LBM2005-122-BAB 3
description
Transcript of LBM2005-122-BAB 3
-
43
BAB 3
PEMODELAN PROSES PENGUMPANAN
PADA PROSES PENGGILINGAN AWAL
Pada bab 3 ini akan dibahas pemodelan dari sistem produksi yang telah berjalan
dan kemudian disimulasikan kedalam sistem kendali penyusun komposisi raw material
yang akan diumpankan ke dalam peralatan penggilingan material (raw mill). Komposisi
raw material tesebut sangat menentukan kualitas semen yang akan dihasilkan pada akhir
proses pembuatan semen.
Dan untuk mencapai hasil simulasi yang baik kita akan membahas terlebih
dahulu tentang mathematical modeling kemudian dilanjutkan ke conversion into
numeric guna pemudahan saat programming.
3.1 RancanganPerangkat Keras
3.1.1 Diagram-diagram alir
Pada penelitian ini, akan dibahas sistem pengumpan material untuk
proses penggilingan awal PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Plant 11.
Sistem pengumpan material untuk proses penggilingan awal ini dimulai dari
material input ke dalam penampungan sementara (bin) bahan mentah material
penyusun semen dan diakhiri pada material input ke peralatan penggilingan
material (raw mill).
-
44
IronOre Silica
Belt Conveyor
Belt Conveyor
Limestone Shale
Apron Feeder( limestone )
Apron Feeder( shale )
Limestoneweightfeeder
Iron Oreweightfeeder
Silicaweightfeeder
Shaleweightfeeder Magnetic
Separator
MetalDetector
Belt ConveyorTwo way gate
MetalDetector
MagneticSeparator
Chute
Chute
Rotary Feeder
Dust( Collector
Fan )
Dust Collector
ScrewConveyor
Ducting
Belt Conveyor
Tripple GateRawMill
IsolationJoint
Tipping ValveTipping Valve
Damper( lower )
Bucket Elevator
Belt Conveyor Belt Conveyor
Damper (bleed air )
IsolationJoint (2)
Hydro springsystem
Water Spray System ( Mill )
Hydro springsystem
Reduce LubeSystem Circulating
Lube System
Chute
Gambar 3.1 Gambar proses produksi Pengumpanan Material
Proses pengumpanan dimodelkan sebagai berikut
Dari proses yang jalan yang tampil pada gambar 3.1 yang dimodelkan adalah
aliran produksi pada pengumpanan material yang ditampilkan pada gambar
3.2.
-
45
IronOre Silica
Belt Conveyor
Limestone Shale
Apron Feeder( limestone )
Apron Feeder( shale )
Limestoneweightfeeder
Iron Oreweightfeeder
Silicaweightfeeder
Shaleweightfeeder
Gambar 3.2 Gambar aliran produksi pada pengumpanan material
Gambar 3.2 diatas menggambarkan ruang lingkup yang lebih sederhana daripada
proses pengumpanan material yang nantinya akan dipelajari terlebih dahulu, baru
kemudian disimulasikan.
-
46
Raw Mill
Iron OreSilicaShaleLimestone
Qi L Qi IQi SiQi S
= )( oLiLL QQQ
m
mL mImSimS
mLLoL cQ =
= )( oIiII QQQ = )( oSiiSiSi QQQ
mIIoI cQ =mSiSioSi cQ =mSSoS cQ =
Qo Total = Qo L + Qo S + Qo Si + Qo I
= )( oSiSS QQQ
Gambar 3.3 Diagram alir Pengumpanan Material
-
47
Untuk masing-masing material memiliki prosedur pengumpanan yang
sama, yaitu mula-mula material masuk ke dalam bin sebanyak Qi (debit masukan).
Pasokan material ini berhenti jika Q di dalam bin sudah mencapai nilai maksimal.
Jadi debit material (Q) pada masing-masing bin memiliki batas bawah dan batas atas.
Sedangkan material yang jatuh/keluar dari bin tergantung pada kecepatan putaran
motor untuk masing-masing material. Besarnya debit keluaran material adalah
konversi dari kecepatan putaran motor, misalkan untuk limestone. Perhatikan rumus
QoL diatas, dimana QoL = cL . mL Dari rumus ini diketahui bahwa debit output pada
material limestone berbanding lurus dengan kecepatan putaran motor limestone. Hal
ini juga berlaku untuk ketiga material yang lain. Untuk debit keseluruhan (Qo Total)
didapat dari penambahan debit keluaran masing-masing material.
