LATAR BELAKANG PPOK

30
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian di dunia. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa pada tahun 2002 PPOK menempati urutan kelimasebagai penyebab utama kematian di dunia dandiperkirakan pada tahun 2030 akan menjadi penyebab kematian ketiga di seluruh dunia. Menurut perkiraan WHO, terdapat 80 juta orang menderita PPOK derajat sedang Lebih dari 3 juta meninggal karena PPOK pada tahun 2005, sekitar 5% dari jumlah semua kematian secara global. (WHO, 2010) Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah klasifikasi luas dari gangguan, yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema, dan asma. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru paru. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan penyebab kematian kelima terbesar di Amerika Serikat. Penyakit ini menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. (Smeltzer & Bare, 2001) 1

Transcript of LATAR BELAKANG PPOK

Page 1: LATAR BELAKANG PPOK

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyebab utama

kesakitan dan kematian di dunia. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO)

melaporkan bahwa pada tahun 2002 PPOK menempati urutan kelimasebagai

penyebab utama kematian di dunia dandiperkirakan pada tahun 2030 akan

menjadi penyebab kematian ketiga di seluruh dunia. Menurut perkiraan WHO,

terdapat 80 juta orang menderita PPOK derajat sedang Lebih dari 3 juta

meninggal karena PPOK pada tahun 2005, sekitar 5% dari jumlah semua

kematian secara global. (WHO, 2010)

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah klasifikasi luas dari

gangguan, yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema, dan asma.

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan kondisi ireversibel yang

berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar

udara paru paru. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan penyebab

kematian kelima terbesar di Amerika Serikat. Penyakit ini menyerang lebih dari

25% populasi dewasa. (Smeltzer & Bare, 2001)

Akhir akhir ini chronic obstructive pulmonary disease (COPD )

ataupenyakit paru obstruksi kronik (PPOK) semakin menarik untuk dibicarakan

oleh karena prevalensi dan mortalitas yang terus meningkat. Di Amerika kasus

kunjungan pasien PPOK di instansi gawat darurat mencapai angka 1,5 juta,

726.000 memerlukan perawatan dirumah sakit dan 119.000 meninggal selama

tahun 2000. Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke empat

setelah penyakit jantung, kanker dan penyakit serebro vaskular .Biaya yang

dikeluarkan untuk penyakit ini mencapai 24 Miliyar per tahunnya. World health

1

Page 2: LATAR BELAKANG PPOK

organization (WHO) bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan

meningkat

Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995,

PPOK bersama asma bronkial menduduki peringkat kematian ke lima di

Indonesia Prevalensi bronkitis kronik dan PPOK berdasarkan SKRT tahun 1995

adalah 13 per 1000 penduduk, denganperbandingan antara laki-laki dan

perempuan adalah 3 berat. Menurut SKRT tahun 2001 penyakit saluran napas

menduduki peringkat ketiga penyebab ke matian ut ama di Indonesia setelah

sistem sirku lasi, infeksi dan parasit. Hasil survei penyakit tidak menular oleh

Direktorat Jenderal PPM & PL di 5 Rumah Sakit Propinsi di Indonesia (Jawa

Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, danSumatera Selatan) Pada tahun

2004, menunjukkan PPOK menempati urutan pertama penyumbang angka

kesakitan (35%), diikuti asma bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya

(2%) (Depkes RI, 2004)

Rata- rata kematian akibat PPOK meningkat cepat, terutama pada

penderita laki- laki lanjut usia. Bronkhitis kronis ditandai oleh adanya sekresi

mukus bronkus yang berlebihan dan tampak dengan adanya batuk produktif

selama 3 bulan atau lebih, dan setidaknya berlangsung selama 2 tahun berturut-

turut, serta tidak disebabkan oleh penyakit lain yang mungkin menyebabkan

gejala tersebut (lawrence M. Tierney, 2002)

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan di RSDM Moewardi

Surakarta ditemukan pasien dengan diagnosa PPOK, tertama di Ruang Anggrek 1

sejak Tanggal 01 Januari 2013 sampai Tgl 1 Maret 2013 ada 40% dari 200 pasien

yang dirawat di Ruang Anggrek 1.

