Latihan Proposal Skripsi
-
Upload
agus-subhan -
Category
Documents
-
view
72 -
download
2
Transcript of Latihan Proposal Skripsi
PROPOSAL PENELITIAN
HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PERILAKU DENGAN
KEJADIAN HIPERTENSI DI
RSUD BARI PALEMBANG
Oleh:VERA IRAWANDA
NAMA : AGUS SUBHAN
NIM : 70 2009 030
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Hipertensi atau darah tinggi kerap diabaikan, karena tidak menimbulkan kelainan dalam
tempo singkat, sehingga bukan dianggap sesuatu yang bukan membahayakn kesehatan. Namun
berdasarkan sejumlha fakta penelitian, resiko seseorang yang hipertensi untuk mengalami
stroke, gagal jantung, dan penyakit jantung koroner dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan
orang yang memiliki tekanan darah normal (Pusat Jantung Nasional Harapan Kita dalam
Muhaimin, 2008).
Hipertensi merupakan masalah global dunia. Hipertensi merambah hampir ke semua
golongan masyarakat diseluruh dunia. Jumlah mereka yang menderita hipertensi terus
bertambah. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan hipertensi sebagai faktor resiko
nomor tiga penyebab kematian di dunia. Hipertensi bertanggung jawab terhadap 62% timbulnya
kasus stroke, dan 49% timbulnya serangan jantung. Di dunia, hampir satu milyar orang atau
satu dari empat orang dewasa menderita hipertensi. Hipertensi merupakan penyakit serius yang
bisa merusak organ tubuh. Setiap tahun hipertensi menjadi peyebab satu dari setiap tujuh
kematian (7juta/tahun) disamping menyebabkan kerusakan jantung, mata, otak, dan ginjal.
Berdasarkan data World Hypertension League (WLH) tahun 2009 hipertensi diderita oleh 1,5
milyar orang didunia (Sanif, 2009).
Di Indonesia, hipertensi adalah faktor resiko utama penyakit-penyakit kardiovaskuler
yang merupakan penyebab kematian tertinggi. Stroke, hipertensi dan penyakit jantung meliputi
lebih dari sepertiga penyebab kematian di Indonesia. Menurut riset Kesehatan Dasar
Departemen kesehatan tahun 2007, 31,7% dari penduduk Indonesia mengalami hipertensi.
Namun, terdapathasil survey yang ekstrim rendah yaitu di Lembah Balim, Pegunungan Jaya
Wijaya, yang hanya 0,6%. Lalu untuk ekstrim tinggi di Talang, Sumatera Barat 17,8% (Sanif,
2009).
Dari Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Palembang tahun 2006 dilaporkan
prevalensi hipertensi mencapai 15,01%, tahun 2007 mencapai 16,68 % sedangkan pada tahun
2008 mencapai 16,38% (Profil Dinas Kesehatan Dinkes Kota Palembang, 2006-2008)
Dari data Daftar 10 Penyakit terbanyak di Puskesmas Plaju tahun 2011 penderita
hipertensi mencapai 1795 kasus menempati urutan nomor tiga setelah ISPA dan gastritis.
Hipertensi dan penyakit kardiovaskuler masih cukup tinggi dan bahkan cenderung
meningkat seiring gaya hidup yang jauh dari perilaku hidup bersih dan sehat, mahalnya biaya
pengobatan hipertensi, disertai kurangnya saran dan prasarana penanggulangan hipertensi
(Hambuako, 2009)
Berdasarkan data di diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang
Hubungan Perilaku dengan Tekanan Darah Penderita Hipertensi di Poli Klinik Penyakit Dalam
RSUD Palembang BARI
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, terlihat bahwa masih tingginya angka kejadian
hipertensi, maka rumusan permasalahan adalah belum diketahuinya Hubungan faktor-faktor
Perilaku dengan kejadian Hipertensi di RSUD Palembang BARI.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Bagaimanakah Hubungan faktor-faktor Perilaku dengan kejadian Hipertensi di RSUD
Palembang BARI ?
Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Hubungan faktor-faktor Perilaku dengan kejadian Hipertensi di
RSUD Palembang BARI.
Tujuan Khusus.
1. Mengetahui pengetahuan pasien tentang hipertensi pada pasien di RSUD
Palembang BARI.
2. Mengetahui sikap pasien tentang hipertensi pada pasien di RSUD Palembang
BARI.
3. Mengetahui tindakan pasien tentang hipertensi pada pasien di RSUD Palembang
BARI.
4. Mengetahui kejadian hipertensi pada pasien pada pasien di RSUD Palembang
BARI.
5. Mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan terjadinya hipertensi pada
pasein di RSUD Palembang BARI.
