Layla Majnun Tesis

184

Click here to load reader

Transcript of Layla Majnun Tesis

Page 1: Layla Majnun Tesis

PERILAKU MANUSIA DAN PROSES MENTAL

DALAM NOVEL LAILA MAJNUN

TESIS

Oleh

LELA ERWANY 077009013/LNG

S

EK O L A

H

PA

SC A S A R JANA

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 2: Layla Majnun Tesis

PERILAKU MANUSIA DAN PROSES MENTAL

DALAM NOVEL LAILA MAJNUN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora dalam Program Studi Linguistik pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

LELA ERWANY 077009013/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 3: Layla Majnun Tesis

Judul Tesis : PERILAKU MANUSIA DAN PROSES MENTAL DALAM NOVEL LAILA MAJNUN Nama Mahasiswa : Lela Erwany Nomor Induk : 077009013 Program Studi : Linguistik Konsentrasi : Analisis Wacana Kesusastraan

Menyetujui

Komisi Pembimbing

(Prof. T. Silvana Sinar, M.A, Ph.D) (Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. T. Silvana Sinar, M.A, Ph.D) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)

Tanggal lulus: 10 September 2009

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 4: Layla Majnun Tesis

Telah diuji pada

Tanggal 10 September 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. T. Silvana Sinar, M.A, Ph.D

Anggota : 1. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si

2. Prof. Syaifuddin, M.A., Ph.D

3. Prof. Ahmad Samin Siregar, S.S

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 5: Layla Majnun Tesis

ABSTRAK

Novel sebagai bagian bentuk sastra merupakan jagad realita yang di dalamnya terjadi peristiwa dan perilaku yang dialami dan dibuat manusia melalui tokoh-tokoh ceritanya. Dalam novel Layla Majnun dapat dilihat kehadiran fenomena kejiwaan yang dialami oleh tokoh utama cerita. Fenomena kejiwaan yang hadir di dalam novel inilah yang dimunculkan kepermukaan dengan menggunakan teori psikologi sastra dan Linguistik Fungsional Sistemik (LFS).

Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Pendekatan ini dipandang mampu mempertahankan keaslian teks dengan menempatkan objek ke dalam bingkai psikologis dan proses mental.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa representasi perilaku manusia yang dilihat melalui tokoh Majnun, Layla, dan Syed Omri mengalami frustrasi dan penyesuaian diri. Majnun dan Layla frustrasi karena cinta mereka tidak dapat terwujud di dunia, cinta mereka terhalang karena kesombongan orang tua Layla dan adat yang mengikat. Sedangkan Syed Omri mengalami frustrasi karena gagal membahagiakan Majnun. Untuk mengatasi rasa frustrasi, mereka mengadakan penyesuaian diri atau mekanisme pertahanan.

Analisis proses mental pada novel Layla Majnun terdapat 359 klausa dengan rincian: proses mental persepsi 144 klausa atau 40,11%, proses mental afeksi 137 klausa atau 38,16%, dan proses mental kognisi 78 klausa atau 21,73%. Hasil persentase di atas menunjukkan bahwa novel Layla Majnun ini banyak menggunakan klausa aktivitas indra mata dan telinga dan klausa aktivitas hati. Ini sesuai dengan tema novel Layla Majnun yang bercerita tentang cinta. Perasaan cinta yang ada di hati diawali oleh pandangan mata dan mendengar hal-hal yang baik dari orang yang dicintai. Aktivitas otak digunakan untuk membayangkan dan mengenang sang kekasih yang akhirnya akan menambah rasa cinta yang mendalam terhadap orang yang dicintai.

Kata Kunci: Perilaku Manusia, Proses Mental, Frustrasi, dan Penyesuaian Diri.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 6: Layla Majnun Tesis

ABSTRACT

Novel as a form of literary work is like the world describing the events and behavior created and experienced by human beings through the characters in it. In the novel by Layla Majnun, the existence of psychological phenomena experienced by the main character of the study can be seen. This psychological phenomena is then highlighted through he theory of literary psychology and Systemic Functional Linguistic Theory.

This study employs the qualitative method with phenomenological approach because this method is regarded being able to maintain the originality of the text by including the objects to the psychological framework and mental process.

The result of this study shows that the representation of human behavior seen through he characters of Majnun, Layla, and Syed Omri who are frustrated, and self-adjustment. Majnun and Layla are frustrated because they can not materialize their love in this world because of the arrogancy of Layla’s parents and strictly binding culture and tradition. Syed Omri becomes frustrated because he fails to make Majnun happy. To overcome this frustration, Layla and Majnun do some self-adjusment or mechanism of defence.

The result of mental process analysis done to the novel of Layla Majnun reveals that there are 359 clauses related to mental process perception (40,11 %), 137 clauses related to mental process affection (38,16 %), and 78 clauses related to mental process cognition (21,73 %). The percentage above shows that this novel of Layla Majnun uses more clauses related to the activities of eyes, ears, and heart. This matches the theme of the novel of Layla Majnun which tells about love. The feeling of love grows in the heart is initiated through the sight and listening to the good things said by the person who we love. Brain activity is used to imajine and remember the one we love and eventually it will develop a deeper love for the one we love.

Keywords: Behavior by Human Beings, Mental Process, Frustrated and Self-Adjustment.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 7: Layla Majnun Tesis

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT,

karena atas rahmad dan hidayah-Nya, tesis ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari

bahwa dalam menempuh perkuliahan dan penyelesaian tesis ini banyak mendapat

bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah selayaknyalah penulis

mengucapkan terima kasih dan menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada

pihak-pihak berikut ini.

1. Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM & H., Sp.A(K) selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara, Medan.

2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc. selaku Direktur Sekolah Pascasarjana

USU beserta Staf Akademik dan Administrasinya, yang telah memberi peluang

dan kemudahan kepada penulis sejak perkuliahan hingga penyelesaian tesis ini.

3. Instansi yang telah memberikan bantuan beasiswa BPPs. Selama menempuh

perkuliahan, penulis mendapat bantuan beasiswa dari BPPs Universitas

Sumatera Utara. Berkat beasiswa tersebut, penulis dapat menyelesaikan masa

studi sesuai jangka waktu yang telah ditentukan.

4. Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D selaku Ketua Program Studi Magister

Linguistik, sekaligus sebagai Pembimbing Utama. Di tengah-tengah kesibukan

beliau, bersedia memberikan bimbingan dan saran yang sangat bermanfaat demi

kesempurnaan tesis ini. Dengan sikap keibuan dan pengayomannya beliau

memberikan arahan dan motivasi sehingga mendorong penulis menyelesaikan

tesis ini. Beliau juga adalah mantan Koordinator Kopertis Wilayah I yang telah

memberi izin tugas belajar kepada penulis. Untuk itu, jasa beliau tidak mungkin

penulis lupakan. Tidak lupa juga kepada Drs. Umar Mono, M.Hum selaku

Sekretaris Program Studi Linguistik yang telah memberikan kemudahan urusan

kepada penulis.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 8: Layla Majnun Tesis

5. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si selaku Komisi Pembimbing sekaligus

Pembimbing Akademik yang telah banyak meluangkan waktu dan kesabaran

kepada penulis. Beliau mengajarkan banyak hal yang berharga bagi penulis.

Dengan pengalaman dan pengetahuan beliau menambah wawasan keilmuan

penulis. Beliau juga sangat banyak memberikan bimbingan dan saran yang

bermanfaat untuk kebaikan tesis ini. Perhatian, motivasi, kesabaran, dan

ketelitian beliau dalam membimbing, memberikan semangat kepada penulis

untuk menyelesaikan tesis ini.

6. Prof. Syaifuddin, M.A., Ph.D selaku Penguji yang menjabat Dekan Fakultas

Sastra USU. Beliau sangat memotivasi penulis dari awal perkuliahan hingga

pembuatan tesis ini. Dukungan beliau terhadap tesis ini sangat besar dari

seminar hasil hingga ujian sidang tertutup.

7. Prof. Ahmad Samin Siregar, S.S selaku Penguji, sehingga tesis ini menjadi

sempurna karena ketelitian beliau.

8. Prof. Dr. Zainuddin, M.Pd selaku Koordinator Kopertis Wilayah I beserta Staf

Akademik dan Staf Administrasinya yang telah memberikan izin belajar dan

kemudahan urusan kepada penulis.

9. Tarmizi, S.H. M.Hum. selaku Rektor Universitas Amir Hamzah, rekan sejawat,

dan seluruh sivitas akademika, serta pihak Yayasan Universitas Tengku Amir

Hamzah yang telah memberikan kesempatan sekaligus dorongan dan motivasi

dalam menyelesaikan perkuliahan dan tesis ini.

10. Secara khusus, penulis sampaikan rasa terima kasih yang tiada terhingga kepada

Ayahanda H. Lobai (Alm), Ibunda Hj. Dewi, Ayahanda Abdul Tambunan

(Alm), dan Ibunda Soun Munthe, yang selalu memberikan spirit dan doa yang

tulus buat kelangsungan hidup dan studi penulis. Dari mereka penulis dapat

lebih mengerti akan makna kehidupan dan dapat melihat sisi kehidupan dalam

berbagai atmosfir baik konsep maupun kenyataan. Semoga Allah senantiasa

mencurahkan kasih dan rahmad-Nya kepada mereka.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 9: Layla Majnun Tesis

11. Kakanda OK Saidin, S.H. M.Hum yang selama ini berperan sebagai pengganti

ayah bagi penulis dan Kakanda OK Muchtar, Dahliah, Syahril (Alm), Nurhayati

dan Nuraini yang selalu mengayomi penulis. Juga kepada Bang Asli, Bang

Bonar, Kak Awan, Mara Muda, Spd., Siti, Bina, Briptu Ruslan, Sahrudin, S.T.,

M.T., dan Khairuddin, M.Si., serta pihak ipar yang tidak dapat disebutkan satu

persatu. Mereka semua adalah orang yang dengan tulus dan ikhlas telah

memberikan bantuan baik berupa materi maupun moral sehingga penulis

mengerti akan hidup dan kehidupan. Juga kepada semua ponakan yang telah

memberikan sumbangsih.

12. Lebih dari itu, penulis juga secara khusus berterima kasih kepada suami tercinta

Mara Laut Tambunan, S.H., Ananda terkasih Syafriani Tio Sari, Oesman Bahari

Abdullah Tambunan, Fadlan Syarifuddin Tambunan, Fatimah Raudatul

Fadhilah, Zainab Alia Aqila, dan Maryam Syarbanu Azzakia yang telah

memberikan motivasi yang besar dan kekuatan mental sehingga penulis dapat

menyelesaikan studi ini. Bersama mereka penulis merasakan hidup ini lebih

berarti. Mereka tiada hentinya berdoa. Untuk merekalah penulis melanjutkan

studi dan kepada mereka pulalah tesis ini penulis persembahkan.

13. Junaidi, S.Pd selaku Kepala Sekolah SMA Swasta Al-Hilal, rekan sejawat, dan

Pihak Yayasan Perguruan Al-Hilal yang telah memberi dorongan dan motivasi

untuk melanjutkan studi.

14. Teman-teman mahasiswa Program Studi Magister Linguistik, sekolah

Pascasarjana USU Angkatan 2007/2008. Khusus buat komunitas

Larukinagusroma yang terdiri dari personil Ruli, Kiki, Rina, Pak Gustaf, Kak

Rosita, dan Kak Ema yang telah banyak berpartisipasi dan ikut memberi warna

dalam kehidupan penulis.

15. Staf Administrasi Program Studi Linguistik, Sekolah Pascasarjana USU dan

semua pihak yang telah membantu dan berpartisipasi kepada penulis selama

perkuliahan dan penyelesaian tesis ini.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 10: Layla Majnun Tesis

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang mengatur dunia seorang

diri. Dia yang dalam kegelapan hatiku, menyinarkan cahaya yang tiada terlihat. Dia

yang menganugrahi manusia keteguhan hati untuk berdoa dan beribadah kepada-Nya.

Dia juga yang menganugrahi kepada diriku ilmu, kemudahan dan kemurahan,

sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.

Shalawat beriring salam, penulis sampaikan keharibaan nabi Muhammad

SAW beserta keluarganya yang syafaatnya kelak sangat diharapkan. Kepada Imam

Pemilik Zaman, penulis bertawassul agar senantiasa dalam penjagaannya.

Tesis ini berjudul “Perilaku Manusia dan Proses Mental dalam novel Layla

Manun” yang merupakan serangkaian kajian tentang psikologi sastra dan kajian

bahasa. Tesis ini membicarakan perilaku manusia yang frustrasi dan penyesuaian diri

yang dalam hal ini diwakili oleh manusia yang ada di dalam novel Layla Majnun

yaitu: Majnun, Layla, dan Syed Omri. Di dalam tesis ini juga dibahas mengenai

kajian bahasa, khususnya proses mental dengan menggunakan teori Linguistik

Fungsional Sistemik (LFS). Tesis ini juga membicarakan kaitan antara proses mental

dengan perilaku frustrasi dan penyesuaian diri.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini berlangsung bukan tanpa

hambatan. Akan tetapi, berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan tesis

ini dapat terselesaikan. Oleh sebab itu, sudah selayaknya penulis mengucapkan terima

kasih.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 11: Layla Majnun Tesis

Tulisan ini diharapkan dapat memberi informasi yang berguna bagi pembaca,

khususnya tentang frustrasi tesis ini sudah penulis usahakan keilmiahannya, namun

penulis mengharapkan kritik dan saran demi untuk penyempurnaan lebih lanjut.

Semoga tulisan ini ada manfaatnya. Wassalam.

Medan, 21 Juli 2009 Penulis,

Lela Erwany

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 12: Layla Majnun Tesis

RIWAYAT HIDUP

Nama : Lela Erwany

Tempat, Tanggal Lahir : Empat Negeri, 8 Juni 1971

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jln. Utomo, Desa Bakaran Batu, Kec. Batang Kuis

Kabupaten Deli Serdang

Pendidikan:

1. SD Inpres No. 014721 Empat Negeri, Kecamatan Lima Puluh Kabupaten

Batu Bara (Tamat Tahun 1984).

2. SMP Negeri Simpang Dolok, Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara

(Tamat Tahun 1987).

3. SMA Negeri Indra Pura, Kecamatan Air Putih Kabupaten Batu Bara (Tamat

Tahun 1990).

4. Universitas Sumatera Utara, Fakultas Sastra Program Studi Bahasa dan Sastra

Melayu (Tahun Masuk 1991, Tamat Tahun 1995).

5. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (Tahun Masuk 2007, Tamat

Tahun 2009).

Pekerjaan:

1. Dosen Luar Biasa di Universitas Amir Hamzah, Medan (1997 – 2004).

2. Guru Bantu Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA Swasta Al-Hilal, Medan

(2002-2005) dan menjadi Guru Tetap Yayasan Perguruan Al-Hilal (Sejak

Tahun 2005).

3. Dosen Kopertis Wilayah I dpk. UNHAM (Sejak Tahun 2005).

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 13: Layla Majnun Tesis

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK ………………………………………………………………… i ABSTRACT ………………………………………………………………... ii UCAPAN TERIMA KASIH ……………………………………………... iii KATA PENGANTAR …………………………………………………….. vi RIWAYAT HIDUP ……………………………………………………….. viii DAFTAR ISI …………………………………………………………….... ix DAFTAR TABEL …………………………………………………………. xi DAFTAR DIAGRAM ……………………………………………………... xii DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. xiii DAFTAR ISTILAH....................................................................................... xiv BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ……………………………………………... 1 1.2. Rumusan Masalah ………………………………………….. 13 1.3. Tujuan Penelitian …………………………………………… 13

1.3.1. Tujuan Umum ………………………………………. 13 1.3.2. Tujuan Khusus ……………………………………… 13

1.4. Manfaat Penelitian …………………………………………. 14 1.4.1. Manfaat Teoritis ……………………………………. 14 1.4.2. Manfaat Praktis…………………………………….... 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI ….. 15

2.1. Kajian Pustaka ……………………………………………… 15 2.2 . Konsep ……………………………………………………… 17

2.2.1. Perilaku …………………………………………….. 17 2.2.2. Proses Mental ………………………………………. 23 2.2.3. Novel ……………………………………………….. 24

2.3. Landasan Teori …………………………………………….. 27 2.3.1. Teori Psikologi Sastra ………………………………. 27 2.3.2. Linguistik Sistemik Fungsional (LSF) ……………… 33

BAB III METODE PENELITIAN ………………………………………… 37

3.1. Sumber Data ………………………………………………… 41 3.2. Pengumpulan Data ………………………………………….. 42 3.3. Keabsahan Data …………………………………………….. 43 3.4. Analisis Data ……………………………………………….. 43 3.5. Tahapan Penelitian …………………………………………. 44

3.5.1. Tahap Persiapan …………………………………….. 44 3.5.2. Tahap Pelaksanaan ………………………………….. 44

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 14: Layla Majnun Tesis

3.5.3. Tahap Penyelesaian …………………………………. 45

BAB IV GAMBARAN UMUM NOVEL LAILA MAJNUN………………. 46 4.1. Struktur Novel Laila Majnun……….………………………….. 46

4.1.1. Tema ………………………………………………… 46 4.1.2. Alur …………………………………………………. 47 4.1.3. Karakter …………………………………… ……….. 52 4.1.4. Bahasa……………………………………………….. 59 4.1.5. Latar…………………………………………………. 60

4.2. Hakikat Cinta Novel Laila Majnun…….…………………… 62 4.3. Nizami Ganjavi sebagai Penyusun Layla Majnun dan

Penulis Kisah-kisah Cinta....................................................... 66 BAB V REPRESENTASI PERILAKU MANUSIA DALAM NOVEL

LAILA MAJNUN……………......................................................... 72 5.1. Frustrasi…………………………………………………….. 72

5.1.1. Reaksi Agresif………………………………………. 73 5.1.2. Reaksi Menghindar………………………………….. 80 5.1.3. Reaksi Kompromi…………………………………… 84

5.2. Penyesuaian Diri……………………………………………. 95 5.2.1. Regresi………………………………………………. 96 5.2.2. Berkhayal……………………………………………. 99 5.2.3. Pengalihan…………………………………………… 102 5.2.4. Menutup Kelemahan………………………………… 104 5.2.5. Peningkatan Diri…………………………………….. 108

BAB VI ANALISIS PROSES MENTAL DALAM NOVEL LAILA

MAJNUN…..................................................................................... 112 6.1. Analisis Proses Mental……………………………………… 112

6.1.1. Mental Persepsi……………………………………... 114 6.1.2. Mental Afeksi ………………………………………. 116 6.1.3. Mental Kognisi……………………………………… 119

6.2. Persentase Analisis Proses Mental ………………………… 121 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN……………………………………. 126

7.1. SIMPULAN ………………………………………………. 126 7.2. SARAN …………………………………………………… 128

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 130

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 15: Layla Majnun Tesis

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Refresentasi Perilaku Manusia dalam Novel LM ……………….. 111

2. Persentase Analisis Proses Mental Novel LM …………………... 121

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 16: Layla Majnun Tesis

DAFTAR DIAGRAM

Nomor Judul Halaman

1. Formulasi Bandura tentang Perilaku …………………………….. 20 2. Bahasa dan Konteks Sosial oleh Martin (Saragih, 2006: 3) …….. 35

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 17: Layla Majnun Tesis

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Sinopsis........................................................................………….. 133 2. Tabel Analisis Proses Mental ..............................................…….. 146

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 18: Layla Majnun Tesis

DAFTAR ISTILAH Agresif : Reaksi menyerang atau menyakiti. Perilaku ini terjadi

karena usaha untuk mencapai tujuan telah buntu.

Ahlulbait : Garis keturunan Nabi Muhammad SAW yang sampai kepada duabelas Imam suci dalam kepercayaan mazhab Syi’ah

Ahlul-Kisa : Keturunan nabi yang terdapat dalam hadist Kisa yang mengacu kepada lima orang manusia suci yaitu, Nabi Muhammad SAW, Imam Ali as, Syaidah Fathimah as, Imam Hasan as, dan Imam Husain as.

Asy : Sup yang terbuat dari campuran tepung dan daging yang dibuat pada hari ke-9 dan 10 Muharram dan diberikan kepada peserta aza. Makanan ini adalah makanan khas masyarakat Iran.

Asyuro : Tanggal 10 Muharram.

Aza Muharram : Acara duka yang digelar untuk memperingati syahidnya Imam Husain as di Karbala pada tanggal 10 Muharram.

Baligh : Cukup umur atau dewasa.

Berkhayal : Melamun, reaksi ini terjadi ketika seseorang melakukan kompensasi atas keinginan yang tidak tercapai.

Climax : Bagian alur cerita yang menunjukkan peristiwa mencapai puncaknya.

Denoument : Bagian alur cerita yang menunjukkan pemecahan soal dari semua peristiwa atau penyelesaian.

Ego : Bagian dari jiwa yang bereaksi terhadap kenyataan eksternal yang dianggap seseorang sebagai ‘diri’.

Eros : Nafsu untuk hidup dan mempertahankan kehidupan. Perilaku yang ditujukan untuk kelangsungan dirinya sendiri dan kesenangan.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 19: Layla Majnun Tesis

Fenomena : Hal-hal yang dapat disaksikan dengan pancaindra dan dapat diterangkan serta dinilai secara ilmiah.

Fenomenologi : Aliran pemikiran kesusastraan yang muncul di Jerman pada awal abad ke-20. Pada mulanya aliran ini adalah hasil dari pemikiran falsafah yang dikemukakan oleh Edmund Husserl.

Free-floating anger

: Reaksi orang frustrasi kronis yang kemarahan atau rasa permusuhan yang diungkapkan tidak pandang bulu.

Frustrasi : Rintangan terhadap dorongan atau kebutuhan. Frustrasi juga diartikan sebagai proses tingkah laku yang terhalang.

Generating circumtanses

: Bagian alur yang menunjukkan peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak.

Id : Bagian dari jiwa yang tak disadari yang menyangkut impuls-impuls yang naluriah, keturunan.

Kompromi : Menyerah pada suasana yang tidak mengenakkan agar tujuan yang diimpikan tetap bisa terlaksana.

Libido : Keinginan atau hasrat yang harus dipuaskan.

Linguistik Fungsional Sistemik (LFS)

: Teori linguistik yang dipelopori oleh M.K.A. Halliday yang berkebangsaan Australia yang memfokuskan perhatian terhadap hubungan bahasa dan konteks.

Macan Ali : Gelar yang diberikan kepada Imam Ali as karena kekuatan, keberanian dan kesederhanaannya.

Mazhab Syafi’i : Mazhab Islam terbesar yang berpedoman kepada fikih Imam Syafi’i.

Mazhab Syi’ah : Mazhab mayoritas masyarakat Iran yang percaya kepada kepemimpinan duabelas imam.

Menutup Kelemahan

: Mengganti kelemahan dengan menunjukkan kelebihan.

Pengalihan : Perwujudan serangan yang ditujukan kepada objek sasaran yang lain.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 20: Layla Majnun Tesis

Peningkatan Diri : Tumbuhnya kesadaran akan hasrat pemenuhan dalam usaha mencapai tujuan dan cita-cita yang dikehendaki.

Perilaku : Tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan.

Proses Mental : Kegiatan atau aktivitas yang menyangkut indra, kognisi, emosi, dan persepsi yang terjadi di dalam diri manusia.

Proyeksi : Penggantian kearah luar yang merupakan kebalikan dari melawan diri sendiri.

Psikoanalisis : Sistem psikologi dan metode dalam perawatan penyimpangan mental.

Psikologi : Studi ilmiah mengenai pikiran dan perilaku.

Psikologi Sastra : Kajian sastra yang dikaitkan dengan aktivitas kejiwaan.

Rasionalisasi : Proses merekayasa alasan agar terkesan logis untuk mempertahankan harga diri.

Regrasi : Kembali ke perilaku atau ke tahap perkembangan yang sebelumnya.

Ricing Action : Bagian alur yang menunjukkan keadaan mulai memuncak.

Scapegoating : Mencari kambing hitam atau mengalihan penyerangan ke objek penyebab frustrasi karena ada rasa tidak berani mengungkapkan rasa marah secara langsung.

Situation : Bagian alur yang menunjukkan pengarang mulai melukiskan keadaan.

Sublimasi : Penggantian kepuasan karena kepuasan langsung dari keinginan tidak mungkin terlaksana.

Suicide : Reaksi orang frustrasi dengan cara menyerang diri sendiri sebagai objek pengganti kemarahan atau bunuh diri.

Thanatos : Nafsu atau gairah untuk mati.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 21: Layla Majnun Tesis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengaruh Iran yang dulu terkenal dengan nama Persia, terhadap Indonesia

kebanyakan dalam bidang kebudayaan, kesusastraan, pemikiran, dan tasawuf. Pada

kenyataannya, kebudayaan bangsa Iran cukup berpengaruh terhadap seluruh dunia.

Masyarakat Iran, setelah menerima agama Islam, banyak menemukan keahlian dalam

semua cabang ilmu keislaman, yang tidak satu pun dari bangsa lainnya yang sampai

pada derajat tersebut.

Sejak berabad-abad lampau hingga kini, Iran memiliki peranan penting dalam

percaturan dunia internasional. Kawasan ini tidak hanya menjadi tempat kelahiran

bapak revolusi Islam, yaitu Imam Khomeni, tetapi sejak dahulu telah menjadi tanah

kelahiran filsuf dunia seperti Razi, Kharazmi, Khoja Nashiruddin Thusi, Firdausi,

Rumi, Hafiz, Athar, Sa’di, Umar Khayam, Nizhami, dan Sanai (Iqbal, 2006: vii).

Dalam wacana kesusastraan, Iran telah mengukir sederet prestasi yang

prestisius. Salah satu tema sentral literatur sastra mereka adalah keadilan. Oleh karena

itu, wajar apabila banyak orang selalu jatuh hati kepada karya-karya sastra Iran. Sa’di

penyair besar Iran pernah mengatakan bahwa janganlah sekali-kali menyakiti semut

karena binatang itu memiliki nyawa sedangkan nyawa adalah sesuatu yang sangat

berharga. Bangsa Iran telah menyemarakkan dunia dengan karya-karya sastra tinggi

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 22: Layla Majnun Tesis

dalam bidang moral, ilmu-ilmu dunia dan akhirat, seni dan budaya, serta spiritualitas.

Sastra Persia sudah menjadi sastra dunia internasional (Iqbal, 2006: ix).

Hamzah Fanshuri adalah nama yang tidak bisa dilupakan dalam hal ini. Ia

adalah seorang sufi dan penyair Indonesia yang turut berjasa dalam menyebarluaskan

konsep-konsep Wahdat al-Wujud di Aceh dan tanah Melayu. Hamzah Fanshuri

sangat menguasai bahasa Persia dan Arab. Dalam karya-karya prosanya, seperti Asrar

al-Arifin, Syarab al-‘Asyikiqin, al-Muntaha, dan Ruba’iyat Hamzah, bertebaran kosa

kata Persia. Demikian pula, dalam karya karya itu, seringkali dikutip dialog burung-

burung dari kitab Mantiq ath-Thayr karya Athar.

Dengan demikian bisa menyimpulkan bahwa pengaruh budaya Iran sangat

kental dalam kebudayaan Indonesia. Setiap tahun, sebagian masyarakat Indonesia

kerap mengenal ritual ‘Aza Muharam dengan memasak sajian khusus dan membagi-

bagikannya kepada masyarakat. Makanan ini mirip dengan makanan asy yang ada

di Iran. Di Jawa, makanan ini dikenal dengan nama “bubur suro” sedangkan di Aceh

dengan nama “kanji asyura”. Masyarakat Minang, memiliki tradisi sendiri untuk

menghormati Asyura (10 Muharram), yakni perayaan tabuik atau tabut. Tabut adalah

upacara ritual keagamaan yang diadakan untuk memperingati syahidnya Imam

Husain cucu Rasulullah SAW di Karbala.

Sejarah mencatat bahwa, di samping orang-orang Arab dan orang-orang Islam

dari India, orang-orang Iran memiliki peranan yang penting dalam perkembangan

Islam di Indonesia dan negeri-negeri Timur Jauh lainnya. Ada dugaan bahwa

sebagain besar raja di Aceh bermazhab Syi’ah. Dimungkinkan pada masa awal

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 23: Layla Majnun Tesis

perkembangan Islam di sini, fikih Syi’ahlah yang berlaku. Namun, dengan

berkembangnya mazhab Syafi’i, mazhab Syi’ah mulai terkikis dan sekarang pengaruh

fikih Syi’ah di Indonesia tidak terlihat lagi (Iqbal, 2006: 27).

Pengaruh bahasa Iran juga terekam dalam karya-karya sastra Melayu.

Sebagian besar karya sastra klasik Iran diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu.

Dalam kitab Sejarah Melayu dan buku-buku lainnya, ucapan dan perumpamaan raja-

raja Persia sering kali dikutip. Hal in juga membuktikan bahwa raja-raja Persia itu

sangat dikagumi masyarakat Melayu. Kosa kata seperti bandar dan nakhoda, sejak

berabad-abad lampau sudah menjadi bahasa Melayu (Indonesia).

Sebagian besar raja Melayu menggunakan gelar-gelar Persia seperti Malik,

Syah, dan Sultan. Gelar ini juga disandang oleh raja-raja di Malaysia dan Indonesia.

Misalnya saja, di Malaka Sultan Muzhafar Syah, Sultan Manshur Syah, dan

di Pahang Sultan Muhammad Syah.

Pengaruh Iran juga terlihat pada singgasana para sultan di kesultanan Islam

Malaka. Masyarakat Malaka suka memakai topi yang bernama “dastar”, persis topi

yang sering digunakan masyarakat Iran di zaman dahulu. Gedung resmi kesultanan

Melayu disebut dengan “istana” yang diambil dari bahasa Persia dan stempel

kesultanan disebut dengan “Cap Muhur”.

Kisah-kisah tentang keberanian, keadilan, dan kesederhanaan Imam Ali as

sangat berpengaruh terhadap kesusastraan dunia Islam. Demikian pula adanya kisah-

kisah keberanian Imam Ali as dalam literatur Indonesia menunjukkan pengaruh kuat

mazhab Syi’ah terhadap pemikiran-pemikiran dan ritual-ritual masyarakat Indonesia.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 24: Layla Majnun Tesis

Kitab Sejarah Melayu mencatat bahwa pada tahun 1511 M, beredar sebuah hikayat

tentang Muhammad Hanafiah (Hikayat Muhammad Hanafiah), putra Imam Ali bin

Abi Thalib as, yang dibacakan di hadapan Kesultanan Islam Malaka, agar keberanian

mereka bertambah, sehingga para tentara Malaka itu terdorong untuk melawan tentara

Portugis dengan penuh keberanian.

Masyarakat Malaysia sangat menghormati Ahlulbait Rasulullah SAW.

Mereka menganggap Imam Ali as sebagai sumber keberanian. Dengan perantaraan

Imam Ali as, yang bergelar Asadullah (Singa Allah), mereka memohon pertolongan

kepada Allah SWT. Pada sejumlah bendera milik beberapa kesultanan lokal

di Malaysia, gambar “Singa Ali” melambangkan kebesaran dan keberanian. Ini dapat

dilihat pada bendera milik Kesultanan Islam Kelantan, Malaysia. Dalam literatur

Melayu, Buraq disebut sebagai kuda Rasulullah SAW. Di samping itu, mereka juga

meyakininya sebagai kuda Imam Husain as. Hal ini karena Buraqlah yang membawa

ruh suci Imam Husain as ke sisi Allah SWT setelah syahid di padang Karbala (Iqbal,

2006: 126).

Pada bendera Kesultanan Islam Cirebon dan dinding-dinding istana

kesultanan, yang di Jawa Barat di kenal dengan nama Kasepuhan, terpampang

gambar “Macan Ali”. Pada pendapa istana ini, di pasang dua gambar “Macan Ali”,

untuk keselamatan Kesultanan itu dari segala musibah dan ekspansi para penjajah.

Gambar ini masih terpampang hingga sekarang.

Di samping itu, sewaktu Kesultanan Demak, Jawa Tengah, bersama pasukan

Kesultanan Islam Cirebon, atas perintah Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) dan

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 25: Layla Majnun Tesis

di bawah komando Fatahillah, membebaskan Sunda Kelapa pada 22 Juni 1527 M,

yang kemudian kota itu diberi nama Jayakarta (artinya kemenangan yang besar).

Mereka membawa bendera yang terdapat simbol “Kekuatan Allah SWT dan lima

orang dari Ahlul-Kisa”. Simbol ini berupa nama Allah SWT dan kekuatan-Nya

dengan simbol Bismillah, surah al-Ikhlas, dan surah al-Fath. Juga terdapat inisial dari

nama Muhammad SAW dan Fatimah as, simbol kekuatan dan keberanian Amirul

Mukminin Ali as dengar gambar seekor singa, pedang Imam Ali as yang terkenal

dengan julukan Zulfikar (pedang yang bermata dua), dan dua ekor singa lainnya

sebagai simbol Imam Hasan as dan Imam Husain as ( Iqbal, 2006: 126-127).

Kedatangan Islam ke tanah Melayu telah membawa perkembangan baru

kepada wilayah ini. Masyarakat Melayu hidup di Indonesia, Malaysia, Brunai

Darussalam, di wilayah Patani (Thailand), Filipina, dan Srilanka. Pengaruh

kebudayaan Iran terhadap kebudayaan Melayu, pada hakikatnya adalah berada

di bawah pengaruh tradisi Islam yang datang dari negeri Arab dan Iran, yang warna

tradisi Irannya tampak lebih kuat. Pengaruh Syi’ah juga terlihat pada ritual

pembacaan doa untuk menghindar dari musibah (tolak bala), yang disebut dengan

“Jampi Mantra”, dan tradisi pembacaan doa ratib.

Sastra Islam datang bersamaan dengan kedatangan Islam ke alam Melayu.

Sastra Islam ini bertugas untuk menyokong pendakwaan dalam agama Islam. Sastra

Islam yang pertama berkembang di alam Melayu adalah sastra kitab. Kemudian

barulah sastra berbentuk legenda dan kisah nabi.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 26: Layla Majnun Tesis

Di awal sudah dijelaskan bahwa agama Islam yang berkembang di alam

Melayu pada mulanya berasal dari ulama India dan Persia. Oleh karena itu, karya

sastra yang bercorak Islam banyak yang berasal dari Persia. Jika dalam puisi dikenal,

gazhal, nazam, bayt, qit’ah, dan lain-lain. Sedangkan dalam bentuk prosa dijumpai

dalam sastra berbingkai. Salah satu jenis sastra berbingkai adalah Hikayat Seribu Satu

Malam.

Hikayat Seribu Satu Malam merupakan sastra berbingkai karena di dalam

cerita itu terdapat cerita lain. Di dalam Hikayat Seribu Satu Malam terdapat kisah

utama tentang bagaimana Ratu Syahrazad menceritakan satu kisah setiap malam

selama seribu satu malam kepada Raja Syahriar, suaminya, untuk menunda hukuman

mati dari suaminya itu (Yuwono, 2007: 89).

Cerita-cerita yang terdapat di dalam Hikayat Seribu Satu Malam yang sangat

popular dan diingat oleh masyarakat di seluruh dunia, termasuk di Melayu, adalah

Aladin, Ali Baba, Abu Nawas, Laila Majnun, dan lain-lain. Dalam kreativitas

penulisan cerita-cerita tersebut disajikan dalam berbagai bentuk, seperti cerita anak,

komik, dan humor. Akhirnya timbullah cerita dalam beberapa versi yang disesuaikan

dengan kultur budaya cerita itu tercipta. Cerita itupun sering didramakan dan

difilmkan. Dalam kesusastraan Melayu klasik, cerita Abu Nawas ini berubah versinya

menjadi cerita Pak Belalang.

Laila Majnun masuk ke alam Melayu melalui sastra berbingkai. Sikana (2007:

85), mengatakan:

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 27: Layla Majnun Tesis

“Salah satu genre sastra bawaan daripada Arab Parsi yang dikaitkan dengan hikayat ialah sejenis penceritaan yang sambung bersambung dan berantai. Genre ini terkenal dengan nama Hikayat Berbingkai, karena strukturnya berbeza dari hikayat umum. Dapat juga dinyatakan ia bersifat sebagai cerita dalam cerita yaitu ceritanya terjadi daripada satu cerita pokok dan di dalamnya terdapat berbagai-bagai cerita yang lain, dikenali sebagai cerita sisipan, cerita berakhir dengan kembali kepada cerita pokok.…cerita yang sedia dikenal oleh masyarakat ialah Hikayat Bayan Budiman, Hikayat Kalilah dan Dimnah, dan Hikayat Seribu Satu Malam”.

Di Indonesia, Laila Majnun pernah ditulis oleh Hamka dan diterbitkan oleh

Balai Pustaka tahun 1932, tebalnya 74 halaman. Kemasyhuran kisah Laila Majnun ini

juga telah memberi inspirasi kepada sutradara kondang Indonesia, alm. Sjumandjaja,

untuk membuat cerita layar lebar. Tahun 1975, dibuatlah film dengan judul Laila

Majnun dengan bintang utama Rini S Bono sebagai Laila dan Ahmad Albar sebagai

Majnun. Film ini mengantongi penghargaan untuk kategori Aktor Pembantu bagi

Farouk Afero pada Festival Film Indonesia 1976 (Purwantari, 2004).

Laila Majnun (selanjutnya disebut LM) adalah salah satu kisah yang populer

dalam dunia Islam. Selama lebih dari seribu tahun beragam versi dari kisah tragis ini

telah muncul dalam bentuk prosa, puisi, dan lagu dalam hampir semua bahasa

di negara-negara Islam Timur Dekat. Meski demikian, sajak epik Nizami-lah yang

masih menjadi dasarnya.

Nizami, seorang penyair Persia, ditugaskan untuk menulis LM oleh penguasa

Kaukasia, Shirvanshah, pada tahun 1188 Masehi. Dalam pengantar aslinya pada puisi

tersebut, Nizami menjelaskan bahwa seorang utusan dari Syirvanshah menemuinya

dan memberinya sebuah surat yang ditulis tangan oleh sang raja sendiri. Syirvanshah

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 28: Layla Majnun Tesis

memuji Nizami sebagai “penyair dengan keelokan kata-kata terhebat di dunia”, lalu

meminta Nizami untuk menulis sebuah epik romantis yang diambil dari cerita rakyat

Arab; kisah mengenai Majnun yang telah melegenda, sang penyair yang “gila cinta”,

dan Laila gadis padang pasir yang kecantikannya sangat terkenal (Nizami, 2008: 8).

Sedangkan Dar (2003: 9) penerbit dari Bairut berkomentar, LM menempati

posisi penting dalam deretan kisah cinta abadi mayarakat Arab. Kisah ini dituturkan

secara turun-temurun dari generasi ke generasi, sehingga menjadi semacam legenda

yang menjadi buah bibir para juru kisah di setiap penjuru negeri Arab, kisah Qays dan

Layla bukan sekedar cerita fiksi. Ia memiliki batas-batas faktual yang biasanya

mempermainkan imajinasi untuk kemudian diubah menjadi sekadar cerita atau mitos.

Banyak pengarang yang menyandarkan setiap kisah cinta pada kisah ini. Mereka lalu

menisbatkan banyak syair-syair cintanya kepada Qays, syair-syair yang diucapkannya

untuk Layla.