-
48
3.1.2 Diagram blok system
Sehingga dalam garis besar akan terlihat seperti gambar gambar 3.4 Blok
Diagram Proses Produksi (Pengumpanan Material) berikut
Target Produksi
LSFSMAM
Raw MixDesign
KomposisiMaterial
LS, SH, Si, Fe
LS
Sh
Si
Fe
rpm setpoint PID + Motor rpm actual
rpm setpoint
Q LS
Q Sh
Q Si
Q Fe
Qi LS
Qi Sh
Qi Si
Qi Fe
Qo LS
Qo Sh
Qo Si
Qo Fe
PID + Motor rpm actual
rpm setpoint PID + Motor rpm actual
rpm setpoint PID + Motor rpm actual
HasilProduksi
Gambar 3.4 Blok Diagram Proses Produksi (Pengumpanan Material)
Dari gambar 3.4 diatas dapat dilihat bahwa ketiga parameter LSF, SM dan
AM mula-mula diset sebagai input. Begitu juga dengan target produksi (output
keluaran set point). Sedangkan untuk komposisi campuran dalam masing-masing
material(pada software tampak sebagai matriks 4x4) tidak diset lagi. Nilai-nilai
komposisi campuran pada masing-masing material merupakan nilai pasti dari hasil
percobaan lab (walaupun pada simulasinya dapat diubah tetapi tidak disarankan).
Setelah LSF,AM,SM , Target produksi dan komposisi campuran pada masing-
masing material telah dimasukkan maka diproses melalui perhitungan matematika
pada raw mix design. Dimana didalamnya dihasilkan output keluaran setting point
-
49
dan kecepatan motor untuk masing-masing material. Pada perhitungan tersebut juga
menghasilkan kecepatan motor aktual yang belum disesuaikan dengan kecepatan
motor setting pointnya. Untuk itu tegangan input perlu diatur-atur supaya kecepatan
motor aktual nilainya mendekati kecepatan motor setting point. Maka nilai kecepatan
motor aktual yang belum dimanipulasi dimasukkan ke PID controller guna
menghasilkan tegangan input yang sesuai berdasarkan nilai error yang didapatkan
antara kecepatan motor aktual sebelumnya dan kecepatan motor setting point.
Setelah itu didapatkan nilai kecepatan motor aktual yang telah semakin mendekati
kecepatan putaran motor setting pointnya. Maka langkah berikutnya adalah
mendapatkan debit keluaran aktual untuk masing-masing material. Debit keluaran
aktual untuk keempat material diperoleh dari konversi kecepatan putaran motor
masing-masing material. Setelah diketahui keluaran aktual masing-masing material,
maka dapat diketahui kapasitas bin untuk masing-masing material dengan mencari
selisih antara debit material input dengan debit keluaran aktual material. Setelah
didapatkan semua maka dapat diketahui hasil akhir produksi, dimana didapatkan
dengan penjumlahan keluaran output aktual masing-masing material.
3.1.3 Modul-modul system dan cara kerjanya
3.1.3.1 Analisa komposisi penentu dalam pencampuran
Ada 3 parameter yang menentukan kualitasnya, yaitu : LSF, AM, dan SM.
Ketiga parameter ini memiliki hubungan dengan 4 material pembentukan
semen, yaitu : Limestone, Shale, Silica dan Iron ore. Masing-masing material
ini mengandung campuran CaO, SiO2, Al2O3, & Fe2O3. Hubungan ini
diperlihatkan dalam persamaan-persamaan berikut :
-
50
LSF = 32322 35,065,18,2 OFeOAlSiO
CaO++
AM = 32
32
OFeOAl
SM = 3232
2
OFeOAlSiO+
Dari ketiga parameter diatas dapat dicari hubungan antara masing-masing
campuran dengan ketiga parameter diatas. Hal ini dapat dilihat sebagai
berikut :
CaO = C
SiO2 = S
Al2O3 = A
Fe2O3 = F
Dengan mengasumsikan F = 1, didapatkan:
A = AM
S = )1( +AMSM C = 35,0.65,1..8,2( ++ AMAMSMLSF
Ketiga paremeter diatas mempunyai nilai-nilai tertentu, dimana nilainya
disesuaikan dengan sifat semen yang ingin dihasilkan. Setiap parameter
tersebut biasanya mempunyai standar-standar tersendiri. Hal tersebut dapat
dilihat :
- LSF biasanya berkisar antara 0,8 s/d 0,95
- AM biasanya berkisar antara 1,5 s/d 2,5
- SR biasanya berkisar antara 1,9 s/d 3,2
-
51
Target Produksi
LSFSMAM
Raw MixDesign
KomposisiMaterial
LS, SH, Si,Fe
LS
Sh
Si
Fe
Gambar 3.5 Blok diagram Raw Mix Design
Jika ketiga parameter tersebut diketahui nilainya, maka dapat diperoleh
perbandingan komposisi tiap campuran. Hal ini boleh dilakukan dengan
terlebih dahulu mengasumsikan nilai perbandingan salah satu campuran.