B. TUJUAN PENULISAN

1. Tujuan Umum

Untuk mendapatkan gambaran secara umum tentang Asuhan

Keperawatan Pada pasien dengan Diagnosa PPOK ( Penyakit Paru

Obstruksi Kronik)

2. Tujuan Khusus

2

Page 3: LATAR BELAKANG PPOK

a Mampu memahami tentang Penyakit PPOK (Penyakit Paru Obstruksi

Kronik)

b Mampu melakukan pengkajian pada penderita PPOK (Penyakit Paru

Obstruksi Kronik)

c Mampu merumuskan diagnosa keperawatan untuk pasien yang

menderita PPOK ( Penyakit Paru Obstruksi Kronik)

d Mampu menyusun rencana keperawatan untuk pasien yang menderita

PPOK ( Penyakit Paru Obstruksi Kronik)

e Mampu mengaplikasikan tindakan keperawatan yang telah dipelajari

tentang penyakit PPOK ( Penyakit Paru Obstruksi Kronik)

C. MANFAAT PENULISAN

Manfaat dari penulisan ini adalah

1. Manfaat Teoritis

Dari segi pengembangan ilmu, hasil karya tulis ini diharapkan dapat

menjelaskan mekanisme asuhan keperawatan Pada Tn. T dengan diagnosa

PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik) di Ruang Anggrek 1 RSDM

Moewardi Surakarta.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil karya tulis ini dapat meningkatkan pemahaman tentang

Asuhan Keperawatan Dengan Diagnosa PPOK (Penyakit Paru

Obstruksi Kronik)

b. Karya tulis ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam

memahami Asuhan keperawatan dengan diagnosa PPOK (Penyakit

Paru Obstruksi Kronik)

c. Hasil karya tulis ini dapat digunakan sebagai data dasarv dalam

penulisan karya tulis lebih lanjut yang berkaitan dengan topic

permasalahan yang sama.

3

Page 4: LATAR BELAKANG PPOK

D. SISTEMATIKA PENULISAN

Makalah ini terdiri dari 4 bab yang sistematis yang disusun sebagai

berikut Bab 1 Pendahuluan, terdiri dari Latar Belakang. Tujuan Penulisan,

manfaat penulisan, sistematika penulisan. Bab 2 terdiri dari Tinjauan Pustaka,

terdiri dari konsep dasar dan konsep asuhan keperawatan. Bab 3 tinjuan kasus,

menguraikan tentang pelaksaan asuhan keperawatan dengan diagnosa PPOK

(Penyakit Paru Obstruksi Kronik) yang meliputi pengkajian, diagnosa

keperawatn, intervensi, implementasi, dan evaluasi. Dan Bab 4 simpulan dan

saran.

4

Page 5: LATAR BELAKANG PPOK

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN

PPOK adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis

kronis, bronkiektasis, emfisema dan asma. PPOK merupakan kondisi

ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran

masuk dan keluar udara paru-paru. (Smeltzer & Bare, 2002)

PPOK adalah suatu gangguan yang mempengarui pergerakan udara dari

dan keluar paru, yang meliputi bronskrutis kronik, empisema dan asma

bronkhiale. (Brunner & Sudaart, 2002)

1. BRONKITIS KRONIS

a. Pengertian

Bronkitis kronis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang

berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut.

Merokok atau pemajanan terhadap polusi adalah penyebab utama

bronkitis kronik. Kisaran infeksi virus, bakteri dan mikro plasma yang

luas dapat menyebabkan episode bronkitis. (Smeltzer & Bare, 2002)

b. Patofisiologi

Asap mengiritasi jalan nafas mengakibatkan hipersekresi lendir

dan inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang

mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia

menurun dan lebih banyak lendir yang dihasilkan. Sebagai akibat

bronkiolus dapat menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli yang

berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan membentuk

fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar yang

berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk

bakteri. Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi

pernapasan. Penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi sebagai akibat

5

Page 6: LATAR BELAKANG PPOK

perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya

mungkin terjadi perubahan paru yang ireversibel, kemungkinan

mengakibatkan emfisema dan bronkiektasis. ( Smeltzer & Bare, 2002)

c. Tanda dan Gejala

Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin. Batuk

mungkin dapat diperburuk oleh cuaca yang dingin dan lembab. Pasien

biasanya mempunyai riwayat merokok dan sering mengalami infeksi

pernafasan (Mansjoer,Arif.2001) .

d. Pemeriksaan Penunjang (Smeltzer & Bare.2002) .

1) Pemeriksaan analisa gas darah : hipoksia dengan hiperkapnia

2) pembesaran jantung dengan diafragma normal/mendatar

3) Fungsi paru : Penurunan kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi

kuat (FEV), peningkatan volume residual (RV), kapasitas paru

total (TLC) normal atau sedikit meningkat.

4) Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit : dapat sedikit meningkat

2. BRONKIEKTASIS

a. Pengertian

Bronkiektasis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronis yang

mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan

obstruksi bronkus; aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda

dari saluran pernapasan atas; dan tekanan akibat tumor, pembuluh

darah yang berdilatasi, dan pembesaran nodus limfe. (Smeltzer &

Bare,2002)

b. Patofisiologi

Infeksi merusak dinding bronkial, menyebabkan kehilangan

struktur pendukungnya dan menghasilkan sputum yang kental yang

akhirnya dapat menyumbat bronki. Dinding bronkial menjadi teregang

secara permanen akibat batuk hebat. Infeksi meluas ke jaringan

peribronkial sehingga dalam kasus bronkiektasis sakular, setiap tuba

6

Page 7: LATAR BELAKANG PPOK

yang berdilatasi sebenarnya adalah abses paru, yang eksudatnya

mengalir bebas melalui bronkus. Bronkiektasis biasanya setempat,

menyerang lobus atau segmen paru. Lobus yang paling bawah lebih

sering terkena. Retensi sekresi dan obstruksi yang diakibatkannya pada

akhirnya menyebabkan alveoli di sebelah distal obstruksi mengalami

kolaps (ateletaksis). Jaringan parut atau fibrosis akibat reaksi inflamasi

menggantikan jaringan paru yang berfungsi. Pada waktunya pasien

mengalami insufisiensi pernapasan dengan penurunan kapasitas vital,

penurunan ventilasi dan peningkatan rasio volume residual terhadap

kapasitas paru total. Terjadi kerusakan campuran gas yang diinspirasi

(ketidakseimbangan ventilasi-perfusi) dan hipoksemia. (Corwin.2009)

c. Tanda dan Gejala

1) Batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang

sangat banyak

2) Jari tabuh, karena insufisiensi pernapasan

3) atuk berkepanjangan dengan sputum yang secara konsisten negatif

terhadap tuberkel basil (Mansjoer,Arif.2001)

d. Pemeriksaan Penunjang

1) Bronkografi

2) Bronkoskopi

3) CT-Scan : ada/tidaknya dilatasi bronkial (Smelzer & Bare.2002) .

3. EMFISEMA

a. Pengertian

Emfisema didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang

udara diluar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli.

(Smeltzer & Bare, 2002)

b. Patofisiologi

Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas

yaitu : inflamasi dan pembengkakan bronki; produksi lendir yang

7

Page 8: LATAR BELAKANG PPOK

berlebihan; kehilangan rekoil elastik jalan napas; dan kolaps

bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi.

Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan

alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu

berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana

tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan

kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan

hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbondioksida

mengalami kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan

karbondioksida dalam darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan

asidosis respiratorius.

Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring-jaring

kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan

ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang

tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah

kanan (kor pulmonal) adalah salah satu komplikasai emfisema.

Terdapatnya kongesti, edema tungkai, distensi vena leher atau nyeri

pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung.

Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak

mampu untuk membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan

sekresi. Infeksi akut dan kronis dengan damikian menetap dalam paru

yang mengalami emfisema memperberat masalah.

Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik ke aliran

masuk dan aliran keluar udara dari paru. Paru-paru dalam keadaan

heperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara kedalam dan keluar

paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan

positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan

selama ekspirasi. Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi. Daripada

menjalani aksi pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan

membutuhkan upaya otot-otot. Sesak napas pasien terus meningkat,

dada menjadi kaku, dan iga-iga terfiksaksi pada persendiannya. Dada

8

Page 9: LATAR BELAKANG PPOK

seperti tong (barrel chest) pada banyak pasien ini terjadi akibat

kehilangan elastisitas paru karena adanya kecenderungan yang

berkelanjutan pada dinding dada untuk mengembang

(Smeltzer&Bare.2002) .

c. Tanda dan Gejala

1) Dispnea

2) Takipnea

3) Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan

4) Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang

paru

5) Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi

6) Hipoksemia

7) Hiperkapnia

8) Anoreksia

9) Penurunan BB

10) Kelemahan (Smeltzer & Bare) .

d. Pemeriksaan Penunjang

1) Rontgen dada : hiperinflasi, pendataran diafragma, pelebaran

interkosta dan jantung normal

2) Fungsi pulmonari (terutama spirometri) : peningkatan TLC dan

RV, penurunan VC dan FEV (Mansjoer,Arif.2001).