6. Mengetahui hubungan antara sikap pasien dengan terjadinya hipertensi pada
pasien di RSUD Palembang BARI.
7. Mengetahui hubungan antara tindakan pasien dengan terjadinya hipertensi pada
pasien di RSUD Palembang BARI.
1.4 Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan wawasan ilmu pengetahuan
tentang faktor perilaku terhadap hipertensi.
1.5.2. Bagi RSUD Palembang BARI
Untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi petugas kesehatan tentang
hipertensi sehingga dapat meningkatkan pelayanan kesehatan bagi pasien hipertensi di
RSUD Palembang BARI.
1.5.3. Bagi Intitusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk dapat
meningkatkan wahana keilmuan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian akan dilakukan di RSUD Palembang BARI pada tanggal .....................
dan sampel penelitian adalah pasien hipertensi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipertensi
2.1.1 Pengertian Hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi
lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan
diastolik 90 mmHg (Sheps dalam LMB Sagala,2010).
Hipertensi diartikan sebagai peningkatan tekanan darah secara terus menerus
sehingga melebihi batas normal. Tekanan darah normal adalah 110/90 mmHg.
Hipertensi merupakan produk dari resistensi pembuluh darah perifer dan kardiak
output (Wexler dalam LMB Sagala,2010)
Menurut WHO, hipertensi adalah tekanan darah sistol 140 mmHg atau lebih dan
tekanan diastol 90 mmHg atau lebih (Muhammadun, 2010).
2.1.2 Etiologi Hipertensi
Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui dengan pasti.
Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus. Hipertensi ini
disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Hipertensi sekunder disebabkan oleh
faktor primer yang diketahui yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan obat tertentu,
stres akut, kerusakan vaskuler dan lain-lain. Adapun penyebab paling umum pada
penderita hipertensi maligna adalah hipertensi yang tidak terobati. Risiko relatif
hipertensi tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko yang dapat
dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor-faktor yang tidak dapat
dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan
faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan nutrisi.
a. Faktor genetik
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu
mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan
kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium
Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar
untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan
riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan
riwayat hipertensi dalam keluarga.
b. Umur
Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur. Pasien yang
berumur di atas 60 tahun, 50 – 60 % mempunyai tekanan darah lebih besar atau
samadengan 140/90 mmHg. Hal ini merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada
orang yang bertambah usianya. Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang
munculnya oleh karena interaksi berbagai faktor. Dengan bertambahnya umur, maka
tekanan darah juga akan meningkat. Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan
mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot,
sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku.
Tekanan darah sistolik meningkat karena kelenturan pembuluh darah besar yang
berkurang pada penambahan umur sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan darah
diastolik meningkat sampai decade kelima dan keenam kemudian menetap atau
cenderung menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan
fisiologis, pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik.
Pengaturan tekanan darah yaitu refleks baroreseptor pada usia lanjut sensitivitasnya
sudah berkurang, sedangkan peran ginjal juga sudah berkurang dimana aliran darah
ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun.
c. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita
terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum
mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam
meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang
tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis.
Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada
usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit
hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses
ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai
dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-
55 tahun.
d. Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada yang
berkulit putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya. Namun
pada orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitifitas
terhadap vasopresin lebih besar.
e. Obesitas
Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada kebanyakan
kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for Health USA (NIH,
1998), prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)
>30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan
prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk wanita bagi yang memiliki IMT <25 (status
gizi normal menurut standar internasional). Menurut Hall (1994) perubahan fisiologis
dapat menjelaskan hubungan antara kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu
terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan sistem
renin-angiotensin, dan perubahan fisik pada ginjal. Peningkatan konsumsi energi juga
meningkatkan insulin plasma, dimana natriuretik potensial menyebabkan terjadinya
reabsorpsi natrium dan peningkatan tekanan darah secara terus menerus.
f. Pola asupan garam dalam diet
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization
(WHO)merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko
terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari
100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi natrium
yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler
meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga
volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler
tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada
timbulnya hipertensi. Karena itu disarankan untuk mengurangi konsumsi
natrium/sodium. Sumber natrium/sodium yang utama adalah natrium klorida (garam
dapur), penyedap masakan monosodium glutamate (MSG), dan sodium karbonat.
Konsumsi garam dapur (mengandung iodium) yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram
per hari, setara dengan satu sendok teh. Dalam kenyataannya, konsumsi berlebih
karena budaya masak memasak masyarakat kita yang umumnya boros menggunakan
garam dan MSG.
g. Merokok
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat
dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya
stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis.
Dalam penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari Brigmans
and Women’s Hospital, Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak
ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok pemula,
5% subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang merokok lebih
dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun.
Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok
subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari.
h. Tipe kepribadian
Secara statistik pola perilaku tipe A terbukti berhubungan dengan prevalensi
hipertensi. Pola perilaku tipe A adalah pola perilaku yang sesuai dengan kriteria pola
perilaku tipe A dari Rosenman yang ditentukan dengan cara observasi dan pengisian
kuisioner self rating dari Rosenman yang sudah dimodifikasi. Mengenai bagaimana
mekanisme pola perilaku tipe A menimbulkan hipertensi banyak penelitian
menghubungkan dengan sifatnya yang ambisius, suka bersaing, bekerja tidak pernah
lelah, selalu dikejar waktu dan selalu merasa tidak puas. Sifat tersebut akan
mengeluarkan katekolamin yang dapat menyebabkan prevalensi kadar kolesterol
serum meningkat, hingga akan mempermudah terjadinya aterosklerosis. Stress akan
meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan
menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stress ini dapat berhubungan dengan
pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal (FK UNRI,2009)
2.1.3 Klasifikasi Hipertensi
Penyakit hipertensi termasuk penyakit yang banyak diderita orang tanpa mereka
sendiri mengetahuinya. Penyakit hipertensi dapat mengakibatkan berbagai hal yang
menyusahkan, bahkan membahayakan jiwa. Untunglah dewasa ini berbagai akibat
yang ditimbulkannya dapat didegah dengan perawatan dini oleh parah ahli dibidang
kesehatan. Pada dasarnya hipertensi meliputi :
1. hipertensi essensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya,
disebut hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang
mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan ssaraf
simpatis, sistem rennin angiotensin, defek dalam ekskresi natrium, seperti obesitas,
alkohol, serta polisitemia.
2. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5% kasus, penyebab
spesifikasinya diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi
vaskuler renal, hiperaldosteronisme primer dan sindrom cushing, feokromositoma,
hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan (pre eklampsia dan eklampsia)
(Mansjoer, 1999).
2.1.4 Keluhan dan gejala Hipertensi
Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala. Bila
demikian gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak dan
jantung. Gejala lain yang sering ditemukan adalah sakit kepala, epitaksis, marah,
telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang, pusing,
depresi dan kurang semangat (Mansjoer, 1999).
2.1.5 Patofisiologi Hipertensi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran
fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung
angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi
oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru,
angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki
peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama
adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH
diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur
osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang
diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi
osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan
ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume
darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua
adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan
hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume
cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara
mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan
kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya
akan meningkatkan volume dan tekanan darah.
(FK UNRI, 2009)
2.1.6 Penanganan Hipertensi
Pengobatan terhadap hipertensi dapat dilakukan sebagai berikut :
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:
- Target tekanan darah yatiu <140/90 mmHg dan untuk individu berisiko tinggi seperti
diabetes melitus, gagal ginjal target tekanan darah adalah <130/80 mmHg.
- Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler.
- Menghambat laju penyakit ginjal.
a. Non Farmakologis
Terapi non farmakologis terdiri dari menghentikan kebiasaan merokok, menurunkan
berat badan berlebih, konsumsi alkohol berlebih, asupan garam dan asupan lemak, latihan
fisik serta meningkatkan konsumsi buah dan sayur.
- Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih Peningkatan berat badan di usia
dewasa sangat berpengaruh terhadap tekanan darahnya. Oleh karena itu, manajemen
berat badan sangat penting dalam prevensi dan kontrol hipertensi.
- Meningkatkan aktifitas fisik Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi
30-50% dari pada yang aktif. Oleh karena itu, aktivitas fisik antara 30-45 menit sebanyak
>3x/hari penting sebagai pencegahan primer dari hipertensi.
- Mengurangi asupan natrium Apabila diet tidak membantu dalam 6 bulan, maka perlu
pemberian obat anti hipertensi oleh dokter.
- Menurunkan konsumsi kafein dan alkohol Kafein dapat memacu jantung bekerja lebih
cepat, sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya. Sementara
konsumsi alkohol lebih dari 2-3 gelas/hari dapat meningkatkan risiko hipertensi.