Jika perhitungan tersebut benar, maka berapapun nilai yang diasumsikan
tetap akan memperoleh perbandingan yang sama antara satu campuran
dengan campuran yang lainnya. Hal ini dapat dilihat dengan menjadikan
keempat nilai perbandingan campuran ke bentuk persentase. Hal ini
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
-
52
Total = C + S + A + F =
% C = %255,65%10022,3072,19 =
% S = %818,24%10022,305,7 =
% A = %618,6%10022,30
2 =
% F = %309,3%10022,30
1 =
Total = 100%
Dari persentase keempat campuran ini maka dapat diperoleh juga persentase
tiap material. Hubungan antara % material dengan % campuran yaitu:
=
Fe %Si %S %L %
.
FFFFAAAASSSSCCCC
3,309 %6,618 %
24,818 %65,255 %
H
S
FeSiSHLS
FeSiSHLS
FeSiSHLS
FeSiSHLS
Dari hubungan tersebut terlihat bahwa setiap material mengandung ke 4
unsur dasar penentu kualitas semen. Maka dengan persamaan matrix tersebut
dapat diperoleh % materialnya :
Y .A X = YA AXA 11 =
Y . .ID A 1 = XAY 1=
Untuk invers dapat digunakan beberapa metode. Metode yang digunakan di
dalam pembahasan ini adalah metode adjoint.
AadjoA
A intdet
11 =
-
53
Adjoint A = (kofaktor A)T
Jika dilakukan dengan matriks diatas maka:
K11 = -11+1 . det
FfeFsiFshAfeAsiAshSfeSsiSsh
K12 = -11+2 . det
FfeFsiFlsAfeAsiAsSfeSsiSls
K13 = -11+3 . det
FfeFshFlsAfeAshAsSfeSshSls
K14 = -11+4 . det
FsiFshFlsAsiAshAsSsiSshSls
K21 = -12+1 . det
FfeFsiFshAfeAsiAshCfeCsiCsh
K22 = -12+2 . det
FfeFsiFlsAfeAsiAlsCfeCsiCls
K23=-12+3 . det
FfeFshFlsAfeAshAlsCfeCshCls
K24 =-12+4 . det
FsiFshFlsAsiAshAlsCsiCshCls
-
54
K31 = -13+1 . det
FfeFsiFshSfeSsiSshCfeCsiCsh
K32 = -13+2 . det
FfeFsiFlsSfeSsiSlsCfeCsiCls
K33 = -13+3 . det
FfeFshFlsSfeSshSlsCfeCshCls
K34 = -13+4 . det
FsiFshFlsSsiSshSlsCsiCshCls
K41 = -14+1 . det
AfeAsiAshSfeSsiSshCfeCsiCsh
K42 = -14+2 . det
AfeAsiAlsSfeSsiSlsCfeCsiCls
K43 = -14+3 . det
AfeAshAlsSfeSshSlsCfeCshCls
K44 =14+4 . det
AsiAshAlsSsiSshSlsCsiCshCls
-
55
Determinan A = Cls * det
FfeFsiFshAfeAsiAshSfeSsiSsh
- C2 * det
FfeFsiFlsAfeAsiAsSfeSsiSls
+C3
* det
FfeFshFlsAfeAshAsSfeSshSls
- C4 * det
FsiFshFlsAsiAshAsSsiSshSls
=
3,309 %6,618 %
24,818 %65,255 %
FFFFAAAASSSSCCCC
Fe %Si %S %L % 1
FeSiSHLS
FeSiSHLS
FeSiSHLS
FeSiSHLS
H
S
Setelah ke-4 persentase material pembentuk semen, maka dapat diketahui
debit keluaran yang seharusnya ( set point ). Hal ini dilakukan dengan :
point)(set .Qin Total %
Fe %Fe Qo
point)(set .Qin Total %
Si %Si Qo
point)(set .Qin Total %Sh %Sh Qo
point)(set .Qin Total %
L %L Qo
Fe%Si%SH%LS%Total %
SS
=
=
=
=+++=
Maka didapat debit keluaran masing-masing material dalam ton/jam.
