja dari berbagai jenis pekerjaan. Akibat rasa nyerinya, pekerja terpaksa istirahat dan mencari penyembuhan sehingga banyak kehilangan waktu kerja,menghabiskan biaya untuk pengobatan dan menurunkan produktivitas (Tirtayasa, 2000). Suatu penelitian di Amerika mengatakan, bahwa kurang lebih 80% penduduk dunia pernah paling sedikit satu kali dalam hidupnya diserang nyeri punggung bawah/pinggang (Dalley&Moore, 1992)Low back pain (LBP) adalah nyeri pada pada punggung bagian bawah yang dapat diakibatkan oleh berbagai sebab antara lain karena beban berat yang menyebabkan otot otot yang berperan dalam mempertahankan keseimbangan seluruh tubuh mengalami luka atau iritasi pada diskus intervertebralis dan penekanan diskus terhadap saraf yang melalui antar vertebra (Suzilawati, 2005). LBP juga dianggap sebagai suatu sindroma nyeri yang terjadi pada daerah punggung bagian bawah dan merupakan work related musculoskeletal disorders.Menurut International Association for the Study of Pain (IASP) yang termasuk dalam low back pain terdiri dari :1. Lumbar Spinal Pain, nyeri di daerah yang dibatasi: superior oleh garis transversal imajiner yang melalui ujung prosessus spinosus dari vertebra thorakal terakhir, inferior oleh garis transversal imajiner yang melalui prosessus spinosus dari vertebra sakralis pertama dan lateral oleh garis vertical tangensial terhadap batas lateral spina lumbalis.2. Sacral Spinal Pain, nyeri di daerah yang dibatasi superior oleh garis transversal imajiner yang melalui sendi sakrokoksigeal posterior dan lateral oleh garis imanjiner melalui spina iliaka posterior superior (SIPS) dan inferior (SIPI).3. Lumbosacral Pain, nyeri di daerah 1/3 bawah daerah lumbar spinal pain dan 1/3 atas daerah sacral spinal pain.Selain itu, IASP juga membagi low back pain ke dalam : (Van Tuder&Koes BW, 2001)1. Low back pain Akut, apabila telah dirasakan kurang dari 3 bulan.2. Low back pain Kronik, apabila telah dirasakan sekurang kurangnya 3 bulan atau lebih.3. Low back pain Subakut, apabila telah dirasakan minimal 5 7 minggu, tetapi tidak lebih dari 12 minggu (Bogduk N., 1999)Sekitar 90% penduduk di dunia pernah mengalami LBP dalam siklus kehidupannya. Terdapat hasil penelitian yang menyebutkan bahwa hampir 48% klien dengan LBP tidak ditemukan penyebab yang jelas (Croft, 1999). Oleh karena itu, LBP masih merupakan penyakit yang sangat berpengaruh dalam kesehatan manusia terutama para pekerja serta risikonya dalam mengurangi kualitas bekerja dan membutuhkan pengeluaran biaya yang cukup besar.

2.4.2 Etiologi Low Back PainPenyakit LBP menjadi kasus yang sangat serius dan terus meningkat sepanjang tahun pada masyarakat barat. Telah diketahui faktor faktor penyebab, patofisiologi, biomekanik, psikologis dan faktor sosial, tetapi teori yang memuaskan tentang patogenesis belum seluruhnya diketahui (Copper H. Maarten, 2000).Etiologi LBP dapat dihubungkan dengan hal hal sebagai berikut :1. Proses degeneratif, meliputi L spondilosis, HNP, stenosis spinalis, osteoarthritis. Perubahan degenerative pada vertebra lumbosakralis dapat terjadi karena corpus vertebrae berikut arkus dan prosessus artikularis serta ligamentum yang menghubungkan bagian bagian ruas tulang belakang satu dengan yang lain. Dulu, proses ini dikenal sebagai osteoartrosis deforman, tapi kini dinamakan spondilosis. Perubahan degenerative ini juga dapat menyerang annulus fibrosus diskus intervertebralis yang bila tersobek dapat disusul dengan protusio diskus intervertebralis yang akhirnya menyebabkan hernia nukelus pulposus (HNP). Unsur tulang belakang lain yang sering terkena proses degeneratif ini adalah kartilago artikularis yang dikenal sebagai osteoarthritis.2. Penyakit Inflamasi. LBP akibat inflamasi terbagi 2 yaitu arthritis rheumatoid (AR) yang sering timbul sebagai penyakit akut dengan ciri persendian keempat anggota gerak terkena secara serentak atau selisih beberapa hari/minggu dan yang kedua adalah pada spondilitis angkilopoetika, dengan keluhan sakit punggung dan sakit pinggang yang sifatnya pegal kaku dan pada waktu dingin dan sembab, linu dan ngilu lebih terasa.3. Osteoporotik. Sakit pinggang pada orang tua/jompo, terutama kaum wanita, seringkali disebabkan oleh osteoporosis. Sakit bersifat pegal,tajam dan radikular.4. Kelainan Kongenital. Anomali Kongenital yang diperlihatkan oleh foto rontgen polos dari vertebrae lumbosakralis sering dianggap sebagai penyebab LBP meskipun tidak selamanya benar. Contohnya adalah lumbalisasi atau adanya 6 bukan 5 korpus vertebrae lumbalis merupakan variasi anatomik yang tidak mengandung arti patologis. Demikian pula pada sakralisasi, yaitu adanya 4 bukan 5 korpus vertebrae lumbalis.5. Gangguan Sirkulatorik. Aneurisma aorta abdominalis dapat membangkitkan LBP yang hebat dan dapat menyerupai HNP (Adelia R, 2007)6. Tumor. LBP dapat disebabkan oleh tumor jinak seperti osteoma, penyakit paget, osteoblastoma, hemangioma, neurinoma meningoma atau tumor ganas primer seperti myeloma multipel maupun sekunder seperti macam macam metastasis.7. Toksik. Keracunan logam berat, misalnya Radium.8. Infeksi. LBP akut disebabkan oleh kuman piogenik (stafilokokus, streptokokus) dan kronis contohnya pada spondilitis tuberculosis, jamur, dan osteomielitis kronik.9. Problem Psikoneurotik. Histeria atau depresi, malingering, LBP kompensatorik dan LBP karena dasar organik lainnya (Nuarta, Bagus,1989)10. LBP akibat sikap yang salah (pekerjaan) seperti duduk statis, posisi yang tidak ergonomis, masa kerja yang lama dan kursi/meja kerja yang tidak sesuai.