Kepopuleran kisah Layla dan Majnun ini dirasakan juga di Indonesia. Dua

penerbit di Indonesia menerbitkan cerita tersebut, yaitu Ilman Books dan Navila pada

tahun 2002. Bahkan, buku terbitan Navila menjadi buku paling laris dengan mencetak

rekor memasuki cetakan ke-18 pada bulan Mei 2004. Sementara buku terbitan Ilman

Books telah memasuki periode cetakan ke-6 pada tahun 2004 (Purwantari, 2004).

Kisah Layla dan Majnun terus diterbitkan di Indonesia. Pada tahun 2002,

penerbit Oase menerbitkan Laila Majnun dan sampai Maret 2008 sudah memasuki

cetakan ke-10. Buku terbitannya terjual lebih dari 10.000 eksemplar dan mendapat

julukan National Best Seller. Begitu juga dengan percetakan Babul Hikmah yang

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 29: Layla Majnun Tesis

menerbitkan Laila Majnun tahun 2007 dan pada bulan Juli 2008 sudah memasuki

cetakan ke-3. Buku terbitannya mendapat julukan International Best Seller.

Amin (2008: 109) menyatakan:

“Nizhami adalah sufi penyusun kisah-kisah cinta yang sangat monumental. Karyanya yang sangat terkenal adalah Laila dan Majnun yang telah diterjemahkan ke dalam hampir semua bahasa-bahasa dunia. Kisah Laila dan Majnun ini mengisahkan kisah cinta anak manusia yang tak sampai yang akhirnya sang laki-laki, yaitu Qais menjadi gila dikarenakan cintanya yang amat besar dan tergila-gila kepada Laila. Kendatipun berbentuk cerita tak urung karya-karya itu mengandung banyak pelajaran tersembunyi bagi para penempuh jalan spiritual. Tingkatan pengajarannya berkisar pada pelajaran yang diperuntukkan bagi orang-orang awam hingga yang dikhususkan bagi para pengenal sebuah tarekat sufi”.

Selanjutnya Colin (Nizami, 2008: 9) mengatakan, Nizami sungguh telah

menciptakan sesuatu yang “khusus”untuk rajanya, Shirvanshah. Keasliannya yang

menolok terletak pada caranya yang bagus sekali dalam melukiskan area kejiwaan

yang berhubungan dengan kompleksitas emosi manusia ketika dihadapkan kepada

“cinta yang tidak mengenal hukum”. Cahaya yang dibawa hati ketika sedang jatuh

cinta; gairah dari rasa kasih sayang; duka akibat perpisahan; kepedihan akibat

kesangsian dan kecemburuan; pahitnya cinta yang dikhianati; kesedihan yang

ditimbulkan oleh kehilangan. Bahasanya mungkin adalah bahasa Persia abad ke-12,

namun temanya adalah sesuatu yang menembus semua batasan ruang dan waktu.

Sehubungan dengan komentar Colin di atas mengenai area kejiwaan, karya

sastra memang erat hubungannya dengan psikologi. Sastra pada dasarnya

mengungkapkan kejadian. Namun kejadian tersebut bukanlah “fakta sesungguhnya”,

melainkan sebuah fakta mental pengarang. Pengarang mengolah fakta objektif

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 30: Layla Majnun Tesis

dengan menggunakan fakta imajinasi, sehingga tercipta mental imajinatif. Di dalam

karya sastra akan tercermin berbagai fakta imajinatif yang membutuhkan kecermatan

dalam penelitiannya.

Atar Semi (Endraswara, 2008: 7) menyatakan:

“…karya sastra merupakan produk dari suatu keadaan kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada dalam situasi setengah sadar (subconcius) setelah mendapat bentuk yang jelas dituangkan dalam bentuk tertentu secara sadar (concious) dalam bentuk ciptaan karya sastra”. Pendapat Atar Semi di atas, mengingatkan kepada kita bahwa karya sastra itu

tidak bisa terlepas dari pengarangnya. Dalam menciptakan karyanya pengarang menuangkan idenya melalui fakta imajinasi dan merealisasikannya dalam bentuk tulisan. Setelah karya sastra tercipta, maka dalam memahami karya tersebut pembaca juga mengalami proses kejiwaan.

Untuk merekam gejala psikologi tersebut diperlukan seperangkat teori ilmu

jiwa. Tidaklah mengherankan jika terlahir beraneka psikologi yang menyoroti

kepribadian. Sebagai contoh lahir Psikoanalisis yang dikembangkan oleh S. Freud

dan lahir pula pemikiran yang serupa dari Alfred Adler yang mengemukakan teori

Psikologi Individual. Teori kepribadian lain yang dikenal dengan nama Social

Learning Theory hasil pengamatan dan studi dari seorang pakar yang bernama Albert

Bandura tidak ketinggalan pula seorang psikolog kondang dari Amerika, yaitu

Abraham Maslaw yang merumuskan teorinya dengan sebutan Humanistic Theory of

Personalitiy. Kita mengenal pula tokoh besar lain dari negeri yang sama, yaitu

George Kelly, dengan rumusan teori Cognitive Theory of Personality.

Sastra dan psikologi memiliki esensi penelitian yang sama yaitu manusia, baik

dari segi watak maupun perilaku. Wilayah penelitian keduanya sering terfokus pada

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 31: Layla Majnun Tesis

masalah manusia yang berbeda. Psikologi terfokus pada manusia dalam dunia nyata,

sedangkan sastra terfokus pada manusia dalam dunia khayal.

Pemahaman manusia dalam sastra akan lengkap apabila ditunjang oleh

psikologi, begitu juga sebaliknya. Hal ini berarti bahwa teori penelitian psikologi

sastra jelas merupakan gabungan dari teori sastra dan teori psikologi. Hukum-hukum

psikologi dicocokkan dengan dalil sastra sehingga membentuk kerangka analisis.

Namun yang perlu dicermati oleh peneliti sastra adalah yang paling dominan harus

teori sastra agar penelitian tetap berada dalam koridor sastra. Psikologi hanya sebagai

alat bantu saja untuk mengungkapkan perilaku manusia dalam karya sastra.

Novel LM dipilih dalam penelitian ini karena sangat menarik untuk dikaji.

Selain karena novel ini termasuk novel terlaris nasional dan internasional,

kelebihannya juga terletak pada ceritanya yakni penderitaan batin yang dialami oleh

Majnun sebagai tokoh utama. Penderitaan batin tersebut menimbulkan perilaku yang

menyimpang dari manusia normal. Hal ini disebabkan karena frustrasi yang

berkepanjangan yang dialami oleh Majnun. Majnun sangat mencintai Layla. Cintanya

kepada Layla tidak bisa disamakan dengan cinta siapa pun di dunia ini. Ia rela hidup

menderita demi mempertahankan cinta tersebut. Begitu juga dengan Layla. Cinta

mereka tidak bertepuk sebelah tangan, namun karena kesombongan orang tua Layla,

membuat cinta mereka terhalang. Majnun tetap setia pada cintanya, begitu juga

Layla. Namun karena Layla perempuan, dia tidak bisa berbuat seperti Majnun dalam

melampiaskan rasa cintanya. Adat dalam masyarakat Arab melarang perempuan yang

sudah baligh bermain-main di luar rumah. Ia harus memasuki masa pemingitan.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 32: Layla Majnun Tesis

Layla lebih menderita dari Majnun. Akhirnya rasa cinta itu harus dibawa sampai

mati.

Penderitaan yang dialami oleh kedua tokoh utama ini akan sangat menarik

bila dikaji secara psikologi. Psikologi memberikan gambaran tentang aktivitas-

aktivitas individu, baik aktivitas secara motorik, kognitif, maupun secara emosional.

Aktivitas-aktivitas itu merupakan perilaku sebagai manifestasi hidup kejiwaan. Jika

dikaitkan dengan kejadian yang dialami oleh Layla dan Majnun, maka novel LM ini

sangatlah tepat apabila dikaji melalui pendekatan psikologi sastra, tepatnya analisis

frustrasi.

Dalam penelitian ini penulis hanya membahas tentang perilaku Layla dan

Majnun, dan Syed Omi sebagai tokoh yang mengalami frustrasi dalam cerita LM.

Perilaku tersebut juga hanya dibatasi pada perilaku frustrasi dan penyesuaian diri

mereka.

Di samping itu, penelitian ini juga membahas tentang proses mental dalam

novel LM. Proses mental dapat memperlihatkan kepada pembaca tentang keadaan

jiwa orang yang sedang jatuh cinta dan perilaku orang yang cintanya terhalang yang

dalam hal ini berkaitan dengan frustrasi dan penyesuaian diri.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 33: Layla Majnun Tesis

1.2. Rumusan Masalah

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang terarah, maka diperlukan suatu

rumusan masalah. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah representasi dari perilaku manusia dalam novel LM?

2. Bagaimanakah perolehan proses mental dalam novel LM?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini dapat dibagi menjadi dua tujuan yakin tujuan

umum dan tujuan khusus.

1.3.1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan mengkaji fenomena kejiwaan tokoh

utama melalui novel LM. Pengkajian salah satu aspek dari karya sastra (novel) belum

memadai untuk memahami novel tersebut. Oleh karena itu, pengkajian terhadap

novel LM dari perspektif kejiwaan akan menambah pemahaman yang lebih luas lagi

tentang novel tersebut. Pengkajian semacam ini dilakukan untuk lebih memperkokoh

kritik sastra dan menambah wawasan dalam kajian sastra itu sendiri.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini diuraikan sebagai berikut:

1. Mendeskripsi dan menganalisis perilaku manusia dalam Novel LM.

2. Mendeskripsi dan menganalisis proses dalam novel LM.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 34: Layla Majnun Tesis

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

1. Hasil penelitian ini dapat memperkaya khasanah penerapan teori psikologi

dalam kajian sastra.

2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan model penelitian psikologi sastra terhadap

kajian karya sastra yang lain.

3. Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber acuan bagi penelitian-penelitian

linguistik tentang fungsi eksperensial yang direalisasikan melalui analisis

proses mental.

1.4.2. Manfaat Praktis

1. Hasil penelitian ini dapat memberi informasi kepada penikmat dan pembaca

tentang fenomena kejiwaan tokoh utama dalam novel LM.

2. Hasil penelitian ini dapat memberi informasi tentang penyakit jiwa yang

disebabkan oleh frustrasi.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 35: Layla Majnun Tesis

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

2.1. Kajian Pustaka

Pengkajian terhadap novel LM sebenarnya sudah banyak dilakukan terutama

yang berbentuk artikel. Melalui internet, penulis temukan lebih dari duapuluh kajian

yang membahas tentang kekuatan cinta Majnun. Melalui Pustaka Online Media

ISNET - Hosen (1997), memperlihatkan energi cinta Majnun terhadap Laila

diibaratkan seperti cinta Majnun terhadap Allah. Dalam ech’s Blog (2004) dibahas

mengenai cinta Majnun terhadap Laila hampir sama kisahnya denga kehidupan yang

dialaminya. Harian Kompas tanggal 23 Oktober 2004, membahas tentang

perbandingan naskah LM yang diterbitkan oleh Balai Pustaka, Ilman Books, dan

Navila.

Dari pengamatan penulis, terdapat beberapa penelitian yang mirip dengan

penelitian ini. Margaretha Evi Yuliana (UNS, 2004) meneliti untuk skipsinya yang

berjudul “Konflik Tokoh-Tokoh Utama Novel Ca-Bau-Kan karya Remi Sylado:

Sebuah Pendekatan Psikologi Sastra”. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa

konflik yang dialami tokoh utama dalam novel ini memengaruhi sikap dan tingkah

laku masyarakat dalam bentuk tindakan menyimpang dari norma-norma dalam

masyarakat.

Penelitian lain dilakukan oleh Astin Nugraheni (UMS, 2006) dengan judul

skripsinya “Konflik Batin Tokoh Zaza dalam Novel Azelea Jingga Karya Naning

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 36: Layla Majnun Tesis

Pranoto: Tinjauan Psikologi Sastra”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konflik

yang dialami tokoh utama harus dihadapkan pada dua pilihan yang berat antara

kesetian terhadap suami dan kenyataan pahit yang harus dihadapi karena suaminya

selingkuh.

Penelitan lain dilakukan oleh Tarmizi Ramadhan (Tarmizi Ramadhan’s Blog,

21 Nopember 2008) dengan judul “Analisis Frustrasi Tokoh Utama Novel Nayla

Karya Djenar Maesa Ayu (Sebuah Kajian Psikologis)”. Kajian ini didasarkan pada

hasil kajian Siswantoro (2005: 62) dengan judul: A study on Frustrasion on Relfelcted

in Harry, the Major Character of “The Snows of Kilimanjaro”, a Fiction by Ernest

Hemingway: Psychological Approach. Dalam analisisnya peneliti mengungkapkan

penyebab frustrasi Nayla, wujud frustasi Nayla, dan self adjasment (penyesuaian diri)

Nayla.

Dari kajian di atas, penulis mencoba melakukan hal yang sama tentang

perilaku Laila dan Majnun dalam LM. Penulis juga akan menganalisis sebab-sebab

dan wujud frustrasi serta penyesuaian diri mereka.

Kajian tentang Linguistik Fungsional Sistemik (LFS) dalam karya sastra

sudah banyak dilakukan. Misalnya, penelitian yang dilakukan oleh Rohani Ganie

(USU, 2008) dengan judul tesisnya “Analisis Genre Narasi Hikayat Perang Sabil:

Pendekatan Linguistik Sistemik”. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa proses

yang mendominasi dalam hikayat itu adalah proses material. Hal ini disebabkan

banyaknya verba aksi dan tindakan yang digunakan dalam hikayat tersebut.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 37: Layla Majnun Tesis

Penelitian lain dilakukan oleh Hesti Fibriasari (USU, 2008) dengan judul tesis

“Representasi Makna Eksperensial dan Antarpersona dalam Pengantar Majalah

Femina dan Kartini”. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ada empat makna

eksperensial yang digunakan pada pengantar majalah tersebut, yaitu: proses material,

proses mental, proses relasional, dan proses verbal. Namun, kajian fungsi pengalaman

atau eksperensial terrhadap novel LM ini, belum pernah dilakukan.

Dari uraian tentang hasil penelitian terdahulu, maka dapat dilihat bahwa

orisinilitas penelitian dengan judul “Perilaku Manusia dan Proses Mental dalam novel

Laila Majnun” dapat dipertanggungjawabkan.

2.2. Konsep

2.2.1. Perilaku

Psikologi merupakan ilmu tentang perilaku atau aktivitas-aktivitas individu.

Karya sastra masih ada hubungannya dengan psikologi. Woodwortth dan Marquis

(Walgito, 2003: 15) memberikan gambaran bahwa psikologi itu mempelajari

aktivitas-aktivitas individu atau perilaku individu. Perilaku atau aktivitas-aktivitas

tersebut dalam pengertian yang luas, yaitu perilaku yang menampak (overt

behaviour) dan atau perilaku yang tidak menampak (inert behaviour), demikian pula

aktivitas-aktivitas tersebut di samping aktivitas motorik juga termasuk aktivitas

emosional dan kognitif.

Menurut Tim (2005: 858) di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,

“perilaku” bermakna ‘tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 38: Layla Majnun Tesis

lingkungan’. Ini menunjukkan bahwa perilaku yang ada pada individu tidak timbul

dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh individu

yang bersangkutan baik stimulus eksternal maupun stimulus internal. Namun

demikian, sebagian terbesar dari perilaku individu itu sebagai respon terhadap

stimulus eksternal.

Kaum behaviouris memandang bahwa perilaku sebagai respon terhadap

stimulus, akan sangat ditentukan oleh keadaan stimulusnya dan individu atau

organisme seakan-akan tidak mempunyai kemampuan untuk menentukan

perilakunya. Hubungan stimulus dan respon seakan-akan bersifat mekanistis.

Aliran kognitif memandang perilaku individu merupakan respon dari

stimulus, namun dalam diri individu ada kemampuan untuk menentukan perilaku

yang diambilnya. Ini berarti individu dalam keadaan aktif. Hubungan stimulus dan

respon tidak secara otomatis, tetapi individu mengambil peranan dalam menentukan

perilakunya. Woodworth dan Schlosberg membuat kaitan antara stimulus, organisme,

dan perilaku sebagai respon diformulasikan dengan formulasi: S-R-O. Ini berarti

dalam memberikan respon organisme itu ikut aktif ambil bagian. Formulasi tersebut

dapat disajikan dalam bentuk lain yaitu dengan formulasi: R = f(S,O), dengan

pengertian R = respon, f = fungsi, S = stimulus, dan O = organisme. Ini berarti bahwa

respons itu bergantung atau merupakan fungsi dari stimulus dan organisme yang

bersangkutan. Selanjutnya, apa yang ada dalam diri individu itu berperan

memberikan respons adalah apa yang telah dipelajari oleh organisme yang

bersangkutan. Oleh karena itu, formasi yang semula berbentuk R = f(S,O),

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 39: Layla Majnun Tesis

disempurnakan atau diubah menjadi R = f(S,A), dengan catatan A = anteseden

(Walgito, 2003: 15-16).

Di samping formulasi tersebut, masih terdapat formulasi-formulasi lain yang

semuanya itu memberikan gambaran tentang perilaku organisme. Lewin (Walgito,

2003: 16) memberikan formulasi mengenai perilaku itu dengan bentuk B = f(E,O),

dengan keterangan B = behaviour, f = fungsi, E = environment, dan O = organisme.

Formula tersebut memberikan pengertian bahwa perilaku (behaviour) itu merupakan

fungsi atau bergantung pada lingkungan (stimulus) dan organisme yang

bersangkutan.

Pada dasarnya formulasi yang dibuat oleh Lewin, tidak berbeda dengan

formulasi Woordworth dan Schlosberg, yaitu bahwa perilaku itu bergantung pada

lingkungan (stimulus) dan organisme yang bersangkutan. Dengan formulasi di atas

hubungan antara E dan O tidak tampak dengan jelas, yaitu bagaimana bentuk

hubungannya.

Paparan di depan menunjukkan perilaku itu muncul sebagai akibat adanya

interaksi antara stimulus dan organisme. Pengaruh perilaku belum nampak dalam

formulasi di atas. Bandura (Walgito, 2003: 17) mengemukakan suatu formulasi

mengenai perilaku, dan sekaligus dapat memberikan informasi tentang peran perilaku

itu terhadap lingkungan dan terhadap individu atau organisme yang bersangkutan.

Formulasi itu dapat digambarkan dengan diagram berikut:

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 40: Layla Majnun Tesis

B

E P

Diagram 1. Formulasi Bandura tentang Perilaku

Dengan pengertian B = behaviour, E = environment, P = person. Dalam hal ini

Bandura sendiri menggunakan pengertian person, bukan organisme.

Perilaku, lingkungan, dan individu, itu sendiri saling berinteraksi satu dengan

yang lain. Ini berarti bahwa perilaku individu dapat mempengaruhi individu itu

sendiri. Di samping itu perilaku juga berpengaruh pada lingkungan, demikian pula,

lingkungan dapat mempengaruhi individu, demikian sebaliknya.

Uraian di atas menunjukkan bahwa perilaku manusia bisa dipengaruhi oleh

lingkungan dan faktor dari diri individu itu sendiri. Melalui novel LM, penulis akan

melihat perilaku Majnun yang gila disebabkan oleh faktor lingkungan, yaitu orang tua

Laila yang menolak menyatukan mereka dalam ikatan perkawinan, dan faktor internal

yang datangnya dari diri Majnun sendiri yang tidak mau berhenti mencintai Laila.

Penolakan dari orang tua Laila membuat Majnun frustrasi. Ia meninggalkan

kehidupan dunia dengan menyendiri di hutan. Dalam menjalani kehidupan, Majnun

menghadapi berbagai konflik atau pertentangan batin, baik pertentangan terhadap

dirinya sendiri maupun reaksi terhadap lingkungan sekitarnya. Dari berbagai

fenomena yang dialami Majnun, muncul kekuatan mental dan pemahaman baru

tentang cara memaknai kehidupan. Perubahan sikap dan perilaku pun terjadi terhadap

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 41: Layla Majnun Tesis

diri Majnun karena terus dirundung berbagai konflik. Ia akhirnya menyendiri di hutan

sebagai reaksi menghindar dari situasi yang menyebabkan frustrasi. Jadi, novel LM

ini sangat menarik bila dikaji dengan pendekatan psikologis, khususnya dalam

analisis perilaku dan frustrasi.

2.2.1.1. Frustrasi

Katz B. dan Lehner G.F.J. (Sundari, 2005: 46) mengatakan bahwa frustasi

merupakan rintangan terhadap dorongan atau kebutuhan. Kebutuhan dan dorongan

manusia banyak sekali jumlahnya. Wajarlah semua itu tidak dapat dipenuhi secara

bersama-sama, bahkan ada pula kebutuhan itu tidak dapat dipenuhi secara wajar.

Frustrasi bisa juga diartikan sebagai suatu proses di mana tingkah laku

terhalang. Oleh karena kebutuhan, manusia bertindak atau berbuat atau bertingkah

laku untuk mencapai tujuan yakni melayani kebutuhan yang sesuai dengan dorongan.

Frustrasi juga merupakan suatu keadaan perasaan disertai proses rintangan (Sundari,

2005: 46).

Kebutuhan atau dorongan manusia yang sangat mendasar itu menimbulkan

seseorang bertingkah laku atau berbuat dalam bentuk apa pun untuk mencapai tujuan

sering mendapat halangan atau kekecewaan. Maka dapat dikatakan bahwa dalam

mengalami frustrasi sangat tergantung pada tanggapan masing-masing terhadap

situasi atau keadaan dan cara-cara mengekspresikan frustrasi tersebut. Misalnya

sesuatu keadaan atau situasi membuat dua orang sama-sama frustrasi, sebenarnya

mereka mempunyai dasar pengalaman yang berbeda sehingga tingkah laku mereka

selanjutnya akan berbeda. Hal ini dapat dilihat dari novel LM dan novel Romeo dan

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 42: Layla Majnun Tesis

Juliet. Tokoh utama dalam kedua novel tersebut sama-sama mengalami frustrasi

akibat cinta yang terlarang, namun mereka mengalami latar budaya yang berbeda,

sehingga tingkah laku mereka dalam menghadapi frustrasi itu juga berbeda.

Perasaan-perasaan frustrasi itu bermacam-macam kualitas dan kuantitasnya.

Jarak dan dalamnya suatu keputusasaan, kemarahan ataupun kasih sayang kadang-

kadang merupakan peristiwa yang menyenangkan serta membantu memberikan

kekuatan dan memberikan rangsang.

Menurut Sarwono (2000: 59), frustrasi adalah suatu keadaan dalam diri

individu yang disebabkan oleh tidak tercapainya kepuasan atau suatu tujuan akibat

adanya halangan atau rintangan dalam usaha mencapai kepuasan atau tujuan tersebut.

Floyd L. Ruch (Siswantoro, 2005: 101) mengelompokkan frustrasi ke dalam tiga

katagori, yaitu reaksi agresi/menyerang (aggressive reactions), reaksi menghindar

(withdrawal reactions), dan reaksi kompromi (compromise reactions).

2.2.1.2. Penyesuaian Diri

Takdir setiap diri manusia adalah bahwa dia harus menyesuaikan diri dengan

harapan orang lain. Sudah menjadi nasib manusia, bahwa dirinya harus selalu

menyesuaikan diri dengan keinginan orang lain. Penyesuaian diri itu dimulai sejak

seseorang dilahirkan, ketika pertama sekali berinteraksi dengan anggota keluarga.

Wujud penyesuaian diri itu adalah dengan cara ia menerima perlakuan anggota

keluarganya terhadap dirinya.

Di sisi lain, manusia juga dilengkapi oleh usaha peningkatan diri, karena tidak

hanya cukup merasa puas dengan menerima sesuatu yang ada pada diri dalam kondisi

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 43: Layla Majnun Tesis

statis. Di dalam masyarakat modern seseorang harus berjuang untuk sukses. Oleh

karena itu, seseorang yang telah mampu menyesuaikan diri adalah orang yang tidak

hanya mampu memenuhi aturan standar kelompok masyarakat tertentu, tetapi juga

berupaya secara kompetitif dengan yang lain untuk sebuah tempat terhormat

(Siswantoro, 2005: 115).

Selanjutnya Bonner (Siswantoro, 2005: 116-121) menjelaskan bahwa

penyesuaian diri dapat dilakukan dengan cara lain yakni reaksi diri (self defence)

yang dikelompokkan ke dalam empat kategori, yaitu penekanan (repression),

berkhayal (fantasy), menutup kelemahan (compensation), dan peningkatan diri (self

enhancement).

2.2.2. Proses Mental

Halliday (Saragih, 2006: 28) menjelaskan, Satu unit pengalaman yang

sempurna direalisasikan dalam klausa yang terdiri atas tiga unsur, yaitu proses

(process), partisipan (participant) dan sirkumstan (circumtance). Proses menunjuk

kepada kegiatan atau aktivitas yang terjadi dalam klausa yang menurut tata bahasa

tradisional dan formal disebut kata kerja atau verba. Partisipan dibatasi sebagai orang

atau benda yang terlibat dalam proses tersebut. Sirkumstan adalah lingkungan tempat

proses yang melibatkan partisipan terjadi. Inti dari satu pengalaman adalah proses.

Dikatakan demikian, karena proses menentukan jumlah dan kategori partisipan.

Proses juga menentukan sirkumstan secara tidak langsung.

Dalam perspektif LSF (Linguistik Sistemik Fungsional), proses mental

menunjukkan kegiatan atau aktivitas yang menyangkut indra, kognisi, emosi, dan

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 44: Layla Majnun Tesis

persepsi yang terjadi di dalam diri manusia, seperti melihat, mengetahui, menyenangi,

membenci, menyadari, mendengar, dan lainnya. Proses mental terjadi di dalam diri

(inside) manusia dan mengenai mental (psychological aspects) kehidupan (Saragih,

2006: 31). Secara semantik, proses mental menyangkut pelaku manusia saja atau

maujud lain yang berperilaku manusia, seperti tingkah laku hewan dalam cerita fabel.

Proses mental adalah proses mengindra, dengan kehadiran partisipan seorang

manusia atau mirip manusia yang terlibat dalam proses melihat, merasa, atau berfikir,

dan juga dapat melibatkan lebih dari satu partisipan. Dalam hal ini, proses mental

mempunyai dua partisipan, yang pertama manusia atau seperti manusia, yang

dinamakan sebagai “pengindra”. Partisipan kedua dapat berupa benda ataupun fakta

adalah partisipan yang diindra dinamakan “fenomena”.

Proses-proses mental dikategorikan ke dalam tiga jenis pengelompokan:

(1) persepsi, (2) afeksi, dan (3) kognisi (Sinar, 2008: 33). Proses mental persepsi

ditandai dengan aktivitas mata, seperti melihat, Proses mental afeksi ditandai dengan

aktivitas hati, seperti mencintai, sedangkan proses mental kognisi ditandai dengan

aktivitas otak, seperti ingat.

2.2.3. Novel

Di Indonesia, istilah novel dikenal sejak kemerdekaan, karena para sastrawan

dan intelektual berorientasi ke Inggris dan Amerika. Inggris dan Amerika mengenal

istilah novel sebagai salah satu karya fiksi. Sebelum jaman kemerdekaan bangsa

Indonesia memakai istilah roman. Sedangkan dalam kesusastraan Melayu klasik lebih

dikenal dengan istilah hikayat.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 45: Layla Majnun Tesis

Istilah roman digunakan pada waktu itu karena sastrawan Indonesia pada

umumnya berorientasi ke negeri Belanda, yang lazim menamakan bentuk novel

dengan sebutan roman. Istilah ini juga dipakai di Perancis dan Rusia, serta sebagian

negara Eropa (Semi, 1988: 32).

Sumardjo dan Saini (1991: 29) menegaskan bahwa istilah novel sama dengan

istilah roman. Kata novel berasal dari Italia yang kemudian berkembang di Inggris

dan Amerika Serikat. Sedangkan istilah roman berasal dari genre romance dari abad

pertengahan yang merupakan cerita panjang tentang kepahlawanan dan percintaan.

Berdasarkan asal usul istilah di atas memang ada sedikit perbedaan antara

roman dan novel yakni bahwa novel lebih pendek ceritanya dibandingkan dengan

roman. Novel mengungkapkan suatu konsentrasi kehidupan pada suatu saat dan

pemusatan kehidupan yang tegas, sedangkan roman dikatakan sebagai

menggambarkan kronik kehidupan yang lebih luas yang biasanya melukiskan

peristiwa dari masa kanak-kanak sampai dewasa dan meninggal dunia. Namun,

tidaklah perlu dibedakan antara novel dan roman. Saat sekarang ini, dalam pengertian

novel sudah tercakup pengertian roman.

Sebuah karya sastra seperti novel tidak akan sama betul dan mungkin tidak

akan pernah sama dengan kehidupan. Jika sebuah novel sama dengan kehidupan

tanpa olahan pengarangnya mungkin karya tersebut tidak akan dibaca orang, karena

kering tanpa bumbu. Sama halnya dengan membaca buku ilmiah. Jadi, sebuah karya

sastra atau novel tidak boleh terlalu asing dengan kehidupan manusia. Novel harus

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 46: Layla Majnun Tesis

memuat tentang kehidupan manusia yang diolah dengan fakta imajinasi

pengarangnya.

Novel sebagai bagian bentuk sastra, merupakan jagad realita yang

di dalamnya terjadi peristiwa dan perilaku yang dialami dan diperbuat manusia

(tokoh). Secara spesifik realita psikologis misalnya kehadiran fenomena kejiwaan

tertentu yang dialami oleh tokoh utama ketika merespon atau bereaksi terhadap diri

dan lingkungan. Fenomena yang hadir di dalam novel baru memiliki arti, kalau

pembaca mampu memberikan interpretasi dan ini berarti ia memiliki bekal teori

tentang psikologi yang memadai (Siswantoro, 2005: 29).

Dengan demikian, novel sebagai sebuah karya sastra dapat merekam gejala

kejiwaan yang terungkap lewat perilaku tokoh. Perilaku ini menjadi data atau fakta

empiris yang harus dimunculkan oleh peneliti atau pembaca. Peneliti harus memiliki

teori-teori psikologi yang memadai di dalam usaha memaknai perilaku tokoh. Tanpa

pengetahuan psikologi yang memadai, kegiatan analisis hanya akan berhenti sebatas

kerangka atau bingkai general semata, yakni analisis psikologi tanpa mampu

menjelaskan secara tajam gejala psikologi seperti apa yang diidap tokoh.

Orang dapat mengamati tingkah laku tokoh-tokoh dalam sebuah roman atau

drama dengan memanfaatkan pertolongan pengetahuan psikologi. Andai kata ternyata

tingkah laku tokoh-tokoh tersebut sesuai dengan apa yang diketahuinya tentang jiwa

manusia, maka dia telah berhasil menggunakan teori-teori psikologi modern untuk

menjelaskan dan menafsirkan karya sastra. Bila tokoh Hamlet menunjukkan tingkah

laku yang kemudian oleh Freud dinyatakan sebagai ciri-ciri jenis kepribadian tertentu

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 47: Layla Majnun Tesis

yang bertingkah laku tertentu di dalam lingkungan tertentu, tidaklah berarti bahwa

pujangga Shakespeare mengenal teori-teori Freud, melainkan memang berarti

Shakespeare mempunyai pengamatan yang tajam dan mendalam tentang hakikat atau

kodrat manusia (Hardjana, 1991: 6).

2.3. Landasan Teori

2.3.1. Teori Psikologi Sastra

Psikosastra atau psikologi sastra adalah kajian sastra yang dikaitkan dengan

aktivitas kejiwaan. Secara kategori, sastra berbeda dengan psikologi. Sastra

berhubungan dengan dunia fiksi, drama, puisi, dan esai yang dapat diklasifikasikan ke

dalam seni. Sedangkan psikologi merujuk kepada studi ilmiah tentang ilmu jiwa yang

menekankan perhatian pada manusia, terutama pada perilaku manusia dan proses

mental (Siswantoro, 2005: 29). Hal ini dapat dipahami karena perilaku merupakan

fenomena yang dapat diamati dan tidak abstrak. Sedangkan jiwa merupakan sisi

dalam manusia yang tidak teramati tetapi bisa dicermati melalui pancaindra.

Meski berbeda, sastra dan psikologi, keduanya memiliki titik temu atau

kesamaan. Keduanya berangkat dari manusia dan kehidupan sebagai sumber kajian.

Dalam karya sastra dapat dilihat rekaman kejiwaan yang terungkap lewat perilaku

tokoh. Perilaku ini menjadi data atau fakta empiris yang harus dimunculkan oleh

pembaca atau peneliti sastra. Perilaku manusia sangat beragam, tetapi memiliki pola

atau keterulangan jika diamati secara cermat. Pola atau keterulangan inilah yang

ditangkap sebagai fenomena dan seterusnya diklasifikasikan ke dalam kategori

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 48: Layla Majnun Tesis

tertentu. Misalnya perilaku yang berhubungan dengan fenomena frustrasi atau

kecemasan. Pemahaman fenomena kejiwaan ini dapat dilakukan lewat perilaku

seperti apa yang diucapkan dan diperbuat penanggung frustrasi. Ucapan dan

perbuatan tadi menjadi bahan observasi dan seterusnya diidentifikasi sebagai kategori

represi, agresi, proyeksi, atau kategori lain. Demikian pula perilaku seseorang yang

menanggung gejala jiwa tak normal dapat dipilah-pilah ke dalam kategori histeria,

fobia, depresi, dan lain-lain (Siswantoro, 2005: 26).

Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sabagai aktivitas

kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karsa dalam berkarya.

Begitu pula pembaca, dalam menanggapi karya tak akan lepas dari kejiwaan masing-

masing. Pengarang akan menangkap gejala jiwa kemudian diolah ke dalam teks dan

dilengkapi dengan kejiwaannya. Pengalaman sendiri dan pengalaman hidup di sekitar

pengarang, akan terproyeksi secara imajiner ke dalam teks sastra (Endraswara, 2003:

96).

Pada dasarnya, psikologi sastra akan ditopang oleh tiga pendekatan sekaligus,

yaitu:

1. Pendekatan tekstual, yang mengkaji aspek psikologi tokoh dalam karya sastra,

2. Pendekatan reseptif-pragmatik, yang mengkaji aspek psikologis pembaca

sebagai penikmat karya sastra yang terbentuk dari pengaruh karya yang

dibacanya, serta proses resepsi pembaca dalam menikmati karya sastra.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 49: Layla Majnun Tesis

3. Pendekatan ekspresif, yang mengkaji aspek psikologis sang penulis ketika

melakukan proses kreatif yang terproyeksi lewat baik penulis sebagai pribadi

maupun wakil masyarakatnya (Roekhan, 1990: 88).

Dari pendapat Roekhan di atas, dapat diketahui bahwa pendekatan psikologi

sastra adalah pendekatan yang menumpukan analisis pada aspek kejiwaan, yaitu

aspek kejiwaan tokoh yang terdapat dalam karya sastra, aspek kejiwaan pengarang,

dan aspek kejiwaan pembaca.

Hal ini sejalan juga dengan pendapat Wellek dan Austin (1989: 90) ada tiga

cara yang dapat dilakukan untuk memahami hubungan antara psikologi dengan sastra,

yaitu: a) memahami unsur-unsur kejiwaan pengarang sebagai penulis, b) memahami

unsur-unsur kejiwaan tokoh fiksional dalam karya sastra, c) memahami unsur-unsur

kejiwaan pembaca.

Kajian terhadap psikologi sastra memang agak tertinggal dibandingkan

dengan kajian sastra lainnya. kajian ini baru diminati banyak orang sekitar tahun

1980-an. Harus diakui, khususya di Indonesia, analisis psikologi sastra lebih lambat

perkembangannya dibandingkan dengan sosiologi sastra. Ada beberapa indikator

yang juga merupakan penyebabnya, di antaranya: a) psikologi sastra seolah-olah

hanya berkaitan dengan manusia sebagai individu, kurang memberikan peranan

terhadap subjek transindividual, sehingga analisis dianggap sempit, b) dikaitkan

dengan tradisi intelektual, teori-teori psikologi sangat terbatas, sehingga para sarjana

kurang memiliki pemahaman terhadap bidang psikologi sastra, c) berkaitan dengan

masalah pertama dan kedua, relevansi analisis psikologis pada gilirannya kurang

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 50: Layla Majnun Tesis

menarik minat, khususnya di kalangan mahasiswa, yang dapat dibuktikan dengan

sedikitnya skripsi dan karya tulis yang lain yang memanfaatkan pendekatan psikologi

sastra (Ratna, 2004: 341).

Psikosastra tidak bermaksud untuk memecahkan masalah psikologis praktis.

Secara definitif, tujuan psikosastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang

terkandung dalam suatu karya. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa analisis

psikosastra sama sekali terlepas dengan kebutuhan masyarakat. Sesuai dengan

hakikatnya, karya sastra memberikan pemahaman terhadap masyarakat secara tidak

langsung. Melalui pemahaman terhadap tokoh-tokohnya, misalnya, masyarakat dapat

mengalami perubahan, kontradiksi dan penyimpangan-penyimpangan lain yang

terjadi dalam masyarakat, khususnya dalam kaitannya dengan psike (Ratna, 2004:

342-343).

Kehadiran manusia dalam sastra sulit dibantah. Manusia secara psikologis

adalah mini dunia. Oleh sebab itu, mempelajari manusia dalam sastra sama halnya

mengitari dunia. Wajah dunia baik mikrokosmos maupun makrokosmos, selalu ada

dalam sastra. Maka, para peneliti psikologis akan tertarik pada wajah dunia ini.

Wajah dunia ini memang bisa dilihat dengan berbagai kacamata keilmuan sastra,

namun secara psikologis dipandang lebih menukik pada esensi manusia itu sendiri

(Endraswara, 2008: 10).

Psikologi sastra sebagai grand theory, bernaung di bawahnya beberapa teori

seperti teori psikoanalisis, teori kognitif, teori psikologi behaviouristik, teori

psikologi humanistik, teori psikologi eksistensial, dan lain-lain.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 51: Layla Majnun Tesis

Psikologi behaviouristik adalah psikologi yang menitikberatkan pandangan

pada perilaku manusia. Gagasan tokoh psikolog Skinner sampai saat ini masih

cemerlang. Gagasan dia berfokus pada kondisional manusia. Kejiwaan manusia amat

terbuka sehingga bisa terpengaruh yang lain. Itulah sebabnya tindakan (behaviour)

seorang bisa tergantung rangsang psikologisnya (Endraswara, 2008: 56).

Psikologi behavioristik berpijak pada anggapan bahwa kepribadian manusia

adalah hasil bentukan dari lingkungan tempat ia berada. Perilaku manusia disikapi

sebagai respon yang akan muncul jika ada stimulus tertentu yang berupa lingkungan.

Akibatnya, perilaku manusia dipandang selalu dalam bentuk hubungan karena

stimulus tertentu akan memunculkan perilaku yang tertentu pula pada manusia.

Disadari atau tidak, dunia penelitian psikologi sastra awal adalah teori Freud.

Meskipun tidak harus dinyatakan dia sebagai pencetus teori, namun perkembangan

berikutnya memang agak tersendat. Teori analisis psikologi Freud banyak

mengilhami para pemerhati psikologi sastra. Dia membedakan kepribadian menjadi

tiga, yaitu id, ego, dan super ego. Isi id adalah dorongan-dorongan primitif yang

harus dipuaskan, salah satunya adalah libido.