4. ASMA

a. Pengertian

Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversibel

dimana trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

tertentu. (Smeltzer & Bare, 2002)

b. Patofisiologi

Individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk

terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian

9

Page 10: LATAR BELAKANG PPOK

menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen

mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan

pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin,

bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang

bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru

mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, bronkospasme,

pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang

sangat banyak.

Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial

diatur oleh impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma

idiopatik atau non alergi ketika ujung saraf pada jalan nafas dirangsang

oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi dan

polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan

asetilkolin ini secara langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga

merangsang pembentukan mediator kimiawi yang dibahas diatas.

Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap

respon parasimpatis.

Selain itu, reseptor - dan -adrenergik dari sistem saraf simpatis

terletak dalam bronki. Ketika reseptor adrenergik dirangsang , terjadi

bronkokonstriksi; bronkodilatasi terjadi ketika reseptor -adrenergik

yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor - dan -adrenergik

dikendalikan terutama oleh siklik adenosin monofosfat (cAMP).

Stimulasi reseptor –alfa mengakibatkan penurunan c-AMP, yang

mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh

sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi respon beta- mengakibatkan

peningkatan tingkat cAMP, yang menghambat pelepasan mediator

kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah

bahwa penyekatan -adrenergik terjadi pada individu dengan asma.

Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator

kimiawi dan konstriksi otot polos (Corwin.2009) .

10

Page 11: LATAR BELAKANG PPOK

c. Tanda dan Gejala

1) Batuk

2) Dispnea

3) Mengi

4) Hipoksia

5) Takikardi

6) Berkeringat

7) Pelebaran tekanan nadib(Manjoer,arif.2001).

d. Pemeriksaan Penunjang

1) Rontgen dada : hiperinflasi dan pendataran diafragma

2) Pemeriksaan sputum dan darah : eosinofilia (kenaikan kadar

eosinofil). Peningkatan kadar serum Ig E pada asma alergik

3) AGD : hipoksi selama serangan akut

4) Fungsi pulmonari :

Biasanya normal

Serangan akut : Peningkatan TLC dan FRV; FEV dan FVC

agak menurunb(Mansjoer, arif.2001).

11

Page 12: LATAR BELAKANG PPOK

Stimulan Perubahan kesehatan

cemas

Imunitas menurun

Reaksi alergi

Histamin & satmediator dilepas

aktifitas

Inflamasi brochiolus

Sekret meningkat

MK: bersihan jalan nafas tidak efektif

bronkospasme

Obstruksi jalan nafas

Ekspirasi menurun

CO2 meningkt, O2 menurun

lemas

MK: intoleransi aktifitas

anoreksia

MK:nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

BMR

MK: kerusakan pertukaran gas

MK: resiko tinggi infeksi

I. PATHWAY

(Smelzer & Bare. 2002

12

Page 13: LATAR BELAKANG PPOK

B. ASUHAN KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT

1. Pengkajian

Pengkajian pada pernafasan dengan klien PPOM yang didasarkan pada

kegiatan sehari – hari. Ukur kualitas pernafasan antara skala 1 sampai 10.

Dan juga mengidentifikasi faktor sosial dan lingkungan yang merupakan

faktor pendukung terjadinya gejala. Perawat juga mengidentifikasi type

dari gejala yang muncul antara lain, tiba-tiba atau membahayakan dan

faktor presipitasi lainnya antara lain perjalanan penularan temperatur dan

stress.

Pengkajian fisik termasuk pengkajian bentuk dan kesimetrisan dada,

Respiratory Rate dan Pola pernafasan, posisi tubuh menggunakan otot

bantu pernafasan dan juga warna, jumlah, kekentalan dan bau sputum.

Palpasi dan perfusi pada dada diidentifikasikan untuk mengkaji terhadap

peningkatan gerakan Fremitus, gerakan dinding dada dan penyimpanan

diafragma. Ketika mengauskultasi dinding dada pada dewasa tua / akhir

seharusnya diberi cukup waktu untuk kenyamanan dengan menarik nafas

dalam tanpa adanya rasa pusing (dizzy) (Loukenaffe, M.A, 2000).

Hal-hal yang juga perlu dikaji adalah :

a. Aktifitas / istirahat

Keletihan , kelemahan, malaise, ketidak mampuan melakukan aktifitas

sehari-hari karena sulit bernafas.

b. Sirkulasi

Pembengkakan pada ekstremitas bawah, peningkatan tekanan

darah,takikardi.

c. Integritas ego

Perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan,peka rangsang

d. Makanan / cairan

Mual / muntah, anoreksia, ketidakmampuan untuk makan karena

distress pernafasan, turgor kulit buruk, berkeringat.