2.4.3 Klasifikasi Low Back Pain (LBP)Menurut Bimariotejo (2009), berdasarkan perjalanan klinisnya, LBP terbagi menjadi dua jenis, yaitu :a. Acute Low Back Pain.Acute low back pain ditandai dengan rasa nyeri yang menyerang secara tiba tiba dan rentang waktunya hanya sebentar, antara beberapa hari sampai beberapa minggu. Rasa nyeri ini dapat hilang atau sembuh. Acute low back pain dapat disebabkan karena luka traumatik seperti kecelakaan mobil atau terjatuh, rasa nyeri dapat hilang sesaat kemudian. Kejadian tersebut selain dapat merusak jaringan, juga dapat melukai otot, ligament dan tendon. Pada kecelakaan yang lebih serius, fraktur tulang pada daerah lumbal dan spinal dapat masing sembuh sendiri.

b. Chronic Low Back PainRasa nyeri pada chronic low back pain bisa menyerang lebih dari 3 bulan. Rasa nyeri ini dapat berulang ulang atau kambuh kembali. Fase ini biasanya memiliki onset yang berbahaya dan sembuh pada waktu yang lama. Chronic low back pain dapat terjadi karena osteoarthritis, AR, proses degenerasi diskus intervertebralis dan tumor.2.4.4 Epidemiologi Low Back PainChronic low back pain merupakan penyebab kecacatan paling sering ditemukan pada penduduk Amerika pada usia di bawah 45 tahun (Waddell G, 1987). Kira kira seperempat warga Amerika berusia dewasa dilaporkan menderita nyeri punggung bawah yang berlangsung paling tidak seharian penuh dalam 3 bulan terakhir dan 7,6% warga menderita satu episode nyeri punggung bawah yang parah dalm waktu 1 tahun. Setiap tahunnya, 3 4% populasi di AS mengalami kecacatan atau keterbatasan aktivitas. LBP telah ditetapkan sebagai penyebab kedua terbanyak mengenai alasan pasien berkunjung ke physician pada kondisi yang kronik. Efek sosioekonomi sangat berpengaruh dengan kondisi LBP. Hal ini disebabkan karena total biaya kesehatan tambahan yang harus dikeluarkan untuk biaya LBP di Amerika diperkirakan mencapai 26.3 milyar dollar pada tahun 1998.Hasil penelitian lainnya yang dilakukan oleh PERDOSSI (Persatuan Dokter Saraf Seluruh Indonesia) di Poliklinik Neurlogi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2002 menemukan prevalensi penderita NPB sebanyak 15,6%. Angka ini berada pada urutan kedua tertinggi sesudah sefalgia dan migraine yang mencapai 34,8%. 2.4.5 Faktor Risiko Terjadinya Low Back Pain Faktor risiko LBP dibagi menjadi faktor yang datang dari diri pasien (individual factor), faktor pekerjaan (working factor) dan faktor yang berasal dari lingkungan (environmental factor) (Armstrong & Chaffin, 2009) Adapun faktor individu yang mempengaruhi kejadian LBP antara lain masa kerja, usia, jenis kelamin, posisi kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga dan obesitas.1. UsiaUsia merupakan faktor yang memperberat terjadinya LBP, sehingga biasanya diderita oleh orang berusia lanjut karena penurunan fungsi fungsi tubuhnya terutama tulangnya sehingga tidak lagi elastik seperti diwaktu muda. Penelitian telah memperlihatkan bahwa risiko dari LBP meningkat pada pasien yang semakin tua, tetapi sekali waktu ketika sudah mencapai usia di atas 65 tahun, risikonya akan berhenti meningkat. Tetapi saat ini sering ditemukan orang berusia muda sudah terkena LBP.Namun, berdasarkan penelitian Kristiawan Basuki terhadap operator tambang di Perusahaan Tambang Nikel Makassar (2009) didapatkan bahwa tidak ditemukannya hubungan antara faktor risiko usia dan kejadian LBP (p = 0,104) . Dari hasil wawancara diketahui bahwa lebih banyak karyawan masuk pada usia mudah di bawah 28 tahun, dibanding usia di atas 28 tahun. Karena semakin tua seorang mulai bekerja, akan semakin muda terkena gangguan kesehatan pada jaringan penyangga tubuh (Anies, 2005).2. Jenis KelaminBeberapa penelitian menunjukkan laki laki lebih besar risikonya untuk terkena LBP, sedangkan penelitian yang lain menunjukkan bahwa perempuan lebih mungkin untuk terkena LBP. Wanita yang mempunyai dua kehamilan atau lebih mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk terkena LBP.3. ObesitasBeberapa penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan LBP bagi obesitas, terutama pada wanita. Pada orang yang memiliki berat badan berlebih, risiko timbulnya LBP semakin besar, karena beban pada sendi penumpu berat badan akan meningkat, sehingga dapat memungkinkan terjadinya LBP. Obesitas dapat diukur dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan rumus BB (kg)/ TB (m2). WHO telah menetapkan standar obesitas pada orang Asia yaitu dengan ukuran IMT lebih dari dan sama dengan 25 Kg/m2.