Freud adalah seorang ahli penyakit jiwa, karena itu pandangannya tentang

tingkah laku manusia condong pada masalah atau penyakit yang dihadapi individu.

Faktor-faktor yang menentukan tingkah laku individu bersumber dari id yang

dikuasai oleh nafsu atau libido. Id berisi insting-insting dasar alami yang dibawa oleh

individu sejak lahir. Adapun ego berfungsi menghubungkan keinginan atau

dorongan-dorongan id untuk berhubungan dengan sekitarnya. Baik atau buruk

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 52: Layla Majnun Tesis

tingkah laku yang dinampakkan untuk memenuhi dorongan id, dikontrol oleh super

ego (hati nurani). Super ego itu berisi norma-norma, etika yang diperoleh individu

dari masyarakat sekitar terutama orang tuanya.

Menurut Freud, perilaku individu merupakan dorongan dari energi psikis yang

disebut eros (nafsu untuk hidup dan mempertahankan kehidupan) yang bersumber

dari libido-seksual. Energi psikis lain adalah thanotos (nafsu untuk mati). Dorongan

terakhir ini banyak ditunjukkan oleh individu-individu yang frustrasi, yaitu

pernyataan hasrat-hasrat yang sangat meluap akibat rintangan dari sekitarnya (Faisal

dan Andi, TT: 206).

Selanjutnya, Freud (Faisal dan Andi, TT: 206) merumuskan perilaku sebagai

respon atau jawaban terhadap suatu stimuls atau rangsangan. Respon tersebut sifatnya

sangat subjektif bergantung pada pemenuhan dorongan-dorongan eros dan thonatos,

yang keduanya berasal dari dorongan libido.

Psikologi eksistensialisme menggunakan sebuah metode filosofis yang

disebut fenomenologi. Fenomenologi adalah kajian yang teliti dan lengkap terhadap

fenomena, dan pada dasarnya merupakan temuan filosof Edmund Husserl. Fenomena

adalah semua muatan kesadaran, hal, kualitas, hubungan, kejadian, pikiran, citra,

memori, fantasi, perasaan, tindakan, dan seterusnya yang semuanya dialami.

Fenomenologi adalah sebuah upaya yang memungkinkan pengalaman-pengalaman

itu bisa berbicara, sehingga mampu menampakkan diri dan menggambarkan gaya

yang sebisa mungkin tidak bias (Boeree, 2008: 441).

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 53: Layla Majnun Tesis

Kaum eksistensialis kadang juga dipenuhi dengan kematian. Saat menghadapi

kematianlah kehidupan ini baru bisa dipahami. Sepertinya, manusia adalah makhluk

yang sadar akan kematiannya sendiri. Menolak kematian berarti menolak kehidupan.

Sebagian besar manusia, menjalani hidup ini dengan melibatkan sebuah penolakan

atas kemanusiaan, dasein, dengan kecemasan, rasa bersalah, dan kematian. Jika orang

sudah tidak lagi hidup secara autentik berarti dia tidak lagi “menjadi” tetapi hanya

“mengada”. Karena itulah bila hidup adalah sebuah gerakan, maka hidup telah

berhenti (Boeree, 2008: 443).

Ada banyak cara untuk menjadi hidup ini tidak autentik. Ini bisa dilihat dari

sikap orang yang mengabaikan kebebasannya sendiri dan menjalani hidup

berdasarkan kompromi-kompromi dan bertuan pada harta. Orang sibuk mengurusi

putusan moral yang akan dibuat. Hidup secara autentik berarti sadar akan kebebasan

dan tugas dalam menciptakan diri sendiri, juga sadar akan adanya kecemasan, rasa

bersalah, dan kematian. Jadi dituntut untuk bisa menerima segalanya dalam sebuah

perilaku penegasan diri. Teori ini dipergunakan untuk memecahkan masalah pertama.

2.3.2. Linguistik Sistemik Fungsional (LSF)

Teori LSF ini dikembangkan oleh ahli bahasa Prof. M.A.K. Halliday, guru

besar dari Universitas Sydney, Australia. Guru beliau langsung ketika belajar

di Universitas London adalah seorang ahli bahasa J.R. Firth. Teori yang dikemukakan

oleh Firth ini adalah kombinasi dari beberapa teori linguistik Saussure (Swiss),

Hjemslev (Copenhegen), Malinowski (Inggris) dan aliran Praha yang kemudian dapat

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 54: Layla Majnun Tesis

melahirkan suatu teori yang distingtif. Halliday melanjutkan teori Firth dan sedikit

dipengaruhi Boas, Hymes, dan Bloomfield dari Amerika (Sinar, 2008: 14).

Menurut teori LSF, bahasa adalah fenomena sosial, yaitu bahasa cenderung

sebagai alat berbuat (doing) sesuatu daripada mengetahui (knowing). Bahasa

merupakan sistem jaringan yang terdiri atas pilihan-pilihan arti. Beberapa pokok

pikiran penting teori LSF dibagi menjadi lima penegasan utama, yaitu (1) bahasa

adalah sistem, (2) bahasa adalah fungsional, (3) bahasa adalah membuat makna-

makna, (4) bahasa adalah sistem semiotik sosial, (5) penggunaan bahasa adalah

kontekstual (Sinar, 2008: 19).

Dalam perspektif LSF, bahasa adalah sistem arti dan sistem lain (yakni sistem

bentuk dan ekspresi) untuk merealisasikan arti tersebut. Teori ini memiliki dua

konsep dasar yaitu (1) bahasa merupakan fenomena sosial yang terwujud sebagai

semiotik sosial, (2) bahasa merupakan teks yang konstrual (saling menentukan dan

merujuk) dengan konteks sosial (Saragih, 2006: 1).

Konsep pertama memiliki pengertian bahwa sebagai semiotik lazimnya,

bahasa terjadi dari dua unsur yaitu arti dan ekspresi. Namun, berbeda dengan

semiotik biasa, semiotik sosial bahasa memiliki unsur lain yaitu bentuk. Dengan

demikian bahasa dalam interaksi sosial terdiri atas tiga unsur yaitu: arti, bentuk, dan

ekspresi. Hubungan ketiganya dapat dikatakan sebagai arti (semantic atau discourse

semantics) direalisasikan bentuk (lexicogrammar) dan bentuk ini akan dikodekan

oleh ekspresi (phonology graphology). Dengan kata lain, dalam pandangan LSF

bahasa terdiri dari tiga strata, yakni semantik, tata bahasa, dan fonologi (dalam bahasa

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 55: Layla Majnun Tesis

lisan) dan grafologi (dalam bahasa tulisan). Sifat hubungan arti dan bentuk adalah

alamiah (natural) dengan pengertian hubungan itu dapat dirujuk kepada konteks

sosial, sementara hubungan antara arti dan ekspresi adalah arbitrer.

Semiotik pemakaian bahasa terdiri atas dua jenis, yaitu semiotik denotatif dan

semiotik konotatif. Sistem semiotik denotatif memiliki arti dan ekspresi. Dalam

pemakaian bahasa semiotik denotatif terbentuk dalam hubungan antar strata (level)

aspek bahasa yang terdiri atas arti (semantics), tata bahasa (lexicogrammar) dan

bunyi (phonology) atau tulisan (graphology).

Sistem semiotik konotatif hanya memiliki arti dan tidak memiliki bentuk.

Dalam pemakaian bahasa, semiotik konotatif terdapat dalam hubungan bahasa

dengan konteks sosial yang terdiri atas ideologi, konteks budaya (context of culture)

dan konteks situasi (register). Sistem semiotik konotatif menunjukkan bahwa

ideologi direalisasikan oleh budaya, budaya direalisasikan oleh konteks situasi,

selanjutnya, konteks situasi direalisasikan oleh bahasa. Representasi semiotik

denotatif dan konotatif bahasa dapat digambarkan dalam tataran berikut:

Ideologi

Budaya

Situasi

Semantik Tata Bahasa Fonologi

Diagram 2. Bahasa dan Konteks Sosial oleh Martin (Saragih, 2006: 3)

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 56: Layla Majnun Tesis

Konsep kedua menetapkan bahwa LSF berfokus pada kajian teks atau wacana

dalam konteks sosial. Teks dibagi sebagai unit bahasa yang fungsional dalam konteks

sosial. Bahasa yang fungsional memberi arti kepada pemakai bahasa. Dengan

demikian, teks adalah unit arti atau unit semantik bukan unit tata bahasa

(grammatical unit), seperti kata, frase, klausa, paragraf, dan naskah. Sebagai unit arti

teks direalisasikan oleh berbagai unit tata bahasa (Saragih, 2006: 3-4).

Metafungsi bahasa diartikan sebagai fungsi bahasa dalam pemakaian bahasa

oleh penutur bahasa. Metafungsi bahasa itu mencakup tiga fungsi bahasa dalam

kehidupan manusia, yaitu memaparkan atau menggambarkan pengalaman (ideational

meaning), mempertukarkan pengalaman (interpersonal meaning), dan merangkai

pengalaman manusia (textual meaning). Ketiga fungsi bahasa itu dikemukakan oleh

Halliday (Sinar, 2008: 20). Dalam setiap interaksi antarpemakai bahasa, penutur

menggunakan bahasa untuk memapar, mempertukarkan, dan merangkai atau

mengorganisasikan pengalaman.

Seorang pemakai bahasa merealisasikan pengalamannya (pengalaman bukan

linguistik) menjadi pengalaman linguistik. Pengalaman bukan linguistik dapat berupa

kenyataan dalam kehidupan manusia atau kejadian sehari-hari, seperti pohon

tumbang, angin berhembus, dan lain-lain. Pengalaman bukan linguistik ini

direalisasikan ke dalam pengalaman linguistik yang terdiri atas tiga unsur, yaitu

proses, partisipan, dan sirkumtans (sircumtance). Realisasi ini harus dilakukan

pemakai bahasa karena hanya pengalaman linguistik ini yang dapat dipertukarkan

(Saragih, 2006: 7). Teori ini dipergunakan untuk menganalisis masalah kedua.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 57: Layla Majnun Tesis

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitan ini mengunakan metode kualitatif dengan pendekatan

fenomenologi. Pengkajian ini bertujuan untuk mengungkapkan berbagai informasi

kualitatif dengan pendeskripsian yang teliti untuk menggambarkan secara cermat

sifat-sifat suatu hal (individu atau kelompok), fenomena, dan tidak terbatas pada

pengumpulan data melainkan meliputi analisis dan interpretasi.

Tugas fenomenologi adalah menerangkan fenomena sebagai dunia yang hidup

(lived world) seperti yang diserap secara indrawi. Untuk sampai pada tataran tersebut

harus ada keterlibatan antara subjek dengan objek, yaitu emphatic. Hal ini bisa terjadi

sebab tidak ada selubung antara subjek dan objek. Subjek yang berkesadaran

memainkan peran sentral di dalam menangkap objek selaku fenomena. Sedang objek

yang tampak kepada subjek adalah realita itu sendiri. Hubungan antara subjek dan

objek tanpa adanya perantara memungkinkan penangkapan fenomena sebagai realita

murni. Ini sejalan dengan aliran filsafat modern yang dibangun oleh Edmund Husserl

sebagai dasar fenomenologi (Siswantoro, 2005: 9).

Di dalam fenomenologi, kesadaran adalah intensional dan seluruh kesadaran

adalah kesadaran akan sesuatu. Ini berarti kesadaran tidak pasif, tidak sekadar sebagai

lembar kertas yang berisi registrasi atau daftar catatan objek-objek. Kesadaran

bersifat aktif yang di dalamnya terjadi proses berfikir. Jadi ketika berpikir, di dalam

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 58: Layla Majnun Tesis

kesadaran, pikiran sebetulnya tertuju pada objek tertentu. Oleh sebab itu, intensional

menurut Husserl adalah tertuju ke arah objek, ke arah realitas.

Pandangan Husserl tentang intensional dan realita adalah karena kesadaran

ditandai oleh intensionalitas, fenomena harus dimengerti sebagai apa yang

menampakkan diri. Menyatakan kesadaran “bersifat intensional” sebetulnya sama

artinya dengan menyatakan “realitas menampakkan diri”. Dua ucapan ini seakan dua

sisi mata uang logam yang sama. Intensionalitas dan fenomena adalah korelatif

(Bertens, 1983: 101).

Deskripsi di atas menunjukkan bahwa korelasi atau saling ketergantungan

antara kesadaran yang intensional dan fenomena sebagai realita yang tampak

mempertegas pengertian tentang hubungan yang tidak terpisahkan antara subjek yang

berpikir dengan objek yang dimaksud atau dituju. Selain itu, korelasi berlaku bagi

kesadaran dan realita karya sastra seperti novel, puisi, atau drama. Menangkap realita

di dalam novel sebagaimana yang tampak adalah membiarkan kesadaran tertuju

kepada fenomena itu sehingga akan tertengkap realita yang esensial yang tidak

berubah dan tidak membias (Siswantoro, 2005: 10).

Sebuah teks novel, misalnya memiliki beraneka interpretasi yang hadir

di alam pikiran pembaca sebagai produk tindak membaca. Namun interpretasi tidak

mengejawantah secara mandiri, lepas dari faktor lain, katakanlah faktor gejala atau

fenomena yang muncul di alam kesadaran pembaca. Memang tidak dapat diingkari

bahwa tindak membaca begitu sentral di dalam kegiatan sastra yang merupakan

prasyarat bagi proses interpretasi.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 59: Layla Majnun Tesis

Dalam metode fenomenologi, pembaca selaku subjek menjadi sentral sebab

penampakan realita atau fenomena yang pada ujungnya bermuara kepada pemberian

makna, interpretasi dan penilaian atas sebuah karya sastra merupakan hasil olah

tindak berfikir lewat proses membaca. Pembaca tidak hadir dengan kepala kosong

pada saat menggeluti teks. Alam kesadarannya diendapi dengan beragam teori yang

terkait dengan dunia sastra dan akan naik ke permukaan pada waktunya ketika terpicu

oleh rangsang di luar. Endapan teori di kesadaran ini dikenal dengan label

pengetahuan latar yang pada saat dibutuhkan memberi kontribusi di dalam pewarnaan

interpretasi dan penangkapan realita teks (Siswantoro, 2005: 12).

Berbanding dengan pendekataan-pendekatan lain, fenomenologis begitu yakin

bahwa pendekatan merekalah lebih cocok karena berhasil mempertahankan keaslian

sebuah karya atau teks dengan membawa kemampuan akal untuk masuk ke dalamnya

tanpa menggugat struktur-struktur asal kepengarangan seorang penulis. Melihat

kepada situasi ini, sebagai kesimpulannya, pembaca akan menerima teks sebagai

sebuah ciptaan tentang kebenaran mutlak dalam suatu kesadaran (Sikana, 2009: 345).

Pada akhirnya, pembaca berperan sentral di dalam proses penangkapan

fenomena yang kehadirannya di dalam sebuah teks tidak sebatas oleh penampakan

tunggal. Tugas analisis adalah menggugah penampakan realita atau menjelaskan

fenomena yang muncul dari sekian ragam potensi fenomena dalam perspektif

pengetahuan latar yang mengendap di alam kesadarannya.

Untuk sampai ke titik fenomena yang pasti dan tidak berubah dalam novel

LM, penulis memanfaatkan prinsip-prinsip fenomenologi Husserl. Pertama, peneliti

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 60: Layla Majnun Tesis

selaku subjek adalah pelaku yang berkesadaran dan yang menentukan penampakan

fenomena pada teks yang menjadi objek pengamatan. Dalam novel LM, fokus utama

perhatian terarah kepada pemahaman fenomena psikologis, tokoh utama menjadi

objek pengamatan untk bisa diperoleh pemahaman, pikiran, perasaan, ataupun motif

yang menjadi latar perilakunya.

Dalam proses pencerapan fenomena, peneliti sebagai subjek yang

berkesadaran telah memiliki seperangkat teori psikologi yang telah mengendap

di alam pikiran. Pengetahuan latar ini mengantar peneliti kepada pengenalan

fenomena kejiwaan secara intensional, artinya penampakan fenomena secara natural

yang ada dalam novel LM. Pada tahap ini peneliti bersikap netral, peneliti

menundukkan diri di depan objek yang diamati sambil melakukan tindak berfikir

untuk mengenal fenomena psikologis yang muncul di alam kesadaran.

Kedua, yaitu prinsip reduksi yakni tindak melakukan pemfokusan perhatian

atas objek yang diamati di dalam upaya memperoleh kepastian fenomena. Hubungan

timbal balik antara subjek dan objek yang tidak terpisahkan itu dipertajam lagi

dengan tindak reduksi. Pada tahapan ini, tindak berpikir penaliti tidak lagi bergerak

leluasa di dalam ruang kesadaran, namun mulai tertuju kepada gejala fenomena

tertentu.

Untuk sampai pada konstitusi (penampakan fenomena), seterusnya peneliti

melakukan pembingkaian. Tindak pembingkaian merujuk kepada aktivitas

pemfokusan pemahaman dengan jalan menempatkan objek ke dalam bingkai

psikologis. Ini berarti fenomena lain yang tidak relevan dan inheren dipinggirkan

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 61: Layla Majnun Tesis

keluar dari bingkai sehingga menjauh dari kesadaran. Yang tinggal adalah fenomena

tunggal yaitu fenomena psikologis.

Ketiga, penangkapan realita psikologis pada tahap ini belum cukup, sebab

masih terlalu umum. Lewat proses konstitusi, yakni penampakan fenomena di dalam

kesadaran, terjadi proses koherensi, yakni titik temu antara pengetahuan latar yang

terendap di kesadaran dengan realita di dalam objek yang dicermati. Dengan kata

lain, lewat konstitusi, peneliti berusaha mempertemukan realita psikologis yang

muncul di dalam teks dengan timbunan teori di alam kesadaran. Jadi, pada tahap ini,

peneliti telah mampu menangkap fenomena yang alamiah, objektif, dan tidak

membias.

3.1. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data

primer adalah novel LM dengan karakteristik sebagai berikut:

Judul buku : Laila Majnun

Penyusun : Nizami Ganzavi

Penyadur : Sholeh Gisymar

Penerbit : Babul Hikmah

Tahun Terbit : 2008

Cetakan : Ketiga

Ukuran buku : 21 X 14 cm

Tebal buku : xvi + 180 halaman

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 62: Layla Majnun Tesis

Warna Kulit : Merah Jambu

Desain Kulit : Ornamen bunga dengan tulisan tinta perak

Sedangkan data sekunder berupa data pendukung, diperoleh dari buku-buku,

internet, dokumen, dan catatan lain. Juga dari diskusi-diskusi, seminar-seminar dan

jurnal ilmiah.

3.2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian ini menggunakan teknik studi dokumentasi atau

kajian pustaka. Teknik ini digunakan karena sumber data yang bersifat tertulis lebih

dominan. Teknik ini diterapkan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Dengan bekal pengetahuan, wawasan, kemampuan, dan kepekaan yang

dimiliki, peneliti membaca sekritis-kritisnya, secermat-cermatnya, dan seteliti-

telitinya seluruh sumber data yang ada atau terkumpulkan.

2. Setelah melaksanakan dan menyelesaikan langkah (1) tersebut, peneliti

melakukan penyimakan secara cermat, terarah, dan teliti terhadap data dan

membuat tanda bagian-bagian yang diangkat menjadi data dan dianalisis lebih

lanjut.

3. Hasil penyimakan terhadap sumber data tersebut kemudian dicatat untuk

digunakan dalam penyusunan laporan penelitian.

Dengan ketiga langkah tersebut dapat diperoleh data penghayatan dan

pemahaman arti atau makna tentang perilaku dan proses mental terhadap novel LM

secara mendalam dan mencukupi.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 63: Layla Majnun Tesis

3.3. Keabsahan Data

Keabsahan data diperiksa dengan lima cara sebagai berikut:

1. Keabsahan data diperiksa dengan cara membaca dan menelaah semua sumber

data penelitian sehingga diperoleh penghayatan dan pemahaman yang

memadai.

2. Keabsahan data diperiksa dengan cara membaca dan memilah berbagai

sumber data tentang psikologi, perilaku, dan proses mental. Pemilahan

dilakukan secara berulang-ulang sesuai dengan kebutuhan.

3. Keabsahan data diperiksa dengan cara mengamati secara cermat dan

berkesinambungan, sungguh-sungguh, tekun, teliti, dan terperinci berbagai

fenomena yang berhubungan dengan masalah dan data penelitian.

4. Keabsahan data diperiksa dengan cara mengecek kepada teman sejawat. Hal

ini dilakukan dengan berdiskusi dan bertukar pikiran tentang berbagai

permasalahan penelitian.

5. Keabsahan data diperiksa dengan cara triangulasi sumber dan metode.

3.4. Analisis Data

Analisis data dilakukan terus menerus dari awal hingga akhir penelitian

dengan memperhatikan prinsip-prinsip berikut:

1. Dalam analisis data, peneliti bergantung pada data penelitian. Dalam hal ini

pereduksian, penyajian, dan penyimpulan data merupakan hasil pembacaan

dan pemahaman peneliti atas sumber data.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 64: Layla Majnun Tesis

2. Analisis data tidak dikerjakan per sumber data, tetapi perbutir masalah yang

telah dirumuskan.

3.5. Tahapan Penelitian

3.5.1. Tahap Persiapan

Dalam tahap ini ada empat kegiatan yang dikerjakan oleh peneliti, yaitu:

1. Pembuatan draf proposal penelitian. Dalam draf ini dikemukakan pokok-

pokok pikiran tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah

penelitian.

2. Pengajuan draf proposal kepada dosen pengasuh mata kuliah Kapita Selekta

Penulisan Tesis. Draf proposal lalu diseminarkan kepada teman-teman dan

diberi komentar. Dari kegiatan ini peneliti banyak memperoleh masukan.

3. Pengkonsultasian draf proposal kepada pembimbing untuk memperoleh

masukan yang cukup berarti dalam memperbaiki dan menyempurnakan draf

proposal.

4. Seminar proposal penelitian. Masukan-masukan dari seminar ini

dipergunakan untuk memperbaiki dan menyempurnakan proposal.

3.5.2. Tahap Pelaksanaan

Setelah tahap persiapan selesai, selanjutnya dikerjakan tahap pelaksanaan.

Ada tiga kegiatan yang dikerjakan dalam tahap ini, yaitu:

1. Mengumpulkan data dari berbagai sumber data. Kegiatan ini dikerjakan sesuai

dengan teknik pengumpulan data.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 65: Layla Majnun Tesis

2. Analisis data penelitian. Kegiatan ini dikerjakan sesuai dengan analisis data.

3. Konsultasi kepada para pembimbing tentang hasil pengumpulan data dan

analisis data untuk memperoleh berbagai masukan. Masukan ini dipakai untuk

memperkaya dan memperlengkap data penelitian pada satu pihak dan pihak

lain untuk memperbaiki dan menyempurnakan hasil analisis data.

3.5.3. Tahap Penyelesaian

Setelah tahap pelaksanaan penelitian selesai dikerjakan, berikutnya adalah

tahap penyelesaian. Tahap ini meliputi tiga macam kegiatan, yaitu:

1. Penulisan laporan penelitian secara utuh. Penulisan Bab I, II, dan III

memanfaatkan berbagai masukan dari pembimbing dan hadirin para undangan

seminar proposal. Penulisan Bab IV dan seterusnya memanfaatkan masukan

dari pembimbing.

2. Perbaikan dan penyempurnaan laporan penelitian. Perbaikan dan

penyempurnaan ini dikerjakan dengan memanfaatkan masukan dari para

penguji dalam seminar hasil dan ujian meja hijau.

3. Penggandaan laporan penelitian.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 66: Layla Majnun Tesis

BAB IV

GAMBARAN UMUM NOVEL LAILA MAJNUN

4.1. Struktur Novel Laila Majnun

Struktur novel merupakan unsur intrinsik yang membangun novel tersebut.

Pengkajian tentang struktur novel dinamakan kajian struktural atau kajian formalistik

dengan menggunakan pendekatan struktural atau pendekatan formalistik.

Berhubungan dengan pendekatan struktural, Sikana (2009: 5) mengatakan:

Pendekatan struktural mempunyai beberapa konsep yang tersendiri. Pertama, para pengamal pendekatan ini meletakkan karya sastra sebagai sebuah dunia yang mempunyai rangka dan bentuknya yang tersendiri. Ibarat sebuah rumah yang mempunyai tiang, atap, dinding, lantai, dan sebagainya, begitulah juga karya sastera mempunyai aspek, bagian atau komponen yang membina dirinya.

Komponen-komponen karya sastera ialah tema, plot, perwatakan, bahasa, latar dan sudut pandangan. Komponen ini biasanya terdapat pada bentuk fiksyen atau cereka seperti novel, cerpen, dan drama. Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menemukan srtuktur novel LM yang

dapat membantu pemahaman untuk kajian selanjutnya. Struktur novel LM ini

meliputi tema, alur atau plot, karakter atau perwatakan, bahasa, dan latar.

4.1.1. Tema

Tema adalah gagasan, ide atau pikiran yang mendasari suatu karya sastra.

Tema sebuah karya sastra bisa tentang kehidupan, alam sekitar, dan segala hal yang

terjadi dan dialami. Pengarang selalu peka pada perubahan yang berlaku di sekitarnya

yang membuat ia menanggapi dengan pikiran yang selanjutnya dituangkan dalam

sebuah karya sastra.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 67: Layla Majnun Tesis

Berbicara tentang tema, jelas terlihat perbedaan antara tema tradisional

dengan tema karya sastra modern. Dalam cerita-cerita klasik, yaitu cerita-cerita

tradisional, terdapat tema-tema: a. kebaikan mengalahkan kejahatan, b. dalam

kesusahan orang ingat akan Tuhan, c. orang sabar pasti selamat, dan lain-lain. Para

pengarang modern justru sering menentang tema-tema tradisional tersebut. Mereka

tidak setuju dengan dasar-dasar tradisional itu, sebab sekarang dapat disaksikan

dengan kepala sendiri bahwa banyak sekali kejahatan yang mengalahkan kebaikan,

para koruptor kaya-raya dan serba mewah, sedangkan orang jujur terkapar dan

menderita (Tarigan, 1991: 125).

Jika dilihat, novel LM ini tergolong ke dalam cerita tradisional, oleh sebab itu,

temanya pun bersifat tradisional juga. Adapun yang menjadi tema dalm novel LM ini

adalah cinta yang terhalang atau kasih tak sampai. Berkaitan dengan tema ini, cinta

memang tak habis-habisnya untuk dibicarakan, mulai dari manusia diciptakan hingga

sampai detik ini. Lagi pula, cinta adalah tema karya sastra yang bersifat universal

yang berlaku di sepanjang jaman dan di setiap tempat.

4.1.2. Alur

S. Tasrif (Lubis, 1981: 17) menjelaskan alur dalam setiap cerita dapat dibagi

ke dalam lima bagian, yaitu sebagai berikut:

1. Situation (pengarang mulai melukiskan suatu kejadian).

2. Generating circumtanses (peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak).

3. Ricing action (keadaan mulai memuncak).

4. Climax (peristiwa-peristiwa mencapai puncaknya).

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 68: Layla Majnun Tesis

5. Denoument (pengarang memberikan pemecahan soal dari semua peristiwa).

Berdasarkan pendapat S. Tasrif di atas, maka alur cerita novel LM dapat

diungkapkan sebagai berikut:

1. Situation

Pada tahap ini pengarang mulai melukiskan keadaan keluarga Qays. Syed

Omri adalah ayah Qays yang sangat menantikan kelahiran Qays. Di usia senjanya

barulah dia mendapatkan Qays. Tentu saja kelahiran Qays banyak membawa

perubahan dalam hidupnya. Ia sangat gembira dan menjadi seorang yang lebih

dermawan. Pada bagian ini juga dikisahkan tentang pertemuan Qays dengan Layla

di sekolahnya, gadis yang membuatnya tergila-gila. Ini dapat dilihat pada petikan

novel berikut:

Qays sendiri sejak pertamakali melihat pancaran cahaya keindahan itu, jiwanya langsung bergetar. Ia seperti merasakan bumi berguncang dengan hebat, hingga merobohkan sendi-sendi keinginannya untuk menuntut ilmu. Qays belum pernah melihat keindahan yang menakjubkan di bumi seperti keindahan paras Layla. Dan Qays benar-benar telah jatuh hati pada Layla, sang mawar jelita (hlm. 9).

2. Generating circumtanses

Generating circumtanses adalah peristiwa yang bersangkut paut mulai

bergerak. Ketika Qays dan Layla asyik memadu cinta, tanpa disadari, mereka telah

menjadi pembicaraan banyak orang. Akhirnya, kabar itu sampai kepada ayah Layla.

Mendengar anak gadisnya menjadi buah bibir orang banyak, akhirnya untuk

menghindari aib keluarga maka Layla dipingit.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 69: Layla Majnun Tesis

Ayah Layla pindah ke lembah Nejd. Layla yang sudah jauh dari Qays merasa

tersiksa. Hasrat hatinya ingin bertemu dengan Qays. Rasa cintanya kepada Qays

semakin mendalam. Sejak perpisahan itu jiwa Qays juga terguncang. Dia merasa

bersalah karena dirinya Layla dipingit. Jiwanya sangat merindukan Layla, akhirnya ia

mengembara mencari Layla sambil melantunkan syair-syair cintanya. Orang yang

melihatnya ada yang sedih dan ada pula yang menganggapnya gila. Hal ini dapat

dilihat pada kutipan novel berikut ini:

Namun Qays tidak mempedulikan penilaian orang atas dirinya, ia terus berjalan, bersyair dan berbicara, memuji kecantikan Layla. Qays juga tidak peduli pada anak-anak kecil sering mengikuti langkah dan menirukan tingkah lakunya. Lama-kelamaan mereka lupa akan nama Qays, mereka hanya mengenal lelaki itu sebagai Majnun, si gila (hlm. 29).

3. Ricing action

Ricing action adalah keadaan mulai memuncak. Qays semakin hari semakin

menderita. Ia tidak betah lagi tinggal di rumahnya. Setiap hari kerjanya mengembara

mencari Layla. Ayahnya sangat kasihan melihat penderitaan Majnun. Segala tabib

dan orang pandai di datangkan untuk mengobati Majnun. Namun, penyakit majnun

tidak sembuh juga. Penyakit karena cinta memang tidak ada obatnya kecuali mereka

dipertemukan.

Salah satu cara yang dipercaya Syed Omri untuk mengobati anaknya adalah

dengan berdoa di Ka’bah. Ia membawa Majnun ke Mekah dan mereka berdoa di sana.

Majnun bukannya berdoa ingin melupakan Layla, namun ia meminta agar cintanya

kepada Layla makin ditambahkan. Syed Omri tidak bisa berbuat apa-apa.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 70: Layla Majnun Tesis

Syed Omri berusaha untuk meminangkan Layla untuk Majnun. Namun,

dengan kasar ditolak oleh ayah Layla. Ia tidak ingin menikahkan anaknya dengan

orang gila. Naufal juga berusaha untuk menyatukan Majnun dengan Layla. Untuk itu,

ia relah berperang melawan kabilah ayah Layla. Ia sudah memenangkan peperangan

itu, namun ayah Layla tidak mau memberikan Layla untuk Majnun, si gila.

Menikahkan Layla dengan Majnun sama dengan menikah dengan kehinaan dan aib.

Mendengar pengakuan orang tua malang itu Naufal menjadi terharu. Ia tidak sanggup

membunuh musuh yang tidak berdaya. Majnun sangat kecewa mendengarkan

keputusan Naufal yang dilihat dari kutipan novel berikut:

“…Aku tidak sanggup menikahkan puteriku dengan keburukan dan menerima kutukan dari negeriku! Seekor anjing lebih baik daripada manusia iblis, karena gigitan seekor anjing dapat disembuhkan, namun luka karena ulah manusia tidak ada obatnya, luka yang membusuk itu akan meninggalkan bekas selamanya”.

Mendengar perkataan lelaki tua malang itu, Naufal menjadi terharu, kebimbangan menguasai hatinya… Bagaimana mungkin ia sanggup membunuh musuh yang sudah terluka dan tak berdaya. Bagaimana mungkin ia sanggup menyakiti lelaki tua yang sudah sekarat. Pantang baginya memerangi musuh yang sudah tidak berdaya (hlm. 100).

4. Climax

Climax adalah peristiwa-peristiwa mencapai puncaknya. Kegilaan Majnun

semakin memuncak ketika ia mengetahui kabar pernikahan Layla dengan Ibnu Salam.

Dia menuduh Layla tidak setia. Padahal, walaupun Layla sudah menikah dengan Ibnu

Salam, namun ia tidak mau disentuh oleh Ibnu Salam. Dia mengatakan bahwa

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 71: Layla Majnun Tesis

pernikahan ini adalah keinginan ayahnya bukan keinginannya. Jadi, tubuh dan

cintanya hanya untuk Majnun seorang. Hal ini didukung oleh kutipan berikut:

Dengan suara menyayat, yang terdengar lebih menyedihkan dari sangkakala maut, Layla berkata, “Apakah engkau berharap bisa memilikiku? Wahai tuan sadarilah, perkawinan ini adalah keinginan ayahku, bukan keinginanku sendiri! Aku tidak ingin melakukan perbuatan yang sangat aku benci, lebih baik darahku menodai pedangmu. Aku tidak ingin mengkhianati cintaku, tidak ingin mengotori jiwaku, hingga noda hitam akan selalu melekat di keningku. Tuan, janganlah engkau berusaha mendapatkan sebuah hati yang ditakdirkan untuk mengalami penderitaan. Dalam hati ini telah terukir satu nama, dan ia tidak bisa digantikan oleh yang lain, walau emas dan permata ditaburkan untuk menyilaukan pandangan mata. Namun, jiwa yang penuh cinta tidak akan terlena oleh kemewahan dunia!” (hlm. 110).

5. Denoument

Denoument adalah pengarang memberikan pemecahan soal dari semua

peristiwa. Pemecahan masalah ini berakhir dengan kematian, yaitu kematian Ibnu

Salam, Layla, dan Majnun. Sebelumnya, pengarang melukiskan tentang kematian

Ibnu Salam yang membawa perubahan pada diri Layla. Sekarang Layla bebas

menentukan nasibnya. Dalam tradisi Arab, seorang janda yang ditinggal mati oleh

suaminya, mempunyai hak penuh untuk menentukan jalan hidupnya dan pilihan

pasangan hidupnya. Ia tidak lagi tanggung jawab orang tuanya.

Ketika Layla mengakhiri masa berkabungnya, ia bertemu dengan Majnun.

Namun, Majnun tidak sanggup melihat pesona wajah Layla. Pesona yang

memabukkan itu membuat hati Majnun bergejolak dan ia lari ke dalam hutan dan

tidak pernah kembali lagi. Melihat kejadian itu, Layla menjadi terpukul. Ia merasa

hidupnya sudah tidak berguna lagi. Akhirnya ia meninggal dunia.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 72: Layla Majnun Tesis

Kabar kematian Layla sampai ke telinga Majnun. Majnun berlari dan

bersimpuh di pusara Layla. Setiap hari ia menangis dan meratap di atas pusara itu.

Tidak ada lagi yang dapat dipertahankannya di dunia ini setelah kematian Layla.

Semakin lama suara Majnun semakin melemah, sampai akhirnya ia pun

meninggalkan dunia fana ini. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut ini:

Semakin lama suara Majnun semakin lemah. Sayap-sayap kematian telah mengajaknya terbang menemui Layla sang kekasih di alam keabadian. Gerbang kematian telah terbuka, dan mengajaknya pergi meninggalkan dunia fana. Kematian yang menjemput tidak meninggalkan bekas penderitaan. Wajah Majnun seperti terlihat sedang tertidur. Kepalanya tergeletak di atas batu nisan, sedang tubuhnya seperti memeluk tanah pekuburan yang menyimpan jasad kekasihnya (hlm. 178).

4.1.3. Karakter

Karakter merupakan hal yang paling penting dalam karya sastra karena tanpa

karakter, ia bukan suatu rangkaian cerita tetapi termasuk ke dalam bentuk paparan.

Karakter juga ikut membedakan antara karya sastra yang berbentuk cerita dengan

puisi. Dengan adanya karakter para tokoh, cerita menjadi lebih hidup dan menarik.

Tokoh utama atau sentral dari sebuah cerita, biasanya ada yang disebut

dengan tokoh antagonis dan protagonis. Antagonis mewakili tokoh jahat, sedangkan

protagonis mewakili tokoh yang baik. Di dalam fungsinya sebagai sumber nilai,

cerita rakyat selalu memenangkan tokoh protagonis yang menjadi tokoh teladan.

Ada beberapa jalan yang dapat menuntun sampai kepada sebuah karakter,

yaitu:

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 73: Layla Majnun Tesis

1. Melalui yang diperbuatnya, tindakan-tindakannya terutama sekali bagaimana

ia bersikap dalam situasi kritis. Watak seseorang memang kerapkali tercermin

dengan jelas pada sikapnya dalam situasi gawat, karena ia tidak bisa berpura-

pura, ia akan bertindak secara spontan menurut karakternya.

2. Melalui ucapan-ucapannya. Dari yang diucapkan seorang tokoh cerita, kita

dapat mengenali apakah ia orang tua, orang yang berpendidikan tinggi atau

rendah, suku, jenis kelamin, orang berbudi halus atau kasar, dan sebagainya.

3. Melalui penggambaran fisik tokoh. Penulis sering membuat deskripsi

mengenai bentuk tubuh dan wajah tokoh-tokohnya. Yaitu tentang cara

berpakaian, cara bicara, sifat, dan sebagainya.

4. Melalui pikiran-pikirannya. Melukiskan yang dipikirkan oleh seorang tokoh

adalah suatu cara paling penting untuk membentangkan perwatakannya.

Dengan cara ini pembaca apat mengetahui alasan-alasan tindakannya.

5. Melalui penerangan langsung. Dalam hal ini, penulis membentangkan panjang

lebar watak tokoh secara langsung (Sumardjo dan Saini, 1991: 65-66).

Dari uraian di atas kita dapat melihat watak atau karakter dari tokoh-tokoh

yang terdapat dalam novel LM. Banyak tokoh yang berperan dalam cerita ini, tetapi

penulis tidak menganalisis semua karakter tokoh. Dalam hal ini, penulis membatasi

hanya pada karakter tokoh utamanya yang paling banyak memegang peranannya

dalam cerita ini, yaitu Syed Omri, Qays atau Majnun, Layla, Ayah Layla, dan Ibnu

Salam.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 74: Layla Majnun Tesis

1. Syed Omri

Syed Omri adalah ayah Qays. Syed Omri adalah seorang lelaki tua yang

menjadi pemimpin kabilah bani Amir. Ia adalah seorang yang berwibawa. Namanya

sangat tersohor sampai ke negeri lain. Ia seorang yang hartawan dan dermawan. Ia

juga adalah seorang yang gagah berani. ia juga menjadi penegak keadilan bagi orang-

orang yang tertindas. Syed Omri adalah sahabat yang menyenangkan bagi kaum

saudagar, hartawan, dan pangeran. Ia juga pelindung dan tempat berkeluh kesah bagi

fakir miskin dan tempat berseminya harapan musafir kelana yang sesat arah dan

tujuan. Ini kelebihan yang dimilikinya sehingga ia menjadi tokoh protagonis yang

selalu diagung-agungkan orang. Ini dapat dilihat melalui penerangan langsung yang

dibuat oleh penulisnya, seperti pada kutipan berikut:

Walau sudah tua, namun kekuasaan Syed Omri begitu disegani laksana kekuasaan seorang raja, kata-katanya menjadi sabda dan perintahnya adalah titah yang tak seorang pun berani melawan. Demikian besar pengaruh kewibawaan Syed Omri, hingga namanya tersohor bukan hanya di negerinya sendiri, tapi sampai ke negeri-negeri lain. Harta kekayaannya pun melimpah, bak kekayaan Nabi Sulaiman. Meski tujuh turunan menikmati hasil kekayaannya, niscaya harta itu tak akan berkurang… Syed Omri menjadi kawan yang menyenangkan bagi kaum saudagar, hartawan dan pangeran, ia juga pelindung dan tempat berkeluh kesah bagi fakir miskin, tempat berseminya harapan bagi musafir kelana yang sesat arah dan tujuan. Pintu hartanya selalu terbuka untuk orang yang membutuhkan. Ia juga menjadi penegak keadilan bagi orang-orang tertindas yang meminta pengayoman (hlm. 1-2).