b. Farmakologis
Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC VII yaitu
diuretika, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau aldosteron antagonis, beta blocker, calcium
chanel blocker atau calcium antagonist, Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor
(ACEI), Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/ blocker (ARB)
(FK UNRI, 2009)
2.1.7 Komplikasi Hipertensi
Komplikasi dari hipertensi yaitu :
a. Gangguan penglihatan
b. Gagal jantung
c. Gangguan fungsi ginjal
d. Stroke
(Usnizar, 2008)
2.1.8 Pencegahan Hipertensi
Hipertensi dapat dicegah dengan melakukan hal-hal berikut :
a. Monitoring, mengukur tekanan darah skala berkala
b. Konsumsi makanan sehat
c. Berolahraga
d. Mengurangi asupan garam
e. Mengentikan kebiasaan merokok dan minum alcohol
(Soengkowo, 2008)
2.2. Teori Perilaku
2.2.1 Definisi Perilaku
Menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2003) perilaku diartikan sebagai suatu respon
organisme terhadap rangsangan dari luar subjek tersebut, respon tersebut terdiri dari 2 jenis,
yaitu :
a. Respon internal, yaitu yang terjadi didalam individu dan tidak dapat langsung terlihat
oleh orang lain, seperti : berfikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan, sedangkan
perilakunya mash terselubung disebut dengan “covert behaviour”
b. Bentuk aktif, yanitu apabila perilaku tersebut jelas dapat diobservasi secara langsung dan
sudah kelihatan dalam bentuk tindakan yang nyata yang disebut “over behaviour”. Dalam
proses pembentukan dan perubahan perilaku seseorang dipengaruhi oleh beberapa factor
yang berasal dari dalam maupun dari luar individu, oleh karena perilaku tersebut
terbentuk dan dapat mengalami perubahan melalui proses interaksi manusia dengan
lingkungan.
Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme dipengaruhi
oleh factor genetic (keturunan) dan lingkungan. Hereditas atau faktor keturunan adalah
merupakan konsepsi dasar atau modal untuk perkembangan mahkluk hidup, sedangkan
lingkungan adalah merupakan suatu kondisi atau lahan untuk perkembangan perilaku
tersebut. Suatu mekanisme pertemuan antara kedua factor tersebut dalam rangka
terbentuknya perilaku disebut proses belajar (learning process) (Ali, 2003).
Perilaku adalah totalitas penghayatan dan aktivtas seseorang, yang merupakan
hasil bersama antara berbagai factor, baik internal maupun eksternal. Dengan kata lain
perilaku manusia sangatlah kompleks dan mepunyai bentangan yang sangat luas
(Notoatmodjo, 203 :121)
2.2.2 Domain Perilaku Kesehatan
Notoatmodjo (2003), berpendapat bahwa perilaku manusia itu sangat kompleks
dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Benyamin Bloom (1908) membagi perilaku itu
dalam 3 domain (ranah/kawasan), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai
batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan
pendidikan. Bahwa dalam tujuan suatu pendidikan addalah mengembangkan atau meningkatkan
ketiga domain perilaku tersebut, yang terdiri dari :
a. Ranah Kognitif (cognitive domain)
b. Ranah Afektif (affective domain)
c. Ranah Psikomotor (psychomotor domain)
Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan untuk
kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketoa domain ini di ukur dari pengetahuan,
sikap dan tindakan (Notoadmodjo, 2003)
Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada
domain kognitiif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa
materi atau objek yang diluarnya, sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subjek
tersebut. Ini selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap si subjek terhadap
objek yang di ketahui itu. Akhirnya ransangan yakni objek yang telah diketahui dan
disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh lagi, yaitu berupa
tindakan (action) terhadap atau sehubungan dengan stimulus atau objek tadi. Namun
demikian, didalam kenyataan stimulus yang diterima subjek dapat langsung
menimbulkan tindakan. Artinya seseorang dapat bertindak atau berperilaku baru tanpa
mengetahui terlebih dahulu makna stimulus yang driterimanya. Dengan kata lain
tindakan (practice) seseorang tidak harus didasari oleh pengehuan atau sikap (Ali, 2003).
2.2.3 Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebaginya).
Perhatian tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap
objek.
Menurut Notoadmodjo (2003), terbentuknya perilaku, terutama pada orang
dewasa dimulai pada domain kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap
stimulasi yang berupa materi atau objek diluarnya, sehingga menimbulkan pengetahuan
baru pada subjek tersebut.Secara garis besar dibagi enam tingkatan pengetahuan, yaitu.
a. Tahu (know)
Tahu hanya diartikan sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah
mengamati sesuatu (Notoatmodjo, 2010).
b. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekadar dapat
menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang
objek yang diketahui tersebut (Notoatmodjo, 2010).
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila seseorang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat
menggunakan prinsip yang dipahami tersebut (Notoatmodjo, 2010).
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk memisahkan atau menjabarkan, dan kemudian
mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau
objek yang diketahui (Notoatmodjo, 2010).