4. Kebiasaan MerokokDalam laporan resmi badan kesehatan dunia (WHO), jumlah kematian akibat merokok tiap tahun adalah 4,9 juta dan menjelang tahun 2020 mencapai 10 juta orang per tahunnya. Hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan otot pinggang, khususnya untuk pekerjaan yang memerlukan pengerahan otot, karena nikotin pada rokok dapat menyebabkan berkurangnya aliran darah ke jaringan. Selain itu, merokok dapat pula menyebabkan berkurangnya kandungan mineral pada tulang sehingga menyebabkan nyeri akibat terjadinya keretakan atau kerusakan pada tulang (Trimunggara, 2010).

5. Kebiasaan OlahragaBanyak faktor yang mempengaruhi kesegaran jasmani sesorang, salah satunya gaya hidup seperti konsumsi makanan, pola aktivitas dan kebiasaan merokok. Terdapat 80% kasus nyeri tulang punggung disebabkan karena buruknya tingkat kelenturan otot atau kurang berolahraga (Meliala, 2004).

6. Posisi KerjaMenurut teori yang dikemukakan oleh Tarwaka (2004), pada pekerjaan yang dilakukan dengan posisi duduk, tempat duduk yang dipakai harus memungkinkan untuk melakukan variasi perubahan posisi. Ukuran tempat duduk disesuaikan dengan ukuran antropometri pemakainya (Tarwaka, 2004).Disamping itu, bekerja dalam posisi duduk dengan sandaran yang tepat memberikan keuntungan yakni kurangnya kelelahan pada kaki, terhindarnya dari sikap sikap yang tidak alamiah, berkurangnya pemakaian energi dan kurangnya tingkat keperluan sirkulasi darah (Anwar W, 2008).7. Masa KerjaMasa kerja adalah faktor yang berkaitan dengan lamanya seseorang bekerja disuatu perusahaan. Terkait dengan hal tersebut, nyeri punggung merupakan penyakit kronis yang membutuhkan waktu lama untuk berkembang dan menimbulkan manifestasi klinis. Jadi, semakin lama masa bekerja atau semakin lama seseorang terpajan faktor risiko maka semakin besar pula risiko untuk mengalami LBP (Putri A, 2014).Lingkungan juga berpengaruh terhadap kejadian LBP. Terdapat dua faktor yang menyebabkan keluhan nyeri punggung bawah yaitu getaran dan temperatur ekstrem. Salah satu faktor fisik lingkungan kerja yang dapat mengakibatkan penyakit akibat kerja pada sarana transportasi darat berupa bus adalah paparan getaran mekanis yang berasal dari mesin kendaraan. Getaran ini memapari seluruh tubuh pekerja, sehingga disebut dengan whole body vibration. Whole body vibration dapat menyebabkan efek fisiologis seperti mempengaruhi peredaran darah, gangguan saraf, menurunkan ketajaman pengelihatan dan kelainan pada otot dan tulang (Nusa, et al. 2013).Sedangkan faktor pekerjaan (work factor) yang berhubungan dengan keluhan nyeri punggung bawah antara lain postur tubuh, repetisi atau aktivitas yang berulang ulang yang dilakukan selama bekerja, pekerjaan statis dalam waktu yang cukup lama dan pekerjaan yang memaksakan tenaga terutama pekerjaan dengan beban yang berat atau handling work.

2.4.6 Patologi Low Back PainLBP terjadi karena biomekanik vertebra lumbal akibat perubahan titik berat badan dengan kompensasi perubahan posisi tubuh dan akan menimbulkan nyeri. Ketegangan (strain) otot dan keregangan (sprain) ligamentum tulang belakang merupakan salah satu penyebab utama LBP. Bila seseorang duduk dengan tungkai atas berada pada posisi 90, maka daerah lumbal belakang akan menjadi mendatar keluar yang dapat menimbulkan keadaan kifosis. Keadaan ini terjadi karena sendi panggul yang hanya berotasi sebesar 60, mendesak pelvis untuk berotasi ke belakang sebesar 30 untuk menyesuaikan tungkai atas yang berada pada posisi 90. Kifosis lumbal ini selain menyebabkan peregangan ligamentum longitudinalis posterior, juga menyebabkan peningkatan tekanan pada diskus intervertebralis sehingga mengakibatkan peningkatan tegangan pada bagian dari annulus posterior dan penekanan pada nukleus pulposus (Samara, 2004).Hal ini dapat menimbulkan keluhan yang sangat mengganggu bagi pasien sehingga mengurangi kualitas kerja.Keluhan utama pada pasien LBP yaitu nyeri dan keterbatasan aktivitas fungsional terutama yang berhubungan dengan mobilitas lumbal. Nyeri merupakan pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan pada tubuh, baik aktual maupun potensial yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut, sehingga nyeri dapat bervariasi berdasarkan intensitasnya (ringan, sedang, berat), kualitasnya (tajam, terbakar, tumpul), durasinya (transient, intermitten, persistent) dan penjalarannya (superfisial, profunda, lokal, difus) (Meliala, 2004).