Syed Omri juga adalah orang yang penuh dengan cinta kasih. Ia sangat

menyayangi anaknya. Semua usaha dilakukannya demi kesembuhan anaknya. Ia

sangat menderita melihat penderitaan anaknya.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 75: Layla Majnun Tesis

2. Qays atau Majnun

Sebelum menjadi gila, namanya adalah Qays. Qays adalah seorang pemuda

tampan dan cerdas, tubuhnya kuat dan suaranya merdu. Qays digambarkan sebagai

seorang pria yang sempurna. Banyak perempuan yang jatuh hati padanya. Namun,

cintanya hanya pada Layla seorang.

“Demi Allah, cintaku pada Layla tulus, jiwaku selalu merindu, pikiranku selalu mengenang dan lidahku tak pernah kelu menyebut namanya. Layla laksana minuman yang menyegarkan dan menghilangkan dahaga kalbuku. Cintaku pada Layla adalah cinta yang suci, tidak tercampur dengan nafsu walau sebutir debu. Meskipun orang-orang mengusir dan menyia-nyiakan diriku.” (hlm. 93). Petikan di atas menunjukkan bahwa cintanya kepada Layla adalah cinta yang

suci. Ia menempatkan cinta untuk cinta bukan cinta untuk nafsu. Karena

mempertahankan cintanya membuat ia menjadi gila. Cinta yang terhalang membuat

jalan hidupnya berubah. Perilakunya berubah menjadi liar. Dia tidak lagi

menghiraukan dirinya, badannya menjadi kurus dan tak terurus, sehingga orang

menyebutnya majnun yang artinya gila. Ini dapat dilihat dari pembicaraan ayah Layla

dengan salah satu ketua kabilah Arab berikut ini:

“…Tangan pemuda itu selalu memegang kepala, berusaha menyabuti rambutnya. Jiwa pemuda itu begitu kacau”.

“Dia mengembara setiap hari, terkadang melonjak-lonjak, menari atau bersujud mendekap bumi. Pendek kata ia berbuat hanya menuruti suara jiwanya. Pemuda itu larut dalam nyanyian cinta, yang dinyanyikan dengan nada-nada indah, menyuarakan apa yang ada dalam jiwanya. Seribu hati yang mendengar syair pemuda gila itu pasti akan terpengaruh. Dia terus-menerus berbicara …karena pemuda gila itu selalu menyebut nama Layla”. (hlm. 51).

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 76: Layla Majnun Tesis

Penyebab kegilaan Majnun dapat kita lihat melalui pembicaraannya dengan

Naufal berikut:

“Wahai, waktu terus berlalu, sedang Layla masih jauh dari sisiku. Kapan waktu akan berpihak pada kami, menyatukan dua hati yang telah lama berpisah? Wahai Layla, orang tuamu menyalahkan diriku karena aku gila. Tetapi tahukah mereka bahwa aku menjadi gila karena berpisah denganmu?”..

“Makhluk dunia telah merenggut sesuatu yang telah diberikan Surga padaku. Saat aku jatuh sakit, mereka menjauhkan Layla dari sisiku. Saat aku keinginan seperti burung tersiram air, mereka mencampakkanku seperti melempar anjing. Tidak ada sorang pun yang bersedia menolongku. Aku merangkak di padang pasir gersang hingga darah membasahi sekujur tubuh, namun tidak ada yang peduli, bahkan mereka memanggilku orang gila. Aku tidak peduli apapun anggapan orang, karena hanya satu tujuanku, yaitu berjumpa dengan Layla”. (hlm. 90-91).

Dari petikan di atas, dapat dilihat bahwa kegilaan Majnun sebenarnya

disebabkan perpisahannya dengan Layla. Tradisi menganggap aib, jika ada orang

yang membicarakan tentang anak gadisnya, sehingga Layla harus dipingit. Keluarga

Layla juga menolak pinangan Majnun. Walaupun gila, sebenarnya Majnun adalah

tokoh protagonis. Banyak orang yang menyukai syair-syair Majnun dan banyak orang

yang memuji-muji kesetiaan Majnun. Majnun adalah lambang cinta abadi.

3. Layla

Layla adalah seorang gadis yang cantik lembut dan anggun. Rambutnya ikal

mayang, bibir berkilauan bak batu rubi, matanya hitam bercahaya. Ia adalah seorang

gadis yang sempurna dan diimpikan banyak pria. Ia juga seorang yang cerdas dan

pandai bersyair. Layla adalah kekasih Qays dan istri dari Ibnu Salam. Kesempurnaan

Layla membuat Qays menjadi tergila-gila. Ini dapat dilihat dari penggambaran fisik

tokoh berikut ini:

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 77: Layla Majnun Tesis

Di antara anak-anak dari berbagai kabilah, terlihat seorang gadis cantik berusia belasan tahun. Waahnya anggun mempesona, lembut sikapnya dan penampilannya amat bersahaja. Gadis itu bersinar cerah seperti mentari pagi, tubuhnya laksana pohon cemara, dan bola matanya hitam laksana mata rusa. Rambutnya hitam, tebal bergelombang.

Gadis yang menjadi buah bibir dan penghias mimpi pemuda itu bernama Layla. Ya, bukankah Layla berarti malam, seperti warna rambutnya? Bila seorang pemuda menatap parasnya, pasti jiwa si pemuda akan gelisah dan wajah lembut itu akan tetap terkenang sampai ajal menjelang (hlm. 8).

Kesempurnaan diri Layla juga dapat kita lihat melalui pembicaraan Majnun

dengan Naufal berikut:

“Duhai sahabatku, engkau belum pernah menyaksikan gadis yang kecantikannya membuat matahari menjadi malu untuk bersinar. Segala musibah akan menyingkir jika melihat pipinya yang bulat dan berwarna kemerahan. Awan pun akan berubah menjadi hujan jika melihat cahaya matanya. Bila kakinya melangkah, laksana ranting pepohonan menggerakkan dedaunan hijau, begitu gemulai. Suaranya bagai desir angin yang menyejukkan. Bila ia tertawa, seluruh makhluk akan ikut bergembira, namun bila ia bersedih maka bumi pun akan menangis. Bila Allah menakdirkan engkau melihatnya walau sekejap, niscaya engkau akan mengingatnya sepanjang hayatmu” (hlm. 91).

Pada bait berikutnya dijekaskan juga mengenai kesempurnaan Layla. Jika

Layla mengusap mata orang buta, maka telapak tangannya yang lembut akan berubah

laksana mukjizat yang membuat si buta dapat melihat kembali. Orang yang melihat

wajahnya akan merasa tenang dan damai. Layla dapat menjadi penawar segala duka.

Sihir dari segala sihir tidak akan mampu menyentuhnya, dan mantra-mantra tidak

akan melenakannya. Wajarlah jika Majnun tergila-gila padanya.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 78: Layla Majnun Tesis

4. Ayah Layla

Watak yang bertentangan dengan tokoh utama dalam cerita ini menjadi tokoh

antagonis adalah ayah Layla. Wataknya yang keras pada pendiriannya ditambah lagi

dengan rasa sakit hati akibat nama anaknya yang selalu disebut oleh orang gila,

membuat amarah tokoh ini memuncak dan dengan tegas menolak lamaran anaknya

yang diajukan oleh ayah Qays. Hal ini dapat dilihat dari penerangan langsung yang

dibuat pengarang dan dari ucapannya berikut:

Ayah Layla adalah seorang yang keras pendirian. Kata-kata Syed Omri menyinggung harga dirinya. Lalu ia menjawab dengan meninggikan suara, “Jodoh manusia tidak tergantung pada kehendak kita, tapi pada Surga, tempat semua kekuatan, kebenaran dan kejujuran diberikan….Tawaran baik berupa persahabatan yang engkau sampaikan, sungguh enak di dengar telinga, bahkan bagi yang lain akan terdengar menyejukkan hati. Namun, sesungguhnya kata-kata itu bagai tali yang menyeret kami mendekati bara api”.

“Memang secara lahir anak tuan gagah dan tampan bagai rembulan, namun penyakit yang ia derita tidak mungkin dapat disembunyikan. Tuan tidak dapat membohongi atau menutup-nutupi kenyataan ini. Dan maaf beribu maaf, sebaiknya lupakanlah apa yang telah tuan ucapkan. Apalah guna berangan-angan, jika hanya akan menyesatkan akal dan pikiran!” (hlm. 33).

5. Ibnu Salam

Ibnu Salam adalah suami Layla. Ia seorang pemuda terhormat keturunan

bangsawan. Wajahnya tampan, tubuhnya kekar, manis tutur katanya, baik, sopan,

ramah, tidak sombong, dan memiliki kemauan yang kuat. Ia juga adalah seorang yang

penyabar dan penuh kasih sayang. Ini dapat kita lihat melalui penggambaran fisik

tokoh berikut:

…Ibnu Salam, nama pemuda itu, pemuda terhormat dari kalangan bangsawan. Manis tutur katanya, baik budi bahasanya, sopan dan tidak sombong, serta memiliki kemauan yang kuat. Ia tidak akan pernah kesepian,

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 79: Layla Majnun Tesis

karena selalu saja ada orang yang bersedia menemani. Senyum yang selalu tersungging di bibirnya, semakin menambah pesona pemuda bertubuh kekar itu (hlm. 80).

4.1.4. Bahasa

Bahasa merupakan media atau alat yang digunakan dalam karya sastra. Tanpa

bahasa karya sastra tidak akan pernah terwujud. Semi (1988: 12) mengatakan bahwa,

“Bahasa yang dimaksud di sini adalah bunyi-bunyi bahasa yang sugestif yang dipakai

sebagai pola yang sistematis untuk mengkomunikasikan segala perasaan dan pikiran”.

Dasar penggunaan bahasa dalam sastra bukan sekedar paham, tetapi yang

lebih penting ialah penggunaan pilihan kata itu mengusik dan meninggalkan kesan

kepada sensitivitas pembaca. Nilai konotasi yang lebih luas dari pengertian denotasi

amat penting. Setiap kata yang dipilih boleh diasosiasikan kepada berbagai

pengertian. Dalam sastra, bahasa memancarkan berbagai pengertian yang tidak

terbatas, dari sepatah kata dapat menjangkau imajinasi pembaca dan meninggalkan

berbagai kesan sesuai dengan daya tangkap seseorang.

Pada dasarnya, keindahan novel LM tidak terlepas dari gaya bahasa yang

digunakan penyusunnya. Seorang pencinta yang demikian rumit, berliku, dan susah

dipahami, tergambar dengan jelas melalui bahasanya. Penggambaran tokoh Majnun

sebagian besar didominasi oleh perasaan jiwa dan ungkapan syairnya yang membuat

pembaca terharu.

Gaya bahasa yang digunakan dalam novel ini, benar-benar membuat pembaca

terbuai, di mana semua dilukiskan dengan sempurna. Kekayaan dan kedermawanan

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 80: Layla Majnun Tesis

Syed Omri, kecantikan Layla, ketampanan Majnun, keperkasaan Naufal, semua

digambarkan dengan gaya bahasa yang sangat menarik.

LM juga mengedepankan bahasa yang berkerangka spiritual. Pembaca bisa

menemukan pesan moral dalam novel ini. Novel ini juga menggunakan bahasa yang

santun, sehingga tidak tertutup kemungkinan untuk semua kalangan bisa

membacanya. Untuk keindahan bahasanya, penyusun banyak menggunakan gaya

bahasa perumpamaan, seperti pemakaian kata ibarat, umpama, laksana, dan seperti

yang dapat dilihat pada kutipan berikut, “…Gadis itu bersinar cerah seperti mentari

pagi, tubuhnya laksana pohon cemara, dan bola matanya hitam laksana mata rusa…

apalagi bila menatap pipinya nan seperti rembulan menyinari gurun Arab, tentu

jantung mereka akan berhanti berdetak. Laksana Zulaikha yang terpesona melihat

ketampanan Yusuf” (hlm. 8).

4.1.5. Latar

Latar bukan hanya menunjukkan tempat dan waktu tertentu, tetapi juga hal-

hal yang hakiki dari suatu wilayah, pemikiran rakyat, gaya hidup dan lain-lain.

Hudson (Sudjiman, 1992: 44) membedakan latar menjadi dua bagian yaitu latar sosial

dan latar fisik sebagai berikut, “Latar belakang sosial mencakup penggambaran

masyarakat, kelompok-kelompok sosial, sikap, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa,

dan lain-lain yang melatari peristiwa. adapun yang dimaksud dengan latar fisik adalah

tempat di dalam wujud fisiknya, yaitu bangunan, daerah, dan sebagainya”.

Kedua macam latar yang diuraikan oleh Hudson di atas, terdapat dalam novel

LM. Latar sosial keadaan masyarakatnya dalam novel LM tergambar dari kelompok

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 81: Layla Majnun Tesis

sosial masyarakat yang bersifat kesukuan yang dipimpin oleh seorang ketua kabilah.

Kelompok kabilah ini hidup berpindah-pindah dan mata pencaharian utama mereka

adalah berdagang. Dalam satu kabilah terdiri dari beberapa golongan, ada golongan

saudagar, bangsawan, dan rakyat jelata. Gambaran masyarakatnya dapat dilihat pada

kutipan berikut, “…Syed Omri menjadi kawan yang menyenangkan bagi kaum

saudagar, hartawan, dan pangeran, ia juga pelindung dan tempat berkeluh-kesah bagi

fakir-miskin, tempat berseminya harapan bagi musafir kelana yang sesat arah dan

tujuan” (hlm. 2).

Latar sosial mengenai adat dan kebiasaan, terdapat adat pemingitan dan adat

berkabung. Seorang anak perempuan yang sudah mengalami masa pubertas, maka ia

harus dipingit di dalam rumah. Tidak boleh keluar rumah dan bercengkrama dengan

pemuda kecuali ada muhrimnya yang ikut menemani. Anak gadis tersebut menjadi

hak mutlak orang tuanya. Artinya, dia akan menikah dengan orang yang menjadi

pilihan ayahnya. Anak perempuan tersebut tidak berhak menentukan pilihan dan

menolak keinginan ayahnya. Ia akan bebas dari masa pemingitan sampai orang

tuanya menikahkannya.

Adat berkabung terjadi, jika suaminya meninggal, seorang istri harus

menjalani masa berkabung selama dua tahun. Dalam masa berkabung ini, seorang

janda yang ditinggal mati suaminya tidak boleh keluar rumah. Dia harus tetap

memakai kerudung hitam tanda berkabung dan harus menampakkan kesedihan

dengan meratap dan menangis. Sehabis masa berkabung, si janda tersebut bebas

menentukan nasibnya. Artinya, dia bebas menentukan calon suaminya yang baru,

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 82: Layla Majnun Tesis

tidak terikat kepada pilihan orang tuanya. Kedua adat ini dapat dilihat melalui tokoh

Layla dalam novel LM.

Mengenai latar fisik mencakup tentang sekolah, rumah, istana, penjara,

pusara, dan kereta yang ditarik oleh unta. Latar daerah meliputi, lembah Hijaz,

lembah Nejd, Mekkah, dan Madinah. Sedangkan latar fisik tentang alam meliputi,

lembah, taman bunga, air terjun, gunung, bukit, gua, gurun, dan hutan rimba.

4.2. Hakikat Cinta Novel Laila Majnun

Cinta merupakan istilah yang sulit untuk didefinisikan. Namun, cinta

merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang fundamental. Secara sederhana

cinta dapat diartikan sebagai rasa kasih sayang. Cinta juga dapat dikatakan sebagai

paduan rasa simpati antara dua makhluk. Rasa simpati ini tidak hanya berkembang

di antara pria dan wanita, akan tetapi bisa juga di antara pria dengan pria, atau wanita

dengan wanita. Contoh yang mudah dimengerti untuk hal ini dapat dilihat pada

hubungan cinta kasih antara seorang ayah dengan anak lelakinya dan seorang ibu

dengan anak gadisnya.

Cinta memang sangat terikat dengan kehidupan manusia. Tidak pernah

terlintas dalam pikiran orang bahwa cinta itu tidak penting. Semua orang haus akan

cinta. Banyak orang tidak henti-hentinya menonton film cinta, baik yang berakhir

dengan bahagia maupun sebaliknya. Tiada bosan-bosannya orang setiap hari

mendengarkan lagu-lagu cinta. Kendatipun demikian, hampir setiap orang tidak

pernah berpikir tentang apa dan bagaimana cinta itu.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 83: Layla Majnun Tesis

Cinta memang bersifat universal. Cinta bisa hadir di mana dan kapan saja,

berkaitan dengan apa dan siapa saja. Begitu banyak buku yang ditulis mengenai cinta.

Membaca kisah bertemakan cinta akan membuka diri dan pengalaman. Cinta nyaris

sama dengan kehidupan itu sendiri, karena ia mencakup hubungan manusia dengan

manusia, manusia dengan makhluk hidup lain, dan manusia dengan penciptanya.

Melihat novel LM sebagai kisah cinta antar dua manusia, dapat memberikan

kenikmatan dan pencerahan. Di dalamnya dapat dilihat perjuangan yang bukan saja

menembus batas harga diri, status sosial, tetapi juga pengorbanan harta dan nyawa.

Penderitaan yang ditimbulkan oleh cinta yang penuh halangan, bukan saja pencinta

dan orang yang dicinta tetapi juga orang lain yang ada di sekitar pencinta.

Dalam LM dapat dilihat bentuk cinta orang tua kepada anak. Ayah Majnun

yang sangat menyayangi anaknya dan ayah Layla yang mencintai anaknya pula.

Perjalanan Majnun mencintai Layla, perasaan Layla terhadap Majnun, syair-syair

cinta mereka, pilihan hidup mereka, secara keseluruhan menggambarkan berbagai sisi

kehidupan. Pada akhirnya kisah ini menghadirkan nilai-nilai kemanusiaan yang

menjadi nilai kehidupan itu sendiri (Nizami, 2008: 6).

Melalui novel LM ini juga dapat dilihat tentang tidak mampu dan sulitnya

mendefinisikan cinta karena cinta telah melampaui kata-kata. Logika tidak bisa

memahami cinta karena cinta berada di luar batas kata-kata. Cinta tidak bisa

dikatakan tetapi hanya bisa dirasakan dan dialami. Makanya, orang yang

menghandalkan rasio akan menganggap orang yang dimabuk cinta sebagai orang gila.

Rasio memang terlalu kerdil untuk memahami cinta yang suci.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 84: Layla Majnun Tesis

Majnun gila karena mencintai Layla dan Layla meninggal karena mencintai

Majnun. Ini pelajaran berharga. Banyak orang melihat masalah cinta ini sebagai

masalah dicintai bukan masalah mencintai, yaitu masalah kemampuan orang untuk

mencintai. Selama ini, orang selalu mempermasalahkan bagaimana supaya ia dicintai,

atau bagaimana supaya ia menarik orang lain. Dan untuk mengejar tujuan itu, orang

menempuh beberapa jalan. Yang laki-laki biasanya akan berusaha untuk menjadi

sukses, sedangkan yang wanita berusaha membuat dirinya lebih menarik, lebih

cantik, lebih merangsang, dan sebagainya. Namun, Majnun dan Layla tidak demikian.

Mereka menempatkan cinta untuk cinta, bukan cinta untuk nafsu. Pada dasarnya,

cinta itu suci dan harus dijaga kesuciannya. Inilah yang menjadi prinsip mereka.

LM adalah simbol cinta sejati, walaupun kisah ceritanya berakhir dengan

tragis. Cinta sejati tidak bakal berakhir, sekalipun sang pencinta sudah mati,

sesungguhnya cinta sejati akan terus hidup abadi. Cinta sejati tidak mengharapkan

balasan cinta. Cinta sejati menyangkut masalah mencintai bukan dicintai. Atau

dengan kata lain, cinta sejati mencintai demi kekasihnya bukan demi dirinya. Apapun

akan dikorbankan demi kekasihnya. Pengorbanan tidak dipandang sebagai bentuk

kepedihan, sebab bagi seseorang yang benar-benar mencintai, kepedihan dan obatnya

adalah satu dan sama.

LM melukiskan pandangan terhadap takdir yang menimpa Layla dan Majnun,

sangat berbeda dengan pandangan Barat tentang makna “tragedi” dan “derita”.

Penderitaan para pencinta tidak dapat dikatakan sebagai “tragis” dan diinterpretasikan

dari sudut pandang moralitas konvensional. Penderitaan pencinta dapat

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 85: Layla Majnun Tesis

menghancurkan belenggu sifat manusia dan membuat mereka bebas dari “diri” yang

terikat dengan dunia fana. Kematian adalah pintu gerbang menuju dunia sejati, ke

Rumah yang dihasrati jiwa pencari. Inilah yang diuangkapkan Nizami dalam LM

dengan menggunakan metafora-metafora yang brillian dan dinamis.

Layla menyatakan dengan jelas bahwa di dalam cinta, kedekatan yang terlalu

dekat sangatlah berbahaya bagi seorang pencinta. Majnun meniadakan nafsu dalam

dirinya; mengatasi rasa lapar, egoisme, dan kepemilikan. Ia menjadi “penguasa cinta”

dalam keagungan. Tidak setiap peristiwa jatuh cinta dapat mencapai keadaan yang

mulia ini. Cinta yang tiada abadi hanyalah permainan indra dan cepat musnah

bagaikan masa muda. Sedangkan cinta mereka adalah cinta abadi. Tidak terpenuhinya

cinta mereka di dunia adalah ciri khas dari mistisisme jamannya.

Novel LM ini juga merupakan alegori perjalanan seorang sufi untuk sampai

kepada Tuhan membawa kita pada proses mencintai. Kecintaan telah membawa

Majnun (hamba) dengan sukarela menanggalkan egonya, memandang dirinya dan

penciptanya sebagai sebuah kesatuan tak terpisahkan, hingga mencapai fase

peniadaan diri. Dengan mencintai Layla, Majnun sebenarnya sedang mencintai

Tuhan. Artinya, cinta Majnun terhadap Layla adalah metafora dari cinta Majnun

terhadap Tuhan. Kaum sufi menganggap bahwa Majnun dan Layla adalah kisah

kecintaan seorang pencinta dengan Tuhannya, Kekasihnya. Majnun adalah pencinta,

sementara Layla adalah Tuhan yang kecintaannya tersembunyi (Nizami, 2008: 255).

Jadi, Novel LM bisa diibaratkan seperti cinta manusia kepada Tuhan. Jika

manusia diibaratkan seperti Majnun berarti manusia harus bermohon agar diizinkan

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 86: Layla Majnun Tesis

mencintai Allah. Manusia tidak berharap Allah akan membalas cintanya. Hati yang

satu-satunya milik manusia sudah dimiliki oleh Allah. Berarti apa yang menjadi

kemauan Allah adalah kemauan manusia. Manusia berbuat atas kehendak Allah.

Manusia tidak mempunyai keinginan karena sudah sampai pada tahap peniadaan diri,

yang tinggal hanyalah keinginan-keinginan atau kehendak Allah.

Sosok Layla menjadi simbol yang merepresentasikan Yang Terkasih (Yang

Rahasia dan “tak tersentuh”) dan sosok Majnun merepresentasikan seorang pencinta.

Dalam ajaran agung para sufi, hubungan antara pencinta dan Kekasih, juga antara

hamba dan Tuhan, hanya bisa terjalin melalui cinta.

4.3. Nizami Ganjavi sebagai Penyusun Layla Majnun dan Penulis Kisah-kisah Cinta

Nizami Ganjavi adalah seorang sufi dan penyair epik Persia terkemuka

di abad pertengahan. Nizami berasal dari Ganje (Kota Ganje terletak tidak jauh dari

Kota Bakou di wilayah Azerbaijan dekat Rusia dan Iran Barat Laut), lahir pada tahun

1155 M, sementara ada yang mengatakan Nizami lahir pada tahun 1162 M. Ibu

Nizami berasal dari suku Kurdi, dan leluhur ayahnya berasal dari Irak. Karena itu,

tidaklah mengherankan jika latar belakang dan suasana lingkungan dalam dua

kisahnya yang terkenal Laila Majnun dan Khusrau dan Syirin, mengambil latar

belakang gurun sahara Arab, dan pegunungan Kurdi di Iran bagian barat. Nizami

wafat pada tahun 1222 M atau 1223 M, dan dimakamkan di Ganje, tempat

kelahirannya (Amin, 2008: 108).

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 87: Layla Majnun Tesis

Nizami dianggap sebagai penulis yang membawa gaya tutur realistis ala

percakapan sehari-hari ke dalam kisah epik di Persia. Sejak kecil ia diasuh oleh

pamannya karena ia yatim piatu. Sepanjang hidupnya ia menikah tiga kali. Istrinya

pertama, Afaq, adalah seorang gadis budak pemberian Fakhruddin Bahramsyah,

penguasa Iran. Afaq, istri yang paling dicintainya meninggal setelah Nizami

menyelesaikan roman Khusrau dan Syirin. Anehnya, dua istri Nizami berikutnya juga

meninggal secara tiba-tiba setelah ia menyelesaikan karya-karyanya. Sehingga ia

sempat meratap kepada Tuhan, “Ya…Allah, kenapa setiap karyaku harus

mengorbankan seorang istri…!” (Nizami, 2009: 235).

LM adalah karyanya yang paling termasyhur. Kemasyhuran kisah LM

memberikan banyak ilham bagi banyak seniman, baik pelukis, pemusik, maupun

novelis dalam menciptakan beragam karya seni yang menggambarkan kisah cinta tak

sampai, namun cinta itu sendiri mentransformasikan sang pencinta ke dalam

persatuan mistik dengan sang kekasih. Jejak-jejak Nizami sangat terasa dalam

kesusastraan Islam. Karya-karyanya mempengaruhi perkembangan puisi Persia,

Arab, Turki, Kurdi, Urdu, dan bangsa-bangsa lainnya, termasuk Indonesia. Bahkan

kisah Romeo dan Juliet yang ditulis William Shakespeare pun dipengaruhi oleh LM.

Nizami sangat menguasai berbagai macam ilmu pada zamannya, seperti

Matematika, hukum Islam, filsafat Yunani, dan kedokteran. Nizami mulai menempuh

jalan sufi di masa mudanya, tapi tidak banyak yang diketahui tentang pendidikannya

ini. Nizami sendiri mengisyaratkan bahwa ia telah mencapai tataran dan tingkat

ketinggian spiritual tertentu, karena ia menyinggung-nyinggung fakta bahwa ia diajar

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 88: Layla Majnun Tesis

oleh Khidhir sang pembimbing spriritual misterius dan bahwa ia dilindungi oleh

sembilan puluh sembilan Nama Terindah Allah (al-asma al-husna) (Bayat dan

Muhammad, 2007: 151).

Nizami adalah sufi penyusun kisah-kisah yang sangat monumental. Karyanya

yang sangat terkenal adalah Laila Majnun dan Khusrau dan Syirin. Ketika kisah-

kisah ini mulai tersebar luas, orang-orang pun mengetahui dan mengenal

pengarangnya. Dikatakan bahwa Nizami adalah syaikh sufi dan yang dimaksud

kekasih dalam berbagai kisahnya sesungguhnya adalah Allah melalui kisah-kisah ini,

orang-orang mengetahui bahwa pencarian sang penempuh jalan spiritual untuk

bersatu dengan sang kekasih adalah suatu upaya yang menyebabkan lenyapnya

identitas terbatas sang pencinta dalam wujud tak terbatas Sang Kekasih. Jadi kekasih

yang sesungguhnya harus dicari adalah Allah, Zat Pencipta alam ini (Amin, 2008:

109-111).

Enam karya utama Nizami, termasuk LM, digubah dalam gaya puisi yang

dikenal sebagai matsnawi berupa bait-bait sajak berirama. Kendatipun berbentuk

kisah, tak urung karya-karya itu mengandung banyak pengajaran tersembunyi bagi

para penempuh jalan spiritual. Tingkatan pengajarannya berkisar dari pelajaran yang

diperuntukkan bagi orang-orang awam hingga yang dikhususkan bagi para pengenal

sebuah tarekat sufi. Karya Nizami terkenal karena gaya bahasanya yang halus dan

kosa katanya yang asli sehingga susah diungkapkan dalam terjemahan.

Dalam karyanya yang berjudul Sumber Segenap Rahasia, Nizami menuturkan

kisah-kisah yang belum pernah sama sekali diceritakan sebelumnya. Ia menggubah

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 89: Layla Majnun Tesis

karya ini dalam bentuk sekitar dua ribu dua ratus enam puluh bait sajak dengan gaya

bahasa yang baru dan orisinal. Ia menulis kisah ini sewaktu berusia kira-kira tiga

puluh tahun.

Khusrau dan Syirin ditulisnya dalam enam ribu lima ratus bait sajak. Kisah ini

tidak kalah dramatisnya dengan LM yang menceritakan tentang putri Syirin yang

jatuh cinta kepada seorang raja Persia bernama Khusrau, tangan nasib memisahkan

mereka berdua sehingga sang raja pun belajar tentang makna hakiki cinta. Kepedihan

cinta yang gagal dan kematian orang-orang yang dimabuk cinta membuat kisah-kisah

ini menyayat hati para pembacanya.

Karya Nizami yang ketiga dan paling terkenal adalah LM yang berjumlah

enam ribu lima ratus bait sajak. LM sesungguhnya merupakan kisah cinta klasik yang

dikisahkan secara lisan di tanah Arab sejak Dinasti Umayyah berkuasa. Diyakini oleh

banyak orang, cerita ini didasarkan pada kisah nyata tentang seorang pemuda

bernama Qays putra Al-Mulawwah, penguasa bani Amir di Arabia.

Dari tradisi lisan, kisah tersebut kemudian masuk ke dalam khasana sastra

Persia, dan Nizami menuliskannya pada abad 12 dalam bahasa Persia. Versi Nizami

sangat terkenal, karena selain tetap mempertahankan suasana kehidupan suku Badui

Arab, tenda-tenda kabilah di gurun, pada saat yang sama Nizami juga memasukkan

semesta peradaban Persia ke dalam kisah tersebut. Kegersangan dan kekakuan kisah

lama diolah Nizami dengan deskripsi mengenai angkasa bertabur bintang dan

matahari yang bersinar, atau rahasia-rahasia terdalam dari ruh manusia, dalam sebuah

bahasa yang luar biasa kaya, penuh dengan citraan-citraan yang memesona. Nizami

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 90: Layla Majnun Tesis

membebaskan kisah tersebut dari batasan-batasan peristiwa aksidental dengan

menaikkannya ke maqam spiritual, memperkayanya dengan warna, aroma, dan suara,

diracik dengan permata, bunga-bunga, anggur dan bebuahan (Nizami, 2009: 11).

Zia Inayat Khan (Nizami, 2009: 5) mengatakan bahwa Layla dan Majnun

merupakan figur penting bagi para penyair sufi, sebagaimana Krishna bagi para

penyair Hindu. Majnun bermakna keterserapan ke dalam pikiran, Layla bermakna

malam yang remang-remang. Dari awal hingga akhir, kisah ini merupakan ajaran

tentang jalan penghambaan yaitu pengalaman jiwa yang mencari Tuhannya.

Tiga karya Nizami lainnya yang berbentuk matsnawi adalah Haft Paikar

(Tujuh Keindahan), Syarafnameh (Surat Kemuliaan), Eghbalnameh (Surat

Keberuntungan). Yang pertama terdiri atas tujuh fabel tentang kehidupan Bahram,

seorang raja Iran. Yang kedua dan ketiga menuturkan berbagai pertempuran dan

penaklukan yang dilakukan oleh Alexander Agung (Iskandar).

Selain enam karya di atas, Nizami juga menulis sebuah diwan, atau kumpulan

puisi (ghazal dan qasidah). Sebagian besar karya ini tampaknya hilang. Hal ini biasa

terjadi pada kebanyakan syekh sufi awal, yang tertinggal dari Nizami adalah ajaran-

ajarannya. Dengan sendirinya, hal ini mengingatkan sang penempuh jalan spiritual

akan ihwal kefanaan kehidupan dunia ini (Bayat dan Muhammad, 2007: 151-153).

Nizami, melalui karya-karya dengan tema cintanya ingin mengajarkan tentang

cinta sejati. Sesungguhnya seorang sufi mempunyai banyak cara untuk mengingatkan

para pengikutnya untuk mencintai Sang Penciptanya. Tidak hanya perilaku-perilaku

sufi semata-mata, akan tetapi, yang dilakukan Nizami dakam rangka berdakwa. Demi

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 91: Layla Majnun Tesis

untuk menjernihkan jiwa dan hati manusia, bisa dilakukan melalui karya simbolik.

Sebenarnya ini tidak lazim dilakukan oleh para sufi, namun Nizami sebagai penutur

cinta-cinta sufistik ini, membuktikan bahwa mengajak kepada kebaikan menuju

kepada Tuhan, bisa dilakukan dengan banyak cara. Tujuan utamanya adalah satu,

yaitu mengabdikan diri kepada Tuhan, karena sesungguhnya manusia diciptakan

Allah semata-mata hanya untuk mengabdi kepada-Nya.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 92: Layla Majnun Tesis

BAB V

REPRESENTASI PERILAKU MANUSIA DALAM NOVEL LAILA MAJNUN

5.1. Frustrasi

Manusia bisa mengalami frustrasi ketika keinginannya terganjal untuk bisa

diwujudkan atau direalisasikan. Halangan in bisa berasal dari keterbatasan fisik atau

psikis. Sebagai contoh, seorang anak lelaki yang ingin menjadi TNI tetapi

keinginannya terhalang karena terhambat oleh tinggi tubuhnya yang tidak memenuhi

syarat. Contoh lain, seseorang yang ingin masuk PNS, namun tidak terwujud karena

tidak lulus ujian. Jadi, hambatan tubuh atau pun jiwa bisa menjadi sumber frustrasi.

Seseorang yang mengalami frustrasi akan bereaksi secara tidak sadar untuk

mengurangi tekanan batin yang menimbulkan rasa sakit atau stres. Dengan bereaksi,

sebenarnya berusaha mempertahankan harga diri dari kenyataan yang dihadapi. Ruch

(Siswantoro, 2005: 101) mengatakan:

Lapis ego yang mengalami frustrasi merasa sakit atau pepat dan segera melakukan reaksi pertahanan. Sebagaimana kita berusaha menghindari pukulan fisik ke arah tubuh kita, demikian pula kita merespon secara defensif terhadap kritik atau olok-olok yang ditujukan ke arah kita. Pada saat seseorang menjalani hidup, ia membentuk dalam dirinya persiapan pertahanan dari fisik secara ekstensif yang akan bereaksi secara defensif mekanistis dalam upaya menyesuaikan ego yang didera frustrasi…Reaksi mekanistis dapat dibagi menjadi tiga bentuk pokok perilaku dalam upaya penyesuaian (1) reaksi agresif, (2) reaksi menghindar atau menarik diri, (3) reaksi mengganti atau kompromistis.

Uraian di atas menegaskan bahwa lapis ego yang mengalami frustrasi akan

beraksi sebagai usaha pertahanan yang dapat dilakukan lewat tiga kategori bentuk

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 93: Layla Majnun Tesis

pokok perilaku, yaitu (1) reaksi agresif, (2) reaksi menghindar, dan (3) reaksi

kompromi. Melalui novel LM, penulis akan menganalisis ketiga perilaku ini terhadap

Majnun, Syed Omri, dan Layla yang mengalami frustrasi.

5.1.1. Reaksi Agresif

Agresif merupakan reaksi menyerang atau menyakiti. Perilaku ini terjadi

ketika usaha untuk mencapai tujuan telah buntu. Beoree (2008: 240) mengatakan,

“…selain frustrasi, hal-hal lain bisa menyebabkan agresi (petinju yang dibayar mahal

bisa menyebabkan agresi) dan frustrasi bisa menyebabkan hal-hal lain selain agresi

(impotensi sosial mengarah pada depresi)”.

Sejalan dengan pendapat di atas, Ruch (Siswantoro, 2005: 101) menegaskan:

Perilaku agresif merupakan reaksi terhadap frustrasi. Ketika ini mengemuka, individu yang bersangkutan bisa saja menyerang penghalang yang menghambat dirinya atau menyerang sasaran pengganti penghalang. Biasanya tindakan agresi bisa merupakan teknik penyesuaian yang baik. Memang bisa saja tindakan ini untuk sesaat mengurangi ketegangan pikiran atau kepepatan jiwa yang menyertai frustrasi. Lama-lama tindak agresi ini tidak disukai masyarakat, atau akan beroleh hukuman, dan rasa bersalah dari diri individu.

Dari kedua uraian di atas, dapat dilihat bahwa seseorang yang frustrasi bisa

melakukan tindak menyerang, baik terhadap objek penghalang penyebab frustrasi,

maupun terhadap objek pengganti. Jika tindakan ini terjadi dalam waktu yang lama,

akan mendapat respon yang tidak baik, seperti hukuman masyarakat dan rasa bersalah

pada pelaku itu sendiri.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 94: Layla Majnun Tesis

Sejalan dengan pendapat di atas, perlakuan penyerangan tentara kabilah

Naufal yang motifnya ingin membantu Majnun mendapatkan Layla dapat

diketegorikan dalam tindak agresif. Ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut:

Namun usaha Naufal itu sia-sia, ayah Layla bersikeras menolak, mereka memilih berperang daripada kehilangan nama baik. Perundingan berakhir, Naufal menghunus pedang dan siap bertempur.

Sejurus kemudian pertempuran sengit tak bisa dielakkan. Dentingan pedang beradu dengan perisai dari kuningan, terdengar keras, ditingkahi suara desing anak panah. Padang peperangan seperti gemuruh lautan, saat ombak besar menghempas ke bibir pantai. Anak panah, laksana burung, berterbangan dari kedua belah pihak, berusaha meminum aliran kehidupan dengan paruhnya yang terbuka. Pedang yang berkilat, memenggal kepala-kepala lawan. Bumi berubah menjadi merah, menakutkan. Bau anyir menyebar, dan burung pemakan bangkai beterbangan di angkasa, siap untuk berpesta.

..... Pasukan Naufal sudah berada di atas angin. Majnun yang sejak

kemarin hanya melihat saja pertempuran itu dari tenda, tiba-tiba muncul di tengah-tengah pertempuran, sorot matanya terlihat mengerihkan. Dia menerobos dengan liar di antara dua pasukan yang sedang bergelut dengan maut. Pakaiannya ditanggalkan satu persatu, dan dengan pandangan yang menggila dia berteriak mencela, “Mengapa harus terjadi pertempuran, padahal keduanya adalah sahabatku” (hlm. 96-98).