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang telah
ada (Notoatmodjo, 2010)
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi adalah kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap
objek tertentu (Notoatmodjo, 2010)
2.2.4 Sikap
Sikap adalah respons tertutup seseorang tehadap stimulus atau objek tertentu,
yang sudah melibatkan faktor-faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak
senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik dan sebagainya). Campbell mendefinisikan
sangat sederhana, yaitu sikap itu suatu sindrom atau kumpulan gejala dalam merespon
stimuli atau objek (Notoatmodjo, 2010).
Menurut Allport, sikap itu terdiri dari tiga komponen, yaitu (Notoatmodjo, 2010).
1. Keyakinan, pendapat atau pemikiran terhadap objek.
2. Penilaian orang terhadap objek.
3. Komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.
Sikap juga mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya, yaitu.
1. Menerima
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan (objek). Misalnya sikap seseorang terhadap gizi dapat dilihat dari
kesediaan dan perhatiannya terhadap ceramah-ceramah (Notoatmodjo, 2010).
2. Merespons (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang
diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk
menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas pekerjaan itu
benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut (Notoatmodjo, 2010).
3. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain
terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang ibu
yang mengajak ibu lain (tetangganya, saudaranya, dan sebagainya) untuk pergi
menimbangkan anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi adalah suatu
bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak
(Notoatmodjo, 2010).
4. Bertanggung Jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko
merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor KB
meskipun mendapatkan tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri
(Notoatmodjo, 2010).
2.2.2 Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour).
Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan yang nyata diperlukan factor pendukung
suatu kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas. Di samping factor fasilitas juga
diperlukan factor dukungan (support) dari pihak lain, missal dukungan dari keluarga, berikut
tingkat-tingkat tindakan :
1. Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil merupakan praktik tingkat pertama.
2. Respon terpimpin (Guided Respons)
Dapat melaakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh
adalah indikator praktik dua.
3. Mekanisme (mechanism)
Apabila seseorang yang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, sesuatu
itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.
4. Adaptasi (adaptation)
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
Artinya, tindakan itu sudah simodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakan
tersebut. (Notoadmodjo, 2007)
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni engan
wawancara terhadap kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang
lalu (recall). Pengukuran langsung dengan tindakan atau kegiatan
responden(Notoadmodjo,2003)
2.2.5 Kerangka Teori
TindakanPersepsi (Perception)Respon terpimpin (Guided Respons)Mekanisme ( Mecanism)Adaptasi (Adaptation)
Sikap Menerima (Receiving)Merespons (Responding)Menghargai (Valuing)Bertanggung jawab (Responsible)
PengetahuanTahu (know)Memahami (compherension)Aplikasi (Application) Analisis (Analysis)Sintesis (Synthesis)Evaluasi (Evaluation)
Tekanan darah penderita hipertensi
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Metode penelitian ini yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian
analitik dengan menggunakan rancangan cross sectional dimana penelitian ini mengkaji
hubungan variable independen dan variable dependen. Desain atau metode penelitian
analitik digunakan untuk menganalisis dinamika korelasi antara variabel independen dan
variabel dependen (Notoadmodjo, 2005)
3.2 Tempat dan waktu Penelitian
3.2.1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Poli Klinik Penyakit Dalam RSUD Palembang
BARI.
1.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2012
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1. Populasi Penelitian
Populasi dari penelitian ini adalah semua pasien yang dating ke poli klinik Penyakit Dalam
RSUD Palembang BARI yang mempunyai tekanan systole >130 mmHg dan tekanan
diastole >90 mmHg.
3.3.2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini menggunakan metode non random sampling dengan teknik
accidental sampling yaiutu dengan mengambil sampel yang kebetulan ada atau tersedia saat
penyebaran kuesioner, criteria responden yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah :
1. Pasien yang dating ke Poli Klinik Penyakit Dalam RSUD Palembang BARI yang
mempunyai tekanan systole >130 mmHg dan tekanan diastole >90 mmHg
2. Pasien yang dapat diajak berkomunikasi dan mampu mengisi kuesioner
3. Pasien yang bersedia menjadi responden
3.4 Variabel
3.4.1. Variabel Dependent
Variabel dependent pada penelitian ini tekanan darah penderita hipertensi
3.4.2. Variabel Independent
Variabel independent pada penelitian ini perilaku penderita hipertensi
3.5 Teknik dan Instrument Pengumpulan data
3.5.1. Pengumpulan Data
a. Data primer
Data primer diperoleh dari responden yang berpedoman pada kuesioner
penelitian yang telah dipersiapkan.
b. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari arsip cacatan RSUD Palembang BARI
3.5.2. Alat Pengumpulan Data
Alat yang digunakan dalam pengumpulan data berupa daftar pertanyaan atau
kuesioner dan Tensimeter.