2.4.7 Anatomi Punggung BelakangTubuh manusia terdiri dari berbagai sistem, diantaranya adalah sistem rangka, sistem pencernaan, sistem peredaran darah, sistem pernafasan, sistem saraf, sistem penginderaan, sistem otot dan rangka, dll. Sistem sistem tersebut saling terkait antara satu dengan yang lainnya dan berperan dalam menyokong kehidupan manusia. Akan tetapi dalam ergonomic, sistem yang paling berpengaruh adalah sistem otot, sistem rangka dan sistem saraf. Ketiga sistem ini sangat berpengaruh dalam ergonomi karena manusia yang memegang peran sebagai pusat dalam ilmu ergonomik (Moore, 2002)Punggung terdiri dari aspek posterior batang tubuh, di sebelah inferior leher dan superior bokong. Punggung merupakan region tubuh yang menjadi tempat perlekatan kepala, leher dan ekstremitas (Moore, 2013). Punggung meliputi : Kulit dan jaringan subkutan Otot : lapisan superficial, terutama dihubungkan dengan posisi dan pergerakan ekstremitas, dan lapisan yang lebih dalam, secara spesifik dihubungkan dengan pergerakan atau untuk mempertahankan posisi tulang rangka aksial (postur). Collumna Vertebralis : vertebra, discus intervertebralis (IV), dan ligamen ligamen terkait. Costa terutama bagian posteriornya, di sebelah medial angulus costae. Medulla spinalis dan meningens Berbagai saraf dan pembuluh darah segmental.Tulang belakang adalah struktur yang kompleks, yang terbagi menjadi bagian anterior dan posterior. Tulang belakang terdiri dati korpus vertebra yang silindris, dihubungkan oleh diskus intervertebralis, dan dilekatkan oleh ligamentum longitudinal anterior dan posterior (Ropper et al., 2005).Struktur tulang belakang yang peka terhadap nyeri adalah periosteumvertebrae, dura, sendi facet, annulus fibrosus dari diskus intervertebralis, vena epidural, dan ligamentum longitudinal posterior. Gangguan pada berbagai struktur ini dapat menjelaskan penyebab nyeri punggung tanpa kompresi radix saraf. Nucleus pulposus dari diskus intervertebral tidak peka terhadap nyeri dalam situasi yang normal. Tulang belakang regio lumbal dan servikal merupakan struktur yang paling peka terhadap gerakan dan mudah mengalami trauma (Kasper et al., 2005)Bagian anterior tulang belakang terdiri dari badan vertebra silinder dipisahkan oleh disk intervertebralis dan diselenggarakan bersama oleh anterior dan posterior ligamen longitudinal. Disk intervertebralis terdiri dari nucleus pulposus agar-agar pusat dikelilingi oleh tangguh cincin cartilagenous, anulus fibrosis; disk bertanggung jawab atas 25% panjang tulang belakang. Disk yang terbesar di daerah serviks dan lumbar mana gerakan tulang belakang adalah terbesar. Disk yang elastis di masa muda dan memungkinkan tulang tulang untuk bergerak dengan mudah pada satu sama lain. Elastisitas hilang dengan usia. Fungsi tulang belakang anterior adalah untuk menyerap kejutan dari gerakan tubuh seperti seperti berjalan dan berlari. Bagian posterior tulang belakang terdiri dari lengkungan tulang belakang dan tujuh proses. Setiap lengkungan terdiri dari pasangan pedikel silinder anterior dan posterior lamina dipasangkan. Lengkungan tulang belakang menimbulkan dua proses melintang lateral, satu proses spinosus posterior, ditambah dua superior dan dua aspek artikular inferior. Fungsi tulang belakang posterior adalah untuk melindungi saraf tulang belakang dan saraf di dalam kanal tulang belakang dan untuk menstabilkan tulang belakang dengan menyediakan situs untuk lampiran otot dan ligamen. Kontraksi otot yang melekat dengan proses keras dan melintang menghasilkan sistem katrol dan tuas yang menghasilkan exion fl, ekstensi, dan lateral bending gerakan tulang belakang (Kasper et al., 2005)2.4.8 Pemeriksaan Low Back Paina. InspeksiGerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang membuat nyeri dan juga bentuk kolumna vertebralis, berkurangnya lordosis serta adanya skoliosis. Berkurang sampai hilangnya lordosis lumbal dapat disebabkan oleh spasme otot paravertebral (Lubis, 2003)Gerakan gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita :1) Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah.2) Ekstensi ke belakang seringkali menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada stenosis foramen intervertebralis di lumbal dan arthritis lumbal, karena gerakan ini akan menyebabkan penyempitan foramen sehingga menyebabkan suatu kompresi pada saraf spinal.3) Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan menyebabkan nyeri pada tungkai, karena adanya ketegangan pada saraf yang terinflamasi di atas suatu diskus protusio sehingga meninggikan tekanan pada saraf spinal tersebut dengan jalan meningkatkan tekanan pada fragmen yang tertekan di sebelahnya (jackhammer effect).4) Lokasi biasanya dapat ditentukan bila pasien disuruh membungkuk ke depan ke lateral kanan dan kiri. Fleksi ke depan, ke suatu sisi atau ke lateral yang menyebabkan nyeri pada tungkai yang ipsilateral menandakan pada sisi yang sama.5) Nyeri LBP pada ekstensi ke belakang pada seorang dewasa muda menunjukkan kemungkinan adanya suatu spondilolisis atau spondilolistesis, namun ini tidak patogmonik.b. PalpasiAdanya nyeri pada kulit bisa menunjukkan adanya kemungkinan suatu keadaan psikologis di bawahnya (psychological overlay). Kadang kadang bisa ditentukan letak segmen yang menyebabkan nyeri dengan menekan pada ruangan intervertebralis atau dengan jalan menggerakkan ke kanan ke kiri prosessus spinosus sambil melihat respon pasien. Refleks yang menurun atau menghilang secara simetris tidak begitu berguna pada diagnosis LBP dan juga tidak dapat dipakai untuk melokalisasi level kelainan, kecuali pada sindroma kauda ekuina atau adanya neuropati yang bersamaan. Pemeriksaan fisik secara komperhensif pada pasien dengan nyeri pinggang meliputi evaluasi sistem neurologi dan muskuloskeletal. Pemeriksaan neurologi meliputi evaluasi sensasi tubuh bawah, kekuatan dan refleks refleks. Motorik Pemeriksaan yang dilakukan meliputi :(1) Berjalan dengan menggunakan tumit.