Dari kutipan novel di atas dapat dilihat bahwa tindakan agresif yang dilakukan

Majnun adalah melalukan penyerbuan dengan peperangan. Dalam peperangan itu

banyak yang menjadi korban. Namun, atas penyerangan yang dilakukan, akhirnya

Majnun menyesal. Sebenarnya Majnun tidak ingin ada tindak kekerasan. Dengan

berperang melawan ayah Layla berarti pintu untuk masuk ke rumah Layla sudah

terkunci dan kuncinya sudah dicampakkan. Jadi, penyerangan yang dilakukan oleh

tentara Naufal menyebabkan ia merasa bersalah pada dirinya sendiri, dengan

mengatakan, “Mengapa harus terjadi pertempuran, padahal keduanya adalah

sahabatku” (hlm. 98).

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 95: Layla Majnun Tesis

Agresi dibagi ke dalam (1) scapegoating, yaitu mencari kambing hitam,

(2) free-floating anger, yaitu marah tanpa pandang bulu, (3) suicide, yaitu

menyalahkan diri atau bunuh diri. Scapegoating adalah pengalihan menyerang ke

objek penyebab frustrasi karena ada rasa tidak berani untuk mengungkapkan rasa

marah secara langsung. Kelegahan akan diperoleh dengan menyerang orang lain yang

dianggap lemah. Free-floating anger adalah reaksi orang frustrasi kronis yang

kemarahan atau rasa permusuhan yang diungkapkan tidak pandang bulu meski

terhadap suasana yang netral. Suicide adalah reaksi orang yang frustrasi dengan cara

menyerang diri sendiri sebagai objek pengganti kemarahan atau usaha bunuh diri atau

sekedar ancaman bunuh diri (Siswantoro, 2005: 102).

Jika dilihat dalam novel LM, ketiga pembagian agresi di atas, dilakukan oleh

Majnun. Scapegoating atau mencari kambing hitam, dapat dilihat pada sikap Majnun

yang kurang baik terhadap ayahnya. Padahal ia tahu bahwa ayahnya sangat

mencintainya. Segala usaha telah dilakukan ayahnya untuk kesembuhannya. Ia

menyuruh Majnun berdoa di Ka,bah untuk kesembuhannya. Menurut kepercayaan

umat Islam, semua doa yang diminta akan terkabul. Meminta doa di Ka’bah adalah

satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk kesembuhannya. Namun, Majnun

menyia-nyiakan kesempatan itu. Majnun malah meminta supaya cintanya kepada

Layla semakin bertambah.

Perilaku lain dapat dilihat ketika ayahnya memintanya kembali ke rumahnya.

Ayahnya merasa bahwa ajalnya akan tiba. Dia ingin menyerahkan kekuasaannya

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 96: Layla Majnun Tesis

kepada Majnun. Ia ingin Majnun kembali menjadi manusia yang bermartabat.

Namun, Majnun dengan bahasa yang halus menolak semua itu seperti berikut:

“Bagiku dunia telah lenyap. Aku tidak melihat apapun selain Layla, semua yang aku miliki telah hilang, kecuali kenanganku pada Layla. Ayah, ibu, rumah, semua hilang dalam kesuraman yang tidak bisa ditembus oleh cahaya. Aku menangis karena kasih sayangmu. Tapi apa gunanya air mata, meskipun itu di atas batu nisan seorang ayah? Kesengsaraan tidak pernah diketahui oleh orang yang sudah mati. Engkau mengatakan malam kematian segara akan menjemputmu! Lalu apa aku harus menangis, meminta belas kasihmu, agar engkau tetap hidup? Sedang aku akan mati dalam kesengsaraan, dan tidak seorang pun yang akan menangisi kepergianku” (hlm. 122). Dari nada bicaranya, Majnun terlihat putus asa. “Kesengsaraan tidak pernah

diketahui oleh orang yang sudah mati”, ini mengisyaratkan bahwa ia menganggap

dirinya sudah mati. Setidaknya ia sudah membunuh mati semua rasa keduniawian

yang ada dalam dirinya. Yang tinggal hanya kenikmatan menyebut nama Layla. Hal

ini membuat hati ayahnya remuk redam. Ayahnya menjadi kambing hitam dalam

perilaku Majnun karena ia tidak bisa melampiaskannya kepada ayah Layla yaitu

orang yang telah menyebabkan Majnun frustrasi.

Free-floating anger atau marah tanpa pandang bulu dapat dilihat dari

kematian pasukan Naufal dan pasukan ayah Layla. Mereka sesungguhnya tidak

memiliki hubungan langsung dengan Majnun. Frustrasi yang kronis dan

berkepanjangan membawa pelaku pada tindak gelap mata dan bisa membunuh

seseorang. Frustrasi yang kronis inilah yang membuat Majnun mau menerima

tawaran Naufal untuk berperang atau menyerang pasukan ayah Layla.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 97: Layla Majnun Tesis

Suicide atau menyalahkan diri (bunuh diri) ditandai dengan kematian Majnun.

Kematian Majnun sebenarnya adalah bentuk penyerangan yang dilakukannya

terhadap dirinya sendiri. Dia merasa tidak ada gunanya lagi dia hidup di dunia karena

Layla yang merupakan belahan jiwanya sudah tiada lagi. Harapan dan gairah untuk

hidup sudah tidak ada lagi, hilang bersama wafatnya Layla. Tindakan bunuh diri yang

dilakukan oleh Majnun adalah menyakiti tubuhnya dengan cara membentur-

benturkan kepalanya, tidak makan, dan tidak minum, hingga tubuhnya menjadi

lemah. Dan akhirnya Majnun meninggal dunia.

Dari hasil analisa dijumpai perilaku agresi Syed Omri yang meliputi

scapegoating atau mencari kambing hitam dan suicide atau menyalahkan diri atau

bunuh diri. Syed Omri merasa kecewa karena usahanya untuk melamar Layla ditolak

mentah-mentah oleh ayah Layla. Ayah Layla menganggap Majnun gila dan dia tidak

menginginkan orang-orang Arab berbicara bahwa ia mengawinkan anaknya dengan

orang gila.

Syed Omri sangat malu dan sakit hati mendengar kata-kata ayah Layla. Belum

pernah ada seorangpun yang berani menolak permintaannya dan sekarang ayah Layla

telah menghinanya. Syed Omri memikul beban yang sangat berat. Ia tidak mau marah

kepada ayah Layla karena ia seorang yang bermartabat. Lalu ia membujuk Majnun

untuk meninggalkan dan melupakan Layla.

Bujukan yang ditujukan kepada Majnun sebenarnya adalah upaya pengalihan

penyerangan terhadap objek penyebab frustrasi. Syed Omri beranggapan bahwa tidak

ada gunanya membalas sakit hatinya pada ayah Layla. Ini hanya akan merendahkan

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 98: Layla Majnun Tesis

martabatnya sebagai seorang kepala kabilah yang disegani. Sebagai gantinya ia

menyerang Majnun (objek yang dianggap lemah) dengan cara membujuk. Bentuk

kemarahannya terhadap Majnun direalisasikan dengan bahasa lemah lembut. Ini

dapat dilihat dari petikan novel berikut:

Setelah usaha meminang Layla hanya membuahkan hasil yang menyakitkan hati, akhirnya Syed Omri berusaha merayu dan membujuk Majnun agar melupakan gadis pujaannya. Karena pantang bagi Syed Omri menelan ludah kembali, aib baginya jika harus merengek dan memohon belas kasihan pada orang yang pernah menolak lamarannya.

Dengan suara yang letih karena menanggung beban berat, Syed Omri berkata pada Majnun, “Wahai puteraku tersayang, cahaya mata pelipur duka, engkau telah dilenakan dengan cinta buta…” (hlm. 35).

Perilaku Syed Omri yang menyalahkan diri sendiri dapat dilihat dari

kegagalan-kegagalan Syed Omri untuk menyembuhkan penyakit putranya. Semua

tabib telah diundang dan memohon doa di Ka’bah juga sudah dilakukan tetapi tidak

membuahkan hasil. Ia menganggap semua usahanya sia-sia belaka, seperti kutipan

berikut:

Hati Syed Omri semakin sedih, hidupnya terasa hampa, tiada lagi harapan yang tersisa. Setelah ibadah haji selesai, ia segera pulang ke Hijaz. Lelaki itu seperti kehilangan kekuatan untuk mendinginkan bara dalam hatinya. Sirna sudah semua, tiada lagi pelipur lara di hati. Cahaya yang dia banggakan telah berubah menjadi kegelapan, mimpi telah menjadi bayang-bayang mengerikan (hlm. 47). Perilaku agresi Layla juga berupa scapegoating dan suicide. Layla merasa

sangat kecewa karena ayahnya menikahkan ia dengan Ibnu Salam. Ia tidak berani dan

tidak berhak menolak keputusan ayahnya. Demi baktinya kepada orang tua, dia harus

menuruti kemauan orang tuanya. Akhirnya, ia mengalihkan kemarahannya kepada

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 99: Layla Majnun Tesis

Ibnu Salam yang dianggapnya sebagai objek yang lemah. Bentuk kemarahan itu

direalisasikan dengan keengganannya melayani Ibnu Salam sebagai seorang suami.

Walaupun ia sudah menjadi istri Ibnu Salam, namun raga, hati dan cintanya hanya

untuk Majnun. Hal ini didukung oleh kutipan novel berikut:

Gadis itupun berjanji, hanya Majnun yang dapat memiliki hati dan cintanya. Sekuat tenaga akan ia jaga tubuh dan hatinya. Ia tidak ingin dunia menuduhnya sebagai pengkhianat. Tidak, ia tidak akan mengkhianati cinta, tidak ingin mengabaikan pengorbanan Qays.

…. Saat Ibnu Salam menyusul ke tempat tidur, ia melihat Layla

menampakkan punggung, membelakangi dirinya. Ibnu Salam mencoba menyapa istrinya dengan lembut, namun istrinya tidak menjawab, hanya isak tangisnya yang terdengar (hlm. 109-110).

Bentuk suicide yang dilakukan Layla dapat dilihat dari pembicaraannya

dengan sang pertapa. Ia menyalahkan dirinya dengan mengatakan bahwa dirinya

adalah penyebab penderitaan Majnun. Layla yang menyebabkan Majnun lebih suka

tinggal di gurun dan dia juga yang menjadi penyebab kegilaan Majnun terlihat dalam

kutipan berikut ini:

Mendengar penuturan sang pertapa, Layla menangis sesunggukan, lalu berteriak lantang, “Jangan engkau katakan lagi! Cukup sudah. Kata-katamu membuat batinku semakin perih. Akulah penyebab kesedihannya, aku gadis yang dia cari. Akulah yang menyebabkan dirinya lebih suka tinggal di gurun pasir, daripada diam di istana ayahnya. Tetapi wahai pertapa, sesungguhnya kami berdua sama-sama merasakan kesedihan, sama-sama mwrasakan luka, dan luka kami takkan pernah sembuh, kecuali kami dipertemukan. Tangan takdir telah membimbingnya untuk berkelana dan teriakannya memenuhi gurun pasir dengan perasaan ketakutan. Sementara takdir menghukumku hingga terbelenggu di sini” (hlm. 149-150).

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 100: Layla Majnun Tesis

5.1.2. Reaksi Menghindar

Reaksi lain selain tindak agresif adalah tindak menghindar dari situasi yang

menyebabkan frustrasi. Wujud menghindar bisa berupa tindakan fisik atau psikis.

Dengan menghindar, seseorang akan dapat melupakan beban yang menghimpit

perasaannya walaupun hanya sesaat. Perilaku yang tercermin dari proses menghindar

ini bisa berupa menutup diri dari keramaian, misalnya mengurung diri di rumah atau

mengasingkan diri ke tempat yang sunyi.

Perilaku sebagai reaksi menghindar yang dilakukan Majnun adalah dengan

bersembunyi ke dalam gua. Ia meninggalkan semua kemewahan dunia yang

ditawarkan keluarga maupun kerabatnya. Dia mengasingkan diri dari keramaian.

Majnun tidak takut sama sekali baik gangguan dari udara, tanah, gua, maupun

lembah. Untuk menghibur hatinya yang gunda gulana, dia berteman dengan binatang

buas. Harimau, serigala dan singa berada di sekelilingnya. Heina dan anak rusa

terlihat akrab. Burung pipit dan elang berputar-putar di langit menaungi tempat

peristirahatannya. Binatang-binatang itu tidak pernah menyakitinya bahkan

menganggap Majnun sebagai raja. Kemanapun Majnun pergi mereka setia menemani.

Rekasi menghindar yang dilakukan Majnun ini memang tidak bisa

membuatnya melupakan penyebab frustrasinya. Keterasingannya di dalam hutan

hanya dapat menghiburnya sesaat saja. Dia tidak dapat melupakan Layla karena

kekuatan cinta telah memperbudaknya. Hanya Layla yang dapat mengobati sakit

gilanya. Layla merupakan tujuan akhir hidupnya.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 101: Layla Majnun Tesis

Namun, perilaku Majnun yang menyendiri di hutan ini dapat membuatnya

lega. Setidaknya, dia tidak lagi berteman dengan manusia yang hanya bisa

menyakitinya saja. Ini dapat dilihat melalui percakapan Majnun dengan ibunya

berikut ini:

“…Seperti burung terpenjara dalam sangkar yang membelenggu, jiwaku telah lama menanggung penjara kehidupan. Janganlah ibu memintaku untuk tinggal di rumah, karena aku tidak mendapat kedamaian di sini”.

“Wahai ibu, lebih baik aku berkelana dan tinggal di gua bersama binatang buas, daripada tinggal di lingkungan manusia yang hanya menambah kesedihan dan keputusasaanku” (hlm. 145-146).

Dialog di atas dibingkai oleh peristiwa kerinduan Majnun kepada ibunya. Ia

pulang ke rumahnya untuk mengetahui keadaan ibunya setelah ayahnya meninggal.

Ibunya sangat terkejut melihat keadaan diri Majnun yang kumal dan tidak terurus.

“Betapa daun hijau ini telah layu dan tubuhnya menjadi lemah, rona kemerahan telah

memudar dari pipi, serta matanya menjadi cekung” (hlm. 144). Ibunya sangat kasihan

melihatnya. Sambil menasehati Majnun, ia berurai air mata. Dialog di atas merupakan

rentetan dari dialog-dialog sebelumnya yang diutarakan ibu Majnun. Ia meminta

Majnun untuk kembali tinggal di rumah. Namun, pikiran liar Majnun menuntun ia

berujar, “Janganlah ibu memintaku untuk tinggal di rumah, karena aku tidak

mendapat kedamaian di sini.” Ini berarti bahwa dengan mengasingkan diri di hutan

Majnun mendapat kedamaian dan kebahagiaan.

Berkali-kali Majnun menghindar dari keramaian dengan menyendiri di hutan.

Ini bisa terjadi karena Majnun manusia. Manusia bersifat labil. Ketika ia mengetahui

Layla dipingit, maka ia pergi mengembara ke hutan. Ayahnya yang kasihan melihat

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 102: Layla Majnun Tesis

keadaan anaknya yang menderita berusaha mencari Majnun dan membawanya

kembali ke rumah. Ia mencari tabib yang bisa mengobati Majnun. Namun, tak

berhasil. Ia kembali lagi menghindar ke hutan.

Ayahnya mencarinya kembali karena ia akan melamar Layla untuk Majnun.

Majnun merasa terhibur. Ia kembali lagi ke rumahnya. Namun, setelah usaha

peminangan itu gagal, akhirnya Majnun kembali lagi ke hutan.

Musim haji telah tiba, Syed Omri teringat bahwa meminta doa di depan

Ka’bah akan dikabulkan Allah. Ia kembali menyuruh orang-orangnya untuk mencari

Majnun ke hutan. Setelah bertemu maka mereka menunaikan ibadah haji. Sekembali

dari Mekah, Majnun ditahan oleh ayahnya beberapa saat di rumahnya. Majnun tidak

betah tinggal di rumahnya yang penuh dengan kemewahan dan iapun kembali lagi ke

hutan.

Naufal yang merasa kasihan melihat keadaan Majnun berusaha menghibur

Majnun dengan berjanji akan menyatukannya dengan Layla. Majnun bersemangat

mendengar kata-kata Naufal. Ketulusan Naufal membuat Majnun bersedia mengikuti

kehendaknya. Bahkan, ketika naufal mengajaknya meninggalkan hutan belantara

menuju istananya, Majnun tidak membantah. Naufal berhasil mengembalikan Majnun

seperti manusia yang bermartabat. Tubuhnya mulai sehat kembali. Namun, ketika

Naufal gagal membawakan Layla untuknya, ia kembali lagi menghindar ke hutan.

Sampai akhirnya ia rindu kepada ibunya dan kembali ke rumah dan terjadilah seperti

dialog di atas.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 103: Layla Majnun Tesis

Majnun tidak merasa tenteram tinggal di rumah. Akhirnya, ia kembali lagi ke

hutan. Setelah pertemuan itu, ibu Majnun menjadi menderita. Kata-kata Majnun telah

menghancurkan hatinya. Ia menyusul suaminya dalam kesunyian tanah pekuburan.

Sejak ibunya meninggal, Majnun tak pernah kembali lagi ke rumahnya. Ia terus

mengembara di hutan, sampai akhirnya ajal datang menjemputnya.

Dari deskripsi data di atas, dapat dilihat bahwa Majnun lebih banyak tinggal

di hutan daripada tinggal di rumahnya. Dia memang lebih memilih hidup terasing

dari keramaian. Memang keterasingan adalah bagian hidup manusia. Sebentar atau

lama, orang pernah mengalami hidup dalam keterasingan, disadari atau tidak. Sudah

tentu dengan kadar dan sebab yang berbeda satu sama lain. Keterasingan yang

dialami Majnun adalah atas kemauannya sendiri. Ini merupakan wujud dari

perilakunya menjalani reaksi menghindar untuk mengurangi rasa frustrasinya.

Tindak menghindar yang dilakukan oleh Syed Omri adalah dengan duduk

sendiri di kegelapan malam. Ia memikirkan anaknya yang pergi meninggalkan rumah.

Ia tidak tega melihat penderitaan anaknya. Sebagai seorang ketua kabilah, Syed Omri

tidak mau mengecewakan kabilahnya dengan menampakkan rasa sedihnya. Ia punya

tanggung jawab yang besar terhadap kabilahnya, makanya dia tidak bisa bebas

mengekspresikan bentuk menghindarnya. Itulah sebabnya ia hanya bisa menghindar

dari keramaian ketika malam hari, disaat semua orang tertidur lelap. “…di kegelapan

malam yang sepi, ia duduk sendiri sambil mengeluh, “Mengapa puteraku pergi

meninggalkan rumah? Kemana pengembara yang tidak punya harapan itu berteduh?”

(hlm. 118).

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 104: Layla Majnun Tesis

Untuk mengurangi rasa frustrasinya, Layla juga melakukan tindak

menghindar. Ia duduk menyendiri dan sorot matanya menampakkan kepasrahan. Ia

pasrah pada nasib yang menimpanya, yaitu nasib yang telah memisahkan dirinya

dengan Majnun. Ia menghindar dari keramaian yang dapat dilihat dari kutipan

berikut:

Di antara segala hiruk-pikuk kegembiraan, Layla duduk menyendiri. Wajahnya memancarkan duka, sorot matanya menampakkan kepasrahan, dan desah ketakberdayaan terdengar dari nafasnya. Seolah awan hitam sedang menutupi parasnya yang lembut. Dadanya bergejolak oleh beban berat, setitik air mata menetes dari matanya yang jernih.

Layla seperti pohon dengan daun-daunnya yang layu, jatuh dalam pelukan debu. Ia tidak bisa merasakan kebahagiaan yang ada di depannya, bahkan untuk berpura-purapun tiada lagi kesanggupan (hlm. 109).

5.1.3. Reaksi Kompromi

Ada kalanya frustrasi tidak dapat dikurangi hanya dengan perilaku agresif dan

menghindar saja. Ada cara lain yang dapat dilakukan, yaitu dengan tindak kompromi.

Tindak kompromi ditandai dengan individu yang menanggung frustrasi harus

menyerah pada suasana yang tidak mengenakkan sebagai akibat frustrasi sehingga

tujuan yang diimpikan tetap bisa terlaksana. Ini berarti individu harus menurunkan

derajat ambisi dan hasrat atau menerima tujuan lain yang bisa mengganti tujuan

semula. Siswantoro (2005: 107-113) membagi reaksi kompromistis menjadi tiga

bagian, yaitu sublimasi, proyeksi, dan rasionalisasi atau pembenaran.

5.1.3.1. Sublimasi

Sublimasi adalah penggantian kepuasan karena kepuasan langsung dari

keinginan tidak mungkin terlaksana. Keterbatasan dan ketidakmampuan fisik untuk

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 105: Layla Majnun Tesis

melakukan keinginan tersebut membuat seseorang frustrasi. Dengan tidak tercapainya

kepuasan langsung tersebut, dicarilah sasaran lain untuk memperoleh kepuasan. Ini

berarti, memilih tujuan pengganti sebagai alternatif lain dalam upaya mengarahkan

energinya. Meskipun tujuan ini tidak pernah memberi kepuasan yang sama persis

seperti tujuan awal yang dikehendaki, namun tujuan tersebut mampu memberi saluran

untuk mencurahkan hasrat keinginan yang terhalang (Ruch dalam Siswantoro, 2005:

107-108).

Memang kepuasan langsung atas kebutuhan atau keinginan tertentu sering

tidak bisa terwujud karena sasaran yang hendak dicapai tidak terjangkau. Tindakan

yang diupayakan untuk menjangkau sasaran tersebut hanya membangkitkan rasa

tidak menyenangkan atau rasa bersalah. Di dalam suasana seperti ini, biasanya

seseorang bisa saja mengupayakan sarana lain untuk memperoleh kepuasan seperti

memilih sasaran alternatif lain. Sasaran alternatif ini dapat memberikan kepuasan dan

dapat mengurangi beban frustrasi yang diderita.

Sublimasi bisa juga berarti memperhalus atau memperindah. Memperhalus

yang dimaksudkan adalah memperhalus dorongan-dorongan yang bersifat egoistis

atau nafsu yang kurang sehat. Contohnya, seorang yang gagal dalam percintaan,

mencurahkan kasih sayangnya untuk mengasuh anak-anak yatim piatu (Sundari,

2005: 56-57).

Sejalan dengan kedua pendapat di atas, maka perilaku Majnun yang berbentuk

sublimasi dapat dilihat pada kecintaannya terhadap binatang buas. Ia mengalihkan

energi cintanya pada binatang tersebut. Setiap binatang yang terkena sasaran

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 106: Layla Majnun Tesis

pembunuhan oleh pemburu selalu dilindunginya. Ini dapat dilihat dari peristiwa

berikut:

Saat melewati hutan, Majnun menyaksikan seekor rusa terjerat dalam perangkap. Sang pemburu berusaha menangkap dan mengarahkan pisau ke leher rusa. Sebelum pisau menyentuh leher, tiba-tiba Majnun berteriak mengejutkan si pemburu. Majnun berkata, “…bebaskan rusa yang jatuh dalam perangkapmu, karena sesungguhnya keindahan adalah hidup dan kebebasan. Hatimu pasti sekeras pualam, sehingga berusaha membunuh mata besar dan hitam yang bersinar menyenangkan bak mata Layla. Tahanlah pukulan yang kejam itu sahabatku, karena lehernya lebih pantas untuk dilingkari untaian emas. Lihatlah tubuhnya yang ramping, kepolosan dan kelembutan yang terpancar dari wajahnya. Wahai, janganlah engkau melakukan perbuatan kejam, mengalirkan darah dari musuh yang tidak bersalah” (hlm. 102-103). Peristiwa ini terjadi sesaat setelah Naufal gagal menyerahkan Layla kepada

Majnun. Majnun lalu meninggalkan medan pertempuran dengan mengendarai kuda,

dengan pakaian yang compang-camping. Ia berlari membawa hatinya yang sudah

menjadi debu. Harapannya untuk bersatu dengan Layla sudah hancur. Ia memacu

kudanya seperti berlomba dengan angin.

Pada saat dan dalam keadaan jiwa seperti itulah Majnun bertemu dengan

seorang pemburu yang sedang berusaha menangkap seekor rusa. Majnun merasa

bahwa rusa itu tidak boleh disakiti, karena rusa itu sama dengan Layla. Bola matanya

yang besar, hitam dan bersinar, tubuhnya yang ramping, kepolosan, dan kelembutan

yang terpancar dari wajah rusa itu mengingatkan Majnun pada Layla. Majnun

bahagia ketika ia dapat menyelamatkan leher rusa itu dari pisau. Majnun mencintai

kebebasan rusa itu dengan mengatakan “keindahan adalah hidup dan kebebasan”.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 107: Layla Majnun Tesis

Kata-kata ini diucapkan oleh Majnun karena sesungguhnya dirinya bebas, namun

jiwanya terikat pada Layla yang membuat ia merasa dirinya mati.

Perilaku Syed Omri dalam bentuk sublimasi bisa dilihat dari peristiwa ia

membawa Majnun berdoa di Ka’bah dan bersedekah. Alternatif ini dipilih Syed Omri

untuk menyembuhkan anaknya karena ia percaya Mekkah adalah kota suci dan

Rasulullah selalu memanjatkan doa di sana. Syed Omri juga percaya akan keberkahan

air zam-zam yang dapat mengobati segala penyakit. Syed Omri juga percaya dengan

bersedekah dapat mengurangi beban penderitaan batinnya yang dapat dilihat dari

kutipan novel berikut:

Kebetulan saat itu adalah bulan Dzulhijjah, bulan haji. Pada bulan haji, di Mekkah berkumpul pedagang, kepala suku dan orang-orang bijaksana, mereka berdoa dan memuji kepada Dzat Yang Maha Suci. Beribu-ribu orang berkumpul di Ka’bah yang agung, memuji kebesaran Tuhan dan memohon berkah.

Syed Omri menuruti nasehat mereka untuk menunaikan haji, memohon rahmat, ampunan dan kebaikan Yang Maha Mendengar dan Maha Menyembuhkan, agar putera kesayangannya memperoleh kesembuhan. Lelaki itu segera menyiapkan unta-unta pilihan, di tiap leher unta diberi lonceng, di punggungnya dilekati tas berisi dinar dan dirham (hlm. 43). Perilaku Layla yang berbentuk sublimasi adalah ketika ia mencurahkan segala

keluh-kesahnya kepada seorang pertapa. Ia menceritakan beban yang menghimpit

hatinya dan derita cintanya kepada orang yang tidak dikenalnya. Ini semua ia lakukan

untuk mengurangi rasa frustrasinya. Dengan menceritakan semua derita yang

dialaminya beban frustrasinya bisa berkurang. Ini dapat dilihat pada kutipan berikut.

Layla berkata kepada orang itu, “Tuan, apakah engkau bersedia menahan langkahmu untuk mendengar keluh-kesahku? Maukah tuan menolongku dengan meringankan beban kesedihan yang menusik dadaku? Sudikah tuan mendengar kisah, yang tidak memiliki hubungan apapun dengan

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 108: Layla Majnun Tesis

anda, bahkan mungkin cerita ini tidak enak untuk didengar? Kisah tentang seorang yang bernasib malang, hidup dalam kebingungan antara cinta dan takut” (hlm. 149). Peristiwa di atas terjadi setelah Layla membaca surat Majnun. Ia diliputi

kegelisahan karena Majnun sudah tidak percaya lagi padanya. Padahal, hanya Majnun

seorang yang ia cintai. Untuk Majnun, ia melakukan apa saja demi mempertahankan

cintanya, termasuk untuk tidak melayani suaminya. Ia tetap setia pada Majnun.

Namun, sekarang Majnun tidak mempercayainya lagi, karena ia sudah menikah. Hati

Layla sangat kacau, nyeri, dan pedih. Dalam kegalauan inilah ia pergi ke luar rumah

untuk meringankan beban penderitaannya, hingga ia berjumpa dengan seorang

pertapa yang mau mendengarkan jeritan hatinya.

5.1.3.2. Proyeksi

Ruch (Siswantoro, 2005: 110-111) mengemukakan bahwa:

“Kadang-kadang ketika pikiran dan perasaan seseorang ternyata tidak bisa diterima orang lain, orang yang bersangkutan tidak hanya menekan pikiran-pikiran itu tetapi juga berusaha meyakinkan diri sendiri secara tidak sadar bahwa orang lain memiliki pikiran dan perasaan yang sama-sama tidak dapat diterima orang lain seperti yang ia miliki. Dengan reaksi proyeksi seperti ini, orang tersebut mengarahkan rasa agresifnya ke orang lain ketimbang diri sendiri. Sebagai contoh adalah seorang suami yang tidak setia terhadap istrinya, tetapi menuduh istrinya justru yang tidak setia terhadap dirinya. Menuduh istrinya tidak lagi setia merupakan tindakan yang benar-benar berlawanan dengan fakta.

Penjelasan di atas menerangkan bahwa kadang-kadang ketika seseorang

merasa pikiran-pikiran dan perasaan yang diungkapkan ternyata tidak bisa diterima

oleh pihak lain, maka dia tidak hanya menekannya tetapi juga meyakinkan dirinya

secara tidak sadar bahwa orang lain juga memiliki perasaan atau pikiran yang sama

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 109: Layla Majnun Tesis

terhadap dirinya. Dengan reaksi proyeksi seperti ini, si individu dapat mengarahkan

perasaan agresifnya terhadap orang lain daripada terhadap dirinya. Jadi, kesalahan itu

ditimpakan kepada orang lain. Sebuah contoh refleksi proyeksi adalah seorang suami

yang tidak setia kepada istrinya, balik menuduh istrinya yang tidak setia.

Ana Freud, menyebut proyeksi sebagai penggantian ke arah luar. Mekanisme

ini merupakan kebalikan dari melawan diri sendiri. Mekanisme ini merupakan

kecenderungan untuk melihat hasrat atau keinginan yang tidak bisa diterima oleh

orang lain. Dengan kata lain, hasrat masih ada, akan tetapi tidak lagi menjadi hasrat

yang dimilikinya. Contoh, seorang wanita yang merasakan adanya dorongan seksual

yang rancu terhadap teman wanitanya. Bukannya mengaku perasaan ini sebagai

perasaan normal, malah dia ngotot memprotes kehadiran orang lesbian di dalam

komunitasnya (Boeree, 2008: 415-416).

Reaksi proyeksi memungkinkan si individu menyalahkan orang lain dan

benda-benda yang dipandang sebagai penyebab kegagalannya. Sebenarnya kegagalan

itu adalah karena perilakunya sendiri. Dalam konteks ini, contoh konkritnya adalah

seorang siswa yang gagal dalam melaksanakan UN, menuduh gurunya yang tidak

pandai mengajar. Padahal sebenarnya, dia yang tidak mau belajar. Contoh lain adalah

seorang pemain bola kaki yang tidak dapat menciptakan gol, menuduh bola yang

sialan itu sebagai penyebab kegagalannya.

Dari uraian di atas, peneliti mencari refleksi proyeksi pada tokoh Majnun.

Majnun yang frustrasi menyalahkan Naufal yang telah gagal mendapatkan Layla

untuknya. Padahal kegagalan itu adalah karena penyakit gila yang dialami Majnun.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 110: Layla Majnun Tesis

Ayah Layla tidak mau menyerahkan Layla kepada Naufal walaupun ia sudah kalah

perang karena ia mengetahui bahwa Layla akan diserahkan Naufal kepada Majnun.

Sebenarnya sumber kegagalan itu adalah bahwa orang awam menganggap Majnun

telah gila dan gila adalah penyakit yang sangat memalukan. Tidak ada orang tua yang

rela anaknya dikawinkan dengan orang gila. Walaupun bersikeras dikatakan bahwa

Majnun tidak gila, dia hanya tergila-gila cinta Layla, namun masyarakat awam tidak

mempercayainya. Padahal, Naufal sudah berusaha menyembuhkan Majnun dari

penyakitnya.

Setelah beberapa bulan bersama Naufal, Majnun telah sembuh dari gilanya.

Majnun menunjukkan perubahan, ia mulai mau berpakaian dan makan, sehingga

tubuhnya kembali sehat dan wajahnya bercahaya. Sejak bersama Naufal, Majnun

merasakan harapannya kembali bersinar. Meski sudah kembali seperti Qays yang

dulu, namun orang tetap menganggapnya gila. Yang mereka tahu Majnun telah gila

dan orang gila tidak berhak mendapat kebahagiaan. Jadi, sumber kegagalan itu ada

pada diri Majnun.

Refleksi proyeksi ini dapat dilihat pada kutipan berikut:

“Tetapi ingat, aku tidak mau dikhianati. Aku tidak akan memberikan anakku pada iblis, aku tidak akan menyerahkan anakku ke dalam pelukan lelaki gila yang akan menodai kebanggaan dan kehormatan kabilahku. Aku tidak mau menikahkan Layla pada kehinaan dan aib. Aku tidak akan mengorbankan kemasyhuran kabilahku, tidak pula akan menodai nama baik Layla…” (hlm. 99). Kehormatan orang Arab adalah lebih baik diliputi nasib sengsara daripada

menyerahkan kehormatan kepada orang gila. Seluruh wilayah Arab mengetahui

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 111: Layla Majnun Tesis

kebajikan Layla, kecantikannya menyatu dengan pesona yang menyenangkan. Lebih

baik ayah Layla menjadi Ruh yang bergentayangan daripada menanggung nama yang

dibenci semua orang. Dia tidak sanggup menikahkan putrinya dengan keburukan dan

menerima kutukan dari negerinya. Seekor anjing lebih baik dari manusia iblis, karena

gigitan anjing dapat disembuhkan, namun luka karena ulah manusia tidak ada

obatnya dan luka yang membusuk ini akan meninggalkan bekas selamanya.

Sebenarnya inilah yang membuat Naufal menjadi terharu. Perasaan bimbang

menguasai hatinya. Ia telah berjanji kepada Majnun akan meminangkan Layla

untuknya, tetapi ia tidak tega mendengar kata-kata orang tua yang sudah kalah perang

itu. Ia tidak sanggup membunuh musuh yang sudah terluka dan tidak berdaya.

Bagaimana mungkin ia sanggup menyakiti lelaki tua yang sudah sekarat. Pantang

baginya memerangi musuh yang tidak berdaya.

Sebenarnya Naufal telah memenangkan peperangan itu. Secara hukum,

seharusnya ayah Layla menyerahkan Layla pada Naufal. Namun, karena kata-kata

ayah Layla sangat menyentuh hatinya, akhirnya Naufal tidak mengambil Layla. Dia

menemukan bentuk cinta lain dalam peperangan itu, yaitu cinta seorang ayah kepada

anaknya dan cinta seorang lelaki pada martabat kabilahnya. Makanya Naufal berujar,

“…Biarlah takdir yang menentukan” (hlm. 100).

Ketika Majnun mendengar keputusan Naufal, dia sangat marah kepada Naufal,

“…kemarin, wahai temanku yang murah hati! Engkau menjanjikan hari-hari akan berakhir dengan kebahagiaan, tetapi sekarang engkau telah membiarkan rusa berlari menjauh. Engkau tinggalkan aku dalam keadaan terhina di hadapan kekasihku” (hlm. 100-101).

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 112: Layla Majnun Tesis

5.1.3.3. Rasionalisasi

Rasionalisisasi atau pembenaran sebagai kategori reaksi kompromi adalah

proses merekayasa alasan agar berkesan logis atas situasi tertentu yang jika dibiarkan

tanpa alasan mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat atau harga diri. Ruch

(Siswantoro, 2005: 112) mengkategorikan rasionalisasi ke dalam empat tipe, yaitu:

“Tipe pertama adalah sikap kategori “anggur masam” yang digambarkan lewat cerita binatang, yaitu seekor rubah yang berupaya menggapai segerombol anggur yang menggantung di atas kepalanya, tetapi usahanya sia-sia. Karena gagal menggapainya, ia dengan kesal berkata “anggur itu terlalu asam.” Tipe kedua adalah “pecinta yang ditolak” dan kemudian dengan kesal karena kecewa berucap “gadis yang ia cintai memiliki cacat.” Tipe ketiga adalah filsafat kategori “jeruk manis” yang diajukan J.M. Barrie, yang mengatakan, “melakukan pekerjaan yang tidak disukai memang tidak menyenangkan, tetapi berupaya menyukai pekerjaan yang sedang dilakukan merupakan rahasia kebahagiaan”. Tipe keempat adalah “pelaku kejahatan” yang mengaku tindak kejahatan yang ia kerjakan berdasarkan motivasi mulia”.

Dari pendapat Ruch di atas, dapat dipahami bahwa rasionalisasi dapat

mewujudkan diri lewat beberapa manifestasi seperti, (1) tipe “anggur masam”,

(2) tipe “pencinta yang ditolak”, (3) tipe “jeruk manis”, dan (4) tipe “pelaku

kejahatan”. Rasionalisasi ini sebenarnya dijadikan dalih untuk membenarkan tindakan

penyelamatan harga diri dari rasa malu, rendah diri, dan lain-lain karena kegagalan.

Rasionalisasi merujuk pada rekayasa alasan agar berkesan logis, namun

sesungguhnya keliru. Rasionalisasi merupakan manifestasi perilaku yang aneh agar

perilaku tersebut tampak logis dan dibenarkan oleh diri sendiri dan orang lain. Dalam

konteks ini, kesalahan, penilaian yang kurang tepat akan sesuatu, serta kegagalan

seseorang bisa dibenarkan lewat rasionalisasi.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 113: Layla Majnun Tesis

Peneliti menghubungkan konsep rasionalisasi dengan perilaku Majnun yang

frustrasi yang disebabkan oleh kegagalan mewujudkan keinginan bersatu dengan

Layla dalam cinta dan kasih sayang. Majnun lalu berkata, “cinta adalah rahmad dari

Surga, dan menjadi berkah bagi jiwa. Karena Langit yang menuntunku, maka cintaku

pada Layla tulus dan suci. Bagaimana mungkin aku akan melepaskan diri, sedang

Surga telah menunjuk dan mengilhamkan cinta padaku” (hlm. 47).

Dari pernyataan Majnun di atas, dapat dilihat bahwa ia membenarkan

perilakunya yang gila karena mencintai Layla berdasarkan motivasi yang mulia. Ia

mengatakan bahwa cinta adalah rahmad dari Surga dan Langit telah menuntunnya

mencintai Layla. Sedangkan yang dimaksudkan Majnun dengan “Surga” dan

“Langit” itu adalah Allah. jadi, Majnun mencintai Layla karena kehendak Allah,

makanya cintanya tulus dan suci. Berdasarkan motivasi yang mulia ini, maka

rasionalisasi yang dilakukan Majnun termasuk dalam kategori “pelaku kejahatan”.

Untuk membenarkan tindakan kegilaannya, Majnun berdalih bahwa apa yang

dilakukannya dalam mencintai Layla adalah takdir dari Allah. Majnun sudah

ditakdirkan untuk mencintai Layla. Majnun tidak mau merubah takdir yang telah

ditentukan untuknya. Dan mencintai Layla dianggapnya sebagai suatu yang mulia.

Inilah bentuk rasionalisasi yang dilakukan Majnun.