-
56
3.1.3.2 Analisa produksi
LS
Sh
Si
Fe
rpm setpoint PID + Motor rpm actual
rpm setpoint
Q LS
Q Sh
Q Si
Q Fe
Qi LS
Qi Sh
Qi Si
Qi Fe
Qo LS
Qo Sh
Qo Si
Qo Fe
PID + Motor rpm actual
rpm setpoint PID + Motor rpm actual
rpm setpoint PID + Motor rpm actual
HasilProduksi
Gambar 3.6 Blok Diagram Perhitungan Kecepatan Alir sistem
Secara teoritis, banyak material yang jatuh mempengaruhi kecepatan motor
& hubungan ini berbanding lurus. Maka dari teori ini dapat diperoleh
kecepatan putaran motor untuk membawa material yang jatuh ke conveyor
belt masing-masing. Nilai kecepatan putaran motor ini didapat dengan
mengkonversikan besaran ton / jam ke bentuk rpm. Oleh karena nilai
kecepatan putaran ini berasal dari debit keluaran yang diinginkan, maka
dapat disebut sebagai kecepatan putaran motor setting point. Begitu juga
untuk debit keluarannya.
Jika mempunyai setting point, maka akan memperoleh actual point. Actual
point ini berasal dari plant system berupa fungsi transfer yang mempunyai
respon yang baik yaitu mempunyai respon yang steady state. Hal ini dapat
diuji dari matlab.
-
57
Jika mempunyai sebuah fungsi transfer, maka dapat dikonversi ke bentuk
persamaan keadaan ruang ( state space). Konversi ini bertujuan untuk melihat
hubungan kecepatan motor saat ini dan berikutnya. Konversi ini nantinya
memperlihatkan hubungan rumus kecepatan motor yang masih baku
sehingga persamaan keadaan ruang sistem motor yang kita gunakan.
Walaupun dapat melihat hubungan kecepatan motor saat ini & setelahnya,
namun terasa kurang jika suatu sistem tidak dapat diketahui keadaannya pada
suatu nilai waktu. Untuk itu diperlukan suatu konversi yang dapat
menghubungkan sistem kita dengan interval waktu. Untuk itu digunakan
metode Runge kutta. Pada pembahasan ini metode Runge kutta yang
digunakan adalah orde 4.
Persamaan dasarnya adalah sebagai berikut :
( )4322216
1 kkkkhyiyi ++++=+
Setelah mendapatkan nilai kecepatan putaran motor aktual dan dihubungkan
dengan PID controller, maka keluarannya berupa putaran motor aktual yang
telah di kompensasi sesuai dengan kecepatan putaran motor yang diinginkan.
Setelah mendapatkan nilai putaran motor hasil kompensasi ini, maka nilai ini
yang akan dipakai pada proses simulasi putaran motornya. Nilai ini dapat
dipakai untuk mengetahui keluaran aktual yang terjadi dalam simulasi ini.
PID ( Proportional plus Integrated plus Derivative ) Controller memiliki tiga
komponem utama yaitu Kp, Ki dan Kd dimana bentuk persamaan umumnya
adalah sebagai berikut :
-
58
++= t0
dip dtde K d )( e K (t) e K (t)u
Asumsikan X (s) adalah transformasi laplace dari keadaan x (t)
Asumsikan (s) X& adalah transformasi laplace dari keadaan (t) X& yang
diinginkan dan E (s) merupakan hasil transformasi laplace dari nilai error
Dimana persamaan umumnya adalah
(s) X - (s) X (s) E &= Maka jika G (s) adalah persamaan bentuk PID controller yang linear maka
persamaan umumnya adalah sebagai berikut
)/()( skskkcsG idp ++=
Diasumsikan H (s) adalah persamaan bentuk yang diinginkan, dimana m
adalah penguatan dc nya dan merupakan konstanta waktu. Maka bentuk persamaan motornya adalah sebagai berikut
smsH
.1)( +=
Maka gain keseluruhan dari sistem kontrolnya adalah
)()(1)()(
)()(
sHsGsHsG
sXsX
+=&
skk IP + s+1
m
x`(n)
+ PI Controller Actuatorc
DC motorX& e(n) u(n) p(t)
-
State Estimator1
f(t)
Gambar 3.7 Blok diagram sistem kontrol linear dalam domain frekuensi
-
59
Secara teoritis kita dapat memilih konstanta kontroller, Kp Ki dan Kd, yang
dapat menghasilkan respon sistem yang diinginkan. Kenyataannya sulit untuk
mencari nilai c, m dan . Jika beban ditambahkan kedalam motor, kemudian m dan akan berubah. Sebagai contoh :
(t) d(t) i(t) p(t)u ++= Dengan menggunakan konstanta proporsional dapat menghasilkan kontrol
sistem yang memberi lebih banyak energi kedalam plant saat error tinggi.