(2) Berjalan dengan menggunakan jari atau berjinjit.(3) Jongkok dengan gerakan bertahan (seperti mendorong tembok. Sensorik(1) Nyeri dalam otot(2) Rasa gerak RefleksRefleks yang harus diperiksa adalah refleks di daerah Achilles dan patella, respon dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengetahui lokasi terjadinya lesi pada saraf spinal.2.5 Tata Laksana LBPPengobatan untuk LBP AkutKedatangan Pertama Edukasi Pasien Memberikan masukan kepada pasien untuk tetap aktif, hindari tidur terlalu lama, dan segera melakukan aktifitas normal sehari-hari Hindari pasien untuk membungkuk Dicoba untuk diberikan obat anti inflamasi nonsteroid atau acetaminophen Mempertimbangkan untuk pemberian peregang otot di lokasi yang sakit Mempertimbangkan untuk pemberian terapi opioid jangka pendek bila nyeri semakin memburuk Mempertimbangkan untuk rujukan terapi fisik (Metode McKenzie dan/atau stabilisasi tulang belakang)Kedatangan Kedua (Dua sampai empat minggu setelah kunjungan pertama) Mempertimbangkan untuk mengganti obat anti inflamasi nonsteroid Mempertimbangkan untuk dirujuk ke terapi fisik (Metode Mc Kenzue dan/atau stabilisasi tulang belakang) Mempertimbangkan untuk dirujuk ke subspesialis tulang belakang bila semakin parah(Casazza, 2012)Pengobatan menggunakan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) sering menjadi terapi lini pertama untuk LBP. Obat NSAID efektif untuk menghilangkan symptom dalam waktu singkat, namun tidak ada yang dapat memprediksi keberhasilan dari terapi NSAID. Ada juga yang mengatakan bahwa tidak ada NSAID yang superior, dan mengganti dengan NSAID yang lain dapat dilakukan bila pilihan pertama tidak efektif. Walaupun demikian NSAID lebih efektif daripada acetaminophen, tetapi penggunaan Acetaminophen dengan penambahan NSAID tidak ada perbedaan dengan penggunakan acetaminophen tunggal.Bukti lain menunjukkan bahwa obat peregang otot non-benzodiazepine contohnya cyclobenzaprine, tizanidine, metaxalone, berguna untuk pengobatan nyeri pada LBP akut. Pengurangan rasa nyeri menggunakan pengobatan ini terjadi pada tujuh hari pertama sampai hari ke 14, tapi pengaruhnya dapat berlangsung sampai 4 minggu.Terapi fisik juga dapat dijadikan sebagai terapi untuk LBP. Terapi fisik yang biasa digunakan adalah metode McKenzie atau latihan untuk stabilisasi tulang belakang. Metode McKenzie lebih efektif dibandingkan dengan terapi LBP yang biasanya diberikan, tetapi perbedaannya tidak terlalu signifikan. Stabilisasi tulang belakang dapat mengurangi rasa nyeri, dan kemungkinan untuk LBP kembali setelah serangan pertama (Casazza, 2012)Selain menggunakan penggunaan obat untuk mengatasi masalah LBP, pengobatan alternative juga dapat digunakan untuk mengatasi LBP. Contoh dari pengobatan alternative tersebut adalah yoga, akupuntur, terapi spa dan obat-obatan herbal (Ehrlich, 2003). 2.6 Faktor Usia dengan Keluhan Nyeri Punggung BawahChappin dalam Tarwaka (2004) menyatakan bahwa pada umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja yaitu 25 tahun. Keluhan pertama biasanya dimulai pada usia 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus bertambah sejalan dengan bertambahnya umur. Hasil penelitian diketahui responden terbanyak yang berumur di atas 29 tahun (berisiko) yaitu sebanyak 27 orang (81,8%) dan responden yang berumur 20 29 tahun (tidak berisiko) sebanyak 6 orang (1,28%). Kejadian nyeri punggung paling banyak menyerang pada usia di atas 29 tahun. Ada hubungan yang erat antara fungsi tubuh dan usia seseorang. Saat seseorang menginjak usia 25 tahun, secara perlahan namun nyata fungsi organ tubuh akan mengalami penurunan dengan tingkat persentase yang berbeda beda termasuk pula kondisi tulang yang kita miliki (Wirakusuma Emma, S., 2007),Terdapat hubungan antara umur dengan keluhan nyeri punggung pada pengemudi dapat disebabkan bertambahnya usia responden maka berkurangnya, kekuatan dan ketahanan dan ketahanan otot sehingga risiko terjadinya keluhan otot (Hariyono Widodo, 2002).2.7 Lama Kerja Menurut Balai Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1991) menyatakan bahwa, Masa kerja (lama bekerja) merupaan pengalaman individu yang akan menentukan pertumbuhan dalam pekerjaan dan jabatan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1984) pengalaman kerja didefinisikan sebagai suatu kegiatan atau proses yang pernah dialami oleh seseorang ketika mencari nafkah untuk menuntut kebutuhan hidupnya. Masa kerja menunjukkan berapa lama seseorang bekerja pada masing masing pekerjaan atau jabatan (Siagian, 2008). Adapun yang dimaksud dengan lama kerja adalah waktu yang dipakai oleh pekerja selama satu hari untuk bekerja termasuk waktu istirahat dan waktu operasional kerja.2.8 Indeks Massa Tubuh (IMT)Indeks massa tubuh (IMT) adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) seseorang. IMT dipercayai dapat menjadi indikator atau mengambarkan kadar adipositas dalam tubuh seseorang. IMT tidak mengukur lemak tubuh secara langsung, tetapi penelitian menunjukkan bahwa IMT berkorelasi dengan pengukuran secara langsung lemak tubuh seperti underwater weighing dan dual energy x-ray absorbtiometry (Grummer-Strawn LM et al., 2002). IMT merupakan altenatif untuk tindakan pengukuran lemak tubuh karena murah serta metode skrining kategori berat badan yang mudah dilakukan. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut: Menurut rumus metrik: Berat badan (Kg) IMT = ------------------------------------------------------- [Tinggi badan (m)]^2 Untuk orang dewasa yang berusia 20 tahun ke atas, IMT diinterpretasikan menggunakan kategori status berat badan standar yang sama untuk semua umur bagi pria dan wanita. Untuk anak anak dan remaja, interpretasi IMT adalah spesifik mengikuti usia dan jenis kelamin (CDC, 2009).