Bentuk rasionalisasi yang dilakukan oleh Layla juga adalah tipe atau kategori

“pelaku kejahatan”. Sebenarnya tidak wajar seorang wanita yang sudah bersuami

mencintai lelaki lain. Supaya orang menganggap hal ini wajar, maka Layla berdalih

dengan mengatakan bahwa cintanya kepada Majnun adalah cinta yang suci dan tidak

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 114: Layla Majnun Tesis

terbatas. Bumi tidak akan mampu menampung cinta mereka dan hanya surga yang

mampu menyatukan cinta mereka. Ini dapat dilihat dari petikan novel berikut:

Tetapi entah mengapa, cinta Layla pada pemuda itu tidak pernah sirna. Ia tidak peduli pada keadaan Qays. Ia berharap kelak pemuda itu dapat menyuntingnya. Perasaan Layla dihinggapi semangat menyala-nyala. Ya, suatu saat cinta mereka akan bersatu. Sejemput perasaan aneh menyelinap dalam hati Layla. “Cinta kami demikian suci dan tak terbatas. Bumi tak akan mampu menjadi altar untuk mewadahi cinta kami. Hanya surga, ya hanya surga yang mampu mempersatukan cinta kami,” kata hati Layla (hlm. 170).

Sedangkan bentuk rasionalisasi yang dilakukan oleh Syed Omri adalah tipe

“anggur asam”. Ia mengatakan kepada Majnun bahwa Layla tidak sebanding dengan

Majnun dalam hal nasab, kehormatan, dan kekayaan. Peristiwa ini bermula, ketika

Syed Omri gagal meminang Layla. Syed Omri adalah seorang kabilah yang sangat

dihormati oleh bangsa Arab. Ia merasa kehormatannya tercemar karena ayah Layla

dari marga rendah telah menolak permintaannya. Padahal belum pernah ada orang

yang menolak permintaannya. Maka untuk menjaga harga diri dan martabatnya

di depan kabilah dan anaknya, Syed Omri berkata demikian. Hal ini dapat dilihat

pada petikan berikut:

“…Gadis yang engkau cintai itu tidaklah sepadan dengan kita dalam hal nasab, kehormatan, dan kekayaan. Cobalah engkau tengok gadis-gadis di kabilah kita, mereka masih muda, menarik dan menyenangkan hati. Engkau adalah seorang pangeran dari keturunan terhormat, pesona wajahmu akan menarik hati gadis-gadis cantik di kabilah ini, bahkan akan membuat cemburu para bidadari surga. Jadi, mengapa engkau mencari gadis bermartabat rendah dan tidak sepadan kedudukan?...” (hlm. 35).

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 115: Layla Majnun Tesis

5.2. Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri bukanlah persoalan yang mudah dan sederhana. Tuntutan

atau harapan masyarakat yang saling berlawanan ditambah dengan tekanan untuk

meningkatkan kualitas diri membuat proses penyesuaian diri menjadi sulit. Seseorang

sudah berusaha menyesuaikan diri dengan baik, namun masyarakat tidak dapat

menerimanya, berarti penyesuaian diri tersebut gagal. Jadi, keberhasilan penyesuaian

diri harus sesuai dengan perilaku seperti tuntutan masyarakat. Sebaiknya, agar

penyesuaian diri ini berjalan lancar, masyarakat harus memberi kesempatan kepada

individu untuk menyalurkan dirinya.

Penyesuaian diri dapat dilakukan dengan cara self enhancement atau

peningkatan diri yang merupakan upaya untuk meningkatkan diri. Proses peningkatan

diri terjadi sesuai dengan hakikat manusia yang selalu berhasrat atau memiliki

dorongan untuk terus berkembang dan tidak statis bergerak di tempat yang sama.

Tumbuh dan berkembang merupakan properti diri yang berdimensi psikis dan sosial.

Fenomena ini ditandai dengan adanya rasa tidak puas ketika individu menghadapi

kegagalan meraih tujuan yang bisa menaikkan diri. Dengan dorongan semacam ini,

individu sebenarnya berkeinginan untuk menjadi lebih baik dari apa yang sekarang

telah dicapainya (Siswantoro, 2005: 115-116).

Penyesuaian diri lazim disebut juga mekanisme pertahanan. Bila tangan

terkena api, maka tangan tersebut akan segera ditarik secara refleks. Jika mengalami

kekecewaan, sering ketentraman batin atau keseimbangan mental terganggu. Maka,

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 116: Layla Majnun Tesis

dengan segera harus mencari jalan agar keseimbangan itu tetap terjadi (Sundari,

2005: 54).

Freud menyebut penyesuaian diri sebagai mekanisme pertahanan ego. Ego

berusaha sekuat mungkin menjaga kestabilan hubungannya dengan realitas, id, dan,

superego. Namun, ketika kecemasan menguasai, ego harus bisa mempertahankan diri.

Secara tidak sadar, ego akan bertahan dengan cara memblokir seluruh dorongan atau

dengan menciutkan dorongan-dorongan tersebut menjadi wujud yang lebih dapat

diterima dan tidak terlalu mengancam (Boeree, 2008: 413).

Setiap individu berusaha untuk mempertahankan diri terhadap perubahan,

tekanan, yang berasal dari individu itu sendiri maupun kelompok. Bonner

(Siswantoro, 2005: 116-118) menjelaskan bahwa penyesuaian diri dapat dilakukan

dengan cara lain, yakni reaksi diri (self defence) yang dikelompokkan ke dalam empat

kategori, yaitu penekanan, berkhayal, menutup kelemahan, dan peningkatan diri.

Sementara itu, Berry (2008: 79-82) mengelompokkan penyesuaian diri atau

mekanisme pertahanan ke dalam 8 kategori, yaitu represi, penolakan, pengalihan,

proyeksi, berkhayal, rasionalisasi, regresi, formasi reaksi.

Berdasarkan kedua pendapat di atas, penulis hanya menemukan lima kategori

yang berkaitan dengan perilaku Majnun dalam hal penyesuaian diri, yaitu regresi,

berkhayal, pengalihan, menutup kelemahan, dan peningkatan diri.

5.2.1. Regresi

Regresi adalah kembali ke perilaku atau ke tahap perkembangan yang

sebelumnya, yaitu perilaku yang dirasakan nyaman dan aman. Hal ini sangat umum

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 117: Layla Majnun Tesis

terjadi pada anak-anak yang ingin mendapatkan perhatian lebih, ketika ibunya

melahirkan lagi atau karena orang tuanya bercerai. Pada orang dewasa regresi dapat

dijumpai ketika mengalami trauma berat, sehingga perilakunya kembali menjadi

anak-anak (Berry, 2008: 82).

Jadi, regresi adalah kembali ke masa di mana seseorang merasa aman. Ketika

menghadapi kesulitan dan ketakutan, perilaku seseorang sering menjadi kekanak-

kanakan atau primitif. Seorang anak akan mengisap jempol, ketika ingin dibawa ke

dokter. Contoh lain, seorang yang baru saja memasuki masa pensiun akan duduk

berlama-lama di kursi goyang dan bersikap seperti anak-anak, serta menggantungkan

hidupnya pada istrinya.

Perilaku Majnun yang gila adalah bentuk regresi yang paling aman. Dengan

kegilaannya dia dapat melampiaskan semua derita cinta yang dialaminya. Dengan

bertingkah aneh sebenarnya ia ingin mendapat perhatian lebih dari masyarakat ketika

cintanya terhalang oleh tradisi yang ada dalam masyarakat.

“Tidak ada bedanya antara orang gila dengan orang yang sedang jatuh cinta”,

ungkapan ini sangat tepat untuk Majnun. Ketika menghadapi kesulitan (dalam hal ini

ketika harus berpisah dengan Layla), Majnun menjadi gelisah dan tidak sanggup

memejamkan mata. Secara sembunyi-sembunyi ia meninggalkan rumah. Ia berjalan

tak tentu arah dan menerobos semak belukar. Ini adalah perilaku primitif yang

dilakukan untuk mengurangi tekanan yang dihadapinya. Tindakan primitif ini

termasuk ke dalam kategori regrasi.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 118: Layla Majnun Tesis

Melantunkan syair-syair yang berisikan tentang kedukaan hati juga

merupakan jenis penyesuaian diri atau pertahanan diri yang sangat baik. Dengan

melantunkan lagu-lagu, penderitaan batin akan berkurang. Majnun juga melakukan

ini. Ia juga melantunkan syair untuk menenangkan jiwa kekasihnya. Ia tidak peduli

syair itu didengar atau tidak oleh Layla. Melalui syair, Majnun mengabarkan kepada

rembulan dan bintang bagaimana cinta telah membelenggunya dan kerinduan telah

memadamkan harapan dan mimpinya. Perilaku ini menunjukkan sikap yang kekanak-

kanakan. Dengan bersyair, sebenarnya Majnun telah mengabarkan ke seluruh penjuru

dunia tentang cintanya kepada Layla. Berarti Layla akan menjadi pembicaraan

banyak orang. Padahal, dalam tradisi Arab, keluarga akan menjadi tercemar jika anak

gadisnya menjadi pembicaraan orang lain. Apalagi nama Layla disandingkan dengan

orang gila. Ini dianggap aib. Harga diri mereka bisa ternoda. Sebagai orang Arab,

Majnun menyadari hal tersebut, namun ia tidak peduli. Inilah yang disebut sebagai

sikap kekanak-kanakan. Cinta membuatnya tidak bisa berpikir logis.

Perilaku Majnun yang lain yang berbentuk regresi juga dapat dilihat ketika ia

mendengar kabar tentang ibunya, seperti pada kutipan novel berikut:

Salim mengerti apa yang sedang berkecamuk di dalam dada pencinta itu. Ada kerinduan yang mendalam akan ketulusan, kelembutan, dan belai sayang dari wanita yang melahirkan dan merawatnya…

Ibu majnun mencium putranya dari ujung rambut sampai ujung kaki sambil menangis, membuat rambut Majnun menjadi basah. Sang ibu memeluk erat putra tercinta dengan hati yang bergetar, seolah tak inign lagi berpisah dengan putranya (hlm. 144). Keadaan yang digambarkan pengarang di atas, merupakan perilaku Majnun

yang kembali ke masa silam, yaitu ketika ia kecil. Majnun tidak bereaksi ketika ia

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 119: Layla Majnun Tesis

diperlakukan ibunya seperti bayi, dicium dari ujung rambut sampai ujung kaki dan

dipeluk erat. Ia menerima semua perlakuan ibunya terhadap dirinya. Ia merasakan

kedamaian dalam pelukan ibunya.

Bentuk regresi yang dilakukan Syed Omri dan Layla adalah dengan menangis

dan meratap. Syed Omri meratapi nasib Majnun yang malang, seperti Yakub

memikirkan Yusuf yang tidak diketahui rimbanya. Sedangkan Layla menagisi

nasibnya yang harus menikah dengan Ibnu Salam dan terpisah dari Majnun.

5.2.2. Berkhayal

Berkhayal atau fantasi selalu dipergunakan seseorang dalam upaya

menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan di sekitarnya. Fantasi merupakan

gejala normal pada masa kanak-kanak dan memainkan peran penting yang tercermin

pada perilaku anak dengan memainkan peran orang lain. Hal ini sejalan dengan

proses kematangan dan sosialisasi.

Pada orang dewasa, fantasi dimanfaatkan secara tidak sadar untuk mengatasi

tekanan jiwa, selain itu juga dalam upaya penyesuaian diri. Fantasi tidak harus

dihindari dalam usaha mengatasi tekanan jiwa, meskipun secara nyata tidak

memberikan hasil yang konkret. Fantasi tidak lebih sekedar usaha melepaskan diri

dari realita untuk mengurangi kepepatan atau tekanan jiwa. Dengan tindak fantasi

individu sebenarnya melakukan perlindungan terhadap dirinya dari citra diri yang

telah jatuh sehingga dalam hal ini fantasi merupakan sarana mempertahankan citra itu

dari noda (Siswantoro, 2005: 117-118).

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 120: Layla Majnun Tesis

Berkhayal dikenal juga dengan istilah melamun. Melamun merupakan bentuk

penyesuaian diri yang paling mudah dan dapat dilakukan di mana saja, serta tidak

merugikan orang lain. Tetapi jiwa melamun ini dilakukan secara berlebihan dapat

mengganggu fungsi jiwa yang lain.

Dalam rangka membuat hidup terasa lebih dapat dinikmati, seseorang akan

melakukan tindak berkhayal dalam takaran tertentu. Berkhayal dapat memotivasi

seseorang dalam berkarir. Impian dan cita-cita yang tinggi akan membuat seseorang

bekerja keras. Agar impian itu dapat tercapai, realisasi antara khayalan dan kenyataan

harus diperhitungkan.

Di dalam proses penyesuaian diri, biasanya reaksi berkhayal terjadi ketika

seseorang melakukan kompensasi atas keinginan yang tidak tercapai. Berkhayal

memang tidak menyelesaikan persoalan, namun ia dapat menghadirkan solusi sesaat

atas ketegangan. Dengan berkhayal, seseorang melakukan tindak tamasya untuk

menghindari persoalan yang menyelimutinya.

Selain yang diperbuat oleh Majnun, adakalanya ia berkhayal tentang masa

lalu, mengenang masa-masa indahnya bersama Layla dan mengenang kelembutan

dan kasih sayang ibunya. Majnun juga berkhayal bahwa di akhirat kelak ia dan Layla

akan bersatu dalam ikatan cinta yang abadi, di mana tradisi tidak akan dapat

memisahkan mereka. Biasanya setelah berkhayal, sikap Majnun menjadi lunak dan

dia terlepas dari beban derita yang menimpanya walaupun hanya sesaat.

Di saat hatinya remuk redam akibat berpisah dengan Layla, Majnun hanya

bisa berkhayal. “…Hanya bebatuan lembah yang dapat memahami kesedihan Qays.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 121: Layla Majnun Tesis

Karena bukit dan lembah yang setia mendengarkan lolongan Qays memanggil Layla.

Di sana dia dapat dengan leluasa membayangkan wajah Layla yang cantik dengan

kilau cahaya di pipi” (hlm. 21).

Namun, kadangkala kenangannya kepada Layla membuat hatinya menjadi

galau, air matanya bercucuran. Ini memang bisa terjadi, karena berkhayal tidak dapat

menyelesaikan masalah. Solusi yang dapat ditawarkan oleh khayalan hanya bersifat

sementara. Jika mengenang Layla hanya menambah luka hatinya, maka ia akan

menghibur dirinya dengan kembali berkhayal bahwa dia cinta mereka akan

dipersatukan suatu hari nanti. Harapan ini membuat Majnun mampu untuk bertahan

hidup, hidupnya hanya untuk Layla.

Hati Majnun menjadi lunak dan lembut tatkala ia teringat pada ibunya. Ia

terkenang akan kelembutan dan kasih sayang ibunya. Ibunya yang sudah tua telah

lama ia tinggalkan. Kenangan itu membuat kakinya menuruni lembah menuju

perkampungan bani Amir untuk menemui ibunya. Ini dapat dilihat pada kutipan

berikut:

Tiba-tiba teringat rumah yang telah dia tinggalkan. Ia ingat ibunya yang sudah tua dan merana. Majnun terkenang kelembutan dan kasih sayang yang tulus yang diberikan sang ibu.

Kali ini kenangan akan sang ibu meresahkan hatinya. Dia bertanya kepada Salim, “Sahabatku, sebelum engkau datang kemari, engkau terlebih dahulu singgah ke rumah orang tuaku…”

Kemudian kedua sahabat itu keluar dari gua, menuruni lembah menuju perkampungan bani Amir (hlm. 143-144).

Untuk mengurangi tekanan jiwa, Syed Omri mengenang masa-masa indahnya

dahulu bersama Qays. Qays, anak yang sangat diharapkan kelahirannya yang dapat

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 122: Layla Majnun Tesis

meneruskan kepemimpinan kabilahnya. Ia berharap Qays akan mendoakannya kelak

ketika ia meninggal. Namun, Syed Omri hanya mampu mewujudkan keinginannya

dalam khayalan saja. “…Ia sudah tidak tahan, terbaring lemah di atas tempat tidur,

mengurai masa lalu yang tak ramah, terkenang putera pelita hatinya yang kini asing

dan jauh” (hlm. 123).

Tindak fantasi yang dilakukan Layla dalam upaya penyesuaian diri adalah

dengan mengenang Qays yang dapat dilihat pada kutipan berikut:

…Gadis itu tetap tidak merasakan ketentraman, justru semakin tersiksa. Di tempat yang jauh itu jiwa Layla selalu mengenang Qays, siang terbayang malam dikenang, siang berharap malam meratap. Hasrat menyala dalam hati agar dapat berjumpa dengan Qais, pujaan hati dambaan kalbu. Rasa cinta di hati gadis itu semakin mendalam meskipun mereka berdua berjauhan (hlm. 20).

5.2.3. Pengalihan

Pengalihan sasaran kemarahan (displacement) merupakan tindak penyesuaian

diri yang umum terjadi yang muncul akibat dari frustrasi. Seseorang tidak dapat

melepaskan perasaan mendasar seperti kemarahan, maka mekanisme penyesuaian diri

ini dibentuk dan kemudian diarahkan pada objek lain. Objek tersebut bisa binatang,

manusia, tumbuhan, ataupun benda mati, yang sama sekali tidak ada hubungannya

dengan situasi aslinya. Misalnya, jika seseorang mendapat masalah di tempat

kerjanya, maka di rumah ia akan melampiaskan kemarahannya kepada istri maupun

anak-anaknya, atau anggota keluarga lainnya (Berry, 2008: 80).

Pengalihan sasaran kemarahan merupakan perwujudan serangan yang

ditujukan kepada objek sasaran yang lain. Pengalihan sasaran kemarahan ini dapat

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 123: Layla Majnun Tesis

meringankan derita batin yang ditanggung seseorang, walaupun sifatnya hanya

sementara.

Dalam novel LM ini, pengalihan sasaran kemarahan dapat kita lihat pada

petikan berikut, “…Langkah Majnun menuntunnya mendaki sebuah bukit. Di atas

bukit ia berteriak sekuat tenaga, seolah ingin melepaskan semua beban yang

menghimpit. Teriakannya menggema, didengar oleh penduduk di sekitar bukit” (hlm.

62).

Majnun menggantikan sasaran kemarahannya pada sebuah bukit dengan

berteriak sekuat tenaga sehingga orang mendengarnya merasa terganggu. Sebenarnya

Majnun marah kepada ayahnya yang ingin mencarikan wanita lain sebagai pengganti

Layla. Dia tidak tega memarahi ayahnya. Walau bagaimanapun juga Majnun tetap

menjaga perasaan ayahnya. Ia sangat menghormati ayahnya, namun untuk melupakan

Layla, dia tidak bisa. Apalagi ingin menggantikan kedudukan Layla di hatinya

dengan wanita lain. Layla tidak tergantikan oleh siapapun dan cintanya tidak bisa

dialihkan pada orang lain.

Melihat sikap ayahnya yang tidak dapat memahami penderitaan jiwanya,

membuat Majnun tak betah tinggal di rumahnya. Lalu ia kembali pergi mengembara,

sampai akhirnya ia ke atas sebuah bukit. Di atas bukit itulah ditumpahkannya semua

kemarahan dan uneg-uneg yang mengganjal di hatinya. Setelah berteriak sekuat

tenaga, Majnun menjadi lega dan hatinya terlepas dari beban yang menghimpit.

Orang-orang yang merasa terganggu dengan teriakannya, bergegas menuju bukit.

Di sana mereka hanya menemukan sosok Majnun yang gila.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 124: Layla Majnun Tesis

Pengalihan sasaran kemarahan yang dilakukan oleh Layla adalah dengan

mengatakan kepada Ibnu Salam bahwa pernikahannya adalah keinginan ayahnya

bukan keinginannya. Jadi, jangan berharap bahwa Layla akan melayani Ibnu Salam

sebagai seorang istri yang terlihat dalam kutipan berikut ini:

Dengan suara menyayat, yang terdengar lebih menyedihkan dari sangkakala maut, Layla berkata, “Apakah engkau berharap bisa memilikiku? Wahai tuan sadarilah, perkawinan ini adalah keinginan ayahku, bukan keinginanku sendiri! Aku tidak ingin melakukan perbuatan yang sangat aku benci, lebih baik darahku menodai pedangmu. Aku tidak ingin mengkhianati cintaku, tidak ingin mengotori jiwaku, hingga noda hitam akan selalu melekat di keningku. Tuan, janganlah engkau berusaha mendapatkan sebuah hati yang ditakdirkan untuk mengalami penderitaan. Dalam hati ini telah terukir satu nama, dan ia tidak bisa digantikan oleh yang lain, walau emas dan permata ditaburkan untuk menyilaukan pandangan mata. Namun, jiwa yang penuh cinta tidak akan terlena oleh kemewahan dunia!” (hlm. 110).

5.2.4. Menutup Kelemahan

Menutup kelemahan (compensation) merupakan reaksi mekanistis

penyesuaian diri pada saat seseorang mengalami frustrasi, kegagalan, dan bentuk

ancaman-ancaman lain terhadap dirinya. Teknik pertahanan diri ini manifestasinya

berwujud mengganti kelemahan atau cacat dengan jalan menunjukkan kelebihan.

Sebagai contoh, seorang gadis yang gagal menarik hati laki-laki, boleh jadi akan

mengganti kegagalannya itu dengan memberi tekanan atau mencurahkan perhatian

kepada prestasi akademisnya. Contoh lain, seorang mahasiswa yang kemampuan

akademisnya tidak begitu menggembirakan boleh jadi memuaskan keinginan untuk

dihargai lewat prestasi olah raga (Siswantoro, 2005: 118).

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 125: Layla Majnun Tesis

Kompensasi selalu mengandung unsur rasa ketidakmampuan diri atau rasa

rendah diri. Fungsi penyesuaian dirinya terletak pada bagaimana mengatasi

kelemahan, keterbatasan, dan kekalahan dengan jalan menarik perhatian pada sisi

kelebihan yang dimiliki baik yang berwujud atau yang berkhayal.

Selain itu, aktivitas kompensasi pengganti frustrasi seseorang bergantung

pada sejauhmana aktivitas tersebut mengurangi ketegangan yang disebabkan oleh

rasa rendah diri dan kegagalan yang dihadapi. Sementara itu, nilai kompensasi tidak

dapat diukur dari perilaku pengganti tetapi kompensasi dapat membantu individu

di dalam mempertahankan harga dirinya.

Harga diri merupakan fungsi penghormatan orang lain terhadap individu,

maka wajarlah harga diri ini harus dipertahankan. Kompensasi dapat membantu

seseorang memperoleh kehormatan sesama teman. Kompensasi bisa saja berupa

mekanisme penyesuaian diri, dimana perilaku kompensasi merubah sikap individu

terhadap dirinya. Di dalam upaya memungkinkan diri mengatasi kelemahan dengan

cara berprestasi di bidang lain, kompensasi sebenarnya membangun rasa percaya diri

dan menghilangkan sisi rasa rendah diri.

Bentuk kompensasi yang dilakukan Majnun untuk mengatasi kelemahan tidak

mendapatkan Layla adalah dengan mempertahankan cintanya kepada Layla. Apapun

akan dilakukannya untuk mempertahankan cintanya pada Layla, termasuk

mengasingkan diri hidup di hutan. Dia tidak memandang penderitaan sebagai

kepedihan. Dalam hal cinta Majnun adalah raja. Cinta yang ada di hatinya adalah

pelipur lara saat kesedihan datang. Cintanya tidak akan berubah atau berpaling, walau

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 126: Layla Majnun Tesis

tubuhnya binasa, namun cinta telah mengirimkan cahaya. Dengan cahaya itu Majnun

hidup dan tidak menjadi gila. Cintanya murni, jauh dari dorongan nafsu syahwati.

Dan cinta seperti itu adalah ilham dari surga. Inilah bentuk kompensasi yang

dilakukan Majnun. Dia berhasil mempertahankan cintanya kepada Layla walaupun ia

harus hidup menderita dan bertingkah laku seperti orang gila.

Cara lain yang dilakukan Majnun untuk mempertahankan cintanya pada Layla

adalah dengan berdoa di depan Ka’bah. Ia meminta kepada Allah agar hatinya jangan

berpaling dari Layla. Dia justru mendoakan untuk kesehatan Layla, bukan berdoa

untuk kesembuhannya. Ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

“Aku mencintai Layla namun aral menghalangiku untuk datang bertandang. Aku menyayanginya dan tidak bisa berpaling dari selain dia. Bagaimana bisa aku berpaling, sedang hatiku telah tergadaikan. Aku bertobat kepada-Mu Ilahi, karena aku akan kembali kepada-Mu jua”.

“Ya Allah Tuhanku, anugerahkanlah Layla padaku, dekatkanlah ia padaku. Ya Tuhan, sesungguhnya Engkau mempunyai anugerah dan ampunan. Jadikanlah kaum pencinta dalam keadaan afiat malam ini, yaitu dia yang terus mengingat cintaku saat orang lain terlelap tidur. Dia yang jatuh tertelungkup mencium bumi dan berdoa padamu untuk kebahagiaanku. Ya Allah, janganlah Engkau rampas cintaku padanya” (hlm. 45).

Bentuk kompensasi yang dilakukan Syed Omri untuk menutup kelemahannya

dapat dilihat dari pembicaraannya dengan Majnun sebagai berikut:

“…Buanglah rasa putus asa yang menyebabkan engkau larut dalam kesedihan, nikmatilah harta yang kita miliki. Dengan harta segala kebahagiaan dapat kita gapai. Janganlah engkau menjadi pengembara yang tidak memiliki rumah untuk berteduh. Engkau pemuda terhormat, kaya-raya dan disegani. Dengan kekayaan engkau bisa mendapatkan apa saja yang engkau inginkan, bisa memberi perintah dan mendapat penghormatan” (hlm 57-58).

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 127: Layla Majnun Tesis

Dari kutipan di atas, dapat dilihat bahwa Syed Omri menutup kelemahannya

dengan berprestasi di bidang kekayaan. Ia adalah seorang yang sangat dihormati

karena kekayaan dan kedermawanannya. Walaupun ia kaya raya, namun ia tidak

sombong. Dia adalah tempat para musafir dan fakir miskin menggantungkan harapan.

Bentuk kompensasi yang dilakukan Layla adalah dengan berpura-pura

menangis atas kematian Ibnu Salam, suaminya. Sebenarnya ia menangis untuk

Majnun, bukan untuk Ibnu Salam. Kematian Ibnu Salam adalah gerbang menuju

kebebasannya. Dalam tradisi Arab, seorang wanita yang ditinggal mati oleh suaminya

bebas menentukan pilihan, tidak terikat oleh keinginan orang tua. Kini, Layla bebas

menentukan arah yang dikehendakinya. Namun, menurut tradisi Arab, dia harus

dipingit selama dua tahun dan selama itu pula pekerjaannya hanya meratap dan

menangis.

Selama dua tahun inilah Layla menangis dan meratap. Matanya sembab

karena air mata menetes, rambut terurai tak terurus, tetapi bukan buat seseorang yang

sudah berkalang tanah, melainkan untuk Majnun yang dicintainya. Inilah mekanisme

pertahanan diri yang sangat sempurna yang dilakukan oleh Layla. Dia bisa bebas

menangis dan meratap untuk Majnun, tanpa diketahui oleh orang lain. Hal ini dapat

dilihat pada petikan novel berikut ini:

…Kematian Ibnu Salam menimbulkan harapan yang selalu dinantikan oleh Layla. Tetapi ia masih harus menunggu hari pembebasan. Menurut tradisi, seorang janda yang ditinggal mati suaminya harus dipingit selama dua tahun. Pekerjaannya hanyalah meratap dan menangis. Memang, setiap hari Layla menangis, tetapi siapakah yang bisa menebak apa yang tersembunyi dalam hati? Mata yang indah itu boleh saja berlinang, hatinya bisa saja

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 128: Layla Majnun Tesis

bergetar, tetapi bukan buat seseorang yang sudah berkalang tanah. Hanya untuk Majnun, segala titik air mata tertumpah (hlm. 164).

5.2.5. Peningkatan Diri

Bonner (Siswantoro, 2005: 120) mengatakan:

Fungsi peningkatan diri adalah mengijinkan atau memberikan kesempatan kepada individu untuk berbuat sesuatu dalam upaya mencapai tujuan, cita-cita yang dikehandaki. Adalah watak manusia untuk selalu meningkatkan diri dan tidak puas dengan tetap berada di tempat yang sama organisme manusia, sebab didorong oleh desakan-desakan mempertahankan citra diri, akan berusaha meninggalkan kondisi di mana sekarang ia berada untuk bergerak menggapai tataran atau derajat diri yang lebih tinggi. Hanya jiwa atau diri yang tidak sehat sajalah yang mandeg tak berkembang atau pasrah tanpa berbuat untuk tumbuh. Diri manusia tidak hanya berkehendak agar tetap selamat dalam proses

penyesuaian diri, namun juga berkehendak untuk berkembang. Akibat dari tekanan

sosial dan nilai kultural, terjadi proses identifikasi diri, dan itu ikut menentukan

tujuan dan cita-cita yang ingin dicapainya. Peningkatan diri ditandai oleh hasrat

pemenuhan (level of aspiration).

Level of aspiration adalah tumbuhnya kesadaran akan hasrat pemenuhan

dalam usaha mencapai tujuan atau cita-cita tidak lepas dari interaksi individu dengan

individu lain di dalam interaksi sosial. Masyarakat menilai individu, dan individu

sendiri menilai diri dan juga membuat perbandingan dengan individu lain dan terlibat

di dalam persaingan atau kompetisi. Semua itu mendorong individu menyesuaikan

diri dan meningkatkan citra dirinya (Siswantoro, 2005: 120-121).

Kegagalan dan keberhasilan adalah fenomena alamiah yang ada pada setiap

individu. Hal ini membuat individu menata kembali yang berjalan terus-menerus atas

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 129: Layla Majnun Tesis

diri sesuai dengan tingkat sukses atau keberhasilan yang hendak ia capai. Di sini

kegagalan bergandeng dengan usaha peningkatan diri. Reaksi frustrasi yang

merupakan penyesuaian diri berpasangan dengan usaha peningkatan diri. Individu

tidak ingin terpuruk menghadapi kegagalan, hambatan, pengalaman lain yang tidak

menyenangkan. Ia akan berusaha dan kesadaran memenuhi tuntutan akan meraih

sesuatu yang dihasrati atau dicita-citakan perlahan tumbuh di dalam diri.

Usaha peningkatan diri Majnun dapat dilihat pada usahanya untuk merubah

sikap dan perilakunya setelah bertemu dengan Naufal. Ia merubah pikiran liarnya dan

ia bertingkah laku layaknya orang normal. Dari hari ke hari Majnun menunjukkan

perubahan. Majnun melihat cahaya dan harapannya tumbuh kembali setelah

mendengar kata-kata Naufal yang ingin mengembalikan Layla padanya.

Keajaiban terjadi, dari hari ke hari Majnun mulai menunjukkan perubahan. Ia mulai mau berpakaian, menyantap hidangan yang disediakan hingga tubuhnya menjadi sehat dan wajahnya bercahaya. Majnun mulai dapat tertawa dan minum dengan penuh semangat. Kesuraman berubah menjadi kecemerlangan. Sejak bersama Naufal, Majnun merasakan harapannya kembali bersinar (hlm. 89-90).

Peningkatan diri Syed Omri dapat dilihat dari usahanya untuk mencari

Majnun. Ia merasa telah gagal membahagiakan puteranya. Penyesalan membuatnya

seperti kembali muda. Ia bertekad untuk mencari dan menemukan Majnun yang dapat

dilihat pada kutipan berikut ini:

Dia berjalan melalui sela-sela pepohonan dan hutan rimba, mencari puteranya yang malang. Saat cahaya siang telah hilang berganti malam, dia beristirahat di gua yang kelam. Seharian berjalan membuat tubuh tuanya menjadi lelah, tetapi semangatnya untuk mencari jantung hati semata wayang

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 130: Layla Majnun Tesis

itu tidak pudar. Beristirahat di dalam gua membuat hatinya gelisah, dia tidak bisa merasa tenang sebelum menemukan Majnun (hlm. 119).

Sedangkan peningkatan diri Layla dapat dilihat dari usahanya yang telah

melewati masa berkabung akibat kematian suaminya. Dua tahun bukanlah waktu

yang sedikit bagi orang yang sedang memendam cinta. Waktu terasa sangat lambat

berjalan dan Layla hampir putus asa menanti waktu pembebasan. Masa penantian itu

sangatlah menyiksa. Layla harus memakai kerudung hitam perkabungan, tidak boleh

keluar rumah dan tidak boleh bertemu dengan siapapun.

Namun, ketika masa penantian itu berakhir, keceriaan mulai menghiasi

wajahnya kembali. Ia mulai membenahi masa depannya. Sekaranglah saatnya untuk

menyempurnakan harapan, hari pertemuan untuk sepasang kekasih. Hal ini dapat

dilihat seperti kutipan berikut ini:

Akhirnya pagi menjelang, sang raja hari muncul dengan cahaya yang cerah, dan malam-malam Layla telah berlalu. Keceriaan menghiasi wajahnya yang bersinar seperti cahaya pagi. Dia bergerak dengan langkah selembut bidadari, dengan raut wajah bersinar bak rembulan. Dan sekarang, apa yang menjadi tujuan utamanya? Apakah tubuhnya akan memperlihatkan getaran yang ada di dalam hati, mengabarkan cinta yang telah tersembunyi begitu lama? (hlm. 165).

Secara keseluruhan representasi perilaku manusia, dalam hal ini diwakili oleh

Majnun, Syed Omri dan Layla dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 131: Layla Majnun Tesis

Tabel 1. Refresentasi Perilaku Manusia dalam Novel LM

No. Perilaku Majnun Layla Syed Omri

Agrasif ●Scapegoating ●free-floating

anger ●suicide

●Scapegoating X

●suicide

●Scapegoating X

●suicide

Menghindar Ke gua Duduk menyendiri

Duduk menyendiri

Sublimasi Mencintai binatang

Menceritakan deritanya kepada pertapa

Berdoa di Ka’bah

Proyeksi Menyalahkan Naufal

X X

1.

Frustrasi Kompromi

Rasiona-lisasi

Tipe“pelaku kejahatan”

Tipe “pelaku kejahatan”

Tipe “anggur asam”

Regrasi

● berkelakuan primitif

● kembali ke masa anak-anak

Menangis dan meratap

Menangis dan meratap

Berkhayal

● membayang-kan wajah Layla

● teringat ibunya

Teringat masa indah bersama Majnun

Teringat masa kecil Majnun

Pengalihan

Melampiaskan kemarahan pada bukit

Melampiaskan kemarahan pada Ibnu Salam

X Menutup kelemahan

Mempertahan-kan cintanya pada Layla

Berpura-pura menangis atas kematian suaminya

Kekayaan yang melimpah

2.

Penyesuai-an Diri

Peningkatan diri

Merubah sikap menjadi manusia normal

Kembali ceria setelah berakhir masa berkabung

Merasa muda kembali ketika mencari Majnun

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 132: Layla Majnun Tesis

BAB VI

ANALISIS PROSES MENTAL DALAM NOVEL LAILA MAJNUN

6.1. Analisis Proses Mental

Teori Fungsional Linguistik Sistemik (TFLS) menganggap klausa merupakan

unit tata bahasa yang tertinggi dan dibangun atas unit-unit yang lebih kecil

di bawahnya yaitu grup atau frasa, sedangkan grup atau frasa dibangun atas unit kata

yang terdiri atas morfem. Sedangkan kalimat bukan unit tata bahasa, tetapi

merupakan unit bahasa tulisan yang diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan

titik (Sinar, 2008: 17).

Klausa sebagai unit tata bahasa tertinggi mempunyai tiga komponen yaitu

proses (process), partisipan (participant) dan sirkumstan (circumstance). Proses

adalah kegiatan yang terjadi dalam klausa atau menurut tata bahasa tradisional

disebut kata kerja atau verba. Partisipan adalah orang atau benda yang terlibat dalam

proses tersebut. Sedangkan sirkumstan adalah lingkungan tempat proses yang

melibatkan partisipan.

Proses dalam klausa dapat dirinci menjadi enam jenis yaitu proses material,

mental, relasional, verbal, tingkah laku, dan wujud. Proses material adalah aktivitas

atau kegiatan yang menyangkut fisik dan dapat dilihat oleh indra. Proses mental

adalah kegiatan yang menyangkut indra, kognisi, emosi, dan persepsi yang terjadi

dalam diri manusia. Proses relasional adalah proses penghubung yang

menghubungkan satu entitas dengan entitas lain. Proses verbal adalah aktivitas yang

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 133: Layla Majnun Tesis

menyangkut pembawa informasi. Proses tingkah laku adalah aktivitas atau kegiatan

fisiologis yang menyatakan tingkah laku fisik manusia. Sedangkan proses wujud

adalah menunjukkan keberadaan satu entitas. Pada kesempatan ini peneliti hanya

membahas mengenai proses mental.

Proses mental mempunyai dua partisipan, yang pertama manusia atau seperti

manusia yang sadar yang mempunyai indra melihat, merasa, dan memikir. Partisipan-

partisipan yang mempunyai indra-indra ini dinamakan sebagai “pengindera”.

Partisipan kedua dapat berupa benda ataupun fakta adalah partisipan yang diindera

(dilihat, dirasa, atau dipikir) dinamakan “fenomena” (Sinar, 2008: 33).

Dalam bahasa Inggris, proses relasional khususnya relasional atributif ada

yang mengambil peran proses mental. Fungsi atribut dan penyandang mengambil

peran proses mental. Dalam bahasa Indonesia merasa senang dan gelisah bukanlah

proses mental, melainkan menjadi proses relasional. Perhatikan contoh berikut ini:

[1]

His heart Is anxious

Penyandang Proses: Relasional Atribut

[2]

That man Feels happy

Penyandang Proses: Relasional Atribut

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 134: Layla Majnun Tesis

[3]

That man Is happy

Penyandang Proses: Relasional Atribut

Klausa [2] dan [3] artinya dalam bahasa Indonesia adalah ‘lelaki itu merasa

senang’. Jadi, kedua kalimat itu sama, makanya proses relasional atributif ada yang

mengambil peran dari proses mental.

Analisis proses mental terbagi atas tiga komponen, yaitu analisis mental

persepsi, mental kognisi, dan mental afeksi. Berikut ini adalah analisis ketiga

komponen proses mental tersebut.

6.1.1. Mental Persepsi

Analisis mental persepsi ditandai dengan menganalisa aktivitas indra mata

dan telinga, seperti: melihat, menatap, mendengar, tengok, memandangi, perhatikan,

memperhatikan, dan menyaksikan. Dari 359 klausa proses mental yang terjaring

dalam novel LM, setelah dianalisis terdapat 144 klausa proses mental persepsi yang

dapat dilihat pada Tabel 3. Analisis proses mental persepsi dapat dilihat pada contoh

klausa di bawah ini:

[4]

Gadis itu melihat pesona yang memabukkan pada diri Qays

Pengindra Proses: Mental, Persepsi Fenomena

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 135: Layla Majnun Tesis

[5]

Ia menatap wajah ayahnya

Pengindra Proses: Mental, Persepsi Fenomena

[6]

[Dari kejauhan] mereka mendengar suara binatang buas

Pengindra Proses: Mental, Persepsi Fenomena

[7]

Ishaq memandangi Layla

Pengindra Proses: Mental, Persepsi Fenomena

[8]

Bukit dan lembah mendengar lolongan Qays

Pengindra Proses: Mental, Persepsi Fenomena

Pada novel LM ditemukan, ada dua partisipan yang terdapat dalam proses

mental, yang pertama manusia dan bukan manusia, yaitu: bukit dan lembah yang

mempunyai indra mendengar. Ini bisa terjadi karena novel LM ini termasuk ke dalam

novel sastra Melayu klasik. Jadi, untuk membuat cerita lebih menarik dan kesan yang

mendalam, penulisnya membuat perbandingan dan perumpamaan dengan

melukiskan benda mati dan hewan yang berperilaku seperti manusia. Partisipan yang

pertama ini dinamakan “pengindra”. Partisipan kedua berupa benda yang ataupun

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 136: Layla Majnun Tesis

fakta adalah partisipan yang mengindra dinamakan “fenomena”. Fenomena dalam

tabel di atas berupa benda dan fakta dan aksi atau tindakan.