(t) e K(t) p p=
Persamaan diatas dapat disederhanakan dalam waktu discrete
(n) e K(n) p p=
dimana n merupakan input waktu discrete untuk input waktu e (n) dan
output p (n)
Penting : dalam pemrosesan signal digital , sistem kontrol dapat
dijalankan secara reguler maupun secara periodik.
Error : Jika nilai sampling bervariasi, maka dapat memunculkan nillai
error.
Nilai integral membuat ouput actuator berhubungan dengan integral errornya.
Penggunaan kompensasi integral bisa meningkatkan nilai steady state error
terhadap sistem kontrol. Jika nilai error yang diakumulasi kecil untuk waktu
yang lama, maka nilai kompensasinya bisa besar. Dimana persamaan
kompensasi integralnya sebagai berikut :
-
60
= t0
i )d( e K(t) i
Persamaan diatas dapat ditulis dalam keaadaan numerik :
t e(n)K1)i(nt e(n)Ki(n) in
1i +==
Dimana t adalah interval waktu dari E (n) Nilai derivative membuat hasil output actuator berhubungan dengan
derivative errornya. kompensasi ini biasanya dikombinasikan dengan
kompensasi lain seperti proportional atau integral yang betujuan untuk
meningkatkan nilai transien sistem kontrol. Nilai umum dari KD dapat
meningkatkan waktu respon dalam mencapai nilai setting point. Namun KD
bisa menimbulkan overdamp (respon yang sangat rendah) atau underdamped
( osilasi yang tidak stabil ). Bentuk persamaannya :
dtdeKd(t) d=
Jika ditulis dalam persamaan numerik
t1)-e(n - d(n)Kd(n) d =
Teknik mengkombinasikan nilai Kd Ki dan Kp
Dimulai dari Kp
Kontroller proporsional menghasilkan respon yang stabil. Maka terlebih
dahulu harus diuji nilai Kp sampai mencapai keadaan stabil pada sistem.
Nilai konstanta Kp yang berbeda akan menyebabkan waktu respon yang
berbeda, yang diharapkan adalah waktu respon yang cepat.
Kemudian beralih ke kompensasi integral (Ki)
-
61
Nilai Ki biasanya kecil. Kompesator ini bertujuan untuk meningkatkan
akurasi dari kontroller dalam mencapai keadaan steady state tanpa
mempengaruhi kecepatan respon waktu.
Langkah terakhir adalah mengatur nilai kompensasi derivative (KD).
Nilai KD biasanya juga kecil. Kompensasi derivative ini berfungsi untuk
mengurangi overshoot atau undershoot pada step response.
Tabel 3.1 Hubungan Kp, Ki, Kd dalam mengkompensasi sinyal.
Rise Time Over Shoot Settling time Error Kp decrease increase - Decrease Ki decrease increase increase Eliminate Kd - decrease decrease -
Nilai putaran motor aktual di konversi ke bentuk debit keluaran ton/jam.
Konversi ini berbeda-beda untuk setiap bin. Dalam simulasi ini konversi 1
rpm adalah 100 ton/jam. Simulasi material yang jatuh ini terjadi terus
menerus selama simulasi dijalankan.
Jika mengetahui nilai keluaran aktual yang terjadi pada sistem ini, maka
dapat diketahui kapasitas material di dalam bin. Kapasitas material di dalam
bin ini ditentukan oleh hubungan antara kapasitas material yang masuk ke
dalam bin dan yang keluar di dalam bin.
Dimisalkan kapasitas material di dalam bin adalah Q, kapasitas material yang
masuk di dalam bin adalah Qi , dan kapasitas material yang keluar dari bin
adalah Qo. Maka hubungan ketiganya dapat dituliskan sebagai berikut:
( ) = QoQiQ dt
-
62
Namun hubungan seperti ini tidak dapat langsung digunakan dalam simulasi.