KlasifikasiIMT

Berat badan kurang Kisaran normal Berat badan lebih Berisiko Obes I Obes II < 18.5 18.5-22.9 23 23 -24.9 25-29.9 30

Tabel 2.1 Klasifikasi IMT menurut Kriteria Asia Pasifik 2.9 Kendaraan Angkutan KotaAngkutan adalah sarana untuk memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat yang lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang menjangkau berbagai tempat yang dikehendaki, atau mengirimkan barang dari tempat asalnya ke tempat tujuan. Prosesnya dapat dilakukan menggunakan sarana angkutan berupa kendaraan atau tanpa kendaraan (diangkut oleh orang).Angkutan Umum adalah angkutan penumpang yang dilakukan dengan sistem sewa atau bayar. Termasuk dalam pengertian angkutan umum penumpang adalah angkutan kota, kereta api, angkutan air dan angkutan udara (Warpani, 1990)Berdasarkan Undang Undang No. 14 tahun 1992 tentang lalu lintas dan angkutan jalan menyebutkan bahwa pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum terdiri dari :1) Angkutan antar kota yang merupakan pemindahan orang dari suatu kota ke kota yang lain.2) Angkutan kota yang merupakan pemindahan orang dari satu lokasi ke lokasi yang lain dalam satu kota.3) Angkutan pedesaan yang merupakan pemindahan orang dalam dan atau antar wilayah pedesaan4) Angkutan lalu lintas batas Negara yang merupakan angkutan orang yang melalui lintas batas Negara lain.

2.10 Kerangka PemikiranManusia dalam menjalankan pekerjaannya dipengaruhi oleh beberapa faktor, ada yang bersifat menguntungkan maupun merugikan yang dapat menyebabkan penyakit akibat kerja seperti low back pain. Faktor tersebut antara lain adalah faktor fisiologis. Faktor fisiologis yang disebabkan oleh sikap badan yang kurang baik dan lama kerja yang melebihi normal, menimbulkan kelelahan fisik bahkan lambat laun dapat menimbulkan keluhan. Berdasarkan studi yang dilakukan secara klinik, biomekanika, fisiologi dan epidemiologi didapatkan kesimpulan bahwa terdapat tiga faktor yang menyebabkan terjadinya low back pain akibat bekerja (Armstrong, 2009) yaitu :a. Faktor pekerjaan (work factors) seperti posisi tubuh, repetisi, pekerjaan statis dan pekerjaan yang memaksakan tenaga.b. Faktor individu (personal factor) seperti masa kerja, usia, jenis kelamin, posisi kerja, kebiasaan merokok dan obesitas.c. Faktor lingkungan seperti getaran dan temperatur ekstrem.