Fenomena dalam mental persepsi (melihat, mendengar, dan memperhatikan)

di atas, direalisasikan oleh klausa partikel yang dan bahwa. Fenomena yang berupa

benda dan aksi direalisasikan dengan menggunakan partikel yang, sedangkan

fenomena yang berupa fakta direalisasikan dengan partikel bahwa.

6.1.2. Mental Afeksi

Analisis proses mental afeksi ditandai dengan aktivitas hati, seperti:

mengharap, jemu, ingin, menyesal, mencintai, merindukan, yakin, tertarik, mengasihi,

sabar, terpikat, menganggap, dan terkejut. Dari 359 klausa proses mental, terjaring

137 klausa proses mental afeksi. 8 klausa diantaranya, fenomena berfungsi sebagai

subjek, sedangkan sisanya pengindra berfungsi sebagai subjek. Hasil analisis proses

mental afeksi dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5. Analisis proses mental persepsi

dapat dilihat pada contoh klausa di bawah ini:

[9]

Aku mencintai Layla

Pengindra Proses: Mental, Afeksi Fenomena

[10]

Ia tidak tertarik melakukan perniagaan

Pengindra Proses: Mental, Afeksi Fenomena

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 137: Layla Majnun Tesis

[11]

Aku [sudah] tidak sabar menunggu janjimu

Pengindra Proses: Mental, Afeksi Fenomena

[12]

Ia tidak ingin rahasianya terkuak

Pengindra Proses: Mental, Afeksi Fenomena

[13]

Aku [akan tetap] merindukan Bibirmu

Pengindra Proses: Mental, Afeksi Fenomena

Sinar (2008: 34) mengatakan, “Pada klausa proses mental mempersepsi,

merasa, dan memikir, dapat terjadi secara timbal balik. Proses mental ini

direpresentasikan mempunyai ciri dua arah. Dalam klausa sejenis ini kedua elemen

yaitu pengindra dan fenomena dapat menjadi subjek klausa tanpa menukar bentuk

klausa”.

Selanjutnya, Saragih (2006: 33) mengatakan, “Proses mental persepsi

merupakan proses dua hala. Yang dimaksud dengan dua hala adalah klausa dengan

dua partisipan. Selanjutnya, letak atau posisi kedua partisipan dapat dipertukarkan

dan proses mental dalam klausa itu diganti atau disubsitusi dengan yang sejenis.

Pertukaran itu tidak mengubah arti dan status kalimat aktif”.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 138: Layla Majnun Tesis

Dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa proses mental dapat

terjadi dapat terjadi secara timbal balik. Kedua elemen, yaitu pengindra dan fenomena

dapat menjadi subjek klausa dengan mengganti proses mental yang sejenis tanpa

mengubah arti dan status kalimat aktif. Dalam klausa proses mental [14] dan [15]

kedua partisipan dalam masing-masing klausa dapat bertukar posisi dengan arti

kalimat yang sama. Begitu juga dengan klausa [16] dan [17]. Analisa ini dapat dilihat

pada contoh klausa di bawah ini:

[14]

Bibir Layla membahagiakan hati yang memandang

Fenomena Proses: Mental, Afeksi Pengindra

[15]

Hati yang memandang menyukai Bibir Layla

Pengindra Proses: Mental, Afeksi Fenomena

[16]

Kata-kata ayahandanya itu menyenangkan hati Majnun

Fenomena Proses: Mental, Afeksi Pengindra

[17]

(Hati) Majnun menyukai kata-kata ayahandanya itu

Pengindra Proses: Mental, Afeksi Fenomena

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 139: Layla Majnun Tesis

6.2. Mental Kognisi

Analisis pada proses mental kognisi ditandai dengan aktivitas otak, seperti:

sadar, tahu, berpikir, mengenali, mengenang, membayangkan, memahami, lupa,

mengetahui, teringat, terkenang, dan mengenang. Dari 359 klausa proses mental, dari

hasil analisis terdapat 78 klausa proses mental kognisi, sedangkan 3 klausa

diantaranya merupakan fenomena yang berfungsi sebagai subjek. Analisis data proses

mental kognisi dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7. Analisis proses mental kognisi

dapat dilihat pada contoh klausa di bawah ini:

[18]

Manusia Tidak pernah sadar akan bahaya yang tersembunyi

Pengindra Proses: Mental, Kognisi Fenomena

[19]

Mereka tidak tahu bahwa petaka yang mengintai

Pengindra Proses: Mental, Kognisi Fenomena

[20]

Lama-kelamaan mereka lupa akan nama Qays

Pengindra Proses: Mental, Kognisi Fenomena

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 140: Layla Majnun Tesis

[21]

Lelaki itu berpikir biasanya ibu lebih peka

Pengindra Proses: Mental, Kognisi Fenomena

[22]

Layla teringat nasib kekasihnya

Pengindra Proses: Mental, Kognisi Fenomena

Sama halnya dengan proses mental afeksi, proses mental kognisi juga dapat

terjadi secara timbal balik. Kalusa [23] dan [24] masing-masing bisa bertukar posisi

dengan arti yang bersamaan, begitu juga dengan klausa [25] dan [26]. Ini dapat dilihat

pada hasil analisa berikut ini:

[23]

Semua keindahan itu mengingatkan ku [pada Layla]

Fenomena Proses: Mental, Kognisi Pengindra

[24]

Aku teringat semua keindahan itu

Pengindra Proses: Mental, Kognisi Fenomena

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 141: Layla Majnun Tesis

[25]

Kesengsaraan tidak pernah diketahui oleh orang yang sudah

mati

Fenomena Proses: Mental, Kognisi Pengindra

[26]

Orang yang sudah mati tidak pernah mengetahui kesengsaraan

Pengindra Proses: Mental, Kognisi Fenomena

6.2. Persentase Analisis Proses Mental

Setelah menganalisis proses mental dalam novel LM, secara keseluruhan

persentase proses mental dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2. Persentase Analisis Proses Mental Novel LM

No Proses Mental Klausa %

1. Persepsi 144 40,11%

2. Afeksi 137 38,16%

3. Kognisi 78 21,73%

Jumlah 359 100%

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa klausa proses mental persepsi

menempati urutan pertama dengan persentase 40,11%. Klausa proses mental afeksi

menempati urutan kedua dengan persentase 38,16%. Sedangkan proses mental

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 142: Layla Majnun Tesis

kognisi menempati urutan ketiga dengan persentase 21,73%. Ini menunjukkan bahwa

aktivitas indra mata dan telinga lebih banyak digunakan dalam novel tersebut.

Aktivitas hati hanya terpaut tujuh klausa dari aktivitas indra mata dan telinga.

Sedangkan aktivitas otak sangat sedikit dipergunakan dalam novel LM, jika

dibandingkan dengan aktivitas indra mata, telinga dan hati.

Novel LM adalah novel yang berceritakan tentang cinta. Biasanya novel

percintaan banyak bercerita tentang perasaan. Jatuh cinta bisa disebabkan oleh

pandangan pertama. Dari pandangan pertama ini, rasa cinta turun ke hati. dalam

melukiskan pertemuan-pertemuan dan perasaan hati, tentulah dipergunakan kata-kata

yang menyangkut tentang indra mata dan hati. Biasanya orang yang sedang jatuh

cinta, pikiran kurang diutamakan. Otak dipergunakan untuk membayangkan hal-hal

yang indah tentang cinta tersebut, sehingga membawa si pencinta ke dalam khayalan

yang mengasyikkan. Logika tidak dibutuhkan dalam bercinta, karena kata-kata

tentang cinta itu sendiri sudah melampaui dari logika. Inilah sebabnya di dalam novel

LM lebih banyak digunakan klausa proses mental persepsi dan afeksi dibandingkan

dengan klausa proses mental kognisi.

Kata kerja yang digunakan dalam klausa proses mental persepsi pada novel

LM antara lain melihat, menatap, memandang, dan mendengar. Dari aktivitas indra

mata dan telinga ini, berpengaruh terhadap jiwa atau psikis seseorang. Seseorang

yang mental atau jiwanya sehat, tidak akan terpengaruh oleh perasaan. Tetapi jika

seseorang yang keadaan jiwanya terganggu, orang tersebut tidak bisa lagi berpikir

dengan jernih, karena ia telah terbuai oleh perasaannya.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 143: Layla Majnun Tesis

Abdul Aziz al-Quussy (Hammad, 2008: 5) mengatakan, “kesehatan mental

ialah terealisasinya keserasian yang sempurna antara seluruh macam fungsi jiwa,

disertai kemampuan menghadapi goncangan-goncangan mental biasa yang terjadi

pada seseorang, dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya”.

Dari pengertian kesehatan mental di atas, bisa dikatakan bahwa seseorang

yang mentalnya sehat, di dalam dirinya tidak ada konflik atau pertentangan batin.

Fungsi-fungsi jiwa seperti pikiran, sikap, pandangan, dan keyakinan hidup harus bisa

membantu dan bekerja sama, sehingga bisa menjauhkan orang tersebut dari perasaan

ragu, bimbang, kegelisahan, dan konflik. Jadi, keserasian yang sempurna antara

seluruh macam fungsi jiwa adalah tidak adanya dalam diri seseorang konflik batin,

seperti keberadaannya di antara dua sikap yang bertentangan. Ragu dan bimbang

antara mempertahankan harga diri dan menghilangkan rasa laparnya dengan jalan

mencuri.

Konflik batin sering kali mengakibatkan ketegangan batin dan kebimbangan.

Syarat utama bagi kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari konflik batin

dan mampu mengatasi konflik tersebut ketika terjadi dalam dirinya. Tetapi jika

seseorang tidak mampu mengatasi konflik tersebut, maka hal ini akan menyebabkan

jiwanya terganggu.

Sama halnya dengan Syed Omri, Majnun, dan Layla dalam novel LM. Ketiga

tokoh cerita ini tidak dapat mengatasi konflik yang terjadi dalam diri mereka,

sehingga kesehatan mental atau jiwa mereka terganggu. Gangguan jiwa yang mereka

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 144: Layla Majnun Tesis

alami adalah frustrasi. Majnun mengalami frustrasi yang sangat akut sehingga ia

menjadi gila.

Pada Tabel 3 (no. 20 dan 21), ditemukan bahwa Syed Omri mengalami

frustrasi karena ia melihat keadaan Majnun yang menderita dengan tubuh yang

tinggal tulang dan kumal. Dia tidak tahan mendengar ratapan dan rintihan Majnun

yang sangat memilukan (no. 33 dan 34). Padahal pada Tabel 4 (no. 7), Syed Omri

berharap putranya kelak dapat dibanggakan. Jadi, harapan Syed Omri tidak sesuai

dengan kenyataan yang dilihatnya.

Frustrasi Majnun dapat dilihat dari Tabel 3 (no. 6 dan 7). Ia menatap wajah

Layla dan melihat keindahan yang menakjubkan. Dari Tabel 4 (no. 10), Qays telah

benar-benar jatuh hati pada Layla. Namun, karena ayah Layla tidak merestui

hubungan mereka membuat Majnun menjadi frustrasi. Ayah Layla menikahkan Layla

dengan Ibnu Salam. Majnun mendengar kabar pernikahan Layla dengan Ibnu Salam

(Tabel 3, no. 76). Untuk penyesuaian diri, Majnun banyak membayangkan wajah

Layla yang cantik (Tabel 6, no. 15).

Frustrasi Layla dapat dilihat melalui Tabel 3 (no. 8). Layla melihat pesona

yang memabukkan pada diri Qays, sehingga Layla tidak dapat melupakan Qays.

Pikirannya selalu tertuju pada Qays. Ia tidak ingin mengabaikan pengorbanan Qays

(Tabel 4, no. 80). Namun, karena Layla perempuan, dia tidak bisa berbuat banyak

untuk mewujudkan cintanya pada Majnun. Dia harus tunduk pada adat yang

mengikat. Jiwa Layla selalu mengenang Qays (Tabel 6, no. 13), merupakan bentuk

penyesuaian diri Layla yang diwujudkan dengan berkhayal. Melalui khayalan, Layla

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 145: Layla Majnun Tesis

dapat membayangkan wajah Majnun dengan leluasa. Khayalan ini akan mengurangi

frustrasi yang dialami Layla.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 146: Layla Majnun Tesis

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1. Simpulan

Setelah membaca dan menganalisis secara seksama novel LM, maka dibuat

simpulan sebagai berikut:

1. Representasi perilaku manusia yang dilihat melalui tokoh Majnun, Layla, dan

Syed Omri yang mengalami frustrasi. Majnun dan Layla frustrasi karena cinta

mereka tidak dapat terwujud di dunia. Cinta mereka terhalang karena

kesombongan orang tua Layla dan adat yang mengikat. Sedangkan Syed Omri

mengalami frustrasi karena gagal membahagiakan Majnun. Mereka

mengalami frustrasi yang kronis, sehingga berakhir dengan kematian.

Orang yang frustrasi biasanya melakukan reaksi agresif yang terdiri dari

scapegoating (mencari kambing hitam), free-floating anger (marah tanpa

pandang bulu), dan suicide (menyalahkan diri atau bunuh diri). Reaksi lain

adalah menghindar dan kompromi yang terdiri atas sublimasi, proyeksi, dan

rasionalisasi. Majnun dalam frustrasinya melakukan semua hal di atas.

Sedangkan Syed Omri dan Layla tidak melakukan reaksi agresif free-floating

anger dan reaksi proyeksi atau menimpakan kesalahan pada orang lain. Ini

bisa terjadi karena Layla dan Syed Omri tidak dapat mengekspresikan

tindakan mereka secara gamblang. Layla seorang perempuan terhormat, jadi

dia tidak mungkin melakukan perbuatan marah tanpa pandang bulu dan

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 147: Layla Majnun Tesis

menimpakan kesalahan pada orang lain. Sedangkan Syed Omri adalah

seorang pimpinan kabilah yang sangat dihormati dan berwibawa. Jadi, untuk

menjaga wibawanya dia tidak mungkin melakukan marah tanpa pandang bulu

dan proyeksi atau menimpakan kesalahan pada orang lain. Sementara itu,

Majnun adalah lelaki, dan dia tidak peduli dengan keadaan dirinya dan

sekitarnya, jadi dia bebas melakukan apa saja.

Untuk mengatasi rasa frustrasi itu, mereka mengadakan penyesuaian diri atau

yang disebut juga dengan mekanisme pertahanan. Penyesuaian diri yang

mereka lakukan adalah regresi, berkhayal, pengalihan, menutup kelemahan,

dan peningkatan diri. Majnun dan Layla melakukan semua reaksi tersebut,

sedangkan Syed Omri tidak melakukan pengalihan. Syed Omri tidak mau

marah kepada siapa pun karena ia seorang pemimpin yang arif dan bijaksana.

Di usia senjanya, dia tidak mau ada orang yang sakit hati kepadanya.

2. Analisis proses mental pada novel LM terdapat 359 klausa, di mana proses

mental persepsi menempati urutan pertama sebanyak 144 klausa dengan

persentase 40,11%. Urutan kedua adalah proses mental afeksi sebanyak 137

kalusa dengan persentase 38,16%. Sedangkan urutan yang ketiga adalah

proses mental kognisi sebanyak 78 klausa dengan persentase 21,73%.

Hasil persentase di atas menunjukkan bahwa novel LM ini banyak

menggunakan klausa aktivitas yang menggunakan indra mata dan telinga dan

juga klausa aktivitas hati. Ini sesuai dengan tema novel LM yang berceritakan

tentang cinta. Perasaan cinta yang ada di hati, diawali dari pandangan mata

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 148: Layla Majnun Tesis

dan mendengar tentang hal-hal yang baik dari orang yang dicintai. Aktivitas

otak dipergunakan untuk membayangkan dan mengenang sang kekasih yang

akhirnya akan menambah rasa cinta yang mendalam terhadap orang yang

dicintai.

Cinta kadangkala tidak dapat diwujudkan dalam satu ikatan perkawinan.

Banyak halangan dan rintangan yang harus dihadapi. Begitu juga halnya

dengan cinta Majnun dan Layla. Cinta mereka tidak bisa bersatu di dunia.

Inilah yang menyebabkan mereka frustrasi. Keadaan jiwa atau psikis orang

yang sedang frustrasi memang terganggu. Keinginan dan harapan tidak sesuai

dengan kenyataan yang dihadapi. Orang yang frustrasi lebih banyak berbuat

menurut kata hatinya daripada pikiran. Persentase di atas juga menyiratkan hal

yang sama. Dari 359 klausa proses mental yang terjaring, 137 klausa adalah

mental afeksi sedangkan mental kognisi hanya 78 klausa. Tindakan yang

didasarkan pada perasaan (hati) dua kali lebih banyak dibandingkan dengan

tindakan yang didasarkan atas pikiran (otak). Jadi, melalui novel LM, untuk

melihat keadaan jiwa atau psikis seseorang dapat juga dianalisis melalui

bahasa novelnya dengan proses mental.

7.2. Saran

Ada baiknya penelitian terhadap novel LM dilanjutkan dengan sudut pandang

yang berbeda, baik teori maupun metode. Hal ni akan menunjukkan bahwa sebuah

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 149: Layla Majnun Tesis

karya sastra itu sangat kompleks, sehingga tidak tertutup kemungkinan penafsiran

dan pemberian makna lain bagi penelitian selanjutnya.

Pengkajian tentang psikologi sastra hendaknya terus dikembangkan. Sebuah

karya sastra tidak akan pernah terlepas dari unsur psikologi pengarangnya maupun

unsut psikologi pembacanya. Dari kajian psikologi sastra ini, akan menambah

wawasan peneliti maupun pembaca tentang ilmu psikologi.

Peneliti juga menyarankan agar pembaca membaca novel LM. Secara

sepintas, peneliti menanyakan kepada khalayak bahwa tidak tahu tentang cerita LM

yang sebenarnya. Mereka hanya tahu bahwa Majnun itu gila, selanjutnya mereka

tidak tahu apa-apa. Padahal, novel LM ini sangat sarat dengan pesan moral, yaitu

cinta sejati tidak memerlukan penyatuan fisik karena cinta sejati melebihi ikatan

duniawi. Cinta sejati menyebabkan penderitaan sebanding dengan kebahagiaan. Oleh

karena itu, penuhilah hidupmu dengan cinta sejati (cinta kepada Tuhan). Cinta yang

dimurnikan dengan penderitaan duniawi, sebab kelak akan mendapat berkah cahaya

abadi.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 150: Layla Majnun Tesis

DAFTAR PUSTAKA Amin, Samsul Munir. 2008. Kisah Sejuta Hikmah Kaum Sufi. Jakarta: Amzah. Arifin, Syamsul. 1992. Metode Penulisan Karya Ilmiah. Medan: Kelompok Studi

Hukum dan Masyarakat FH USU. Baker, Rachel. 2007. Sigmund Freud: di Seberang Masa Lalu. Penerjemah Jimmi

Firdaus. Jakarta: Sketsa. Bayat, Mojdeh dan Muhammad Ali Jamniah. 2007. Layla & Majnun, Cerita-cerita

Menakjubkan dari Negeri Sufi. Penerjemah M.S. Nasrullah. Jakarta: Lentera. Boeree, C. George. 2008. General Psychologi: Psikologi Kepribadian, Persepsi,

Kognisi, Emosi, dan Perilaku. Penerjemah Helmi J. Fauzi. Yogyakarta: Prismasophie.

Berry, Ruth. 2008. Seri Siapa Dia? Freud. Alih Bahasa Frans Koa. Jakarta:

Erlangga. Bertens. K. 1983. Filsafat Barat Abad XX : Inggris-Jerman. Jakarta: Gramedia. Dar al-Kutub al-Ilmiah. 2003. Laila Majnun. Penerjemah Ida Santana. Bandung:

Pustaka Hidaya. Eagleton, Terry. 2006. Teori Sastra: Sebuah Pengantar Komprehensif. Bandung:

Jalasutra. Ech’s Blog. 2004. “Layla Majnun”.

mhtml:file://E:\ech’s%20Blog%20>>%20Layla%20 majnun.mht. Diakses 18 Januari 2009.

Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka

Widyatama. _________________. 2008. Metode Penelitian Psikologi Sastra. Yogyakarta:

MedPress.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 151: Layla Majnun Tesis

Faisal, Sanafiah dan Andi Mappiare. TT. Dimensi-dimensi Psikologi. Surabaya: Usaha Nasional.

Hammad, Azzam El. 2008. Kesehatan Mental Orang Dewasa. Jakarta: Restu Agung. Hardjana, Andre. 1991. Kritik Sastra: Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia. Hosen, Nadirsyah. 1997. “Cinta si Majnun”. mhtml:file://C:\Docoments%20and

%20Setting\Administrator\My%20Documents\Putaka. Diakses 19 Januari 2009.

Hurlock, Elizabeth B. 1993. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan.Penerjemah Istiwidayanti. Jakarta: Erlangga. Iqbal, Muhammad Zafar. 2006. Kafilah Budaya: Pengaruh Persia terhadap

Kebudayaan Indonesia. Penerjemah Yusuf Anas. Jakarta: Citra. Lubis, Mochtar. 1981. Teknik Mengarang. Jakarta: Kurnia Esa. Nizami. 2008. Laila Majnun. Penerjemah Dede Aditya Kaswar. Jakarta: Oase Mata

Air Makna. Nizami. 2009. Layla Majnun, Pengantin Abadi dari Surga. Penerjemah Ali Noer

Zaman. Jakarta: Kayla Pustaka. Poespoprodjo.W. 1987. Interpretasi: Beberapa Catatan Pendekatan Filsafatinya.

Bandung: Remaja Karya. Purwantari. 2004. “Legenda Cinta Laila Majnun” dalam harian Kompas tanggal 23

Oktober 2004, Jakarta. Purwanto, Yadi. 2007. Psikologi Kepribadian. Bandung: Refika Aditama. Ratna, Nyoman Khuta. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Roekhan. 1990. “Penelitian Tekstual dalam Psikologi Sastra; Persoalan Teori dan

Terapan” dalam Sekitar Masalah Sastra, Aminuddin (Ed.). Malang: YA3. Sanapiah, Faisal dan Andi Mappiare. TT. Dimensi-dimensi Psikologi. Surabaya:

Usaha Nasional.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 152: Layla Majnun Tesis

Saragih, Amrin. 2006. Bahasa dalam Konteks Sosial. Medan: Program Pascasarjana Unimed.

Sarwono, Sarlito Wirawan. 2000. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: Bulan

Bintang. _________________. 2003. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo. Semi, M.Atar. 1988. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya. Sikana, Mana. 2007. Teras Sastera Melayu Tradisional. Singapore: Pustaka Karya. ____________. 2009. Teori Sastera Kontemporari. Singapore: Pustaka Karya. Sinar, Tengku Silvana. 2008. Teori dan Analisis Wacana, Pendekatan Sistemik-

Fungsional. Medan: Pustaka Bangsa Press. Siswantoro. 2005. Metode Penelitian Sastra: Analisis Psikologis. Surakarta:

Muhammadiah University Press. Sukapiring, Peraturen. 1989. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Medan: USU Press. Sumarjo, Jakob dan Saini K.M. 1991. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia. Sudjiman, Panuti. 1992. Memahami Cerita Rekaan. Bandung: Angkasa. Sundari, Siti. 2005. Kesehatan Mental dalam Kehidupan. Jakarta: Reneka Cipta. Tarigan, Henry Guntur. 1991. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa. Teeuw, A. 2003. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya. Tim Redaksi Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar

Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Walgito, Bimo. 2003. Psikologi Sosial: Suatu Pengantar. Yogyakarta: Andi. Wellek, Rene dan Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraan. Penerjemah Melani

Budianta. Jakarta: Gramedia. Yuwono, Untung. 2007. Gerbang Sastra Indonesia Klasik. Jakarta: Wedatama Widya

Sastra.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 153: Layla Majnun Tesis

Lampiran 1:

Sinopsis

Kabilah bani Amir hidup di lembah Hijaz, Arabia yang terletak di antara

Mekah dan Madinah. Pemimpin kabilah itu bernama Syed Omri yang sudah tua dan

sangat termasyhur. Tidak ada seorang pun yang dapat menandingi kejayaannya. Harta

kekayaannya melimpah. Ia seorang yang gagah berani, penegak keadilan, dan

dermawan. Segala karunia Allah yang pernah diberikan pada makhluk hidup, dimiliki

seluruhnya oleh Syed Omri.

Namun, semua kejayaan dan amal baiknya tidak mampu mengusir rasa gunda-

gulana yang bersemayam di hatinya. Ia tidak merasa bahagia karena dia tidak

mempunyai anak. Sebuah kesedihan yang sangat mendalam menggerogoti hatinya

dan menggelapkan hari-harinya. Namun, Syed Omri terus berdoa kepada Allah siang

dan malam, memohon agar dikaruniai seorang putra.

Syed Omri tak jemu untuk berikhtiar, segala cara ia lakukan. Nasehat dan

petunjuk orang pandai ia jalani, doa dan nazar ia panjatkan. Ia berdoa dan bermunajat

kepada Allah dengan linangan air mata.

Karena keseriusan dan ketulusan Syed Omri dalam memuja dan berdoa,

akhirnya ia dikaruniai Allah seorang anak lelaki yang tampan dan rupawan. Aqiqah,

sebagai ungkapan rasa syukur dilakukan setelah si bayi berumur tujuh hari. Bayi itu

diberi nama Qays. Kelahiran Qays membuat semangat hidup Syed Omri kembali

bergairah, dapat dilihat dalam kutipan berikut:

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 154: Layla Majnun Tesis

Bayi laki-laki itu bagai anggur menghangatkan bibir yang gemetar karena kehausan, dan memadamkan kesedihan yang bergejolak di hati. Bayi yang didamba siang malam itu telah menghadirkan senyum kebahagiaan, menanggalkan kerudung kesengsaraan dan kesedihan yang selalu membayang, menjadi cahaya kehidupan serta pelipur lara di usia tua. Bayi itu benar-benar membawa berkah bagi orang tuanya, karena sekarang kehidupan Syed Omri dipenuhi oleh kesenangan dan kebahagiaan, namanya semakin harum di mata bani Amir. Kekuasaannya semakin bersinar, bagai kekuasaan Jamshid (hlm. 5). Qays tumbuh menjadi seorang anak yang ceria dan periang. Tubuhnya kuat,

wajahnya tampan, dan suaranya merdu bagai buluh perindu. Syed Omri ingin

anaknya cerdas dan pandai, oleh karena itu ia memberikan pendidikan yang terbaik

untuk Qays. Ia menitipkan Qays kepada seorang guru yang bijaksana dan penyabar

di daerah Badui. Di sekolah itu, Qays termasuk anak yang cerdas dan tekun.

Di antara anak-anak yang bersekolah itu, terlihat seorang gadis cantik yang

berusia belasan tahun. Wajahnya anggun mempesona, sikapnya lembut, dan

penampilannya bersahaja. Rambutnya hitam, tebal bergelombang. Nama gadis itu

adalah Layla, berasal dari bani Qhatibiah. Semua lelaki yang memandangnya pasti

terpikat oleh pesona dan kecantikan gadis yang sedang tumbuh mekar itu. Layla

seorang gadis yang cerdas dan memiliki kemampuan yang mengagumkan dalam

merangkai madah.

Pertama kali Qays melihat Layla, jiwanya langsung bergetar. Ini dapat kita

lihat pada kutipan berikut:

Ia seperti merasakan bumi berguncang dengan hebat, hingga merobohkan sendi-sendi keinginannya untuk menuntut ilmu. Qays belum pernah melihat keindahan yang menakjubkan di bumi seperti keindahan paras Layla. Dan Qays benar-benar telah jatuh hati pada Layla, sang mawar jelita. Keharuman cinta telah menghancurkan ketenangan pikirannya. Gejolak gairah cinta dalam

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 155: Layla Majnun Tesis

jiwa membuatnya kehilangan akal sehat, hingga lupa belajar dan lupa makan. Setiap detik, tiada yang melintas diangannya, kecuali mata indah Layla. Tiada suara yang lebih merdu daripada suara Layla (hlm. 9). Qays tidaklah bertepuk sebelah tangan. Layla juga tertarik padanya. Baginya

Qays seperti gelas minuman, semakin dipandang semakin haus. Sama seperti Qays,

kekaguman Layla pada pemuda itu hanya mampu diungkapkan melalui syair. Dari

waktu ke waktu cinta tumbuh subur dan berbunga di dalam taman hati Qays dan

Layla. Keduanya tidak menyadari jika kisah asmara mereka mulai menjadi bahan

gunjingan. Ada yang ikut merasa bahagia dan ada yang merasa cemas kalau

hubungan cinta Qays dan Layla di ketahui oleh keluarga gadis itu. Karena dalam

tradisi Arab, keluarga akan menjadi tercemar jika anak gadisnya menjadi bahan

pembicaraan orang lain.

Akhirnya, kisah cinta mereka terdengar juga oleh ayah Layla. Kabar ini bagai

arang hitam yang membuat bani Qhatibiah tersinggung, harga diri mereka ternoda.

Hanya ada satu cara untuk menghilangkan malu, yaitu mengurung Layla di dalam

rumah, tidak boleh pergi ke sekolah atau pun berjumpa dengan kawan-kawannya.

Setelah Layla dipingit, muncul penyesalan dalam hati Qays karena tidak

mampuh menyimpan rapat rahasia mereka. Begitu juga Layla, di rumah pikirannya

selalu membayangkan Qais. Mereka sama-sama mengalami kesengsaraan karena

berpisah, mereka menangisi nasib yang menimpa dan menyesakkan dada. Qays

laksana bunga kembang tak jadi. Jiwanya menjerit dan terguncang. Akal sehatnya

terbang melayang ke udara, mengembara mencari Layla.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 156: Layla Majnun Tesis

Qays menjadi gelisah, tak sekejap pun ia sanggup memejamkan mata. Jika

hari sudah malam, Qays pergi meninggalkan rumah dan berjalan tak tentu arah

menerobos semak belukar menuju padang belantara. Dia berkelana mencari pengobat

hati, sembari bibirnya melantunkan syair. Ketika pagi menjelang, Qays berlari

menuju padang sahara, tanpa beralas kaki, ia mengabarkan pada angin dan pasir

tentang derita jiwa yang dialaminya.

Semakin hari jiwa Qays semakin menderita. Dia terus menyebut nama Layla

yang telah memenjarakan hatinya. Ulah Qays ini, dianggap telah mencemarkan nama

Layla dan keluarganya. Hati orang tua Layla hancur karena anak gadis yang menjadi

permata seluruh kabilah, disebut-sebut oleh orang gila dan menjadi tertawaan

masyarakat. Akhirnya mereka pindah ke lembah Nejd karena tidak tahan

dipermalukan.

Layla yang sudah jauh dari Qays semakin tersiksa. Layla selalu mengenang

Qays. Hasrat hatinya ingin bertemu dengan Qays. Rasa cinta di hati gadis itu semakin

mendalam. Meskipun mereka berdua berjauhan, getar perasaan Layla terhubung juga

pada Qays. Jika Layla semakin menderita, maka Qays lebih sengsara. Qays semakin

menjadi-jadi. Ia semakin sering meninggalkan rumah dan hidup sendirian di padang

pasir yang gersang atau hutan belantara yang berbahaya. Dia tidak lagi merawat

tubuhnya, rambutnya dibiarkan panjang dan berjalan tanpa pakaian.

Bila kerinduannya pada Layla tidak tertahankan, maka dadanya menjadi sesak

dan pikirannya menjadi kalut, seperti pada kutipan berikut:

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 157: Layla Majnun Tesis

“Layla! Layla!” suara itu terus bergema, diucapkan berulang kali bagai mantra-mantra. Air mata kesedihan dan keputusasaan mengalir deras di pipinya yang pucat, laksana tetesan embun jatuh ke bumi. Qays telah kehilangan semangat dan putus asa. Akal sehatnya sudah hilang, sirna pula kesadaran dirinya. Jika sudah demikian syair-syair yang indah keluar dari bibirnya yang kering (hlm. 21). Qays bertekad untuk mengunjungi kekasihnya. Untuk itu, ia rela menyamar

menjadi pengemis asalkan dapat mendekati rumah Layla. Ketika bertemu, Layla

ingin menjerit karena terkejut dan bahagia, namun gejolak itu ditahannya karena takut

ketahuan ayahnya. Ia sangat kasihan melihat Qays yang telah menelantarkan diri.

Mereka hanya bisa saling menatap.

Sejak pertemuan itu, bayangan Layla tidak pernah lepas dari ingatannya. Ia

menggubah sejumlah syair buat Layla. Melalui syair itu bayangan Layla hadir, seolah

sedang berhadapan dan tanpa sadar Qays sering berbicara seorang diri. Qays tidak

menghiraukan penilaian orang terhadap dirinya. Lama-kelamaan mereka lupa akan

nama Qays, mereka hanya mengenal lelaki itu bernama Majnun, si gila.

Kelakuan Qays membuat Syed Omri bersedih. Ia berusaha mengobati

kesedihan putranya dengan memberi nasehat dan menghiburnya. Ia berjanji akan

meminangkan Layla untuknya. Namun, karena kekerasan hati ayah Layla, ia tidak

mau menikahkan anaknya dengan Qays yang sudah dianggapnya gila dan telah

mempermalukan keluarganya. Ini dapat kita lihat pada petikan berikut:

“Memang secara lahir anak tuan gagah dan tampan bagai rembulan, namun penyakit yang ia derita tidak mungkin dapat disembunyikan….wahai tuan, kami memahami bahwa kegilaan bukanlah dosa ataupun kejahatan, namun siapakah orang mau berkumpul bersama orang gila? Orang tua manakah yang merelakan anak gadisnya bersanding dengan pemuda gila? Sungguh menyerah pada musuh yang bengis lebih baik bagi kami daripada

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 158: Layla Majnun Tesis

bergabung dengan orang gila. Demi Allah saya tidak menginginkan orang-orang Arab berbicara, saya mengawinkan putriku dengan pemuda gila. Tuan pasti tahu bagaimana tajam dan berbisanya lidah orang Arab itu”.

Mendengar kata-kata ayah Layla, Syed Omri merasa ditampar dan dilempar kotoran ke wajahnya. Ia menjadi malu dan sakit hati (hlm. 34-35). Upaya untuk meminang Layla hanya membuahkan hasil yang menyakitkan

hati. Syed Omri berusaha menghibur Majnun dengan meminangkan gadis-gadis

sekabilahnya dan menasehati agar melupakan Layla. Namun, semua itu semakin

menambah cinta Majnun kepada Layla. Cinta Layla tidak dapat digantikan oleh siapa

pun.

Majnun merasa rumah itu sekarang bukan lagi tempat tinggalnya, orang-orang

yang mengelilinginya bukanlah saudaranya lagi. Ia tidak betah tinggal di rumah itu.

Majnun pergi ke padang belantara, tempat hidup segala binatang liar dan berbisa.

Di sana ia menangis dan menumpahkan segala deritanya yang terbakar api cinta

Layla. Mulutnya tak henti menyebut nama sang kekasih, seperti mantra yang dapat

mengurangi rasa sakit.

Tubuh dan wajah Majnun yang dulu bak bulan purnama, kini terbalut debu.

Semakin lama tubuhnya semakin kurus bagai ranting pohon. Binatang-binatang liar,

bahkan semut pun enggan mendekat. Mungkin binatang itu melihat cahaya cinta dari

jiwa Majnun, hingga mereka tak sampai hati menyakiti.

Kepergian Majnun membuat Syed Omri gelisah. Ia mengutus beberapa

pemuda untuk mencari Majnun dan membawanya pulang. Siang malam mereka

mencari hingga menemukan sosok tubuh yang kurus kering, dan wajah pucat

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 159: Layla Majnun Tesis

tergeletak di tanah. Hampir saja mereka tak lagi mengenali bahwa lelaki itu adalah

Qays, sahabat mereka.

Syed Omri tidak tega melihat anaknya menderita. Ia berikhtiar dengan

mengundang para tabib dengan berbagai cara dan bentuk pengobatan. Ia juga

bersedekah kepada fakir miskin. Namun, semua usahanya sia-sia. Usaha yang

terakhir yang dilakukan oleh Syed Omri adalah berdoa di Ka’bah. Syed Omri segera

menunaikan ibadah haji dan berdoa kepada Allah untuk kesembuhan anaknya.

Kemudian Syed Omri menyuruh Qays berdoa kepada Allah agar dia terlepas dari

Layla dan cintanya.

Namun, Qays berdoa kepada Allah agar Layla dianugrahi untuknya dan dia

berdoa agar hatinya jangan berpaling dari Layla. Ini dapat kita lihat pada kutipan

berikut:

“Ya Allah anugrahkanlah Layla padaku, dekatkanlah ia padaku. Ya Tuhan sesungguhnya Engkau empunya anugrah dan ampunan”.

“…Ya Allah, jika Engkau anugrahkan Layla untukku, maka Engkau akan melihat seorang hamba bertaubat, yang tidak akan mampu dilakukan oleh hamba-Mu yang lain…Satu-satunya hajat hidup yang aku miliki adalah bertemu dengan Layla, tidak ada kebahagiaan selain itu” (hlm. 45). Demi mendengar doa Majnun, putuslah harapan ayahnya. Tidak ada lagi

upaya yang dapat dilakukannya untuk menyembuhkan Majnun. Hatinya semakin

sedih, hidupnya terasa hampa, tiada lagi harapan yang tersisa. Cahaya yang

dibayangkan kini berubah menjadi kegelapan.

Setelah pulang menunaikan haji, Majnun tidak betah lagi tinggal di rumahnya

yang mewah. Hidupnya tidak tenang jika tidak berjumpa dengan Layla. Bagi Majnun

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 160: Layla Majnun Tesis

tidak ada suatu kebahagiaan, selain dapat berjumpa dengan Laila. Namun, untuk

berjumpa dengan Layla tidaklah mudah. Gadis itu semakin dijauhkan dari

kemungkinan bertemu dengannya. Keadaan itu membuat jiwa pecinta yang mabuk

asmara itu semakin hancur binasa.

Majnun hidup sendiri di gurun sahara, berkawan dengan binatang buas dan

selalu menyebut nama Layla. Tubuh Majnun semakin hari semakin lemah. Salah satu

yang membuatnya bersemangat hanyalah jika ada orang yang membawa kabar

tentang Layla.

Naufal, salah seorang bangsawan Arab dan kepala kabilah Arab sangat

prihatin malihat keadaan Majnun. Ia berjanji akan membantu Majnun untuk

mendapatkan Layla. Ia mengerahkan pasukannya untuk melawan pasukan ayah

Layla. Ketika kemenangan sudah berada di pihaknya, tiba-tiba ayah Layla

mengatakan bahwa ia tidak akan menyerahkan anaknya kepada orang gila. Dia tidak

mau menikahkan dengan kehinaan dan aib. Mendengar pengakuan orang tua malang

itu Naufal menjadi terharu. Ia tidak sanggup membunuh musuh yang tidak berdaya.