13

Page 14: LATAR BELAKANG PPOK

e. Higiene

Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan

melakukan aktifitas sehari-hari, kebersihan buruk, bau badan.

f. Pernafasan

Nafas pendek, rasa dada tertekan, dispneu, penggunaan otot bantu

pernafasan.

g. Keamanan

Riwayat reaksi alergi / sensitif terhadap zat atau faktor lingkungan.

h. Seksualitas

Penurunan libido.

i. Interaksi social

Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, keterbatasan

mobilitas fisik (Doengoes, 2000 ) .

2. Diagnosa Keperawatan

a. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan

bronkokonstriksi, peningkatan pembentukan mukus, batuk tidak

efektif, infeksi bronkopulmonal.

b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi

c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat

pertahanan primer dan sekunder, penyakit kronis.

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

anoreksia, produksi sputum, efek samping obat, kelemahan, dyspnea

e. Defisit self care berhubungan dengan kelemahan fisik

f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

suplay dan kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea ( Doengoes.2000).

14

Page 15: LATAR BELAKANG PPOK

3. Intervensi

a. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan

bronkokonstriksi, peningkatan pembentukan mukus, batuk tidak

efektif, infeksi bronkopulmonal.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, bersihan

jalan nafas efektif dengan KH:

1) Bunyi nafas bersih

2) Menunjukan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas,

misal batuk efektif dan mengeluarkan sekret.

Intervensi :

1) Kaji /pantau frekuensi pernafasan

R: Tachipneu biasanya ada pada beberapa derajat dapat ditemukan

pada penerimaan atau selam stress/ proses infeksi akut. Pernafasan

melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang disbanding inspirasi.

2) Auskultasi bunyi nafas

R: Derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan

dapat /tak dimanisfestasikan adanya bunyi nafas.

3) Kaji pasien untuk posisi ygnyaman,Tinggi kepala tempat tidur dan

duduk pada sandaran tempat tidur.

R: .Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi

pernafasan dengan mempergunakan gravitasi. Dan mempermudah

untuk bernafas serta membantu menurunkan kelemahan otot-otot

dan dapat sebagai alat ekspansi dada.

4) Bantu latihan nafas abdomen .

R: Untuk mengatasi dan mengontrol dispneu dan menurunkan

jebakan udara

5) latih untuk batuk efektif

R: Mengeluarkan sekret yang tertahan

6) beri minum yang banyak dan hangat

15

Page 16: LATAR BELAKANG PPOK

R: Hidrasi membantu menurunkan kekentalan

secret,mempermudah pengeluaran.cairan hangat dapat menurunkan

spasme bronkus.

7) Berikan obat sesuai indikasi.

R:. Mempercepat proses penyembuhan.

b. Pola nafas tidak efektif berhubunagn dengan hiperventilasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, pola nafas

efektif KH:

1) RR dalam batas normal 18-24xpermenit

2) tidak ada pegunana otot bantu pernafasan

3) irama frekuensi nafas dalam batas normal

Intervensi :

1) kaji frekuensi dan kedalaman frekuensi pernafasan

R: .kecepatan biasanya meningkt,kedalaman pernafasan bervariasi

tergantung derajat gagal nafas.

2) posisikan pasien semi fowler

R: membantu pernafasan berfungsi secara maksimal

3) pantau respirasi dan status O2

R: memonitor kebutuhan O2

4) ajarka pasien nafas dalam dan balatihan batuk efektif

R: dapat meningktkan / banyaknya sputum dimana gaguan ventilasi

dan ditambah ketidak nyamanan upaya bernafas.

5) bantu pasien mengatasi rasa takut/ansietas

R: perasaan takut/ansietas berhubungan denagn ketidak mampuan

bernafas dapat meningkatkan kebutuhan oksigen

6) beri oksigen tambahan 4Lpermenit

16

Page 17: LATAR BELAKANG PPOK

R: memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas

7) bantu fisioterapi dada

R: memudahkan upaya pernafasan dalam dan meningkatkan drainase

sekret dari segemen paru

c. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, nutrisi

terpenuhi dengan KH:

1) Nafsu makan pasien meningkat

2) Diit RS habis

3) menunjukan peningkatan BB

Intervensi :

1) auskultasi bunyi usus

R: penurunan BU menunjukan penurunanan motilitas gaster dan

konstipasi yang berhubunagn dengan pembatasan masukan cairan dan

makanan

2) berikan perawatan oral, berikan wadah sekali pakai dan tisu

R:. .rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap

nafsu makan.