2.11 Kerangka Teori

Penyakit akibat kerja adalah penyakit artificial oleh karena timbulnya disebabkan oleh pekerjaan manusia (manmade disease) (Aries, 2005)

Salah satu faktor individu yang dapat mengakibatkan LBP adalah peningkatan usia. Hasil penelitian Perdossi (2001) pada 44 pasien penderita NPB di Jakarta diketahui bahwa kelompok umur pria yang sering menderita NPB adalah kelompok umur 30 39 tahun, sedangkan wanita adalah kelompok umur 50 59 tahun.Faktor risiko obesitas juga merupakan salah satu faktor individu yang menyebabkan LBP dimana pada penelitian di Australia, diketahui bahwa semakin meningkatnya IMT, maka durasi timbulnya nyeri akan semakin meningkat.Disamping faktor individu, kejadian LBP juga dihubungkan dengan lama kerja yang berhubungan dengan posisi duduk statis.

Low Back Pain (LBP) adalah suatu sindroma nyeri yang terjadi pada daerah punggung bagian bawah dan merupakan work related musculoskeletal disorders.

Faktor Individu (personal factor) :1. Masa Kerja2. Usia3. Jenis Kelamin4. Posisi Kerja5. Kebiasaan Merokok6. Kebiasaan Olahraga7. ObesitasFaktor pekerjaan (work factor) :1. Postur Tubuh2. Repetisi3. Pekerjaan Statis 4. Pekerjaan yang memaksakan tenaga5. Waktu/Lama kerja

Faktor Lingkungan :1. Getaran2. Temperatur ekstrem

2.12 Kerangka Konsep

Lama Kerja

Kejadian Low Back Pain (LBP)Indeks Massa Tubuh (IMT)

Usia

Kerangka Konsep Hubungan Usia, Lama Kerja dan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Kejadian Low Back Pain (LBP).

2.13 HipotesisBerdasarkan kerangka pemikiran di atas maka dapat dirumuskan suatu hipotesis bahwa :Ha (Hipotesis Alternatif)1. Terdapat hubungan antara usia dengan kejadian low back pain (LBP) pada pengemudi angkutan kota di Kota Bandar Lampung.2. Terdapat hubungan antara lama kerja kejadian low back pain (LBP) pada pengemudi angkutan kota di Kota Bandar Lampung.3. Terdapat hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) kejadian low back pain (LBP) pada pengemudi angkutan kota di Kota Bandar Lampung.Ho (Hipotesis Nol)1. Tidak terdapat hubungan antara usia dengan kejadian low back pain (LBP) pada pengemudi angkutan kota di Kota Bandar Lampung.2. Tidak terdapat hubungan antara lama kerja kejadian low back pain (LBP) pada pengemudi angkutan kota di Kota Bandar Lampung.3. Tidak terdapat hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) kejadian low back pain (LBP) pada pengemudi angkutan kota di Kota Bandar Lampung.

BAB IIIMETODE PENELITIAN

3.1 Desain PenelitianPenelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu dengan cara pengumpulan data sekaligus pada suatu waktu (Notoatmodjo, 2010) dengan tujuan untuk mencari hubungan usia, lama kerja, dan indeks massa tubuh (IMT) dengan kejadian low back pain pada pengemudi angkutan kota di Kota Bandar Lampung.3.2 Tempat dan Waktu PenelitianPenelitian ini dilakukan di Kota Bandar Lampung pada bulan Mei Agustus 2015.3.3 Populasi dan SampelPopulasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subyek atau obyek penelitian yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Dahlan, 2010). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh pengemudi Angkutan Kota (angkot) di Kota Bandar Lampung sebanyak 1.502 pengemudi. Metode pengambilan sampel menggunakan non probability sampling dengan consecutive sampling.

3.4 Kriteria Inklusi dan EksklusiKriteria inklusi sebagai berikut :1. Menandatangani informed consent2. Pengemudi tetap yang berstatus sebagai pengguna angkutan kota di trayek kota Bandar Lampung.3. Tidak sedang mengalami trauma atau memiliki riwayat trauma tulang belakang.4. Tidak mengalami kelainan musculoskeletal bawaan.5. Tidak memiliki IMT underweight6. Laki laki7. Tidak sedang mengalami kelainan saraf atau persendian lain.Kriteria eksklusi sebagai berikut :1. Mengalami trauma atau memiliki riwayat penyakit tulang belakang2. Pengemudi lepas/pengganti3. Tidak berdomisili di Bandar Lampung4. Kebiasaan merokok5. Usia > 35 tahun3.5 Identifikasi Variabela) Variabel BebasVariabel bebas (independent variable) dalam penelitian ini adalah usia, lama kerja dan indeks massa tubuh (IMT).b) Variabel TerikatVariabel terikat (dependent variable) dalam penelitian ini adalah kejadian low back pain (LBP).c) Variabel PenggangguVariabel pengganggu (confounding variable) dalam penelitian ini adalah riwayat trauma atau penyakit tulang belakang (bawaan/didapat), gangguan saraf dan sendi, serta pengemudi yang no maden.3.6 Definisi OperasionalVariabelDefinisiAlat UkurCara UkurHasilSkala