Naufal melihat cinta dalam bentuk lain yaitu cinta seorang ayah kepada anaknya.

Saat Majnun mendengar keputusan Naufal, ia sangat kecewa. Ia kembali

masuk ke dalam hutan berteman dengan binatang-binatang buas. Lebih baik berteman

dengan binatang yang tidak pernah menyakitinya daripada berteman dengan manusia

yang hanya menambah kesediahan dan keputusasaan. Sejak berperang dengan

kabilah Naufal, kabilah Qhatibiah selalu memandang Layla dengan marah, ia

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 161: Layla Majnun Tesis

dianggap sebagai penyebab peperangan. Layla semakin terkucil dan putus asa.

Harapan untuk bahagia putus sudah, hatinya hancur binasa.

Ayah Layla tidak ingin membiarkan keluarganya selalu dihina dan Layla

diterpa kesedihan tiada henti. Dia dikawinkan ayahnya dengan Ibnu Salam. Layla

tidak bisa menolak perkawinan itu. Namun, dalam hatinya ia berjanji hanya Majnun

yang dapat memiliki hati dan cintanya. Ini dapat kita lihat pada kutipan berikut,

Layla seperti pohon dengan daun-daunnya yang layu, jatuh dalam pelukan debu. Ia tidak bisa merasakan kegembiraan yang ada di depannya, bahkan untuk berpura-pura pun tiada lagi kesanggupan. Layla teringat nasib kekasihnya, Majnun. Ya, hanya Majnun seorang yang ada dalam hatinya. Tak ada lagi setitik ruang tersisa untuk orang lain. Hatinya telah terkunci rapat, dan Majnunlah yang memegang anak kuncinya.

Gadis itupun berjanji, hanya Majnun yang dapat memiliki hati dan cintanya. Sekuat tenaga akan ia jaga tubuh dan hatinya. Ia tidak ingin dunia menuduhnya sebagai pengkhianat. Tidak, ia tidak akan mengkhianati cinta, tidak ingin mengabaikan pengorbanan Qays (hlm. 109). Ketika Majnun mendengar kabar pernikahan Layla, jiwanya seperti kapas

tertiup angin. Majnun menjadi semakin liar. Majnun terus berteriak memanggil Layla,

meratapi takdir yang telah memisahkan mereka.

Syed Omri larut dalam duka sejak anaknya pergi. Setiap hari ia meratapi nasib

Majnun yang malang. Ia merasa ajalnya sudah dekat dan ingin melihat Majnun untuk

yang terakhir kali. Akhirnya, ia mendengar kabar dari seorang pengelana tentang

keberadaan Majnun. Ia berusaha menemukan Majnun, walaupun tempat itu sangat

terjal dan berbahaya. Setelah memberi restu dan berkah di kepala putranya, sambil

merintih Syed Omri meninggalkan gua seram itu. Tidak berapa lama setelah

pertemuan itu, Majnun pun mendapat kabar bahwa ayahnya sudah meninggal.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 162: Layla Majnun Tesis

Mendengar kabar itu, Majnun berteriak sembari memukuli wajah dan mencabuti

rambutnya.

Majnun mendengar kabar dari Ishaq, seorang pengelana tua yang merasa

simpati terhadap kisah cinta Layla dan Majnun. Lelaki itu mengatakan bahwa Layla

tetap akan mencintai Majnun, walaupun ia telah menikah. Layla tidak akan

mengkhianati cinta kasih Majnun. Ia tetap menjaga tubuh dan hatinya. Hati dan

cintanya hanya untuk Majnun. Mendengar hal itu Majnun menjadi bersemangat

kembali.

Setelah membaca surat Majnun, Layla diliputi kegelisahan. Lalu dia pergi

menemui pertapa dan meminta bantuan untuk mempertemukan dirinya dengan

Majnun. Layla memberikan anting-antingnya kepada pertapa itu untuk diberikan

kepada Majnun. Demi melihat anting-anting itu, yakinlah Majnun bahwa Layla ingin

bertemu dengan dirinya. Pada waktu yang telah ditentukan maka Majnun pun bisa

bertemu dengan Layla.

Majnun tidak sanggup bertemu dengan Layla. Berkali-kali ia pingsan, seakan

ia tidak percaya bahwa ia bertemu dengan Layla. Majnun segera mengungkapkan isi

hatinya dengan bersyair. Ini dapat kita lihat pada kutipan berikut:

Apakah yang sedang mengalir dalam jiwaku ini? Siapakah yang sedang memandangku? Apakah ia kecantikan bunga mawar? Walau bunga mawar itu telah dicabut dari taman hatiku Untuk menjadi penghias taman yang lain Namun tidak mungkin menjadi layu Wahai Layla, aku telah dimabukkan oleh rasa cinta (hlm. 154).

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 163: Layla Majnun Tesis

Setelah pertemuan itu, Layla semakin menanggung kesengsaraan. Ia melewati

hari-harinya dengan air mata penderitaan karena rindu. Sebenarnya Ibnu Salam,

suami Layla juga menderita. Lelaki yang baik hati itu pun telah salah memetik bunga.

Ibnu Salam bangga bisa menyunting Layla, tetapi pernikahannya adalah jalan menuju

kematian. Hatinya sakit sejak malam pertama. Tetapi Layla tidak bisa disalahkan,

adat memaksa perempuan menikah dengan lelaki yang tidak dicintai. Karena adat

juga seorang gadis dipaksa untuk mengkhianati kekasihnya.

Peristiwa demi peristiwa menelan ketegaran Ibnu Salam, akhirnya lelaki itu

jatuh dalam kehampaan cinta. Bagaimana tidak orang yang paling ia sayangi selalu

menyebut nama lelaki lain. Harga dirinya merasa terhina, karena istrinya selalu

menjauh dan mengharapkan lelaki lain. Harapannya telah hilang dan akhirnya ia

meninggal karena merana hidup tanpa cinta dan sayang.

Setelah kematian Ibnu Salam, Layla menjadi lebih tersiksa. Ia harus memakai

kerudung hitam perkabungan, tidak boleh keluar rumah dan bertemu siapa pun. Layla

semakin murung. Ketika berakhir masa penantiannya, Layla memanggil Zayd,

pembantu yang ia percaya dan setia. Layla menyuruh Zayd membawa Majnun

padanya.

Pada waktu yang telah ditentukan, kedua insan itu dapat bertemu kembali.

Keduanya diam membisu. Hati mereka dipenuhi keinginan untuk berbagi rasa, namun

lidah mereka terasa keluh. Lalu Layla mengeluarkan syair-syairnya dan Majnun pun

meneteskan air mata seraya bersyair pula. Majnun menatap wajah Layla. Getaran

hatinya menyiratkan aliran cinta yang demikian deras. Tetapi tiba-tiba hati Majnun

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 164: Layla Majnun Tesis

bergejolak. Pikiran Qays jadi kalut karena melihat pesona yang memabukkan kini

berdiri di hadapannya. Namun, tiba-tiba ia lari seperti binatang buas. Pandangan yang

memesona telah memenuhi jiwanya, membuat pikirannya tidak terkendali. Cinta

Majnun suci dan murni. Namun, cinta yang berlebihan membuatnya menjadi gila.

Majnun pergi dan hilang selamanya.

Setelah pertemuan itu, Layla seperti terkena badai musim gugur. Setelah

melihat keadaan jiwa Qays, Layla tidak tahu lagi cara menghiburnya. Tidak tahu apa

yang harus dilakukan untuk mengobati luka rindunya. Harapan dan impian Layla

pudar. Kedukaan dan ketakutan menguasai hatinya. Layla merasa cahaya hatinya

mulai surut. Tubuhnya yang kurus sudah tidak mampu menopang kesedihan yang

demikian berat. Layla lalu memanggil ibunya dan berwasiat. Sepeninggalannya nanti

jika Majnun menangis di pusaranya, janganlah dihina, tetapi hiburlah hatinya, karena

hanya Majnunlah yang memahami nasibnya.

Setelah berkata demikian, Layla pun menutup matanya. Ia telah meninggalkan

dunia fana ini. Zayd segera pergi menemui Majnun dan menyampaikan kabar duka

itu. Mendengar kabar dari Zayd, Majnun tersungkur ke tanah dan kesadarannya

hilang. Majnun berlari menuju pusara Layla. Dia mendekatkan dadanya pada pusara

itu. Diciumnya pusara itu ribuan kali sambil membentur-benturkan kepalanya.

Binatang buas yang setia mengawal Majnun, hanya diam mematung. Setiap hari

Majnun menangis di pemakaman. Tubuhnya semakin lemah dan tak berdaya.

Akhirnya Majnun meninggal dunia di atas pusara Layla. Ini dapat dilihat pada

kutipan berikut:

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 165: Layla Majnun Tesis

Semakin lama suara Majnun semakin lemah. Sayap-sayap kematian telah mengajaknya terbang menemui Layla sang kekasih di alam keabadian. Gerbang kematian telah terbuka, dan mengajaknya pergi meninggalkan dunia fana. Kematian yang menjemput tidak meninggalkan bekas penderitaan. Wajah Majnun seperti terlihat sedang tertidur. Kepalanya tergeletak di atas batu nisan, sedang tubuhnya seperti memeluk tanah pekuburan yang menyimpan jasad kekasihnya (hlm. 178).

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 166: Layla Majnun Tesis

Lampiran 2:

Tabel Analisis Proses Mental

Tabel 3. Analisis Proses Mental Persepsi No Pengindra Proses : Mental,

Persepsi Fenomena Hlm/

Baris 1. Syed Omri [bagai

musafir] melihat fajar 4/19

2. [Bila] seorang pemuda

menatap parasnya 8/26

3. Zulaikha yang terpesona

melihat ketampanan Yusuf 8/30

4. Seorang pemuda tidak mampu menatap

wajahnya 9/15

5. Qays sendiri [sejak pertama]

Melihat pancaran cahaya keindahan itu

9/19

6. Qays belum pernah melihat

keindahan yang menakjubkan

9/21

7. [Saat] Qays Menatap wajah Layla 9/30 8. Gadis itu Melihat pesona yang

memabukkan pada diri Qays

10/27

9. Bukit dan lembah mendengarkan lolongan Qays 21/8 10. Seorang penjaga

yang sedang bertugas

melihat Qays 28/30

11. Penjaga itu [juga] melihat Layla 28/31 12. Majnun [pun] melihat ada orang yang

memperhatikan tingkah laku mereka

29/2

13. Orang-orang yang kebetulan

berpapasan dengan Qays

melihat perangai pemuda itu 29/12

14. [Hanya] angin malam yang ikut

bersedih

mendengar rintihannya 29/25

15. Bani Qhatibiah sudah mendengar kabar 31/13 16. [Cobalah] engkau tengok gadis-gadis cantik di

kabilah kita 35/16

17. Tidakkah engkau lihat gadis-gadis kabilah kita 35/22

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 167: Layla Majnun Tesis

18. [Dan] ia melihat tiada lagi yang dapat diharapkan

36/13

19. [Sedang] engkau tidak melihat harapan untuk bersanding dengannya

39/8

20. Hati mereka [hancur binasa]

melihat putra kesayangannya 42/13

21. [Siapakah] orang tua yang tega

melihat anaknya menderita? 43/6

22. Ia [tidak akan diam dengan

tenang]

melihat anaknya terancam bahaya 43/7

23. Mereka melihat menara yang berkilap 44/11 24. Engkau akan melihat seorang hamba bertaubat 45/19 25. Hati Syed Omri

[seperti disayat duri]

mendengar doa Majnun 46/3

26. Ia menatap wajah ayahnya 47/2 27. Binatang-binatang

buas yang berada di dalam gua

mengaum

melihat kehadiran Majnun 49/22

28. [Mungkin] tuan sudah mendengar tabiat seorang pemuda yang tinggal di lembah

Wadiyain

51/10

29. [Dari kejauhan] mereka

mendengar suara binatang buas 52/19

30. Binatang-binatang buas [menjadi

jinak]

demi melihat pancaran cahaya cinta di wajah Majnun

53/2

31. Aku dapat memandang jernih matamu 54/24 32. (Aku) memandang ikal rambutmu 54/25 33. Syed Omri [tidak

kuasa] mendengar ratapan Majnun 56/5

34. [Betapa sedih] aku mendengar rintihanmu 56/7 35. [Kelak] engkau akan melihat beda antara cinta dan

nafsu 58/31

36. Sang ayah [hanya bisa bersedih]

melihat tubuh putranya yang kumal

61/8

37. Mereka mendengar teriakan Majnun 62/8 38. [Dan ternyata]

mereka tidak melihat ruh atau makhluk langit 62/12

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 168: Layla Majnun Tesis

39. Majnun melihat sesuatu yang mengusik

hatinya 62/24

40. Ia melihat seorang lelaki 62/25 41. Layla [berjalan-

jalan di taman] melihat sekeliling 65/24

42. Jiwanya yang mengembara

bisa mendengar suara majnun 66/25

43. Layla mendengar suara yang begitu lembut 66/27 44. Layla mendengar anak muda dan orang tua

melantunkan syair 67/5

45. Ishaq melihat sebuah pemandangan yang ganjil

67/31

46. Ishaq memandangi Layla 68/11 47. [Dan] aku melihat sepertinya engkau sedang

diliputi kesedihan 68/15

48. Ia perhatikan Ishaq dengan teliti 68/27 49. [Sesaat] Layla melihat bunga lili dan mawar

yang sedang mekar 76/5

50. Ibnu Salam melihat di dalam taman 81/1 51. Ibnu Salam

terkesima] melihat mata layla yang indah 81/2

52. [Bila] musuh mendengar namanya 85/8 53. Pemburu itu melihat seekor rusa 85/22 54. Ia melihat sosok manusia 85/29 55. Telinganya mendengar Lagu-lagu sedih 85/30 56. Dia melihat tubuh lelaki itu tinggal

tulang-belulang dibalut kulit

86/2

57. Ia belum pernah melihat

keganjilan 86/14

58. Naufal [gembira] melihat perubahan pada diri majnun

87/12

59. Naufal memperhatikan Semua tingkah laku majnun

88/5

60. Naufal [senang] melihat perubahan yang terjadi pada diri tamunya

88/8

61. Ia [juga senang] mendengar syair-syair cinta majnun 88/9 62. Orang tua Layla mampu melihat Mutiara yang kemilau 89/7 63. Majnun melihat cahaya terang-benderang 89/22

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 169: Layla Majnun Tesis

64. [Bila Allah

menakdirkan] engkau

melihat Nya (dia) walau sekejap 91/4

65. [Janganlah] tuan memandang [rendah]

kekuatan kami 96/17

66. Majnun yang sejak kemarin

[hanya] melihat [saja]

pertempuran itu dari tenda

98/7

67. Majnun [menangis]

melihat korban berjatuhan 98/17

68. Engkau melihat Bahwa kekuatan kami telah kalah

98/28

69. Engkau [akan] melihat kesungguhan dan kebenaran ucapanku

99/19

70. Ia [tidak tega] mendengar kata-kata orang tua yang sudah kalah itu

100/11

71. [Saat] Majnun mendengar keputusan naufal 100/2872. Majnun menyaksikan seekor rusa terjerat dalam

perangkap 102/8

73. Majnun melihat rusa yang telah dia bebaskan

103/24

74. Majnun menatap kepergiannya 103/2675. Layla [menjadi

sedih] mendengar Cerita ayahandanya 106/8

76. Gadis itu [berusaha] mendengarkan

nasehat ayahnya 106/16

77. Ia melihat layla menampakkan punggung

110/8

78. Majnun mendengar kabar pernikahan Layla dengan ibnu salam

112/1

79. Aku melihat Daun tumbuh dan berkembang

115/17

80. Tiada orang yang sudi

mendengar ratapanku 115/22

81. Sang pengelana [menjadi terkejut]

mendengar Kata-kata Majnun 116/14

82. Ia [merasa kasihan]

melihat kesedihan Majnun 116/15

83. Syed Omri melihat sosok puteranya dalam keadaan menyedihkan

120/2

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 170: Layla Majnun Tesis

84. [Siapakah] orang

tua yang tega melihat puteranya dalam keadaan

kurus hanya tinggal tulang terbalut kulit

120/4

85. Ia melihat seekor ular membelit leher Qays

120/11

86. Syed Omri mengamati Majnun yang seperti tidak sadarkan diri

120/15

87. Ia [bisa] melihat [dengan jelas]

sosok yang berdiri di hadapannya

120/28

88. Ia [bisa] menatap dan mengenali

ayahnya 120/29

89. Majnun menatap ayahnya 122/1590. Aku tidak melihat apapun selain Layla 122/2191. Syed Omri dengan

kedukaan yang tidak bisa

diungkapkan

menatap puteranya 122/32

92. Ia melihat wajah Majnun 123/1 93. Majnun melihat seekor burung merpati 127/7 94. Aku melihat Mu tak berubah 127/2295. [Kemudian]

Majnun melihat seekor anak rusa yang

bergerak gesit 128/9

96. Aku melihat ia 129/2697. Ia melihat sang pegawai yang tidak

bersalah itu terikat kuat 101/29

98. Si penunggang kuda

melihat Majnun dikelilingi oleh binatang buas

131/10

99. Majnun menatap wajah lelaki itu 132/1 100. Aku melihat Rusa yang malu-malu

dan singa buas bersamamu dalam

suasana damai

132/7

101. Gadis itu melihat ku 132/28102. Aku melihat Dia menangis 134/22103. Aku melihat jemarinya yang halus 136/1 104. Mereka [tidak

akan mampu lagi] melihat Bahwa yang berada di

sampingnya adalah sosok manusia

139/9

105. [Sudah lama] ia mendengar kisah Majnun 139/20106. Majnun menatap Salim dengan raut muka

tidak senang 140/16

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 171: Layla Majnun Tesis

107. Punggawa kerajaan itu

menatap dengan pandangan penghina

141/21

108. Sang ibu memperhatikan keadaan putra kesayangannya

144/25

109. Aku menatap tidurmu 145/13110. [Sudikah] tuan mendengar kisah yang tidak

memiliki hubungan apapun dengan anda?

149/10

111. [Apakah] engkau pernah mendengar kisah seorang pemuda yang tampan dan berakhlak mulia?

149/15

112. [Biarkan] mata ini memandang wajahnya lagi! 150/13113. Pertapa itu melihat seorang lelaki dikelilingi

oleh binatang buas 150/27

114. [Kini] ia [benar-benar akan bertemu]

melihat sinar matanya 152/13

115. (ia) melihat Bibirnya yang bagai batu rubi

152/14

116. [Dari kejauhan] Majnun

melihat rumah kekasihnya 152/16

117. Layla melihat Sang pertapa meyelinap ke dalam taman

153/5

118. Orang-orang melihat ku berada di samping qays

153/22

119. Lelaki tua itu melihat pemandangan yang mengharukan

153/28

120. Matanya melihat Layla sedang berdiri mematung

154/2

121. Engkau dengan mata hitam yang

indah

memandang Penuh cinta padaku 155/17

122. Aku melihat anggur cinta di sana 155/19123. Aku melihat betapa bahagia kita

berdua 155/20

124. [Dari kejauhan] Majnun

melihat Seorang lelaki berwajah tampan dan gagah

158/7

125. Ia perhatikan lelaki itu 158/8 126. Aku telah mendengar kisahmu 158/15127. [Mengapa] engkau memandang [hina] kemegahan dan semua

kemewahan yang kau miliki

158/24

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 172: Layla Majnun Tesis

128. Pemuda itu [tinggal beberapa

hari lamanya]

mendengar dan melihat

ketulusan jiwa majnun 161/11

129. Layla menatap ke arah rembulan 164/1 130. Mata mereka menatap satu sama lain dalam

kebisuan 166/16

131. Layla memandang wajah Majnun yang suram

168/4

132. [Dan] Majnun [pun]

menatap wajah Layla 168/6

133. Dia memandang berkeliling selama beberapa waktu

168/17

134. [Sejenak kemudian] (dia)

menatap Layla dengan senyum yang mengerihkan

168/18

135. Langit telah berkenan mendengar

doaku untuk mengembalikan aku ke

alam keabadian

171/22

136. [Dan saat] engkau melihat dia mendekat tandu jenasahku

172/9

137. Ibu yang berduka itu

menatap puterinya tanpa suara 172/24

138. Ia melihat air mata kesedihan yang menetes

174/2

139. Aku [tidak bisa lagi]

melihat wajah bidadari 175/9

140. [Dimana lagi dapat] ku

pandang bibir yang seperti permata rubi

175/22

141. Majnun menatap orang yang mendekatinya 177/3 142. Zayd melihat dunia lain, dunia yang

penuh pesona dan kebahagiaan

179/27

143. Zayd melihat malaikat muncul dari cahaya lingkaran

kemewahan

179/28

144. Dia melihat kubah hijau dengan buah emas dan kumpulan

bunga

179/31

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 173: Layla Majnun Tesis

Tabel 4. Analisis Proses Mental Afeksi, Pengindra sebagai Subjek No Pengindra Proses : Mental,

Afeksi Fenomena Hlm./

Baris 1. Aku [tetap penuh] harap pada-Mu 3/4 2. Aku [tetap] mengharap kemurahan-Mu 3/31 3. Syed Omri tak [jua] jemu untuk berikhtiar 4/1 4. Syed Omri [seolah] tidak ingin sekejap pun melewatkan

kebahagiaan bersama putera kesayangannya

6/7

5. Lelaki tua itu kini tak lagi tertarik melakukan perjalanan jauh 6/13 6. Ia tidak tertarik melakukan perniagaan 6/15 7. Syed Omri Berharap kelak puteranya dapat

dibanggakan 7/6

8. Syed Omri Ingin Qays menjadi pemuda yang cerdas dan pandai

7/14

9. Semua lelaki yang

memandang

[pasti] terpikat oleh pesona dan kecantikan gadis

8/31

10. Qays [benar-benar telah] jatuh hati

pada Layla 9/23

11. Layla [mawar jelita di taman nirwana itu]

[sudah] tertarik pada qays sejak pertama kali berjumpa

10/26

12. Mereka tidak ingin orang lain mengetahui hubungan itu

11/7

13. Jiwa mereka tidak ingin berpisah 11/18 14. (Mereka) merasakan kehangatan cinta 11/19 15. Mereka [hanya] merasakan manisnya cinta dengan

melukiskan ghazal pada mata masing-masing

11/29

16. Mereka menyangka tidak ada mata yang melihat dan menaruh

curiga

13/13

17. Pikirannya [selalu] membayangkan

Qays 14/21

18. Aku mencintai Layla 15/5 19. Ia [juga] merindukan ku 15/11 20. Ia berharap ada orang yang dapat

membantu 18/13

21. Dia ingin mengadukan nasibnya 20/26 22. Kerabatnya menganggap cinta qays 20/27

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 174: Layla Majnun Tesis

23. [Lebih banyak]

(orang) yang menganggap Qays telah hilang ingatan 21/1

24. Ia ingin menjerit 27/3 25. Aku [hanya] menginginkan kebaikanmu 27/14 26. Ia takut kehadirannya akan

mencelakakan gadis itu 29/4

27. Majnun [tetap saja] menderita dalam cinta 29/25 28. Hati putera kita [telah] terpikat Oleh ratu dari para gadis

arab 30/17

29. Kami berhasrat meminang belahan hati tuan

32/18

30. Kami yakin tuan adalah orang yang arif lagi bijak

33/5

31. [Demi Allah] saya

tidak menginginkan Orang-orang Arab berbicara

33/29

32. Engkau [telah] dilenakan dengan cinta buta 35/12 33. Ia [menjadi] sesak nafas 36/16 34. [Sedang] aku [akan tetap] mencintai nya 38/19 35. [Mengapa]

engkau mencintai gadis 38/7

36. Aku [akan tetap] mencintai Layla 38/13 37. Lelaki itu [begitu] mencemaskan nasib puteranya 41/7 38. Mereka yakin lelaki itu adalah Majnun 42/1 39. Ia ingin mencelakakan dirinya 42/17 40. Aku mencintai Layla 45/3 41. Aku menyayangi dan tidak

bisa berpaling [dari] selain dia 45/4

42. Ia merasa sia-sia 46/4 43. Ia [masih] ingin berbuat yang terbaik 46/6 44. Harga diri

mereka tersinggung demi mengetahui gadis

bunga keluarga dan penghias semesta disebut-

sebut oleh orang gila

50/21

45. Majnun ingin berteriak memanggil layla 53/25 46. Engkau tak hendak melihat diriku yang

terlunta-lunta 54/15

47. Aku mencintai Layla 55/12 48. Ia berharap bebannya akan menjadi

ringan 60/29

49. Syed Omri ingin membahagiakan puteranya 61/9

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 175: Layla Majnun Tesis

50. Ia ingin Suasana di rumah selalu riang gembira

61/10

51. Ia tidak betah dan memilih menjauhkan diri dari keramaian dunia

61/31

52. Ia [berteriak sekuat tenaga]

[seolah] ingin melepaskan semua beban yang menghimpit

62/5

53. Ia tidak ingin rahasianya terkuak 66/9 54. Ia tidak ragu bahwa lelaki itu dapat

dipercaya 68/28

55. Sang bukit tidak ingin melihat gadis itu dihinggapi kelelehan

70/9

56. [Barulah] Ishaq yakin penderitaan yang menimpa gadis itu

72/14

57. Aku ingin Berada di sampingmu 76/20 58. Mereka mengira Gadis itu sedang mengigau 78/3 59. Mereka tidak ingin permata yang mahal

harganya itu lepas dari genggaman

82/28

60. Mereka maklum Dengan penundaan itu 83/20 61. [Mungkin]

engkau kecewa pada seseorang 86/28

62. Naufal [berusaha sekuat tenaga dan sepenuh

hati]

ingin membantu majnun keluar dari penderitaan yang

menghisap masa mudanya

87/26

63. Aku tidak menghendaki perpisahan yang meremukkan hati dan

jantung

92/21

64. Aku [sudah] tidak sabar menunggu janjimu 93/4 65. Aku mengasihi nya sejak matahari terbit di

timur hingga rembulan menyisakan semburat

merah kala fajar

93/12

66. Aku merindukan nya sejak matahari terbit di timur hingga rembulan menyisakan semburat

merah kala fajar

93/12

67. Lelaki itu [sudah] berniat Untuk mewujudkan keinginan Majnun

95/10

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 176: Layla Majnun Tesis

68. Kami [datang

dengan niat tulus]

ingin merangkai benang-benang asmara yang telah

mengikat puteri tuan dengan sahabat kami

95/23

69. Engkau tidak menginginkan puteriku 99/16 70. Aku tidak mau dikhianati 99/22 71. Aku tidak mau menikahkan layla pada

kehinaan dan aib 99/25

72. Aku tidak sanggup menikahkan puteriku dengan keburukan dan menerima kutukan dari

negeriku

100/3

73. [Bagaimana mungkin] ia

sanggup membunuh musuh yang sudah terluka dan tak

berdaya?

100/12

74. [Bagaimana mungkin] ia

sanggup Menyakiti lelaki tua yang sudah sekarat?

100/13

75. Ia tidak ingin kabilahnya menanggung malu

106/14

76. Ayah Layla tidak ingin membiarkan keluarganya selalu dihina

107/28

77. Ia berharap kali ini keinginannya untuk mempersunting layla tidak

menemui ganjalan

108/9

78. Dadanya bergejolak Oleh beban berat 109/1179. Ia tidak ingin Dunia menuduhnya

sebagai penghianat 109/22

80. Ia tidak ingin Mengabaikan pengorbanan Qays

109/23

81. Aku tidak ingin melakukan perbuatan yang aku benci

110/22

82. Aku tidak ingin menjadi seorang penghianat

110/23

83. Aku tidak ingin menghianati cintaku 110/2584. (Aku) tidak ingin mengotori jiwaku 110/2685. Jiwa yang penuh

cinta tidak [akan pernah]

terlena oleh kemewahan dunia 110/31

86. Mereka [hanya] menginginkan Orang yang dapat memenuhi segala hasratnya

114/22

87. Ia ingin bertahan hidup hanya demi engkau

116/30

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 177: Layla Majnun Tesis

88. Aku bingung memikirkan janji yang tak engkau tepati

117/19

89. Ia bertekad Untuk mencari dan menemukan puteranya

119/2

90. Majnun tidak [sedikit pun] merasa

terganggu 120/13

91. Majnun menatap lelaki itu 120/1992. Aku ingin Engkau tidak lagi pergi

mengembara 121/5

93. Engkau [akan] aman tinggal di rumah 121/6 94. Perasaannya mengembara mengenang rumah 122/7 95. [Selama ini] ia [telah] mengabaikan orang tua karena hatinya

telah tercuri oleh seorang gadis

122/8

96. Majnun menyesal telah berbuat zalim pada orang-orang yang tulus

mengasihinya

122/9

97. Syed Omri tidak [akan] merasakan

kesedihan lagi 123/18

98. [Benarkah] engkau

mencintai ku setulus jiwa 127/24

99. Dulu aku [masih] menaruh harapan

Dapat memilikimu 127/29

100. Ia ingin melihat sendirian keanehan itu

129/28

101. Mereka menganggap mu sebagai raja 132/8 102. Aku [amat] menginginkan kerelaannya 133/4 103. Aku mengasihi nya 133/5 104. Aku mencintai nya 133/5 105. Aku terlena dengan cintanya 133/12106. Aku [akan tetap]

merindukan bibirmu 138/16

107. Dia ingin dapat berjumpa langsung dengan majnun

139/23

108. Ia bertekad Untuk bertemu majnun 139/24109. [Mengapa]

engkau tak hendak menyantap hidangan ini? 140/18

110. Engkau terpesona Oleh kemilau dunia 141/25111. Salim mengerti apa yang sedang

berkecamuk didalam dada pencinta itu

144/4

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 178: Layla Majnun Tesis

112. Ia berharap dapat mendengar suara

merdumu untuk mengobati kesedihannya

151/3

113. Layla [sangat] ngin melihatmu tersenyum 151/8 114. [Apakah] engkau tidak ingin Keluar dari belenggu

kesedihan yang telah memenjarakan hidupmu?

151/8

115. Ia berharap dapat berjumpa dengan Layla

152/1

116. Ia ingin menjadi burung yang dapat terbang

152/18

117. Aku [telah] dimabukkan Oleh rasa cinta 154/12118. [Padahal] ia [masih] berharap dapat mendengar lebih

banyak lagi bait-bait syair yang dapat menyenangkan

hati

156/8

119. Banyak orang ingin mencari gua tempat persembunyian majnun

157/9

120. Ia [sangat] ingin Bertemu dengan majnun 158/1 121. Aku tidak mengharapkan yang lain 159/1 122. Ibnu Salam bangga bisa menyunting Layla 163/4 123. Ia berharap pertemuannya dengan qays

dapat mengobati kesedihannya

170/2

124. Ia berharap kelak pemuda itu dapat menyuntingnya

170/15

125. Ia [sangat] mendambakan

sepeniggalannya dendam dan amarah bani qhatibiah

tidak sampai mencelakankan Qays

170/32

126. Layla [masih] ingin melindungi kekasihnya yang gila dan liar

171/6

127. Majnun terkejut [alang- kepalang]

melihat bujang layla datang mengenakan pakaian

berkabung

174/1

128. [Dan] aku berharap Engkau dapat segera melepaskan belenggu di

kakiku

175/32

129. Ia ingin tetap di sana selamanya 176/12

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 179: Layla Majnun Tesis

Tabel 5. Analisis Proses Mental Afeksi, Fenomena sebagai Subjek No Fenomena Proses: Mental,

Afeksi Pengindra Hlm./

Baris 1. (Bibir Layla) membahagiakan hati yang memandang 22/20 2. Kata-kata istrinya

itu melegakan hati dan

menentramkan pikiran Syed Omri 30/27

3. Mata air yang jernih dan bersih

[selalu] menyejukkan hati (orang) yang kehausan

32/9

4. Kata-kata Syed Omri

menyinggung harga dirinya 33/9

5. Pesona wajahmu [akan] menarik hati gadis-gadis cantik 35/19 6. Kata-kata

ayahandanya itu meresap [dalam hati] Majnun 122/6

7. Salim masih berupaya

menyenangkan hati Majnun 140/14

8. Kali ini kenangan akan sang ibu

meresahkan hatinya 143/14

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 180: Layla Majnun Tesis

Tabel 6. Analisis Proses Mental Kognisi, Pengindra sebagai Subjek No Pengindra Proses : Mental,

Kognisi Fenomena Hlm./

Baris 1. Manusia tidak pernah tahu rahasia di balik semua itu 4/13 2. Manusia tidak pernah sadar akan bahaya yang

tersembunyi 5/19

3. Manusia tidak pernah tahu Bahwa petaka yang mengintai

5/20

4. Mereka tidak tahu bahwa asmara tersimpan di dalam hati

11/4

5. Saat orang lain berpikir agar menjadi orang hebat 11/24 6. Dua kekasih itu [hanya] berpikir tentang cinta 11/25 7. Kedua insan itu [hanya]

memikirkan diri sendiri 13/8

8. Tidak seorang pun menyadari Ketetapan cinta yang akan terjadi

13/11

9. Keduanya tidak menyadari jika kisah asmara mereka 13/12 10. Qays menyadari bahwa Layla dipingit 14/19 11. Ia tidak lagi

mengenali dirinya sendiri 18/7

12. Orang-orang [di daerah itu]

tidak akan mengetahui

suratan takdir yang sedang berlaku

19/28

13. Jiwa Layla [selalu] mengenang Qays 20/7 14. Hanya bebatuan

lembah yang bisa memahami kesediahan hatinya 21/6

15. Ia [dapat dengan leluasa]

membayangkan wajah Layla yang cantik 21/9

16. [Apakah] ia [masih] memikirkan

diriku? 21/23

17. [Lama-kelamaan] mereka

lupa Akan nama Qays 29/19

18. Mereka [hanya] mengenal lelaki itu sebagai Majnun 29/19 19. Lelaki itu berpikir Biasanya ibu lebih peka 30/4 20. Lelaki itu berpikir mana mungkin kumbang

tak tertarik pada putik 31/4

21. Kami memahami bahwa kegilaan bukanlah dosa ataupun kejahatan

33/25

22. Mereka tidak [akan dapat] memahami

hati yang sedang merana 40/13

23. Aku teringat akan dikau Layla 44/29 24. Dia yang terus mengingat cintaku 45/11

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 181: Layla Majnun Tesis

25. Mereka tidak pernah tahu keadaan yang

sesungguhnya 52/32

26. Aku tahu engkau terpenjara dalam lingkungan keluarga yang

mengasihimu

54/13

27. Ku ingatkan dirimu 58/27 28. Engkau berpikir seekor semut yang kurus

bisa mengenyangkanmu 60/16

29. Ia berpikir suasana seperti ini dapat menghibur majnun

61/11

30. Syed Omri tidak sadar Bahwa tak ada guna membebaskan hati yang

telah terpenjara oleh cinta

61/18

31. Layla lupa akan kepedihan yang mempermainkan jiwanya

76/5

32. Mereka berpikir keras agar penolakan itu tidak sampai menyinggung

perasaan

82/28

33. [Niscaya] engkau [akan] mengingat nya (dia) sepanjang hayatmu

91/5

34. Aku tahu engkau menderita 92/25 35. [Tidakkah] engkau tahu bahwa masa mudaku telah

aku korbankan demi kekasihku Layla

93/5

36. Kedua pasukan itu belum sadar [juga] tidak tergerak sedikit pun hati mereka untuk

menghentikan pertumpahan darah

97/18

37. [Apakah] engkau tidak mengetahui makna kehormatan dalam hati orang arab?

99/28

38. Seluruh wilayah Arab

mengetahui kebajikan layla 99/32

39. Seluruh bangsa Arab

akan mengingat keburukanku 101/7

40. Majnun mengenang layla dari dalam gua yang kotor di lembah wadiyain

104/2

41. Layla teringat Nasib kekasihnya 109/1642. Ia [berusaha]

memahami apa yang sedang

berkecamuk dalam hati Layla

111/4

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 182: Layla Majnun Tesis

43. Dia sudah tidak

memikirkan mu 114/13

44. Mereka berpikir Dengan kkayaan yang melimpah maka segala aib akan mudah dienyahkan

114/20

45. [Coba] engkau renungkan saat kita bergembira, dia bersedih

114/24

46. Ia [tidak bisa lagi] membayangkan masa depan cinta kasih mereka

115/9

47. Ia masih meyakini cinta akan menyucikan perbuatan yang salah

115/10

48. Dia [masih terus] mengingat mu mengucapkan janji setia

116/24

49. Ia [terus berduka] mengenang dirimu 116/2650. Aku [hanya] berpikir untuk menyerahkan

kehidupanku padamu 117/18

51. Yakub memikirkan Yusuf 118/3 52. Ia [sudah] tidak

mengenali orang tua yang berjalan

tertatih-tatih 120/19

53. Majnun tak tahu kabar keadaan sang ayah 124/4 54. Ia terkenang akan perhatian tulus sang

ayah yang murah hati 125/3

55. [Janganlah] engkau lupa keadaan kalbuku 127/3056. Ia berpikir bagaimana

mempertahankan hidupnya

129/1

57. Ia harus tahu bahwa kehidupan gadis arab milikmu tetap suci

136/26

58. Aku selalu teringat semua syairmu 137/1059. Aku mengetahui engkau selalu menjaga

cawan cinta kita 138/20

60. [Seketika] ia [dapat] mengenali bahwa lelaki kotor dan seperti mayat hidup itu

adalah majnun

140/2

61. Mereka mengetahui apa yang sebanarnya diinginkan oleh orang

yang mengasingkan diri itu

141/6

62. [Padahal] engkau belum mengetahui kenikmatan yang sesungguhnya

141/26

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 183: Layla Majnun Tesis

63. Engkau tidak [akan]

mengetahui nikmatnya makanan

sebelum engkau menyantapnya

141/27

64. Jiwa Majnun yang diliputi kegelapan

teringat akan rumah yang telah ia tinggalkan

143/6

65. Ia ingat ibunya yang sudah tua dan merana

143/10

66. Majnun terkenang kelembutan dan kasih saying tulus yang diberikan sang ibu

143/11

67. Lelaki itu berpikir mungkin dengan bertemu sang ibu jiwa majnun

dapat terobati

144/9

68. Majnun menyimak [dengan sungguh-sungguh]

kata-kata pemuda itu 158/21

69. Aku tahu engkau sedang bersedih karena jauh dari

kekasihmu

160/16

70. Sang pemuda menyadari kesalahannya 161/1071. Seorang pencinta [masih]

memikirkan orang yang dicintai 171/4

72. Wanita itu [pasti] mampu memahami

Duka derita jiwanya 171/14

73. Mereka mengenang cinta suci sang gadis pada kekasihnya yang gila

173/21

74. Aku [akan tetap] mengingat

pesona yang telah engkau berikan

175/28

75. Binatang-binatang itu

[baru] menyadari bahwa kematian telah menjemput tuan mereka

setelah sekian lama

179/7

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Page 184: Layla Majnun Tesis

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

Tabel 7. Analisis Proses Mental Kognisi, Fenomena sebagai Subjek No Fenomena Proses: Mental

Kognisi Pengindra Hlm./

Baris 1. Semua keindahan itu mengingatkan ku [pada Layla] 63/12 2. Kata-kata syed Omri

yang diucapkan dengan nada getir seorang ayah yang sudah memendam

rindu sekian lama itu

menyadarkan Majnun [dari mimpi] 120/26

3. Kesengsaraan tidak pernah diketahui

oleh orang yang sudah mati

122/26