Hubungan integral ini harus di ubah ke dalam bentuk numerik terlebih
dahulu.
( ) = dtQoQidtdQdtd ( )QoQiQ =
Persamaan diatas dapat juga dituliskan ke dalam bentuk state spacenya
seperti berikut:
[ ]
=
QoQi
Q 11
b1 = 1
b2 = -1
u1 = Qi
u2 = Qo
Maka bentuk state space diatas dapat di konversi dengan metoda runge kutta
orde 4 seperti berikut:
k1 = f1(u1,u2) = (b1 u1)+ (b2 u2) = Qi Qo
k2 = f2(u1,u2) = (b1 u1)+ (b2 u2) = Qi Qo
k3 = f3(u1,u2) = (b1 u1)+ (b2 u2) = Qi Qo
k4 = f4(u1,u2) = (b1 u1)+ (b2 u2) = Qi Qo
maka dapat dilihat kalau k1 = k2 =k3 =k4. Hal ini terjadi karena matrik
sistem pada state spacenya bernilai nol semua sehingga di dalam proses
runge kutta nya proses perhitungan yang berkaitan dengan matriks sistemnya
dapat dihilangkan, dalam hal ini adalah Q nya sendiri.
-
63
Jika k1 = k2 = k3 =k4 = Qi-Qo = k maka perhitungan runge kuttanya adalah
sebagai berikut:
( )( )
( )QoQihQQhkQQ
kkkkhQQ
kkkkhQQ
+=+=
++++=
++++=
226
4322216
Maka terlihat jelas hubungan kapasitas bin berikutnya adalah nilai kapasitas
bin saat ini dijumlahkan dengan interval waktu yang dikalikan dengan selisih
antara kapasitas material yang masuk dan kapasitas material yang keluar dari
bin.
Perhitungan terhadap kapasitas bin ini dilakukan terus menerus. Dengan
mengetahui kapasitas ini, maka dapat dibatasi kapasitas bin. Hal ini
dilakukan di dalam simulasi dengan mengatur nilai Qi nya masing-masing.
Misalnya saja jika kapasitas bin yang diinginkan tidak lebih dari 200 ton/jam
dan tidak kurang dari 100 ton/jam, maka yang diatur-atur adalah input
materialnya. Jika kapasitas material di dalam bin yang terhitung untuk
berikutnya adalah 200ton/jam atau lebih, maka Qi di set off atau bernilai nol
sampai terhitung kapasitas bin untuk berikutnya 100ton/jam atau kurang,
maka Qi di set on sampai kapasitas material berikutnya di dalam bin
terhitung 200ton/jam atau lebih. Hal ini berlangsung terus menerus.
-
64
3.2 Flow Chart
Setelah dilakukan perancangan diatas maka langkah selanjutnya penulis akan
melakukan koding ke dalam program dengan menyusun sebuah flow chart
terlebih dahulu guna mempermudah melakukan koding. Adapun flowchart yang
dimaksud
START
INISIALISASI SISTEM
Input:SM, LSF, AM, Set point output,K motor, batas kapasitas min
Dan max masing-masing material pada bin,
Kadar campuran pada material,Karakteristik masing-masing
motor
Perhitungan bagian Al2O3 pada semen
Perhitungan bagian Si2O3 pada semen
Perhitungan bagian CaO pada semen
DA
-
65
Perhitungan % CaO pada semenPerhitungan % Si2O3 pada semenPerhitungan % Al2O3 pada semenPerhitungan % Fe2O3 pada semen
Perhitungan invers matriks campuran material semen
Perhitungan % Limestone pada semenPerhitungan % Shale pada semenPerhitungan % Silica pada semen
Perhitungan % Iron Ore pada semen
Perhitungan debit keluaran set point untuk masing-masing material
Perhitungan kecepatan putaran motor set point pada masing-masing motor
A
TimerActive
Input berubah?
StopSimulation?
End
D
No
Yes
-
66
Timer Active
Deklarasivariabel
Perhitungan aktual point dengan menggunakan Runge
Kutta pada masing-masing motor
Perhitungan error rate e(t) pada masing-masing motor
PID Controller
Runge Kutta kecepatan motor pada masing-masing motor
C
Perhitungan Debit material yang jatuh pada masing-masing bin
Perhitungan kapasitas pada masing-masing bin
-
67
Kapasitas >= max?
Masukan pada bin berhenti
Masukan pada bin berjalan
Kapasitas >= max?
Return
Yes
Yes
No
No
C
Gambar 3.8 Flow Chart