UsiaLama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan) (KBBI)KuesionerObservasi dan Wawancara< 35 tahun35 55 tahun> 55 tahun Ordinal

Lama KerjaWaktu produktif yang dibutuhkan oleh pekerja selama bekerja dalam 24 jamKuesionerObservasi dan Wawancara< 4 jam/hari4 8 jam/hari> 8 jam/hari

Ordinal

Indeks Massa Tubuh (IMT)Indeks massa tubuh (IMT) adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara berat badan (BB) dalam kilogram (Kg) dan tinggi badan (TB) dalam meter persegi (m2) seseorangMicrotoise dan Timbangan berat badan (BB)Pengukuran 1 =Normal Weight (18.5 25)2 = Overweight ( 25 30)

Nominal

Low back pain (LBP)Sindroma Klinik yang ditandai dengan gejala utama nyeri atau tidak enak di daerah tulang punggung bagian bawahKuesioner dan pemeriksaan fisikWawancara1 = Ya2 = TidakNominal

Tabel 1. Definisi Operasional Penelitian3.7 Alat Penelitian dan Cara Pengambilan Data1. Alat Penelitiana) Alat TulisAdalah alat yang digunakan untuk mencatat, melaporkan hasil penelitian. Alat tersebut adalah pulpen, kertas, pensil dan komputer.b) Kuesioner TerstrukturAdalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian.c) Lembar informed consentAdalah lembar persetujuan untuk menjadi responden penelitian.d) Alat UkurAdalah alat yang digunakan untuk mengukur berat badan dan tinggi badan responden dengan menggunakan timbangan analog dan Microtoise.e) Alat HitungAdalah alat yang digunakan untuk menghitung indeks massa tubuh (IMT).2. Cara Pengambilan DataDalam penelitian ini, seluruh data diambil secara langsung dari responden (data primer) yang meliputi :a) Penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitianb) Pengisian informed consentc) Pemberian pertanyaan kuesioner kepada respondend) Pengukuran berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) respondene) Pencatatan hasil pengukuran pada formulir lembar penelitian3.8 Alur Penelitian

Pembuatan Proposal, Perizinan dan Koordinasi1. Tahap Persiapan

Pengisian informed consent2. Tahap Pelaksanaan

Pengisian kuesioner, observasi dan pemeriksaan fisik (BB dan TB

Pencatatan

Analisis dengan SPSS3. Tahap Pengolahan Data

Gambar 1.2 Alur Penelitian

3.9 Pengolahan dan Analisis Data1. Pengolahan DataData yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah ke dalam bentuk table table kemudian data dioloah menggunakan program komputer yaitu SPSS.Kemudian proses pengolahan data menggunakan program SPSS ini terdiri dari beberapa langkah :a) Coding, untuk mengkonversikan (menejermahkan) data yang dikumpulkan selama penelitian ke dalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis.b) Data entry, memasukkan data ke dalam komputer.c) Verifikasi, memasukkan data pemeriksaan secara visual terhadap data yang telah dimasukkan ke dalam komputer.d) Output komputer, hasil yang telah dianalisis oleh komputer kemudian dicetak.2. Analisis DataAnalisis statistika untuk mengolah data yang diperoleh akan menggunakan program software SPSS pada komputer dimana akan dilakukan 3 macam analisis data yaitu analisis univariat, analisis bivariat dan analisis multivariat.a. Analisis UnivariatAnalisis ini digunakan untuk menentukan distribusi frekuensi variabel bebas dan variabel terikat.

b. Analisis BivariatAnalisis bivariat adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan menggunakan uji statistik.Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji chi square. Uji chi square merupakan uji komparatif yang digunakan dalam data penelitian ini. Uji signifikan antara data yang diobservasi dengan data yang diharapkan dilakukan dengan batas kemaknaan ( , berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen. Apabila uji chi square tidak memenuhi syarat parametric (nilai expected count >20%), maka dilakukan uji alternatif Kolmogorov-smirnov.c. Analisis MultivariatAnalisis multivariat dapat dilakukan dengan menggunakan analisis regresi logistik ganda. Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui:1. Variabel independen mana yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap variabel dependen.2. Mengetahui apakah hubungan variabel independen dengan variabel dependen dipengaruhi oleh variabel lain atau tidak.3. Bentuk hubungan beberapa variabel independen dengan variabel dependen apakah berhubungan langsung atau pengaruh tidak langsung.Uji ini mampu memasukkan beberapa variabel independen dalam satu model. Langkah pertama adalah menentukan variabel yang masuk kriteria sebagai kandidat model yaitu variabel dengan nilai p < 0,25 dan nilai 95 % CI di atas 1 atau di bawah 1. Selanjutnya dilihat kemungkinan adanya variabel interaksi pada variabel-variabel kandidat tersebut. Dari hasil pengujian ini ditetapkan model akhir dari regresi logistik ganda yang dilakukan (Hastono, 2007).3.10 Dummy Table3.11 Masalah Etika

DAFTAR PUSTAKA