3) berikan makan porsi kecil tapi sering

R: .membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan

4) hindari makanan yang terlalu panas dan terlalu dingin

R: suhu ekstrim dapat meningkatkan spasme batuk

5) sajikan makanan hangat dan bervariasi

R: .meningkatkan nafsu makan

6) timbang BB

R: berguna untuk menentukan kebutuhan kalori

17

Page 18: LATAR BELAKANG PPOK

7) kolaborasi dengan tim ahli gizi untuk memberikan makanan sesuai

kebutuhan

R: .metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan apada situasi ndan

kebutuahn individu

d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat

pertahanan primer dan sekunder, penyakit kronis.

Tujuan : Mencegah terjadinya infeksi.

Kriteria hasil yang diharapkan :

1) Menyatakan pemahaman penyebab / faktor resiko individu

2) Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko

infeks.

3) Menunjukkan teknik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan

lingkungan yang aman.

Intervensi

1) Awasi suhu

R : Demam dapat terjadi karena infeksi / dehidrasi

2) Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering,

dan masukan cairan adekuat.

R: Aktifitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk

menurunkan resiko terjadi infeksi paru.

3) Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum

R: Cegah penyebaran patogen melalui cairan.

4) Dorong keseimbangan antara aktifitas dan istirahat

R : Menurunkan konsumsi / kebutuhan keseimbangan oksigen dan

memperbaiki pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan

penyembuhan. borasi

5) Kolaborasi

Dapatkan spesimen dengan batuk / penghisapan untuk

pewarnaan kuman gram kultur / sensitivitas.

18

Page 19: LATAR BELAKANG PPOK

R : Dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme penyebab

dan kerentanan terhadap berbagai anti mikrobia.

Berikan anti mikrobia sesuai indikasi

R:Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi

dengan kulturdan sensitivitas, atau diberikan secara profilaktik

karena resiko tinggi.

e. Deficit self care berhubunagn dengan kelemahan fisik

Setelah dilakukan tindakan keperawatna 3x24jam,perawatan diri

terpenuhi, KH :

1) melakukan perawatan diri sendiri

2) mampu melakukan perawatan tanpa sesak nafas

Intervensi :

1) Diskusikan tingkat umum sbelum timbul penyakit dan potensial

yang sekarang diantisipasi

R: mungkin dapat melanjutkan aktifitas umum deangn melakukan

adaptasi yang diperlukan pada keterbatasan saat ini

2) Pertahankan mobilitas dan kontrol program latihan

R: .mendukung kemandirian fisik dan emosional

3) Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam pertawatan diri

4) R: menyikan untuk meningkatkan kemandirian, yang akan

meningkatkan harga diri

5) Anjurkan untk mencoba melakukan perwatan diri sendiri

R: dengan gerakan akan melatih Rom pasien untuk melakukan

ADL

6) Kolaborasi dengan ahli terapi okupasi

R :berguna untuk menentukan alat bantu untuk memenuhi

kebutuhan pasien

f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

suplay dan kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea.

Tujuan : Mengembalikan aktifitas klien seperti semula. Kriteria hasil

yang diharapkan :

19

Page 20: LATAR BELAKANG PPOK

1) Meaporkan / Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap

aktifitas yang dapat diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan

berlebihan, dan tanda vital dalam rentang normal.

Intervensi :

1) Evaluasi respons pasien terhadap aktifitas. Catat laporan dispnea,

peningkatan kelemahan / kelelahan dan perubahan tanda vital

selama dan setelah aktivitas.

R: Menetapkan kemampuan / kebutuhan pasien dan memudahkan

pilihan intervensi.

2) Bantu aktivitas perawatan dini yang diperlukan. Berikan kemajuan

peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.

R : Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai

dan kebutuhan oksigen.

3) jelaskan pentingnya istirahjat dalam rencana pengobatan dan

perlunya keseimbangan aktifitas dan istirahat

R : tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan

kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.

4) berikan lingkunagn yang tenang dan nyaman dan batasi

pengunjung selama fase akut sesuai indikasi. Dorong penggunaan

manajemen stres dan pengalih yang tepat.

R : menurunkan stres dan rangsangan berlebihan , meningkatkan

istirahat (Dongoes.2000) .

20